Anda di halaman 1dari 21

ANALISIS TEKNO-EKONOMI PLANT DARI PROSES

BIOGAS

(Suatu studi tentang Pengelolaan Energi Baru Dan Terbarukan)

Diajukan untuk memenuhi tugas besar Pengelolaan Energi Baru Dan Terbarukan
Fakultas Teknik Pertambangan
Universitas Islam Bandung

Disusun oleh :
Asep Anwar Ibrohim (10070114096)
Faishal Luqman (10070112022)
Muhammad Iqbal Abdul Basith (10070114048)
Naufal Faisal (10070114093)
Pandu Putra Nusantara (10070116041)
Zulisman Apriadi (10070114099)

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
BANDUNG
2020
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI ................................................................................................. i

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1


1.1 Latar Belakang................................................................................. 1
1.2 Maksud danTujuan........................................................................... 1
BAB II MENGENAL ENERGI BIOGAS................................................ 2
2.1 Definisi Biogas……………………................................................. 2
2.2 Sejarah Biogas................................................................................. 2
2.3 Cara Pembuatan Biogas................................................................... 3
2.4 Faktor yang Berpengaruh Pada Produksi Biogas............................. 4
BAB III POTENSI BIOGAS DI INDONESIA.......................................... 7
BAB IV ANALISIS TEKNO EKONOMI................................................. 10
4.1 Potensi Biogas…………………….................................................. 10
4.2 Perhitungan Gas Metana.................................................................. 10
4.3 Mesin Penggerak.............................................................................. 11
4.4 Analisis Ekonomi............................................................................. 11
BAB V OPINI DAN GAGASAN.............................................................. 14
BAB VI PENUTUP..................................................................................... 16
6.1 Kesimpulan……………………....................................................... 16
6.2 Saran................................................................................................ 17

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dewasa ini, dunia sedang dilanda oleh krisis energi yang diakibatkan oleh
kebergantungan berbagai negara dalam memanfaatkan energi yang tidak dapat diperbarui.
Selain itu juga, pemanfaatan dari energi yang tidak dapat diperbarui ini seperti halnya
minyak bumi, batubara, dan solar menghasilkan residu berupa gas buang yang mencemari
lingkungan. Sehingga, saat ini berbagai negara, termasuk Indonesia berupaya untuk
mencari sumber energi alternatif yang terbarukan dan ramah lingkungan.
Salah satu energi alternatif yang saat ini sedang dikembangkan adalah biogas.
Biogas adalah merupakan salah satu energi terbarukan berupa gas yang dihasilkan dari
proses anaerobik dimana molekul karbon kompleks yang terkandung di dalam bahan
organik didegradasi menjadi molekul dengan struktur yang lebih sederhana termasuk
didalamnya CH4 dan CO2 (Omer, 2007). Tujuan dari pemanfaatan biogas adalah mencari
sumber energi lain selain minyak tanah dan kayu bakar (Simamora, et al, 2006). Untuk
kasus di Indonesia sebagian besar pemanfaatan biogas hanya terbatas pada kegiatan untuk
memasak dan memanaskan, padahal biogas mengandung bahan utama CH 4 yang dapat
dipergunakan sebagai bahan bakar dalam pembangkit energi listrik karena mempunyai
nilai kalor yang cukup besar yaitu sebesar 23.880 Btu/lbm.

1.2 Maksud Dan Tujuan


1.2.1 Maksud
Memberikan pemaparan mengenai biogas, potensi, pemanfaatannya di Indonesia
dari sisi analisis tekno-ekonominya dan kebijakan pemerintah yang terkait dalam
pemanfaatan energi biogas.
1.2.2 Tujuan
 Menjelaskan tentang energi biogas dan teknologi pemanfaatan biogas
 Mengenalkan tentang potensi biogas di Indonesia
 Menghitung tingkat ekonomis pemanfaatan energi biogas

1
BAB II
MENGENAL ENERGI BIOGAS

2.1 Definisi Biogas


Biogas adalah gas yang dapat dibakar dan dihasilkan oleh aktifitas anaerobic
(tanpa oksigen) atau fermentasi di dalam digester dari bahan – bahan organik. Bahan –
bahan organik yang dimaksud termasuk kotoran manusia, hewan ternak, limbah domestik
(rumah tangga), limbah pertanian, sampah biodegradable atau setiap limbah organik
biodegradable dalam kondisi anaerobik. Kandungan utama dalam sumber energi ini
adalah metana dan karbondioksida. Hendroko (2008) menjelaskan bahwa biogas
merupakan suatu campuran gas – gas yang dihasilkan dari suatu proses fermentasi bahan
organik oleh bakteri dalam keadaan tanpa oksigen. Komposisi biogas yang dihasilkan
adalah gas methan (CH 4) sekitar 55-75%, gas karbondioksida (CO 2) sekitar 25-45%, dan
gas lain dengan proporsi kecil.
Gas methan (CH4) sebagai komponen utama biogas merupakan bahan bakar yang
baik karena mempunyai nilai kalor yang tinggi, yaitu sekitar 4800 sampai 6700 kkal/m³,
sedangkan gas metana murni mengandung energi 8900 Kkal/m³. Karena nilai kalor yang
cukup tinggi itulah biogas dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi terbarukan bagi
kendaraan, energi untuk rumah tangga maupun untuk memproduksi listrik serta keperluan
industri. Biogas juga dapat diolah kembali menjadi bahan bakar minyak yang lebih
spesifik. Salah satu manfaat biogas adalah sebagai pengganti gas elpiji untuk memasak,
sehingga dapat mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan bahan bakar minyak
bumi yang tidak dapat diperbaharui.

2.2 Sejarah Biogas


Biogas yang berasal dari gas methana telah lama digunakan oleh masyarakat
zaman dahulu. Pada zaman kerajaan Mesir, China dan Roma prinsip kerja biogas
digunakan sebagai penghasil panas atau api. Namun secara ilmiah, proses fermentasi
lebih lanjut untuk menghasilkan gas methan pertama kali ditemukan oleh Alessandro
Volta (1776). William Henry melakukan identifikasi gas yang dapat terbakar pada tahun
1806 dan Becham (1868), murid Louis Pasteur dan Tappeiner (1882) adalah orang
pertama yang berhasil menjelaskan asal mikrobiologis dari pembentukan methan.

2
3

Alat penghasil biogas secara anaerobik dibangun pertama kali pada tahun 1900.
Pada akhir abad ke 19, riset untuk menjadikan gas methan sebagai biogas dilakukan oleh
Jerman dan Perancis pada masa antara 2 perang dunia.
Selama perang dunia kedua berlangsung, banyak petani di Inggris dan negara –
negara di Benua Eropa yang membuat alat penghasil biogas dengan ukuran kecil untuk
menggerakkan traktor. Akibat kemudahan dalam memperoleh bahan bakar minyak dan
harganya yang murah pada tahun 1950, kegiatan pemakaian biogas mulai ditinggalkan
oleh petani Inggris dan Eropa.
Tetapi di negara-negara berkembang kebutuhan akan sumber energi yang murah
tidak selalu tersedia. Oleh karena itu, di negara India kegiatan produksi biogas terus
dilakukan sejak abad ke 19.
Saat ini, negara – negara berkembang seperti Filipina, Taiwan, Papua Nugini,
Korea, dan China juga telah melakukan berbagai riset dan pengembangan alat untuk
mengelola biogas. Selain di negara – negara berkembang, teknologi biogas juga telah
dikembangkan di negara maju seperti Jerman.

2.3 Cara Pembuatan Biogas


Dalam proses pembuatan biogas dari kotoran ternak dibutuhkan alat diantaranya,
seperti alat pengaduk, bak penampung, digester, dan pipa. Sedangkan bahan yang
digunakan dalam proses pembuatan biogas dari kotoran ternak antara lain, yaitu feses
hewan ternak, air, dan starter. Langkah – langkah dalam pembuatan biogas antara lain,
sebagai berikut :
1. Membuat instalasi yang terdiri dari bangunan utama yaitu digester yang berfungsi
untuk menampung gas methan hasil perombakan bahan – bahan organik oleh bakteri.
2. Kotoran sapi dicampur dengan air hingga terbentuk lumpur dengan perbandingan 1:1
pada bak penampung sementara.
3. Lumpur dari bak penampungan sementara kemudian dialirkan ke digester. Pada
pengisian pertama digester harus di isi sampai penuh.
4. Melakukan penambahan starter (banyak dijual di pasaran) sebanyak 1 liter dan isi
rumen segar dari rumah potong hewan (RPH) sebanyak 5 karung untuk kapasitas
digester 3,5 sampai 5,0 m². Setelah digester penuh, kran gas ditutup supaya terjadi
proses fermentasi.
5. Melakukan pembuangan gas yang dihasilkan pada hari ke-1 sampai hari ke-8 karena
pada masa ini gas yang terbentuk adalah gas CO 2. Sedangkan pada hari ke-10 sampai
4

hari ke-14 barulah terbentuk gas methan (CH 4) dan gas CO2 sudah mulai menurun.
Pada komposisi CH4 54% dan CO2 27% maka biogas telah dapat digunakan.
Biasanya dicapai pada hari ke-14 agar gas yang terbentuk dapat digunakan untuk
menyalakan api pada kompor gas atau kebutuhan lainnya. Sampai tahap ini, maka
kita sudah bisa menghasilkan energi yang terbarukan dan biogas yang dihasilkan
sudah tidak berbau seperti bau kotoran sapi.
6. Pengisian bahan biogas selanjutnya dapat dilakukan setiap hari, yaitu sebanyak
kurang lebih 20 liter setiap pagi dan sore hari. Sisa pengolahan bahan biogas berupa
lumpur /sludge secara otomatis akan keluar dari lubang pengeluaran (outlet) setiap
kali dilakukan pengisian bahan biogas. Sisa hasil pengolahan bahan biogas tersebut
dapat digunakan sebagai pupuk kandang/pupuk organik, baik dalam keadaan basah
(cair) maupun kering. (Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian, 2009).

Sumber : sinauternak.com
Gambar 2.1
Digester Biogas

2.4 Faktor yang Berpengaruh Pada Produksi Biogas


Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan produksi biogas. Faktor
pendukung untuk mempercepat proses fermentasi adalah kondisi lingkungan yang
optimal bagi pertumbuhan bakteri perombak. Ada beberapa faktor yang berpengaruh
terhadap produksi biogas yakni sebagai berikut :
1. Kondisi anaerob atau kedap udara
5

Biogas dihasilkan dari proses fermentasi bahan organik oleh mikroorganisme


anaerob. Instalasi pengolahan biogas harus kedap udara.
2. Bahan baku isian
Bahan baku isian berupa bahan organik seperti kotoran ternak, limbah pertanian, sisa
dapaur, dan sampah organik yang terhindar dari bahan anorganik. Bahan isian harus
mengandung 7 – 9 % bahan kering dengan pengenceran 1 : 1 (bahan baku : air).
3. Rasio atau Imbangan C/N
Imbangan C/N yang terkandung dalam bahan organik sangat menentukan kehidupan
dan aktivitas mikroorganisme dengan imbangan C/N optimum 25 – 30 untuk
mikroorganisme perombak.
4. Derajat keasaman (pH)
Derajat keasaman sangat berpengaruh terhadap kehidupan mikroorganisme. Derajat
keasaman yang optimum bagi kehidupan mikroorganisme adalah 6,5 – 7,5.

5. Temperatur
Produksi biogas akan menurun secara cepat akibat perubahan temperatur yang
mendadak di dalam instalasi pengolahan biogas. Untuk menstabilkan temperatur kita
dapat membuat instalasi biogas di dalam tanah. Temperatur optimal dalam proses biogas
berkisar 35-38 (Mesofilik) dan 55-57 (Termofilik).
6. Starter
Starter diperlukan untuk mempercepat proses perombakan bahan organik hingga
menjadi biogas. Starter merupakan mikroorganisme perombak yang telah dijual komersil
dapat juga digunakan lumpur aktif organik atau cairan rumen. (Simamora, 2006).
7. Pengadukan
Pengadukan dalam proses pembuatan biogas berfungsi untuk mengontrol PH,
menjaga lingkungan agar tetap homogen, pendistribusian larutan starter agar menyebar
pada seluruh digester serta mencegah penumpukan produk metabolisme berkonsentrasi
tinggi yang dapat menghambat bakteri metanogen.
8. Nutrisi
Nutrisi yang dibutuhkan dalam proses biogas adalah nitrogen, fosfor dan unsur-unsur lain
dalam jumlah mikronutrisi. Nutrisi tersebut berfungsi untuk membangun sel-sel dalam
membentuk mikroorganisme dan menghasilkan biogas. Unsur kimia yang membentuk
mikroorganisme antara lain karbon (50%), Oksigen (20%), Nitrogen (12%), Hidrogen
6

(8%), Fosfor (2%), Sulfur (1%) dan Kalium (1%). Proses Pembentukan biogas
membutuhkan rasio C:N = 25:1
BAB III
POTENSI BIOGAS DI INDONESIA

Indonesia merupakan negara keempat dengan jumlah penduduk terbesar di dunia


setelah China, India, dan Amerika. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2016 sebesar
266 juta penduduk (Worldmeters, 2018). Pertumbuhan penduduk di Indonesia selalu
meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2017, pertumbuhan penduduk di Indonesia
mencapai 1,36% atau setara dengan 3,57 juta orang (BPS, 2017). Pertumbuhan penduduk
secara langsung berdampak pada peningkatan kebutuhan pangan dan penyediaan energi.
Pertambahan penduduk kota melahirkan berbagai isu di bidang ekonomi, sosial dan
lingkungan yang menyebabkan tingkat keberlanjutan ( sustainability) kehidupan perkotaan
semakin menurun.
Populasi dunia saat ini secara bertahap semakin terkonsentrasi di daerah
perkotaan. Hal ini menyebabkan perkotaan berperan besar dalam penggunaan energi dan
emisi gas rumah kaca. Pada tahun 2030 diperkirakan bahwa 4,6 miliar orang akan tinggal
di perkotaan (Ho, Matsuoka, Simson, & Gomi, 2013; IPCC, 2007). Peningkatan populasi
diiringi dengan peningkatan kegiatan ekonomi dan sosial di perkotaan berdampak pada
peningkatan konsumsi dan emisi gas rumah kaca (Rawung, 2015; Yuliana, 2017).
Di Indonesia, kebijakan rendah karbon secara bertahap telah diadopsi oleh
beberapa kota (Tarigan et al., 2016). Pelaksanaan kebijakan dilakukan dengan
interpretasi dan pendekatan yang beragam, termasuk di antaranya efisiensi energi,
pembangunan berkelanjutan, dan adopsi energi terbarukan. Salah satu permasalahan
terkait dengan pemenuhan kebutuhan listrik. Dewan Energi Nasional (2016)
menyebutkan bahwa tingkat pertumbuhan permintaan listrik telah meningkat rata-rata
7,1% per tahun. Pasokan energi listrik di Indonesia masih didominasi oleh bahan bakar
fosil, terutama dari pembakaran batu bara (IEA, 2012). Namun, proses pembakaran batu
bara rentan berdampak terhadap pencemaran udara. Gas beracun seperti sulfur dioksida
(SO2) yang dilepas ke lingkungan dapat bereaksi dengan uap air di udara membentuk
asam sulfat (H2SO4) yang dapat menyebabkan hujan asam. Selain itu, bahan bakar fosil
dikategorikan sebagai sumber energi tidak terbarukan yang akan habis jika digunakan
terus-menerus. Kebutuhan energi terbarukan menjadi penting untuk melindungi
ketahanan energi di Indonesia.

7
Laju pertumbuhan masyarakat juga berkorelasi positif dengan laju timbulan
sampah

8
8

(volume sampah atau berat sampah yang dihasilkan dari suatu sumber pada suatu satuan
waktu), khususnya sampah rumah tangga. Semakin banyak jumlah penduduk, jumlah
sampah rumah tangga yang dihasilkan pun semakin meningkat. Menurut Pariatamby &
Fauziah (2013), jenis sampah rumah tangga yang paling dominan ditimbulkan di negara
berkembang adalah sampah organik. Selain sampah organik dari sampah rumah tangga,
sampah organik pun banyak diperoleh dari limbah peternakan. Selama ini, limbah
peternakan sering dibuang begitu saja sehingga memberikan beban untuk tempat
pembuangan akhir, padahal limbah peternakan mempunyai efek negatif terhadap
lingkungan dan kesehatan (Martinez, Dabert, Barrington, & Burton, 2009). Penanganan
yang tidak tepat akan menyebabkan pencemaran tanah dan air berupa melemahnya daya
dukung tanah dan munculnya patogen (Rachmawati, 2000). Dalam lingkup penelitian
yang lebih besar, sejumlah kerugian dapat ditimbulkan oleh adanya limbah peternakan,
padahal apabila dikelola secara optimal, limbah ini dapat diubah menjadi energi, atau
yang disebut dengan pendekatan Waste to Energy.
Indonesia negara berpenduduk sekitar 250 juta orang memerlukan sumber energi
yang besar untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya. Sumber energi itu diperlukan untuk
penerangan, transportasi, industri, pabrik, perkantoran dan aktivitas rumah
tangga.Cadangan minyak Indonesia tahun 2005 sebesar 8,63 Milyar Baler, namun pada
tahun 2010 hanya 7,76 Milyar Baler (Wahyuni, 2011). Mengingat produksi minyak bumi
Indonesia dari tahun ke tahun semakin menurun maka sudah selayaknya dilakukan segala
upaya untuk mendapatkan energi alternatif seperti energi dari biogas. Indonesia
mempunyai potensi ternak yang cukup banyak antara lain hewan besar seperti sapi
potong dan sapi perah pada tahun 2011 populasinya mencapai 15.421.586 ekor (Statistik
Peternakan, 2012). Mengingat ternak tersebut per ekor setiap hari dapat menghasilkan
kotoran ternak sampai lebih dari 10 kg maka berpotensi menjadi sumber energi alternatif
(biogas) untuk mengurangi ketergantungan masyarakat khusunya keluarga peternak
terhadap bahan bakar minyak (BBM) dan listrik.
Teknologi biogas adalah proses penguraian senyawa organik menjadi gas
(terutama gas metana dan CO2) dalam keadaan tanpa oksigen. Biogas ini menghasilkan
energi yang bersih (tidak mencemari lingkungan) dan dapat digunakan untuk berbagai
keperluan. Biogas diproduksi menggunakan alat yang disebut reaktor biogas (digester)
yang dirancang kedap udara (anaerob), sehingga proses penguraian oleh mikroorganisme
dapat berjalan secara optimal. Perlu diadakan suatu upaya untuk lebih meningkatkan
kesadaran masyarakat tentang pentingnya pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas.
9

Oleh karena itu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui potensi
pro-duksi dan ekonomi pemakaian biogas di tingkat nasional, kabupaten di Indonesia
termasuk di salah satu desa sentra peternakan sapi perah dan dampak limbah ternak yang
tidak diolah terhadap kesehatan manusia, ternak dan lingkungan.
Sebagai salah satu contoh pemanfaatan energi biogas yang ada di Indonesia
adalah pada Dusun Kaliurang Timur, Kelurahan Hargobinangun, Pakem, Sleman,
Yogyakarta. Perlu kita ketahui bahwa untuk kasus di Indonesia sebagian besar
pemanfaatan biogas hanya terbatas pada kegiatan untuk memasak dan memanaskan,
padahal biogas mengandung bahan utama CH4 yang dapat dipergunakan sebagai bahan
bakar dalam pembangkit energi listrik karena mempunyai nilai kalor yang cukup besar
yaitu sebesar 23.880 Btu/lbm.
Hasil produksi biogas Dusun Kaliurang Timur yang merupakan potret umum
kampung di wilayah utara Yogyakarta, dimana sebagian besar penduduknya bekerja pada
sektor peternakan sangat berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai pembangkit energi
listrik. Sehingga, pemanfaatan biogas sebagai bahan bakar pembangkit energi lisrtik
dalam skala rumah tangga dapat dijadikan solusi bagi permasalah krisis energi khususnya
energi listrik, dimana rasio kelistrikan pada tahun 2002 hanya sekitar 52% (Widodo,
2007).
BAB IV
ANALISIS TEKNO – EKONOMI PADA ENERGI BIOGAS

4.1 Potensi Biogas


Dari hasil pembahasan serta analisa bebagai macam sumber-sumber energi
terbarukan yang dapat digunakan sebagai pembangkit altenatif energi listrik, yaitu: energi
angin, energi panas bumi, energi samudra, energi surya dan biogas didapatkan hasil
bahwa dengan mempertimbangkan kemudahan sistem konversi, kemudahan
pengoperasian, biaya investasi serta potensi yang dimiliki untuk dikonversi menjadi
energi listrik, maka biogas merupakan sumber energi alternatif yang perlu mendapat
prioritas dalam pengembangannya dibandingkan sumber energi yang lain
(Priyambodo, 2010).
Dusun Kaliurang Timur memiliki 54 ekor sapi, dimana seekor sapi menghasilkan
28 kg tinja per hari. Sehingga kotoran yang dihasilkan adalah 54 x 28 kg = 1.512 kg. Di
dalam 1 kg kotoran sapi terdapat ± 0,24 m³ biogas, sehingga dapat diketahui banyaknya
potensi biogas di Dusun Kaliurang Timur adalah:
Potensi biogas = 0,24 m³ x banyaknya kotoran sapi

= 0,24 m³ x 1.512 kg

= 362,88 m³ biogas
Diketahui bahwa 1 m³ biogas dapat membangkitkan tenaga listrik sebesar 1,24
kWh, sehingga untuk 362,88 m³ biogas dapat membangkitkan energi sebesar:

Besar energi = banyak biogas x energi yang dibangkitkan per m³

= 362,88 m³ x 1,24 kWh

= 449,97 ≈ 450 kWh

=18,75 kW continues
Jadi, secara teoritis potensi biogas di Dusun Kaliurang Timur adalah sebesar
362,88 m³ dengan potensi energi listrik yang dapat dibangkitkan sebesar 18,75 kW.

4.2 Perhitungan Gas Metana


Kemudian untuk pengujian gas metana dilakukan disalah satu rumah warga yang

10
11

memiliki reaktor biogas dengan jumlah hewan ternak (sapi) adalah 8 (delapan) ekor.
Hasil perhitungan adalah sebagai berikut (Haripurnomo, 2009):
a. Padatan kering yang diproses (ton) pada awal proses anaerobic = 28 kg x
20% x 8 ekor sapi = 44,8 kg/hari = 0,045 ton/hari,
b. Potensial metana = 200.000 g/ton x 0,045 ton/hari = 9000 g/hari x 14 hari =
126.000 gr,
c. Bahan organik yang terurai oleh mikroorganisme (selama 14 hari) = 61%,
dan
d. Produksi metan = 200.000 g/ton x 61/65 x 0,045 ton/hari = 8446 gr.
4.3 Mesin Penggerak
Berdasarkan pembahasan serta analisa yang telah dilakukan mesin penggerak
yang secara teknis dapat diterapkan di Dusun kaliurang Timur adalah mesin diesel
(Priyambodo, 2010). Pemilihan mesin diesel sebagai mesin penggerak didasarkan atas
alasan kemudahan pengoperasian, ketersediaan di pasaran serta murahnya biaya investasi
jika dibandingkan dengan mesin Stirling dan mesin uap. Gambar di bawah ini adalah
skema sistem konversi biogas menjadi energi listrik dengan menggunakan mesin diesel.

Gambar 4.1
Skema sistem konversi biogas menjadi energi listrik dengan menggunakan mesin diesel

4.4 Analisis Ekonomi


Perhitungan ekonomi penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTBG)
di Dusun Kaliurang Timur dengan pemakaian mesin diesel dan dibandingkan dengan
keuntungan listrik yang dihasilkan yang disesuaikan dengan tarif dasar listrik PLN.
a. Perkiraan biaya investasi PLTBG:
1. Instalasi biogas = Rp4.000.000 (umur teknis ekonomis 10 tahun)
12

2. Harga mesin diesel 3kw = Rp2.500.000,00


3. Conversion kit + mixer = Rp4.800.000,00
4. Total investasi = Rp11.300.000,00
b. Perkiraan biaya operasional:
1. Kebutuhan bahan bakar selain biogas per tahun = Rp3.888.000,00
2. Perawatan rutin per tahun (0,05 x harga mesin) = Rp125.000,00
3. Total biaya operasional = Rp4.013.000,00
Untuk perhitung biaya penggunaan listrik setiap bulan yang harus dibayar
oleh pelanggan listrik ke PT. PLN (Persero) dihitung berdasarkan catatan
Alat Pengukur dan Pembatas (APP) atau kWh meter dan akan dicantumkan
pada Rekening Listrik Pelanggan. Harga listrik berdasarkan Tarif Dasar
Listrik (TDL) PLN yang berlaku. Tarif Dasar Listrik (TDL) untuk golongan
R1 (< 2200 VA), 1 kWh = Rp 320,- untuk pemakaian sampai dengan 20
kWh, golongan R2 (2200 VA – 6600 VA), 1 kWh = Rp 575,- dan golongan
R3 (>2200 VA), 1 kWh = Rp 621, -.
c. Biaya pemakaian listrik dihitung dengan formula:
1. Biaya listrik = biaya beban + biaya pemakaian
2. Biaya beban = VA (daya kontrak) x TARIF (biaya beban)
3. Biaya pemakaian = (kWh hemat x TARIF bersubsidi) + (kWh
lebih x TARIF keekonomian)
d. Biaya beban besarnya tetap tergtantung dari besarnya kontrak daya
tersambung (VA). Sedangkan biaya pemakaian besarnya bervariasi
tergantung dari banyaknya listrik yang dipakai per bulan.
e. KWh hemat adalah jumlah kWh yang dikonsumsi hingga batas hemat, yaitu
50% dari jam nyala pemakaian listrik rata-rata nasional x kVA daya kontrak.
f. KWh lebih adalah jumlah kWh yang dikonsumsi melebihi batas hemat.
g. Tarif bersubsidi adalah tarif regular sesuai Tarif Dasar Listrik (TDL).
h. Tarif keekonomian adalah tarif multiguna = Rp 1.380/kWh.
i. Batas hemat kWh untuk setiap pelanggan = batas hemat jam nyala x kVA
daya kontrak.
Perhitungan tagihan rekening listrik PLN dengan pemakaian 30 kWh selama
12 jam (450 kWh per bulan) dan daya terpasang 1.300 VA adalah sebagai
berikut:
1. Tarif biaya beban = Rp 30.100/kVA (sesuai TDL 2004)
13

2. Tarif biaya pemakaian s.d batas hemat = Rp 445/kWh


3. Tarif biaya pemakaian di atas batas hemat = Rp 1.380/kWh
4. Batas hemat nyala = 58 jam/bulan
5. Batas hemat kWh = 58 jam/bulan x 1.300 VA = 75,4
kWh/bulan
6. Tarif keekonomian = 450 – 75,5 = 374,5 kW.
j. Perhitungan tagihan:
1. Biaya beban = 1.300 VA x Rp 30,1/VA = Rp 39.130
2. Biaya kWh bersubsidi = 75,4 kWh x Rp 445/kWh = Rp 33.553
3. Biaya kWh tarif keekonomian = 374,5 kWh x Rp 1.380/kWh = Rp
516.810
4. Total tagihan (tidak ada pajak dan materai) = Rp 589.493
5. Total tagihan PLN dalam satu tahun = 12x Rp 589.493 = Rp 7.073.916
Analisis ekonomi pembangkit listrik tenaga biogas dengan mesin penggerak dari
mesin diesel untuk Dusun Kalirang Timur adalah:
 Total investasi = Rp11.300.000
 Umur teknis ekonomis = 10 Tahun
 Depresiasi = Rp11.300.000 / 10 = Rp1.130.000
 Cash flow = Keuntungan + Depresiasi- biaya
operasional
= Rp7.073.926 + Rp1.130.000 –
Rp4.013.000
= Rp4.190.926
 IRR (Initial Rate of Return) = 37 %
 BCR (Benefit Cost Ratio) = 1,76
 PB (Pay Back) = 1 tahun 9 bulan
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa setiap penambahan biaya Rp 1 akan
diperoleh keuntungan Rp 1,76.
BAB V
OPINI DAN GAGASAN

Pemerintah Indonesia sudah menargetkan 23 persen bauran energi terbarukan


pada tahun 2025 untuk penerapan dan pengaplikasian dari energi terbarukan. Hingga saat
ini Indonesia telah mencapai 12.5 persen, salah satu kontribusi bauran dari energi
terbarukan tersebut berasal dari biogas fermentasi dari kotoran hewan dan manusia,
limbah domestik serta limbah organik. Berdasarkan hasil riset pada salah satu Fakultas
Universitas Gadjah Mada, biogas sendiri dapat memenuhi sebesar 13.3 persen dalam
kebutuhan bahan bakar memasak dan listrik di Indonesia. Angka tersebut sudah terbilang
cukup besar dan seiring berjalanya waktu akan terus bertambah, sehingga diharapkan
dapat menggantikan bahan bakar utama fosil yang saat ini persedianya mulai menipis.
Bahkan dampak dari penggunaan energi terbarukan seperti biogas sendiri dapat
berdampak pada kemandirian energi daerah untuk dapat mendukung pembangunan yang
rendah karbon, membantu untuk dapat mengembangkan energi dan ekonomi desa bahkan
hingga Rp. 64.3 trilliun per tahun-nya. Walaupun pemanfaatan dan penyebaran hanya
mencapai 1.24 persen dari potensi limbah organik yang hingga mencapai 39 juta ton per
hari, angka tersebut memang masih terbilang relatif kecil. Akan tetapi hal tersebut dapat
menjadi peluang dalam mengoptimalisasi pemanfaatan biogas untuk mendukung
kemandirian ekonomi daerah serta pembangunan pemerintah dalam mengembangkan
energi terbarukan.
Sangat disayangkan minimnya pengetahuan serta pengaplikasian dalam
pengembangan bauran energi terbarukan menjadi kendala utama. Hal tersebut dapat
dicerminkan dari minimnya peran pemerintah dalam mengkampanyekan penggunaan
energi terbarukan dan mengganti energi utama fosil. Hal ini dikarenakan tidak adanya
anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk dapat menyokong program
tersebut dan masih menggunakan dana alokasi khusus (DAK). Apabila melihat peluang
yang ada, peran pemerintah memang sangatlah dibutuhkan, terlebih lagi program tersebut
menjadi target penyebaran bionergi di Rencana Umum Energi Nasional dan Rencan Aksi
Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca. Sehingga dibutuhkan kordinasi dan sinergi
yang jelas antara BAPPENAS, ESDM dan kementrian lainya.
Target dari pemanfaatan bauran energi terbarukan biogas sendiri mengarah pada
14
15

elemen masyarakat menengah kebawah, akan tetapi sangat disayangkan apabila


masyarakat tersebut cenderung kurang tertarik karena prosedur penggunaan biogas yang
lebih rumit dibandingkan elpiji. Diperparah kembali dengan kebijakan satu data program-
program biogas yang dipusatkan ke Kementrian ESDM, sehingga mengakibatkan
menurunya intensitas kerja sama antara pihak banyak dan mengurangi capaian sebaran
reaktor biogas. Serta pada tahun 2019, pendanaan biogas sendiri tidak masuk kedalam
DAK. Sehingga akan mengancam optimalisasi penyebaran biogas dalam pendanaan
skema hibah kepada LSM. Padahal penerapan pemanfaatan biogas sempat dirasakan oleh
masyarakat kecil seperti pada daerah Kaliuran Timur, Desa Glodog, serta desa-desa
lainya melalui kampanye serta program yang didasarkan atas SKK Migas, akan tetapi
dengan adanya kebijakan baru secara perlahan justru mengancam penggunaan dan
pengoptimalisasian biogas yang sudah ada. Seharusnya Pemerintah mendukung hal yang
sudah dilakukan dan diterapkan oleh masyrakat yang ada, serta diperlukan regulasi dalam
memperkuat dorongan menggunakan biogas dan mempertimbangkan untuk mengurangi
atau memindahkan subsidi elpiji ke biogas, khususnya di daerah yang memiliki potensi
limbah pertanian dan peternakan.
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Dari Analisis Tekno Ekonomi Plant Dari Proses Biogas dapat disimpulkan,
bahwa :
1. Biogas adalah gas yang dapat dibakar dan dihasilkan oleh aktifitas anaerobic
(tanpa oksigen) atau fermentasi dari bahan – bahan organik. Bahan –bahan
organik yang dimaksud termasuk kotoran manusia, hewan ternak, limbah
domestik (rumah tangga), limbah pertanian, sampah biodegradable atau setiap
limbah organik biodegradable dalam kondisi anaerobik. Komposisi biogas yang
dihasilkan adalah gas methan (CH4) sekitar 55-75%, gas karbondioksida (CO 2)
sekitar 25-45%, dan gas lain dengan proporsi kecil. Sedangkan teknologi biogas
adalah proses penguraian senyawa organik menjadi gas (terutama gas metana dan
CO2) dalam keadaan tanpa oksigen. Biogas ini menghasilkan energi yang bersih
(tidak mencemari lingkungan) dan dapat digunakan untuk berbagai keperluan.
Biogas diproduksi menggunakan alat yang disebut reaktor biogas (digester) yang
dirancang kedap udara (anaerob), sehingga proses penguraian oleh
mikroorganisme dapat berjalan secara optimal.
2. Indonesia mempunyai potensi ternak yang cukup banyak antara lain hewan besar
seperti sapi potong dan sapi perah pada tahun 2011 populasinya mencapai
15.421.586 ekor (Statistik Peternakan, 2012). Mengingat ternak tersebut per ekor
setiap hari dapat menghasilkan kotoran ternak sampai lebih dari 10 kg maka
berpotensi menjadi sumber energi alternatif (biogas) untuk mengurangi
ketergantungan masyarakat khusunya keluarga peternak terhadap bahan bakar
minyak (BBM) dan listrik.
3. Analisis ekonomi pembangkit listrik tenaga biogas dengan mesin penggerak dari
mesin diesel untuk Dusun Kalirang Timur dengan data biaya daya listrik (PLN)
sebesar Rp 445/kwh dan waktu operasional 12 jam/hari menunjukkan
pemanfaatan biogas untuk generator listrik secara ekonomi layak dengan BC
ratio 1,76 serta simple pay back 1,9 tahun.

16
17

6.2 Saran
Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan diatas kami menyampaikan
beberapa saran yang mungkin bisa membantu dalam pengoptimalisasian pemanfaatan
energi terbarukan khususnya biogas, antara lain sebagai berikut :
1. Melihat bahwa biogas memiliki potensi yang cukup besar sebagai bahan bakar
pembangkit energi listrik, sudah selayaknya diadakan proyek percontohan
dengan skala yang lebih besar.
2. Perlu adanya kerjasama antara pemerintah maupun pihak swasta dengan
peternakan sapi untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Biogas.
3. Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang penggunaan dan pemodifikasian
mesin penggerak dengan bahan bakar biogas agar lebih aplikatif untuk skala
rumah tangga.
4. Sangat diperlukan peran pemerintah dalam pembuatan kebijakan yang dapat
mendukung kemajuan program penggantian energi fosil menjadi energi
terbarukan, serta diperlukan monitoring secara langsung di lapangan agar proses
pengaplikasianya dapat terealisasikan tepat guna.
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. 2019. “Biogas – Pengertian, Sejarah, Manfaat & Cara Pembuatan”.


https://rimbakita.com/biogas/
2. Saddema, Sandi. 2019. “Definisi, Manfaat dan Cara Pembuatan Biogas”.
https://sinauternak.com/biogas/
3. Yulianto, Andik. 2010. “Studi Potensi Pemanfaatan Biogas Sebagai
Pembangkit Energi Listrik di Dusun Kaliurang Timur, Kelurahan
Hargobinganun, Pakem, Sleman, Yogyakarta.” Jurnal Sains dan Teknologi
Lingkungan. Vol 2 No: 2, Juni 2010.

Anda mungkin juga menyukai