Anda di halaman 1dari 11

Pertukaran Sosial

Masyarakat Patorani
Oleh St. Aisyah Humaerah dan Nur Aulia
Teori Pertukaran Sosial

Teori pertukaran sosial adalah teori dalam ilmu sosial yang menyatakan bahwa
dalam sebuah hubungan sosial terdapat unsur ganjaran, pengorbanan, dan
keuntungan yang saling memengaruhi. Teori ini menjelaskan bagaimana manusia
memandang tentang hubungan kita dengan orang lain sesuai dengan anggapan diri
manusia tersebut terhadap:
• Keseimbangan antara apa yang di berikan ke dalam hubungan dan apa yang
dikeluarkan dari hubungan itu.
• Jenis hubungan yang dilakukan.
• Kesempatan memiliki hubungan yang lebih baik dengan orang lain.
Masyarakat Patorani

• Masyarakat maritim Galesong (masyarakat patorani) merupakan salah satu daerah


yang masih mempertahankan budaya bahari dalam bidang penangkapan ikan dan
telur ikan terbang. Patorani berasal dari kata "Torani" yaitu nama jenis ikan yang
ditangkap. Torani sama artinya tuing-tuing atau ikan terbang. Maka kata Torani
mendapat awalan "pa" yang artinya "orang yang", dengan demikian patorani
artinya "orang yang pergi menangkap ikan torani atau ikan terbang".
• Keberanian dan kecakapan dalam mengarungi lautan luas menjadi ciri tersendiri
baginya. Berdagang lintas pulau, mengumpulkan hasil pulau dan mengumpulkan
hasil laut adalah aktivitasnya. Seperti yang dilakukan oleh komunitas nelayan
tertua suku makassar, nelayan patorani yang banyak bermukim di daerah galesong
tepatnya di kab.Takalar,
Tradisi Masyarakat Patorani

• Masyarakat pesisir galesong memanfaatkan sumberdaya laut semaksimal


mungkin sebagai sumber mata pancaharian warga setempat yang sifatnya
anugratif dan open acsess. Dengan potensi tersebut warga masyarakat yang
memiliki modal besar kemudian membuat sebuah kapal dengan biaya sebanyak
500 juta.
• Setelah pembuatan kapal selesai, lalu dilakukan ritual pertama sebagai simbol alat
transfortasi dalam melaut dengan melakukan ritual accaru-caru atau accera
turungang, dilakukan oleh keluarga nelayan dan dipimpin oleh seorang penghulu
atau sesepuh untuk memanjatkan doa kepada Tuhan yang Maha Esa, sebagai
upaya mengharap keselamatan dan biasanya dilakukan saat kapal pertama kali
ingin dipakai melaut.
Pertukaran Sosial Masyarakat Patorani

• Setelah ritual accaru-caru dilakukan pada sebuah kapal baru yang akan digunakan dalam aktivitas Pattorani,
biasanya pemilik kapal mencari sawi yang akan dipekerjalan dan biasanya yang dipekerjakan merupakan
kerabat dari pemimpin kapal atau punggawa. Hubungan kerja sama di antara ketiga posisi ini dibangun atas
dasar kepercayaan dan kesepakatan lisan saja.
• Tidak hanya itu pemilik kapal atau punggawa juga melakukan kesepakatan kerja dengan PT. Boddia jaya
sebagai perusahaan yang mengolah telur ikan terbang melalui komunikasi dan interaksi yang baik dimana
PT. Boddia jaya akan membeli telur ikan hasil tangkapan patorani dengan syarat harus menggunakan alat
tangkap tradisional yang ramah lingkungan dan tetap menyarakankan alat pakkaja sebagai alat tangkap yang
telah ada sejak zaman terdahulu sebagai warisan nenek moyang dan telah terkonstruksi pada masyarakat
nelayan setempat.
• Dari interkasi tersebut Punggawa akan mendapatkan keuntungan dari hasil penjualannya dalam penunjang
ekonomi mereka, begitu juga dengan PT.Boddia Jaya akan memperoleh keuntungan yang besar pula ketika
melakukan pemasaran telur ikan terbang ke luar negeri. Sehingga dalam konteks pertukaran sosial
menyebabkan terjadinya keseimbangan dari hasil interaksi yang dilakukan.
Struktur Sosial Nelayan Patorani

Biasanya patorani golongan bawah (para nelayan kecil, buruh nelayan,


pengolah ikan dll) bekerja dibawah naungan punggawa lompo dengan
kontrak kerja yang telah disepakati. Dimana kesepakatan tersebut yakni
para sawi harus bekerja keras untuk mendapatkan ikan terbang beserta
telurnya dan harus bertarung nyawa ditengah lautan selama 6 bulan demi
mengumpulkan telur ikan terbang sedangkan punggawa sebagai pemilik
modal yang mempekerjakan para sawi dengan memberikan upah.
Adapun Kajian Struktur Sosial Kelompok Nelayan Ikan Terbang di
Kabupaten Takalar’,  dalam satu kelompok nelayan Patorani, biasanya
terdapat punggawa dan para sawi.
Kelompok Punggawa

Dalam masyarakat bahari Punggawa adalah mereka yang memilki modal (perahu
dan alat tangkap), pengetahuan dan kekuasaan serta mempekerjakan tenaga buruh
upahan dengan jumlah yang besar. Berdasarkan statusnya, punggawa terdiri atas dua
macam, yaitu punggawa biseang (pemimpin di laut) dan punggawa lompo (pemimpin
di darat) atau biasa disebut pappalele. Punggawa ca’di atau dalam komunitas nelayan
lebih populer disebut punggawa saja, adalah pemimpin dalam kegiatan operasional
penangkapan ikan di laut. Ada kalanya punggawa biseang tidak memiliki perahu dan
alat tangkap, sehingga mereka menggunakan perahu dan alat tangkap dari pappalele
yang dianggap memiliki pengalaman dan pengetahuan lebih tentang proses pelayaran
dan penangkapan ikan, sedangkan punggawa lompo (pappalele) adalah pemilik modal,
baik berupa peralatan (termasuk perahu) maupun finansial (biaya operasional
pengkapan). 
Masyarakat nelayan buruh ( Sawi)

Sawi adalah mereka (nelayan) yang tidak memiliki apa-apa, kecuali


tenaga. Sawi merupakan kelompok masyarakat nelayan yang paling banyak
dijumpai dalam kehidupan masyarakat pesisir. Ciri dari mereka dapat terlihat
dari kemiskinan yang selalu membelenggu kehidupan mereka, mereka tidak
memiliki modal atau peralatan yang memadai untuk usaha produktif.
Pertukaran Sosial Sawi dan Punggawa

Pertukuran sosial antara sawi dan punggawa terjadi keseimbangan yang berdampak negatif atau tidak
adanya keadilan dimana punggawa sebagai pemilik modal yang memiliki biaya mendapatkan sejumlah
telur ikan yang akan ia jual kepada Perusahaan ikan terbang untuk menunjang perekonomiannya
sementara upah yang didapatkan para sawi merupakan bagian dari sistem bagi hasil. Sistem bagi hasil
tersebut termasuk bagian dari ketidak adilan dimana para sawi bekerja segiat mungkin dan hidup ditengah
laut dengan taruhan nyawa yang tinggi tetapi upah yang didapatkan tidak seperti yang mereka harapkan.
Pertukuran sosial yang berdampak negatif dengan adanya ketidak adilan merupakan bagian dari
komunikasi / interaksi yang berjalan kurang baik terhadap pertukaran sosial antara punggawa dan sawi
dalam sistem upah. Kadang kala sistem bagi hasil diterima begitu saja oleh para sawi dan sebagian dari
mereka menganggap bahwa sistem bagi hasil merupakan menyebabkan terjadinya komplik atau asimilasi.
Pertukaran Sosial Sawi dan Punggawa

Tetapi dengan adanya sistem bagi hasil, ketika sawi mengalami kesulitan, punggawa
selalu memenuhi kebutuhan para sawi yang mengalami kesulitan. Relasi antara
punggawa dengan para sawi bukan hanya sekadar hubungan kerja, namun lebih dari itu.
Di luar aktivitas penangkapan ikan terbang, punggawa menjadi penjamin hidup bagi
para sawinya. Perilaku tersebut merupakan suatu tindakan yang telah terkontruksi
sehingga terbentuk hubungan sosial antara punggawa dan sawi dalam bentuk silaturahmi
dengan saling membantu antar sesama. Pemenuhan kebutuhan para sawi oleh punggawa
merupakan suatu tindakan yang dapat menunjang terjadinya keseimbangan dalam
pertukaran sosial. Lewat pemberian pinjaman, punggawa seakan menjadi penolong bagi
para sawi. Oleh sebab itu, para sawi begitu terikat dalam relasinya dengan punggawa.
Mereka harus siap sedia melayani jika tenaganya dibutuhkan.
Sekian & Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai