3 Lokasi Pabrik
Pemilihan serta penentuan lokasi pabrik sangat menentukan keberhasilan
suatu pabrik. Khususnya letak geografis suatu pabrik yang akan didirikan. Oleh
sebab itu, penting dilakukan suatu perencanaan dalam menentukan lokasi pabrik.
Lokasi pendirian pabrik yang tepat dengan bahan baku semurah mungkin dan
fasilitas penunjang lainnya yang memadai dapat memperoleh keuntungan dalam
jangka panjang baik untuk perusahaan maupun kesejahteraan warga sekitar.
Adapun penentuan lokasi pabrik yang tepat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya.
6. Enzim Novozym
Enzim Novozym pada pembuatan bioetanol dapat mempermudah proses
sakarifikasi dan fermentasi agar dapat mengkonversi selulosa menjadi
etanol.
Tabel 2.7 Spesifikasi Enzim Novozym
Parameter Spesifikasi
Komposisi Cellic Ctec2 : enzim α-selulase, β-
selulase, dan hemiselulosa.
Cellic Htec2 : enzim β-glukosidase
Sifat fisik Berbentuk manik-manik bulat
berwarna putih
Densitas 1,19 g/cm2
Porositas 0,349
Kapasitas Asam 0,436 mmol/g
(Wulandari, 2015)
2.5.2 Molases
Molases merupakan salah satu produk utama setelah gula pasir, yang
dihasilkan dari bermacam-macam tingkat pengolahan tebu menjadi gula. Molases
mengandung sejumlah besar gula, baik sukrosa maupun reduksi (Judoamidjojo
dan Darwis, 1992). Total kandungan gula berkisar 48-56% dan pH-nya sekitar
5,5-5,6. Molasses pekat berasal dari cairan gula yang diuapkan sehingga
mengandung 70-80% gula yang terdiri dari 70% gula invert (Hidayat, Purwani
dan Rofiq, 2006).
Kualitas molasses yang dihasilkan dari suatu industri gula dipengaruhi oleh
cara pembersihan niranya, apabila kurang sempurna maka kotoran banyak
terdapat dalam molasses. Selain hal tersebut kualitas molasses juga dipengaruhi
oleh lokasi penanaman tenu, kondisi iklim tanam, komposisi molase dan banyak
penyimpanan. Selama masa penyimpanan molasses tidak akan mengalami banyak
perubahan sifat fisis maupun kimia, karena sifat molase itu sendiri mempunyai pH
5,5-6,5 dan berada dalam kondisi pekat sehingga konsentrasi gula dalam molasses
cukup tinggi dapat memberikan efek pengawetan pada molasses (Prescott and
Dunn, 1981).
2.5.3 Singkong
Tanaman singkong banyak ditemukan di Indonesia karena tanaman ini
mudah tumbuh dimana saja. Singkong biasanya hanya digunakan sebagai pakan
ternak dan bahan pangan tradisional setelah beras dan jagung. Karena itu, harga
singkong sangat fluktuatif dan tidak memberikan keuntungan yang memadai bagi
petani. Adapun kandungan dari singkong tersebut memiliki kandungan
karbohidrat/pati sebesar 26,80%, Protein sebesar 0,5%, Lemak sebesar 0,08%, Air
sebesar 46,42%, Serat 0,51%, Kotoran sebesar 0,69%, dan Kulit sebesar 25%.
Pengembangan bioetanol diharapkan dapat menjadi solusi sumber energy
terbarukan dan dapat meningkatkan pendapatan petani singkong. Dengan langkah
ini, singkong akan menjadi stabil sehingga memberikan keuntungan yang cukup
bagi petani. Masalah krisis energy masa depan pun akan terselesaikan dan
membawa Indonesia menjadi negara mandiri dalam bidang energi.
Adapun dalam seleksi bahan baku ini telah dipilih Tandan Kosong Kelapa
Sawit (TKKS) sebagai bahan baku utama pembuatan bioetanol, karena limbah
padat yang berasal dari pengolahan kelapa sawit berupa tandan kosong kelapa
sawit, cangkang atau tempurung, serat, lumpur, dan bungkil. Dalam 1 ha lahan
pertanian kelapa sawit akan dihasilkan limbah sekitar 6,75 ton limbah tandan
kosong kelapa sawit dan 22 ton limbah pelepah kelapa sawit. Setiap pengolahan 1
ton tandan buah segar akan menghasilkan limbaj padat berupa tandan kosong
kelapa sawit sebanyak 200 – 250 kg (CV. Meori Agro, 2012). Selain itu TKKS
juga banyak ditemukan pada lokasi pendirian pabrik yang bertepatan di Provinsi
Kalimantan Timur, yang dimana banyak perkebunan kelapa sawit yang dikelola
oleh perusahaan.
Selama ini pengolahan atau pemanfaatan TKKS masih sangat terbatas yaitu
dibakar dalam incinerator, ditimbun (open dumping), dijadikan mulsa di
perkebunan kelapa sawit, atau diolah menjadi kompos. Namun karena adanya
kendala seperti waktu pengomposan yang cukup lama sampai 6-12 bulan, fasilitas
yang harus disediakan, dan banyak pengolahan TKKS tersebut. Padahal tandan
kosong kelapa sawit berpotensi untuk dikembangkan menjadi barang yang lebih
berguna, salah satunya menjadi bahan baku bioetanol. Kandungan selulosa yang
cukup tinggi yaitu sebesar 45% menjadikan kelapa sawit sebagai prioritas untuk
dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol (Aryafatta, 2008).
Sedangkan, alasan tidak menggunakan Molases dari Tebu dan Pati dari
Singkong, dikarenakan bahan baku seperti tebu, jagung, dan singkong merupakan
tanaman pangan yang banyak dikonsumsi masyarakat. Jika lahan tanaman
tersebut dialihkan menjadi lahan produksi bioetanol, maka produksi pangan akan
menurun sehingga harganya menjadi naik.
Referensi untuk bab 1.3 dan 2.3
https://lppm.itk.ac.id/detail-berita/penelitian-pengembangan-potensi-energi-
alternatif-dengan-pemanfaatan-campuran-limbah-cangkang-kelapa-sawitserbuk-
gergaji-kayuampas-kopi-sebagai-sumber-energi-terbarukan-kalimantan-timur
https://www.indonesiastudents.com/saccharomyces-cerevisiae-pengertian-
dan-penjelasannya/
https://paserkab.go.id/berita/kominfo/pemkab-paser-bentuk-perda-rencana-
pembangunan-industri-2020-2040
https://greensingkong.blogspot.com/2014/11/dinamika-pengembangan-
industri.html