Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pelaksanaan Praktek Kerja
PT. Bintara Tani Nusantara ( BTN ) merupakan sebuah badan usaha yang
bergerak dalam industry pengolahan kelapa sawit. Sistim pengolahan yang
dilakukan adalah sistim pengolahan secara otomatis dimana manusia hanya
bertugas untuk mengontrol mesin. Pada tahun ini PT. Bintara Tani Nusantara
menargetkan produksi minyak dari buah masyarakat 19% dan buah inti 25% /ton.
Untuk dapat memenuhi target yang ditetapkan PT, Bintara Tani Nusantara harus
melakukan peningkatan kualitas buah inti dan memperketat sortasi pada buah
masyarakat dan dengan tetap menjaga kestabilan kinerja kariawan dan
mesin,suatu perusahaan industri yang bergerak di bidang pengolahan kelapa sawit
tentu nya mempunyai buangan industri dan mengingat pentingnya suatu
perusahaan industri menjaga lingkungan sesuai dengan yang diamanatkan oleh
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Pada Pasal 98 ayat (1) dikatakan Setiap orang yang dengan
sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara
ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan
lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun
dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah).
Kegiatan industri kelapa sawit di wilayah IUP Operasi Produksi PT.
Bintara

Tani

Nusantara

menggunakan

metode

Pengolahan

yang

berkesinambungan secara otomatis, yaitu sistem pengolahan buah yang di lakukan


secara terus menerus sampai buah yang masuk pada hari tersebut selesai di
olah,oleh sebab iti semua kariawan mempunyai dua sift masuk kerja karna
pengolahan di lakukan sampai buah habis. Dampak dari adanya kegiatan adalah
dengan adanya air buangan atau air sisa.
1

Air buangan atau air sisa industri adalah sumber air industri yang perlu di
ditangani (di olah), karena bisa mengganggu jalannya kegiatan operasional
industri dimana akan mengakibatkan bau dan kualitas air di sekitar industri akan
semakin buruk sehingga kondisi terburuk dapat mencemari ekosistem disekitar
industri apabila langsung dilepas kealam bebas. Oleh karena itu perlu dibuat
rancangan sistem pengolahan limbah industri untuk mengatasi masalah air yang
berasal dari buangan dari proses pengolahan yang terdapat di indutri kelapa sawit
tersebut.
Sekolah Tinggi Teknologi Industri (STTIND) Padang adalah satu bagian
dari sistem pendidikan nasional yang turut serta dalam mempersiapkan sumber
daya manusia yang handal di bidangnya. Oleh karena itu setiap mahasiswa
program sarjana Teknik Lingkungan diwajibkan untuk mengikuti Praktek Kerja
Lapangan di perusahaan - perusahaan, agar dapat terlibat langsung dengan dunia
kerja dan dapat menambah wawasan mahasiswa itu sendiri.
Dengan adanya praktek kerja ini mahasiswa diharapkan dapat mengerti
hubungan antara ilmu pengetahuan yang diperoleh di bangku kuliah dengan
aplikasinya di lapangan serta mengetahui tentang kondisi pekerjaan pada dunia
kerja, sehingga nantinya ketika terjun ke dunia kerja, mahasiswa dapat memenuhi
standar kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan dunia industri.
Kerja Praktek ini merupakan mata kuliah wajib untuk mahasiswa jurusan
Teknik Lingkungan di Sekolah Tinggi Teknologi Industri Padang.
1.2 Tujuan Pelaksanaan Praktek Kerja
1.2.1 Tujuan Umum
Kerja praktek ini dilaksanakan oleh mahasiswa di perusahaan atau instasi
pemerintah. Secara umum tujuanya adalah agar mahasiswa dapat menerapkan dan

mengembangkan pengetahuan serta keterampilan yang diperoleh selama


perkuliahan sesuai dengan bidang masing-masing.
1.2.2

Tujuna Khusus
Kerja praktek pada jurusan teknik Lingkungan merupakan mata kuliah

wajib dan salah satu syarat untuk mengikuti ujian komprehensif. Tujuan
dilaksanakannya praktek kerja lapangan adalah:
1. Melatih dan menumbuh kembangkan sikap dan pola fikir yang professional
untuk memasuki dunia kerja nantinya.
2. Memberi kesempatan mahasiswa belajar dalam memecahkan masalah yang
ada pada perusahaan tempat kerja praktek dengan menggunakan metodametoda yang didapat di bangku kuliah.
3. Agar mahasiswa dapat menerapkan dan membandingkan ilmu yang diperoleh
diperkuliahan dengan keadaan yang sebenarnya dilapangan.
4. Mendapatkan kesempatan menggunakan pengetahuan yang deperoleh di
bangku kuliah untuk menganalisa jalannya proses kegiatan industri
5. Memenuhi persyaratan mata kuliah praktek kerja Sekolah Tinggi Teknologi
Industri Padang.

BAB II
PELAKSANAAN PRAKTEK KERJA

2.1 Kegiatan Pendahuluan

Pada pelaksanaan praktek kerja lapangan ini, kegiatan pendahuluan adalah


sebagai berikut:
1. Pengenalan dengan pembimbing lapangan dan karyawan Dept. Industri di PT.
Bintar Tani Nusantara.
2. Pengarahan dari pembimbing lapangan mengenai tata laksana praktek kerja di
PT. Bintara Tani Nusantara (BTN).
3. Pengenalan terhadap struktur organisasi Departemen industri dan area
Perkebunan dan pabrik kelapa sawit.
2.2 Kegiatan Kerja Praktek
Kerja praktek dilaksanakan di PT. Bintara Tani Nusantara (BTN), pada
area pabrik kelapa sawit. Praktek kerja dilaksanakan dari tanggal 6 Oktober
sampai dengan 4 November 2015 dengan alokasi waktu sebagai berikut:
1. Mengenal struktur organisasi Departemen Industri, pada tanggal
6 Oktober 2015.
2. Mengenal & Mengamati proses pekerjaan Departemen industri (tujuan &
lapangan) dan area perkebunan, pada tanggal 7 Oktober sampai 17
Oktober 2015.
3. Bimbingan mengenai pengamatan proses pekerjaan, pada tanggal 18
Oktober 2015.
4. Pengambilan data primer dan data sekunder hasil evaluasi, dari tanggal 19
Oktober sampai dengan 27 Oktober 2015.

5. Bimbingan evaluasi, dari tanggal 28 sampai dengan 4 Oktober 2015.


2.3 Pengamatan Masalah
Dari serangkaian yang telah dilakukan di atas, penulis mengamati sebuah
masalah yang akan dibahas dalam laporan ini yaitu Efektifitas pada Instalasi
Pengelolaan Air Limbah (IPAL) di PT.BTN Batubara. Dimana Instalasi
Pengelolaan Air Limbah Industri merupakan salah satu komponen utama dalam
usaha kegiatan pengolahan kelapa sawit sehingga nantinya bisa diketahui apakah
sistim pengelolaan yang sudah ada sudah memenuhi syarat suatu pengelolaan
yang baik dan berwawasan lingkungan.

BAB III
TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN
3.1 Sejarah Umum Perusahaan
PT. Bintara Tani Nusantara (PT. BTN) merupakan salah satu
perusahaan di Kabupaten Pasaman Barat yang bergerak dalam usaha
perkebunan kelapa sawit. Kegiatan perkebunan yang di kelola oleh
perusahaan ini telah di mulai sejak tahun 1991 dengan luas areal yang
di cadangkan 7.185 ha. Sementar kegiatan penanaman kelapa sawit
baru di lakukan pada tahun 1993 dengan areal seluas 4.000 ha.
Pada tahun 2003 manajemen perusahaan PT. Bintara Tani Nusantara
mengalami perubahan. PT.BTN yang semula mengelola usaha
perkebunan menyerahkan pengelolaan selanjutnya (take over) kepada
perusahaan yang tergabung dalam manajemen PT. Incasi Raya Group.
Namun, nama perusahaan tetap di pertahankan sampai saat ini. Pada
tahun 2007, total areal perkebunan yang di tanami kelapa sawit
mencapai 5.935,863 ha dengan produksi tandan buah segar (TBS)

8.484.180 kg/bulan. TBS yang di hasilkan kemudian di olah pada unit


pabrik Pengolahan Kelapa Sawit (PKS).
3.2 Letak dan Lokasi Kegiatan
Kabupaten Pasaman Barat merupakan salah satu dari 16
Kabupaten/Kota yang ada di Sumatera Barat dengan luas wilayah
3.887,77 km2 . Secar geografis Kabupaten Pasaman Barat terletak
antara 00033 LU- 00011 LS dan 99010-100004 BT dengan ketinggian 0913 mdpl (meter diatas permukaan laut).
Secara administrasi lokasi perkebunan dan pabrik pengolaha kelapa
sawit PT. BTN terleteak di Nagari Batahan,Kecamatan Ranah
Batahan,Kecamatan Sungai Beremas dan Kecamatan Koto
Balingka,Kabupaten Pasaman Barat Sumatera Barat. Lokasi
perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit dengan Desa Baru
Kecamatan Ranah Batahan di sebelah Utara. Sebelah Selatan
berbatasan denganJorong Bunga Tanjung dan Silawai Timur Kecamatan
Sungai Beremas. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa
Siduampan,Kecamatan Ranah Batahan Dan Sebelah Barat berbatasan
dengan Jorong Lubuk Buaya dan Pigogah Patibubur, Kecamatan Sungai
Beremas. Adapun jarak lokasi pabrik dengan pusat kegiatan adalah :
1. Ibu Kota Propinsi
2. Ibu Kota Kabupaten
3. Ibu Kota Kecamatan

270 km
80 km
30 km

Fasilitas Umum
Sekolah
1
Pasar
2
Mesjid
3
Rumah Sakit
4
Sungai
1
Pemukiman Penduduk
2
3.3KEGIATAN PERKEBUNAN PT. BINTARA TANI NUSANTARA
3.3.1. Kegiatan Perkebunan
a. Penanaman
Penanaman di lakukan terhadap bibit sawit yang telah berumur 915 bulan pada titik tanam yang telah ditentukan. Rangkaian
kegiatan dalam proses penanaman terdiri dari pembuatan lubang
dan penanaman bibit. Jarak tanam ditetapkan dengan
mempertimbangkan kesuburan tanah dan curah hujan. Jarak tanam

pada areal relatif datar adalah 9,50 m x 9,50 m x 9,50 m susunan


segitiga sama sisi.
Pembutan lubang tanam dilakukan seminggu sebelum tanan.
Ukuran lubang tanam adalah 10 cm lebih lebar dan lebih dalam dari
ukuran polibag. Lapisan tanah atas (top soil) dan lapisan bawah
(sub soil) diletakkan secara terpisah. Tanah atas dicampur dengan
pupuk posfat dan diletakkan di lubang setebal 4 cm. Kemudian bibit
kelapa sawit ditanam kedalam lubang,kemudian tanah ditutup
dengan tanah lapisan bawah yang telah dicampur dengan pupuk
posfat dan kemudian dipadatkan dengan tongkat pemadat. Sisa
tanah lapisan atas disebar rata pada permukaan tanah disekeliling
tanaman sawit.
Pada areal berbukit, penanaman di lakukan dengan sistem teras.
Hal ini bertujuan untuk meminimalkan erosi tanah, mengurangi
aliran permukaan, meningkatkan penyerapan air dan member
masing-masing sawit akses yang sama terhadap cahaya
matahari,hara,dan air. Sampai pada bulan maret 2008, areal yang
telah ditanami pada perkebunan kelapa sawit PT.BTN di Kabupaten
Pasaman Barat adalah seluas 5.935,863 ha, areal pengembangan
seluas 61,3 ha. Sementara luas areal yang tidak ditanami adalah
13,25 ha.
b. Pemeliharaan Tanaman Belum Menghasilkan (TBM)
Kegiatan pemeliharaan tanaman belum menghasilkan (TBM)
meliputi kegiatan penyulaman/penyisipan,pemberantasan gulma,
pengendalian hama dan penyakit tanaman, pemupukan, kastrasi
dan penunasan tanaman kelapa sawit serta memelihara piringan
dan jalan panen. Jenis dan dosis pupuk yang diberikan pada
tanaman belum menghasilkan seperti tertera dibawah ini :
Umur (tahun)

Dosis Pupuk (g/pokok)


N P2O5

K2OMgO

0,4 0,5 0,6 0,2 0,05

0,7 0,6 1,7 0,3 0,10

1,0 0,7 2,1 0,30

Total (kg/pokok)
Total (kg/ha)

286

0,10

2,1 1,8 4,4 0,8 0,25


245

598

Cu

109

0
34 0

Ket:N=Nitrogen, P2O5=Posfat, K2O=Kalium, MgO=Magnesium,


B=Boron, Cu=Tembaga.
Pemberian pupuk pada tanaman belum menghasilkan disesuaikan
dengan kondisi tanaman dengan memperhatikan fakto-faktor
seperti gejala defisiensi pada daun, defisiensi pada TPT dan
kehadiran tumbuhan indikator kesuburan tanah.
c. Pemeliharaan Piringan dan Pasar Pikul
Secara berkala piringan dan pasar pikul dibersihkan dengan cara
manual yaitu dengan mencabut semua gulma yang tumbuh. Gulma
yang menjalar dan merambat kebatang sawit juga di buang.
Penanganan gulma yang mnjalar dan merambat ini dilakukan
dengan manual, untuk menghindari kerusakan pada pelepah sawit.
Sementara pada gulma yang ada di piringan dan pasar pikul,
apabila secara manual tidak efektif, maka dilakukan penyemprotan
herbisida kepiringan dan paar pilkul.
d. Pemupukan
Untuk mendapatkan hasil yang baik, tanaman kelapa sawit perlu
dipupuk dengan pupuk mineral (N,P,K, Mg,dll). Jenis dan dosis
pupuk mineral yang diberikan pada tanaman menghasilkan tertera
seperti dibawah ini:
No Jenis Pupuk

Bulan

Dosis/Pokok (kg)

Keterangan

1
Hi-K (NPK)
piringan

Januari

2,5

Ditebar melingkar

2
Kieserite
piringan

Maret

Ditebar melingkar

3
Borate
piringan

April

0,1

Ditebar melingkar

Hi-K (NPK)

Mei

2,5

Ditebar melingkar piringan

CIRP

Juli

Ditebar melingkar piringan

6
Hi-K (NPK)
piringan

Agustus

7
Janjang KOsong
pabrik PKS

2,5

Ditebar melingkar

1x1 tqhun 40 ton/ha

Berasal dari

Pemberian pupuk dilakukan dengan cara di tebar di sekeliling


piringan pokok (melingkar piringan). Agar pemupukan lebih efektif,
maka piringan pokok dibersihkan dari rerumputan. Frekuensi
pemupukan dilakukan minimal dua kali setahun (dua kali rotasi
setahun), masing-masing setengah dosis yang ditetapkan.
Pemupukan dilakukan pada awal musim hujan dan pada akhir
musim penghujan.
Kegiatan pemupukan pada tanaman kelapa sawit penting dilakukan
karna secara nyata dapat meningkatkan hasil produksi atau hasil
tanaman. Pada dasarnya biaya pemupukan cukup besar, dan di
perkirakan 40-60% biaya perawatan tanaman dialokasikan untuk
biaya pemupukan. Secara teoritis, pemupukan tanaman bertujuan
untuk mensuplai unsu-unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman.
Sastrosayono (2004) menyatankan bahwa pemberian pupuk dapat
memberikan pengaruh positif pada tumbuhan dan hasil tanaman
kelapa sawit. Unsur-unsur hara tersebut adalah Nitrogen (N), Fosfor
(P), Kalium (K), Magnesium (Mg), dan Boron (B). Unsur hara N,P,K
dan Mg merupakan unsure hara makro esensial, sedangkan B
merupakan unsure hara mikro esensial.
e. Pengolahan Tajuk dan Pruning
Pelepah sawit yang berlebih, tua, mati, rusak, atau sakit perlu
dibuang. Pengelolaan ini bertujuan untuk memelihara luas daun
optimal dan memaksimalkan konservasi cahaya, hara dan air.
Kegiatan Pruning dilakukan setiap tahun.
f. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman
Untuk mengetahui serangan hama dan penyakit pada tanaman
kelapa sawit, dilakukan sensus pada hama dan penyakit. Sensus ini
bertujuan untuk melacak ledakan hama penyakit sedini mungkin.
Sensus dilakukan pada awal setiap bulan sehingga tindakan
pengendalian dapat diselesaikan pada bulan yang sama.
Pengendalian hama dan penyakit tanaman ini di lakukan secara
fisik dan biologis. Penggunaan insektisida dan fungsida hanya di
lakukan apabila pemberantasan secara fisik dan biologis tidak
efektif.
Untuk hama tikus , pemberantasan dilakukan dengan body facum
dan burung hantu. Sedangkan untuk hama babi hutan di lakukan
jerat babi dan penggunaan pagar individu.
g. Panen

Panen dilakukan dengan cara manual menggunakan dodos. TBS


yang sudang matang dan siap untuk di panen, ditandai dengan
jatuhnya brondolan ketanah minimal satu biji. Pemanenan TBS
dilakukan dengan interval waktu 7-10 hari TBS yang telah di panen
dan brondolan sawit yang jatuh dipiringan dikumpulkan pada
tempat pengumpulan hasil (TPH) untuk selanjutnya diangkut ke
pabrik pengolahan menggunakan truk.
Kegiatan pemanenan dilapangan menggunakan peralatan: egrek,
dodos, dan angkong. Egrek dan dodos di gunakan untuk
menurunkan tandan dari pokok dan pelepah. Semua buah hasil
dodos yang busuk harus di buang. Tandas Buah Segar (TBS) dan
brondolan di kumpulkan dipinggir jalan kolektor untuk memudahkan
pengangkutan ke tempat pengumpulan hasil. Selanjutnya pelepah
dan daun yang jatuh di susun di daerah gawangan. Pengangkutan
TBS dariTPH ke PKS menggunakan zonder dan truk. TBS yang telah
sampai di pabrik segera di timbang di weight bridge sebelum di
masukkan ke laoding ramp untuk di olah.
Pemanenan dilakukan dengan pertimbangan selang waktu (rotasi).
Setiap bulannya dilakukan 2 sampai 3 rotasi. Pada tanaman yang
berumur kurang dari 5 tahun, pemanenan dilakukan 5 hari sekali.
Tanaman yang berumur 6 sampai 15 tahun, Pemanenan dilakukan
10 hari sekali.
3.3.2. PABRIK
Pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS) beroperasi dengan kapasitas
60 ton TBS/jam yang menghasilkan minyak mentah sawit (CPO) dan
biji sawit. Biji sawit selanjutnya diolah dan menghasilkan inti sawit.
1. Pengolahan Tandan Buah Segar
Buah sawit yang lebih umumnya disebut dengan tandan buah
segar (TBS) dapat dilakukan pengolahan menjadi minyak
mentah sawit (Crude Palm Oil=CPO) dan biji sawit.
a. Pengangkutan
Buah sawit atau tandan buah segar yang telah dipanen
dibawa kepabrik untuk di olah.
Buah dari saat panen harus sampai ketempat pengolahan
tidak boleh melebihi waktu 24 jam, bertujuan untuk menjaga
buah tidak mengalami permentasi dan dapat menyebabkan
kandungan lemakny (FFA) menjadi tinggi. Truk security, bila
administrasinya telah selesai selanjutnya di lakukan
penimbangan di weight bridge dan selanjutnya dibawa ke
loading ramp. Adapun fungsi loading ramp adalah:

10

1. Menerima TBS dari timbangan dan memindahkan TBS ke


lori.
2. Penyimpanan sementara TBS.
3. Menjamin kontinuitas pengolahan TBS.
Buah dari loading ramp di masukkan ke lori kemudian diisi
sesuai dengan aturan dan kapasitas. Kemudian lori yang
sudah berisi TBS dimasukkan kejalur perebusan dengan
bantuan transfer carriage system yang di operasikan sebagai
baerikut:
1. Area transfer carriage harus bersih dari sampah,
brondolan dan ceceran pelumas hidrolik.
2. Pipa hidrolik dijaga dengan tidak ada yang bocor.
3. Operasikan dengan perlahan-lahan dan berhati-hati
sebelum kemudian dilakukan perebusan.
b. Perebusan (Sterilizer)
Proses perebusan dimaksudkan untuk mematikan enzimenzim yang akan dapat menurunkan kualitas minyak.
Disamping itu untuk dapat memudahkan buah lepas dari
tandan serta untuk memudahkan pemisahan cangkang
dengan inti buah dengan keluarnya air dari biji.
Perebusan dilakukan dengan memasukkan TBS ke dalam
lori rebusan dan sterilizer. Proses perebusan biasanya
berlangsung lebih kurang selama 95 menit dan uap yang
dibutuhkan adalah sebesar 280-290 kg/ton TBS. Proses
perebusan menghasilkan kondensat yang mengandung
0,05% minyak ikutan pada temperature tinggi. Kondensat
ini kemudian kedalam fat fit. Tandan buah yang sudah
direbus untuk selanjutnya dimasukkan kedalam thresher
dengan menggunakan Hoisting Crane.
c. Pemisahan Buah dari Tandan (Thresher)
PadaThresher buah yang masih melekat pada tandannya
akan dipisahkan dengan menggunakan prinsip bantingan.
Buah yang lepas ditampung dan dibawa oleh Fruit
Conveyor ke digaster. Sedangkan janjangan (23%) akan
dibawa dengan menggunakan Scrapper Conveyor.

BAB IV
KASUS
4.1 Pendahuluan

11

4.1.1 Latar belakang


Salah satu dampak negatif dari sebuah proses industri adalah timbulnya air
limbah industri. Timbulnya air limbah industri ini tentu tidak bisa diabaikan
begitu saja karena dampaknya yang besar bagi kelestarian lingkungan serta bagi
masyarakat sekitar baik secara langsung maupun tidak langsung, dan ini
merupakan tantangan besar bagi perusahaan perkebunan dan pengolahan kelapa
sawit yang berwawasan lingkungan. Air limbah industri terbentuk dari proses
pengolahan TBS diareal pabrik pengolahan sawit PT. BTN baik limbah cair dari
proses maupun dari pencucian dan kegiatan-kegiatan lainnya. Limbah Cair
Industri dapat terbentuk/bertambah dengan adanya curah hujan dilokasi pabrik.
Dalam kegiatan pabrik pengolahan kelapa sawit terbentuknya air limbah
tidak dapat
dihindari. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya industri kelapa sawit
merupakan kegiatan pengolahan TBS dari yang masih utuh sampai berubah
menjadi minyak mentah (CPO) untuk kemudian diangkut, diolah lagi sehingga
menjadi minyak murni dan dimanfaatkan sehingga dalam proses pengolahan ini
terjadi proses yang panjang. Untuk industri pengolahan kelapa sawit sangat
potensial terbentuk limbah cair karena sifat buah sawit itu sendiri yang dominan
mengandung air dan sifatnya yang berhubungan langsung dengan udara bebas
akan mempermudah bereaksi dengan udara dan air, serta dipengaruhi oleh kondisi
cuaca. Sistem pengolahan kelapa sawit di PT. BTN sistempengolahan yang
berkelanjutan, dimana terjadi pengangkutan penimbangan perebusan sampai
pengolahan menjadi minyak dan dari sinilah terbentuknya limbah cair. Limbah

12

cair tersebut kemudian kedalam Acidification Pond yang berfungsi sebagai bak
pengendapan agar minyak yang masih terkandung dalam limbah tersebut dapat
dipisahkan sehingga memudahkan bagi bakteri dalam proses penguraian
berikutnya. Di dalam Acidification Pond juga terjadi penurunan temperature
limbah. Waktu retensi dalam kolam ini terjadi 10 hari dengan kedalaman air 2 m.
Pada kolam ini terdapat bakteri-bakteri pembentuk asam, dimana unsur-unsur
organic yang terkandung dalam air limbah diuraikan menjadi asam-asam organic
yang mempunyai partikel lebih kecil.
Limbah yang keluar dari Acidification pond dialirkan secara gravitasi menuju
Anerobic Pond yang terdiri dari dua kolam dan masing-masingnya mempunyai
waktu tinggal selama 30 hari dan kedalaman 4,5 m. Pada kolam ini terjadi
penguraian oleh bakteri pembentuk metana. Asam-asam organic yang berasal dari
Acidification Pond dirombak oleh bakteri menjadi gas metana dan CO2. Dengan
terurainya bahan-bahan organic menjadi gan menyebabkan nilai BOD didalam
limbah yang semula sebesar 25.000- 20.000 ppm turun menjadi 1000-3000 ppm.
Selanjutnya limbah dimasukkan ke Facultaif Pond dan diteruskan ke Algae Pond,
setelah

melalui

proses

pada

Algae

Pond,

limbah

baru

di

alirkan

kelingkungan/sungai.

4.1.2 Identifikasi Masalah


Adapun yang menjadi identifikasi masalah adalah:
1. Belum efektifnya waktu retensi kolam-kolam di IPAL PT.BTN.

13

2. Kurang optimalnya pengolahan limbah sehingga dapat menyebabkan


pendangkalan.
3. Tidak efektifnya pengolahan sehingga limbah masuk dan limbah keluar
tidak seimbang.
4.1.3

Batasan Masalah
1. Apakah waktu retensi antar kolam di IPAL PT. BTN sudah sesuai dengan
jumlah limbah masuk.
2. Apakah IPAL di PT. BTN sudah efektif dalam pengolahan limbah cair.

2.1.4

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada identifikasi dan batasan masalah maka dapat di

rumuskan diantaranya:
1. Seberapa besar IPAl yang diperlukan agar pengolahan limbah cair di PT.
BTN bisa Efektif?
2.1.5

Tujuan Kerja Praktek


Berdasarkan uraian pada rumusan masalah maka dapat ditentukan tujuan

penelitian untuk mengetahui besar dan kapasitas IPAL yang dibutuhkan agar
pengolahan limbah bisa efektif.
2.1.6

Mamfaat Kerja Praktek


a. Bagi Penulis
Sebagai penerapan ilmu teknik lingkungan secara teori kedalam
bentuk nyata dilapangan.
b. Bagi Perusahaan

14

Dapat menjadi bahan dan pertimbangan bagi PT. Bintara Tani


Nusantara dalam melaksanakan penerapan sistem pengeelolaan limbah.
c. Bagi STTIND
Dapat menjadi panduan bagi mahasiswa teknik lingkungan
sebagai acuan dalam penyusunan Laporan Kerja Praktek.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Pembentukan Air Limbah
Air asam tambang atau dalam bahasa asing Acid Mine Drainage (AMD)
adalah air yang terbentuk di lokasi penambangan dengan pH rendah (pH < 6)
sebagai dampak dibukanya suatu potensi keasaman batuan sehingga menimbulkan
masalah bagi kualitas air, dimana pembentukannya dipengaruhi oleh tiga faktor
utama yaitu air, oksigen, dan batuan yang mengandung mineral mineral sulfida
seperti yang tertera pada tabel berikut (Tabel 2.2)

Tabel 2.2 Mineral Sulfida yang Berpotensi Menimbulkan Air Asam Tambang

Mineral

Pyrite

Komposisi FeS

Calcopyrite

Calcosite

Spalerit

Millerit

CuFeS

CuS

ZnS

Ni5

Galena

PbS

15

Air yang berasal dari tambang batubara akan memiliki karakteristik


berwarna merah kecoklatan, kuning dan kadang - kadang putih. Air tersebut bisa
saja bersifat asam maupun basa tergantung dari tingkat konsentrasi sulfat SO 4besi (Fe), mangan (Mn) juga di pengaruhi elemen-elemen seperti kalsium,
sodium, potassium, dan magnesium. Air asam tambang timbul apabila mineralmineral sulfida yang terkandung dalam batuan terpapar sebagai akibat pembukaan
lahan atau pembongkaran batuan pada saat penambangan berlangsung dan
bereaksi dengan air dan oksigen. Bakteri yang ada secara alami dapat
mempercepat reaksi yang bisa menyebabkan terjadinya air asam. Tanpa kehadiran
mineral sulfida pada batuan seperti pyrite atau besi sulfida, udara dan air, air asam
tambang tidak akan muncul.
Secara umum reaksi pembentukan air asam tambang adalah sebagai
berikut :
4 FeS2 + 15 O2 + 14 H2O 4 Fe(OH)3 + 8 H2SO4
Pyrite + Oxygen + Water Yellowboy + Sulfuric Acid

Reaksi antara pyrite, oksigen, dan air akan membentuk asam sulfur dan
endapan besi hidroksida. Endapan besi hidroksida (yellowboy). Didalam reaksi
umum pembentukan air asam tambang, terjadi empat reaksi pada pyrite yang
menghasilkan ion - ion hidrogen yang bila berikatan dengan ion - ion negatif
dapat membentuk asam. Oksida terhadap pyrite akan menghasilkan besi (II) dan
sulfat. Selanjutnya besi (II) teroksidasi lagi menjadi besi (III). Reaksi akan

16

berlangsung lambat dalam kondisi asam dan semakin cepat dengan kenaikan besi
hidroksida. Besi (III) yang belum mengendap akan mengoksidasi pyrite yang
belum mengalami oksidasi.
Salah satu gejalanya adalah perubahan warna air yang menjadi kemerahan.
Air bersifat asam (pH dibawah 4 ) dan dapat mengganggu serta dapat membunuh
makluk hidup, baik tumbuhan maupun hewan yang hidup di air atau yang
mengkonsumsi air tercemar, termasuk manusia. Asam dapat membunuh tanaman
rehabilitasi serta memperlambat tingkat pertumbuhan tanaman (Indonesianto,
2008).
Air asam tambang berasal dari mineral atau batuan sulfida (pirit, kalkopirit,
galena, sinabar dan lainnya) yang terkontaminasi dengan air dan udara. Selain itu
berasal dari sumber kegiatan pertambangan, seperti konstruksi (pembuatan jalan ),
overburden, eksploitasi, waste dump, stok pile batubara, pembuangan tailing.
Pada kondisi lapangan, variabel fisik yang mempengaruhi kecepatan
pembentukan asam adalah :
a) Kondisi cuaca
b) Permeabilitas dari batuan buangan
c) Kemampuan dari pori-pori batuan
d) Tekanan air pori-pori
e) Mekanisme masuknya air ke batuan (aliran atau difusi)
Karakteristik kimia terbentuknya air asam tambang, yaitu :
1. Rendahnya pH.

17

pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat


keasaman atau kebasaan yang memilki suatu larutan. Makluk hidup
memilki rentang pH tertentu untuk hidup. Pada pH yang terlalu rendah
(asam) akan terjadi gangguan osmoregulasi di dalam tubuh yang dapat
mengakibatkan kematian. Kondisi pH dapat langsung mengakibatkan
kematian ikan akibat bereaksinya basi dan alumunium dengan insang
(terjadi penyumbatan pada insang oleh garam-garam besi dan alumunium).
Rendahnya pH juga menyebabkan peningkatan konsentrasi ion-ion terlarut
di dalam air. peningkatan kelarutan ion-ion seperti logam ini juga
berdampak pada tingginya nilai padatan terlarut.
2. Konsentrasi logam tinggi
Tingginya kandungan logam seperti logam besi, aluminium, mangan,
cadmium, tembaga, timbal, seng, arsenik dan mercury dalam konssentrasi
yang tinggi, logam-logam terutama logam berat memilki sifat toksik bagi
makluk hidup.logam berat juga sulit didegradasi dan memilki sifat
bioakumulasi di dalam jaringan makluk hidup.
3. Tingginya konsentrasi padatan terlarut total atau Total Dissolved Solids
(TDS)
4. Kandungan sulfida yang tinggi
Sulfida memiliki sifat laksatif sehingga dapat mengganggu sistem
pencemaran apabila masuk ke dalam tubuh makluk hidup. Masalah lain
yang ditimbulkan air asam tambang adalah dari segi estetik. Tanaman yang
berada di daerah-daerah yang dilalui oleh air asam tambang dapat

18

mengalami gangguan pertumbuhan dan reproduksi. Disamping itu,


endapan Fe(OH)3 yang berwarna merah jingga dapat mencemari serta
merusak keindahan sungai. (Indonesianton, 2008)
4.2.3

Penanganan Air Asam Tambang


Penanganan air asam tambang merujuk kepada dua hal yakni pencegahan air

asam tambang sebelum terbentuk dan pengelolaannya. Pencegahan pembentukan


air asam tambang, seperti dijelaskan pada reaksi kimia diatas, dilakukan dengan
mengurangi kontak antara mineral sulphida (dalam reaksi tersebut sebagai pyrite )
dengan air dan oksigen di udara. Secara teknis, hal ini dilakukan dengan
menempatkan batuan pada kondisi dimana salah satu faktor tersebut relatif kecil
jumlahnya. Secara umum, di kenal 2 cara untuk melakukan hal tersebut, yaitu
dengan menempatkan batuan dibawah permukaan air (dimana penetrasi oksigen
terhadap lapisan air sangat rendah ) atau di kenal dengan istilah wet cover
systems,atau dibawah lapisan batuan atau material tertentu dengan tingkat
infiltrasi air dan difusi atau adveksi oksigen yang rendah,umumnya disebut
sebagai dry cover systems. Dengan menerapkan metode ini, diharapkan
pembentukan air asam tambang dapat dihindari.
Dalam pedoman teknis pengelolaan air asam tambang (2007) pencegahan
air asam tambang dilakukan dengan menghindari faktor-faktor pembentuk air
asam tambang, yakni mineral sulfide, oksigen dan air. Beberapa cara yang dapat
dilakukan antara lain di kelompokkan menjadi aspek-aspek :
1. Hidrologi

19

Pendekatan yang umum untuk pengendalian air asam tambang adalah


menjaga agar air tidak mengaliri pirit. Cara-cara yang dilakukan untuk
mencegah masuknya air kedaerah timbunan adalah :
a) Menempatkan timbunan diatas permukaan air tanah kemudian
didapatkan dan dilapisi dengan material liat.
b) Mengalirkan air permukaan dari derah timbunan untuk infiltrasi
c) Pembuatan saluran yang aman (kuat) yang melewati lubang atau
mempunyai bukaan pada permukaan menuju daerah timbunan
d) Pembuatan parit atau aliran pada resapan timbunan dan mengisinya
dengan material alkalin
2. Pelapisan dan penutupan
Hal ini digunakan untuk mencegah masuknya air ke dalam timbunan,
dapat menggunakan bahan-bahan pelapisan atau penutup, antara lain:
a) Material liat yang paling efektif sebagai pelapisan dan umum
digunakan adalah bentonit.
b) Bahan sintetik digunakan adalah aspal, tar, semen, plastik dan
geotekstil.

3. Kandungan oksigen
Pelapisan material sulfide dengan lapisan pengonsumsi oksigen (tanah
pucuk yang mengandung mikroorganisme aktif) merupakan strategi yang
baik untuk mengurangi kandungan oksigen.
Tiga langkah untuk mengurangi kandungan oksigen dalam timbunan adalah :

20

a) Material ditimbun atau dikubur dan dilapisi dengan tanah pucuk sesegera
mungkin
b) Material timbunan harus dipadatkan selama kontruksinya, terutama pada
saat penempatan material sulfida
c) Pemadatan pada permukaan dan lereng bagian luar adalah sangat penting
dalam mengurangi difusi oksigen dan konveksi udara kedalam timbunan.
Pengelolaan air buangan dari kegiatan penambangan harus dilakukan
sebelum air tersebut dibuang ke badan air, sehingga nantinya tidak mencemari
perairan di sekitar lokasi tambang.penanganan air asam tambang secara umum
terdapat dua cara, yaitu secara aktif dan pasif.
Berikut ini adalah empat jenis teknologi perlakuan pasif.
a. Saluran-saluran (drains) batu gamping oksik dan anoksik atau saluransaluran dangkal (riffle channels) untuk meneralisir air dengan pH rendah
b. Neralisasi kimiawi berbantuan penggunaan tenaga material atau air untuk
mendorong sistem pembagi reagen
c. Lahan basah (aliran permukaan dan bawah permukaan, atau tanpa
tambahan batu gamping)
Menurut buku pedoman pengelolaan air asam tambang, beberapa cara untuk
menangani parameter pH dan padatan terlarut adalah sebagai berikut :
1. Penanganan derajat keasaman pH
pH pada air asam tambang biasanya sangat rendah. Pengolahan pH pada
air asam dapat dilakukan dengan cara penetralan untuk menaikkan kadar
pH dan untuk penanganan air asam dapat menggunakan bahan kimia

21

diantaranya seperti Limestone (Calsium Carbonat), Hydrate Lime


(Calcium Hydroxide), Caustic Soda (Sodium Hydroxide), Soda Ash
Briguettes (Sodium Carbonate), Anhydrous Ammoni.
a. Limestone (Calcium Carbonat)
Limestone atau biasa dikenal dengan batu gamping telah digunakan
selama berpuluh-puluh tahun untuk menaikkan pH dan mengendapkan logam di
dalam air asam. Penggunaan limestone merupakan penanganan yang termurah,
teraman dan termudah dari semua bahan-bahan kimia. Kekurangan dari limestone
ini ialah mempunyai keterbatasan karena kelarutan yang rendah dan limestone
terlapisi.
b. Hydrate Lime (Calcium Hydroxide)
Hydrated lime adalah suatu bahan kimia yang sangat umum digunakan
untuk menetralkan air asam. Hydrated lime sangat efektif dari segi biaya dalam
yang sangat besar dan keadaan acidity yang tinggi. Bubuk hydrated lime adalah
hydrophobic, begitu lama pencampuran diperlukan untuk membuat hydrated lime
dapat larut dalam air. Hydrated lime mempunyai batasan keefektifan dalam
beberapa tempat dimana suatu pH yang sangat tinggi diperlukan untuk mengubah
logam seperti mangan.
c. Caustic Soda (Sodium Hydroxide)
Caustic Soda merupakan bahan kimia yang biasa digunakan dan sering
dicoba lebih jauh (tidak mempunyai sifat kelistrikan), kondisi aliran yang rendah.
Caustic menaikkan pH air dengan sangat cepat, sangat mudah larut dan digunakan
dimana kandungan mangan merupakan suatu masalah. Penggunaannya sangat

22

sederhana, yaitu dengan cara meneteskan cairan caustic ke dalam air asam, karena
kelarutannya akan menyebar di dalam air. Kekurangan utama dari penggunaan
cairan caustic untuk penanganan air asam ialah biaya yang tinggi dan bahaya
dalam penanganannya. Penggunaan caustic padat lebih murah dan lebih mudah
dari pada causticcair.
d. Soda Ash Briquettes (Sodium Carbonate)
Sodium Carbonate biasanya digunakan dalam debit kecil dengan
kandungan besi yang rendah. Pemilihan soda ash untuk penanganan air asam
biasanya berdasar pemakaian sebuah kotak atau tong dengan air masuk dan
buangan.
e. Anhydrous Ammoni
Anhydrous Ammonia digunakan dalam beberapa cara untuk menetralkan
acidity dan untuk mengendapkan logam-logam di dalam air asam. Ammonia
diinjeksikan ke dalam kolam atau kedalam inlet seperti uap air, kelarutan tinggi,
rekasi sangat cepat dan dapat menaikkan pH. Ammonia memerlukan asam (H+)
dan juga membentukion hydroxyl (OH-) yang dapat bereaksi dengan logamlogam membentuk

endapan.

Injeksi

ammonia

sebaiknya

dekat

dengan

dasarkolam atau air inlet, karena ammonia lebih ringan dari pada airdan naik
kepermukaan. Ammonia efektif untuk membersihkan manganyang terjadi pada
pH 9,5. Penanganan derajat keasaman air buangan pada PT. Jambi Prima Coal
yang umum di gunakan adalah dengan menggunakan limestone. Alasan
penggunaan bahan ini adalah harganya yang relatif murah dan dinilai efektif
dengan kondisi debit air yang ada.

23

2. Penanganan padatan terlarut dan suspensi


Air buangan dalamm kegiatan penambangan juga bisa dipastikan akan memilki
kekeruhan yang sangat tinggi. Kekeruhan ini disebabkan oleh adanya padatan
terlarut dan tersuspensi. Padatan pada air buangan biasanya berukuran koloid dan
bersifat stabil. Oleh

karena itu untuk menurunkan kekeruhannya dapat

menggunakan koagulan.
Bahan kimia seperti alum atau lebih dikenal dengan tawas atau rumus
kimianya (AlSO4)3. Tawas merupakan bahan koagulan yang paling banyak
digunakan karena bahan ini paling ekonomis, mudah diperolehdipasaran serta
mudah penyimpanannya. Jumlah pemakaian tawas tergantung kepada turbidity
(kekeruhan) air. Namun penggunaan koagulan perlu diperhatikan dosis
optimumnya, sebab jika telah melebihi titik optimum maka akan terjadi kekeruhan
pada air buangan. Selain itu, makin banyak dosis tawas yang ditambahkan maka
pH akan semakin turun, karena dihasilkan asam sulfat sehingga perlu dicari dosis
tawas yang efektif antara pH 5,8 -7,4. Apabila alkalinitas alami dari air tidak
seimbang dengan dosis tawas perlu ditambahkan alkalinitas.
4.2.3 Proses Sedimentasi
Sedimentasi

adalah

pemisahan

solid

dari

liquid

menggunakan

pengendapan secara gravitasi untuk menyisihkan suspended solid. unit


sedimentasi merupakan suatu unit operasi yang berfungsi untuk memisahkan solid
dan liquid dari suspensi untuk menghasilkan air yang lebih jernih dan konsentrasi
lumpur yang lebih kental melalui pengendapan secara gravitasi.

24

Gambar 4.2 Proses Sedimentasi


Adapun bagian-bagian dari bak sedimentasi adalah sebagi berikut:
a. Zona inlet mendistribusikan aliran air secara merata pada bak sedimentasi
dan menyebarkan kecepatan aliran yang baru masuk.

Gambar 4.3 contoh kontstrusi inlet kolam pengendapan


Zona pengendapan Dalam zona ini, air mengalir pelan secara horizontal ke
arah outlet, dalam zona ini terjadi proses pengendapan.lintasan partikal
tergantung pada kecepatan pengendapan.

25

Zona lumpur Dalam zona ini, lumpur terakumulasi sekali lumpur masuk
area ini, ia akan tetap disina. Kadang Kadang dilengkapi dengan sludge
collector atau scapper.
b. Zona outlet Berpengaruh besar dalam mempengaruhi pola aliran dan
karakteristik pengendapan flok pada bak sedimentasi. Biasanya pelimpah
dan bak penampung limbahan digunakan untuk mengontrol outlet pada
bak sedimentasi.
Selain bagian-bagian utama diatas, bak sedimentasi dilengkapi dengan
settler. Settler dipasang pada zona pengendapan (Gambar 4.4) dengan tujuan
meningkatkan efisiensi pengendapan (anonim,2007).

4.2.2 Proses Penetralan Air Asam Tambang pada Kolam Pengendap Lumpur
Kolam pengendap lumpur berfungsi sebagai tempat mengendapkan lumpurlumpur, atau material padatan yang bercampur dari limpasan yang disebabkan
adanya aktifitas penambangan maupun karena erosi. Disamping tempat
pengendapan, kolam pengendap juga akan dialirkan keluar kolam pengendapan,
baik itu kandungan materialnya, tingkat keasaman maupun kandungan material
lain yang dapat membahayakan lingkungan.

26

Dengan adanya kolam pengendapan lumpur diharapkan semua air yang ada
keluar dari daerah penambangan benar - benar air yang sudah memenuhi ambang
batas yang diizinkan sesuai dengan baku mutu lingkungan. Pemerintah telah
menetapkan baku mutu air dan baku mutu limbah cair sebagai rambu - rambu
dalam pengendalian kualitas air. Dalam menentukan kualitas air, digunakan
beberapa parameter fisika dan kimia. Parameter fisika yang biasa digunakan
dalam penentuan kualitas air adalah cahaya, suhu, kejernihan dan kekeruhan,
warna konduktivitas dan padatan. Sedangkan parameter kimia yang digunakan
adalah pH, asiditas, kesadahan, alkalinitas, potensi reduksi oksidasi, oksigen
terlarut, karbondioksida dan bahan organic. Selain itu terdapat ion - ion didalam
perairan yang dapat mempengaruhi kualitas air. Ion utama diantaranya adalah
kalsium, magnesium, natrium, klorida dan sulfur.
Dalam kegiatan penambangan batubara, pemerintah telah menetapkan Baku
Mutu Lingkungan Cair Tambang Batubara Melalui Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 113 Tahun 2003 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Usaha Atau Kegiatan Pertambangan Batubara pada pasal 2 ayat (1). Parameter
yang diamati antaranya adalah angka pH, residu tersuspensi, kadar besi total dan
kadar mangan total (Tabel 2)
Tabel 2. Baku Mutu Air Limbah Kegiatan Penambangan Batubara

PARAMETER

SATUAN

pH
Zat padat tersuspensi

KADAR
MAKSIMUM
69

Mg/liter

400

27

Besi total

Mg/liter

Mangan total

Mg/liter

Pada umumnya proses penetralan air asam tambang menggunakan kapur


tohor. Kapur merupakan salah satu batuan yang dapat dipergunakan untuk
meningkatkan pH secara praktis, murah dan aman sekaligus dapat mengurangi
kandungan-kandungan logam berat yang terkandung dalam air asam tambang.
Setiap jenis kapur memiliki tingkat penetrasi yang berbeda-beda. Makin
tinggi nilai penetrasi suatu kapur, makin tinggi daya peningkatan pH dan berarti
makin sedikit jumlah kapur yang digunakan untuk meningkatkan pH dalam satu
satuan.
4.2.3 Metodelogi
4.2.1.1 Alat dan Bahan
Untuk mengukur tingkat keasaman dan laju alir dari air asam tambang
digunakan peralatan utama sebagai berikut:
Alat
Bahan
1. Kertas lakmus
1. Air limbah
2. Botol sampel
3. Timbangan

2. kapur
3. Tawas

4. Gelas ukur
5. Ember
6. Penggaris

28

7. Alat tulis
8. Camera
2.3 Pengumpulan Dan Pengolahan Data
4.3.1 data primer
Data primer diperoleh dengan percobaan-percobaan yang dilakukan dengan
peralatan sederhana dalam skala kecil. Selain itu juga catatan kondisi eksisting
lapangan, sampel air pada kolam pengendapan, mengukur kecepatan air secara
manual,mengukur tinggi air serta dokumentasi lapangan.
4.3.2

Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari departeman environment mengenai data kolam

data pengunaan alum dan kapur. Selain itu juga data hasil pemeriksaan air
buangan oleh badan lingkungan hidup daerah jambi dalam hal ini adalah hasil
laboratorium mengenai konsentrasi 4 parameter utama yang tergantung dalam air
limbah yaitu kandungan Mn, Fe, TSS, dan PH. Kapur tohor diberikan pada kolam
4 dan 5 sebanyak 25 kg perhari sedangkan tawas diberikan pada kolam 5 dan 6
sebanyak 50 kg perhari.
Dimensi kolam
Panjang = 25 m
Lebar

= 15 m

Tinggi

=4m

Volume kolam
Kolam 1
V

= panjang x lebar x tinggi air


= 25 m x 15 mx 4 m

29

= 1500 m
Kolam 2
V

= panjang x lebar xtinggi air


= 25 m x 15 m x 3.8 m
= 1425 m

Kolam 3
V

= panjang x lebar x tinggi air


=25 m x 15 m x 3.8 m
= 1425 m

Kolam 4
V

= panjang x lebar x tinggi air


=25 m x 15 m x 3.5 m
= 1312 m

Kolam 5
V

= panjang x lebar x tinggi air


= 25 m x 15 m x 3.5 m
= 1312 m

Kolam 6
V

= panjang x lebar x tinggi air


= 25 m x 15 m x 3.0 m
= 1125 m

Kolam 7
V

= panjang x lebar x tinggi air

30

= 25 m x 15 m x 3.0 m
=1125 m

4.3.3

Air Percobaan
Air yang digunakan untuk percobaan adalah air yang berasal dari daerah

penggalian yang sdialirkan pada sump. Air tersebut dipompa langsung dialirakan
ke kolam pengendapan meranti dan sampel tersebut diambil pada saluran inlet dan
tiap kolam pada kolam pengendapan meranti untuk mengetahui volume
pengendapan lumpur setiap kolam.
4.3.4

Survei
Pengamatan langsung dilapangan yang meliputi survey sumber dan arah

aliran, serta pengambilan sampel. Pengamatan skala laboratorium untuk


pengukuran pemberian kapur dan pengaruh tawas terhadap penurunan pH serta
dalam percobaan dalam mengenai kecepatan pengendapan pada kolam
pengendapan lumpur.
4.3.5

Kerangkah Kerja
1. perhitungan dosis kapur
a. pengambilan sampel air pada saluran inlet kolam pengendapan dan
penggukuran pH.
b. Percobaan kadar kapur yang digunakan untuk mencapai pH standar
(memenuhi baku mutu air).
c. Mencari titik optimum dosis kapur yang didapat dari perpotongan
garis trend line dan garis kadar kapur.

31

d. Menghitung jumlah debit air yang masuk ke kolam pengendapan


meranti.
e. Menghitung dosis kapur yang efektif untuk setiap kolam pengendapan
meranti.
2. Menghitung volume lumpur secara diskrit dan flokulan dengan
penambahan tawas.
a. Pengambilan 6 botol sampel air yang diambil dari saluaran inlet kolam
pengendapan dan pengukuran pH, masing-masing 500 ml.
b. Masukan dosis tawas sebanyak 0 gr ; 0.2 gr ; 0,4 gr ; 0,6 gr ; 0,8 gr ;1,0
gr kedalam masing-masing botol yang berisi sampel air asam tambang.
c. Didiamkan, ditunggu dan diukur setiap 10 menit, sehingga ketinggian
lumpur yang mengendap konstan.
d. Menghitung volume endapan lumpur dalam tiap 500 ml sampel air dan
tiap kolam pengendapan.
4.4 Analisis Hasil Pengamatan
Sistem penambangan yang dilakukan oleh PT. Jambi Prima Coal adalah
dengan menggunkan sistem tambang terbuka, tentunya kuantitas terbentuknya air
asam tambang akan semakin besar dan waktunya lebih cepat, mengingat sistem
ini paling banyak bersentuh langsung dengan oksigen dan air hujan sebagai media
pengoksidasi batuan sulfida. Maka dari itu, perlu tretment air buangan yang tepat.
Air buangan yang meggunakan kapur yang berfungsi sebagai menetralkan kondisi
pH yang asam dan tawas yang berfungsi koggulan untuk menurunkan TSS. Air

32

buangan yang telah di treatment kemudian dialirkan menuju outlet dan dibuang ke
badan-badan sungai.
Dalam menentukan kualitas air, digunakan beberapa parameter fisika dan
kimia. Parameter fisika yang biasa digunakan dalam penentuan kualitas air adalah
cahaya, suhu, kejernihan dan kekeruhan, warna konduktivitas dan padatan.
Sedangkan parameter kimia yang digunakan adalah pH, asiditas, kesadahan,
alkalinitas, potensi reduksi oksidasi, oksigen terlarut, karbondioksida dan bahan
organic. Selain itu ion-ion didalam perairan yang dapat mempengaruhi kualitas air
.ion utama diantaranya adalah kalsium, magnesium, natrium, klorida dan sulfur.
Diharapkan air buangan yang telah di kelola dapat memenuhi baku mutu
lingkungan menurut kepmen LH No. 113 tentang Baku Mutu Air Limbah
Kegiatan Penambangan Batubara Dan Pergub Jambi No. 20 Tahun 2007 tentang
Baku Mutu Lingkungan Daerah Provinsi Jambi. Berikut merupakan tabel hasil
pengukuran

parameter utama dalam sebagai indikasi terbentuknya air asam

tambang pada kolam pengendapan (settling pond ) meranti.


Tahun

2013

Bulan

pH

Zat padat
tersuspensi

Besi
Total

Manga
n
total

Baku Mutu
Permen
Lingkungan
Hidup No
113 Tahun
2003
pH

Januari

8,58

46

0,4

0,02

Februari

8,51

55

1,85

0,041

Maret

8,34

43

2,25

0,051

April

8,47

60

0,646

0,436

Mey

6,57

120

1,03

0,02

6-9
Zat padat
tersuspensi

33

Juni

6,57

120

1,03

0,02

400

Juli

7,19

180

1,38

0,061

Besi

Agustus

7,19

180

1,38

0,061

Total

September

7,21

12

0,17

0,02

Oktober

7,76

32

1,95

0,220

Mangan

November

7,30

42

2,25

0,051

Total

Desember

6,83

60

0,646

0,436

Januari

6,84

169

2,94

0,079

Februari

6,84

169

2,94

0,079

Maret

7,03

281

3,54

0,02

April

7,03

281

3,54

0,02

Mey

6,32

140

0,52

0,034

Juni

6,87

55

1,03

0,041

Juli

6,87

55

1,03

0,041

Agustus

7,25

54

1,13

0,02

Total

145,5
7

2154

31,652

1,771

Rata-rata

7,28

107,7

1,59

0,088

2014

Sumber : BLHD Jambi 2014


Tabel 4.4 Pengukuran Parameter Aat Skala Laboratorium

Jika diamati dari tabel diatas menunjukan bahwa air buangan yang
dihasilkan dari kegiatan penambangan sudah aman untuk dibuang ke badan air.
Dikatakan aman karena kandungan Fe, Mn, TSS, dan pH nya berada dibawah
batas baku mutu menurut Pergub Jambi no. 20 Tahun 2007.

34

Karakteristik air buangan tambang pada kolam pengendapan meranti


kekeruhan yang tinggi, hal ini disebabkan oleh karena sumber air buangan yang
memang menghasilkan banyak endapan tersuspensi serta curah hujan juga
tentunya mempengaruhi kondisi dan volume air buangan yang masuk ke kolam.
Treatment telah di lakukan di kolam meranti. Treatment yang dilakukan
meliputi penanganan TSS dan pH. Penangan TSS dan kekeruhan pada kolam
menggunakan alum sebagai koagulan untuk mempercepat proses pengendapan
koloid. Namun untuk penggunaan alum perlu di perhatikan karena penggunaan
alum dapat berimbas menurunkan nilai pH air buangan. Perlu jumlah atau dosis
yang tepat untuk dapat mengurangi kekeruhan pada air buangan tanpa
menurunkan pH secara drastis hingga menjadi sangat asam. Hal ini bisa saja
terjadi jika pemberian tawas atau alum yang berlebihan tanpa memperhitungkan
nilai kekeruhan dan debit air yang masuk ke kolam pengendapan. Sistem yang
dipakai dalam pemberian tawas ini adalah dengan system floating, yaitu
mengapungkan tawas dengan kecepatan aliran air tertentu, kecepatan air yang
mengalir inilah yang dapat melarutkan tawas sehingga dapat mengikat koloidkoloid dalam air dan terbentuk flok-flok hingga menjadi makroflok sehingga
dapat terendapan. Tidak hanya itu tawas dapat dihancurkan terlebih dahulu dan di
campur dengan air, kemudian dituangkan ke air limbah sehingga cepat homogen
dan dapat mengendapkan koloid dengan cepat pula. Namun tentunya cara ini
memerlukan banyak waktu dan tenaga untuk mengaplikasikannya. Dari hasil
pengamatan dilapangan bahwa pemberian tawas yang ditambahkan baik pada

35

kolam meranti 25 kg dalam 24 jam dengan pH dan debit air yang tentunya
berbeda.
Telah diketahui bahwa dosis tawas memang sangat mempengaruhi kondisi
pH air. Jumlah pemakaian tawas tergantung kepada turbidity (kekeruhan) air.
Semakin tinggi turbidity air maka semakin besar jumlah tawas yang dibutuhkan.
Makin banyak dosis tawas yang ditambahkan maka pH akan semakin turun,
karena dihasilkan asam sulfat sehingga perlu dicari dosis yang tepat dalam proses
penjernihan air. Reaksi alum dalam larutan dapat dituliskan :
AlSO4 + 6HO

2 Al (OH )3 + 6 H + SO4

Reaksi ini menyebabkan pembebasan ion H dengan kadar yang tinggi ditambah
oleh adanya ion alumumnium.ion alumunium bersifat amfoter sehingga
bergantung pada suasana lingkungan yang mempengaruhinya.karena suasananya
asam maka alumunium akan juga bersifat asam sehingga pH larutan menjadi
turun. Berikut adalah desain kolam pengendapan meranti dalam upa treatment
limbah cairan yang dihasikan dari kegiatan pertambangan.

Gambar 4.3 Kolam Pengendapan

36

Pada saat pengukuran pH di outlet kolam pengendapan meranti pada


tanggal 21 september 2014 diketahui bahwa pH air yang akan dibuang ke badan
air memiliki pH 5, hal ini disebabkan karna pada pengendalian air pada kolam
pengendapan tidak berjalan dikarnakan adanya perpindahan pompa.diketahui
bahwa pH air yang akan dibuang kebadan air memilki pH 5. Hal ini disebabkan
karena pada pengelolaan air pada kolam pengendapan meranti dilakukan dengan
menambahkan kapur terlebih dahulu pada kolam 4 dan kemudian ditambah tawas
dikolam 5. penambahan kapur berfungsi untuk menaikan pH dimana dikolam 4
sudah berlangsung reaksi perubahan pH (pH air meningkat karena kapur bersifat
basa). Jika pada kolam 4 pH air sudah naik menjadi 6 dan dialirkan kekolam 5
dimana ditambahkan tawas maka hal itu memicu penurunan pH dan terbukti pada
saluran outlet diketahui bahwa pH nya adalah 5.
Berikut merupakan tabel pengaruh tawas terhadap pH hasil percobaan
yang dilakukan pada tanggal 22 September 2014.
Kolam
pengendapan

Volume
sampel (ml)

Dosis tawas

pH awal

pH akhir

500

0 gr

500

0,2 gr

500

0,4 gr

500

0,6 gr

500

0,8 gr

3,5

500

1 gr

3,5

(settling pond)

Meranti

Tabel 4.3 hasil uji lapangan


37

Dari percobaan diatas dapat dibuktikan bahwa pengaruh jumlah tawas


mempengaruhi penurunan pH. Pada kolam pengendapan meranti dengan pH awal
4 baru mengalami perubahan pH dengan dosis tawas sebanyak 0,8 dalam jangka
waktu 15 menit.
Untuk penanganan nilai pH, digunakan kapur sebagai penetralan.
Pemberian kapur sangat tergantung karakteristik dan jumlah air asam tambang
yang akan diolah sedemikian hingga pH mencapai angkah normal atau netral. Air
buangan tambang yang sudah terkontak dengan kapur kemudian diendapan
kedalam kolam-kolam di hilir titik treatment. Tidak hanya pemberian kapur yang
penting, namun tidak kalah pentingnya juga adalah cara pemberian kapurnya.
Kapur yang ditebar diharapkan dapat bercampur homogen dengan air buangan
sehingga dapat bereaksi lebih cepat untuk menaikan pH air yang asam. Dari reaksi
penambahan kapur dengan air akan menghasilkan kalsium hidroksida dan karbon
dioksida.

Kandungan

kalsium

hidroksida

yang

terbentuk

itulah

yang

menyebabkan pH air meningkat. Disamping itu kalsium hidroksida yang


terbentuk akan bereaksi dengan besi membentuk ferri hidroksida yang berupa
endapan (petrucci,1987).
Sementara mengenai cara pemberian kapur yang dilakukan dilapangan
adalah dengan menaburkan kapur pada kolam treatment. Cara ini bisa dibilang
efektif dengan catatan adanya pengaduk atau kincir dan memanfaatkan aliran air
sehingga kapur dapat bercampur merata dan bereaksi dengan cepat dalam

38

menaikan pH air. Bila hal ini tidak terjadi maka kapur yang ditambahkan akan
menggumpal, tidak menyebar rata sehingga tidak dapat bereaksi dalam hal
menaikan pH air dan tentunya ini akan menjadi hal yang sia-sia dan
menghabiskan biaya.
Cara pemberian kapur juga dapat dilakukan dengan melarutkan kapur
dalam air kemudian dialirkan kedalam limbah dengan dilakukan pengadukan
cepat hingga lambat sehingga terbentuk gumpalan-gumpalan kotoran akibat
bergabungnya partikel etrsuspensi yang ada dalam limbah hingga gumpalan
kotoran atau disebut flok tumbuh menjadi besar, berat dan cepat mengendap. Jika
tidak memungkinkan untuk ditambahkannya pengaduk dalam kolam treatment
maka hal ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan aliran air sehingga bisa
dituangkan pada saluran kolam. Pada saluran, air yang masuk dari kolam yang
terbawa dengan kecepatan tertentu akan memicu pergerakan air dalam kolam
sehingga tawas yang sudah dicairkan akan cepat tercampur dengan air limbah dan
juga cepat bereaksi menaikkan pH air.
Untuk mengetahui berapa banyak kapur yang bisa digunakan dalam
karakteristik

air buangan yang dihasilkan dari kegiatan penambangan dapat

dilakukan dengan melakukan perhitungan, dimana data yang diambil adalah


penambahan dosis kapur dengan kenaikan pH = 6 hal ini dimaksudkan agar
penggunaan kapur yang dipakai lebih ekonomis dan pH tersebut juga telah
memenuhi baku mutu yang berlaku. Perhitungan tersebut adalah sebagai berikut:

39

Sampel 20 L
pH awal 4
Berat kapur(gr)

0,5

0,6

0,7

0,8

0,9

1,0

PH akhir

10

Tabel 4.5 percobaan kapur tohor

Percobaan

Luas

Panjang

Waktu

200 m

2m

2.16 s

200 m

2m

2.18 s

200 m

2m

2,27 s

200 m

2m

1,35 s

200 m

2m

1,25 s

200 m

2m

1,30 s

200 m

2m

0,7 s

200 m

2m

0,29 s

200 m

2m

0,17 s

Tanggal 22-09-2014
2
Tanggal 23-09-2014
2
Tanggal 24-09-2014
3
Tanggal 25-09-2014
4
Tanggal 26-09-2014
5
Tanggal 27-09-2014
6
Tanggal 28-09-2014
7
Tanggal 29-09-2014
8

40

Tanggal 30-09-2014
Tabel hasil percobaan dilapangan
Dilapangan penggunaan kapur yang dipakai adalah 0,5 gr / 20 L untuk pH
akhir 6.
0,5 gr/20L = 0,025 gr/L (teoritis skala lab)
Percobaan 1
Perhitungan debit air
Q=VXA
Q = debit air
V = kecepatan aliran air (m/s)
A = Luas area yang di aliri air ( m )
V = jarak / waktu
= 2 m / 2,16 s
= 0,92 m/s
A = panjang x lebar
= 20 m x 10 m
= 200 m
Q=VXA
= 0,92 m/s x 200 m
= 184.000 m/s
Percobaan 2
V = jarak / waktu
= 2 m / 2,18 s
= 0,917 m/s
A = panjang x lebar
41

= 20 m x 10 m
= 200 m
Q=VXA
= 0,917 m/s x 200 m
= 183.000 m/s
Percobaan 3
V = jarak / waktu
= 2 m / 2,27 s
= 0,88 m/s
A = panjang x lebar
= 20 m x 10 m
= 200 m
Q=VXA
= 0,88 m/s x 200 m
= 176.000 m/s
Percobaan 4
V = jarak / waktu
= 2 m / 1,35 s
= 1,48 m/s
A = panjang x lebar
= 20 m x 10 m
= 200 m
Q=VXA
= 1,48 m/s x 200 m
= 296.000 m/s

42

Percobaan 5
V = jarak / waktu
= 2 m / 1,30 s
= 1,54 m/s
A = panjang x lebar
= 20 m x 10 m
= 200 m
Q=VXA
= 1,54 m/s x 200 m
= 308.000 m/s
Percobaan 6
V = jarak / waktu
= 2 m / 1,25 s
= 1,6 m/s
A = panjang x lebar
= 20 m x 10 m
= 200 m
Q=VXA
= 1,6 m/s x 200 m
= 320.000 m/s
Percobaan 7
V = jarak / waktu
= 2 m / 0,7 s
= 2,85 m/s
A = panjang x lebar

43

= 20 m x 10 m
= 200 m
Q=VXA
= 2,85 m/s x 200 m
= 570.000 m/s
Percobaan 8
V = jarak / waktu
= 2 m / 0,29 s
= 6,9 m/s
A = panjang x lebar
= 20 m x 10 m
= 200 m
Q=VXA
= 6,9 m/s x 200 m
= 1380 m/s
Percobaan 9
V = jarak / waktu
= 2 m / 0,17 s
= 11,76 m/s
A = panjang x lebar
= 20 m x 10 m
= 200 m
Q=VXA
= 11,76 m/s x 200 m
= 2352 m/s

44

Percobaan

Debit air (Q) = V x A

184.000 m/s

183.000 m/s

176.000 m/s

296.000 m/s

308.000 m/s

320.000 m/s

570.000 m/s

1380 m/s

2352 m/s

Total

5.769 m/s

Sehingga debit total kesembilan percobaan itu sebesar 5.769 m/s = 5.769.000 L/ s
5.769.000/3600 = 1,6 L/jam
Rata-rata = 5.769/ 9 = 641.000
Perhitungan kebutuhan kapur secara teoritis dengan skala lapangan
= Kebutuhan Kapur X Debit Air
= 0,025 gr/L x 641.000 L/jam
= 16,025 gram /jam /1000
= 0,16025 kg / jam
= 0.11375 kg /hari
= 3,4 kg / bulan
Catatan : (pompa tidak beroperasi)
Hasil pengamatan dilapangan diketahui bahwa kapur yang diperlukan pada
kolam pengendapan meranti adalah

10,2 kg/bulan dengan pH 4. Tentu hal ini

dirasa kurang untuk menaikan pH menjadi normal dan belum ditambah lagi

45

dengan kondisi pompa yang terus beroperasi maka tentunya air akan terus
berganti dengan kondisi pH asam serta pengaruh dari penambahan tawas yang
dilakukan dapat menurunkan pH. Dikhawatirkan air limbah yang menuju ke uotlet
dan selanjutnya dibuang ke badan air ini masih belum memenuhi standar baku
mutu. Sementara itu dalam jangka waktu tertentu, kolam akan mengalami
pendangkalan karena hasil bentukan endapan, hal ini menyebabkan kapasitas
kolam tidak maksimal. Untuk memeksimalkan kapasitas kolam pengendapan,
dilakukan pengerukan lumpur kemudian di pompa (dredging ) ke area tambang
terdekat.

46

Anda mungkin juga menyukai