Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH KAPITA SELEKTA

DAN INFRSTRUKTUR LINGKUNGAN

“Teknologi Co-processing sebagai Solusi Alternatif


Mereduksi Bahan Bakar Fosil dan Gas CO2 di Industri
Semen Indonesia”

OLEH

FADEL KHALIFAH IBRAHIM – D121 12 107

NAJAMUDDIN –D121 12 266

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

JURUSAN SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERISTAS HASANUDDIN
Kapita Selekta dan Infrastruktur Lingkungan
Pengolahan Limbah Gas di Industri Semen 1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala karena dengan nikmat
kesehatan, rahmat, karunia, dan taufik serta hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan
makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah “Kapita Selekta dan Infrastruktur Lingkungan”
dengan judul” Teknologi Co-processing sebagai Solusi Alternatif Mereduksi Bahan Bakar
Fosil dan Gas CO2 di Industri Semen Indonesia”.
Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas dan persyaratan kurikulum Program
Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin, Gowa, Sulawesi Selatan.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Ibu
Dr. Eng. Muralia Hustim, S.T., M.T. selaku Dosen mata kuliah Kapita Selekta dan
Infrastruktur Lingkungan yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan mengenai teknologi co-processing, proses pembuatan semen yang
berpotensi menghasilkan limbah gas, serta prinsi-prinsip penanganan limbah gas dengan
teknologi Co-Processing yang dihasilkan industri semen tersebut.
Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam penyusunan laporan ini masih
terdapat kekurangan-kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik, saran
dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa adanya saran yang membangun.
Akhir kata, semoga makalah yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Terima Kasih.

Gowa, 15 Maret 2015

Penulis

Kapita Selekta dan Infrastruktur Lingkungan


Pengolahan Limbah Gas di Industri Semen i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................... i

DAFTAR ISI .......................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

I. 1 Latar Belakang ............................................................................................. 1

I. 2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 1

I. 3 Tujuan .......................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

II.1 Teknologi co-processing ....................................................................... 3

II.2 Produksi Semen ..................................................................................... 5

II.2.1 Bahan Baku .......................................................................................... 5

II.2.2 Bahan Baku Utama .............................................................................. 5

II.2.3 Sifat Fisika Bahan Baku Utama .......................................................... 5

II.2.4 Sifat Kimia Bahan Baku Utama ........................................................... 6

II.2.4.1 Bahan Baku Penunjang (Korektif) ...................................................... 10

II.2.4.2 Bahan Baku Tambahan ........................................................................ 11

III.3 Produksi Semen .................................................................................... 12

II.3.1 Definisi Semen ....................................................................................... 12

II.3.2 Proses Pembuatan Semen ..................................................................... 14

II.4 Metode pengumpanan limbah ............................................................. 16

II.5 Penerapan teknologi co-processing di industri semen ....................... 19

II.6 Manfaat teknologi co-processing pada industri semen ...................... 20

Kapita Selekta dan Infrastruktur Lingkungan


Pengolahan Limbah Gas di Industri Semen ii
BAB III PENUTUP

III. 1 Kesimpulan ............................................................................................ 23

III. 2 Saran ....................................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 25

LAMPIRAN ........................................................................................................................... 26

Kapita Selekta dan Infrastruktur Lingkungan


Pengolahan Limbah Gas di Industri Semen iii
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Industri semen di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami pertumbuhan, baik dari
segi jumlah pabrik, kapasitas, maupun produksi. Selama beberapa tahun terakhir,
kebutuhan semen dalam negeri mengalami peningkatan yang cukup tajam, sehingga
diperlukan penambahan kapasitas produksi secara nasional.
Dalam proses produksi, industri semen membutuhkan sumber daya energi yang
berasal dari energi fosil. Cadangan sumber daya energi fosil dunia termasuk Indonesia
terus menurun dari waktu ke waktu. Misalnya cadangan sumber daya energi yang berasal
dari batubara (yang dipakai di industri semen, baja, dan pembangkit listrik lainnya) akan
habis dalam waktu 86 tahun. Sementara pemakaian energi terbarukan masih memerlukan
investasi teknologi yang sangat tinggi sehingga kurang ekonomis. Peran pemerintah masih
dirasa kurang dalam memberikan insentif bagi industri besar yang berupaya memakai
energi alternatif dalam proses produksinya.
Akibat pemakaian batubara sebagai bahan bakar utama pembuatan clinker, industri
semen Indonesia yang berkapasitas 32 juta ton per tahun termasuk penyumbang emisi CO2
yang cukup besar di atmosfer. Setiap tahun konsentrasi gas CO2 di atmosfer mengalami
kenaikan yang mengakibatkan kenaikan suhu bumi. Konsentrasi CO2 diperkirakan bakal
mencapai 520 ppm di tahun 2100 dan suhu bumi diproyeksikan akan mengalami kenaikan
sebesar 6°C.
Teknologi co-processing dalam industri semen dapat menjadi solusi alternatif yang
tepat untuk melakukan substitusi secara bertahap terhadap pemakaian bahan bakar fosil.
Sementara itu, bagi para penghasil limbah yang mengalami kesulitan dalam pengelolaan
limbahnya dapat bekerja sama dengan industri semen untuk pemusnahan limbah
menggunakan teknologi bersih ini.

I.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya dapat dinyatakan
sebagai berikut.
1. Apakah yang dimaksud dengan teknologi co-processing ?

Kapita Selekta dan Infrastruktur Lingkungan


Pengolahan Limbah Gas di Industri Semen 1
2. Bagaimana proses pembuatan semen di industri semen yang berpotensi
menghasilkan limbah gas?
3. Bagaimana metode pengolahan limbah gas pada industri semen ?
4. Bagaimana penerapan teknologi Co-Processing pada industri semen ?

I.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan dari makalah
ini ialah:
1. Mengetahui defenisi teknologi co-processing.
2. Mengetahui proses pembuatan semen yang berpotensi menghasilkan limbah gas
3. Mengetahui metode pengolahan limbah gas pada industri semen
4. Mengetahui prinsip penanganan limbah gas dengan teknologi Co-Processing yang
dihasilkan industri semen.

Kapita Selekta dan Infrastruktur Lingkungan


Pengolahan Limbah Gas di Industri Semen 2
BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Teknologi co-processing

Udara yang bersih merupakan idaman bagi semua makhluk hidup yang ada didunia
ini. Udara tersebut terdiri dari campuran mekanis dari bermacam-macam gas. Komposisi
normal udara terdiri atas gas Nitrogen 78.1%, Oksigen 20.39% dan Karbondioksida
0.03%, sementara selebihnya berupa gas argon, neon, kripton, xenon dan helium
(anonim, 2008). Udara juga mengandung uap air, debu, bakteri, spora dan sisa tumbuh-
tumbuhan (M. Suparmoko, 2011).

Polusi atau pencemaran udara adalah dimasukkannya komponen lain ke dalam


udara,baik oleh kegiatan manusia secara langsung atau tidak langsung maupun akibat
proses alam sehingga kualitas udara turun sampai ke tingkatan tertentu yang
menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat befungsi lagi sesuai
peruntukannya (anonim,2008). Setiap substansi yang bukan merupakan bagian dari
komposisi udara normal disebut sebagai polutan (Budiman Chandra, 2005).

Teknologi co-processing merupakan teknologi bersih karena dengan pembakaran


pada temperatur tinggi (di atas 1450°C), material limbah dapat musnah tanpa
meninggalkan residu dan gas buang yang keluar cerobong menjadi satu dengan gas hasil
pembakaran dan reaksi kalsinasi (Verhagen, 2006; Claude, 2006; Nørskov, dkk., 2009).

Dalam industri semen, teknologi co-processing didefinisikan sebagai teknik


pemakaian kembali limbah suatu industri sebagai substitusi bahan bakar fosil dan bahan
baku semen (bahan galian C) dengan tujuan untuk memanfaatkan nilai energi dan nilai
bahan yang masih terkandung di dalam limbah tersebut. Di Eropa teknologi co-
processing dikenal juga sebagai co-incinerator dan telah berkembang pesat. Sementara
di Indonesia pemusnahan limbah masih dilakukan terpisah dan menggunakan teknologi
incenerator yang masih menghasilkan residu yang harus dilakukan pemusnahan kembali.
Industri besar yang menggunakan sistem reaktor pembakaran seperti semen, baja, kapur,
pembangkit listrik sangat mungkin memanfaatkan teknologi co-processing dalam
strategi jangka panjangnya dalam mengelola pemakaian bahan bakar dan bahan baku
berupa bahan galian C.

Kapita Selekta dan Infrastruktur Lingkungan


Pengolahan Limbah Gas di Industri Semen 3
Pemakaian teknologi ini dapat menurunkan pemakaian energi batubara. Apabila
dikelola dengan baik dan melalui perhitungan dapat diajukan untuk memperoleh “kredit
karbon” yang dapat diperjual-belikan dalam pasar karbon dengan nilai 10 hingga 20
dollar AS per satu ton CO2 (Van der Meer, 2007).

Diperkirakan menjelang habisnya masa protocol Kyoto pada tahun 2012 harga
carbon akan naik. Jenis limbah yang dapat dipakai dalam teknologi co-processing ini
memang harus selektif dan dipersiapkan mulai saat pengelolaan awal, dari transportasi
limbah sampai ke lokasi pengumpanan. Untuk jenis limbah yang mudah meledak,
bersianida, radioaktif, infeksius, klorin tinggi tidak dapat diterima sebagai alternatif
energi dan alternatif material.

Apabila teknologi co-processing dilaksanakan secara konsisten oleh semua industri


pemakai energi besar di Indonesia dan dipayungi oleh regulasi hukum yang kuat dari
pemerintah maka tiga persoalan besar dapat diselesaikan. Ketiga persoalan besar itu yaitu
penghematan sumber daya alam termasuk bahan bakar fosil, pengelolaan lingkungan
bersih yaitu pengurangan emisi CO2 dan penambahan lapangan kerja (Van der Meer, R,
2007).

Teknologi co-processing yang dilakukan secara konsisten dapat membantu


penghematan energi fosil, mengurangi pemanasan global yang diakibatkan oleh
peningkatan emisi CO2 dan mempunyai dampak lingkungan yang lebih bersih dalam hal
pemusnahan limbah industri. Dalam industri semen, kunci keberhasilan teknologi co-
processing adalah penentuan lokasi dan sistem pengumpanan limbah, konsistensi
kualitas nilai energi dan nilai bahan dari limbah dan pengelolaan limbah yang
memperhatikan sistem Kesehatan dan Keselamatan Kerja dan Lingkungan Hidup
(K3LH). Hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan teknologi co-processing adalah
komposisi, bentuk dan ukuran serta kandungan air dan zat pengotor yang bervariasi
antara berbagai jenis limbah agar tidak mempengaruhi kestabilan operasi dan kualitas
produk.

Kapita Selekta dan Infrastruktur Lingkungan


Pengolahan Limbah Gas di Industri Semen 4
II.2 Produksi Semen

II.2.1 Bahan Baku


Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan semen adalah batuan alam yang
mengandung oksida – oksida kalsium, alumina, silika dan besi. Bahan baku tersebut
terdiri dari tiga kelompok yaitu bahan baku utama, bahan baku penunjang (korektif) dan
bahan baku tambahan (Anonim, 2011).

II.2.2 Bahan Baku Utama


Bahan baku utama merupakan bahan baku yang mengandung komposisi kimia
oksida-oksida kalsium, silika dan alumina. Bahan baku utama yang digunakan yaitu batu
kapur (Lime Stone) dan tanah liat (Clay) (Anonim, 2011)
a. Batu kapur (Lime Stone)
Calsium carbonat (CaCO3) berasal dari pembentukan geologis yang pada umumnya
dapat dipakai untuk pembuatan semen portlad sebagai sumber senyawa kapur (CaO).
b. Tanah liat (Clay)
Tanah liat (Al2O3.K2O.6SiO2.2H2O) merupakan bahan baku semen yang
mempunyai smber utama senyawa silika, senyawa alumina, dan senyawa besi.

II.2.3 Sifat Fisika Bahan Baku Utama


Sifat fiska dari bahan baku utama memiliki sifat fisik seperti pada tabel 1 di bawah
ini.

Tabel 1. Sifat – Sifat Fisika Bahan Baku Utama


Komponen Bahan Baku
No Sifat – Sifat Bahan
Batu Kapur Tanah Liat
Rumus kimia CaCO3 Al2O3.K2O.6SiO2.2H2O
1
Berat molekul 100,09 g/gmol 796,40 g/gmol
2
Densitas 2,71 g/ml 2,9 g/ml
3
Titik leleh 1339 oC Terurai pada 1450 oC
4
Warna Putih keabu – abuan Coklat kemerah – merahan
5
Kelarutan Larut dalam air, asam Tidak larut dalam air, asam,
6
NH4Cl pelarut lain
Sumber : Perry, R. H, tahun 1989

Kapita Selekta dan Infrastruktur Lingkungan


Pengolahan Limbah Gas di Industri Semen 5
II.2.4 Sifat Kimia Bahan Baku Utama
Semua senyawa utama untuk semen terdapat dalam batu kapur dan tanah liat, tetapi
tidak semua batu kapur dan tanah liat memiliki proporsi kimia yang memenuhi untuk
membuat semen dengan kualitas semen yang diinginkan. Oleh karena itu, pada proses
pembuatan semen bahan baku utama tersebut biasanya ditambah bahan lain sebagai
koreksi unsur kimia yang kurang, yaitu berupa pasir besi dan pasir silika.
Senyawa kimia yang terdapat dalam bahan baku dan yang diperlukan adalah Oksida
Kalsium (CaO), Oksida Silisium (SiO2), Oksida Alumunium (Al2O3) dan Oksida Besi
(Fe2O3). Disamping senyawa-senyawa tersebut, terdapat juga senyawa-senyawa lain
yang keberadaannya tidak diinginkan dan harus dibatasi, sepeti Magnesium Oksida
(MgO), Alkali, Klorida, Sulfur, dan Fosfor (Anonim, 2011).
a. Oksida Kalsium (CaO)
Dalam proses pembuatan semen, Oksida Kalsium merupakan komponen yang
terbesar jumlahnya, dan akan bereaksi dengan Oksida Silikat, Alumunium Silikat,
Alumina, dan Oksida Besi dan membentuk senyawa mineral potensial penyusun
kekuatan dalam semen.
b. Oksida Silikat/ Silium (SiO2)
Oksida Silikat merupakan oksida komponen terbesar kedua setelah Oksida
Kalsium. Oksida ini juga sangat menentukan dalam pembentukan mineral
potensial. Oksida Silikat diperoleh dari penguraian dan dekomposisi mineral-
mineral Montmorilnit, Kaolinit, ataupun yang berasal dari tanah liat. Disamping
itu, Oksida Silikat dapat juga diperoleh dari batuan Pasir Silika (Silica Sand).
c. Oksida Alumunium/Alumina (Al2O3)
Oksida Alumunium bersama Oksida Kalsium membentuk Oksida Kalsium
Aluminta (C3A). Oksida Alumunium bersama dengan Oksida Besi dan Oksida
Kalsium dalam pembakaran di kiln akan membentuk senyawa Kalsium Alumina
Ferrit (C4AF). Oksida alumunium sebagian besar diperoleh dari tanah liat. Oksida
Alumina selain ikut bagian dalam reaksi-reaksi pembentukan mineral potensial
juga berperan untuk menurunkan titik leleh (flix) pada proses pembakaran di kiln.
Oksida Alumina ini juga menentukan tingkat kekentalan lelehan hasil pembakaran
di kiln dengan nilai berbanding lurus.

Kapita Selekta dan Infrastruktur Lingkungan


Pengolahan Limbah Gas di Industri Semen 6
d. Oksida Besi (ferrit) (Fe2O3)
Oksida besi bersama Oksida Kalsium dan Alumunium pada proses pembakaran
di kiln akan bereaksi membentuk senyawa Kalsium Alumina Ferrit (C4AF). Oksida
besi juga bersifat menurunkan titik leleh pembakaran di kiln dan juga menentukan
tingkat fase cair dalam klinkerisasi dengan nilainya berbanding lurus, tetapi
viskositasnya lebih rendah dibanding alumunium.
e. Oksida Magnesium (MgO)
Oksida Magnesium tidak berperan dalam membentuk mineral potential, bahkan
keberadaannya dalam semen akan merugikan karena akan menurunkan kualitas
semen. Kadar MgO bebas dalam semen dibatasi paling tinggi 2 % dan akan
bereakasi dengan air.
MgO(s) + H2O(g) Mg(OH)2(s) …………………………..(1)
Reaksi ini berlangsung sangat lambat, sedangkan proses pengerasan semen
sudah selesai dan Mg(OH)2 menempati ruangan yang lebih besar dari MgO dan hal
ini akan menyebabkan terpecahnya ikatan pasta semen yang sudah mengeras
sehingga akan menimbulkan keretakan pada hasil penyemanan. Sumber MgO
terutama berasal dari dolomite (CaCO3.MgCO3) dan dapat juga berasal dari blast
furnace slag yang mengandung MgO tinggi.
f. Oksida Belerang
Oksida belerang yang sebagian besar berasal dari bahan bakar dan senyawa
sulfur dari bahan mentah, akan sangat mengganggu proses pembakaran di kiln.
Oksida belerang pada suhu tinggi ± 1450 oC akan menguap dan akan bereaksi
dengan alkali membentuk senyawa alkali sulfat yang akan terkondensasi atau
mengembun pada suhu 1000 oC. SO2 berlebih akan bereaksi dengan CaO
membentuk CaSO4 yang akan menyebabkan kebuntuan pada
daerah preheater atau dalam istilah operasi bisa disebut dengan build up di inlet
kiln, dan bisa menyebabkan berhentinya operasi kiln.
g. Klorida
Klorida biasanya berasal dari tanah liat. Pada suhu pembakaran di buring zone,
klorida akan menguap dan akan mengembun membentuk coating yang juga
akan menyebabkan terjadinya bulid up. Apabila kandungan klorida dalam bahan
semen cukup tinggi dilakukan antisipasi dengan melengkapi kiln dengan system by

Kapita Selekta dan Infrastruktur Lingkungan


Pengolahan Limbah Gas di Industri Semen 7
pass untuk mengeluarkan secara periodik. Kandungan klorida dalam semen akan
menyebabkan karat pada besi beton.
h. Fluoride
Fluoride dalam bahan baku semen tidak begitu diperhatikan, karena biasanya
persentasenya sangat rendah, antara 0,03 – 0,08 % dan pada pembakaran mudah
menguap sehingga tidak mengganggu proses pembakaran.
i. Fosfor Oksida
Kandungan Fosfor Oksida dalam bahan baku sangat rendah. Oksida ini dalam
jumlah besar akan merugikan kualitas semen, karena akan menurunkan kuat
tekan semen, khususnya pada kuat tekan awal.
Struktur mineral bahan baku berpengaruh terhadap :
Kekerasan : - Sifat Abrasi
- Kemampuan untuk dipecah
- Kemampuan untuk digiling
Kadar Air : - Sifat plastis (plastic)
- Sifat mudah lengket (stickness)
Pemilihan proses pembuatan (basah, semi basah, semi kering, kering).
Reaktifitas : - Sifat – sifat pembakaran

Berikut ini merupakan tabel pengaruh oksida utama pada pembentukan klinker dan
sifat semen
Tabel 2. Pengaruh Oksida Utama Pada Pembentukan Klinker dan Sifat Semen
Oksida Pembentukan Klinker Sifat Semen
CaO - Mempengaruhi kekuatan semen
SiO2 - Mempengaruhi kekuatan semen
Al2O3 Merendahkan temperatur sintering Membantu pada kekuatan awal
Fe2O3 Merendahkan temperatur sintering Tidak terlalu berpengaruh pada
kekuatan awal
Sumber :Balai diklat PT. Semen Baturaja (Persero), 2010

Kapita Selekta dan Infrastruktur Lingkungan


Pengolahan Limbah Gas di Industri Semen 8
Pengaruh komposisi kimia terhadap raw mix dan sifat semen yang dihasilkan
antara lain :
1) Pengaruh silica rasio : menunjukkan tinggi rendahnya kandungan silica pada raw
mix. (Balai Diklat PT. Semen Baturaja (Persero), 2010
 Silica Rasio tinggi jika kadar SiO2 tinggi atau kadar Al2O3 dan Fe2O3 rendah,
maka:
a. Raw mix sulit dibakar dan klinker akan berdebu
b. Jumlah C3S rendah, kekuatan awal semen tinggi.
c. Kekuatan awal rendah, kekuatan awal semen tinggi.
d. Setting time mudah decontrol (lama), kebutuhan bahan bakar tinggi.
e. Free CaO tinggi, sifat coating jelek dan tidak tahan terhadap thermal shock.
 Silica rasio rendah jika kadar SiO2 rendah atau kadar Al2O3 dan Fe2O3 tinggi,
maka:
a. Temperatur klinkerisasi dapat lebih rendah, pembentukan kliker lebih mudah
terbakar.
b. Kemungkinan terbentuknya ring formation dalam kiln.
c. Jumlah C3S tinggi.
d. Kekuatan awal lebih rendah, kebutuhan bahan bakar rendah.
e. Klinker berbentuk bola, dan sulit digiling, setting time semen pendek.
2) Pengaruh Alumina Rasio : Menunjukkan tinggi rendahnya kadar Al2O3 raw mix.
(Balai Diklat PT. Semen Baturaja (Persero), 2010)
 Alumina rasio tinggi jika kadar Al2O3 tinggi atau kadar Fe2O3 rendah maka :
a. Setting time semen sulit dikontrol (pendek), panas hidrasi selama setting
tinggi.
b. Kadar C3S tinggi, menurunkan kadar CSF4F, menaikkan kadar C3A.
c. Rendahnya daya tahan terhadap serangan air laut
d. Liquid phase cenderung tinggi dan terlalu viskositas
e. Ketahanan terhadap sulfat rendah.
 Alumina rasio rendah jika kadar Al2O3 rendah atau kadar Fe2O3 tinggi maka:
a. Liquid phase lebih tinggi, reaksi klinkerisasi lebih cepat,
temperatur klinkerisasi lebih rendah.
b. Panas hidrasi rendah
c. Daya tahan terhadap air laut tinggi

Kapita Selekta dan Infrastruktur Lingkungan


Pengolahan Limbah Gas di Industri Semen 9
d. Setting time lama
e. Kuat tekan awal semen rendah.

3) Pengaruh Lime Saturation Factor


Menunjukkan perbandingan antara % CaO dalam raw mix dengan CaO yang
dibutuhkan untuk mengikat Oksida lainnya. Lime Saturation Factor didasarkan
pada jumlah maksimum dari kapur yang dapat digabungkan dengan kondisi operasi
yang optimum yaitu klinker tidak mengandung CaO bebas ; pencampuran dan
kehalusanraw mix terjamin sempurna / baik ; pada proses pembakaran dalam kiln,
reaksi bisa berlangsung sempurna.
Sumber : Balai diklat PT. Semen Baturaja (Persero), 2010

 Lime Saturation Factor tinggi maka :


a. Kadar C3S tinggi, kadar C2S
b. Kekuatan awal tinggi
c. Raw mix sulit dibakar
d. Kecenderungan Free CaO tinggi
e. Setting time lambat (rendah)
 Lime Saturation Factor rendah maka :
a. Kadar C3S rendah, kadar C2S tinggi
b. Raw mix mudah dibakar
Sumber : Balai Diklat PT. Semen Baturaja, 2010

II.2.4.1 Bahan Baku Penunjang (Korektif)


Bahan baku korektif adalah bahan tambahan pada bahan baku utama apabila
pada pencampuran bahan baku utama komposisi oksida – oksidanya belum memenuhi
persyaratan secara kualitatif dan kuantitatif (anonim, 2011).
Pada umumnya, bahan baku korektif yang digunakan mengandung oksida
silika, oksida alumina dan oksida besi yang diperoleh dari pasir silika (silica sand) dan
pasir besi (iron sand).
a. Pasir silika (silica sand)
Pasir silika digunakan sebagai pengkoreksi kadar SiO2 dalam tanah liat yang
rendah.

Kapita Selekta dan Infrastruktur Lingkungan


Pengolahan Limbah Gas di Industri Semen 10
b. Pasir besi (iron sand)
Pasir besi digunakan sebagai pengkoreksi kadar Fe2O3 yang biasanya dalam bahan
baku utama masih kurang.
Bahan merupakan tabel bahan baku penunjang memiliki sifat fisik dan
kimia sebagai berikut:
Tabel 3. Sifat – Sifat Fisik dan Kimia Bahan Baku Penunjang
Komponen Bahan Baku
No Sifat – Sifat Bahan
Pasir Silika Pasir Besi
1 Rumus kimia SiO2 Fe2O3
2 Berat molekul 60,06 g/gmol 159,70 g/gmol
3 Densitas 1,32 g/ml 5,12 g/ml
4 Titik leleh 1710 oC Terurai pada 1560 oC
5 Titik didih 2230 oC -
6 Warna Coklat keputihan Hitam
7 Kelarutan Tidak larut dalam air, alkali Tidak larut dalam air, tetapi
tetapi larut dalam HF larut dalam HCl
Sumber : Perry, R. H, tahun 1989

II.2.4.2 Bahan Baku Tambahan


Bahan baku tambahan adalah bahan baku yang ditambahkan pada terak atau
klinker untuk memperbaiki sifat – sifat tertentu dari semen yang dihasilkan. Bahan baku
tambahan yang biasa digunakan untuk mengatur waktu pengikatan semen
adalah Gypsum. Berikut adalah sifat fisik dan kimia dari gypsum (Anonim, 2011)
Berikut merupakan tabel sifat-sifat sifik dan kimia bahan baku tambahan
Tabel 4. Sifat – Sifat Fisik dan Kimia Bahan Baku Tambahan
No Sifat – Sifat Bahan Gypsum
1 Rumus kimia CaSO4. 2H2O
2 Berat molekul 172,17 g/gmol
3 Densitas 2,32 g/ml
4 Titik leleh 128 oC
5 Titik didih 163 oC
6 Warna Putih

Kapita Selekta dan Infrastruktur Lingkungan


Pengolahan Limbah Gas di Industri Semen 11
7 Kelarutan Larut dalam air, gliseril, Na2S2O3 dan garam
NH4
Sumber : Perry, R. H, tahun 1989

II.3 Produksi Semen

II.3.1 Definisi Semen

Semen pertama kali ditemukan di zaman Kerajaan Romawi, tepatnya di Pozzuoli,


dekat teluk Napoli, Italia. Bubuk itu lantas dinamai pozzuolana. Meski sempat populer
di zamannya, nenek moyang semen made in Napoli ini tak berumur panjang. Menyusul
runtuhnya Kerajaan Romawi, sekitar abad pertengahan (tahun 1100 - 1500 M) resep
ramuan pozzuolana sempat menghilang dari peredaran. Baru pada abad ke-18 (ada juga
sumber yang menyebut sekitar tahun 1700-an M), John Smeaton - insinyur asal Inggris -
menemukan kembali ramuan kuno berkhasiat luar biasa ini. Dia membuat adonan dengan
memanfaatkan campuran batu kapur dan tanah liat saat membangun menara suar
Eddystone di lepas pantai Cornwall, Inggris. Ironisnya, bukan Smeaton yang akhirnya
mematenkan proses pembuatan cikal bakal semen ini. Adalah Joseph Aspdin, juga
insinyur berkebangsaan Inggris, pada 1824 mengurus hak paten ramuan yang kemudian
dia sebut semen portland. Dinamai begitu karena warna hasil akhir olahannya mirip tanah
liat Pulau Portland, Inggris. Hasil rekayasa Aspdin inilah yang sekarang banyak dipajang
di toko-toko bangunan. Sebenarnya, adonan Aspdin tak beda jauh dengan Smeaton. Dia
tetap mengandalkan dua bahan utama, batu kapur (kaya akan kalsium karbonat) dan
tanah lempung yang banyak mengandung silika (sejenis mineral berbentuk pasir),
aluminium oksida (alumina) serta oksida besi. Bahan-bahan itu kemudian dihaluskan dan
dipanaskan pada suhu tinggi sampai terbentuk campuran baru.

Semen (cement) adalah hasil industri dari paduan bahan baku: batu
kapur/gamping sebagai bahan utama dan lempung/tanah liat atau bahan pengganti
lainnya dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk bubuk/bulk, tanpa memandang
proses pembuatannya, yang mengeras atau membatu pada pencampuran dengan air. Bila
semen dicampurkan dengan air, maka terbentuklah beton. Beton nama asingnya,
concrete-diambil dari gabungan prefiks bahasa Latin com, yang artinya bersama-sama,
dan crescere (tumbuh), yang maksudnya kekuatan yang tumbuh karena adanya campuran
zat tertentu. (Ruli, 2013)
Kapita Selekta dan Infrastruktur Lingkungan
Pengolahan Limbah Gas di Industri Semen 12
Batu kapur/gamping adalah bahan alam yang mengandung senyawa kalsium
oksida (CaO), sedangkan lempung/tanah liat adalah bahan alam yang mengandung
senyawa: silika oksida (SiO2), aluminium oksida (Al2O3), besi oksida (Fe2O3) dan
magnesium oksida (MgO). Untuk menghasilkan semen, bahan baku tersebut dibakar
sampai meleleh, sebagian untuk membentuk clinkernya, yang kemudian dihancurkan dan
ditambah dengan gips (gypsum) dalam jumlah yang sesuai. Hasil akhir dari proses
produksi dikemas dalam kantong/zak dengan berat rata-rata 40 kg atau 50 kg (Ruli,
2013).

Dalam pengertian umum, semen adalah suatu binder, suatu zat yang dapat
menetapkan dan mengeraskan dengan bebas, dan dapat mengikat material lain. Abu
vulkanis dan batu bata yang dihancurkan yang ditambahkan pada batu kapur yang
dibakar sebagai agen pengikat untuk memperoleh suatu pengikat hidrolik yang
selanjutnya disebut sebagai “cementum”. Semen yang digunakan dalam konstruksi
digolongkan kedalam semen hidrolik dan semen non-hidrolik.

Semen hidrolik adalah material yang menetap dan mengeras setelah


dikombinasikan dengan air, sebagai hasil dari reaksi kimia dari pencampuran dengan air,
dan setelah pembekuan, mempertahankan kekuatan dan stabilitas bahkan dalam air.
Pedoman yang dibutuhkan dalam hal ini adalah pembentukan hidrat pada reaksi dengan
air segera mungkin. Kebanyakan konstruksi semen saat ini adalah semen hidrolik dan
kebanyakan didasarkan pada semen Portland, yang dibuat dari batu kapur, mineral tanah
liat tertentu, dan gypsum, pada proses dengan temperatur yang tinggi yang menghasilkan
karbon dioksida dan berkombinasi secara kimia yang menghasilkan bahan utama
menjadi senyawa baru. Semen non-hidrolik meliputi material seperti batu kapur dan
gipsum yang harus tetap kering supaya bertambah kuat dan mempunyai komponen cair.
Contohnya adukan semen kapur yang ditetapkan hanya dengan pengeringan, dan
bertambah kuat secara lambat dengan menyerap karbon dioksida dari atmosfer untuk
membentuk kembali kalsium karbonat.

Penguatan dan pengerasan semen hidrolik disebabkan adanya pembentukan air


yang mengandung senyawa-senyawa, pembentukan sebagai hasil reaksi antara
komponen semen dengan air. Reaksi dan hasil reaksi mengarah kepada hidrasi dan hidrat
secara berturut-turut. Sebagai hasil dari reaksi awal dengan segera, suatu pengerasan
dapat diamati pada awalnya dengan sangat kecil dan akan bertambah seiring berjalannya

Kapita Selekta dan Infrastruktur Lingkungan


Pengolahan Limbah Gas di Industri Semen 13
waktu. Setelah mencapai tahap tertentu, titik ini diarahkan pada permulaan tahap
pengerasan. Penggabungan lebih lanjut disebut penguatan setelah mulai tahap
pengerasan.

II.3.2 Proses Pembuatan Semen

Proses pembuatan semen dapat dibedakan menurut :

1. Proses basah
Pada proses basah semua bahan baku yang ada dicampur dengan air,
dihancurkan dan diuapkan kemudian dibakar dengan menggunakan bahan bakar
minyak, bakar (bunker crude oil). Proses ini jarang digunakan karena masalah
keterbatasan energi BBM.
2. Proses kering
Pada proses kering digunakan teknik penggilingan dan blending kemudian
dibakar dengan bahan bakar batubara. Proses ini meliputi lima tahap pengelolaan
yaitu :
a. Proses pengeringan dan penggilingan bahan baku di rotary dryer dan roller
meal.
b. Proses pencampuran (homogenizing raw meal) untuk mendapatkan campuran
yang homogen.
c. Proses pembakaran raw meal untuk menghasilkan terak (clinker : bahan
setengah jadi yang dibutuhkan untuk pembuatan semen).
d. Proses pendinginan terak.
e. Proses penggilingan akhir di mana clinker dan gypsum digiling dengan cement
mill.
Dari proses pembuatan semen di atas akan terjadi penguapan karena
pembakaran dengan suhu mencapai 900 derajat Celcius sehingga menghasilkan :
residu (sisa) yang tak larut, sulfur trioksida, silika yang larut, besi dan alumunium
oksida, oksida besi, kalsium, magnesium, alkali, fosfor, dan kapur bebas.
Secara garis besar proses produksi semen melalui 6 tahap, yaitu :
1. Penambangan dan penyimpanan bahan mentah
Semen yang paling umum yaitu semen portland memerlukan empat
komponen bahan kimia yang utama untuk mendapatkan komposisi kimia yang
sesuai. Bahan tersebut adalah kapur (batu kapur), silika (pasir silika), alumina

Kapita Selekta dan Infrastruktur Lingkungan


Pengolahan Limbah Gas di Industri Semen 14
(tanah liat), dan besi oksida (bijih besi). Gipsum dalam jumlah yang sedikit
ditambahkan selama penghalusan untuk memperlambat pengerasan.
2. Penggilingan dan pencampuran bahan mentah
Semua bahan baku dihancurkan sampai menjadi bubuk halus dan dicampur
sebelum memasuki proses pembakaran.
3. Homogenisasi dan pencampuran bahan mentah
4. Pembakaran
Tahap paling rumit dalam produksi semen portland adalah proses
pembakaran, dimana terjadi proses konversi kimiawi sesuai rancangan dan
proses fisika untuk mempersiapkan campuran bahan baku membentuk klinker.
Proses ini dilakukan di dalam rotary kiln dengan menggunakan bahan bakar
fosil berupa padat (batubara), cair (solar), atau bahan bakar alternatif. Batubara
adalah bahan bakar yang paling umum dipergunakan karena pertimbangan
biaya.
5. Penggilingan hasil pembakaran
Proses selanjutnya adalah penghalusan klinker dengan tambahan sedikit
gipsum, kurang dari 4%, untuk dihasilkan semen portland tipe 1. Jenis semen
lain dihasilkan dengan penambahan bahan aditif posolon atau batu kapur di
dalam penghalusan semen.
6. Pendinginan dan pengepakan
Secara singkat, proses dari pembuatan semen ini adalah semua bahan mentah
dicampurkan, bahan-bahan mentah ini harus bebas debu. Debu yang dihasilkan
dari bahan mentah ini akan ditangkap oleh penangkap debu, agar debu-debu
tersebut tidak mencemari udara. Bahan-bahan ditampung. Setelah ditampung,
bahan-bahan ini kemudian dimasukkan ke dalam suspensi preheater. Suspensi
preheater ini berfungsi untuk memanaskan dengan cara menyemprotkan udara
panas. Kemudian bahan-bahan dimasukkan ke dalam rotary kiln (oven besar
yang berputar) dan dibakar pada suhu ± 1400º C sehingga menghasilkan butiran-
butiran kecil berwarna hitam yang disebut clinker (bahan setengah jadi). Clinker
kemudian ditampung di dalam clinker silo. Dari clinker silo kemudian dimasuk
ke dalam semen mill. Semen mill ini adalah suatu tempat dimana terjadi proses
pencampuran dengan gipsum. Setelah dari semen mill, masuk ke dalam semen

Kapita Selekta dan Infrastruktur Lingkungan


Pengolahan Limbah Gas di Industri Semen 15
silo. Tahap akhir dari proses pembuatan semen ini adalah pengepakan, yang
selanjutnya semen akan di distribusikan ke pasaran.
Berikut ini merupakan gambar skema proses produksi semen yang ada di
industri semen.

Gambar 1 – Proses Produksi Semen

Adapun berikut merupakan gambaran secara umum proses produksi


semen yang terjadi di industri semen

Gambar 2 – Proses Produksi Semen

II.4 Metode pengumpanan limbah

Langkah pertama dalam penentuan jenis limbah yang dapat dipakai dalam
teknologi co-processing adalah dengan mendata nilai energi dan nilai material yang dibagi
Kapita Selekta dan Infrastruktur Lingkungan
Pengolahan Limbah Gas di Industri Semen 16
menjadi tiga kategori yaitu high grade, medium grate dan low grade. Selanjutnya
pengelolaan awal sebelum masuk ke lokasi pengumpanan. Pengelolaan awal material
limbah yang berupa cair, padat atau lumpur (slurry) dapat dilakukan pencampuran lebih
dari satu material sehingga dapat diperoleh suatu nilai energi baru yang diinginkan dan
relatif stabil. Pengelolaan awal ini juga diperlukan untuk mengurangi kadar air atau
impurities yang berlebih sehingga dapat memperkecil ketidaksempurnaan proses
pembakaran.

Material limbah yang baru yaitu hasil pencampuran ditempatkan dalam suatu bin
atau hopper tersendiri yang siap ditransportasikan ke lokasi pengumpanan secara kontinyu
dan stabil. Massa limbah yang masuk harus dapat dikontrol dari ruang pengendalian
operasi guna mengatur substitusi batubara yang harus dilakukan dan melihat perubahan
gas CO akibat pembakaran limbah. Indikator gas CO menjadi sangat penting untuk
mengetahui kesempurnaan pembakaran. Apabila tidak terkontrol dapat mengganggu
efisiensi dan efektivitas alat penangkap debu (electrostatic precepitator). Indikator CO ini
dapat membantu optimalisasi pemakaian bahan bakar dan kapasitas produk clinker.

Proses pembuatan clinker memerlukan suhu yang tinggi, baik ketika material
masih berada di Suspension Preheater maupun telah berada di Rotary Kiln. Suhu tinggi
inilah yang dimanfaatkan dalam teknologi co-processing. Unsur-unsur kimia logam yang
terkandung pada limbah akan menyatu dengan partikel clinker dan unsur-unsur kimia gas
akan bersirkulasi dalam proses penguapan maupun pengembunan sulfur maupun klorin.
Lokasi pengumpanan material limbah dalam proses produksi semen dapat dilakukan
melalui main burner, pyroburner, precalciner, calciner atau tersier air duct. Penentuan
lokasi pengumpanan ini tentu dengan mempertimbangkan jenis, ukuran, kadar air limbah
yang akan diumpankan.

1. Pengumpanan limbah melalui main burner


Pengumpanan limbah melalui main burner dapat dilakukan jika burner tip dari
main burner telah dirancang untuk kombinasi antara bahan bakar utama dan alternatif
. Pengoperasian main burner menjadi faktor sangat penting agar kedua macam bahan
bakar dapat bercampur dan terbakar sempurna. Bentuk api yang ditimbulkan tidak
melebar dan tidak membakar coating yang terbentuk atau bata tahan api. Penggunaan
udara dari primary air fan, pengaturan posisi aksial atau radial pada main burner dan
posisi main burner sepanjang rotary kiln turut menentukan ketepatan proses

Kapita Selekta dan Infrastruktur Lingkungan


Pengolahan Limbah Gas di Industri Semen 17
pembakaran di dalam rotary kiln. Bentuk api yang ditimbulkan dipengaruhi oleh
kontinuitas pengumpanan bahan bakar sehingga pengumpanan bahan bakar utama
maupun alternatif harus melalui pengelolaan awal dan penempatan di masing-masing
bin dengan alat pengumpan dan timbangan yang berkesinambungan. Jenis limbah yang
dapat diumpankan melalui main burner dapat berupa padatan (animal meal, petcoke,
paper, sewage sludge), cair (sludge oil, sloop oil, glycol bottom) maupun gas (metana,
biogas).

2. Pengumpanan limbah melalui calciner ke inlet kiln


Selain melalui main burner, limbah dapat dilewatkan suspension preheater menuju
ke pengumpan kiln. Sebagai contoh, limbah ban bekas yang telah diisi sampah kota
tersortir di lemparkan menuju inlet kiln dan dengan ketinggian tertentu sehingga dapat
meluncur masuk ke dalam kiln sejauh 5 - 10 meter dari pengumpan kiln. Limbah ban
bekas yang berukuran sekitar 45 kg membutuhkan waktu tinggal 2 – 3 menit untuk
dapat terbakar secara sempurna dan energi yang dihasilkan dapat bergabung dengan
energi yang berasal dari bahan bakar utama. Pengumpanan limbah ban bekas tersebut
harus terkontrol untuk menghindari terjadinya lonjakan CO di suspension preheater
dan memastikan bahwa limbah terbakar di dalam rotary kiln bukan di area riser duct
atau cyclone. Limbah yang terbakar di cyclone sangat riskan untuk menjadi coating dan
menempel pada dinding riser duct atau cyclone. Untuk membantu memperkecil
kemungkinan terjadinya coating yang tebal dapat dipasang beberapa “big blaster” di
posisi yang tepat. Limbah padat lain pun sebenarnya dapat masuk melalui pengumpan
ini jika dapat dipastikan limbah jatuh di pengumpan kiln. Untuk jenis limbah yang
sifatnya ringan seperti kertas, dan plastik disarankan tidak masuk melalui pengumpan
kiln. Hal ini karena yang terjadi limbah akan mudah terhisap fan dan dapat terbakar di
cyclone lebih atas. Untuk mencegah lonjakan gas CO dapat dilakukan dengan mengatur
durasi pengumpanan limbah lebih lama atau berat limbah yang diumpankan.

3. Pengumpanan limbah melalui tertier air duct


Material limbah yang cocok untuk diumpankan melalui tersier air duct adalah yang
mempunyai bulk density rendah, mudah terbang dan tidak berupa cairan sehingga
limbah dapat habis terbakar di sepanjang tersier air duct akibat hisapan dari suspension
preheater fan. Udara tersier adalah udara panas dengan suhu 850 – 900°C dan

Kapita Selekta dan Infrastruktur Lingkungan


Pengolahan Limbah Gas di Industri Semen 18
kandungan oksigen tinggi yang berasal dari cooling fan di air quenching cooler.
Transportasi pengumpanan dapat menggunakan belt conveyor dan melalui alat
pengumpan yang tertutup dengan dilengkapi rotary lock untuk menghindari kebocoran
udara luar yang dapat mendinginkan udara panas. Hal ini dapat menurunkan derajat
kalsinasi di cyclone terbawah. Lokasi pengumpanan limbah sangat dekat dengan kiln
hood maka pengoperasian electrostatic precipitator cooler fan, suspension preheater
fan dan umpan udara luar dari cooling fan harus seimbang atau sedikit di bawah nol
(rentang antara -0,1 ~ -0,2), supaya tidak ada kondisi tekanan positif yang dapat
mengakibatkan limbah tidak dapat jatuh ke area grate plate dan bercampur produk
rotary kiln berupa clinker.

II.5 Penerapan teknologi co-processing di industri semen

Pada saat ketersediaan bahan bakar fosil semakin menipis maka harga bahan bakar
membumbung tinggi. Negara-negara maju masih dihadapkan pada kewajibannya
menurunkan emisi CO2 sesuai dengan kesepakatan Protocol Kyoto yang akan mendekati
habis masa berlakunya di tahun 2012. Untuk menyelesaikan masalah tersebut Eropa,
Amerika, Jepang telah memulai secara bertahap melakukan substitusi bahan bakar fosil
dengan berbagai limbah yang masih mempunyai nilai bakar. Misalnya industri semen
Fujiwara di Taiheiyo, Jepang telah melakukan substitusi 40% bahan bakar fosilnya dengan
limbah berupa ban bekas, plastik, waste oil, EP Carbon disamping telah menggunakan coal
jenis LCV (low calorific value) dan pet coke.

Di Amerika Serikat, pemakaian limbah ban telah lazim digunakan sebagai bahan
bakar alternatif di berbagai industri. Untuk industri semen dari data Rubber Manufacturing
Association tahun 2006 setiap tahun pemakaian limbah ban terus mengalami peningkatan.
Tercatat dalam “Guidelines on Co-processing Waste Materials in Cement Production“
(Anonim, 2006) bahwa utilisasi pemakaian bahan bakar alternatif di industri semen di
Eropa pada tahun 2002 telah mensubstitusi 11,4% energinya menggunakan limbah senilai
85.510 ton Joule. Di Jerman, sebagai salah satu negara Eropa yang lebih ketat dalam
pengelolaan lingkungan hidupnya telah berhasil melakukan subsitusi bahan bakarnya
menggunakan berbagai macam limbah sebesar 35% pada tahun 2002 dan terus mengalami
peningkatan setiap tahunnya.

Kapita Selekta dan Infrastruktur Lingkungan


Pengolahan Limbah Gas di Industri Semen 19
Di Indonesia, dua industri semen terbesar telah mulai menerapkan teknologi co-
processing ini dengan dukungan dari industri semen Eropa, yaitu PT Indocement Tunggal
Prakarsa dan HOLCIM. Bahkan PT Indocement Tunggal Prakarsa telah diakui oleh dunia
internasional sebagai industri semen Indonesia pertama yang memperoleh sertifikat
reduksi emisi CO2 (ER) dalam upaya memproduksi semen ramah lingkungan dan ikut
dalam perdagangan karbon internasional.

Menurut Central Polution Control Board, 2010, emisi debu merupakan salah satu
polutan utama dari industri semen yang ada. Emisi debu tidak mungkin berubah ketika
pabrik semen mengolah bahan-bahan beracun dan berbahaya lainnya. Pada Umumnya kiln
semen dilengkapi dengan Electro Static Precipitator atau Bag rumah untuk mengontrol
emisi partikulat. Setiap gas asam yang terbentuk selama co-processing kemungkinan akan
tertahan dengan bahan-bahan yang bersifat alkali dan dimasukkan ke dalam klinker semen.
Namun sebelum itu, industri semen harus memastikan bahwa output yang mereka hasilkan
memenuhi standar emisi partikulat selama co-processing sebagaimana diatur dalam
peraturan yang dikeluarkan oleh SPCB / PCC. Untuk polutan lainnya seperti HCl, SO2,
CO, TOC, HF, NOx, jumlah dioksin dan furan, Cd + Tl + senyawanya, Hg dan
senyawanya, Sb + Sebagai + Pb + Co + Cr + Cu + Mn + Ni + V + dan senyawa lainnya,
emisi gas selama co-processing tidak boleh melebihi ambang batas emisi garis yaitu;
selama fase co-processing pra uji coba.

II. 6 Manfaat teknologi co-processing pada industri semen


Pada proses pembakaran, terjadi reaksi antara karbon dan oksigen dan menghasilkan
gas karbon dioksida dan gas karbon monoksida sesuai persamaan berikut.

Reaksi pembakaran karbon yang ideal sesuai dengan reaksi (1). Pada umumnya reaksi
ini sulit terjadi dikarenakan sangat bervariasinya nilai karbon pada batubara yang
diumpankan ke burner. Perbedaan nilai karbon yang direpresentasikan dengan nilai bakar
batubara yang sangat bervariasi menyebabkan terjadi variasi burning zone temperature
pada saat proses pembakaran di rotary kiln. Dalam teknologi co-processing yang
melibatkan banyak limbah yang mempunyai nilai bakar bervariasi akan mempengaruhi

Kapita Selekta dan Infrastruktur Lingkungan


Pengolahan Limbah Gas di Industri Semen 20
kualitas pembakaran. Salah satu cara untuk mengurangi variasi nilai karbon atau nilai
bakar adalah dengan menstabilkan bahan bakar alternatif dalam hal kualitas pencampuran
dan kontinuitas pengumpanan. Melihat kondisi ini maka reaksi pembakaran yang terjadi
adalah reaksi (2). Untuk menyempurnakan reaksi agar terjadi reaksi (1), dengan
memperbesar oksigen yang akan meniadakan gas CO tetapi suhu pembakaran turun dan
memperbesar beban fan pada suspension preheater. Oleh karena itu volume oksigen yang
tinggi tidak begitu diperlukan apabila udara yang membawa bahan bakar telah mencukupi
membentuk nyala api yang kuat dan melingkupi campuran antara bahan bakar dan oksigen.

Gas CO yang terbentuk dari reaksi pembakaran dapat terbawa dalam gas hasil
pembakaran. Regulasi pemerintah membatasi maksimum emisi keluar cerobong SOx
adalah 800 mg/Nm3 dan NOx sebesar 1000 mg/Nm3 sementara gas CO2 telah diyakini
sebagai penyebab pemanasan global. Kontribusi terbesar SOx berasal dari sulfur yang
terkandung pada bahan bakar dan limbah sedangkan NOx timbul akibat suhu tinggi dari
nyala api di sekitar main burner yang mengoksidasi N2 dari udara pendingin maupun
primary air fan. Gas CO2 timbul selain karena reaksi pembakaran bahan bakar adalah juga
diakibatkan reaksi kalsinasi pada raw material pembentuk kristal klinker

Untuk menjelaskan bahwa teknologi co-processing dapat berkontribusi positif dalam


mengurangi gas CO2 dapat dijelaskan bahwa teknologi co-processing merupakan peng-
gabungan dua proses pembakaran yaitu pembakaran limbah pada unit incinerator dan
pembakaran batubara pada industri semen. Akibat penggabungan dua proses ini maka gas
CO2 yang dihasilkan dapat tereduksi karena limbah yang dibakar sekaligus untuk
mengurangi pemakaian batubara dalam memproduksi massa semen yang sama.
Pengurangan batubara berkontribusi positif terhadap deposit tambang batubara dan
terjadinya penurunan emisi CO2. Teknologi co-processing menguntungkan peng-hasil
limbah dan industri semen. Sejumlah industri yang menghasilkan limbah akan sangat
terbantu apabila mau bekerja sama dengan industri semen yang menerapkan teknologi co-
processing. Industri semen yang 35% biaya produksinya untuk energi dapat menghemat
penggunaan batubara. Teknologi co-processing menjadi solusi alternatif terbaik dalam
pengelolaan lingkungan menuju era green company. Di samping itu, kegiatan ini dapat
membuka lapangan kerja untuk masyarakat sekitar pabrik.

Kapita Selekta dan Infrastruktur Lingkungan


Pengolahan Limbah Gas di Industri Semen 21
Untuk memastikan kepada publik dan tanggung jawab sosial terhadap kelestarian
lingkungan, maka teknologi co-processing ini harus bisa dibuktikan secara nyata tidak
menimbulkan masalah baru terhadap kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh emisi
gas yang keluar cerobong. Parameter gas CO2 yang tidak cocok untuk industri semen
dapat dibandingkan dengan negara-negara Eropa yang telah lebih dulu menerapkan
teknologi co-processing ini. Perbandingan antara co-processing dan incinerator adalah
tidak dihasilkannya residu lain akibat proses pembakaran limbah, tetapi yang ada semua
limbah terbakar habis pada unit kiln dan unsur-unsur yang terkandung di dalam limbah
sebagaian ada yang bersama gas sisa hasil pembakaran dan sebagian lain terikat pada
produk clinker. Untuk memastikan clinker yang terbentuk tidak mengandung limbah
beracun, beberapa parameter harus selalu dikontrol dan dilakukan pengujian secara
kontinu maupun acak di laboratorium.

Kapita Selekta dan Infrastruktur Lingkungan


Pengolahan Limbah Gas di Industri Semen 22
BAB III
PENUTUP

III. 1 Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan yang telah dikemukan diatas, maka dapat disimpulkan:

1. Dalam industri semen, teknologi co-processing didefinisikan sebagai teknik


pemakaian kembali limbah suatu industri sebagai substitusi bahan bakar fosil dan
bahan baku semen (bahan galian C) dengan tujuan untuk memanfaatkan nilai energi
dan nilai bahan yang masih terkandung di dalam limbah tersebut.
2. Semen (cement) adalah hasil industri dari paduan bahan baku: batu kapur/gamping
sebagai bahan utama dan lempung/tanah liat atau bahan pengganti lainnya dengan
hasil akhir berupa padatan berbentuk bubuk/bulk, tanpa memandang proses
pembuatannya, yang mengeras atau membatu pada pencampuran dengan air.
Pembuatan semen terdiri dari 6 tahap : Penambangan dan penyimpanan bahan
mentah; Penggilingan dan pencampuran bahan mentah; Homogenisasi dan
pencampuran mentah; Pembakaran; Penggilingan hasil pembakaran dan;
Pendinginan dan pengepakan.
3. Metode pengumpanan limbah terdiri atas : pengumpanan limbah melalui main
burner; pengumpanan limbah melalui calciner ke inlet kiln dan; pengumpanan
limbah melalui tertier air duct.
4. Penerapan teknologi co-processing telah dilakukan di berbagai negara, seperti
Jepang, Amerika Serikat, Jerman dan Indonesia. Teknologi co-processing
memberikan manfaat : Gas CO2 yang dihasilkan dapat tereduksi karena limbah
yang dibakar sekaligus untuk mengurangi pemakaian batubara dalam memproduksi
massa semen yang sama; pengurangan pengunaan batubara; dapat menguntungkan
peng-hasil limbah dan industri semen; dapat menjadi solusi alternatif terbaik dalam
pengelolaan lingkungan menuju era green company dan; dapat membuka lapangan
kerja untuk masyarakat sekitar pabrik.

III. 2 Saran

Perkembangan teknologi beberapa tahun ini sangatlah pesat, salah satunya


sektor industri. Sektor industri terus mengembangkan unit-unit pengolahan dalam
proses produksinya, dimulai dari unit-unit manual sampai unit-unit yang beroperasi
Kapita Selekta dan Infrastruktur Lingkungan
Pengolahan Limbah Gas di Industri Semen 23
secara otomatis. Akan tetapi, perkembangan ini tidak diikuti dengan perkembangan
tekonologi yang mampu mengurangi efek samping dari unit-unit pengolahan dalam
industri. Salah satu contohnya emisi gas buang dari salah satu unit pembakaran dalam
industri semen. Emisi gas buang ini disebabkan pembakaran yang menggunakan batu
bara, penggunaan batu bara dalam industri semen telah digunakan sejak lama. Oleh
karena itu, perlu digunakan alternatif lain dalam unit pembakaran. Salah satunya
tekonologi co-processing, tekonologi ini memanfaatkan limbah untuk dijadikan bahan
bakar unit pembakaran pada industri semen. Sehingga emisi gas buang dapat
diminimalisir.

Dengan ditemukannya tekonologi co-processing, sebaiknya industri-industri


semen khususnya di Indonesia mulai memanfaatkan teknologi ini. Sehingga udara tidak
tercemar emisi gas buang dari industri semen.

Kapita Selekta dan Infrastruktur Lingkungan


Pengolahan Limbah Gas di Industri Semen 24
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Brosur. PT. Semen Baturaja Persero


Anonim. 2011. Laporan Kerja Praktek PT. Semen Baturaja Persero. Diakses pada tanggal 16
Maret 2015 pukul 13.46 WITA
Anonim.2008. Pencemaran udara.http//:Wikipedia.pencemaran udara.Org. Diakses tanggal
17 Maret 2015 pukul 07.04 WITA
Balai Diklat PT Semen Baturaja.1999.Proses Pembuatan Semen di PT. Semen
Baturaja.PT.Semen Baturaja : Baturaja
Central Polution Control Board. 2010. Guidelines on Co‐processing in Cement/Power/Steel
Industry. Parivesh Bhawan: New Delhi
Chandra, Budiman . 2005. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Penerbit Buku Kedokteran

EGC: Jakarta.

Pamungkas, Yulius. 2010. Teknologi Co-processing : Solusi Alternatif Mereduksi Bahan Bakar Fosil

dan Gas CO2 di Industri Semen Indonesia. _.Jakarta

Ruli. 2013. Industri Semen._ Diakses pada hari Rabu , 11 Maret 2015, pukul 21.44 WITA

R.H, Perry.1989. Sifat-sifat Bahan Baku Semen. _


Sharma,Kuldeep, dkk. 2012. Treatment of Waste Generated From Cement industry and their
Treatment A review._ BITS Pilani, India
Suparmoko, Muhammad. 2011.Ekonomika Lingkungan Edisi Kedua. BPFE.-Yogyakarta:
Yogyakarta
Van der Meer, R.. 2007. Current CDM experiences Heidelberg Cement. Heidelberg Cement
,member of WBCSD / CSI
Verhagen, P. 2006. Potential and Opportunities For Increased Waste Use . IEA / WBCSD
Cement Energy Efficiency Workshop, Corporate Industrial Ecology, Holcim Group
Support Ltd, September 4.

Kapita Selekta dan Infrastruktur Lingkungan


Pengolahan Limbah Gas di Industri Semen 25
LAMPIRAN

MATRIKS REFERENSI
Tahun
No. Judul Penulis Diterbitkan Jenis Tulisan Intisari
Terbit
Membahas mengenai sifat-sifat yang
dimiliki dari suatu bahan baku
pembuatan semen, seperti sifat fisik
1 Pencemaran Udara Anonim - 2010 Brosur
dan kimia, sifat bahan baku
pelengnkap dan penunjang, dan lain-
lain
Membahas konsep-konsep mengenai
pencemaran udara, seperti defenisi,
2 Pencemaran Udara Anonim - 2008 (wikipedia)
jenis-jenis, dampak, pengendalian,
dan lain-lain
Membahas mengenai bahan baku
Balai Diklat PT Buku pembuata semen dan pengaruh
3 Proses Pembuatan Semen - 1999
Semen Baturaja (modul) komposisi kimia semen terhadap raw
mix dan sifat semen.

Kapita Selekta dan Infrastruktur Lingkungan


Pengolahan Limbah Gas di Industri Semen 26
Membahas tentang konsep dasar dari
teknologi co-processing pada industri
semen, seperti pengontrolan polusi
Guidelines on Co‐processing Buku
Central Polution . Parivesh udara, pengumpulan, transportasi
4 in Cement/Power/Steel 2010 (Panduan
Control Board Bhawan pengolahan limbah gas,labelling,
Industry prosedur)
Selain itu, juga dibahas
pengoperasian teknologi, standar
emisi gas buang industry, da lain-lain
Penerbit Membahas mengenai konsep-konsep
Pengantar Kesehatan Budiman Buku pencemaran udara,seperti sumber-
5 2005 Buku
Lingkungan Chandra Kedokteran sumber, dampak pencemaran udara,
EGC dan lain-lain
Membahas mengenai pengertian
6 Industri Semen Ruli - 2013 Paper
semen dan proses pembuatan semen
Sifat-sifat Bahan Baku Membahas mengenai Teori dasar
7 Semen Perry, R.H, - 1989. Buku Diktat pembuatan semen, sifat-sifat bahan
baku seman, dan lain-lain
Membahas konsep-konsep dasar dari
BPFE.-
8 Ekonomika Lingkungan M. Suparmoko 2011 Buku pencemaran udara seperti udara,
Yogyakarta
polutan, dan lain-lain

Kapita Selekta dan Infrastruktur Lingkungan


Pengolahan Limbah Gas di Industri Semen 27
Teknologi Co-processing : Membahas mengenai pengertian
Solusi Alternatif Mereduksi Jurnal teknologi co-processing, metode
9 Bahan Bakar Fosil dan Gas - 2010 Rekayasa pengumpanan limbah, penerapan
Yulius Pamungkas
CO2 di Industri Semen Proses teknologi co-processing dan manfaat
Indonesia teknologi co-processing.
Membahas mengenai tata cara
penanganan, pengelolaan, dan
Treatment of Waste
Kuldeep Sharma, pengolahan limbah yang dihasilkan
Generated From Cement
10 Ujjawal Jain, BITS Pilani, 2012 Jurnal dari industri semen, baik pada saat
industry and their Treatment
Anupam Singhal India proses pendinginan (cooling), dan
A review
proses manufaktur, seperti limbah
gas dan lain-lain.
Heidelberg
Cement
Membahas mengenai penggunaan
Current CDM experiences ,member of Jurnal
11 Van der Meer 2007 teknologi co-processing yang dapat
HeidelbergCement WBCSD / Rekayasa
menekan pemakaian energi batubara
CSI

Potential and Opportunities IEA / Membahas mengenai kegunaan dan


12 Verhagen, P 2006 Buku
For Increased Waste Use WBCSD manfaat dari limbah yang dihasilkan.

Kapita Selekta dan Infrastruktur Lingkungan


Pengolahan Limbah Gas di Industri Semen 28
Cement
Energy
Efficiency
Workshop

Kapita Selekta dan Infrastruktur Lingkungan


Pengolahan Limbah Gas di Industri Semen 29

Anda mungkin juga menyukai