KASUS
4.1 Pendahuluan
4.1.1 Latar belakang
Salah satu dampak negatif dari sebuah proses industri adalah timbulnya air
limbah industri. Timbulnya air limbah industri ini tentu tidak bisa diabaikan
begitu saja karena dampaknya yang besar bagi kelestarian lingkungan serta bagi
masyarakat sekitar baik secara langsung maupun tidak langsung, dan ini
merupakan tantangan besar bagi perusahaan perkebunan dan pengolahan kelapa
sawit yang berwawasan lingkungan. Air limbah industri terbentuk dari proses
pengolahan TBS diareal pabrik pengolahan sawit PT. BTN baik limbah cair dari
proses maupun dari pencucian dan kegiatan-kegiatan lainnya. Limbah Cair
Industri dapat terbentuk/bertambah dengan adanya curah hujan dilokasi pabrik.
Dalam kegiatan pabrik pengolahan kelapa sawit terbentuknya air limbah
tidak dapat
dihindari. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya industri kelapa sawit
merupakan kegiatan pengolahan TBS dari yang masih utuh sampai berubah
menjadi minyak mentah (CPO) untuk kemudian diangkut, diolah lagi sehingga
menjadi minyak murni dan dimanfaatkan sehingga dalam proses pengolahan ini
terjadi proses yang panjang. Untuk industri pengolahan kelapa sawit sangat
potensial terbentuk limbah cair karena sifat buah sawit itu sendiri yang dominan
mengandung air dan sifatnya yang berhubungan langsung dengan udara bebas
akan mempermudah bereaksi dengan udara dan air, serta dipengaruhi oleh kondisi
cuaca. Sistem pengolahan kelapa sawit di PT. BTN sistempengolahan yang
berkelanjutan, dimana terjadi pengangkutan penimbangan perebusan sampai
pengolahan menjadi minyak dan dari sinilah terbentuknya limbah cair. Limbah
cair tersebut kemudian kedalam Acidification Pond yang berfungsi sebagai bak
pengendapan agar minyak yang masih terkandung dalam limbah tersebut dapat
dipisahkan sehingga memudahkan bagi bakteri dalam proses penguraian
berikutnya. Di dalam Acidification Pond juga terjadi penurunan temperature
limbah. Waktu retensi dalam kolam ini terjadi 10 hari dengan kedalaman air 2 m.
Pada kolam ini terdapat bakteri-bakteri pembentuk asam, dimana unsur-unsur
organic yang terkandung dalam air limbah diuraikan menjadi asam-asam organic
yang mempunyai partikel lebih kecil.
Limbah yang keluar dari Acidification pond dialirkan secara gravitasi menuju
Anerobic Pond yang terdiri dari dua kolam dan masing-masingnya mempunyai
waktu tinggal selama 30 hari dan kedalaman 4,5 m. Pada kolam ini terjadi
penguraian oleh bakteri pembentuk metana. Asam-asam organic yang berasal dari
Acidification Pond dirombak oleh bakteri menjadi gas metana dan CO2. Dengan
terurainya bahan-bahan organic menjadi gan menyebabkan nilai BOD didalam
limbah yang semula sebesar 25.000- 20.000 ppm turun menjadi 1000-3000 ppm.
Selanjutnya limbah dimasukkan ke Facultaif Pond dan diteruskan ke Algae Pond,
setelah
melalui
proses
kelingkungan/sungai.
pada
Algae
Pond,
limbah
baru
di
alirkan
Batasan Masalah
1. Apakah waktu retensi antar kolam di IPAL PT. BTN sudah sesuai dengan
jumlah limbah masuk.
2. Apakah IPAL di PT. BTN sudah efektif dalam pengolahan limbah cair.
2.1.4
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada identifikasi dan batasan masalah maka dapat di
rumuskan diantaranya:
1. Seberapa besar IPAl yang diperlukan agar pengolahan limbah cair di PT.
BTN bisa Efektif?
2.1.5
penelitian untuk mengetahui besar dan kapasitas IPAL yang dibutuhkan agar
pengolahan limbah bisa efektif.
2.1.6
Tabel 2.2 Mineral Sulfida yang Berpotensi Menimbulkan Air Asam Tambang
Mineral
Pyrite
Calcopyrite
Calcosite
Spalerit
Millerit
Galena
Komposisi FeS
CuFeS
CuS
ZnS
Ni5
PbS
Reaksi antara pyrite, oksigen, dan air akan membentuk asam sulfur dan
endapan besi hidroksida. Endapan besi hidroksida (yellowboy). Didalam reaksi
umum pembentukan air asam tambang, terjadi empat reaksi pada pyrite yang
menghasilkan ion - ion hidrogen yang bila berikatan dengan ion - ion negatif
dapat membentuk asam. Oksida terhadap pyrite akan menghasilkan besi (II) dan
sulfat. Selanjutnya besi (II) teroksidasi lagi menjadi besi (III). Reaksi akan
berlangsung lambat dalam kondisi asam dan semakin cepat dengan kenaikan besi
hidroksida. Besi (III) yang belum mengendap akan mengoksidasi pyrite yang
belum mengalami oksidasi.
Salah satu gejalanya adalah perubahan warna air yang menjadi kemerahan.
Air bersifat asam (pH dibawah 4 ) dan dapat mengganggu serta dapat membunuh
makluk hidup, baik tumbuhan maupun hewan yang hidup di air atau yang
mengkonsumsi air tercemar, termasuk manusia. Asam dapat membunuh tanaman
rehabilitasi serta memperlambat tingkat pertumbuhan tanaman (Indonesianto,
2008).
Air asam tambang berasal dari mineral atau batuan sulfida (pirit, kalkopirit,
galena, sinabar dan lainnya) yang terkontaminasi dengan air dan udara. Selain itu
berasal dari sumber kegiatan pertambangan, seperti konstruksi (pembuatan jalan ),
overburden, eksploitasi, waste dump, stok pile batubara, pembuangan tailing.
Pada kondisi lapangan, variabel fisik yang mempengaruhi kecepatan
pembentukan asam adalah :
a) Kondisi cuaca
b) Permeabilitas dari batuan buangan
c) Kemampuan dari pori-pori batuan
d) Tekanan air pori-pori
asam tambang, yakni mineral sulfide, oksigen dan air. Beberapa cara yang dapat
dilakukan antara lain di kelompokkan menjadi aspek-aspek :
1. Hidrologi
Pendekatan yang umum untuk pengendalian air asam tambang adalah
menjaga agar air tidak mengaliri pirit. Cara-cara yang dilakukan untuk
mencegah masuknya air kedaerah timbunan adalah :
a) Menempatkan timbunan diatas permukaan air tanah kemudian
didapatkan dan dilapisi dengan material liat.
b) Mengalirkan air permukaan dari derah timbunan untuk infiltrasi
c) Pembuatan saluran yang aman (kuat) yang melewati lubang atau
mempunyai bukaan pada permukaan menuju daerah timbunan
d) Pembuatan parit atau aliran pada resapan timbunan dan mengisinya
dengan material alkalin
2. Pelapisan dan penutupan
Hal ini digunakan untuk mencegah masuknya air ke dalam timbunan,
dapat menggunakan bahan-bahan pelapisan atau penutup, antara lain:
a) Material liat yang paling efektif sebagai pelapisan dan umum
digunakan adalah bentonit.
b) Bahan sintetik digunakan adalah aspal, tar, semen, plastik dan
geotekstil.
3. Kandungan oksigen
Caustic Soda merupakan bahan kimia yang biasa digunakan dan sering
dicoba lebih jauh (tidak mempunyai sifat kelistrikan), kondisi aliran yang rendah.
Caustic menaikkan pH air dengan sangat cepat, sangat mudah larut dan digunakan
dimana kandungan mangan merupakan suatu masalah. Penggunaannya sangat
sederhana, yaitu dengan cara meneteskan cairan caustic ke dalam air asam, karena
kelarutannya akan menyebar di dalam air. Kekurangan utama dari penggunaan
cairan caustic untuk penanganan air asam ialah biaya yang tinggi dan bahaya
dalam penanganannya. Penggunaan caustic padat lebih murah dan lebih mudah
dari pada causticcair.
d. Soda Ash Briquettes (Sodium Carbonate)
Sodium Carbonate biasanya digunakan dalam debit kecil dengan
kandungan besi yang rendah. Pemilihan soda ash untuk penanganan air asam
biasanya berdasar pemakaian sebuah kotak atau tong dengan air masuk dan
buangan.
e. Anhydrous Ammoni
Anhydrous Ammonia digunakan dalam beberapa cara untuk menetralkan
acidity dan untuk mengendapkan logam-logam di dalam air asam. Ammonia
diinjeksikan ke dalam kolam atau kedalam inlet seperti uap air, kelarutan tinggi,
rekasi sangat cepat dan dapat menaikkan pH. Ammonia memerlukan asam (H+)
dan juga membentukion hydroxyl (OH-) yang dapat bereaksi dengan logamlogam membentuk
endapan.
Injeksi
ammonia
sebaiknya
dekat
dengan
dasarkolam atau air inlet, karena ammonia lebih ringan dari pada airdan naik
kepermukaan. Ammonia efektif untuk membersihkan manganyang terjadi pada
pH 9,5. Penanganan derajat keasaman air buangan pada PT. Jambi Prima Coal
yang umum di gunakan adalah dengan menggunakan limestone. Alasan
penggunaan bahan ini adalah harganya yang relatif murah dan dinilai efektif
dengan kondisi debit air yang ada.
2. Penanganan padatan terlarut dan suspensi
Air buangan dalamm kegiatan penambangan juga bisa dipastikan akan memilki
kekeruhan yang sangat tinggi. Kekeruhan ini disebabkan oleh adanya padatan
terlarut dan tersuspensi. Padatan pada air buangan biasanya berukuran koloid dan
bersifat stabil. Oleh
menggunakan koagulan.
Bahan kimia seperti alum atau lebih dikenal dengan tawas atau rumus
kimianya (AlSO4)3. Tawas merupakan bahan koagulan yang paling banyak
digunakan karena bahan ini paling ekonomis, mudah diperolehdipasaran serta
mudah penyimpanannya. Jumlah pemakaian tawas tergantung kepada turbidity
(kekeruhan) air. Namun penggunaan koagulan perlu diperhatikan dosis
optimumnya, sebab jika telah melebihi titik optimum maka akan terjadi kekeruhan
pada air buangan. Selain itu, makin banyak dosis tawas yang ditambahkan maka
pH akan semakin turun, karena dihasilkan asam sulfat sehingga perlu dicari dosis
tawas yang efektif antara pH 5,8 -7,4. Apabila alkalinitas alami dari air tidak
seimbang dengan dosis tawas perlu ditambahkan alkalinitas.
4.2.3 Proses Sedimentasi
Sedimentasi
adalah
pemisahan
solid
dari
liquid
menggunakan
sedimentasi merupakan suatu unit operasi yang berfungsi untuk memisahkan solid
dan liquid dari suspensi untuk menghasilkan air yang lebih jernih dan konsentrasi
lumpur yang lebih kental melalui pengendapan secara gravitasi.
Zona pengendapan Dalam zona ini, air mengalir pelan secara horizontal ke
arah outlet, dalam zona ini terjadi proses pengendapan.lintasan partikal
tergantung pada kecepatan pengendapan.
Zona lumpur Dalam zona ini, lumpur terakumulasi sekali lumpur masuk
area ini, ia akan tetap disina. Kadang Kadang dilengkapi dengan sludge
collector atau scapper.
b. Zona outlet Berpengaruh besar dalam mempengaruhi pola aliran dan
karakteristik pengendapan flok pada bak sedimentasi. Biasanya pelimpah
dan bak penampung limbahan digunakan untuk mengontrol outlet pada
bak sedimentasi.
Selain bagian-bagian utama diatas, bak sedimentasi dilengkapi dengan
settler. Settler dipasang pada zona pengendapan (Gambar 4.4) dengan tujuan
meningkatkan efisiensi pengendapan (anonim,2007).
4.2.2 Proses Penetralan Air Asam Tambang pada Kolam Pengendap Lumpur
Kolam pengendap lumpur berfungsi sebagai tempat mengendapkan lumpurlumpur, atau material padatan yang bercampur dari limpasan yang disebabkan
adanya aktifitas penambangan maupun karena erosi. Disamping tempat
PARAMETER
SATUAN
pH
KADAR
MAKSIMUM
69
Mg/liter
400
Besi total
Mg/liter
Mangan total
Mg/liter
2. kapur
3. Timbangan
3. Tawas
4. Gelas ukur
5. Ember
6. Penggaris
7. Alat tulis
8. Camera
2.3 Pengumpulan Dan Pengolahan Data
4.3.1 data primer
Data primer diperoleh dengan percobaan-percobaan yang dilakukan dengan
peralatan sederhana dalam skala kecil. Selain itu juga catatan kondisi eksisting
lapangan, sampel air pada kolam pengendapan, mengukur kecepatan air secara
manual,mengukur tinggi air serta dokumentasi lapangan.
4.3.2
Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari departeman environment mengenai data kolam
data pengunaan alum dan kapur. Selain itu juga data hasil pemeriksaan air
buangan oleh badan lingkungan hidup daerah jambi dalam hal ini adalah hasil
laboratorium mengenai konsentrasi 4 parameter utama yang tergantung dalam air
limbah yaitu kandungan Mn, Fe, TSS, dan PH. Kapur tohor diberikan pada kolam
4 dan 5 sebanyak 25 kg perhari sedangkan tawas diberikan pada kolam 5 dan 6
sebanyak 50 kg perhari.
Dimensi kolam
Panjang
= 25 m
Lebar
= 15 m
Tinggi
=4m
Volume kolam
Kolam 1
V
Kolam 2
V
Kolam 3
V
Kolam 4
V
Kolam 5
V
Kolam 6
V
= 25 m x 15 m x 3.0 m
= 1125 m
Kolam 7
V
4.3.3
Air Percobaan
Air yang digunakan untuk percobaan adalah air yang berasal dari daerah
penggalian yang sdialirkan pada sump. Air tersebut dipompa langsung dialirakan
ke kolam pengendapan meranti dan sampel tersebut diambil pada saluran inlet dan
tiap kolam pada kolam pengendapan meranti untuk mengetahui volume
pengendapan lumpur setiap kolam.
4.3.4
Survei
Pengamatan langsung dilapangan yang meliputi survey sumber dan arah
Kerangkah Kerja
1. perhitungan dosis kapur
a. pengambilan sampel air pada saluran inlet kolam pengendapan dan
penggukuran pH.
pengoksidasi batuan sulfida. Maka dari itu, perlu tretment air buangan yang tepat.
Air buangan yang meggunakan kapur yang berfungsi sebagai menetralkan kondisi
pH yang asam dan tawas yang berfungsi koggulan untuk menurunkan TSS. Air
buangan yang telah di treatment kemudian dialirkan menuju outlet dan dibuang ke
badan-badan sungai.
Dalam menentukan kualitas air, digunakan beberapa parameter fisika dan
kimia. Parameter fisika yang biasa digunakan dalam penentuan kualitas air adalah
cahaya, suhu, kejernihan dan kekeruhan, warna konduktivitas dan padatan.
Sedangkan parameter kimia yang digunakan adalah pH, asiditas, kesadahan,
alkalinitas, potensi reduksi oksidasi, oksigen terlarut, karbondioksida dan bahan
organic. Selain itu ion-ion didalam perairan yang dapat mempengaruhi kualitas air
.ion utama diantaranya adalah kalsium, magnesium, natrium, klorida dan sulfur.
Diharapkan air buangan yang telah di kelola dapat memenuhi baku mutu
lingkungan menurut kepmen LH No. 113 tentang Baku Mutu Air Limbah
Kegiatan Penambangan Batubara Dan Pergub Jambi No. 20 Tahun 2007 tentang
Baku Mutu Lingkungan Daerah Provinsi Jambi. Berikut merupakan tabel hasil
pengukuran
2013
Bulan
pH
Zat padat
tersuspensi
Besi
Total
Manga
n
total
Baku Mutu
Permen
Lingkungan
Hidup No
113 Tahun
2003
pH
Januari
8,58
46
0,4
0,02
Februari
8,51
55
1,85
0,041
6-9
Maret
8,34
43
2,25
0,051
April
8,47
60
0,646
0,436
Mey
6,57
120
1,03
0,02
Juni
6,57
120
1,03
0,02
Juli
7,19
180
1,38
0,061
Besi
Agustus
7,19
180
1,38
0,061
Total
September
7,21
12
0,17
0,02
Oktober
7,76
32
1,95
0,220
Mangan
November
7,30
42
2,25
0,051
Total
Desember
6,83
60
0,646
0,436
Januari
6,84
169
2,94
0,079
Februari
6,84
169
2,94
0,079
Maret
7,03
281
3,54
0,02
April
7,03
281
3,54
0,02
Mey
6,32
140
0,52
0,034
Juni
6,87
55
1,03
0,041
Juli
6,87
55
1,03
0,041
Agustus
7,25
54
1,13
0,02
Total
145,5
7
2154
31,652
1,771
Rata-rata
7,28
107,7
1,59
0,088
2014
Zat padat
tersuspensi
400
Jika diamati dari tabel diatas menunjukan bahwa air buangan yang
dihasilkan dari kegiatan penambangan sudah aman untuk dibuang ke badan air.
Dikatakan aman karena kandungan Fe, Mn, TSS, dan pH nya berada dibawah
batas baku mutu menurut Pergub Jambi no. 20 Tahun 2007.
Karakteristik air buangan tambang pada kolam pengendapan meranti
kekeruhan yang tinggi, hal ini disebabkan oleh karena sumber air buangan yang
memang menghasilkan banyak endapan tersuspensi serta curah hujan juga
tentunya mempengaruhi kondisi dan volume air buangan yang masuk ke kolam.
Treatment telah di lakukan di kolam meranti. Treatment yang dilakukan
meliputi penanganan TSS dan pH. Penangan TSS dan kekeruhan pada kolam
menggunakan alum sebagai koagulan untuk mempercepat proses pengendapan
koloid. Namun untuk penggunaan alum perlu di perhatikan karena penggunaan
alum dapat berimbas menurunkan nilai pH air buangan. Perlu jumlah atau dosis
yang tepat untuk dapat mengurangi kekeruhan pada air buangan tanpa
menurunkan pH secara drastis hingga menjadi sangat asam. Hal ini bisa saja
terjadi jika pemberian tawas atau alum yang berlebihan tanpa memperhitungkan
nilai kekeruhan dan debit air yang masuk ke kolam pengendapan. Sistem yang
dipakai dalam pemberian tawas ini adalah dengan system floating, yaitu
mengapungkan tawas dengan kecepatan aliran air tertentu, kecepatan air yang
mengalir inilah yang dapat melarutkan tawas sehingga dapat mengikat koloidkoloid dalam air dan terbentuk flok-flok hingga menjadi makroflok sehingga
dapat terendapan. Tidak hanya itu tawas dapat dihancurkan terlebih dahulu dan di
campur dengan air, kemudian dituangkan ke air limbah sehingga cepat homogen
dan dapat mengendapkan koloid dengan cepat pula. Namun tentunya cara ini
memerlukan banyak waktu dan tenaga untuk mengaplikasikannya. Dari hasil
pengamatan dilapangan bahwa pemberian tawas yang ditambahkan baik pada
kolam meranti 25 kg dalam 24 jam dengan pH dan debit air yang tentunya
berbeda.
Telah diketahui bahwa dosis tawas memang sangat mempengaruhi kondisi
pH air. Jumlah pemakaian tawas tergantung kepada turbidity (kekeruhan) air.
Semakin tinggi turbidity air maka semakin besar jumlah tawas yang dibutuhkan.
Makin banyak dosis tawas yang ditambahkan maka pH akan semakin turun,
karena dihasilkan asam sulfat sehingga perlu dicari dosis yang tepat dalam proses
penjernihan air. Reaksi alum dalam larutan dapat dituliskan :
AlSO4 + 6HO
2 Al (OH )3 + 6 H + SO4
Reaksi ini menyebabkan pembebasan ion H dengan kadar yang tinggi ditambah
oleh adanya ion alumumnium.ion alumunium bersifat amfoter sehingga
bergantung pada suasana lingkungan yang mempengaruhinya.karena suasananya
asam maka alumunium akan juga bersifat asam sehingga pH larutan menjadi
turun. Berikut adalah desain kolam pengendapan meranti dalam upa treatment
limbah cairan yang dihasikan dari kegiatan pertambangan.
Volume
sampel (ml)
Dosis tawas
pH awal
pH akhir
500
0 gr
500
0,2 gr
500
0,4 gr
500
0,6 gr
(settling pond)
Meranti
500
0,8 gr
3,5
500
1 gr
3,5
Kandungan
kalsium
hidroksida
yang
terbentuk
itulah
yang
penggunaan kapur yang dipakai lebih ekonomis dan pH tersebut juga telah
memenuhi baku mutu yang berlaku. Perhitungan tersebut adalah sebagai berikut:
Sampel 20 L
pH awal 4
Berat kapur(gr)
0,5
0,6
0,7
0,8
0,9
1,0
PH akhir
10
Percobaan
Luas
Panjang
Waktu
200 m
2m
2.16 s
200 m
2m
2.18 s
200 m
2m
2,27 s
200 m
2m
1,35 s
200 m
2m
1,25 s
200 m
2m
1,30 s
200 m
2m
0,7 s
Tanggal 22-09-2014
2
Tanggal 23-09-2014
2
Tanggal 24-09-2014
3
Tanggal 25-09-2014
4
Tanggal 26-09-2014
5
Tanggal 27-09-2014
6
Tanggal 28-09-2014
7
200 m
2m
0,29 s
200 m
2m
0,17 s
Tanggal 29-09-2014
8
Tanggal 30-09-2014
Tabel hasil percobaan dilapangan
Dilapangan penggunaan kapur yang dipakai adalah 0,5 gr / 20 L untuk pH
akhir 6.
0,5 gr/20L = 0,025 gr/L (teoritis skala lab)
Percobaan 1
Perhitungan debit air
Q=VXA
Q = debit air
V = kecepatan aliran air (m/s)
A = Luas area yang di aliri air ( m )
V = jarak / waktu
= 2 m / 2,16 s
= 0,92 m/s
A = panjang x lebar
= 20 m x 10 m
= 200 m
Q=VXA
= 0,92 m/s x 200 m
= 184.000 m/s
Percobaan 2
V = jarak / waktu
= 2 m / 2,18 s
= 0,917 m/s
A = panjang x lebar
= 20 m x 10 m
= 200 m
Q=VXA
= 0,917 m/s x 200 m
= 183.000 m/s
Percobaan 3
V = jarak / waktu
= 2 m / 2,27 s
= 0,88 m/s
A = panjang x lebar
= 20 m x 10 m
= 200 m
Q=VXA
= 0,88 m/s x 200 m
= 176.000 m/s
Percobaan 4
V = jarak / waktu
= 2 m / 1,35 s
= 1,48 m/s
A = panjang x lebar
= 20 m x 10 m
= 200 m
Q=VXA
= 1,48 m/s x 200 m
= 296.000 m/s
Percobaan 5
V = jarak / waktu
= 2 m / 1,30 s
= 1,54 m/s
A = panjang x lebar
= 20 m x 10 m
= 200 m
Q=VXA
= 1,54 m/s x 200 m
= 308.000 m/s
Percobaan 6
V = jarak / waktu
= 2 m / 1,25 s
= 1,6 m/s
A = panjang x lebar
= 20 m x 10 m
= 200 m
Q=VXA
= 1,6 m/s x 200 m
= 320.000 m/s
Percobaan 7
V = jarak / waktu
= 2 m / 0,7 s
= 2,85 m/s
A = panjang x lebar
= 20 m x 10 m
= 200 m
Q=VXA
= 2,85 m/s x 200 m
= 570.000 m/s
Percobaan 8
V = jarak / waktu
= 2 m / 0,29 s
= 6,9 m/s
A = panjang x lebar
= 20 m x 10 m
= 200 m
Q=VXA
= 6,9 m/s x 200 m
= 1380 m/s
Percobaan 9
V = jarak / waktu
= 2 m / 0,17 s
= 11,76 m/s
A = panjang x lebar
= 20 m x 10 m
= 200 m
Q=VXA
= 11,76 m/s x 200 m
= 2352 m/s
Percobaan
184.000 m/s
183.000 m/s
176.000 m/s
296.000 m/s
308.000 m/s
320.000 m/s
570.000 m/s
1380 m/s
2352 m/s
Total
5.769 m/s
Sehingga debit total kesembilan percobaan itu sebesar 5.769 m/s = 5.769.000 L/ s
5.769.000/3600 = 1,6 L/jam
Rata-rata = 5.769/ 9 = 641.000
Perhitungan kebutuhan kapur secara teoritis dengan skala lapangan
= Kebutuhan Kapur X Debit Air
= 0,025 gr/L x 641.000 L/jam
= 16,025 gram /jam /1000
= 0,16025 kg / jam
= 0.11375 kg /hari
= 3,4 kg / bulan
dirasa kurang untuk menaikan pH menjadi normal dan belum ditambah lagi
dengan kondisi pompa yang terus beroperasi maka tentunya air akan terus
berganti dengan kondisi pH asam serta pengaruh dari penambahan tawas yang
dilakukan dapat menurunkan pH. Dikhawatirkan air limbah yang menuju ke uotlet
dan selanjutnya dibuang ke badan air ini masih belum memenuhi standar baku
mutu. Sementara itu dalam jangka waktu tertentu, kolam akan mengalami
pendangkalan karena hasil bentukan endapan, hal ini menyebabkan kapasitas
kolam tidak maksimal. Untuk memeksimalkan kapasitas kolam pengendapan,
dilakukan pengerukan lumpur kemudian di pompa (dredging ) ke area tambang
terdekat.