Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir, kita menyaksikan
berbagai bencana alam yang datang silih berganti tiada henti. Peristiwa
terakhir yang kita saksikan adalah bencana banjir bandang yang terjadi di
Wasior, Kabupaten Teluk Wondama, Provinsi Papua Barat, tsunami di
Mentawai, dan letusan Gunung Merapi. Di lain tempat tak jauh dari kita, bisa
kita lihat Jakarta yang kini berada dalam ancaman banjir yang bisa terjadi
setiap saat.
Beberapa peneliti pun bahkan telah memprediksi, jika tidak ada upaya
substansial yang dilakukan secara radikal, maka dalam kurun waktu yang tak
lama lagi sebagian besar wilayah Jakarta yang juga merupakan simbol dari
negara ini akan segera tenggelam. Melihat fenomena ini, sudah saatnya kita
tidak mencari kambing hitam ketika bencana alam atau lebih tepatnya
bencana ekologis terjadi. Karena jika kita menyadari, bencana-bencana
tersebut terjadi bukan saja karena fenomena alam, melainkan sedikit banyak
kita juga berkontribusi dalam mempercepat terjadinya bencana tersebut.
Sebagai negara yang dikaruniani kekayaan alam yang melimpah,
Indonesia memang membutuhkan hasil ekstraksi dari sumber daya daya alam
tersebut dalam membangun ekonominya. Secara teoritis, hubungan antara
pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan telah lama menjadi
perdebatan yang cukup krusial.
1

Teori ekonomi tradisional menyebutkan adanya trade-off antara


pembangunan ekonomi dan kesinambungan sumberdaya alam/lingkungan
hidup.

Pertanyaan-pertanyaan

mengenai

mengenai

trade-off

antara

pembangunan ekonomi dan konservasi sumber daya alam (SDA) juga


semakin mengemuka terutama di negara-negara berkembang di kawasan
Asia, Amerika Latin, dan Afrika yang umumnya masih mengandalkan potensi
sumber daya alam (SDA) seperti hutan dan pertambangan bahan-bahan
mineral sebagai sumber pendapatan ekonomi (Lee et al, 2005).
Upaya menyeimbangkan kepentingan untuk pembangunan ekonomi
dan pelestarian lingkungan merupakan hal yang tak mudah dalam praktik.
Feiock dan Stream (2001) menyebutkan bahwa banyak pemimpin di dunia
dihadapkan pada pilihan yang rumit antara menjaga kelestarian lingkungan
dan upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Namun demikian, Feiock dan Stream (2001) dalam studinya mengenai
dampak kebijakan lingkungan terhadap investasi swasta di 50 negara bagian
di AS dalam kurun 1983-1994 menyebutkan bahwa tingkat investasi swasta
dan pembangunan ekonomi dapat ditingkatkan dengan regulasi lingkungan
yang dapat mengurangi ketidakpastian.
Hasil

kesimpulan

studi

mereka

juga

menyebutkan,

konflik

kepentingan antara bisnis dan kepentingan lingkungan memang tak bisa


dihindari. Beberapa unsur tertentu dari regulasi lingkungan mungkin akan
menciptakan disentif bagi kegiatan ekonomi, namun secara umum kebijakan
lingkungan yang dibarengi dengan reformasi kelembagaan pada institusi yang
2

berwenang dalam mengawasi kelestarian lingkungan hidup justru akan


mendorong investasi dan mempercepat pembangunan ekonomi. Tentunya
investasi yang dimaksud tidak hanya bersifat mengeruk SDA tanpa kendali,
namun harus memberikan manfaat bagi pengembangan modal fisik dan insani
sekaligus tetap memperhatikan kaidah kesinambungan SDA dalam jangka
panjang.
Eksploitasi yang berlebihan terhadap sumber daya alam juga akan
menimbulkan biaya yang jauh lebih besar ketimbang dari manfaat ekonomi
yang bisa kita ambil ketika "mother nature fights back" dalam bentuk bencana
alam dan dampak kerusakan lingkungan terhadap kelangsungan kehidupan
manusia. Apalagi saat ini kita telah mulai merasakan dampak perubahan iklim
yang semakin nyata dengan semakin tidak jelasnya batasan antara musim
penghujan dan musim kemarau.
Kita bisa lihat akibat perubahan iklim dengan semakin seringnya
terdengar berita gagal panen petani atau rusaknya tanaman mereka akibat
iklim yang semakin tak menentu. Dampak dari perubahan iklim akibat kurang
bijaksananya kita dalam mengeksploitasi SDA (misalnya pembabatan hutan
yang tak terkendali) dan manajemen pengelolaan lingkungan hidup yang
tidak memperhatikan kaidah kesinambungan (sustainability) tentunya akan
sangat berpengaruh dalam mempercepat kehancuran alam tempat kita
berpijak.
Jika alam sudah tak bersahabat dan bencana semakin sering tejadi,
maka hal ini pun akan berdampak terhadap kita utamanya masyarakat yang
3

masih hidup di bawah ambang batas kemiskinan di pedesaan dan kawasan


terpencil yang masih menggantungkan hidupnya kepada pertanian. Selain itu,
eksploitasi SDA yang kurang bijaksana akan menyebabkan hilangnya
ecosystem service seperti udara bersih dan segar, air bersih, dan
keseimbangan ekosistem yang turut menopang keberlanjutan kehidupan
manusia.
Berdasarkam pembahasan di atas maka dalam makalah ini yang akan
dibahas yaitu mengenai Pengaruh Berbagai Variabel Ekonomi Terhadap
Konservasi Sumber Daya Alam.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah
dari makalah ini adalah :
Bagaimana pengaruh berbagai variabel ekonomi terhadap konservasi
sumber daya alam?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu selain untuk memenuhi tugas
dari pengampuh Mata Kuliah Ekonomi SDA dan Lingkungan, serta
berdasarkan dari rumusan masalah di atas yaitu untuk mengetahui seberapa
besar pengaruh berbagai variabel ekonomi dalam kaitannya dengan
konservasi sumber daya alam.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Konservasi, Deplisi, dan Persediaan
a. Konservasi
Konservasi adalah penggunaan SDA untuk kebaikan secara optimal
dalam jumlah yang terbanyak dan jangka waktu paling lama (gifford
Pinchot) atau suatu tindakan untuk mencegah pengurasan SDA dengan
cara pengambilan yang tidak berlebihan sehingga dalam jangka panjang
SDA tetap tersedia. Dari cara pandang sosial-budaya, konservasi
dikonotasikan sebagai kewajiban moral yang menurutnya untuk
melindungi satu jenis atau beberapa sumber daya. Konservasi secara
umum seringkali diartikan sebagai tindakan perlindungan, pengawetan,
pemeliharaan dan pengumpulan barang-barang yang ada. Ada pula yang
mengartikan konservasi merupakan pemakaian sumber daya alam dengan
bijaksana dan mempertimbangkan unsur waktu.
Selanjutnya Wantrup (1986) menyatakan bahwa konservasi sumber
daya alam bukanlah memelihara persediaan secara permanen, tanpa
pengurangan dan perusakan. Jadi dapat disimpulkan bahwa konservasi
adalah suatu tindakan untuk mencegah pengurasan sumber daya alam
dengan cara pengambilan yang tidak berlebihan sehingga dalam jangka
panjang sumber daya alam tetap tersedia.
1. Langkah-Langkah Konservasi

Tindakan konservasi menurut Suparmoko (1997) dapat dililakukan


dengan beberapa cara:
1. Melakukan perencanaan terhadap pengambilan sumber daya
alam, dengan pengambilan secara terbatas, dan tindakan yang
mengarah pada pengurasan perlu dicegah.
2. Mengusahakan eksploitasi sumber daya alam secara efisien, yakni
dengan sesedikit mungkin.
3. Mengembangkan sumber daya alternatif atau mencari sumber
daya pengganti sehingga sumber daya alam yang terbatas
jumlahnya dapat disubstitusikan dengan sumber daya alam jenis
lain.
4. Menggunakan

unsur-unsur

teknologi

yang

sesuai

dalam

mengeksploitasi sumber daya alam agar dapat menghemat


penggunaan sumber daya tersebut dan tidak merusak lingkungan.
5. Mengurangi, membatasi dan mengatasi pencemaran lingkungan
karena pencemaran akan mengakibatkan cadangan sumber daya
alam semakin cepat habis karena kepunahan, seperti ikan, tanah
dan sebagainya.
Sebenarnya untuk mengatasi kelangkaan dengan menggunakan
cara konservasi bukan tanpa masalah, beberapa masalah konservasi yang
didapatkan adalah sebagai berikut : Pertama, masalah konservasi yang
berkenaan dengan ketidakbisaan kegiatan konservasi dan yang kedua,

masalah konservasi yang berkenaan dengan keengganan melakukan


kegiatan konservasi.
2. Ketidakbisaan Kegiatan Konservasi
Ketidakbisaan

kegiatan

dalam

konservasi

disebabkan

karena

hambatan-hambatan dalam konservasi tidak bisa diatasi atau


dihilangkan. Hambatan-hambatan tersebut bisa berupa:
a. Hambatan Fisik
Hambatan fisik yang dihadapi dalam kegiatan konservasi adalah
hambatan yang berkenaan dengan letak geografis sumber daya
alam. Letak sumber daya alam yang tidak bisa dijangkau oleh
manusia merupakan hambatan bagi manusia untuk mengelola
maupun melestarikannya. Misalnya daerah lereng bukit atau
tebing, daerah ini akan menyulitkan kita untuk melakukan
reboisasi, padahal lahan tersebut sangat membutuhan reboisasi
untuk mencegah longsor atau erosi.
b. Hambatan Ekonomi
Hambatan ekonomi biasanya berkenaan dengan sejumlah modal
untuk melakukan kegiatan konservasi. Kurangnya permodalan
dalam

kegiatan

konservasi

akan

menyebabkan

kurangnya

pelatihan dan pendidikan kepada masyarakat, sehingga masyarakat


tidak mengetahui arti pentingnya konservasi bagi kelangsungan
hidup

manusia.

Ketidaktahuan

masyarakat

tersebut

akan

menyebabkan perbedaan keinginan antara kepentingan masyarakat


7

dengan kepentingan pemerintah. Di satu sisi pemerintah


melakukan konservasi, sementara di sisi lain masyarakat
melakukan deplisi, sehingga konservasi tidak bisa berjalan atau
menjadi sesuatu yang sia-sia.
c. Hambatan Kelembagaan
Konservasi tidak bisa dilakukan karena adanya kebiasaan atau
adat istiadat masyarakat setempat yang menghambat kegiatan
konservasi. Bahkan ada adat istiadat yang cenderung menguras
sumber daya alam dan merusak lingkungan. Dengan adanya
hambatan tersebut konservasi tidak bisa dilakukan, kecuali bisa
mengubah adat atau kebiasaan masyarakat tersebut.
d. Hambatan Teknologi
Seperti dijelaskan pada pembahasan-pembahasan sebelumnya,
bahwa teknologi mempunyai peran terhadap pencegahan habisnya
sumber daya alam dan rusaknya lingkungan. Jadi keterbatasan
teknologi akan menjadi penghambat untuk melakukan kegiatan
konservasi.
3. Keengganan Melakukan Konservasi
Keengganan melakukan konservasi yang dimaksud di sini adalah
adanya pertimbangan-pertimbangan lain mengapa orang enggan atau
tidak

mau

melakukan

konservasi.

Pertimbangan-pertimbangan

tersebut antara lain: apakah konservasi menguntungkan, apakah

membutuhkan waktu perencanaan yang sangat panjang, risiko


ketidakpastian, dan salahan keputusan.
b. Deplisi
Deplisi ini merupakan implikasi paling awal yang terjadi akibat
penggunaan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan atau kepuasan
manusia. Deplisi berasal dari kata deplation, yang suatu cara
pengambilan sumber daya alam secara besar-besaran. Pada tingkat
perorangan (mikro) deplisi biasanya terjadi demi untuk memenuhi
kebutuhan akan bahan hidup. Sedangkan pada tingkat negara (makro)
deplisi terjadi untuk mempercepat proses pembangunan yang lebih tinggi,
apalagi untuk negara yang sedang berkembang di mana tingkat
pembgngunannya masih rendah.
Bagi sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, terjadinya
deplisi akan mempunyai dampak mempercepat habisnya sumber daya
alam akibat pengurasan sumber daya yang ada.
1. Sebab Terjadinya Deplisi
Menurut para ahli lingkungan, sebenarnya yang menyebabkan
terjadinya deplisi pada dasarnya dapat disebabkan oleh dua kelompok:
a. Kelompok Kapitalis
Kelompok ini yang mempunyai tujuan untuk memaksimumkan
laba, sehingga mereka ini berusaha untuk menggali sumberdaya
alam sebanyaknya

dalam waktu

secepat

mungkin

untuk

mendapatkan keuntungan secepatnya.


9

b. Kelompok Miskin
Kelompok ini bertujuan untuk memenuhi kelangsungan hidupnya.
Kelompok ini terpaksa mengurus sumberdaya alam karena
kemiskinannya tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan yang
sesungguhnya adalah tempat mereka sendiri sebagai tempat untuk
hidup.
Bagaimanapun

atau

pada

kelompok

manapun

penggunaan

sumberdaya secara besar-besaran dengan tidak memikirkan bagaimana


keadaan dimasa depan, deplisi ini akan menjadi hal yang sangat
merugikan karena berlangsung secara terus-menerus dan mengekspolitasi
tanpa memandang sisi lain.
c. Persediaan (Cadangan)
Persediaan (Cadangan) adalah Sumberdaya Alam yang sudah kita
ketahui (identified) dan bernilai ekonomis, Sumber daya alam bisa
disebut cadangan jika sudah diketahui baik dari segi jumlah atau
besarnya deposit yang sudah terukur dalam satu satuan seperti ton, dan
telah diketahui manfaatnya. Sebagai akibat kebutuhan informasi
mengenai kondisi pasar dan teknologi baru, cadangan akan meningkat
bila :

Ada penemuan baru (discovery)

Peningkatan cadangan yang telah terbukti (extension)

Revisi (revision) akibat kebutuhan informasi mengenai kondisi pasar


dan teknologi baru.
10

1. Kelangkaan Persediaan
Dari definisi dan pemahaman diatas kita jadi terbuka bahwa
persediaan/cadangan itu terjadi karena adanya kekhawatiran akan
sebuah kejadian, yaitu kelangkaan. Kelangkaan adalah jumlah barang
atau sumberdaya yang diketahui dan bernilai ekonomis yang kurang
dari kebutuhan yang diharapkan, sehingga menjadi masalah yang
mesti dipecahkan.
Kelangkaan dapat diklasifikasikan menjadi kelangkaan absolut
(absolute scarcity) dan kelangkaan relative (relative scarcity)
(Suparmoko, 1997).
a. Kelangkaan Absolut (absolut scarcity)
Kelangkaan Absolut sering juga disebut malthusian scarcity
karena konsep kelangkaan absolut pertama kali diperkenalkan oleh
Robert Malthus. Kelangkaan absolut didefinisikan sebagai
fenomena kelangkaan sumber daya alam secara fisik Sistem
ekonomi sering tergantung pada satu sumber daya esensial yang
memiliki batas tertentu dalam ketersediaannya secara fisik. Jika
sumber daya alam ini habis maka akan menentukan batas-batas
fisik pada proses ekonomi baik prduksi maupun konsumsi. Periode
kelangkaan absolut ini mulai terjadi ketika permintaan (demand)
akan suatu sumber daya alam akan melebihi penawarannya
(supply), yang pada gilirannya kalau hal ini terus terjadi akan

11

mengakibatkan pengurasan sumber daya alam dan habisnya


sumber daya alam.
b. Kelangkaan Relatif (relative scarcity)
Kelangkaan Relatif sering juga disebut ricardian scarcity.
Kelangkaan relatif terjadi ketika suatu sumber daya masih cukup
tersedia untuk memenuhi kebutuhan tetapi distribusinya tidak
merata bagi yang membutuhkan sumberdaya alam tersebut.
Keberadaan kedua bentuk kelangkaan di atas bisa mengakibatkan
meningkatnya harga-harga bahan-bahan mentah, barang-barang jadi dan
jasa, serta bisa menimbulkan gangguan ekongmi (economic disruption)
dan pada gilirannya yang harus mencari sumber daya substitusi untuk
mengganti sumber daya yang langka tersebut.
Kelangkaan sumber daya alam harus memiliki tiga ciri penting:
1. Mengacu masa depan, Indikator ini mempertimbangkan pola
permintaan masa depan, sumber-sumber alternatif bagi sumber daya
alam yang tidak bisa diperbaharui, perubahan dalam biaya ekstraksi
atau pengolahan dan sebagainya.
2. Komparabilitas bisa diperbandingkan (comparability), Indikator yang
ideal harus dimungkinkan adanya perbandingan langsung diantara
sumber daya alternatif untuk mengidentifikasi permasalahan yang
paling serius dihadapi sumber daya alam, terutama yang berkenaan
dengan kelangkaan. Perbandingan ini tidak hanya untuk menilai
tingkat kelangkaan tetapi juga sejauh mana seriusnya kelangkaan
12

tersebut dan hal ini harus dipertimbangkan dalam penilaian


kelangkaan sumber daya alam.
3. Komputabilitas

bisa

dihitung

(computability),

Indikator

ini

mempertimbangkan bahwa kelangkaan sumber daya harus bisa


diperhitungkan dan dianalisa berdasarkan informasi yang tersedia
atau informasi yang bisa diperoleh secara terbuka.
Konsep kelangkaan sumber daya ini sangat bermanfaat sebagai
dasar dalam menganalisa tingkat produksi dan konsumsi yang optimal
sehingga memenuhi kebutuhan manusia pada saat ini dan generasi yang
akan datang. Tingkat persediaan/cadangan sumber daya alam yang
dinamis dalam konteks analisa ekonomi lingkungan berpijak dari konsep
kelangkaan ini.
B. Pengaruh Berbagai Variabel Ekonomi Terhadap Konservasi Sumber
Daya Alam
Ada banyak variabel ekonomi yang mempengaruhi konservasi sumber
daya alam, antara lain:
1. Tingkat Bunga
Diantara berbagai kegiatan ekonomi yang mempengaruhi konservasi,
tingkat bunga merupakan salah satu faktor yang paling konsisten. Tingkat
bunga digunakan dalam perencanaan pengambilan sumber daya alam
untuk membuat penerimaan bersih dimasa datang dapat dibandingkan satu
sama lain selama suatu interval waktu perencanaan tertentu. Penerimaan
bersih dimasa datang didiskonto sehingga diketahui nilai sekarangnya
13

(present value). Ini berarti dengan tingkat bunga yang positif penerimaan
bersih dimasa datang yang sama besarnya tetapi dengan interval waktu
yang berbeda, nilainya akan turun dengan semakin jauhnya jarak waktu
dari saat diambilnya suatu keputusan.
Suatu kenaikan dalam tingkat bunga akan berarti adanya suatu
penurunan yang progresif dalam nilai sekarang dari penerimaan bersih.
Progresivitas ini bersifat proporsional dengan jarak waktu, dan semakin
cepat dengan semakin jauhnya jarak waktu. Sebagai akibat dari kenaikan
tingkat bunga, seorang pengelola akan mencoba mengubah distribusi
waktu dari penerimaan bersih ke arah masa kini. Hal ini dapat
dilaksanakan dengan mendistribusikan biaya ke arah masa yang akan
datang. Jadi suatu kenaikan tingkat bunga cenderung merubah distribusi
tingkat penggunaan sumber daya alam ke arah masa sekarang dan ini
berarti suatu tindakan deplisi. Sebaliknya, suatu penurunan tingkat bunga
akan berakibat adanya tindakan konservasi yaitu distribusi penggunaan
sumber daya alam dengan arah masa yang akan datang.
Mengenai tingkat bunga yang dipakai oleh perencana individual
adalah tingkat bunga internal yang identik dengan tingkat bunga pasar
(market rate of interest) yang ditentukan oleh kekuatan permintaan dan
penawaran akan uang. Untuk perencanaan dibawah pemerintah biasanya
digunakan bunga sosial (social rate of interest).
2. Masalah Ketidakpastian

14

Ketidakpastiaan benar-benar ada dalam bentuk harapan terhadap


penerimaan dan biaya yang sering kali diperkirakan oleh para pembuat
keputusan dengan probabilitas kurang dari satu. Tinggi rendahnya derajat
ketidakpastian dipengaruhi oleh ketidakpastian dalam harapan dan
preferensi mengenai ketidakpastian itu. Pembuat keputusan menerima
berbagai macan ketidakpastian dengan macam-macam konsekuensi:
1. Menerima ketidakpastian seluruhnya memperkecil

kemungkinan

penerima pendapatan bersih serta dalam jumlah yang lebih kecil.


2. Menerima ketidakpastian dengan melakukan Hedging artinya
produsen sumber daya alam menggeser beban ketidakpastian kepada
spesialis yaitu spekulan yang sudah profesional. Dengan cara ini
ketidakpastian dalam penerimaan dan ketidakpastian dalam biaya
diperkecil.
3. Ketidakpastian diterima dengan meningkatkan fleksibilitas dalam
perencanaan.
Pada umumnya ketidakpastian terhadap suatu harapan meningkatkan
dengan semakin lamanya waktu. Semakin jauh terjadinya harapan itu dari
saat sekarang akan semakin tinggi derajat ketidakpastian tersebut.
Ketidakpastian yang paling utama yang timbul oleh adanya teknologi,
perubahan permintaan masyarakat kosumen dan perubahan lembagalembaga sosial selalu meningkat dengan semakin berkembangnya waktu.
Sedangkan ketidakpastian yang berkaitan dengan alam akan meningkatkan
pula dengan berkembangnya waktu tetapi hanya sampai pada batas waktu
15

tertentu; sebagai misal adanya banjir, kekeringan, kebakaran, dsb. Para


perencana mengetahui bahwa semakin dekat dengan tanggal jatuh dari
suatu harapan, semakin kecil pula derajat ketidakpastiaan tersebut. Oleh
karena itu rencana pemanfaatan sumber daya alam harus fleksibel dan
dicerminkan oleh besarnya diskonto. Ketidakpastian meningkat dengan
berkembangnya waktu dan oleh karena bersifat subjektif.
Dari uraian diatas kita dapat memahami dampak dari ketidakpastian
terhadap keputusan konservasi. Peluang ketidakpastian dipengaruhi oleh
ketidakpastian akan harapan dan preverensi terhadap ketidakpastian itu.
Preverensi terhadap ketidakpastian tidak dipengaruhi oleh waktu.
Selanjutnya kita dapat mempertanyakan bagaimana dampak preverensi
ketidakpastian akan suatu harapan terhadap keputusan konservasi.
Dalam membicarakan perubahan-perubahan ketidakpastian suatu
harapan dapat dianggap bahwa perubahan-perubahan itu berlaku bagi
suatu interval waktu perencanaan tertentu. Setelah suatu saat tertentu,
besarnya proporsional dengan ketidakpastian dalam periode sebelumnya.
Dengan anggapan tersebut perubahan-perubahan dalam preverensi
ketidakpastian memiliki akibat yang sama terhadap keputusan konservasi
seperti halnya dengan ketidakpastian dari suatu harapan. Selanjutnya bila
diskonto ketidakpastian semakin tinggi berarti ada penurunan yang
progresif dalam nilai sekarang dari penerimaan bersih yang akan datang.
Akibatnya pembuat keputusan akan merubah distribusi waktu penggunaan
kearah sekarang atau bersifat deplisi. Sebaliknya penurunan dalam
16

diskonto ketidakpastian akan berakibat konservasi yaitu distribusi waktu


penggunaan mengarah ke masa yang akan datang.
3. Perpajakan
Dalam hal konservasi sumber daya alam pajak mempunyai peranan
yang lebih penting daripada sewa. Perpajakan sering dapat digunakan
dengan lebih mudah dan lebih efektif bagi kebijakan konservasi.
Apabila suatu jenis pajak baru dikenakan, kita perlu mengetahui
bagaimana pajak itu didistribusikan sepanjang waktu, dan bagaimana
hubungan antara berbagai tingkat penggunaan sumber daya alam pada
interval waktu yang berbeda dipengaruhi oleh pengenaan pajak itu. Pada
umumnya pajak yang menyebabkan harga barang sumber daya alam turun
akan mendorong timbulnya keputusan untuk konservasi dan sebaliknya
bila pajak menyebabkan harga barang sumber daya alam akan naik dan
menimbulkan keputusan deplisi. Oleh karena itu pajak tidak langsung
yang memiliki sifat beban pajaknya dapat digeserkan sebagian atau
seluruhnya kepada pembeli akan cenderung menimbulkan keputusan
konservasi. Hal ini sesungguhnya berkaitan dengan perubahan pendapatan
yaitu bahwa setiap kebijakan yang menurunkan tingkat pendapatan akan
cenderung mendorong konservasi, sedangkan bila kebijakan itu berakibat
menaikkan pendapat akan cenderung menimbulkan keputusan deplisi.
4. Pengaruh Kebijakan Harga

17

Dalam bagian ini akan kita lihat bagaimana akibat dari perubahan
harga dalam output (luaran) dan harga input (masukan) terhadap keputusan
untuk konservasi sumber daya alam.
Perubahan

harga

barang

baik

input

maupun

output

dapat

mempengaruhi keputusan konservasi secara merata sepanjang periode


perencanaan dan pengaruhnya tidak meningkat dengan berkembangnya
waktu seperti halnya pada perubahan tingkat bunga ketidakpastian. Suatu
perubahan harga yang merata pengaruhnya sepanjang periode perencanaan
tidak akan memberikan dorongan untuk merubah distribusi waktu tingkat
penggunaan sumber daya alam.
Saling hubungan dalam tingkat penggunaan sumber daya alam melalui
penerimaan marjinal (marginal revenue) dan biaya marjinal macam produk
yang dipengaruhinya. Sebagai misal, akan berbeda akibatnya terhadap
keputusan untuk konservasi bila terdapat perubahan harga pupuk atau
perubahan harga bajak yang harus dipakai oleh petani.
Untuk mengetahui dengan jelas tentang pengaruh perubahan harga
terhadap keputusan konservasi sumber daya alam, kita terlebih dahulu
akan mempelajari bagaimana perubahan-perubahan itu didistribusikan
sepanjang waktu dan bagaimana hubungan antara tingkat penggunaan
dalam berbagai interval yang berbeda lewat pengaruhnya terhadap
penerimaan marjinal (marginal revenue) dan biaya marjinal (marginal
cost). Untuk menyederhanakan analisa, kita akan melihat hubungan
perubahan itu dalam kaitannya dengan pengaruhnya terhadap hubungan18

hubungan yang saling melengakapi, saling bersaingan, dan tidak ada


hubungan sama sekali diantara masing-masing tingkat pengguna itu.
Dalam hal saingan ketergantungan dalam tingkat penggunaan lewat
penerimaan, pada umumnya penggunaan sumber daya yang dapat
diperbarui atau yang pulih seperti pertanian, ladang pengembalaan dan
kehutanan tidak mempunyai hubungan dalam penerimaan untuk semua
interval. Dalam hal saling ketergantungan lewat biaya produksi, kita dapat
menganggap

bahwa

perubahan

harga

akan

memperkuat

atau

memperlemah komplementaritas atau lewat biaya sepanjang seluruh


periode perencanaan.
Marilah

kita

mempengaruhi

lihat

sekarang

keputusan

bagaimana

konservasi

sumber

perubahan
daya

alam

harga
dengan

menggunakan asumsi-asumsi yang paling praktis.


Apabila dianggap bahwa saling ketergantungan tingkat penggunaan
sumber daya alam lewat penerimaan dan biaya tidak terpengaruh oleh
perubahan harga input atau output, maka suatu kenaikan dalam harga
produk (output) yang diharapkan terjadi dalam periode perencanaan yang
akan datang dan tidak diketahui kapan berakhirnya, atau suatu kenaikan
dalam

harga

produk

diharapkan

akan

semakin

tinggi

dengan

berkembangnya waktu, hal ini akan mendorong perencana untuk


menggeser penggunaan sumber daya alam ke masa yang akan datang yang
berarti

adanya

konservasi.

Sebaliknya

bila

ada

harapan

harga

barang/produk untuk menurun dengan menggunakan asumsi yang sama


19

akan mengakibatkan adanya deplisi. Dalam waktu praktek, pada umunya


para perencana memperkirakan bahwa harga-harga berkembang dengan
arah yang sama seperti untuk masa-masa mandatang, yang ini dapat
dinyatakan dalam elastisitas mengenai harga yang diharapkan. Elastisitas
ini dapat dinyatakan sebagai rasio antara presentase perubahan harga
dimasa yang akan datang dan presentase perubahan harga saat ini.
Sekarang bagaimana kalau kenaikan harga produk itu hanya untuk
beberapa periode waktu saja misalnya empat/lima tahun. Hal ini akan
membuat perencana untuk menggeser tingkat penggunaan ke masa dimana
akan terjadi kenaikan harga barang-barang sumber daya alam (output).
Kemudian apabila harga faktor produksi (input) berubah, pengaruh
dari perbedaan dalam distribusi waktu cenderung merupakan kebalikan
dari kesimpulan diatas yaitu menghindari penggunaan pada saat terjadinya
kenaikan biaya produksi dan para perencana akan berusaha menggunakan
sumber daya alam yang paling produktif. Untuk mengetahui bagaimana
pengaruh perubahan faktor produksi tertentu selalui bersifat konservasi
dalam kondisi teknologi apapun, seperti pupuk, benih, traktor dan
sebagainya. Sedangkan faktor produksi lain bersifat menguras sumber
daya alam (depleting) sebagai misalnya mesin gergaji dalam perusahaan
penebangan kayu di hutan.
Jadi faktor-faktor produksi yang bersifat mendorong konservasi selalu
memperkuat hubungan saling melengkapi (complementer) atau saling
mengurangi persaingan dalam biaya di antara berbagai penggunaan.
20

Sebaliknya akan ditunjukkan oleh faktor produksi yang bersifat menguras


sumber daya alam yaitu cenderung melemahkan hubungan komplementer
dan memperkuat hubungan persaingan. Dengan demikian secara hati-hati
kita akan dapat menyatakan bahwa penurunan harga faktor produksi yang
bersifat deplitif akan mengakibatkan timbulnya deplisi, dan sebaliknya
apabila harga-harga menurun untuk jasa konservasi dan meningkat untuk
jasa deplisi, maka akan terjadilah konservasi.
Bagaimana kalau harga produk yang berubah? Memang biasanya
kalau kita membicarakan mengenai konservasi dan deplisi akan berkaitan
dengan produk atau output, khusunya yang berhubungan dengan
konservasi tanah.
Dalam pertanian yang bersifat tumpang sari terdapat tanaman
(produk) yang bersifat memperkuat komplementaritas atau memperlemah
persaingan dalam biaya produksi, dan ada pula tanaman yang biasanya
memperlemah komplementaritas atau memperkuat persaingan dalam hal
biaya. Sebagai contoh yang pertama adalah rumput gajah untuk tanaman
ternak dan contoh kedua adalah tanaman tembakau atau kapas. Tanaman
rumput gajah merupaka tanaman yang bersifat konservasi dan tamanan
tembakau dan kapas bersifat deplisi.
Apabila kenaikan harga membawa perluasan tanaman rumput gajah,
maka hal ini bersifat konservasi. Tetapi apabila perluasan tanaman rumput
menggantikan tanaman kayu hutan, maka ini bersifat deplisi, tetapi kalau
tembakau

itu

menggantikan

tanaman

padi-padian

maka

bersifat
21

konservasi. Jadi dalam hal ini istilah komplementaritas dan persaingan


menunjukkan hubungan antara berbagai tanaman (produk) dan dari
hubungan itu dapat diketahui hubungan anatara berbagai periode
perencanaan.
Untuk tanaman atau produk yang bersifat deplitif perlu dilakukan
tindakan-tindakan tertentu untuk mengurangi pengurasan sumber daya
alam. Namun demikian sering pula ada pertimbangan lain seperti stabilitas
harga dan penyediaan kebutuhan pokok.
Demi tersedianya kebutuhan pangan pokok masyarakat dan kestabilan
ekonomi serta politik, pemerintah sering menempuh kebijakan subsidi
harga baik untuk faktor produksi (input) maupun hasil produksi (output).
Dalam mempertimbangkan hubungan antara pendapatan dan keputusan
konservasi, kita menyimpulkan bahwa subsidi kepada pemakai faktor
produksi untuk meningkatkan pendapatannya, terutama untuk kelompok
berpendapatan rendah, bersifat lebih efektif sebagai kebijakan pemerintah,
daripada subsudi harga produk. Hal ini khusunya dilihat dari pandangan
konservasi menggunakan asumsi yang tepat mengenai distribusi waktu
dari subsidi itu serta pengaruhnya terhadap saling hubungan antara
berbagai tingkat penggunaan, maka bantuan subsidi tersebut merupakan
suatu alat konservasi yang tidak menentu.
Kebijakan subsidi harga biasanya ada batas waktunya atau tidak
bertambah tinggi dengan berjalannya waktu karena kebijakan itu lebih
tergantung pada suasana politik pemerintah, sehinggan pasti akan berakhir
22

pada suatu saat tertentu. Oleh karena itu maka kebijakan subsidi harga
akan mendorong para pemakai sumber daya alam untuk menggeser tingkat
penggunaan ke masa dimana kebijakan itu lebih pasti adanya yaitu ke arah
sekarang, yang ini berarti deplitif sifatnya.
5. Hak Penguasaan (Property Right)
Kelembagaan mempengaruhi keputusan konservasi lewat beberapa
cara yaitu lewat pengaruhnya terhadap tingkat bunga, ketidakpastian, dan
harga. Dua faktor utama, tingkat bunga dan ketidakpastian sangat
dipengaruhi oleh perkembangan waktu, sedangkan perubahan harga tidak.
Kekuatan-kekuatan ekonomi yang telah dibicarakan di atas sangat
dipengaruhi oleh kelembagaan sosial. Dalam uraian berikut akan dibahas
mengenai pengaruh dari kelembagaan sosial terhadap keputusan
konservasi perorangan.
Meskipun keputusan konservasi dipengaruhi oleh kelembagaan sosial
di berbagai bidang, namun kita hendaknya memusatkan perhatian pada
kelembagaan di bidang ekonomi diantara berbagai kelembagaan ekonomi,
hak penguasaan merupakan lembaga yang utama dalam mempengaruhi
keputusan untuk konservasi. Hal ini disebabkan hak penguasaan itu
menurun lebih lanjut lembaga-lembaga ekonomi yang lain seperti sistem
persewaan, kredit dan perpajakan.
Penguasaan merupakan ikatan atau kumpulan hak untuk mengawasi
dan menggunakan sumber daya alam oleh seseorang atau sekelompok
orang. Hak untuk mengawasi dan menggunakan ini dapat dipecah-pecah di
23

antara organisasi publik (negara), pemilik, pemakai, kreditur, pekerja, dan


sebagainya.
Ketidakpastian hak penguasaan atas sumber daya alam ada apabila
pemakai harus dikuasai atau ditangkap terlebih dahulu lewat penggunaan.
Sebagai misal satwa liar, di hutan atau ikan-ikan di laut, minyak bumi, gas
alam dan air tanah, semuanya mempunyai sifat yang demikian.
Penguasaan terhadap sumber daya alam tidaklah jelas dalam contoh
diatas. Hak penguasaan yang jelas hanya berlaku bagi sumber daya yang
sudah dikuasai saja. Setiap pemakai sumber daya alam ini berusaha untuk
melindungi diri mereka terhadap yang lain dengan mengusahakan
pemilikan melalui penangkapan atau pengambilan secepat mungkin.
Penundaan dalam pemanfaatan atau penggunaan akan berarti adanya
ketidakpastian, karena orang lain mungkin sekali akan mengambilnya.
Apabila ketidakpastian ini sangat besar, maka bagi pengambil keputusan
perorangan akan cenderung untuk segera mengambil sumber daya alam
itu, yang ini berarti bersifat deplisi. Tetapi apabila hak penguasaan itu
jelas, maka tindakan deplisi terhadap sumber daya alam itu tidak ekonomis
lagi sifatnya. Sebagai akibatnya, maka setiap perorangan akan berusaha
menguasai dan mengambil sumber daya alam jenis itu, sehingga akan
terjadi pengambilan sumber daya secara boros. Karena ada sifat
pemborosan sumber daya alam ini, maka diperlukan campur tangan
pemerintah seperti adanya pengaturan jarak pembuatan sumur, pengaturan
alat penangkap ikan di laut dan sebagainya.
24

Pada pokoknya ada dua cara untuk mengobati masalah pemborosan


sumber daya alam karena adanya ketidakpastian pada penguasaannya.
Pertama adalah pengawasan terhadap penggunaan sumber daya alam
melalui hukum dan aturan-aturan pemerintah sedemikian rupa sehingga
keinginan untuk menangkap atau mengambil sumber daya itu hilang. Cara
yang kedua ialah dengan membuat pengawasan terhadap penggunaan
sumber daya alam itu secara langsung.
Disamping ketidakpastian dalam penguasaan sumber daya alam,
ketidakstabilan dalam hak penguasaan dapat pula terjadi, yang pada
gilirannya akan mempengaruhi penggunaan seumber daya alam. Apabila
hak penguasaan itu kurang aman atau tidak stabil, maka akan mendorong
timbulnya rasa ketidakpastian dan selanjutnya akan timbul tindakan
deplisi.
Sebagai contoh seorang penyewa sebidang lahan akan berusaha untuk
mengambil kekayaan dari tanah itu secepat mungkin bila ia tidak yakin
apakah jangka waktu sewanya itu dapat diperpanjang atau tidak. Demikian
pula seorang petani akan merasa khawatir untuk dihentikan hak sewanya
bila kemarau panjang tiba dan ia tidak dapat membayar sewa. Sebagai
akibatnya ialah akan ada tindakan yang deplitif sifatnya, dan sebaliknya
bila sifat penguasaan itu lebih stabil akan cenderung ada konservasi.
Tekanan mengenai ketidakpastian hak penguasaan sebagai suatu sebab
pemborosan sumber daya alam tidak berarti bahwa hak penguasaan yang
stabil secara absolut sepanjang waktu dikehendaki untuk adanya
25

konservasi. Hal ini karena perubahan dalam hak penguasaan itu


sesungguhnya diperlukan juga berhubung dengan adanya perubahan
kebudayaan masyarakat, tujuan masyarakat mengenai hak penguasaan itu,
maupun perubahan dalam konsep penguasaan sepanjang masa. Oleh
karena itu struktur maupun bentuk hukum dari hak penguasaan itupun
harus berubah pula.
Selanjutnya ketidakseimbangan dalam hak penguasaan terhadap
sumber daya alam juga memperngaruhi adanya keputusan konservasi.
Yang dimaksud dengan ketidakseimbangan hak penguasaan adalah bila
hak mengakibatkan distribusi penerimaan dan biaya di antara anggota
masyarakat sedemikian rupa sehingga pengambilan keputusan tidak
tertarik untuk memasukkannya dalam perhitungan. Jadi disini terdapat apa
yang disebut eksternalitas. Pada umumnya pengambilan keputusan,
walaupun ekternaslitas itu bersangkutan dengan keputusan, walaupun
eksternalitas itu bersangkutan dengan keputusan yang diambilnya. Sebagai
contoh seringkali dampak negatif yang diterima oleh orang lain itu lebih
berat daripada yang diterima oleh orang yang bertindak menebang hutan
atau yang mempunyai pabrik.
Sebagai contoh dari eksternalitas ialah bila seseorang yang menebang
pohon di ladangnya, maka ia dapat menimbulkan erosi tidak hanya bagi
tanah miliknya tetapi juga bagi tanah milik orang lain, terutama yang ada
dibagian bawah dari ladang tersebut. Contoh lain adalah adanya pabrik
bumbu masak di sekitar kali Surabaya yang telah mencermarkan air sungai
26

tersebut dan dengan sendirinya juga mencemari air minum di daerah


tersebut.
Dengan adanya ketidakseimbangan dalam hak penguasaan itu, maka
akan cenderung ada deplisi sumber daya alam. Oleh karena itu hak
penguasaan harus diusahakan sedemikian rupa agar kepentingan sosial
mendapat perhatian pula.
6. Persewaan
Persewaan menunjukkan hubungan antara pemilik dan penyewa atau
pemakai sumber daya alam yang berupa penyerahan hak penguasaan dari
pemilik kepada pemakai. Pemilikan atas suatu sumber daya alam
merupakan dasar bagi hak untuk menggunakan sumber daya alam tersebut,
sehingga membedakan antara pemilik dan pemakai sumber daya alam
sesungguhnya hampir tidak mungkin.
Dalam hak milik, hak penguasaan mencakup hak untuk mendapatkan
sumber daya alam dan hak untuk mendapatkan posisi utama dalam hal
pembagian hasil dari penggunaan sumber daya alam tersebut. Dalam hak
memakai, penguasaan dibatasi pada hak-hak yang diserahkan oleh pemilik
sumber daya alam dalam batas waktu tertentu. Persewaan sumber daya
alam mempunyai dampak pula terhadap keputusan konservasi. Kita
mengetahui bahwa tingkat bunga merupakan faktor utama yang
mempengaruhi keputusan untuk konservasi. Namun pengaruh sistem
persewaan perlu pula dipertimbangkan khususnya dari sisi pengambilan

27

keputusan konservasi. Pemisahan fungsi pengambilan keputusan antara


pemilik dan penyewa adalah wajar.
Persewaan mempengaruhi keputusan konservasi terutama melalui
ketidakstabilan keadaan, pembebanan penerimaan dan biaya terhadap
pemilik maupun penyewa/pemakai, harga sewa, serta perubahanperubahan hasil dari ketidaksempurnaan pasar.
Ketidakstabilan dalam persewaan dapat timbul dari adanya kebiasaan
dan adat istiadat yang mempengaruhi pengambilan keputusan mengenai
hak penguasaan (property right). Biasanya adat dan kebiasaan mampu
menjaga kestabilan dalam hak sumber daya alam. Namun demikian adat
dan kebiasaan sulit untuk diterapkan di suatu daerah yang semula tidak
memiliki adat dan kebiasaan tersebut. Oleh karena itu agar dapat
mengurangi ketidakpastian berhubungan dengan sistem sewa menyewa
yang telah terlalu pendek dan tidak formal maka harus diusahakan adanya
suatu kontrak sewa menyewa yang lebih lama jangka waktunya. Tetapi
pada umumnya baik pemilik maupun penyewa enggan untuk diikat terlalu
lama karena ketidakpastian ekonomi maupun karena kemungkinan
timbulnya benturan-benturan kepentingan diantara mereka. Kalau kita
dapat menekan dua hal ini yaitu ketidakpastian dan kemungkinan benturan
tadi berarti adanya kontrak sewa jangka panjang kemungkinan
diadakannya konservasi terhadap sumber daya alam menjadi lebih
dimungkinkan. Dengan kontrak sewa jangka panjang kemungkinan
diadakannya konservasi terhadap sumber daya alam menjadi lebih tinggi.
28

Dan sebaliknya kontrak sewa jangka pendek akan mendorong timbulnya


deplisi sumber daya alam oleh penyewa.
Pembagian penerimaan dan beban biaya antara pemilik dan penyewa
juga mempengaruhi keputusan untuk konservasi. Bila hasil dan biaya yang
diharapkan dalam kaitannya dengan kegiatan yang dilaksanakan oleh
penyewa, seluruhnya ditanggung oleh penyewa, maka ia tidak akan
merubah rencana penggunaan sumber daya alam ke arah konservasi sebab
penyewa tersebut bukanlah pemilik dari sumber daya alam itu. Harga sewa
tetap juga mempengaruhi keputusan konservasi karena sifatnya uang
regresif

yaitu

dengan

pendapatan

yang

semakin

tinggi

karena

perkembangan harga, presentase sewa semakin rendah, sehingga penyewa


akan cenderung mengadakan konservasi. Harga sewa yang tetap dapat
dihindari bila dinyatakan dalam presentase tertentu terhadap penerimaan.
7. Bentuk Pasar
Bentuk pasar bukan merupakan institusi atau kelembagaan yang
timbul karena adanya lembaga pemilikan. Sesungguhnya bentuk pasar
baik untuk produk maupun faktor produksi merupakan lembaga penting
yang menentukan penggunaan sumber daya alam.
Dalam pasar yang bersifat persaingan sempurna, dan para pengusaha
berada pada tingkat efesiensi yang optimal, harga produk yang
diaharapkan selalu sama dengan penerimaan marjinal yang diharapkan
untuk masa perencanaan yang sama. Dalam pasar yang demikian harga
tidak dapat dipengaruhi oleh produsen. Dengan demikian maka dalam
29

pasar persaingan sempurna, tingkat penggunaan sumber daya alam untuk


masing-masing periode perencanaan yang berbeda tidak mempunyai
hubungan dalam penerimaan, sehingga ketergantungan dalam penerimaan
dapat diabaikan dalam kaitannya dengan keputusan konservasi, karena itu
kita akan memusatkan perhatian pada keterkaitan antar masa penggunaan
lewat biaya produksi saja. Dalam pasar monopoli, keterkaitan antar tingkat
penggunaan melalui penerimaan pada masa yang berbeda akan
mempengaruhi keputusan konservasi.
Kita akan membandingkan bagaimana dampak bentuk pasar itu
terhadap keputusan konservasi dengan anggapan kondisi perekonomian
dan teknologi itu tetap. Pada umumnya, dengan suatu anggapan yang
terbatas, tingkat penggunaan sumber daya alam dalam pasar monopoli
lebih sedikit daripada dalam pasar persaingan sempurna. Untuk
mengetahui

dampak

pasar

monopoli

terhadap

distribusi

tingkat

penggunaan sumber daya alam, perlu diketahui terlebih dahulu apakah


tingkat penggunaan sekarang bersifat komplementer bersaing atau netral
dalam hubungannya dengan tingkat penggunaan dimasa datang lewat
penerimaan. Apabila hubungan itu bersifat bersaing (kompetitif) maka
pasar monopoli itu akan cenderung bersifat konservasi dibanding dengan
apabila pasar itu bersifat persaingan sempurna. Sedangkan bila sifatnya
komplementer, pasar monopoli akan akan cenderung ke deplisi dibanding
dengan pasar persaingan sempurna.

30

Lebih jauh lagi kita mengetahui bahwa tingkat penggunaan dapat


bersifat kompetitif melalui penerimaan bila sumber daya atau produknya
bersifat tahan lama seperti batu permata, gedung, mesin dan sebagainya.
8. Ketidakstabilan Ekonomi
Ketidakstabilan ekonomi selalu dihadapi oleh perusahaan atau industri
karena memang merupakan bagian dari proses produksi. Ketidakstabilan
itu dapat timbul dalam hal panenan karena keadaan cuaca yang tidak
menentu. Ketidakstabilan akan meningkatkan peluang ketidakpastian
dalam

proses

produksi

sehingga

akan

mempengaruhi

keputusan

konservasi.
Ada empat macam akibat yang ditimbulkan oleh adanya ketidakstabilan
ekonomi:
1. Ketidakstabilan

perekonomian

meningkatkan

peluang

ketidakpastian untuk sebagai besar data yang dipakai dalam


perencanaan produksi. Semakin tidak stabil perekonomian akan
semakin tinggi peluang ketidakpastian serta semakin tinggi pula
deplisi sumber daya alam.
2. Ketidakpastian perekonomian akan berakibat mempertinggi suku
bunga untuk uang yang dipinjamkan, sehingga hal ini akan
cenderung mendorong adanya deplisi.
3. Penurunan tingkat pendapatan yang terjadi selama masa deplisi
dalam suatu gelombang konjungtur cenderung mempertinggi

31

tingkat preferensi waktu dalam pemakaian sumber daya alam,


sehingga mendorong deplisi.
4. Deplisi sumber daya alam dapat terjadi bila suatu depresi
perekonomian mengakibatkan berkurangnya suatu produksi.

32

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan di atas, kesimpulan dalam makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Tingkat bunga
Tingkat bunga digunakan dalam perencanaan pengembangan sumberdaya
alam

untuk

membuat

penerimaan

bersih

dimasa

datang

dapat

dibandingkan satu sama lain selama satu interval waktu perencanaan


tertentu. Suatu kenaikan tingkat bunga cenderung mengubah distribusi
tingkat penggunaan sumberdaya alam kearah masa sekarang dan ini berarti
suatu tindakan deplisi. Sebaliknya, suatu penurunan tingkat bunga akan
berakibat adanya tindakan konservasi yaitu distribusi penggunaan
sumberdaya alam dengan arah ke masa yang akan datang.
2. Masalah Ketidakpastian
Tinggi rendahnya ketidakpastian dipengaruhi oleh ketidakpastian dalam
harapan dan preferensi mengenai ketidakpastian itu, pembuat keputusan
menerima berbagai

macam

ketidakpastian

dengan macam-macam

konsekuensi. Mengenai ketidakpastian seluruhnya sehingga memperkecil


kemungkinan menerima pendapatan bersih serta dalam jumlah yang lebih
kecil. Menerima ketidakpastian dengan melakukan hedging, artinya
produsen sumber daya alam menggeser beban ketidakpastian dalam
penerimaan dan ketidakpastian dalam biaya diperkecil. Ketidakpastian
33

diterima dengan meningkatkan fleksibilitas dalam perencanaan. Dampak


dari ketidakpastian terhadap keputusan konservasi bisa terlihat dari
peluang ketidakpastian yang dipengaruhi oleh ketidakpastian akan harapan
dan preferensi terhadapa ketidakpastian itu, yang mana preferensi terhadap
ketidakpastian tidak dipengaruhi oleh waktu.
3. Perpajakan
Pada umumnya pajak yang menyebabkan harga barang sumber daya alam
turun akan mendorong timbulnya keputusan untuk konservasi dan
sebaliknya bila pajak menyebabkan harga sumber daya alam naik akan
menimbulkan keputusan untuk deplisi. Oleh karena itu pajak tidak
langsung yang memiliki sifat beban pajak yang dapat digeserkan sebagian
atau seluruhnya kepada pembeli akan dapat meningkatkan harga barang
sumber daya alam dan akan mendorong adanya deplisi, sedangkan pajak
langsung yang mempunyai sifat dapat digeserkan kepada pembeli akan
cenderung menimbulkan keputusan konservasi.
4. Kebijakan harga
Suatu kenaikan harga produk diharapkan akan semakin tinggi dengan
berkembangnya waktu, hal ini akan mendorong perencana untuk
menggeser penggunaan sumber daya alam kemasa yang akan datang yang
berarti adanya konservasi, sebaliknya bila harga barang/produk menurun
dengan menggunakan asumsi yang sama akan mengakibatkan adanya
deplisi.
5. Hak Penguasaan (Property Right)
34

Hak penguasaan yang jelas hanya berlaku bagi sumber daya yang sudah
dikuasai saja. Setiap pemakai sumber daya alam ini berusaha untuk
melindungi diri mereka terhadap yang lain dengan mengusahakan
pemilikan melalui penangkapan atau pengambilan secepat mungkin.
Penundaan dalam pemanfaatan atau penggunaan akan berarti adanya
ketidakpastian, karena orang lain mungkin sekali akan mengambilnya.
Apabila ketidakpastian ini sangat besar, maka bagi pengambil keputusan
perorangan akan cenderung untuk segera mengambil sumber daya alam
itu, yang ini berarti bersifat deplisi. Tetapi apabila hak penguasaan itu
jelas, maka tindakan deplisi terhadap sumber daya alam itu tidak ekonomis
lagi sifatnya. Sebagai akibatnya, maka setiap perorangan akan berusaha
menguasai dan mengambil sumber daya alam jenis itu, sehingga akan
terjadi pengambilan sumber daya secara boros. Karena ada sifat
pemborosan sumber daya alam ini, maka diperlukan campur tangan
pemerintah.
6. Persewaan
Persewaan mempengaruhi

keputusan konservasi

terutama

melalui

ketidakstabilan keadaan, pembebanan penerimaan dan biaya terhadap


pemilik maupun penyewa/pemakai, harga sewa, serta perubahanperubahan hasil dari ketidaksempurnaan pasar. Ketidakstabilan dalam
persewaan dapat timbul dari adanya kebiasaan dan adat istiadat yang
mempengaruhi pengambilan keputusan mengenai hak penguasaan
(property right). Biasanya adat dan kebiasaan mampu menjaga kestabilan
35

dalam hak sumber daya alam. Namun demikian adat dan kebiasaan sulit
untuk diterapkan di suatu daerah yang semula tidak memiliki adat dan
kebiasaan tersebut. Oleh karena itu agar dapat mengurangi ketidakpastian
berhubungan dengan sistem sewa menyewa yang telah terlalu pendek dan
tidak formal maka harus diusahakan adanya suatu kontrak sewa menyewa
yang lebih lama jangaka waktunya. Tetapi pada umumnya baik pemilik
maupun penyewa enggan untuk diikat terlalu lama karena ketidakpastian
ekonomi maupun karena kemungkinan timbulnya benturan-benturan
kepentingan diantara mereka. Kalau kita dapat menekan dua hal ini yaitu
ketidakpastian dan kemungkinkan benturan tadi berarti adanya kontrak
sewa jangka panjang kemungkinan diadakannya konservasi terhadap
sumber daya alam menjadi lebih dimungkinkan. Dengan kontrak sewa
jangka panjang kemungkinan diadakannya konservasi konservasi terhadap
sumber daya alam menjadi lebih tinggi. Dan sebaliknya kontrak sewa
jangka pendek akan mendorong timbulnya deplisi sumber daya alam oleh
penyewa.
7. Bentuk pasar
Dalam pasar yang bersifat persaingan sempurna tingkat penggunaan
sumber daya untuk masing-masing periode perencanaan yang berbeda
tidak mempunyai hubungan dalam penerimaan, sehingga ketergantungan
didalam penerimaan dapat diabaikan dalam kaitannya dengan keputusan
konservasi. Sedangkan tingkat penggunaan sumber daya dalam pasar
monopoli lebih sedikit daripada dalam pasar persaingan sempurna. Pasar
36

monopoli akan cenderung bersifat konservasi dibanding dengan akan


apabila pasar itu bersifat persaingan sempurna.
B. Saran
1. Mengenai tingkat bunga yang dipakai oleh perencana individual adalah
tingkat bunga internal yang identik dengan tingkat bunga pasar (market
rate of interest) yang ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran
akan uang. Untuk perencanaan dibawah pemerintah biasanya digunakan
bunga sosial (social rate of interest).
2. Rencana pemanfaatan sumber daya alam harus fleksibel dan dicerminkan
oleh besarnya diskonto. Ketidakpastian meningkat dengan berkembangnya
waktu dan oleh karena bersifat subjektif.
3. Kebijakan pemerintah harus dapat mendukung peran pajak yang lebih
penting daripada sewa. Perpajakan sering dapat digunakan dengan lebih
mudah dan lebih efektif bagi kebijakan konservasi.
4. Pemerintah merumuskan kebijakan baru untuk pengganti kebijakan subsidi
harga karena kebijakan subsidi harga biasanya ada batas waktunya atau
tidak bertambah tinggi dengan berjalannya waktu karena kebijakan itu
lebih tergantung pada suasana politik pemerintah, sehingga pasti akan
berakhir pada suatu saat tertentu. Oleh karena itu maka kebijakan subsidi
harga akan mendorong para pemakai sumber daya alam untuk menggeser
tingkat penggunaan ke masa dimana kebijakan itu lebih pasti adanya yaitu
ke arah sekarang, yang ini berarti deplitif sifatnya.

37

5. Pengawasan terhadap penggunaan sumber daya alam melalui hukum dan


aturan-aturan pemerintah sedemikian rupa sehingga keinginan untuk
menangkap atau mengambil sumber daya itu hilang. Dan dengan membuat
pengawasan terhadap penggunaan sumber daya alam itu secara langsung.
6. Agar dapat mengurangi ketidakpastian berhubungan dengan sistem sewa
menyewa yang telah terlalu pendek dan tidak formal maka harus
diusahakan adanya suatu kontrak sewa menyewa yang lebih lama jangaka
waktunya.

Dengan

kontrak

sewa

jangka

panjang

kemungkinan

diadakannya konservasi terhadap sumber daya alam menjadi lebih tinggi.


Dan sebaliknya kontrak sewa jangka pendek akan mendorong timbulnya
deplisi sumber daya alam oleh penyewa.
7. Kebijakan pemerintah harus dapat mendukung terjaganya kestabilan
perekonomian

negara.

Karena

ketidakstabilan

ekonomi

akan

meningkatkan peluang ketidakpastian dalam proses produksi sehingga


akan mempengaruhi keputusan konservasi.

38

DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Lincolin. 2004. Ekonomi Pembangunan. Yogakarta: Sekolah Tinggi
Ekonomi YKPN
Reksodiprodjo, Sukanto. 2000. Pengertian Produktivitas. Jakarta: Bumi
Aksara.
Faustino

Cardos,

Gomes.

2002. Manajemen

Sumber

Daya

Alam.

Yogyakarta: Penerbit Andi.


Mathis dan Jackson. 2002. Manajemen Sumber Daya Alam, Edisi Pertama,
Cetakan Pertama, Yogyakarta: Salemba Empat.
Irawan, M. Suparmoko, 1995. Ekonomi Pembangunan. Edisi Lima. Cetakan
ke Empat. Yogyakarta: Penerbit BPFE.
Kuncoro, Mudrajad. 1997. Ekonomi Pembangunan, Teori, Masalah dan
Kebijakan. Cetakan pertama, unit penerbitan dan percetakan akademi manajemen
perusahaan YKPN Yogyakarta.

39

Anda mungkin juga menyukai