OLEH
JURUSAN SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERISTAS HASANUDDIN
Kapita Selekta dan Infrastruktur Lingkungan
Pengolahan Limbah Gas di Industri Semen 1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala karena dengan nikmat
kesehatan, rahmat, karunia, dan taufik serta hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan
makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah “Kapita Selekta dan Infrastruktur Lingkungan”
dengan judul” Teknologi Co-processing sebagai Solusi Alternatif Mereduksi Bahan Bakar
Fosil dan Gas CO2 di Industri Semen Indonesia”.
Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas dan persyaratan kurikulum Program
Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin, Gowa, Sulawesi Selatan.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Ibu
Dr. Eng. Muralia Hustim, S.T., M.T. selaku Dosen mata kuliah Kapita Selekta dan
Infrastruktur Lingkungan yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan mengenai teknologi co-processing, proses pembuatan semen yang
berpotensi menghasilkan limbah gas, serta prinsi-prinsip penanganan limbah gas dengan
teknologi Co-Processing yang dihasilkan industri semen tersebut.
Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam penyusunan laporan ini masih
terdapat kekurangan-kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik, saran
dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa adanya saran yang membangun.
Akhir kata, semoga makalah yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Terima Kasih.
Penulis
BAB I PENDAHULUAN
I. 3 Tujuan .......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
LAMPIRAN ........................................................................................................................... 26
PENDAHULUAN
Industri semen di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami pertumbuhan, baik dari
segi jumlah pabrik, kapasitas, maupun produksi. Selama beberapa tahun terakhir,
kebutuhan semen dalam negeri mengalami peningkatan yang cukup tajam, sehingga
diperlukan penambahan kapasitas produksi secara nasional.
Dalam proses produksi, industri semen membutuhkan sumber daya energi yang
berasal dari energi fosil. Cadangan sumber daya energi fosil dunia termasuk Indonesia
terus menurun dari waktu ke waktu. Misalnya cadangan sumber daya energi yang berasal
dari batubara (yang dipakai di industri semen, baja, dan pembangkit listrik lainnya) akan
habis dalam waktu 86 tahun. Sementara pemakaian energi terbarukan masih memerlukan
investasi teknologi yang sangat tinggi sehingga kurang ekonomis. Peran pemerintah masih
dirasa kurang dalam memberikan insentif bagi industri besar yang berupaya memakai
energi alternatif dalam proses produksinya.
Akibat pemakaian batubara sebagai bahan bakar utama pembuatan clinker, industri
semen Indonesia yang berkapasitas 32 juta ton per tahun termasuk penyumbang emisi CO2
yang cukup besar di atmosfer. Setiap tahun konsentrasi gas CO2 di atmosfer mengalami
kenaikan yang mengakibatkan kenaikan suhu bumi. Konsentrasi CO2 diperkirakan bakal
mencapai 520 ppm di tahun 2100 dan suhu bumi diproyeksikan akan mengalami kenaikan
sebesar 6°C.
Teknologi co-processing dalam industri semen dapat menjadi solusi alternatif yang
tepat untuk melakukan substitusi secara bertahap terhadap pemakaian bahan bakar fosil.
Sementara itu, bagi para penghasil limbah yang mengalami kesulitan dalam pengelolaan
limbahnya dapat bekerja sama dengan industri semen untuk pemusnahan limbah
menggunakan teknologi bersih ini.
I.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan dari makalah
ini ialah:
1. Mengetahui defenisi teknologi co-processing.
2. Mengetahui proses pembuatan semen yang berpotensi menghasilkan limbah gas
3. Mengetahui metode pengolahan limbah gas pada industri semen
4. Mengetahui prinsip penanganan limbah gas dengan teknologi Co-Processing yang
dihasilkan industri semen.
Udara yang bersih merupakan idaman bagi semua makhluk hidup yang ada didunia
ini. Udara tersebut terdiri dari campuran mekanis dari bermacam-macam gas. Komposisi
normal udara terdiri atas gas Nitrogen 78.1%, Oksigen 20.39% dan Karbondioksida
0.03%, sementara selebihnya berupa gas argon, neon, kripton, xenon dan helium
(anonim, 2008). Udara juga mengandung uap air, debu, bakteri, spora dan sisa tumbuh-
tumbuhan (M. Suparmoko, 2011).
Diperkirakan menjelang habisnya masa protocol Kyoto pada tahun 2012 harga
carbon akan naik. Jenis limbah yang dapat dipakai dalam teknologi co-processing ini
memang harus selektif dan dipersiapkan mulai saat pengelolaan awal, dari transportasi
limbah sampai ke lokasi pengumpanan. Untuk jenis limbah yang mudah meledak,
bersianida, radioaktif, infeksius, klorin tinggi tidak dapat diterima sebagai alternatif
energi dan alternatif material.
Berikut ini merupakan tabel pengaruh oksida utama pada pembentukan klinker dan
sifat semen
Tabel 2. Pengaruh Oksida Utama Pada Pembentukan Klinker dan Sifat Semen
Oksida Pembentukan Klinker Sifat Semen
CaO - Mempengaruhi kekuatan semen
SiO2 - Mempengaruhi kekuatan semen
Al2O3 Merendahkan temperatur sintering Membantu pada kekuatan awal
Fe2O3 Merendahkan temperatur sintering Tidak terlalu berpengaruh pada
kekuatan awal
Sumber :Balai diklat PT. Semen Baturaja (Persero), 2010
Semen (cement) adalah hasil industri dari paduan bahan baku: batu
kapur/gamping sebagai bahan utama dan lempung/tanah liat atau bahan pengganti
lainnya dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk bubuk/bulk, tanpa memandang
proses pembuatannya, yang mengeras atau membatu pada pencampuran dengan air. Bila
semen dicampurkan dengan air, maka terbentuklah beton. Beton nama asingnya,
concrete-diambil dari gabungan prefiks bahasa Latin com, yang artinya bersama-sama,
dan crescere (tumbuh), yang maksudnya kekuatan yang tumbuh karena adanya campuran
zat tertentu. (Ruli, 2013)
Kapita Selekta dan Infrastruktur Lingkungan
Pengolahan Limbah Gas di Industri Semen 12
Batu kapur/gamping adalah bahan alam yang mengandung senyawa kalsium
oksida (CaO), sedangkan lempung/tanah liat adalah bahan alam yang mengandung
senyawa: silika oksida (SiO2), aluminium oksida (Al2O3), besi oksida (Fe2O3) dan
magnesium oksida (MgO). Untuk menghasilkan semen, bahan baku tersebut dibakar
sampai meleleh, sebagian untuk membentuk clinkernya, yang kemudian dihancurkan dan
ditambah dengan gips (gypsum) dalam jumlah yang sesuai. Hasil akhir dari proses
produksi dikemas dalam kantong/zak dengan berat rata-rata 40 kg atau 50 kg (Ruli,
2013).
Dalam pengertian umum, semen adalah suatu binder, suatu zat yang dapat
menetapkan dan mengeraskan dengan bebas, dan dapat mengikat material lain. Abu
vulkanis dan batu bata yang dihancurkan yang ditambahkan pada batu kapur yang
dibakar sebagai agen pengikat untuk memperoleh suatu pengikat hidrolik yang
selanjutnya disebut sebagai “cementum”. Semen yang digunakan dalam konstruksi
digolongkan kedalam semen hidrolik dan semen non-hidrolik.
1. Proses basah
Pada proses basah semua bahan baku yang ada dicampur dengan air,
dihancurkan dan diuapkan kemudian dibakar dengan menggunakan bahan bakar
minyak, bakar (bunker crude oil). Proses ini jarang digunakan karena masalah
keterbatasan energi BBM.
2. Proses kering
Pada proses kering digunakan teknik penggilingan dan blending kemudian
dibakar dengan bahan bakar batubara. Proses ini meliputi lima tahap pengelolaan
yaitu :
a. Proses pengeringan dan penggilingan bahan baku di rotary dryer dan roller
meal.
b. Proses pencampuran (homogenizing raw meal) untuk mendapatkan campuran
yang homogen.
c. Proses pembakaran raw meal untuk menghasilkan terak (clinker : bahan
setengah jadi yang dibutuhkan untuk pembuatan semen).
d. Proses pendinginan terak.
e. Proses penggilingan akhir di mana clinker dan gypsum digiling dengan cement
mill.
Dari proses pembuatan semen di atas akan terjadi penguapan karena
pembakaran dengan suhu mencapai 900 derajat Celcius sehingga menghasilkan :
residu (sisa) yang tak larut, sulfur trioksida, silika yang larut, besi dan alumunium
oksida, oksida besi, kalsium, magnesium, alkali, fosfor, dan kapur bebas.
Secara garis besar proses produksi semen melalui 6 tahap, yaitu :
1. Penambangan dan penyimpanan bahan mentah
Semen yang paling umum yaitu semen portland memerlukan empat
komponen bahan kimia yang utama untuk mendapatkan komposisi kimia yang
sesuai. Bahan tersebut adalah kapur (batu kapur), silika (pasir silika), alumina
Langkah pertama dalam penentuan jenis limbah yang dapat dipakai dalam
teknologi co-processing adalah dengan mendata nilai energi dan nilai material yang dibagi
Kapita Selekta dan Infrastruktur Lingkungan
Pengolahan Limbah Gas di Industri Semen 16
menjadi tiga kategori yaitu high grade, medium grate dan low grade. Selanjutnya
pengelolaan awal sebelum masuk ke lokasi pengumpanan. Pengelolaan awal material
limbah yang berupa cair, padat atau lumpur (slurry) dapat dilakukan pencampuran lebih
dari satu material sehingga dapat diperoleh suatu nilai energi baru yang diinginkan dan
relatif stabil. Pengelolaan awal ini juga diperlukan untuk mengurangi kadar air atau
impurities yang berlebih sehingga dapat memperkecil ketidaksempurnaan proses
pembakaran.
Material limbah yang baru yaitu hasil pencampuran ditempatkan dalam suatu bin
atau hopper tersendiri yang siap ditransportasikan ke lokasi pengumpanan secara kontinyu
dan stabil. Massa limbah yang masuk harus dapat dikontrol dari ruang pengendalian
operasi guna mengatur substitusi batubara yang harus dilakukan dan melihat perubahan
gas CO akibat pembakaran limbah. Indikator gas CO menjadi sangat penting untuk
mengetahui kesempurnaan pembakaran. Apabila tidak terkontrol dapat mengganggu
efisiensi dan efektivitas alat penangkap debu (electrostatic precepitator). Indikator CO ini
dapat membantu optimalisasi pemakaian bahan bakar dan kapasitas produk clinker.
Proses pembuatan clinker memerlukan suhu yang tinggi, baik ketika material
masih berada di Suspension Preheater maupun telah berada di Rotary Kiln. Suhu tinggi
inilah yang dimanfaatkan dalam teknologi co-processing. Unsur-unsur kimia logam yang
terkandung pada limbah akan menyatu dengan partikel clinker dan unsur-unsur kimia gas
akan bersirkulasi dalam proses penguapan maupun pengembunan sulfur maupun klorin.
Lokasi pengumpanan material limbah dalam proses produksi semen dapat dilakukan
melalui main burner, pyroburner, precalciner, calciner atau tersier air duct. Penentuan
lokasi pengumpanan ini tentu dengan mempertimbangkan jenis, ukuran, kadar air limbah
yang akan diumpankan.
Pada saat ketersediaan bahan bakar fosil semakin menipis maka harga bahan bakar
membumbung tinggi. Negara-negara maju masih dihadapkan pada kewajibannya
menurunkan emisi CO2 sesuai dengan kesepakatan Protocol Kyoto yang akan mendekati
habis masa berlakunya di tahun 2012. Untuk menyelesaikan masalah tersebut Eropa,
Amerika, Jepang telah memulai secara bertahap melakukan substitusi bahan bakar fosil
dengan berbagai limbah yang masih mempunyai nilai bakar. Misalnya industri semen
Fujiwara di Taiheiyo, Jepang telah melakukan substitusi 40% bahan bakar fosilnya dengan
limbah berupa ban bekas, plastik, waste oil, EP Carbon disamping telah menggunakan coal
jenis LCV (low calorific value) dan pet coke.
Di Amerika Serikat, pemakaian limbah ban telah lazim digunakan sebagai bahan
bakar alternatif di berbagai industri. Untuk industri semen dari data Rubber Manufacturing
Association tahun 2006 setiap tahun pemakaian limbah ban terus mengalami peningkatan.
Tercatat dalam “Guidelines on Co-processing Waste Materials in Cement Production“
(Anonim, 2006) bahwa utilisasi pemakaian bahan bakar alternatif di industri semen di
Eropa pada tahun 2002 telah mensubstitusi 11,4% energinya menggunakan limbah senilai
85.510 ton Joule. Di Jerman, sebagai salah satu negara Eropa yang lebih ketat dalam
pengelolaan lingkungan hidupnya telah berhasil melakukan subsitusi bahan bakarnya
menggunakan berbagai macam limbah sebesar 35% pada tahun 2002 dan terus mengalami
peningkatan setiap tahunnya.
Menurut Central Polution Control Board, 2010, emisi debu merupakan salah satu
polutan utama dari industri semen yang ada. Emisi debu tidak mungkin berubah ketika
pabrik semen mengolah bahan-bahan beracun dan berbahaya lainnya. Pada Umumnya kiln
semen dilengkapi dengan Electro Static Precipitator atau Bag rumah untuk mengontrol
emisi partikulat. Setiap gas asam yang terbentuk selama co-processing kemungkinan akan
tertahan dengan bahan-bahan yang bersifat alkali dan dimasukkan ke dalam klinker semen.
Namun sebelum itu, industri semen harus memastikan bahwa output yang mereka hasilkan
memenuhi standar emisi partikulat selama co-processing sebagaimana diatur dalam
peraturan yang dikeluarkan oleh SPCB / PCC. Untuk polutan lainnya seperti HCl, SO2,
CO, TOC, HF, NOx, jumlah dioksin dan furan, Cd + Tl + senyawanya, Hg dan
senyawanya, Sb + Sebagai + Pb + Co + Cr + Cu + Mn + Ni + V + dan senyawa lainnya,
emisi gas selama co-processing tidak boleh melebihi ambang batas emisi garis yaitu;
selama fase co-processing pra uji coba.
Reaksi pembakaran karbon yang ideal sesuai dengan reaksi (1). Pada umumnya reaksi
ini sulit terjadi dikarenakan sangat bervariasinya nilai karbon pada batubara yang
diumpankan ke burner. Perbedaan nilai karbon yang direpresentasikan dengan nilai bakar
batubara yang sangat bervariasi menyebabkan terjadi variasi burning zone temperature
pada saat proses pembakaran di rotary kiln. Dalam teknologi co-processing yang
melibatkan banyak limbah yang mempunyai nilai bakar bervariasi akan mempengaruhi
Gas CO yang terbentuk dari reaksi pembakaran dapat terbawa dalam gas hasil
pembakaran. Regulasi pemerintah membatasi maksimum emisi keluar cerobong SOx
adalah 800 mg/Nm3 dan NOx sebesar 1000 mg/Nm3 sementara gas CO2 telah diyakini
sebagai penyebab pemanasan global. Kontribusi terbesar SOx berasal dari sulfur yang
terkandung pada bahan bakar dan limbah sedangkan NOx timbul akibat suhu tinggi dari
nyala api di sekitar main burner yang mengoksidasi N2 dari udara pendingin maupun
primary air fan. Gas CO2 timbul selain karena reaksi pembakaran bahan bakar adalah juga
diakibatkan reaksi kalsinasi pada raw material pembentuk kristal klinker
III. 1 Kesimpulan
III. 2 Saran
EGC: Jakarta.
Pamungkas, Yulius. 2010. Teknologi Co-processing : Solusi Alternatif Mereduksi Bahan Bakar Fosil
Ruli. 2013. Industri Semen._ Diakses pada hari Rabu , 11 Maret 2015, pukul 21.44 WITA
MATRIKS REFERENSI
Tahun
No. Judul Penulis Diterbitkan Jenis Tulisan Intisari
Terbit
Membahas mengenai sifat-sifat yang
dimiliki dari suatu bahan baku
pembuatan semen, seperti sifat fisik
1 Pencemaran Udara Anonim - 2010 Brosur
dan kimia, sifat bahan baku
pelengnkap dan penunjang, dan lain-
lain
Membahas konsep-konsep mengenai
pencemaran udara, seperti defenisi,
2 Pencemaran Udara Anonim - 2008 (wikipedia)
jenis-jenis, dampak, pengendalian,
dan lain-lain
Membahas mengenai bahan baku
Balai Diklat PT Buku pembuata semen dan pengaruh
3 Proses Pembuatan Semen - 1999
Semen Baturaja (modul) komposisi kimia semen terhadap raw
mix dan sifat semen.