DISUSUN OLEH :
F A K U L T A S P E R T A N I A N
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
“Sumber Daya Alam Milik Umum Kasus : Sumber Daya Ikan” ini tepat pada
waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS selaku dosen mata kuliah Ekonomi
Sumber Daya Alam Dan Lingkungan yang telah membimbing kami dalam
menyelesaikan makalah ini. Dan penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
Penulis menyadari, makalah yang penulis tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Masalah yang timbul sehubungan dengan sumber daya alam milik umum
ialah adanya pendapat masyarakat yang mengatakan bahwa “milik semua orang
itu berarti bukan milik siapa-siapa, dan berarti pula milik setiap orang. Dapatkah
sumber daya alam itu dipelihara selagi masih dalam keadaan baik dan mengapa
kita harus menghemat penggunaan sumber daya alam sedangkan orang lain
menghabiskannya?”
Pernyataan tersebut cenderung menyebabkan penggunaan sumber daya alam
secara berlebihan atau cenderung menghabiskan sumber daya alam secara cepat,
bahkan dapat menghancurkan cadangan sumber daya alam yang dapat diperbarui.
Dengan perkataan lain perkataan lain pernyataan diatas cenderung menyebabkan
terjadinya tindakan deplesi yang berlebihan. Ada dua syarat yang mencirikan
sumber daya alam milik umum yaitu:
a. Tidak terbatasnya cara-cara pengambilan, dan
b. Terdapat interaksi di antara para pemakai sumber daya itu sehingga terjadi
saling berebut satu sama lain dan terjadi eksternalitas dalam biaya yang
sifatnya disekonomis.
Pada ciri pertama dari sumber daya milik umum orang atau perusahaan
bebas masuk mengambil manfaat, sedangkan pada ciri kedua dengan adanya
orang atau perusahaan yang berdesakan karena mereka bebas masuk maka terjadi
interaksi yang tidak menguntungkan yang seccara kuantitatif berupa biaya
tambahan yang harus diderita oleh masing-masing pengusaha sebagai akibat
keadaan yang berdesakan itu. Pada prinsipnya, sumber daya alam milik umum
yang dicirikan oleh pengambilan secara bebas maupun akibat-akibat lain yang
ditimbulkan seperti biaya eksternal tersebut, akan menimbulkan kecenderungan
pengelolaan ke arah deplesi. secara teoritis akan dijelaskan bagaimana sifat
deplesi dari sumber daya alam milik umum itu dalam berbagai kasus.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Analisis Komparatif Statik
Analisis ini merupakan analisis yang berkaitan dengan terjadinya
keseimbangan kompetitif (karena adanya persaingan bebas) dan kesejahteraan
sosial yang optimum tanpa memperhitungkan unsur waktu. Asumsi yang dipakai
adalah:
a) Perusahaan bebas masuk dan keluar dan berkompetisi
b) Masing-masing perusahaan mengharapkan keuntungan maksimum, dan
c) Perusahaan menghadapi produk yang sama
Gambar 2.1 Penentuan output optimal untuk sumber daya milik umum
Dari gambar 2.1 itu kita dapat melihat bahwa x* merupakan tingkat
produk sosial optimum dimana biaya marjinal sama denganharga atau TC’ (x)=
TWP’ (x). Apabila SDA bersifat “dimiliki secara pribadi” maka terjadi
keseimbangan kompetitif pada tingkat produk X*. Perusahaan cenderung
mempertahankan keadaan ini sebab pada tingkat produk lebih kecil daripada X*
akan diperoleh laba lebih kecil daripada maksimal dan pada tingkat produk lebih
besar dari X* tidak diperoleh laba maksimal lagi, karena biaya marjinal lebih
besar daripada penerimaan marjinal. Jadi tidak ada kecenderungan ekspansi
produk. Pada keadaan tersebut, maka (ab) menunjukkan manfaat neto bagi
masyarakat, (cb) menunjukkan laba murni yang diterima produsen, dan (ac)
merupakan surplus konsumen.
Sehubungan dengan sifat SDA milik umum (common property) ,
perusahaan bebas masuk dan masing-masing ingin memperoleh laba sebesar-
besarnya seperti yang tampak sebagai laba murni sehingga terjadilah ekspansi
produksi sampai lebih besar daripada X*. Akrena produksi meningkat maka
harga turun dan permintaan terhadap produk naik. Ini menggambarkan
keadaan baru secara grafis ditunjukkan oleh TR2. Selama TR>TC, ekspansi
produksi berlangsung terus sampai tercapai TR=TC, yaitu pada tingkat
Xe sebagai tingkat keseimbangan kompetitif yang baru, dimana hanya
diperoleh laba normal. Pada tingkat ini:
a. Laba produsen sebesar nol (laba normal)
b. Surplus konsumen lebih besar
c. Manfaat bersih masyarakat lebih kecil atau hilang.
Keadaan tersebut menggambarkan pengelolaan sumber daya alam dalam skala
internasional.
Keterangan :
TWP : kesediaan membayar total
TC1 : biaya variable total tanpa adanya kesesakan
TC2 : biaya variable total dengan adanya kesesakan
Dari Gambar 2.2. dapat dilihat bahwa tingkat pengggunaan fasilitas umum
mulai Xa menunjukkan bahwa kesesakan mulai terjadi yang tunjukkan oleh
meningkatnya biaya produksi dari TC1 menjadi TC2. Andaikan tidak ada
kesesakan, biaya total digambarkan oleh TC1, maka, tingkat penggunaan optimum
pada Xb di mana TWP marginal = TC1 marginal. Setelah terjadi kesesakan, biaya
total digambarkan oleh TC2, maka tingkat penggunaan optimum pada X* di mana
TWP marginal = TC2 marginal. Pada tingkat penggunaan X* tampak bahwa biaya
kesesakan sebesar ''X*C'' dan manfaat bersih masyarakat setinggi ''cd”. Kemudian
apabila diasumsikan bahwa biaya kesesakan ditanggung oleh semua pemakai
dengan nilai yang sama, maka kesesakan tersebut karena pengaruhnya tidak
berbeda untuk setiap pemakai maka masing-masing pemakai menanggung biaya
variabel rata-rata (AVC) yang ditunjukkan oleh garis dari titik O sampai ke semua
titik pada garis TC2. Para pemakai cenderung meningkatkan penggunaannya
sampai pada tingkat Xe di mana penerimaan marginal (TWP): AVC. Apabila
lebih besar daripada Xe maka pemakai akan mengalami kerugian. Keadaan pada
Xe menUnjukkan bahwa manfaat total bersih pada Xe lebih kecil daripada
manfaat total bersih pada X*, dan biaya kesesakan rata rata pada Xe (= ae) lebih
besar daripada biaya kesesakan pada X* (= cb).
Jadi berhubung dengan adanya ketidaktahuan para pemakai dan adanya
kecenderungan mencari keadaan di mana MC=AVC, maka tingkat penggunaan
sumber daya alam akan menjadi lebih besar, yaitu sampai pada tingkat Xe. Karena
Xe>X* berarti bahwa pemakaian sumber daya alam tetap bersifat deplesi.
Beberapa kemungkinan lain ditemukan juga dalam teori dan praktek. Suatu
penangkapan ikan yang tetap jumlahnya dapat pula dihindari walaupun keadaan
ekonomi dan biologi tidak berubah. Memang apabila harga dan tingkat bunga
sangat tinggi, pengambilan yang optimal dapat berupa pemunahan sumber daya
ikan tersebut. Tetapi dalam praktik, penangkapan ikan akan berhenti sebelum
populasi ikan sungguh sungguh habis, dan jumlah populasi ikan meningkat
kembali. Tingkat kelahiran sumber daya ikan sangatlah tinggi sehingga jumlah
populasi ikan yang betul – betul kritis jarang sekali dicapai, walaupun ada
beberapa jenis ikan yang mendekati kepunahan karena perburuan/ penangkapan
yang berlebihan.
Lebih umum lagi, jika skala ekonomi dapat disesuaikan, penangkapan ikan
akan optimal dengan cara mengubah – ubah periode penangkapan antara periode
panen (heavy fishing) dan periode tidak ada penangkapan sama sekali (zero
fishing) agar populasi ikan dapat berkembang kembali sampai pada jumlah
semula. Hambatan pertama pada program seperti ini adalah adanya biaya yang
tinggi yang dikaitkan dengan berpindah – pindahnya kegiatan, tetapi hal ini
biasanya diatasi dengan mengadakan rotasi areal penangkapan ikan.
2.4.2. Pemanenan Secara Selektif
Dalam setiap penangkapan ikan, pertumbuhan jumlah persediaan (stock)
dapat ditingkatkan dengan cara penangkapan yang selektif, misalnya dengan
menghindari musim dan area dimana ikan bertelur, atau dengan penggunaan
jarring yang lobangnya besar agar ikan yang masih kecil dapat lolos dan tetap
hidup diperairan tersebut.
Pertama – tama kita bicarakan kasus yang sederhana dengan melihat periode
rotasi yang optimum. Pertumbuhan ikan mengikuti kurva pertumbuhan yang
dilukiskan pada gambar 12.5. pertumbuhan bobot ikan, demikian pula nilai
ekonomisnya, pada awalnya meningkat secara absolut kemudian semakin lamban
menjelang umur dewasa pada titik B. pengambilan pada titik A akan
menghasilkan ikan dengan nili AN. Rata-tata pendapatan pertahun umur ikan
ditunjukkan oleh lereng garis AO. Pengambilan pada M akan menghasilkan
pendapatan tahunan setinggi T yang di sebut MSP dan ini optimal pada tingkat
diskonto sebesar nol. Perlu di catat bahwa ikan jangan ditangkap pada umur
terlalu tua atau terlalu muda.
Peningkatan pendapatan dapat dicapai dengan mengurangi umur
penangkapan dan dengan tingkat diskonto yang positif, sehingga periode rotasi
akan semakin pendek. Namun perlu dicatat bahwa sulit untuk menentukan jenis
ikan yang akan ditangkap. Ukuran mata jala akan menentukan umur ikan yang
ditangkap, yang selanjutnya menentukan pertumbuhan kelompok umur ikan yang
ditangkap. Ukuran dan umur dari ikan yang ditangkap tersebut di samping
tergantung pada ukuran mata jala juga tergantung pada intensitas usaha
penangkapan.
Tangkap Ikan Pakai Bom dan Potasium Masih Marak di Maluku Utara
Barang bukti, bom ikan dan kompresor diamankan petugas. Foto: Poalir Polda Malut
Penangkapan ikan dengan bahan dan alat dilarang masih terjadi di perairan
Maluku Utara, seperti pakai bom, potasium dan berbagai alat tangkap atau pukat
tak sesuai aturan. Polisi Perairan (Polair) Polda Malut mencatat, para pelaku yang
ditangkap rata-rata pakai bom ikan dengan bahan peledak dari pupuk, belerang
korek api, serta bubuk mesiu dari peluru atau bom sisa perang dunia kedua di
Morotai. Begitu antara lain persoalan yang muncul dalam diskusi di Ternate,
belum lama ini.
Diskusi ini dihadiri pemerintah daerah, kepolisian, TNI Angkatan Laut,
Kejaksaan, kampus bersama masyarakat dan organisasi masyarakat sipul serta
berbagai pihak konsern isu perikanan di Malut.
Soal penangkapan ikan merusak dengan bom dan potasium, kasus rata
hampir di seluruh kabupaten dan kota di Malut, macam di Halmahera Selatan,
Halmahera Utara, Halmahera Timur, laut Morotai, Kepulauan Sula dan Taliabu.
“Laut di berbagai pulau baik yang berpenghuni maupun tidak jadi sasaran
pengeboman maupun penangkapan ikan pakai potasium,” kata Abdullah Assagaf,
Kepala Bidang Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Malut.
Dalam pemaparan pemetaan kegiatan penangkapan ikan merusak di Malut,
menyampaikan, temuan meskipun sudah ada regulasi melindungi kekayaan laut
tetapi praktik ilegal selalu terjadi.
Persoalan di Malut erat kaitannya dengan luas wilayah dan begitu banyak
pulau membuat petugas kesulitan memantau dan mengawasi ketat. “Maluku Utara
memiiliki 805 pulau. Yang dihuni hanya 82 pulau. Sebanyak 723 pulau tak
berpenghuni.”
Kondisi ini, membuat orang-orang tak bertanggung jawab seakan bebas
merusak. Dalam kasus bom ikan, misal, kebanyakan pelaku memanfaatkan
daerah-daerah yang kurang terpantau petugas, baik Polairud maupun TNI
Angkatan Laut.
Penangkapan ikan merusak ini, katanya, tak hanya pakai bahan peledak
maupun racun. Beberapa alat tangkap sudah dilarang tetapi masih ada yang
memakainya. Dia contohkan, penangkapan ikan pakai pukat hela (trawls) dan
pukat tarik (seint nets), yang berdampak buruk dan memyebabkan sumberdaya
ikan turun serta mengancam lingkungan perairan. Aturan menteri melarang
penggunaan alat ini. Meski begitu di lapangan praktik penggunaan alat masih
terjadi
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Masalah yang timbul sehubungan dengan sumber daya alam milik umum
ialah adanya pendapat masyarakat yang mengatakan bahwa milik semua orang itu
berarti bukan milik siapa-siapa, dan berarti pula milik setiap orang. sifat dari
sumber daya alam milik umum (common property resources) adalah cenderung ke
arah pengelolaan yang bersifat deplesi.
Dengan adanya sumber daya alam milik umum, seluruh masyarakat atau
penduduk dapat menikmatinya sehingga terjadinya kesesakan/kepadatan dalam
mengelolah sumber daya alam, pengelolaan yang dilakukan oleh
seluruh masyarakat sehingga mengakibatkan terjadinya pencemaran atas
pengelolaan sumber daya alam tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Wantrup, S.V. Ciriacy dan Richard C. Bishop, " 'Milik Bersama', sebagai suatu
Konsep Kebijaksanaan Sumber Daya Alam", dalam lan R. Smith dan Firal
Marahuddin, Ekonomi Perikanan, Buku Obor, Gramedia, Jakarta, 1986.
https://www.mongabay.co.id/2019/06/20/tangkap-ikan-pakai-bom-dan-potasium-
masih-marak-di-maluku-utara/