Anda di halaman 1dari 11

Tugas ESDAL

PENDEKATAN EKONOMI DALAM MENGELOLA SUMBER DAYA ALAM


DAN LINGKUNGAN

Oleh:

Nur Aulia
(P032192007)

PROGRAM STUDI PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
I. PENDAHULUAN

Manusia baik secara perorangan maupun sebagai masyarakat selalu


membutuhkan komoditi untuk memuaskan kebutuhannya. Alat pemuas kebutuhan ini
disebut sebagai sumber daya yang dapat berupa barang konsumsi maupun barang
produksi. Sumber daya yang digunakan dalam proses produksi tidak hanya meliputi
tanah, mineral dan bahan bakar, tetapi juga tenaga kerja, kapital maupun valuta asing.
Pada dasarnya prinsip-prinsip dalam ekonomika sumber daya alam tidaklah terlalu
khusus, karena masih menggunakan prinsip-prinsip analisis pada umumnya. Barang-
barang sumber daya alam ini tidaklah bebas keberadaannya sehingga untuk
memperolehnya memerlukan pengorbanan. Dengan kata lain barang-barang ini langka
adanya dan memiliki penggunaan alternatif. Penggunaan alternatif antara lain untuk
penggunaan sekarang dan penggunaan yang akan datang; dengan kata lain dimensi
pilihan itu meliputi pilihan saat ini dan saat mendatang.
Dalam melakukan pilihan sumber daya untuk memenuhi kebutuhan itu selalu
dipertimbangkan adanya pemuasan kebutuhan dengan tujuan untuk memaksimalkan
kepuasan atau untuk memaksimalkan produksi, baik untuk perorangan ataupun untuk
masyarakat. Oleh karena itu, dengan adanya sumber daya alam yang terbatas, dan
kebutuhan manusia yang tidak ada batasnya, maka manusia secara sendiri atau
masyarakat secara bersama-sama harus berusaha mencapai kepuasan pribadi atau
manfaat sosial yang optimal.
Kerusakan atau kehilangan SDAL akan menimbulkan kerugian dan menurunkan
kualitas hidup dan kesejahteraan manusia. Oleh karena itu, pengelolaan SDAL yang
baik mampu memberikan manfaat untuk meningkatkan kesejahteraan manusia.
Pembangunan ekonomi di satu sisi diakui telah mampu meningkatkan pertumbuhan
ekonomi namun di sisi lain dewasa ini dikhawatirkan menimbulkan kerusakan
ekosistem yang mengancam kelangsungan hidup manusia. Persoalan mendasar adalah
bagaimana mengelola SDAL agar memiliki manfaat besar bagi kehidupan manusia tapi
dengan tidak mengorbankan kelestarian SDAL itu sendiri. Untuk mendukung hal
tersebut, maka diperlukan wawasan yang luas tentang Ekonomi Sumber Daya Alam dan
Lingkungan, khususnya pada pendekatan ekonomi dalam mengelola sumber daya alam
dan lingkungan, dengan mengetahui terlebih dahulu mengenai ilmu ekonomi dan
sumber daya alam, kelangkaan yang terjadi pada sumber daya alam, dan valuasi
ekonomi sumber daya alam.
II. PEMBAHASAN

2.1 Ilmu Ekonomi Dan Sumber Daya Alam


Ilmu ekonomi merupakan ilmu tentang proses bagaimana seseorang atau
masyarakat mengambil keputusan tentang bagaimana menggunakan sumber daya yang
langka itu. Menurut Oates (1999), Ilmu ekonomi merupakan ilmu yang mempelajari
alokasi penggunaan sumberdaya yang langka untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
secara efisien dan merata. Namun yang lebih menantang ialah ilmu ekonomi diartikan
sebagai ilmu yang mampu memberikan informasi yang baik dan berguna dalam
pengambilan keputusan, baik untuk pribadi, lebih-lebih untuk pemerintah, ataupun
untuk Dewan Perwakilan Rakyat. Setiap aspek yang dibicarakan oleh sub-disiplin ilmu
ekonomi tentu menyangkut penggunaan sumber daya alam. Kebijakan ekonomi makro
sering kali menyangkut masalah permintaan terhadap barang-barang sumber daya alam
baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Sebaliknya tersedianya serta biaya
pengambilan barang sumber daya alam ini mempengaruhi tingkat kegiatan ekonomi
makro.
Umumnya setiap keputusan pemerintah selalu memiliki sasaran ganda
(multiobjectives) dalam penggunaan sumber daya alam seperti untuk pertumbuhan
ekonomi, mempertahankan keindahan lingkungan, pemerataan distribusi pendapatan,
kekayaan, maupun kekuasaan; serta keinginan untuk membebaskan diri terhadap
ketergantungan pada kekuatan asing. Lebih-lebih dalam masyarakat yang menganut
sistem demokrasi, maka segala sesuatu yang berkaitan dengan alternatif pengambilan
keputusan dan implikasinya harus dapat diinformasikan kepada masyarakat secara
gamblang. Jadi jelasnya ilmu ekonomi sumber daya alam dapat diartikan sebagai ilmu
yang memperhatikan baik rencana maupun penilaian terhadap alternatif kebijaksanaan
sumber daya alam.
Sumber daya alam adalah segala sesuatu yang muncul secara alami yang dapat
digunakan untuk pemenuhan kebutuhan manusia pada umumnya. Pada umumnya,
sumber daya alam berdasarkan sifatnya dapat digolongkan menjadi SDA yang dapat
diperbaharui dan SDA tak dapat diperbaharui. SDA yang dapat diperbaharui adalah
kekayaan alam yang dapat terus ada selama penggunaannya tidak dieksploitasi
berlebihan. Sumber daya alam meliputi semua yang terdapat dibumi baikyang hidup
maupun benda mati yang dapat dimanfaatkan bagi manusia, terbatas jumlahnya dan
pengusahaannya memenuhi kriteria – kriteria ekonomi, social, teknologi dan
lingkungan.
Dalam ekonomi sumber daya alam di bagi menjadi dua yaitu:
1) Sumber Daya Alam yang dapat diperbarui (renewable resources), dimana
sumber daya alam ini memiliki kemampuan untuk memperbarui baik secara
alami maupun harus dengan campur tangan manusia.
2) Sumber Daya Alam yang tidak dapat diperbarui (non renewable resources),
yaitu sumber daya alam yang tidak mempunyai kemampuan memperbarui baik
alami maupun oleh manusia. Misalnya berbagai macam tambang.

2.2 Kelangkaan Sumber Daya Alam


Penggunaan sumber daya alam untuk masa datang secara langsung dihubungkan
dengan apa yang disebut dengan imbangan antara penduduk dan sumber daya alam.
Apabila penduduk membutuhkan terlalu banyak sumber daya alam, maka muncullah
kebutuhan untuk meningkatkan penggalian sumber daya alam ekstraktif dan
meningkatkan permintaan akan sumber daya alam seperti lapangan terbuka, tempat
rekreasi, dan udara yang bersih. Namun dampaknya adalah memburuknya kondisi fisik
dan dunia ini, dan sayangnya masyarakat sangat lamban menemukan pemecahan
masalah yang timbul itu. Beberapa hal yang menjadi alasan dari lambannya penyesuaian
itu ialah bahwa:
1. Masyarakat lebih mengenal adanya pemilikan pribadi (privat) dan mekanisme
pasar, sehingga pengertian bahwa lingkungan sebagai barang milik bersama dan
dipelihara bersama masih sulit dimengerti.
2. Tidak diketahui secara pasti apa yang sesungguhnya diinginkan oleh masyarakat,
demikian pula tentang teknologi untuk menghasilkan apa yang diinginkan tersebut
tidak banyak diketahui.
3. Karena adanya eksternalitas, maka biaya produksi barang dan jasa sering menjadi
tidak jelas, di samping adanya kelambanan dalam mobilitas manusia.
Aspek kelangkaan SDA menjadi penting karena terkait dengan munculnya
persoalan tentang bagaimana mengelola SDA yang optimal. Hanley et al. (1997)
menggunakan 3 (tiga) cara dalam mengukur kelangkaan SDA, sebagai berikut:
A. Pengukuran berdasarkan Harga Riil:
 Dapat diterima oleh banyak pihak.
 Tingginya harga SDA mencerminkan tingkat kelangkaan dari sumber daya
tersebut (teori ekonomi klasik).
 Kelemahan pengukuran: kenaikan harga juga dipicu oleh distorsi pasar, harga
riil hanya mencerminkan harga pasar, tapi tidak mencerminkan harga atas
adanya biaya kesempatan (opportunity cost) sosial dari kerusakan lingkungan
akibat kegiatan ekstraksi SDA tersebut.
B. Pengukuran berdasarkan Biaya per Unit (Unit Cost):
 Didasarkan kepada prinsip: jika sumber daya menjadi langka, maka biaya
ekstraksi SDA tersebut meningkat, yang berarti biaya per unit meningkat. C.
Pengukuran berdasarkan Rente Kelangkaan (Scarcity Rent):
 Didasarkan teori kapital sumber daya: rate of return
 Scarcity Rent: selisih antara harga per unit output dengan biaya ekstraksi
marginal atau harga bersih (net price).
 Manfaat yang diperoleh dari aset SDA harus setara dengan opportunity cost
dari aset yang lain, seperti saham.

2.3 Valuasi Ekonomi Sumber Daya Alam Dan Lingkungan


Valuasi ekonomi sumber daya alam dan lingkungan (SDAL) adalah upaya untuk
memberikan nilai kuantitatif (monetisasi) terhadap barang atau jasa yang dihasilkan
oleh sumber daya alam dan lingkungan atas dasar nilai pasar (market value) ataupun
nilai non pasar (non market value). Valuasi ekonomi ESDAL merupakan alat ekonomi
(economic tools) yang menggunakan teknik penilaian tertentu untuk mengestimasi nilai
uang atau jasa yang dihasilkan oleh SDAL.
Pemahaman terhadap konsep valuasi ekonomi SDAL memungkinkan para
pengambil kebijakan dapat menentukan penggunaan SDAL yang efektif dan efisien.
Valuasi ekonomi SDAL dapat digunakan untuk menunjukan keterkaitan antara
konservasi SDAL dan pembangunan ekonomi, sehingga valuasi ekonomi dapat menjadi
alat penting dalam upaya meningkatkan apresiasi dan kesadaran masyarakat terhadap
SDAL dan lingkungan. Valuasi ekonomi SDAL merupakan suatu bentuk penilaian yang
komprehensif, tidak hanya nilai pasar (market value) dari barang tetapi juga nilai jasa
yang dihasilkan oleh SDAL yang sering tidak terkuantifikasi ke dalam perhitungan
menyeluruh SDAL.
Tujuan valuasi ekonomi SDAL adalah untuk menjamin tercapainya tujuan
maksimalisasi kesejahteraan individu yang berkaitan dengan keberlanjutan ekologi dan
keadilan distribusi. Adapun manfaat valuasi ekonomi SDAL adalah untuk
mengilustrasikan hubungan timbal balik antara ekonomi dan lingkungan yang
diperlukan untuk melakukan pengelolaan sumber daya alam yang baik, menggambarkan
keuntungan dan kerugian yang berkaitan dengan berbagai pilihan kebijakan dan
program pengelolaan sumber daya alam sekaligus bermanfaat dalam menciptakan
keadilan dalam distribusi manfaat sumber daya alam.
Berdasarkan tipologi valuasi ekonomi Barton (1994), Barbier (1993) dan
Freeman (2002), penentuan valuasi (nilai) ekonomi SDAL menggunakan Nilai Total
Valuasi (TEV) SDAL. Nilai Ekonomi Total adalah nilai-nilai ekonomi yang terkandung
dalamsuatu sumberdaya alam, baik nilai guna maupun nilai fungsional yang harus
diperhitungkan dalam menyusun kebijakan pengelolaannya sehingga alokasi dan
alternatif penggunaannya dapat ditentukan secara benar dan mengenai sasaran. TEV
dapat dipecah-pecah ke dalam beberapa komponen, yaitu:
1. Nilai Guna Langsung (DUV): mencakup seluruh manfaat SDA dan lingkungan
yang dapat diperkirakan langsung dari konsumsi dan produksi melalui satuan
harga berdasarkan mekanisme pasar.
2. Nilai Guna Tidak Langsung (IUV): terdiri atas manfaat fungsional dari proses
ekologi yang secara terus-menerus memberikan konstribusinya terhadap
masyarakat dan ekosistem.
3. Nilai Guna Pilihan (OV): tidak dieksploitasi pada saat ini, tetapi "disimpan" demi
kepentingan yang akan datang. Manfaat ini bersifat bonus dimana konsumen mau
membayar untuk aset yang tidak digunakan, dengan alasan yang sederhana yakni
untuk menghindari risiko karena tidak memilikinya di masa mendatang.
4. Nilai Keberadaan (EV): muncul dari kepuasan seseorang atau komunitas atas
keberadaan suatu aset, walaupun yang bersangkutan tidak berminat untuk
menggunakannya. Dengan kata lain nilai diberikan seseorang atau masyarakat
kepada SDAL tertentu karena memberikan manfaat spiritual, estetika dan budaya.
5. Nilai Warisan (BV): diberikan oleh masyarakat yang hidup saat ini terhadap SDA
dan lingkungan tertentu agar tetap ada dan utuh untuk diberikan kepada generasi
akan datang. Nilai ini berkaitan dengan konsep penggunaan masa datang atau
pilihan dari orang lain untuk menggunakannya.
Terdapat dua pendekatan yang digunakan dalam mengukur nilai ekonomi SDAL
menurut Turner, Pearce dan Bateman (1993), yaitu valuasi yang menggunakan fungsi
permintaan (demand approach) dan valuasi yang tidak menggunakan fungsi permintaan
(non-demand approach). Dalam membuat kebijakan yang akan diterapkan, pemerintah
menggunakan pendekatan yang tidak menggunakan fungsi permintaan (non-demand
approach) atau yang dikenal dengan pendekatan non-pasar. Pendekatan non-pasar
digunakan untuk menilai biaya dampak lingkungan sehingga dapat ditentukan respon
kebijakan yang akan diterapkan. Terdapat metode pendekatan non pasar, diantaranya:
1. Metode Nilai Kekayaan (Hedonic Price Method)
Salah satu metode penilaian terhadap lingkungan yg digunakan untuk
menentukan keterkaitan yg muncul antara tingkat jasa yang dihasilkan dengan
lingkungan harga suatu barang yg mempunyai nilai pasar. Metode ini juga dapt
digunakan untuk mengukur benefit dan biaya ekonomi yg terkait dengan kualitas
lingkungan, meliputi polusi udara, polusi air maupun kebisingan serta kenyamanan
lingkungan.
Pendekatan ini merupakan suatu teknik penilaian lingkungan berdasarkan atas
perbedaan harga sewa lahan atau harga sewa rumah. Dengan asumsi bahwa
perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan kualitas lingkungan. Untuk mendapatkan
harga didasarkan atas kesanggupan orang untuk membayar (willingness to pay)
lahan atau komoditas lingkungan sebagai cara untuk menduga secara tidak langsung
bentuk kurva permintaannya sehingga nilai perubahan kualitas lingkungan tersebut
dapat ditentukan.
2. Metode Biaya Perjalanan (Travel Cost Method)
Salah satu pendekatan awal yang dipakai para ekonom lingkungan untuk
menaksir demand atas manfaat lingkungan, sebuah metode yang menggunakan
biaya perjalanan sebagai pengganti harga (Turner, 1990). Pendekatan teknik ini
dilakukan melalui pertanyaan yang difokuskan pada peningkatan biaya perjalanan
sebagai pasar pengganti. Pendekatan ini menggunakan harga pasar dari barang-
barang untuk menghitung nilai jasa lingkungan yang tidak diperdagangkan melalui
mekanisme pasar. Nilai atau harga transaksi merupakan kesediaan seseorang untuk
membayar terhadap suatu komoditi yang diperdagangkan dengan harapan dapat
mengkonsumsinya dan mendapatkan kepuasan darinya.

3. Metode Valuasi Kontingensi (Contingensi Valuation Method)


Metode valuasi kontingensi digunakan untuk mengestimasi nilai ekonomi
untuk berbagai macam ekosistem dan jasa lingkungan. Metode ini menggunakan
pendekatan kesediaan untuk membayar atau menerima ganti rugi agar sumber daya
alam dan lingkungan tersebut tidak rusak. Metode ini merupakan teknik dalam
menyatakan preferensi, karena menanyakan orang untuk menyatakan penilaian,
penghargaan mereka. Pendekatan ini juga memperlihatkan seberapa besar
kepedulian terhadap suatu barang dan jasa lingkungan yang dilihat dari manfaatnya
yang besar bagi semua pihak sehinga upaya pelestarian diperlukan agar tidak
kehilangan manfaat itu. Pendekatan CVM dilakukan dengan cara menentukan
kesediaan membayar (willingness to pay) dari konsumen (Turner, 1990).
Pendekatan ini disebut contingent (tergantung) karena pada prakteknya
informasi yang diperoleh sangat tergantung pada hipotesis yang dibangun. Metode
valuasi contingensi pada hakikatnya bertujuan untuk mengetahui :
a. Kesediaan untuk membayar (WTP) dari masyarakat, misalnya terhadap
perbaikan kualitas lingkungan (air, udara, dsb).
b. Kesediaan untuk menerima (WTA) kerusakan suatu lingkungan.
Jasa-jasa lingkungan pada dasarnya dinilai berdasarkan willingness to pay
(WTP) dan willingnes to accept (WTA). Willingness to pay dapat diartikan sebagai
berapa besar orang mau membayar untuk memperbaiki lingkungan yang rusak
(kesediaan konsumen untuk membayar), sedangkan willingness to accept adalah berapa
besar orang mau dibayar untuk mencegah kerusakan lingkungan (kesediaan produsen
menerima kompensasi) dengan adanya kemunduran kualitas lingkungan. Kesediaan
membayar atau kesediaan menerima merefleksikan preferensi individu, kesediaan
membayar dan kesediaan menerima adalah parameter dalam penilaian ekonomi (Irawan,
2002). Willingness to Pay (WTP) adalah ketersediaan pengguna untuk mengeluarkan
imbalan atas barang atau jasa yang diterimanya. Pendekatan yang digunakan dalam
metode willingness to pay ini didasarkan pada preferensi dan persepsi pengguna
terhadap tarif dari barang atau jasa tersebut.
KESIMPULAN

Kebijakan penggunaan, pengelolaan serta konservasi SDA harus ditangani


secara komprehensif karena sistem SDA sangat luas, kompleks dan saling tergantung
satu sama lain. Perubahan komponen SDA secara individu dalam satu ekosistem dapat
merubah sistem secara menyeluruh. Pendekatan pemanfaatan sumber daya yang
digunakan didekati melalui teori ekonomi tanpa menghilangkan analisis ilmu yang lain
yang relevan.
Salah satu aspek krusial dalam pemahaman terhadap sumber daya alam adalah
memahami juga kapansumber daya tersebut akan bukan hanya konsep ketersediaannya
yang harus kita pahami, melainkan juga konsep pengukuran kelangkaan  sumber daya
alam. aspek kelangkaan ini menjadi sangat penting karena dari sinilah kemudian
muncul persoalan bagaimana mengelola sumber daya alam yang optimal.
Dengan kekayaan bumi yang dimiliki oleh suatu Negara, dan dengan semakin
banyaknya penduduk suatu negara tersebut yang akan terus memakai atau menggunakan
sumber daya yang ada maka dibutuhkan pengukuran yang tepat agar tidak terjadi
kelangkaan sumnerdaya alam di Negara tersebut. Ataupun dengan memikirkan
bagaiman mengganti sumberdaya yang sudah langka atau akan habis dengan mencari
penemuan –penemuan baru agar tidak terjadi kesulitan atau ketidaksejahteraan dalan
masyarakat suatu Negara dikarenakan adanya kelangkaan sumberdya alam.
DAFTAR PUSTAKA

Fauzi, A., Ph.D. 2006. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Teori dan
Aplikasi, Cetakan Kedua. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Pearce David, W. and Turner R. Kerry. 1990. Economic of Natural Resources and The
Environment. Harvester Weatsheaf New York London, Toronto Sydney
Tokyo.

Pearce, D. 1992. Economic Valuation and the Natural World. Working Papers, World
Development Report. Center for Social and Economic Research on the Global
Environment, London and Norwich, UK.

Ramdan, H., Yusran dan Dudung Darusman. 2003. Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Otonomi Daerah: Perspektif Kebijakan dan Valuasi Ekonomi. Alqaprint,
Jatinangor, Sumedang.

Reksohadiprodjo, Sukanto dan Andreas Budi P.B. 1997. Ekonomi Lingkungan, Suatu
Pengantar, Edisi Pertama, Cetakan Kelima. BPFE. Yogyakarta.

Rosa, H., Kandel, S., dan Dimas L. 2005. Kompensasi untuk Jasa Lingkungan dan
Masyarakat Pedesaan: Pelajaran dari Negara-Negara Amerika. RUPES
Program, ICRAF-SEA Bogor.

Savenije, H.H.G.,Van der Zaag, P. 2001. Demand Management and Water as an


Economic Good Paradigms with Pitfalls, Value of Water. Research Report
Series No. 8, IHE Delft The Netherlands.

Suparmoko, M. 1998. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Yogyakarta:


BPFE.

Turner, R. Kerry, David W. Pearce dan Ian Bateman. 1993. Environmental Economics:
An Elementary Introduction. Johns Hopkins University Press. Maryland, USA.

Anda mungkin juga menyukai