Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
2022
KATA PENGANTAR
Penulis,
i
DAFTAR ISI
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
BAB II .................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN .................................................................................................... 3
A. Hakikat Keadilan.......................................................................................... 3
PENUTUP ............................................................................................................ 12
A. Kesimpulan ................................................................................................ 12
B. Saran........................................................................................................... 12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Selain itu ciri keadilan, hukum juga memiliki ciri kepastian. Kepastian
di sini bukan semata-mata formal seperti apa yang tersurat dalam hukum, tetapi
kepastian yang dalam pelaksanaannya mengandalkan orientasi. Kepastian
tersebut menuntut agar hukum dirumuskan secara sempit dan ketat, sehingga
tidak terjadi kekaburan atau penafsiran yang berbeda – beda.
Keadilan dalam bidang ekonomi adalah satu keadaan atau situasi di
mana setiap orang memperoleh apa yang menjadi haknya. Ini lantas berarti
bahwa keadilan dalam bidang ekonomi adalah perlakuan yang adil bagi setiap
orang untuk mendapatkan penghidupan yang layak sesuai dengan kebutuhan
dan potensi yang ada.
B. Rumusan Masalah
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Keadilan
3
kecuali. Dewi Iustita yang memegang timbanga dalam tangannya,
digambarkan juga dengan matanya tertutup dengan kain. Sifat terakhir ini
menunjuk kepada cirri ketiga yaitu keadilan harus dilaksanakan terhadap
semua orang, tanpa melihat orangnya siapa.
B. Pembagian Keadilan
Jenis-jenis Keadilan:
a. Pembagian Klasik
Cara membagi keadilan ini terutama ditemukan dalam kalangan
thomisme, aliran filsafat yang mengikuti jejak filsuf dan teolog besar,
Thomas Aquinas (1225-1274). Dia juga mendasarkan pandangan
filosofisnya atas pemikiran Aristoteles dalam masalah keadilan pun
demikian. Keadilan dapat menyangkut kewajiban individu-individu
terhadap masyarakat, lalu kewajiban masyarakat terhadap individu-individu
dan akhirnya kewajiban antara individu-individu satu sama lain. Tiga
macam keadilan, sebagai berikut:
1. Keadilan umum (general justice)
Berdasarkan keadilan ini para anggota masyarakat diwajibkan untuk
memberi kepada masyarakat (secara konkret berarti: negara) apa yang
menjadi haknya. Keadilan umum ini menyajikan landasan untuk paham
common good (kebaikan umum atau kebaikan bersama) dan
menempatkan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi.
2. Keadilan distributive (distributive justice)
Berdasarkan keadilan ini negara (secara konkret berarti: pemerintah)
harus membagi segalanya dengan cara yang sama kepada para anggota
masyarakat. Dalam bahasa Indonesia bisa dipakai nama “keadilan
membagi”.
3. Keadilan komutatif (commutative justice)
Berdasarkan keadilan ini setiap orang harus memberikan kepada
orang lain apa yang menjadi haknya. Hal itu berlaku pada taraf individu
maupun sosial. Dalam bahasa Indonesia bisa dipakai nama “keadilan
tukar-menukar”. Keadilan komutatif menjadi fundamennya, jika orang
mengadakan perjanjian atau kontrak.
4
b. Pembagian Pengarangan Modern
Pembagian keadilan menurut beberapa pengarang modern tentang
etika bisnis, khususnya John Boatrigh dan Manuel Velasquez. Pembagian
tersebut adalah sebagai beriku:
1. Keadilan distributive (distributive justice)
Dimengerti dengan cara pembagian klasik. Benefits and burdens.
2. Keadilan retributive (retributive justice)
Berkaitan dengan terjadinya kesalahan. Hukuman atau denda yang
diberikan kepada orang yang bersalah haruslah bersifat adil. Tiga syarat
yang harus dipenuhi supaya hukuman dapat dinilai adil. Pertama,
kesengajaan dan kebebasan. Kedua, asas praduga tak bersalah. Ketiga,
Hukuman harus konsisten dan proporsional dengan pelanggaran yang
dilakukan. Syarat konsistensi terpenuhi, jika selalu diambil tindakan
terhadap suatu pelanggaran dan jika semua pelanggar dikenakan
hukuman yang sama. Syarat proporsionalitas terpenuhi, jika hukuman
atau denda yang ditetapkan tidak melebihi kerugian yang diakibatkan.
3. Keadilan kompensatoris (compensatory justice)
Menyangkut juga kesalahan yang dilakukan, tetapi menurut aspek
lain. Berdasarkan keadilan ini orang mempunyai kewajiban moral untuk
memberikan kompensasi atau ganti rugi kepada orang atau instansi yang
dirugikan. Supaya kewajiban kompensasi ini berlaku, perlu terpenuhi
tiga syarat. Pertama, tindakan yan mengakibatkan kerugian harus salah
atau disebabkan kelalaian. Kedua, perbuatan seseorang harus sungguh-
sungguh menyebabkan kerugian. Ketiga, kerugian harus disebabkan
oleh orang yang bebas.
4. Keadilan Individual dan Keadilan Sosial
Cara yang paling baik untuk menguraikan keadilan individual dan
sosial adalah membedakannya dengan keadilan individual. Pelaksanaan
keadilan individual tergantung pada kemauan atau keputusan satu orang
(atau bisa beberapa orang) saja. Dalam pelaksanaan keadilan sosial,
tergantung dari struktur-struktur masyarakat di bidang social-ekonomi,
5
politik, budaya dan sebagainya. Keadilan social terlaksana jika hak-hak
social terpenuhi.
6
Marx (1818-1883) diambil oleh dari sosialis Prancis, Louis Blanc (1811-
1882): “From each according to his ability, to each according to his needs”.
3) Teori Liberalistis
Menolak pembagian atas dasar kebutuhan sebagai tidak adil karena
manusia adalah makhluk bebas. Berarti kita harus membagi menurut usaha-
usaha bebas dari individu-individu bersangkutan. Teori ini digarisbawahi
pentingnya dari prinsip hak, usaha tetapi secara khusus prinsip jasa.
Terutama prestasi dilihat sebagai perwujudan pilihan bebas seseorang.
Nilai-nilai dasar tersebut dibagi dengan adil jika menurut isinya (just)
dan menurut prosedurnya (fair). Metode serupa harus dipakai juga untuk
menentukan prinsip keadilan distributif. Perumusan prinsip-prinsip itu harus
dimasuki the original position. Maksudnya, kita seolah-olah keluar dari
masyarakat di mana kita hidup, pada awal mula sejarah belum dimulai, dan
situasi khayalan dimana masyarakat belum terbentuk. Dengan begitu kita
7
berada dibalik the veil of ignorance/ dibalik selubung ketidaktahuan. Dengan
posisi itu kita dapat menyetujui prinsip- prinsip keadilan berikut ini.
➢ Prinsip pertama: setiap orang mempunyai hak yang sama atas kebebasan-
kebebasan dasar yang paling luas yang dapat dicocokan dengan kebebasan-
kebebasan yang sejenis untuk semua orang. Prinsip ini dapat disebut
“kebebasan yang sedapat mungkin sama”. Dalam hal ini Rawls menganut
egalitarianisme.
➢ Prinsip kedua: ketidak samaan sosial dan ekonomis diatur demikian rupa
sehingga: v menguntungkan terutama orang-orang yang minimal beruntung
dan serentak. Disebut juga prinsip perbedaan. Dengan itu Rawls menolak
egalitarianisme radikal. Dengan prinsip perbedaan itu sebenarnya Rawls
meletakan dasar etis untuk Walfare State Modern. v melekat pada jabatan-
jabatan dan posisi-posisi yang terbuka bagi semua orang dalam keadaan
yang menjamin persamaan peluang yang fair. Prinsip ini disebut juga
prinsip persamaan peluang yang fair.
8
2. Prinsip transfer: kita memiliki sesuatu karena diberikan oleh orang lain.
3. Prinsip rectification of injustice: kita mendapat sesuatu kembali yang
sebelumnya dicuri dari kita.
Ketiga prinsip ini merupakan prinsip – prinsip historis , artinya mereka
tidak saja melihat hasil pembagian tetapi mempertanggungjawabkan juga
proses yang melandaskan pembagian atau pemilikan.
Kesimpulan Nozick adalah bahwa keadilan harus ditegakkan, jika
diakui bakat-bakat dan sifat- sifat pribadi beserta segala konsekuensinya
(seperti hasil kerja) sebagai satu-satunya landasan hak. Ia juga berpendapat
bahwa prinsip dasar Immanuel Kant juga harus dipegang teguh. Tidak pernah
menjadi adil memerangi kemiskinan dengan memaksakan perubahan struktural
dalam masyarakat. Membantu orang miskin memang merupakan solidaritas
tetapi kewajiban itu termasuk etika pribadi dan haknya hanya boleh dijalankan
dengan keputusan-keputusan bebas.
F. Keadilan Ekonomis
9
SUPPORTING ARTICLE DAN CRITICAL REVIEW
10
serta HAM," ujarnya.
Jika benar operasi ditutup, lanjutnya, PT Freeport harus bertanggung
jawab terhadap ekologi serta seluruh pekerja. "Para pekerja bisa dialihkan untuk
pemulihan ekologi dan ekonomi," kata Berry. (kcm)
B. Analisis Kasus
Berdasarkan kasus tersebut terbukti beberapa perusahaan Free Port tidak
menerapkan prinsip keadilan terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar.
a. Prinsip No Harm
Menurut Adam Smith prinsip paling pokok dari keadilan adalah prinsip
no harm atau prinsip tidak merugikan orang lain. Sudah sangat jelas dalam
kasus ini PT Free Port telah sangat merugkan bangsa indonesia terutama
merusak tanah papua. Kekerasan, perusakan lingkungan, dan ketidakadilan
sosial guna meraih keuntungan semata. Keruskaan lingkungan tersebut
tidak sepadan dengan keuntungan yang didapatkan rakyat Indonesia itu
sendiri.
b. Prinsip non intervention
Prinsip non intervention adalah prinsip tidak ikut campur tangan. Dalam
kasus PT Free Port prinsip no intervention jelas telah dilanggar, pemerintah
seolah ikut campur tangan dalam melinddungi PT Free Port dengan
melakukan perjanjian jangka pnjang yang membuat mereka boleh
beroperasi selama puluhan tahun di Indonesiia dan mengeruk kekayaan
alamnya.
c. Prinsip pertukaran yang adil
Prinsip keadilan tukar atau prinsip pertukaran dagang yang fair,
terutama terwujud dan terungkap dalam mekanisme harga dalam pasar. Ini
sesungguhnya merupakan penerapan lebih lanjut prinsip no harm secara
khusus dalam pertukaran dagang antara satu pihak dengan pihak lain dalam
pasar. Dalam kasus PT Free Port Masyarakat sekitar sangat diperlakukan
tidak adil karena. PT Free Port yang memperoleh keuntungan besar namun
tanah air merekalah yang dirusak dan dicemari lingkungannya, Harga yang
dibayar atas kerusakan tersebut tak sesuai dengan keuntungan yang
didapatkan oleh masyarakat sekitar.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
12
DAFTAR PUSTAKA
13