Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

KEBIJAKAN KEHUTANAN
Kebijakan Kemenhut dalam penanganan perkebunan sawit

Dosen pembimbing: Ir. Ahmad Mujaffar, M.Hut

Disusun Oleh:
MUHAMMAD DAMEI KESUMA
213010404011

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN KEHUTANAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa., yang atas berkat

dan rahmatnya saya dapat menyelesaikan makalah “Kebijakan Kehutanan” ini dengan tepat

pada waktunya.

Pada kesempatan kali ini saya mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu

mata kuliah ilmu tanah hutan, bapak Ir.Ahmad Mujaffar, M.Hut yang telah memberikan tugas

kepada saya. Dan juga saya berterimakasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam

pembuatan tugas makalah ini.

Makalah ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu saya menerima kritik dan saran

yang membangun sehingga makalah ini dapat berguna bagi saya dan pihak yang

perkepentingan lainnya.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar belakang.........................................................................................................1

1.3.Tujuan dan Metode..................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Penanganan sawit Dalam kawasan hutan................................................................2

2.2.Kebijakan Kemenhut................................................................................................3

BAB III PENUTUP

4.1.Kesimpulan.........................................................................................................4

4.2.Saran...................................................................................................................5

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Perluasan perkebunan kelapa sawit dengan cepat menjadi fenomena global (Colchester &

Chao, 2011). Perkembangan industri kelapa sawit yang pesat di Indonesia tentu memiliki

dampak positif dan negatif. Dampak positif yang ditimbulkan antara lain, dapat meningkatkan

perekonomian negara sebab nilai ekonomi tanaman ini yang cukup tinggi dan berdaya saing.

Adanya industri kelapa sawit ini juga akan menopang kehidupan masyarakat, seperti

menyediakan lapangan pekerjaan sehingga dapat membantu meningkatkan kesejahteraan

masyarakat. Namun, ditengah perannya yang besar terhadap perekonomian dan peningkatan

kesejahteraan masyarakat Indonesia, industri kelapa sawit harus menghadapi berbagai

tantangan yang semakin besar, khususnya mengenai isu lingkungan. Perluasan lahan

perkebunan kelapa sawit pada akhirnya akan mengkonversi kawasan hutan, khususnya pada

lahan gambut. Sehingga akan menyebabkan degradasi lahan (kerusakan lahan) dimana lahan

mengalami penurunan produktivitas. Pembakaran lahan pada saat deforestasi juga akan

menyebabkan peningkatan emisi karbon yang berakibat meningkatnya intensitas efek gas rumah

kaca pada atmosfer. Hal ini membuat panas matahari terperangkap di bumi sehingga kondisi

mengalami pemanasan secara global. Jika hal ini terjadi secara terus menerus, akan

menyebabkan climate change.

1.2 Tujuan dan Metode


Makalah ini bertujuan untuk memahami dengan lebih baik mengapa dan bagaimana

penguasaan lahan untuk perkebunan sawit terjadi di dalam kawasan hutan. Mengacu pada
kerangka pendekatan yang dikembangkan Hall (2011), Observasi lapangan di beberapa

kabupaten terpilih di kedua provinsi juga dilakukan untuk memahami lebih dalam konteks yang

diteliti melalui pengamatan praktik-praktik penguasaan lahan dan kondisi perkebunan kelapa

sawit yang berada di kawasan hutan.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Penanganan sawit Dalam kawasan hutan

Berdasarkan identifikasi, pendataan dan pemetaan tutupan kelapa sawit oleh LSM,
diketahui sekitar 3,47 juta hektar perkebunan kelapa sawit berada di kawasan hutan (Kehati
dan Auriga, 2018). Ekspansi kelapa sawit, terutama ke kawasan hutan, dilakukan oleh hampir
semua jenis pelaku usaha kelapa sawit: perusahaan, masyarakat lokal, dan pendatang dan
“investor individu” yang dikenal sebagai petani kecil. Dengan demikian, industri kelapa sawit
menghadapi banyak kritik dan tantangan dari pihak lokal dan global. Pengelolaan lahan pada
perkebunan kelapa sawit di kawasan hutan tidak efisien. Memahami faktor ekonomi, sosial
dan lingkungan yang mendorong dan memungkinkan perkebunan kelapa sawit, terutama
kelapa sawit rakyat menjadi kawasan hutan, dapat membantu pembuat kebijakan
mengembangkan langkah-langkah perbaikan yang lebih baik.

Di Indonesia, teori pengelolaan hutan secara komunal berwujud dalam implementasi


kebijakan Perhutanan Sosial. Melalui Perhutanan Sosial, akses masyarakat lokal terhadap
pengambilan sumber daya lokal pada daerah mereka tinggal dijamin oleh negara. Tapi,
ternyata akses saja tidak cukup, masyarakat juga perlu pengakuan atas tanah yang mereka
kelola. Pandangan ini didukung oleh kepentingan pemerataan ekonomi bagi masyarakat di
daerah dan konsep pengelolaan tanah berkelanjutan sebagai akibat kejelasan property right
akan lahan. Kebijakan Reforma Agraria menjadi salah satu kebijakan populer yang kemudian
dirancang pemerintah.

2.2. Kebijakan Kemenhut

Selain Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, beberapa instansi pemerintah

lainnya juga mengeluarkan kebijakan yang sekalipun tidak langsung terkait dengan penyelesaian
tenurial perkebunan kelapa sawit di dalam kawasan hutan, tetapi berperan dalam mengatur dan

mengantisipasi dampak negatif dari terjadinya gangguan yang diakibatkan tumpang tindih

perkebunan dengan kawasan. Direktorat Jenderal Perkebunan mengeluarkan pedoman teknis

penanganan gangguan dan konflik usaha perkebunan (Direktorat Jenderal Perkebunan 2016).

Pedoman tersebut memberikan panduan bagi para pihak terutama aparat pemerintah di sektor

perkebunan dalam menangani gangguan dan konflik dengan beragam tipologi dalam bentuk lahan,

kehutanan dan non-lahan. Dalam hal lahan dan kehutanan, berbagai kasus gangguan dan konflik

yang tercakup dalam pedoman tersebut antara lain: penggunaan tanah adat, belum selesaikan

penetapan tata ruang wilayah daerah, penyerobotan areal perkebunan oleh masyarakat, tumpang

tindih lahan perkebunan dengan kawasan pertambangan dan izin baru perkebunan, tuntutan

masyarakat terhadap kebun plasma yang telah dijanjikan dan lahan perusahaan yang sudah habis

masa HGU nya, lahan yang ditelantarkan, dan lokasi usaha perkebunan yang berada di dalam

kawasan hutan akibat telah dilakukannya pembukaan lahan sebelum memperoleh persetujuan

pelepasan kawasan hutan dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan : Penggunaan tanah adat,

penetapan rencana tata ruang wilayah yang belum selesai, perampasan areal perkebunan oleh

masyarakat, tumpang tindih perkebunan dengan tambang dan izin tanam baru, permintaan

masyarakat akan kebun plasma dan tanah perusahaan yang telah ditetapkan masa HGUnya, dan

menunggu persetujuan Menteri Lingkungan dan Kehutanan untuk pelepasan kawasan hutan, lokasi

operasi penanaman berada di kawasan hutan karena pembukaan lahan.

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang bisa saya ambil adalah:


1. Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan utama di Indonesia dan salah satu

sumber utama minyak nabati dunia.

2. Tata guna lahan secara tradisional, penetapan rencana tata ruang wilayah yang

belum tuntas, perampasan areal perkebunan oleh masyarakat, tumpang tindih areal

perkebunan dan pertambangan serta izin tanam baru, tuntutan masyarakat terhadap

komitmen perkebunan plasma, dan berakhirnya masa HGU. kegiatan perkebunan

yang berlokasi di kawasan hutan karena pembukaan lahan sebelum pelepasan

kawasan hutan yang disetujui oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

3.2 Saran

Regulasi yang tidak tercermin dalam pelaksanaan operasi perkebunan kelapa sawit

harus jelas, namun upaya fasilitasi birokrasi dalam pembukaan izin kawasan dan peningkatan

pembangunan fasilitas harus jelas. Memperjelas wilayah usaha antara peraturan kehutanan

dan perkebunan. Oleh karena itu, regulator harus mengklarifikasi kebutuhan operator

perkebunan akan izin, fasilitas dan fungsi area bisnis sehingga mereka dapat melakukan dan

mencapai implementasi dan pengendalian operasi kelapa sawit yang efektif secara efisien,

efektif dan kompetitif.


DAFTAR PUSTAKA

Colchester, M., & Chao, S. (2011). Oil palm expansion in South East Asia: An overview. In
M. Colchester & S. Chao (Eds.), Oil palm expansion in South East Asia: Trends and
implications for local communities and indigenous peoples (p. 264). Moreton-in-Marsh,
England: Forest Peoples Programme.

Direktorat Jenderal Perkebunan. (2016). Pedoman teknis penanganan gangguan dan konflik
usaha perkebunan tahun 2016. Jakarta, Indonesia: Direktorat Jenderal Perkebunan,
Kementerian Pertanian.

Hall, D. (2011). Land grabs, land control, and Southeast Asian crop booms. Journal of
Peasant Studies, 38(4), 837–857. https://doi.org/10.1080/03066150.2011.607706

.Kehati dan Auriga, 2018. Penanganan sawit dalam kawasan hutan

Anda mungkin juga menyukai