DISUSUN OLEH:
2. ERIKA OKTAVIANTI
3. M. IRVAN HARYANTO
KELOMPOK : 2B
YOGYAKARTA
2022
I. Pendahuluan Perancangan
a. Latar Belakang
Ketergantungan dunia terhadap bahan bakar fosil semakin besar. Seiring dengan
semakin langka dan mahalnya bahan bakar fosil serta meningkatnya populasi manusia
sehingga membuat hal ini menjadi salah satu permasalahan dunia. Untuk itu setiap
negara diberikan tekanan untuk segera memproduksi dan menggunakan energi
terbarukan.
Salah satu yang mendasari terjadinya kelangkaan energi adalah pemakaian
bahan bakar kendaraan bermotor yang dari tahun ke tahun semakin meningkat. Hal ini
mengakibat pemakaian bahan bakar minyak bumi juga meningkat. Dampak dari
meningkatnya pemakaian bahan bakar fosil adalah pemanasan global yang mana juga
mengancam lingkungan. Hal ini semakin mendorong dikembangkannya bahan bakar
alternatif yang bersifat terbarukan dan ramah lingkungan.
Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5
Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional untuk mengembangkan sumber energi
alternatif sebagai bahan bakar pengganti minyak. Kebijakan tersebut menekankan
pada sumber daya yang dapat diperbaharui sebagai alternatif pengganti bahan bakar
minyak. Selain itu, pemerintah serius untuk mengembangkan bahan bakar nabati
dengan menerbitkan INPRES Nomor 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan Bahan Bakar
Nabati sebagai Sumber Bahan Bakar.
Salah satu jenis Energi Baru Terbarukan (EBT) yang mempunyai potensi dan
peluang pengembangan yang cukup baik di Indonesia adalah bioetanol. Bioetanol
adalah bahan bakar alternatif yang diolah dari tumbuhan yang memiliki keunggulan
karena mampu menurunkan emisi CO2 hingga 18%, dibandingkan dengan emisi
bahan bakar fosil. Bioetanol yang diproduksi saat ini umumnya berasal dari bioetanol
generasi pertama, yaitu bioetanol yang terbuat dari bahan pertanian yang mengandung
pati atau gula, seperti jagung, singkong, gandum, dan tebu. Bahanbahan tersebut
berasal dari bahan pangan dan pakan, sehingga bioetanol generasi pertama
dikhawatirkan akan mengganggu kebutuhan pangan. Untuk mengatasi kekhawatiran
itu maka bioetanol generasi kedua muncul dengan memanfaatkan bahan nabati yang
mengandung selulosa dan hemiselulosa tinggi. Selulosa tidak dapat dicerna oleh
manusia dan banyak limbah pertanian yang memiliki kandungan selulosa tinggi,
sehingga produksi bioetanol dari limbah pertanian tidak akan mengganggu kebutuhan
pangan.
Limbah pertanian yang potensial dan melimpah di Indonesia adalah tandan
kosong kelapa sawit. Tandan kosong kelapa sawit ialah limbah utama dari industri
pengolahan kelapa sawit yang memiliki kandungan selulosa, hemiselulosa dan lignin
yang cukup besar, yaitu 41,23%; 26,50%; dan 17,54%. Rata-rata produksi tandan
kosong kelapa sawit adalah berkisar 22-24% dari berat tandan buah segar yang di
proses di pabrik kelapa sawit.
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang populer di Indonesia.
Berdasarkan data yang diperoleh dari direktorat jenderal perkebunan produksi kelapa
sawit di indonesia terus mengalami kenaikan setiap tahunnya. Salah satu wilayah yang
banyak menghasilkan kelapa sawit adalah Riau. Dengan mempertimbangkan
kebutuhan produk dalam negeri, ketersediaan bahan baku, dan juga berdasarkan
kapasitas produksi pabrik yang sudah ada maka dipilih kapasitas pabrik bioetanol dari
tandan kosong kelapa sawit sebesar 40.000 ton/tahun. Pendirian pabrik ini diharapkan
mampu mengurangi impor etanol, mengurangi jumlah pengangguran, menambah
devisa negara, dan menjadikan etanol sebagai alternatif pengganti bahan bakar bebas
polusi. Tetapi, juga perlu diperhatikan untuk mengetahui pabrik dapat memberikan
keuntungan dan layak atau tidak untuk didirikan dengan melakukan perhitungan
neraca ekonomi. Adapun parameter yang digunakan untuk mengetahui apakah pabrik
bioetanol dari tandan kosong kelapa sawit sebesar 40.000 ton/tahun layak untuk
dirikan atau tidak melihat dari pabrik ini menguntungkan secara ekonomi yaitu Return
on Investment (ROI), Break Event Point (BEP), Shut Down Point (SDP), dan Pay Out
Time (POT).
b. Kapasitas Perancangan
Pabrik bioetanol dari tandan kosong kelapa sawit ini dirancang dengan kapasitas
produksi sebesar 40.000 ton/tahun.
d. Proses Produksi
Proses yang dipilih adalah sakarifikasi untuk mengubah selulosa menjadi
glukosa dengan menggunakan enzim selulase dan fermentasi untuk mengubah glukosa
dan gula lainnya menjadi etanol menggunakan saccharomyces cerevisiae yang
dilakukan reaktor SSF secara batch, dengan pretreatment secara fisika dan kimia
menggunakan NaOH 1%, dan hasil akhir berupa etanol dengan kemurnian 99,5%.
- Produk
Pendapatan Produk
Produk Harga Hasil Pendapatan Produk
Jual
Kg/jam Kg/tahun Rp/jam Rp/tahun
(Rp/kg)
Bioetanol
14.315 5.050 39.999.300 72.294.442 572.571.979.615
99,5%
Plant Cost
No Tahun
Index
1 2000 394.1
2 2001 394.3
3 2002 395.6
4 2003 402
5 2004 444.2
6 2005 468.2
7 2006 499.6
8 2007 525.4
9 2008 575.4
10 2009 521.9
11 2010 550.8
12 2011 585.7
13 2012 584.6
14 2013 567.3
15 2014 576.1
16 2015 556.8
17 2016 541.7
18 2017 567.5
19 2018 603.1
20 2019 551.94
21 2020 606.48
300
200
100
0
1995 2000 2005 2010 2015 2020 2025
Tahun
Berikutnya indeks harga alat untuk tahun 2021 ke atas dapat diekstrapolasi
menggunakan persamaan:
y = 10,675x – 20.935
dengan: y adalah harga indeks, dan x adalah tahun pembelian.
Pabrik direncanakan dibangun pada tahun 2025. Dengan menggunakan
persaamaan di atas, diperoleh harga indeks tahun 2025 adalah 681,875. Maka harga
alat pada tahun evaluasi dapat dicari dengan persamaan:
Nx
Ex=Ey
Ny
Dimana:
Ex: harga alat pada tahun x
Ey: harga alat pada tahun y
Nx: indeks harga pada tahun x
Ny: indeks harga pada tahun y
Biaya Tambahan
No. Keperluan Pengeluaran
1 Asuransi $ 5.071,07
2 Pengiriman $ 436.377,51
3 Bea Masuk $ 218.188,76
4 PPN $ 312.737,22
5 PPH $ 46.910,58
Total Tambahan ($) $ 1.019.285,14
Total Tambahan (Rp) Rp 14.590.608.053
c. Gaji Karyawan
Gaji Total Gaji
No. Jabatan Jumlah
(Rp/Bulan) (Rp/Bulan)
1 Direktur Utama 25.000.000 1 25.000.000
2 Direktur Produksi 20.000.000 1 20.000.000
3 Direktur Umum 20.000.000 1 20.000.000
4 Manajer Produksi 15.000.000 1 15.000.000
Manajer Pemeliharaan dan
5 15.000.000 1 15.000.000
Utilitas
Manajer Keuangan dan
6 15.000.000 1 15.000.000
Pemasaran
7 Manajer Administrasi 15.000.000 1 15.000.000
8 Manajer SDM 15.000.000 1 15.000.000
9 Manajer K3 15.000.000 1 15.000.000
10 Kepala Bagian 7.000.000 13 91.000.000
11 Staff 6.000.000 20 120.000.000
12 Operator Produksi 5.000.000 25 125.000.000
13 Operator Utilitas 5.000.000 10 50.000.000
14 Dokter 7.000.000 1 7.000.000
15 Perawat 4.000.000 2 8.000.000
16 Cleaning Service 3.500.000 12 42.000.000
17 Petugas Keamanan 3.500.000 12 42.000.000
18 Sopir 3.200.000 3 9.600.000
Total 107 Rp 649.600.000
d. Capital
1. Fix Capital
“Lang” Factor Methods
Factor Capital (Rupiah)
No. Components
Ratio 2021
1 Purchased equipment (delivered) 1 51.528.080.002
2 Purchased equipment installation 0,39 19.990.651.201
3 Instrumentation (installed) 0,13 6.663.550.400
4 Piping (intalled) 0,31 15.890.004.801
5 Electrical (installed) 0,1 5.125.808.000
6 Building (including service) 0,29 14.864.843.201
7 Yard improvements 0,1 5.125.808.000
8 Service facilities (installed) 0,55 28.191.944.001
9 Land 0,06 3.075.484.800
Total Direct Plant Cost 150.186.174.406
10 Engineering and supervision 0,32 16.402.585.601
11 Construction expense 0,34 17.427.747.201
Total Direct and Indirect Cost 184.016.507.207
12 Contractor's Fee 0,18 9.226.454.400
13 Contingency 0,36 18.452.908.801
Fixed Capital Investment 211.695.870.408
14 Working capital 0,74 37.930.979.201
Total Capital Investment Rp 240.626.849.609
2. Manufacturing Cost
Factor Cost (Rupiah)
No. Type of Cost
Ratio 2021
1 Raw materials 1 275.661.071.957,81
2 Operating labor 1 7.795.200.000,00
Direct supervisory and clerical 1.169.280.000,00
3 0,15
labor
4 Utilities 0,15 41.349.160.793,67
5 Maintenance and repairs 0,11 23.286.545.744,86
6 Operating supplies 0,15 3.492.981.861,73
7 Laboratory charge 0,15 1.169.280.000,00
8 Patents and royalties - -
Direct Manufacturing Cost 353.923.520.358,06
Depreciation machine and 21.169.587.040,78
9 0,1
equipment
Depreciation building 0,03 445.945.296,02
10 Local taxes 0,02 4.233.917.408,16
11 Insurance 0,01 2.116.958.704,08
12 Rent - -
Fixed Charges 27.966.408.449,03
13 Payroll overhead, packaging, etc 0,5 16.125.512.872,43
Plant Overhead Cost 16.125.512.872,43
Manufacturing Cost Rp 398.015.441.679,52
3. General Expense
Factor Expense (Rupiah)
No. Type of Expense
Ratio 2021
1 Administrative cost 0,2 1.559.040.000,00
2 Distribution and selling cost 0,15 59.702.316.251,93
3 Research and development cost 0,03 11.940.463.250,39
4 Financing (interest) - -
General Expense Rp 73.201.819.502,31
Analisis BEP
Sa Fa Ra Va
Rp700,000,000,000
Rp600,000,000,000
Rp500,000,000,000
Rp400,000,000,000
Rp300,000,000,000
Rp200,000,000,000
Rp100,000,000,000
Rp0
0 20 40 60 80 100 120
0,3 Ra
SDP= × 100 %
(Sa−Va−0,7 Ra)
0,3× Rp 131.130 .861.292,57
¿ ×100 %
( Rp 572.571.979 .815,00−Rp 317.010.232 .751,58−0,7 × Rp131.130 .861 .292,57)
¿ 24,02 %
Daftar Pustaka
Aries, R.S., and Newton, R.D., 1955, Chemical Engineering Cost Estimation, MCGraw
Hill Handbook Co., Inc., New York
Putra, Sugili. (2020), Analisis BEP Industri, Lecture Handout: Ekonomi Teknik, Sekolah
Tinggi Teknologi Nuklir, Yogyakarta.
Ulrich, G.D. and P.T. Vasudevan, “Chemical Engineering Process Design and
Economics, A Practical Guide,” 2nd edition, Process Publishing, 2004,
ulrichvasudesign.com
Vatavuk, W.M., How to Estimate Operating Costs, Chem. Eng., pp. 33-37, July 2005
Wijayanti, Erika. (2019), Spesifikasi Reaktor Simultaneous Saccharification And
Fermentation (SSF) pada Pra Rancang Pabrik Bioetanol dari Mikroalga
(Chlamydomonas Reinhardtii) dengan Proses Simultaneous Saccharification And
Fermentation (SSF) Kapasitas 8.800 Kl/Tahun, Tugas Akhir S1, Universitas Negeri
Semarang, Semarang.