Anda di halaman 1dari 5

BAB 9

PENGELOLAAN SDA YANG DAPAT DIPERBAHARUI

9.1. MODEL PEMBANGUNAN OPTIMAL SUMBER DAYA ALAM YANG DAPAT


DIPERBARUI

Pengelolaan sumber daya alam yang dapat diperbarui pada umumnya didasarkan pada konsep
"hasil maksimun yang mantap" (Maximun Sustainable Yield = MSY). Ini merupakan tujuan
pengelolaan sumber daya alam yang paling sederhana yang memperhitungkan fakta bahwa
cadangan sumber biologis jangan dimanfaatkan atau diambil terlalu banyak, karena akan
menyebabkan hilangnya produktifitas sumber daya alam tersebut.

Namun, pada akhir-akhir ini telah diketahui bahwa konsep MSY terlalu sederhana

sebagai dasar pengelolaan sumber daya alam yang dapat diperbarui. Hal ini karena MSY
hanya melibatkan unsur manfaat dari eksploitasi sumber daya alam dan tidak memperhatikan
unsur biaya eksploitasinya. Berhubung dengan adanya kekurangan dalam konsep MSY, maka
ada kecenderungan untuk menggantinya dengan konsep Optimun Sustainable Yield (OSY).
Konsep OSY ini didasarkan pada "kriteria manfaat dan biaya" dengan standar yang
memaksimunkan nilai sekarang dari penerimaan bersih. Kriteria ini cocok bagi pengelolaan
sumber daya alam oleh swasta maupun oleh pemerintah meskipun perhitungan biayanya
berbeda. Pengelolaan swasta biasanya menggunakan biaya eksplisit atau biaya sungguh-
sungguh dikeluarkan oleh perusahaan, sedangkan pemerintah menghitung atas dasar biaya
sosial.
Berikut kurva mengenai MSY :

Dalam gambar tersebut sumbu horisontal menunjukkan jumlah populasi sumber daya alam
yang dapat diperbarui dan sumbu vertikal menunjukkan laju pertumbuhannya.

Laju pertumbuhan populasi sumber daya alam itu merupakan fungsi dari besarnya populasi itu
sendiri (g = g(X)) dan dalam hal ini X merupakan jumlah populasi. Ujung-ujung kurva itu adalah
X = 0 dan X = Xe, keduanya menunjukkan tidak ada pertumbuhan sumber daya alam
yang dapat diperbarui atau pertumbuhannya sama dengan nol. Titik Xm merupakan jumlah
populasi yang mampu menghasilkan laju pertumbuhan sumber daya alam yang tertinggi dan
sekaligus me- nunjukkan tingkat pengambilan yang maksimum yang dapat dipertahan- kan
secara berkelanjutan. Keadaan pada titik Xm ini disebut dengan "hasil maksimum yang
berkelanjutan" (Maximum Sustainable Yield = MSY).

Asumsi yang dianut dalam pengelolaan sumber daya alam pulih adalah bahwa pertumbuhan
merupakan fungsi sederhana dari besarnya cadangan atau populasi sumber daya alam, dimana
pertumbuhan itu mula-mula meningkat dengan berkembangnya volume cadangan, kemudian
menurun. Alasan bagi adanya titik balik itu adalah bahwa lingkungan alami memiliki apa yang
disebut daya dukung tertentu (carrying capacity), yaitu jumlah populasi maksimun yang dapat
didukung oleh lingkungan alam. Semakin dekat populasi itu dengan titik "carrying capacity"
maka semakin lamban laju pertumbuhan populasi itu dan akhirnya sama dengan nol atau tanpa
pertumbuhan sama sekali.

Dalam hal sumber daya alam yang dapat diperbarui, populasi sumber daya alam itu dapat
berkembang secara alami, sehingga hal ini akan menambah nilai royalti dan dapat dianggap
sebagai deviden karena menyimpan satu-satuan sumber daya alam sebagai cadangan. Pola
perkembangan pengambilan sumber daya alam itu tetap mendekati keadaan yang mantap
dengan catatan tidak ada perubahan dengan persediaan dan royalti. Masalahnya sekarang
bagaimana menentukan nilai optimal dalam kondisi mantap dari cadangan dan produksi sumber
daya alam tersebut.

Untuk menjelaskan masalah ini dinyatakan bahwa biaya pengam- bilan merupakan fungsi dari
jumlah produksi pada setiap tingkat populasi tertentu seperti dilukiskan pada gambar kurva di
atas.

Terdapat suatu hasil optimal untuk masing-masing jumlah po- pulasi. Hasil optimal pada jumlah
populasi ikan setinggi X₁ adalah y* (X₁) dan hasil optimal pada populasi ikan setinggi X ₂
adalah y* (X2). Letak populasi produksi yang diperoleh disebut sebagai lokasi penangkapan
(catch locus) dalam model pengelolaan sumber daya ikan, yaitu bahwa pada titik-titik itu lereng
garis biaya sama dengan lereng garis peneri- maan atau MC = MR.
Jumlah optimal cadangan dan hasil produksi tergantung pada besarnya biaya produksi dan
penerimaannya. Dari Gambar kurva tampak bahwa hasil produksi untuk suatu populasi tertentu
cenderung berkurang bila biaya marginal lebih tinggi atau bila harga lebih rendah, ataupun
kedua-duanya.

Dalam hal tingkat bunga sama dengan nol, dan biaya tidak berubah dengan adanya
pengambilan, maka berhubung royalti tidak berubah pada kondisi mantap, dan laju prtumbuhan
juga sama dengan nol, maka cadangan sumber daya alam akan memberikan nilai yang
maksimun dan mantap pula. Sekarang bagaimana kalau tingkat bunga tidak sama dengan nol
tetapi positif (r>0) dan biaya produksi tidak terpengaruh oleh cadangan sumber daya alam.
Sebagai akibatnya cadangan mantap berada di bawah MSY yang bersangkutan. Cadangan ini
menyusut karena kerugian di masa datang didiskonto dan menjadi kecil nilainya, serta tidak ada
tambahan biaya dengan ditingkatkannya pengambilan. Untuk sumber daya alam pulih,
cadangan sumber daya alam meningkat nilainya (ada capital gain), di samping itu secara fisik
sumber daya alam ini bertambah atau berkembang volumenya (ada dividen).

9.2. MASALAH PEMILIKAN BERSAMA (COMMON PROPERTY PROBLEM)

Kepunahan sumber daya alam tak dapat diperbarui dapat terjadi sebagai akibat eksploitasi oleh
seorang pemilik tunggal. Kepunahan akan dapat terjadi pula dengan adanya pemilikan sumber
daya alam itu oleh umum. Dasar pemikirannya adalah bila perusahaan memasuki suatu bidang
usaha (industri) secara bebas dan tak ada perjanjian kerja sama, maka masing-masing
perusahaan akan mengabaikan biaya alternatif dalam mengambil sumber daya alam saat ini.
Oleh karena itu keuntungan dari menyimpan sumber daya alam itu akan hilang.

Eksploitasi yang berlebihan terhadap sumber daya alam milik umum dapat diatasi dengan
beberapa cara. Cara yang paling sederhana adalah mendefinisikan hak penguasaan atau hak
pemilikan (property right) sumber daya alam tersebut dan mempercayakan pengelolaannya
kepada kehendak masing-masing penguasa yang bersangkutan. Sebagai contoh penegasan
hak penguasaan (property right) adalah diakuinya zona 200 mil dari pantai. Cara pengawasan
yang lain dapat berupa penerapan pembatasan alat tangkap ikan per kapal. Tetapi pembatasan
yang demikian ini sering diterobos dengan cara menambah armada penangkapan ikan.
Akibatnya periode panen akan lebih pendek dan dapat pula semakin mengurangi populasi ikan.

9.3. KESESAKAN / KEPADATAN SEBAGAI KASUS PENGELOLAAN SUMBER DAYA


MILIK UMUM

Kesesakan (Congestion) dapat dipandang sebagai saling terganggunya setiap individu yang
sama-sama menggunakan fasilitas publik. Contoh yang paling umum adalah jalan
rayapelabuhan, lapangan udara, taman, hutan wisata, dan lain-lainHal yang perlu diperhatikan
adalah bahwa kapasitas dari fasilitas publik itu tidak dapat ditambah begitu saja dalam jangka
pendek sebagai respon terhadapn perubahan permintaan. Dampak negatif yang timbul
terutama adalah berkurangnya kesediaan untuk membayar bagi jasa rekreasi tersebut. Jadi
biaya bagi suatu kesesakan dapat dilukiskan sebagai suatu penurunan dalam kesediaan untuk
membayar (willingnes to pay) bagi penggunaan fasilitas publik apabila dampak negatif itu
mempengaruhi tingkat kepuasan konsumen.

Gambar 9.5. menunjukkan kesediaan membayar atas penggunaan fasilitas publik bila tidak ada
kesesakan yang ditunjukkan oleh kurva penerimaan total (TR), dan TC₁ menunjuk- kan biaya
variabel total yang merupakan fungsi dari tingkat penggunaan misalnya jalan raya (arus lalu
lintas X). Biaya fasilitas publik itu mula- mula dipikul oleh pengelola atau pemerintah tetapi
kemudian biaya itu dilimpahkan kepada mereka yang menggunakan fasilitas publik itu lewat
pungutan atau bayaran. TC₂ menunjukkan biaya variabel yang meliputi biaya kesesakan dalam
bentuk risiko kecelakaan lalu lintas yang semakin tinggi. Biaya kesesakan itu dipikul oleh
individu yang memanfaatkan fasilitas jalan raya. Tanpa adanya kesesakan, X, merupakan titik
peng- gunaan yang optimum yaitu pada saat biaya marginal sama dengan manfaat marginal
(lereng TR₁ = lereng TC₁). Dengan adanya kesesakan, yang optimum ialah yaitu lereng kurva
TR sama dengan lereng kurva ca atau manfaat marginal sama dengan biaya marginal yang
mencakup biaya kesesakan.
Apabila dianggap bahwa kesesakan itu mempengaruhi semua pemakai dan pungutan yang
sama dikenakan terhadap semua pemakai pula maka setiap pemakai akan memikul biaya rata-
rata dan bukan biaya marginal. Dalam Gambar 9.5. biaya rata-rata ditunjukkan oleh garis yang
menghubungkan titik pada kurva biaya TC₂ dengan titik asal 0. Pemakai fasilitas akan terus
menggunakannya sampai kesediaan untuk membayar sama dengan biaya variabel rata-rata
(MR = AC), dan titik itu tercapai pada tingkat penggunaan setinggi Xc, yaitu bahwa total
manfaat menurun dan biaya kesesakan lebih tinggi menjadi ad dan biaya total ax. Jadi
sebenarnya keunikan dalam penggunaan sumber daya milik umum itu bukanlah pada
penggunaannya yang berlebihan, tetapi disebabkan oleh kegagalan untuk memperhitungkan
seluruh biaya mar- ginal yang dikenakan dalam suatu sistem, yaitu kelebihan manfaat
penggunaan pendekatan dengan biaya marginal di atas biaya rata-rata.

9.4 PENCEMARAN SEBAGAI KASUS MASALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA MILIK


UMUM
Pencemaran akan timbul suatu kerugian sosial neto dari penggunaan sumber daya alam
tersebut.

Ada dua cara di mana jasa lingkungan dapat masuk ke sistem pasar dengan lebih efektif, yaitu
dengan membatasi kebebasan menda- patkan jasa lingkungan melalui pungutan atau bayaran
tertentu, dan dengan memberikan nilai pada lingkungan, kemudian memasukkan nilai tersebut
ke dalam harga barang dan jasa akhir. Sekali lagi pendekatan ini disebut sebagai pendekatan
atas dasar mekanisme pasar (market- based incentive) yang dilawankan terhadap pendekatan
atas dasar peraturan (regulatory = command and control). Pendekatan atas dasar peraturan ini
biasanya menggunakan "baku mutu lingkungan" atau "baku mutu kualitas udara" ataupun "baku
mutu kualitas air" misalnya. Baku mutu ini didukung oleh peraturan perundang-undangan, tanpa
mekanisme pasar.

Para ekonom sudah lama menyatakan bahwa pendekatan meka- nisme pasar jauh lebih efisien
daripada sistem pengawasan dan ko- mando, namun kenyataannya banyak negara yang masih
menganut sistem pengawasan dan komando tersebut. Sistem pengawasan dan komando
memiliki kelemahan di antaranya akan memerlukan biaya yang mahal untuk mengumpulkan
informasi dari para produsen.

Anda mungkin juga menyukai