Anda di halaman 1dari 21

SUMBER DAYA ALAM MILIK UMUM

KASUS : SUMBER DAYA IKAN

DISUSUN OLEH :

SITI ARINI PAJILA 180304076


CINDY MEYLITA ANZANI 180304083
RIZKY AULIA Br S PELAWI 180304088
PUTRI ANDRIANI 180304096

MATA KULIAH EKONOMI SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN


PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

F A K U L T A S P E R T A N I A N

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul

“Sumber Daya Alam Milik Umum Kasus : Sumber Daya Ikan” ini tepat pada

waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi

tugas Ekonomi Sumber Daya Alam Dan Lingkungan. Penulis mengucapkan

terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS selaku dosen mata kuliah Ekonomi

Sumber Daya Alam Dan Lingkungan yang telah membimbing kami dalam

menyelesaikan makalah ini. Dan penulis juga mengucapkan terima kasih kepada

semua pihak yang telah membantu dan membagi sebagian pengetahuannya

sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari, makalah yang penulis tulis ini masih jauh dari kata

sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis

nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Medan, Desember 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Masalah yang timbul sehubungan dengan sumber daya alam milik umum
ialah adanya pendapat masyarakat yang mengatakan bahwa “milik semua orang
itu berarti bukan milik siapa-siapa, dan berarti pula milik setiap orang. Dapatkah
sumber daya alam itu dipelihara selagi masih dalam keadaan baik dan mengapa
kita harus menghemat penggunaan sumber daya alam sedangkan orang lain
menghabiskannya?”
Pernyataan tersebut cenderung menyebabkan penggunaan sumber daya alam
secara berlebihan atau cenderung menghabiskan sumber daya alam secara cepat,
bahkan dapat menghancurkan cadangan sumber daya alam yang dapat diperbarui.
Dengan perkataan lain perkataan lain pernyataan diatas cenderung menyebabkan
terjadinya tindakan deplesi yang berlebihan. Ada dua syarat yang mencirikan
sumber daya alam milik umum yaitu:
a. Tidak terbatasnya cara-cara pengambilan, dan
b. Terdapat interaksi di antara para pemakai sumber daya itu sehingga terjadi
saling berebut satu sama lain dan terjadi eksternalitas dalam biaya yang
sifatnya disekonomis.
Pada ciri pertama dari sumber daya milik umum orang atau perusahaan
bebas masuk mengambil manfaat, sedangkan pada ciri kedua dengan adanya
orang atau perusahaan yang berdesakan karena mereka bebas masuk maka terjadi
interaksi yang tidak menguntungkan yang seccara kuantitatif berupa biaya
tambahan yang harus diderita oleh masing-masing pengusaha sebagai akibat
keadaan yang berdesakan itu. Pada prinsipnya, sumber daya alam milik umum
yang dicirikan oleh pengambilan secara bebas maupun akibat-akibat lain yang
ditimbulkan seperti biaya eksternal tersebut, akan menimbulkan kecenderungan
pengelolaan ke arah deplesi. secara teoritis akan dijelaskan bagaimana sifat
deplesi dari sumber daya alam milik umum itu dalam berbagai kasus.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Analisis Komparatif Statik
Analisis ini merupakan analisis yang berkaitan dengan terjadinya
keseimbangan kompetitif (karena adanya persaingan bebas) dan kesejahteraan
sosial yang optimum tanpa memperhitungkan unsur waktu. Asumsi yang dipakai
adalah:
a) Perusahaan bebas masuk dan keluar dan berkompetisi
b) Masing-masing perusahaan mengharapkan keuntungan maksimum, dan
c) Perusahaan menghadapi produk yang sama

Gambar 2.1 Penentuan output optimal untuk sumber daya milik umum

Dari gambar 2.1 dapat dijelaskan bahwa :


1) TC (x) adalah biaya yang merupakan fungsi dari output. Secara grafik TC (x)
menunjukkan bahwa pada tingkat produk yang lebih besar dari X* terjadi
kenaikan yang tajam dalam biaya produksi yang disebabkan oleh adanya biaya
marginal yang meningkat karena menyusutnya persediaan/cadanagn SDA dan
juga tambahan biaya untuk mencari SDA baru, dan biaya marjinal meningkat
karena berdesaknya perusahaan sehingga terjadi eksternalitas dalam biaya.
2) TWP (x) adalah kesediaan membayar total (total willingnes to pay) yang dapat
diinterpretasikan sebagai harga dikalikan produk (output). Dapat dilihat secara
grafik bahwa pada tingkat produksi lebih besar daripada X* terjadi kenaikan
kesediaan membayar yang semakin kecil sebagai akibat berlebihnya produk.
3) TR (x) adalah penerimaan total yaitu hasil kali antara harga produk dan
jumlah produk yang diterima oleh semua perusahaan (firm).

Dari gambar 2.1 itu kita dapat melihat bahwa x* merupakan tingkat
produk sosial optimum dimana biaya marjinal sama denganharga atau TC’ (x)=
TWP’ (x). Apabila SDA bersifat “dimiliki secara pribadi” maka terjadi
keseimbangan kompetitif pada tingkat produk X*. Perusahaan cenderung
mempertahankan keadaan ini sebab pada tingkat produk lebih kecil daripada X*
akan diperoleh laba lebih kecil daripada maksimal dan pada tingkat produk lebih
besar dari X* tidak diperoleh laba maksimal lagi, karena biaya marjinal lebih
besar daripada penerimaan marjinal. Jadi tidak ada kecenderungan ekspansi
produk. Pada keadaan tersebut, maka (ab) menunjukkan manfaat neto bagi
masyarakat, (cb) menunjukkan laba murni yang diterima produsen, dan (ac)
merupakan surplus konsumen.
 Sehubungan dengan sifat SDA milik umum (common property) ,
perusahaan bebas masuk dan masing-masing ingin memperoleh laba sebesar-
besarnya seperti yang tampak sebagai laba murni sehingga terjadilah ekspansi
produksi sampai lebih besar daripada X*. Akrena produksi meningkat maka
harga turun dan permintaan terhadap produk naik. Ini menggambarkan
keadaan baru secara grafis ditunjukkan oleh TR2. Selama TR>TC, ekspansi
produksi berlangsung terus sampai tercapai TR=TC, yaitu pada tingkat
Xe sebagai tingkat keseimbangan kompetitif yang baru, dimana hanya
diperoleh laba normal. Pada tingkat ini:
a. Laba produsen sebesar nol (laba normal)
b. Surplus konsumen lebih besar
c. Manfaat bersih masyarakat lebih kecil atau hilang.
 Keadaan tersebut menggambarkan pengelolaan sumber daya alam dalam skala
internasional.

Sekarang, pengelolaan dibatasi menurut skala regional dan secara grafis


TWP (x) sebenarnya adalah TR1 (x). Dengan demikian ekspansi produksi dlcapai
pada tingkat X3, sebagai tingkat produksi di mana TR=TC, yaitu pada
keseimbangan kompetitif yang baru, pada tingkat produksi X3 yang menghasllkan
Iaba normal.
Jadi dapat dipahami sekarang bahwa sifat dari sumber daya alam milik
umum (common property resources) adalah cenderung ke arah pengglolaan yang
bersifat deplesi di mana tingkat produk yang dihasilkan sebesar X3>X* pada
Gambar 2.1. Kondisi seperti ini disebut sebagai tragedi dari pemilikan bersama
(tragedy of the common).

2.2. Kesesakan Dalam Penggunaan Sumber Daya Alam


Kesesakan diartikan sebagai suatu keadaan di mana setiap satuan sumber
daya alam yang digunakan nilainya enjadi berkurang karena saling terganggunya
masing-masing perusahaan dalam situasi yang berdesakan. Kesesakan
menimbulkan akibat yang negatif terhadap, manfaat tiap satuan produk yang
dihasilkan. Secara kuantitatif hal ini digambarkan oleh berkurangnya kesediaan
untuk membayar oleh para .pemakai (willingne's to pay) sebagai contoh adalah:
transportasi batu bara dan kapal angkutan penumpang dan barang lainnya di
sungai Mahakam yang ramai menyebabkan antrian yang panjang di tempat
berlabuh.Kelancaran transportasi menjadi terhambat sehingga biaya produksi atau
biaya Operasional naik. Biaya tambahan ini disebut biaya kesesakan (congestion
cost).
Kesesakan terjadi dalam bentuk: 1) fisik, yaitu berdesaknya kendaraan di
jalan raya, pesawat di bandara udara, kapal di pelabuhan, ._kendaraan wlsatav'IIan
disuatu kawasan wisata dan sebagainya, dan 2) psikologis, yaitu berkurangnya
kenyamanan fasilitas rekreasi seperti di pantai dan di hutan rekreasi yang
disebabkan oleh lalu Ialangnya pengunjung lain.
Kesesakan ini mengarah pada pengelolaan yang bersifat deplesi dan dapat
diterangkan sebagai berikut:
Gambar 2.2 Penggunaan Fasilitas Umum yang Optimal

Keterangan :
TWP : kesediaan membayar total
TC1 : biaya variable total tanpa adanya kesesakan
TC2 : biaya variable total dengan adanya kesesakan

Dari Gambar 2.2. dapat dilihat bahwa tingkat pengggunaan fasilitas umum
mulai Xa menunjukkan bahwa kesesakan mulai terjadi yang tunjukkan oleh
meningkatnya biaya produksi dari TC1 menjadi TC2. Andaikan tidak ada
kesesakan, biaya total digambarkan oleh TC1, maka, tingkat penggunaan optimum
pada Xb di mana TWP marginal = TC1 marginal. Setelah terjadi kesesakan, biaya
total digambarkan oleh TC2, maka tingkat penggunaan optimum pada X* di mana
TWP marginal = TC2 marginal. Pada tingkat penggunaan X* tampak bahwa biaya
kesesakan sebesar ''X*C'' dan manfaat bersih masyarakat setinggi ''cd”. Kemudian
apabila diasumsikan bahwa biaya kesesakan ditanggung oleh semua pemakai
dengan nilai yang sama, maka kesesakan tersebut karena pengaruhnya tidak
berbeda untuk setiap pemakai maka masing-masing pemakai menanggung biaya
variabel rata-rata (AVC) yang ditunjukkan oleh garis dari titik O sampai ke semua
titik pada garis TC2. Para pemakai cenderung meningkatkan penggunaannya
sampai pada tingkat Xe di mana penerimaan marginal (TWP): AVC. Apabila
lebih besar daripada Xe maka pemakai akan mengalami kerugian. Keadaan pada
Xe menUnjukkan bahwa manfaat total bersih pada Xe lebih kecil daripada
manfaat total bersih pada X*, dan biaya kesesakan rata rata pada Xe (= ae) lebih
besar daripada biaya kesesakan pada X* (= cb).
Jadi berhubung dengan adanya ketidaktahuan para pemakai dan adanya
kecenderungan mencari keadaan di mana MC=AVC, maka tingkat penggunaan
sumber daya alam akan menjadi lebih besar, yaitu sampai pada tingkat Xe. Karena
Xe>X* berarti bahwa pemakaian sumber daya alam tetap bersifat deplesi.

2.3. Pengelolaan Sumber Daya Ikan


Perikanan merupakan subsektor yang penting, yaitu sebagai sumber
pendapatan dan kesempatan kerja serta menarik perhatian dalam hal efisiensi dan
distribusi. Masalah efisiensi dikaitkan dengan jumlah persediaan (stock) ikan yang
terus terancam punah dan masalah distribusi berkaitan dengan siapa yang akan
memperoleh manfaat. Namun demikian subsektor ini di negara-negara
berkembang belum mengalami perkembangan sebagaimana mestinya, sehingga
campur tangan pemerintah diperlukan dalam rangka meningkatkan pendapatan
nelayan atau petani ikan, perbaikan gizi rakyat dan peningkatan ekspor serta
memanfaatkan 200 mil Zone Ekonomi Eksklusif (Z.E.E.).
Ikan merupakan sumber daya alam yang dapat pulih (renewable resource)
yang memerlukan usaha-usaha pengelolaan yang baik agar dapat
mempertahankan dan mengembangkan unit populasi yang ada. Dalam usaha
pengelolaan tersebut diperlukan pengetahuan dan informasi tentang perikanan
dalam rangka mempelajari perilaku kehidupan dan sifat-sifat dari unit populasi
yang merupakan suatu komunitas dalam sumber daya alam tersebut.
Dengan dicetuskannya Wilayah perikanan dalam Zone Ekonomi Eksklusif
(Z.E.E.) sejauh 200 mil laut, maka hal ini mendorong negara-negara yang
bersangkutan menyatakan batas-batas lepas pantai penangkapan ikan yang
diperluas untuk pengawasan eksklusif terhadap aktivitas-aktivitas ekonomi negara
yang bersangkutan. Keberhasilan pembangunan perikanan tidak terlepas dari
perencanaan yang mantap berdasarkan informasi tentang semua aspek yang
mempengaruhi sumber daya alam tersebut, terutama aspek sumber kehidupan dan
penggunaannya.
Untuk mencapai tingkat keberhasilan tersebut faktor utama yang
menentukan adalah ”pengelolaan secara bertanggung jawab" artinya pengelolaan
harus dilakukan secara bijaksana dalam melestarikan persediaan (stock) sumber
daya ikan tersebut yang sekaligus tidak saja dapat dinikmati secara optimal oleh
generasi sekarang tetapi juga oleh generasi yang akan datang.
Kegiatan pokok dari usaha perikanan berawal dari usaha pemanfaatan
sumber daya hayati perikanan, yang selanjutnya menimbulkan berbagai usaha
yang menunjang usahausaha lanjutannya. Akibat yang timbul tidak saja hanya
menyangkut aspek teknis biologis, tetapi juga asnek sosial, ekonomi, hukum,
keamanan, dan ketertiban masyarakat yang semuanya memerlukan pengendalian
agar tercapai suatu keseimbangan dalam rangka mencapai tujuan pokok dari
pembangunan sektor perikanan tersebut.
Sektor perikanan memberikan harapan untuk menjamin kelangsungan hidup
manusia masa kini dan masa yang akan datang. Perikanan merupakan satu bagian
dari kegiatan ekonomi yang memberikan harapan untuk dapat memenuhi
kebutuhan hidup manusia melalui berbagai usaha yang pada akhirnya bertujuan
untuk meningkatkan pendapatan nelayan dalam rangka mencapai tingkat
kesejahteraan hidup yang lebih baik.
Dewasa ini usaha perikanan di dunia telah mendapatkan banyak perhatian
karena meningkatnya keprihatinan terhadap kerusakan permanen dari kelestarian
sumber daya ikan sebagai akibat proses pengambilan secara besar-besaran dan
tidak terkendali.
Selanjutnya dalam rangka mencapai tujuan pokok pembangunanperikanan,
dilakukan usaha sebagal berikut:
a. Peningkatan produksi dan produktivitas.
b. Peningkatan kesejahteraan petani ikan (nelayan) melalui perbaikan
pendapatan.
c. Penyediaan lapangan kerja.
d. Menjaga kelestarian sumber daya hayati perikanan.
e. Perbaikan pola manajemen dalam pengelolaan sumber daya ikan.
Sebagaimana diketahui bahwa sumber daya ikan merupakan sumber daya
alam milik bersama atau milik umum yang berperan dalam kehidupan manusia
untuk pemenuhan kebutuhan hidup baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan
lainnya (seperti keindahan ikan sebagai hiburan).
Dari keadaan tersebut di atas salah satu usaha pokok dalam
mempertahankan dan mengembangkan populasi ikan adalah dengan usaha
pengelolaan yang efisien yang didasari oleh sistem manajemen yang mantap.
Dalam pengelolaan tersebut haruslah diusahakan sedemikian rupa sehingga
sumber daya ikan tersebut tidak habis dan bahkan dapat ditingkatkan populasinya
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan sumber daya ikan yang semakin
meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan semakin tingginya
pendapatan.
Dalam memenuhi tingkat kebutuhan yang semakin tinggi, tidak dapat
dihindari akan adanya proses pengambilan. yang berlebihan dan tidak
bertanggung jawab terhadap persediaan ikan yang ada. Hal ini mengandung risiko
yang secara tidak langsung memberi beban sosial, yang dapat mempengaruhi
proses kehidupan masyarakat umumnya. untuk itu dalam mengatasi permasalahan
ini berbagai pihak termasuk pemerintah melibatkan diri dalam penanggulangan
pemulihan. sumber daya'ikan tersebut. Oleh karena itu pelaksanaan pembangunan
perikanan khususnya dan pembangunan ekonomi pada umumnya harus
berwawasan lingkungan sebagai sarana untuk mencapai keseimbangan
pemenuhan kebutuhan bagi generasi sekarang maupun generasi yang akan datang.

2.4. Hubungan Biologis Dasar


Dalam hal sumber daya perikanan yang belum dikembangkan, distribusi
jumlah ikan menurut umur akan tampak seperti pada Gambar 2.3. Proporsi jumlah
ikan berumur muda cenderung lebih tinggi daripada jumiah ikan berumur dewasa.
Kematian ikan karena penyakit atau karena dimakan oleh ikan atau hewan
lain menekan jumlah populasi ikan. Persediaan atau populasi ikan sangat
berfluktuasi dan tidak dapat dengan mudah diramalkan berhubung dengan adanya
perubahan-perubahan iklim dan proses regenerasi yang otomatis. Populasi ikan
dapat mengikuti suatu kecenderungan (trend) sesuai dengan perubahan kondisi
lingkungan. Hal tersebut menyebabkan pengelolaan sumber daya ikan menjadi
sangat kompleks. Dalam uraian ini perhatian akan dibatasi pada kasus yang
sederhana yaitu bahwa kondisi lingkungan yang tetap akan menentukan adanya
suatu keseimbangan populasi alamiah dan penyesuaian jumlah populasi terjadi
secara mulus bila ada ketidakseimbangan.
Gambar 2.3 Distribusi Jumlah Ikan menurut Umur
Inl berarti bahwa: 1) adanya pemikiran mengenai pertumbuhan yang
proporsional sebagaimana ditunjukkan oleh ketergantungan tingkat kelahiran
terhadap besarnya populasi, dan 2) adanya pemikiran menge- nai lingkungan
seperti tersedianya pakan akan menentukan batas bagi keseimbangan populasi itu
sendiri. Hubungan seperti ini telah ditemukan dalam berbagai gejala kehidupan
biologis. Di bawah suatu nilai kritis tertentu, jumlah populasi justru akan menurun
karena adanya per- salngan antarspecies itu sendiri akan ruang dan pakan.
Beberapa analisis mengenai sumber dava ikan dapat diuraikan sebagai
berikut. Mula-mula kita menganggap tidak ada pemanenan dengan cara memilih
ukuran-ukuran tertentu, misalnya tidak boleh menggunakan pukat harimau agar
ikan vang terjaring yang besar-besal saja. Kemudian harga dianggap ditentukan
dalam pasar persaingan sempurna, dan harga maupun biaya dianggap tidak
berubah sepanjang waktu. Tujuan pengelolaan sumber daya ikan adalah
memaksimumkan Net Present Value (NPV) dari laba yang diperoleh dari sumber
daya per- ikanan secara keseluruhan.

2.4.1. Program Penangkapan dengan Hasil yang Tetap


Misalkan pengambilan sumber daya ikan dengan tingkat produksi yang
tetap (q) sehingga pengurangan persediaan (q) sama dengan pertumbuhannya
secara alamiah (g). kurva OAS pada gambar 12.4 menunjukan hubungan
keseimbangan antara persediaan atau populasi (s) dan penangkapan (q). hasil
maksimum yang dapat mempertahankan/yang berkelamjutan (MSY) adalah pada
AS atau Oq. Jumlah persediaan (S)jauh lebih rendah daripada persediaan
maksimum (s). populasi ikan pada tingkat ini akan memaksimumkan tingkat
pertumbuhan populasi itu sendiri, sehingga penampakan ikan selanjutnya tidak
akan menimbulkan deplesi. Jika penangkapan ikan melebihi pertumbuhan
maksimalnya (MSY), maka tidak mungkin ada keseimbangan lagi dan persediaan
akan menipis dan cendurung menjadi nol.
Program MSY telah mendapat banyak perhatian, karenah adanya anggapan
bahwa MSY itu merupakan program penangkapan yang optimal. Sesunggunya
optimal tidaknya program tersebut tergantung pada beberapa persyaratan tertentu,
khususnya tingkat diskonto (i) harus sama dengan nol dan penangkapan ikan tidak
memerlukan biaya.
Oleh karenah itu bila penangkapan ikan ternyata memerlukan biaya, maka
tingkat keuntungan maksimum yang dapat dipertahankan dicapai pada saat harga
sama dengan biaya marginal jangka panjang, dan ternyata penangkapan harus
ditentukan lebih rendah daripada tingkat MSY. Namun kesimpulan ini hanya
berlaku pada tingkat diskonto sebesar nol. Seandainya persediaan “S” dan
penangkapan “q” telah disesuaikan guna mendapatkan maximum sustainable
profit (MSP), maka dengan kenaikan jumlah penangkapan sampai ke q2 misalnya,
tentu populasi akan turun ke tingkat keseimbangan yang baru yaitu S2 dan biaya
rata – rata penangkapan menjadi lebih tinggin karena ikan menjadi langkah dan
susah ditangkap. Ini berarti bahwa bila populasi ikan sudah turun sampai S2, maka
program yang baru bersifat inferior terhadap MSY.

Gambar 2.4 Hasil Maksimum yang dapat Dipertahankan

Beberapa kemungkinan lain ditemukan juga dalam teori dan praktek. Suatu
penangkapan ikan yang tetap jumlahnya dapat pula dihindari walaupun keadaan
ekonomi dan biologi tidak berubah. Memang apabila harga dan tingkat bunga
sangat tinggi, pengambilan yang optimal dapat berupa pemunahan sumber daya
ikan tersebut. Tetapi dalam praktik, penangkapan ikan akan berhenti sebelum
populasi ikan sungguh sungguh habis, dan jumlah populasi ikan meningkat
kembali. Tingkat kelahiran sumber daya ikan sangatlah tinggi sehingga jumlah
populasi ikan yang betul – betul kritis jarang sekali dicapai, walaupun ada
beberapa jenis ikan yang mendekati kepunahan karena perburuan/ penangkapan
yang berlebihan.
Lebih umum lagi, jika skala ekonomi dapat disesuaikan, penangkapan ikan
akan optimal dengan cara mengubah – ubah periode penangkapan antara periode
panen (heavy fishing) dan periode tidak ada penangkapan sama sekali (zero
fishing) agar populasi ikan dapat berkembang kembali sampai pada jumlah
semula. Hambatan pertama pada program seperti ini adalah adanya biaya yang
tinggi yang dikaitkan dengan berpindah – pindahnya kegiatan, tetapi hal ini
biasanya diatasi dengan mengadakan rotasi areal penangkapan ikan.
2.4.2. Pemanenan Secara Selektif
Dalam setiap penangkapan ikan, pertumbuhan jumlah persediaan (stock)
dapat ditingkatkan dengan cara penangkapan yang selektif, misalnya dengan
menghindari musim dan area dimana ikan bertelur, atau dengan penggunaan
jarring yang lobangnya besar agar ikan yang masih kecil dapat lolos dan tetap
hidup diperairan tersebut.
Pertama – tama kita bicarakan kasus yang sederhana dengan melihat periode
rotasi yang optimum. Pertumbuhan ikan mengikuti kurva pertumbuhan yang
dilukiskan pada gambar 12.5. pertumbuhan bobot ikan, demikian pula nilai
ekonomisnya, pada awalnya meningkat secara absolut kemudian semakin lamban
menjelang umur dewasa pada titik B. pengambilan pada titik A akan
menghasilkan ikan dengan nili AN. Rata-tata pendapatan pertahun umur ikan
ditunjukkan oleh lereng garis AO. Pengambilan pada M akan menghasilkan
pendapatan tahunan setinggi T yang di sebut MSP dan ini optimal pada tingkat
diskonto sebesar nol. Perlu di catat bahwa ikan jangan ditangkap pada umur
terlalu tua atau terlalu muda.
Peningkatan pendapatan dapat dicapai dengan mengurangi umur
penangkapan dan dengan tingkat diskonto yang positif, sehingga periode rotasi
akan semakin pendek. Namun perlu dicatat bahwa sulit untuk menentukan jenis
ikan yang akan ditangkap. Ukuran mata jala akan menentukan umur ikan yang
ditangkap, yang selanjutnya menentukan pertumbuhan kelompok umur ikan yang
ditangkap. Ukuran dan umur dari ikan yang ditangkap tersebut di samping
tergantung pada ukuran mata jala juga tergantung pada intensitas usaha
penangkapan.

Gambar 2.5 Kurva Pertumbuhan Ikan

2.4.3. Nilai persediaan (Stock)


Dalam pembahasan sebelumnya telah dianggap bahwa ikan dipelihara
sebagai suatu persediaan yang memeliki potensi untuk ditangkap. Bagaimanapun
juga persediaan ikan juga dapat dinilai sebagai sumber keindahan atau bahan
penelitian ilmia serta sumbangan terhadap ekosistem, misalnya sebagai pakan
bagi mahluk hidup lain. Pertimbangan atas kegunaan di atas akan menentang
adanya deplesi dan khususnya pemunahan sumber daya ikan.

2.4.4. Masalah pemilikan bersama


Hampir semua jenis ikan terbuka bagi pengambilan secara umum, artinya
setiap orang atau setiap perushaan boleh menangkapa ikan di laut atau di danau
maupun di sungai. Meamang dalam banyak hal terdapat banyak peraturan
meskipun pada umumnya tidak tepat dan tidak efisien. Dalam keadaan dimana
tidak ada peraturan atau larangan, maka dalam pemilikan bersama (umum) akan
timbul hal – hal sebagai berikut:
a. Penangkapan akan berlebihan.
b. Punahnya populasi ikan akan lebih pasti dibanding dengan dibawah pemilikan
perorangan (private poverty)
c. Dapat menjadikan biaya penangkapan mahal.
Selanjutnya dengan adanya pengambilan bebas atas sumber daya alam
milik umum akan tidak menimbulkan insentif untuk mempraktekkan penangkapan
ikan secara slektif, pengembangbiakan buatan, yang dampaknya bersifat jangka
panjang terhadap populasi ikan. Mata jala yang lebih kecil akan dipakai, dan
penangkapan ikan dapat terjadi pada musim ikan bertelur dan sebagainya. Lebih –
lebih lagi dengan meningkatnya permintaan, maka penangkapan yang berlebihan
akan menjadi biasa, dan populasi ikan akan menurun.
Menurut direktorat jenderal perikanan departemen pertanian (1977,1979)
pengertian ekonomis untuk hasil – hasil perikanan laut maupun darat harus
memenuhi tiga persyaratan, yaitu mempunyai nilai pasaran yang tinggi, volume
produksi yang tinggi dan luas, dan mempunyai daya produksi(produktivitas) yang
tinggi.
Selanjutnya bila tidak ada penghambatan dari lingkungan, fertilitas
(natalitas) akan melampaui mortalitasnya dan menyebabkan jumlah ikan
(populasi) akan bertambah secara eksponensial untuk waktu tertentu. Kemudian
faktor – faktor penghambatan seperti makanan, ruang, penyakit dan sebagainya
akan menghambat kecepatan pertumbuhan sehingga populasi akan mencapai
ukuran di mana natalitas dan moralitas seimbang keadaannya.
Suatu proses kehidupan yang menunjang keberadaan sumber daya ikan di
perairan yang sekaligus merupakan sumber hayati biologis akan memberikan
manfaat atau kegunaan bagi kehidupan manusia dalam kehidupan
perekonomiannya. Menurut howe (1979) untuk menjawab tantangan yang ada
dalam mempertahankan keberadaan sumber daya ikan, fokus pengamatan kita
tertuju hendaknya pada bagaimana memaksimumkan pendapatan dari sumber
daya alam tersebut. Oleh karena itu lembaga administrasi harus dibentuk dalam
menghadapi masalah penangkapan ikan yang berlebihan dengan membuat suatu
konsep untuk menurunkan kematian akibat penangkapan ikan. Karena perikanan
merupakan sumber daya alam yang bersifat terbuka, maka dengan kondisi seperti
sekarang ini tidak mungkin dilakukan penurunn usaha penangkapan ikan, sebab
kita juga sulit menghentikan semakin banyaknya orang yang menggunakan
peralatan yang lebih baik dan lebih banyak daripada sebelumnya.
Salah satu alternatif yang ada yaitu bagaimana menurunkan tingkat efisiensi
input dalam mengurangi keberadaan sumber daya ikan dengan jumlah yunit
penangkapan yang semakin besar jumlahnya. Dari ha tersebut diatas muncul
prinsip – prinsip dalam pengolahan sumber daya ikan yang dikembangkan dalam
upaya mengatasi permasalahan yang ada.
Prinsip prinsip tersebut adalah:
a) Prinsip Pengelolaan Perikanan yang Statis
Sebagaimana diketahui sumber daya perikanan senantiasa tergantung pada
waktu, sehingga perlu diketahui pola atau fungsi produksi ikan, pertumbuhan
populasinya dan apa yang ingin dicapai dengan beberapa kendala tertentu, seperti
dalam hal ada kelangkaan (scarcty) adapun yang dimaksud dengan nilai
kelangkaan (scarcty rent) adalah nilai ikan pada waktu yang akan datang yang
cenderung meningkat dengan meningkatnya biaya penangkapan ikan saat ini
karena berkurangnya populasi ikan itu sendiri. Untuk mempertahankan
keberadaan populasi ikan, berbagai prinsip dasar yang dapat dijadikan pedoman
adalah sebagai berikut.
 kita berusaha meningkatkan pertumbuhan populasi ikan dan menekan biaya
penangkapan, serta menaikkan scarcty rent.
 sedangkan biala usaha penangkapan ikan dihubungkan dengan tingkat bunga,
maka apabila tingkat bunga tinggi, orang cenderung menangkap ikan secara
berlebihan, sebaliknya bila tingakat bunga rendah jumlah ikan akn bertmbah
karena oarang cenderung memperlambat proses penangkapan ikan.
 apabila sewa kelngkaan (scarcty rent) sebesar nol maka harga ikan cenderung
sama dengan biaya marginal biaya penangkapan ikan sehingga penangkapan
ikan cukup tinggi. Jadi pada dasarnya dalam kondisi pengelolaan sumber daya
ikan secara statis kita tidak menggunakan tingkat pengambilan yang secara
pasti mengenai kondisi – kondisi yang ada.
b) Prinsip Pengolaan Perikanan Yang Bersifat Dinamis
Seperti telah dibahas di muka bila subsektor perikanan tidak mendapatkan
suatu pola pengaturan yang baik maka subsektor tersebut akan menjadi subsektor
yang bersifat milik umum. Pengolaan sumber daya ikan dalam hal ini dapat
dilakukan dengan beberapa cara:
a. Melarang penangkapan ikan pada suatu musim tertentu,
b. Menutup daerah penangkapan tertentu dan
c. Membatasi jumlah ikan ditangkap.
Usaha-usaha tersebut perlu dibarengi dengan usaha ekstra yang berupa
peningkatan pengawasan dan penerapan hukum secara mendasar di samping
pengukuran jenis usaha penangkapan atau teknologi perikanan yang sesuai,
separti penggunaan jala atau alat tangkap lainya. Disamping itu ada faktor penting
yaitu perlunya campur tangan pemerintah dalam pengaturan pemberian izin
(lisensi), pengaturan pajak dan pungutan yang dapat merangsang usaha investasi
dengan kombinasi ketiga cara pengolaan sumber daya ikan di atas.
Jadi pada prinsipnya pengelolaan perikanan yang bersifat dinamis
menunjukkan maksimisasi nilai yang ada pada saat ini, yang sebenarnya dapat
mendorong timbulnya kepunahan, karena pengelolaan perikanan yang bersifat
dinamis ini menunjukkan dinamika keluar masuknya perusahaan yang
dikombinasikan dengan keberadaan tertentu symber daya ikan sehingga
mendorong ke arah industri yang tidak menguntungkan dan tidak stabil yang di
sebabkan oleh kepunaan populasi ikan yang tidak disengaja.
Dari uraian diatas dapat dsimpulkan bahwa pengelolaan sumber daya ikan
yang optimal dapat dicapai dengan jalan melibatkan masyarakat dan pihak
pemerintah karena kondisi perikanan ini bersifat sumber daya alam milik umum.
Contoh Kasus

Tangkap Ikan Pakai Bom dan Potasium Masih Marak di Maluku Utara

Barang bukti, bom ikan dan kompresor diamankan petugas. Foto: Poalir Polda Malut

Penangkapan ikan dengan bahan dan alat dilarang masih terjadi di perairan
Maluku Utara, seperti pakai bom, potasium dan berbagai alat tangkap atau pukat
tak sesuai aturan. Polisi Perairan (Polair) Polda Malut mencatat, para pelaku yang
ditangkap rata-rata pakai bom ikan dengan bahan peledak dari pupuk, belerang
korek api, serta bubuk mesiu dari peluru atau bom sisa perang dunia kedua di
Morotai. Begitu antara lain persoalan yang muncul dalam diskusi di Ternate,
belum lama ini.
Diskusi ini dihadiri pemerintah daerah, kepolisian, TNI Angkatan Laut,
Kejaksaan, kampus bersama masyarakat dan organisasi masyarakat sipul serta
berbagai pihak konsern isu perikanan di Malut.
Soal penangkapan ikan merusak dengan bom dan potasium, kasus rata
hampir di seluruh kabupaten dan kota di Malut, macam di Halmahera Selatan,
Halmahera Utara, Halmahera Timur, laut Morotai, Kepulauan Sula dan Taliabu.
“Laut di berbagai pulau baik yang berpenghuni maupun tidak jadi sasaran
pengeboman maupun penangkapan ikan pakai potasium,” kata Abdullah Assagaf,
Kepala Bidang Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Malut.
Dalam pemaparan pemetaan kegiatan penangkapan ikan merusak di Malut,
menyampaikan, temuan meskipun sudah ada regulasi melindungi kekayaan laut
tetapi praktik ilegal selalu terjadi.
Persoalan di Malut erat kaitannya dengan luas wilayah dan begitu banyak
pulau membuat petugas kesulitan memantau dan mengawasi ketat. “Maluku Utara
memiiliki 805 pulau. Yang dihuni hanya 82 pulau. Sebanyak 723 pulau tak
berpenghuni.”
Kondisi ini, membuat orang-orang tak bertanggung jawab seakan bebas
merusak. Dalam kasus bom ikan, misal, kebanyakan pelaku memanfaatkan
daerah-daerah yang kurang terpantau petugas, baik Polairud maupun TNI
Angkatan Laut.
Penangkapan ikan merusak ini, katanya, tak hanya pakai bahan peledak
maupun racun. Beberapa alat tangkap sudah dilarang tetapi masih ada yang
memakainya. Dia contohkan, penangkapan ikan pakai pukat hela (trawls) dan
pukat tarik (seint nets), yang berdampak buruk dan memyebabkan sumberdaya
ikan turun serta mengancam lingkungan perairan. Aturan menteri melarang
penggunaan alat ini. Meski begitu di lapangan praktik penggunaan alat masih
terjadi
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Masalah yang timbul sehubungan dengan sumber daya alam milik umum
ialah adanya pendapat masyarakat yang mengatakan bahwa milik semua orang itu
berarti bukan milik siapa-siapa, dan berarti pula milik setiap orang. sifat dari
sumber daya alam milik umum (common property resources) adalah cenderung ke
arah pengelolaan yang bersifat deplesi.
Dengan adanya sumber daya alam milik umum, seluruh masyarakat atau
penduduk dapat menikmatinya sehingga terjadinya kesesakan/kepadatan dalam
mengelolah sumber daya alam, pengelolaan yang dilakukan oleh
seluruh masyarakat sehingga mengakibatkan terjadinya pencemaran atas
pengelolaan sumber daya alam tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Suparmoko, M. 2008. Ekonomi Sumber Daya Alam Dan Lingkungan. Yogyakarta:


Bpfe

Wantrup, S.V. Ciriacy dan Richard C. Bishop, " 'Milik Bersama', sebagai suatu
Konsep Kebijaksanaan Sumber Daya Alam", dalam lan R. Smith dan Firal
Marahuddin, Ekonomi Perikanan, Buku Obor, Gramedia, Jakarta, 1986.

https://www.mongabay.co.id/2019/06/20/tangkap-ikan-pakai-bom-dan-potasium-
masih-marak-di-maluku-utara/

Anda mungkin juga menyukai