Anda di halaman 1dari 35

BAB IV

KASUS
4.1 Pendahuluan
4.1.1 Latar belakang
Salah satu dampak negatif dari sebuah proses industri adalah timbulnya air
limbah industri. Timbulnya air limbah industri ini tentu tidak bisa diabaikan
begitu saja karena dampaknya yang besar bagi kelestarian lingkungan serta bagi
masyarakat sekitar baik secara langsung maupun tidak langsung, dan ini
merupakan tantangan besar bagi perusahaan perkebunan dan pengolahan kelapa
sawit yang berwawasan lingkungan. Air limbah industri terbentuk dari proses
pengolahan TBS diareal pabrik pengolahan sawit PT. BTN baik limbah cair dari
proses maupun dari pencucian dan kegiatan-kegiatan lainnya. Limbah Cair
Industri dapat terbentuk/bertambah dengan adanya curah hujan dilokasi pabrik.
Dalam kegiatan pabrik pengolahan kelapa sawit terbentuknya air limbah
tidak dapat
dihindari. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya industri kelapa sawit
merupakan kegiatan pengolahan TBS dari yang masih utuh sampai berubah
menjadi minyak mentah (CPO) untuk kemudian diangkut, diolah lagi sehingga
menjadi minyak murni dan dimanfaatkan sehingga dalam proses pengolahan ini
terjadi proses yang panjang. Untuk industri pengolahan kelapa sawit sangat
potensial terbentuk limbah cair karena sifat buah sawit itu sendiri yang dominan
mengandung air dan sifatnya yang berhubungan langsung dengan udara bebas

akan mempermudah bereaksi dengan udara dan air, serta dipengaruhi oleh kondisi
cuaca. Sistem pengolahan kelapa sawit di PT. BTN sistempengolahan yang
berkelanjutan, dimana terjadi pengangkutan penimbangan perebusan sampai
pengolahan menjadi minyak dan dari sinilah terbentuknya limbah cair. Limbah
cair tersebut kemudian kedalam Acidification Pond yang berfungsi sebagai bak
pengendapan agar minyak yang masih terkandung dalam limbah tersebut dapat
dipisahkan sehingga memudahkan bagi bakteri dalam proses penguraian
berikutnya. Di dalam Acidification Pond juga terjadi penurunan temperature
limbah. Waktu retensi dalam kolam ini terjadi 10 hari dengan kedalaman air 2 m.
Pada kolam ini terdapat bakteri-bakteri pembentuk asam, dimana unsur-unsur
organic yang terkandung dalam air limbah diuraikan menjadi asam-asam organic
yang mempunyai partikel lebih kecil.
Limbah yang keluar dari Acidification pond dialirkan secara gravitasi menuju
Anerobic Pond yang terdiri dari dua kolam dan masing-masingnya mempunyai
waktu tinggal selama 30 hari dan kedalaman 4,5 m. Pada kolam ini terjadi
penguraian oleh bakteri pembentuk metana. Asam-asam organic yang berasal dari
Acidification Pond dirombak oleh bakteri menjadi gas metana dan CO2. Dengan
terurainya bahan-bahan organic menjadi gan menyebabkan nilai BOD didalam
limbah yang semula sebesar 25.000- 20.000 ppm turun menjadi 1000-3000 ppm.
Selanjutnya limbah dimasukkan ke Facultaif Pond dan diteruskan ke Algae Pond,
setelah

melalui

proses

kelingkungan/sungai.

pada

Algae

Pond,

limbah

baru

di

alirkan

4.1.2 Identifikasi Masalah


Adapun yang menjadi identifikasi masalah adalah:
1. Belum efektifnya waktu retensi kolam-kolam di IPAL PT.BTN.
2. Kurang optimalnya pengolahan limbah sehingga dapat menyebabkan
pendangkalan.
3. Tidak efektifnya pengolahan sehingga limbah masuk dan limbah keluar
tidak seimbang.
4.1.3

Batasan Masalah
1. Apakah waktu retensi antar kolam di IPAL PT. BTN sudah sesuai dengan
jumlah limbah masuk.
2. Apakah IPAL di PT. BTN sudah efektif dalam pengolahan limbah cair.

2.1.4

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada identifikasi dan batasan masalah maka dapat di

rumuskan diantaranya:
1. Seberapa besar IPAl yang diperlukan agar pengolahan limbah cair di PT.
BTN bisa Efektif?
2.1.5

Tujuan Kerja Praktek


Berdasarkan uraian pada rumusan masalah maka dapat ditentukan tujuan

penelitian untuk mengetahui besar dan kapasitas IPAL yang dibutuhkan agar
pengolahan limbah bisa efektif.
2.1.6

Mamfaat Kerja Praktek


a. Bagi Penulis

Sebagai penerapan ilmu teknik lingkungan secara teori kedalam


bentuk nyata dilapangan.
b. Bagi Perusahaan
Dapat menjadi bahan dan pertimbangan bagi PT. Bintara Tani
Nusantara dalam melaksanakan penerapan sistem pengeelolaan limbah.
c. Bagi STTIND
Dapat menjadi panduan bagi mahasiswa teknik lingkungan
sebagai acuan dalam penyusunan Laporan Kerja Praktek.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Pembentukan Air Limbah
Air asam tambang atau dalam bahasa asing Acid Mine Drainage (AMD)
adalah air yang terbentuk di lokasi penambangan dengan pH rendah (pH < 6)
sebagai dampak dibukanya suatu potensi keasaman batuan sehingga menimbulkan
masalah bagi kualitas air, dimana pembentukannya dipengaruhi oleh tiga faktor
utama yaitu air, oksigen, dan batuan yang mengandung mineral mineral sulfida
seperti yang tertera pada tabel berikut (Tabel 2.2)

Tabel 2.2 Mineral Sulfida yang Berpotensi Menimbulkan Air Asam Tambang

Mineral

Pyrite

Calcopyrite

Calcosite

Spalerit

Millerit

Galena

Komposisi FeS

CuFeS

CuS

ZnS

Ni5

PbS

Air yang berasal dari tambang batubara akan memiliki karakteristik


berwarna merah kecoklatan, kuning dan kadang - kadang putih. Air tersebut bisa
saja bersifat asam maupun basa tergantung dari tingkat konsentrasi sulfat SO 4besi (Fe), mangan (Mn) juga di pengaruhi elemen-elemen seperti kalsium,
sodium, potassium, dan magnesium. Air asam tambang timbul apabila mineralmineral sulfida yang terkandung dalam batuan terpapar sebagai akibat pembukaan
lahan atau pembongkaran batuan pada saat penambangan berlangsung dan
bereaksi dengan air dan oksigen. Bakteri yang ada secara alami dapat
mempercepat reaksi yang bisa menyebabkan terjadinya air asam. Tanpa kehadiran
mineral sulfida pada batuan seperti pyrite atau besi sulfida, udara dan air, air asam
tambang tidak akan muncul.
Secara umum reaksi pembentukan air asam tambang adalah sebagai
berikut :
4 FeS2 + 15 O2 + 14 H2O 4 Fe(OH)3 + 8 H2SO4
Pyrite + Oxygen + Water Yellowboy + Sulfuric Acid

Reaksi antara pyrite, oksigen, dan air akan membentuk asam sulfur dan
endapan besi hidroksida. Endapan besi hidroksida (yellowboy). Didalam reaksi

umum pembentukan air asam tambang, terjadi empat reaksi pada pyrite yang
menghasilkan ion - ion hidrogen yang bila berikatan dengan ion - ion negatif
dapat membentuk asam. Oksida terhadap pyrite akan menghasilkan besi (II) dan
sulfat. Selanjutnya besi (II) teroksidasi lagi menjadi besi (III). Reaksi akan
berlangsung lambat dalam kondisi asam dan semakin cepat dengan kenaikan besi
hidroksida. Besi (III) yang belum mengendap akan mengoksidasi pyrite yang
belum mengalami oksidasi.
Salah satu gejalanya adalah perubahan warna air yang menjadi kemerahan.
Air bersifat asam (pH dibawah 4 ) dan dapat mengganggu serta dapat membunuh
makluk hidup, baik tumbuhan maupun hewan yang hidup di air atau yang
mengkonsumsi air tercemar, termasuk manusia. Asam dapat membunuh tanaman
rehabilitasi serta memperlambat tingkat pertumbuhan tanaman (Indonesianto,
2008).
Air asam tambang berasal dari mineral atau batuan sulfida (pirit, kalkopirit,
galena, sinabar dan lainnya) yang terkontaminasi dengan air dan udara. Selain itu
berasal dari sumber kegiatan pertambangan, seperti konstruksi (pembuatan jalan ),
overburden, eksploitasi, waste dump, stok pile batubara, pembuangan tailing.
Pada kondisi lapangan, variabel fisik yang mempengaruhi kecepatan
pembentukan asam adalah :
a) Kondisi cuaca
b) Permeabilitas dari batuan buangan
c) Kemampuan dari pori-pori batuan
d) Tekanan air pori-pori

e) Mekanisme masuknya air ke batuan (aliran atau difusi)


Karakteristik kimia terbentuknya air asam tambang, yaitu :
1. Rendahnya pH.
pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat
keasaman atau kebasaan yang memilki suatu larutan. Makluk hidup
memilki rentang pH tertentu untuk hidup. Pada pH yang terlalu rendah
(asam) akan terjadi gangguan osmoregulasi di dalam tubuh yang dapat
mengakibatkan kematian. Kondisi pH dapat langsung mengakibatkan
kematian ikan akibat bereaksinya basi dan alumunium dengan insang
(terjadi penyumbatan pada insang oleh garam-garam besi dan alumunium).
Rendahnya pH juga menyebabkan peningkatan konsentrasi ion-ion terlarut
di dalam air. peningkatan kelarutan ion-ion seperti logam ini juga
berdampak pada tingginya nilai padatan terlarut.
2. Konsentrasi logam tinggi
Tingginya kandungan logam seperti logam besi, aluminium, mangan,
cadmium, tembaga, timbal, seng, arsenik dan mercury dalam konssentrasi
yang tinggi, logam-logam terutama logam berat memilki sifat toksik bagi
makluk hidup.logam berat juga sulit didegradasi dan memilki sifat
bioakumulasi di dalam jaringan makluk hidup.
3. Tingginya konsentrasi padatan terlarut total atau Total Dissolved Solids
(TDS)
4. Kandungan sulfida yang tinggi

Sulfida memiliki sifat laksatif sehingga dapat mengganggu sistem


pencemaran apabila masuk ke dalam tubuh makluk hidup. Masalah lain
yang ditimbulkan air asam tambang adalah dari segi estetik. Tanaman yang
berada di daerah-daerah yang dilalui oleh air asam tambang dapat
mengalami gangguan pertumbuhan dan reproduksi. Disamping itu,
endapan Fe(OH)3 yang berwarna merah jingga dapat mencemari serta
merusak keindahan sungai. (Indonesianton, 2008)
4.2.3

Penanganan Air Asam Tambang


Penanganan air asam tambang merujuk kepada dua hal yakni pencegahan air

asam tambang sebelum terbentuk dan pengelolaannya. Pencegahan pembentukan


air asam tambang, seperti dijelaskan pada reaksi kimia diatas, dilakukan dengan
mengurangi kontak antara mineral sulphida (dalam reaksi tersebut sebagai pyrite )
dengan air dan oksigen di udara. Secara teknis, hal ini dilakukan dengan
menempatkan batuan pada kondisi dimana salah satu faktor tersebut relatif kecil
jumlahnya. Secara umum, di kenal 2 cara untuk melakukan hal tersebut, yaitu
dengan menempatkan batuan dibawah permukaan air (dimana penetrasi oksigen
terhadap lapisan air sangat rendah ) atau di kenal dengan istilah wet cover
systems,atau dibawah lapisan batuan atau material tertentu dengan tingkat
infiltrasi air dan difusi atau adveksi oksigen yang rendah,umumnya disebut
sebagai dry cover systems. Dengan menerapkan metode ini, diharapkan
pembentukan air asam tambang dapat dihindari.
Dalam pedoman teknis pengelolaan air asam tambang (2007) pencegahan
air asam tambang dilakukan dengan menghindari faktor-faktor pembentuk air

asam tambang, yakni mineral sulfide, oksigen dan air. Beberapa cara yang dapat
dilakukan antara lain di kelompokkan menjadi aspek-aspek :
1. Hidrologi
Pendekatan yang umum untuk pengendalian air asam tambang adalah
menjaga agar air tidak mengaliri pirit. Cara-cara yang dilakukan untuk
mencegah masuknya air kedaerah timbunan adalah :
a) Menempatkan timbunan diatas permukaan air tanah kemudian
didapatkan dan dilapisi dengan material liat.
b) Mengalirkan air permukaan dari derah timbunan untuk infiltrasi
c) Pembuatan saluran yang aman (kuat) yang melewati lubang atau
mempunyai bukaan pada permukaan menuju daerah timbunan
d) Pembuatan parit atau aliran pada resapan timbunan dan mengisinya
dengan material alkalin
2. Pelapisan dan penutupan
Hal ini digunakan untuk mencegah masuknya air ke dalam timbunan,
dapat menggunakan bahan-bahan pelapisan atau penutup, antara lain:
a) Material liat yang paling efektif sebagai pelapisan dan umum
digunakan adalah bentonit.
b) Bahan sintetik digunakan adalah aspal, tar, semen, plastik dan
geotekstil.

3. Kandungan oksigen

Pelapisan material sulfide dengan lapisan pengonsumsi oksigen (tanah


pucuk yang mengandung mikroorganisme aktif) merupakan strategi yang
baik untuk mengurangi kandungan oksigen.
Tiga langkah untuk mengurangi kandungan oksigen dalam timbunan adalah :
a) Material ditimbun atau dikubur dan dilapisi dengan tanah pucuk sesegera
mungkin
b) Material timbunan harus dipadatkan selama kontruksinya, terutama pada
saat penempatan material sulfida
c) Pemadatan pada permukaan dan lereng bagian luar adalah sangat penting
dalam mengurangi difusi oksigen dan konveksi udara kedalam timbunan.
Pengelolaan air buangan dari kegiatan penambangan harus dilakukan
sebelum air tersebut dibuang ke badan air, sehingga nantinya tidak mencemari
perairan di sekitar lokasi tambang.penanganan air asam tambang secara umum
terdapat dua cara, yaitu secara aktif dan pasif.
Berikut ini adalah empat jenis teknologi perlakuan pasif.
a. Saluran-saluran (drains) batu gamping oksik dan anoksik atau saluransaluran dangkal (riffle channels) untuk meneralisir air dengan pH rendah
b. Neralisasi kimiawi berbantuan penggunaan tenaga material atau air untuk
mendorong sistem pembagi reagen
c. Lahan basah (aliran permukaan dan bawah permukaan, atau tanpa
tambahan batu gamping)
Menurut buku pedoman pengelolaan air asam tambang, beberapa cara untuk
menangani parameter pH dan padatan terlarut adalah sebagai berikut :

1. Penanganan derajat keasaman pH


pH pada air asam tambang biasanya sangat rendah. Pengolahan pH pada
air asam dapat dilakukan dengan cara penetralan untuk menaikkan kadar
pH dan untuk penanganan air asam dapat menggunakan bahan kimia
diantaranya seperti Limestone (Calsium Carbonat), Hydrate Lime
(Calcium Hydroxide), Caustic Soda (Sodium Hydroxide), Soda Ash
Briguettes (Sodium Carbonate), Anhydrous Ammoni.
a. Limestone (Calcium Carbonat)
Limestone atau biasa dikenal dengan batu gamping telah digunakan
selama berpuluh-puluh tahun untuk menaikkan pH dan mengendapkan logam di
dalam air asam. Penggunaan limestone merupakan penanganan yang termurah,
teraman dan termudah dari semua bahan-bahan kimia. Kekurangan dari limestone
ini ialah mempunyai keterbatasan karena kelarutan yang rendah dan limestone
terlapisi.
b. Hydrate Lime (Calcium Hydroxide)
Hydrated lime adalah suatu bahan kimia yang sangat umum digunakan
untuk menetralkan air asam. Hydrated lime sangat efektif dari segi biaya dalam
yang sangat besar dan keadaan acidity yang tinggi. Bubuk hydrated lime adalah
hydrophobic, begitu lama pencampuran diperlukan untuk membuat hydrated lime
dapat larut dalam air. Hydrated lime mempunyai batasan keefektifan dalam
beberapa tempat dimana suatu pH yang sangat tinggi diperlukan untuk mengubah
logam seperti mangan.
c. Caustic Soda (Sodium Hydroxide)

Caustic Soda merupakan bahan kimia yang biasa digunakan dan sering
dicoba lebih jauh (tidak mempunyai sifat kelistrikan), kondisi aliran yang rendah.
Caustic menaikkan pH air dengan sangat cepat, sangat mudah larut dan digunakan
dimana kandungan mangan merupakan suatu masalah. Penggunaannya sangat
sederhana, yaitu dengan cara meneteskan cairan caustic ke dalam air asam, karena
kelarutannya akan menyebar di dalam air. Kekurangan utama dari penggunaan
cairan caustic untuk penanganan air asam ialah biaya yang tinggi dan bahaya
dalam penanganannya. Penggunaan caustic padat lebih murah dan lebih mudah
dari pada causticcair.
d. Soda Ash Briquettes (Sodium Carbonate)
Sodium Carbonate biasanya digunakan dalam debit kecil dengan
kandungan besi yang rendah. Pemilihan soda ash untuk penanganan air asam
biasanya berdasar pemakaian sebuah kotak atau tong dengan air masuk dan
buangan.
e. Anhydrous Ammoni
Anhydrous Ammonia digunakan dalam beberapa cara untuk menetralkan
acidity dan untuk mengendapkan logam-logam di dalam air asam. Ammonia
diinjeksikan ke dalam kolam atau kedalam inlet seperti uap air, kelarutan tinggi,
rekasi sangat cepat dan dapat menaikkan pH. Ammonia memerlukan asam (H+)
dan juga membentukion hydroxyl (OH-) yang dapat bereaksi dengan logamlogam membentuk

endapan.

Injeksi

ammonia

sebaiknya

dekat

dengan

dasarkolam atau air inlet, karena ammonia lebih ringan dari pada airdan naik
kepermukaan. Ammonia efektif untuk membersihkan manganyang terjadi pada

pH 9,5. Penanganan derajat keasaman air buangan pada PT. Jambi Prima Coal
yang umum di gunakan adalah dengan menggunakan limestone. Alasan
penggunaan bahan ini adalah harganya yang relatif murah dan dinilai efektif
dengan kondisi debit air yang ada.
2. Penanganan padatan terlarut dan suspensi
Air buangan dalamm kegiatan penambangan juga bisa dipastikan akan memilki
kekeruhan yang sangat tinggi. Kekeruhan ini disebabkan oleh adanya padatan
terlarut dan tersuspensi. Padatan pada air buangan biasanya berukuran koloid dan
bersifat stabil. Oleh

karena itu untuk menurunkan kekeruhannya dapat

menggunakan koagulan.
Bahan kimia seperti alum atau lebih dikenal dengan tawas atau rumus
kimianya (AlSO4)3. Tawas merupakan bahan koagulan yang paling banyak
digunakan karena bahan ini paling ekonomis, mudah diperolehdipasaran serta
mudah penyimpanannya. Jumlah pemakaian tawas tergantung kepada turbidity
(kekeruhan) air. Namun penggunaan koagulan perlu diperhatikan dosis
optimumnya, sebab jika telah melebihi titik optimum maka akan terjadi kekeruhan
pada air buangan. Selain itu, makin banyak dosis tawas yang ditambahkan maka
pH akan semakin turun, karena dihasilkan asam sulfat sehingga perlu dicari dosis
tawas yang efektif antara pH 5,8 -7,4. Apabila alkalinitas alami dari air tidak
seimbang dengan dosis tawas perlu ditambahkan alkalinitas.
4.2.3 Proses Sedimentasi
Sedimentasi

adalah

pemisahan

solid

dari

liquid

menggunakan

pengendapan secara gravitasi untuk menyisihkan suspended solid. unit

sedimentasi merupakan suatu unit operasi yang berfungsi untuk memisahkan solid
dan liquid dari suspensi untuk menghasilkan air yang lebih jernih dan konsentrasi
lumpur yang lebih kental melalui pengendapan secara gravitasi.

Gambar 4.2 Proses Sedimentasi


Adapun bagian-bagian dari bak sedimentasi adalah sebagi berikut:
a. Zona inlet mendistribusikan aliran air secara merata pada bak sedimentasi
dan menyebarkan kecepatan aliran yang baru masuk.

Gambar 4.3 contoh kontstrusi inlet kolam pengendapan

Zona pengendapan Dalam zona ini, air mengalir pelan secara horizontal ke
arah outlet, dalam zona ini terjadi proses pengendapan.lintasan partikal
tergantung pada kecepatan pengendapan.
Zona lumpur Dalam zona ini, lumpur terakumulasi sekali lumpur masuk
area ini, ia akan tetap disina. Kadang Kadang dilengkapi dengan sludge
collector atau scapper.
b. Zona outlet Berpengaruh besar dalam mempengaruhi pola aliran dan
karakteristik pengendapan flok pada bak sedimentasi. Biasanya pelimpah
dan bak penampung limbahan digunakan untuk mengontrol outlet pada
bak sedimentasi.
Selain bagian-bagian utama diatas, bak sedimentasi dilengkapi dengan
settler. Settler dipasang pada zona pengendapan (Gambar 4.4) dengan tujuan
meningkatkan efisiensi pengendapan (anonim,2007).

4.2.2 Proses Penetralan Air Asam Tambang pada Kolam Pengendap Lumpur
Kolam pengendap lumpur berfungsi sebagai tempat mengendapkan lumpurlumpur, atau material padatan yang bercampur dari limpasan yang disebabkan
adanya aktifitas penambangan maupun karena erosi. Disamping tempat

pengendapan, kolam pengendap juga akan dialirkan keluar kolam pengendapan,


baik itu kandungan materialnya, tingkat keasaman maupun kandungan material
lain yang dapat membahayakan lingkungan.
Dengan adanya kolam pengendapan lumpur diharapkan semua air yang ada
keluar dari daerah penambangan benar - benar air yang sudah memenuhi ambang
batas yang diizinkan sesuai dengan baku mutu lingkungan. Pemerintah telah
menetapkan baku mutu air dan baku mutu limbah cair sebagai rambu - rambu
dalam pengendalian kualitas air. Dalam menentukan kualitas air, digunakan
beberapa parameter fisika dan kimia. Parameter fisika yang biasa digunakan
dalam penentuan kualitas air adalah cahaya, suhu, kejernihan dan kekeruhan,
warna konduktivitas dan padatan. Sedangkan parameter kimia yang digunakan
adalah pH, asiditas, kesadahan, alkalinitas, potensi reduksi oksidasi, oksigen
terlarut, karbondioksida dan bahan organic. Selain itu terdapat ion - ion didalam
perairan yang dapat mempengaruhi kualitas air. Ion utama diantaranya adalah
kalsium, magnesium, natrium, klorida dan sulfur.
Dalam kegiatan penambangan batubara, pemerintah telah menetapkan Baku
Mutu Lingkungan Cair Tambang Batubara Melalui Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 113 Tahun 2003 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi
Usaha Atau Kegiatan Pertambangan Batubara pada pasal 2 ayat (1). Parameter
yang diamati antaranya adalah angka pH, residu tersuspensi, kadar besi total dan
kadar mangan total (Tabel 2)
Tabel 2. Baku Mutu Air Limbah Kegiatan Penambangan Batubara

PARAMETER

SATUAN

pH

KADAR
MAKSIMUM
69

Zat padat tersuspensi

Mg/liter

400

Besi total

Mg/liter

Mangan total

Mg/liter

Pada umumnya proses penetralan air asam tambang menggunakan kapur


tohor. Kapur merupakan salah satu batuan yang dapat dipergunakan untuk
meningkatkan pH secara praktis, murah dan aman sekaligus dapat mengurangi
kandungan-kandungan logam berat yang terkandung dalam air asam tambang.
Setiap jenis kapur memiliki tingkat penetrasi yang berbeda-beda. Makin
tinggi nilai penetrasi suatu kapur, makin tinggi daya peningkatan pH dan berarti
makin sedikit jumlah kapur yang digunakan untuk meningkatkan pH dalam satu
satuan.
4.2.3 Metodelogi
4.2.1.1 Alat dan Bahan
Untuk mengukur tingkat keasaman dan laju alir dari air asam tambang
digunakan peralatan utama sebagai berikut:
Alat
Bahan
1. Kertas lakmus
1. Air limbah
2. Botol sampel

2. kapur

3. Timbangan

3. Tawas

4. Gelas ukur
5. Ember
6. Penggaris
7. Alat tulis
8. Camera
2.3 Pengumpulan Dan Pengolahan Data
4.3.1 data primer
Data primer diperoleh dengan percobaan-percobaan yang dilakukan dengan
peralatan sederhana dalam skala kecil. Selain itu juga catatan kondisi eksisting
lapangan, sampel air pada kolam pengendapan, mengukur kecepatan air secara
manual,mengukur tinggi air serta dokumentasi lapangan.
4.3.2

Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari departeman environment mengenai data kolam

data pengunaan alum dan kapur. Selain itu juga data hasil pemeriksaan air
buangan oleh badan lingkungan hidup daerah jambi dalam hal ini adalah hasil
laboratorium mengenai konsentrasi 4 parameter utama yang tergantung dalam air
limbah yaitu kandungan Mn, Fe, TSS, dan PH. Kapur tohor diberikan pada kolam
4 dan 5 sebanyak 25 kg perhari sedangkan tawas diberikan pada kolam 5 dan 6
sebanyak 50 kg perhari.
Dimensi kolam
Panjang

= 25 m

Lebar

= 15 m

Tinggi

=4m

Volume kolam
Kolam 1
V

= panjang x lebar x tinggi air


= 25 m x 15 mx 4 m
= 1500 m

Kolam 2
V

= panjang x lebar xtinggi air


= 25 m x 15 m x 3.8 m
= 1425 m

Kolam 3
V

= panjang x lebar x tinggi air


=25 m x 15 m x 3.8 m
= 1425 m

Kolam 4
V

= panjang x lebar x tinggi air


=25 m x 15 m x 3.5 m
= 1312 m

Kolam 5
V

= panjang x lebar x tinggi air


= 25 m x 15 m x 3.5 m
= 1312 m

Kolam 6
V

= panjang x lebar x tinggi air

= 25 m x 15 m x 3.0 m
= 1125 m
Kolam 7
V

= panjang x lebar x tinggi air


= 25 m x 15 m x 3.0 m
=1125 m

4.3.3

Air Percobaan
Air yang digunakan untuk percobaan adalah air yang berasal dari daerah

penggalian yang sdialirkan pada sump. Air tersebut dipompa langsung dialirakan
ke kolam pengendapan meranti dan sampel tersebut diambil pada saluran inlet dan
tiap kolam pada kolam pengendapan meranti untuk mengetahui volume
pengendapan lumpur setiap kolam.
4.3.4

Survei
Pengamatan langsung dilapangan yang meliputi survey sumber dan arah

aliran, serta pengambilan sampel. Pengamatan skala laboratorium untuk


pengukuran pemberian kapur dan pengaruh tawas terhadap penurunan pH serta
dalam percobaan dalam mengenai kecepatan pengendapan pada kolam
pengendapan lumpur.
4.3.5

Kerangkah Kerja
1. perhitungan dosis kapur
a. pengambilan sampel air pada saluran inlet kolam pengendapan dan
penggukuran pH.

b. Percobaan kadar kapur yang digunakan untuk mencapai pH standar


(memenuhi baku mutu air).
c. Mencari titik optimum dosis kapur yang didapat dari perpotongan
garis trend line dan garis kadar kapur.
d. Menghitung jumlah debit air yang masuk ke kolam pengendapan
meranti.
e. Menghitung dosis kapur yang efektif untuk setiap kolam pengendapan
meranti.
2. Menghitung volume lumpur secara diskrit dan flokulan dengan
penambahan tawas.
a. Pengambilan 6 botol sampel air yang diambil dari saluaran inlet kolam
pengendapan dan pengukuran pH, masing-masing 500 ml.
b. Masukan dosis tawas sebanyak 0 gr ; 0.2 gr ; 0,4 gr ; 0,6 gr ; 0,8 gr ;1,0
gr kedalam masing-masing botol yang berisi sampel air asam tambang.
c. Didiamkan, ditunggu dan diukur setiap 10 menit, sehingga ketinggian
lumpur yang mengendap konstan.
d. Menghitung volume endapan lumpur dalam tiap 500 ml sampel air dan
tiap kolam pengendapan.
4.4 Analisis Hasil Pengamatan
Sistem penambangan yang dilakukan oleh PT. Jambi Prima Coal adalah
dengan menggunkan sistem tambang terbuka, tentunya kuantitas terbentuknya air
asam tambang akan semakin besar dan waktunya lebih cepat, mengingat sistem
ini paling banyak bersentuh langsung dengan oksigen dan air hujan sebagai media

pengoksidasi batuan sulfida. Maka dari itu, perlu tretment air buangan yang tepat.
Air buangan yang meggunakan kapur yang berfungsi sebagai menetralkan kondisi
pH yang asam dan tawas yang berfungsi koggulan untuk menurunkan TSS. Air
buangan yang telah di treatment kemudian dialirkan menuju outlet dan dibuang ke
badan-badan sungai.
Dalam menentukan kualitas air, digunakan beberapa parameter fisika dan
kimia. Parameter fisika yang biasa digunakan dalam penentuan kualitas air adalah
cahaya, suhu, kejernihan dan kekeruhan, warna konduktivitas dan padatan.
Sedangkan parameter kimia yang digunakan adalah pH, asiditas, kesadahan,
alkalinitas, potensi reduksi oksidasi, oksigen terlarut, karbondioksida dan bahan
organic. Selain itu ion-ion didalam perairan yang dapat mempengaruhi kualitas air
.ion utama diantaranya adalah kalsium, magnesium, natrium, klorida dan sulfur.
Diharapkan air buangan yang telah di kelola dapat memenuhi baku mutu
lingkungan menurut kepmen LH No. 113 tentang Baku Mutu Air Limbah
Kegiatan Penambangan Batubara Dan Pergub Jambi No. 20 Tahun 2007 tentang
Baku Mutu Lingkungan Daerah Provinsi Jambi. Berikut merupakan tabel hasil
pengukuran

parameter utama dalam sebagai indikasi terbentuknya air asam

tambang pada kolam pengendapan (settling pond ) meranti.


Tahun

2013

Bulan

pH

Zat padat
tersuspensi

Besi
Total

Manga
n
total

Baku Mutu
Permen
Lingkungan
Hidup No
113 Tahun
2003
pH

Januari

8,58

46

0,4

0,02

Februari

8,51

55

1,85

0,041

6-9
Maret

8,34

43

2,25

0,051

April

8,47

60

0,646

0,436

Mey

6,57

120

1,03

0,02

Juni

6,57

120

1,03

0,02

Juli

7,19

180

1,38

0,061

Besi

Agustus

7,19

180

1,38

0,061

Total

September

7,21

12

0,17

0,02

Oktober

7,76

32

1,95

0,220

Mangan

November

7,30

42

2,25

0,051

Total

Desember

6,83

60

0,646

0,436

Januari

6,84

169

2,94

0,079

Februari

6,84

169

2,94

0,079

Maret

7,03

281

3,54

0,02

April

7,03

281

3,54

0,02

Mey

6,32

140

0,52

0,034

Juni

6,87

55

1,03

0,041

Juli

6,87

55

1,03

0,041

Agustus

7,25

54

1,13

0,02

Total

145,5
7

2154

31,652

1,771

Rata-rata

7,28

107,7

1,59

0,088

2014

Zat padat
tersuspensi
400

Sumber : BLHD Jambi 2014


Tabel 4.4 Pengukuran Parameter Aat Skala Laboratorium

Jika diamati dari tabel diatas menunjukan bahwa air buangan yang
dihasilkan dari kegiatan penambangan sudah aman untuk dibuang ke badan air.
Dikatakan aman karena kandungan Fe, Mn, TSS, dan pH nya berada dibawah
batas baku mutu menurut Pergub Jambi no. 20 Tahun 2007.
Karakteristik air buangan tambang pada kolam pengendapan meranti
kekeruhan yang tinggi, hal ini disebabkan oleh karena sumber air buangan yang
memang menghasilkan banyak endapan tersuspensi serta curah hujan juga
tentunya mempengaruhi kondisi dan volume air buangan yang masuk ke kolam.
Treatment telah di lakukan di kolam meranti. Treatment yang dilakukan
meliputi penanganan TSS dan pH. Penangan TSS dan kekeruhan pada kolam
menggunakan alum sebagai koagulan untuk mempercepat proses pengendapan
koloid. Namun untuk penggunaan alum perlu di perhatikan karena penggunaan
alum dapat berimbas menurunkan nilai pH air buangan. Perlu jumlah atau dosis
yang tepat untuk dapat mengurangi kekeruhan pada air buangan tanpa
menurunkan pH secara drastis hingga menjadi sangat asam. Hal ini bisa saja
terjadi jika pemberian tawas atau alum yang berlebihan tanpa memperhitungkan
nilai kekeruhan dan debit air yang masuk ke kolam pengendapan. Sistem yang
dipakai dalam pemberian tawas ini adalah dengan system floating, yaitu
mengapungkan tawas dengan kecepatan aliran air tertentu, kecepatan air yang
mengalir inilah yang dapat melarutkan tawas sehingga dapat mengikat koloidkoloid dalam air dan terbentuk flok-flok hingga menjadi makroflok sehingga
dapat terendapan. Tidak hanya itu tawas dapat dihancurkan terlebih dahulu dan di
campur dengan air, kemudian dituangkan ke air limbah sehingga cepat homogen

dan dapat mengendapkan koloid dengan cepat pula. Namun tentunya cara ini
memerlukan banyak waktu dan tenaga untuk mengaplikasikannya. Dari hasil
pengamatan dilapangan bahwa pemberian tawas yang ditambahkan baik pada
kolam meranti 25 kg dalam 24 jam dengan pH dan debit air yang tentunya
berbeda.
Telah diketahui bahwa dosis tawas memang sangat mempengaruhi kondisi
pH air. Jumlah pemakaian tawas tergantung kepada turbidity (kekeruhan) air.
Semakin tinggi turbidity air maka semakin besar jumlah tawas yang dibutuhkan.
Makin banyak dosis tawas yang ditambahkan maka pH akan semakin turun,
karena dihasilkan asam sulfat sehingga perlu dicari dosis yang tepat dalam proses
penjernihan air. Reaksi alum dalam larutan dapat dituliskan :
AlSO4 + 6HO

2 Al (OH )3 + 6 H + SO4

Reaksi ini menyebabkan pembebasan ion H dengan kadar yang tinggi ditambah
oleh adanya ion alumumnium.ion alumunium bersifat amfoter sehingga
bergantung pada suasana lingkungan yang mempengaruhinya.karena suasananya
asam maka alumunium akan juga bersifat asam sehingga pH larutan menjadi
turun. Berikut adalah desain kolam pengendapan meranti dalam upa treatment
limbah cairan yang dihasikan dari kegiatan pertambangan.

Gambar 4.3 Kolam Pengendapan

Pada saat pengukuran pH di outlet kolam pengendapan meranti pada


tanggal 21 september 2014 diketahui bahwa pH air yang akan dibuang ke badan
air memiliki pH 5, hal ini disebabkan karna pada pengendalian air pada kolam
pengendapan tidak berjalan dikarnakan adanya perpindahan pompa.diketahui
bahwa pH air yang akan dibuang kebadan air memilki pH 5. Hal ini disebabkan
karena pada pengelolaan air pada kolam pengendapan meranti dilakukan dengan
menambahkan kapur terlebih dahulu pada kolam 4 dan kemudian ditambah tawas
dikolam 5. penambahan kapur berfungsi untuk menaikan pH dimana dikolam 4
sudah berlangsung reaksi perubahan pH (pH air meningkat karena kapur bersifat
basa). Jika pada kolam 4 pH air sudah naik menjadi 6 dan dialirkan kekolam 5
dimana ditambahkan tawas maka hal itu memicu penurunan pH dan terbukti pada
saluran outlet diketahui bahwa pH nya adalah 5.
Berikut merupakan tabel pengaruh tawas terhadap pH hasil percobaan
yang dilakukan pada tanggal 22 September 2014.
Kolam
pengendapan

Volume
sampel (ml)

Dosis tawas

pH awal

pH akhir

500

0 gr

500

0,2 gr

500

0,4 gr

500

0,6 gr

(settling pond)

Meranti

500

0,8 gr

3,5

500

1 gr

3,5

Tabel 4.3 hasil uji lapangan

Dari percobaan diatas dapat dibuktikan bahwa pengaruh jumlah tawas


mempengaruhi penurunan pH. Pada kolam pengendapan meranti dengan pH awal
4 baru mengalami perubahan pH dengan dosis tawas sebanyak 0,8 dalam jangka
waktu 15 menit.
Untuk penanganan nilai pH, digunakan kapur sebagai penetralan.
Pemberian kapur sangat tergantung karakteristik dan jumlah air asam tambang
yang akan diolah sedemikian hingga pH mencapai angkah normal atau netral. Air
buangan tambang yang sudah terkontak dengan kapur kemudian diendapan
kedalam kolam-kolam di hilir titik treatment. Tidak hanya pemberian kapur yang
penting, namun tidak kalah pentingnya juga adalah cara pemberian kapurnya.
Kapur yang ditebar diharapkan dapat bercampur homogen dengan air buangan
sehingga dapat bereaksi lebih cepat untuk menaikan pH air yang asam. Dari reaksi
penambahan kapur dengan air akan menghasilkan kalsium hidroksida dan karbon
dioksida.

Kandungan

kalsium

hidroksida

yang

terbentuk

itulah

yang

menyebabkan pH air meningkat. Disamping itu kalsium hidroksida yang


terbentuk akan bereaksi dengan besi membentuk ferri hidroksida yang berupa
endapan (petrucci,1987).

Sementara mengenai cara pemberian kapur yang dilakukan dilapangan


adalah dengan menaburkan kapur pada kolam treatment. Cara ini bisa dibilang
efektif dengan catatan adanya pengaduk atau kincir dan memanfaatkan aliran air
sehingga kapur dapat bercampur merata dan bereaksi dengan cepat dalam
menaikan pH air. Bila hal ini tidak terjadi maka kapur yang ditambahkan akan
menggumpal, tidak menyebar rata sehingga tidak dapat bereaksi dalam hal
menaikan pH air dan tentunya ini akan menjadi hal yang sia-sia dan
menghabiskan biaya.
Cara pemberian kapur juga dapat dilakukan dengan melarutkan kapur
dalam air kemudian dialirkan kedalam limbah dengan dilakukan pengadukan
cepat hingga lambat sehingga terbentuk gumpalan-gumpalan kotoran akibat
bergabungnya partikel etrsuspensi yang ada dalam limbah hingga gumpalan
kotoran atau disebut flok tumbuh menjadi besar, berat dan cepat mengendap. Jika
tidak memungkinkan untuk ditambahkannya pengaduk dalam kolam treatment
maka hal ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan aliran air sehingga bisa
dituangkan pada saluran kolam. Pada saluran, air yang masuk dari kolam yang
terbawa dengan kecepatan tertentu akan memicu pergerakan air dalam kolam
sehingga tawas yang sudah dicairkan akan cepat tercampur dengan air limbah dan
juga cepat bereaksi menaikkan pH air.
Untuk mengetahui berapa banyak kapur yang bisa digunakan dalam
karakteristik

air buangan yang dihasilkan dari kegiatan penambangan dapat

dilakukan dengan melakukan perhitungan, dimana data yang diambil adalah


penambahan dosis kapur dengan kenaikan pH = 6 hal ini dimaksudkan agar

penggunaan kapur yang dipakai lebih ekonomis dan pH tersebut juga telah
memenuhi baku mutu yang berlaku. Perhitungan tersebut adalah sebagai berikut:

Sampel 20 L
pH awal 4
Berat kapur(gr)

0,5

0,6

0,7

0,8

0,9

1,0

PH akhir

10

Tabel 4.5 percobaan kapur tohor

Percobaan

Luas

Panjang

Waktu

200 m

2m

2.16 s

200 m

2m

2.18 s

200 m

2m

2,27 s

200 m

2m

1,35 s

200 m

2m

1,25 s

200 m

2m

1,30 s

200 m

2m

0,7 s

Tanggal 22-09-2014
2
Tanggal 23-09-2014
2
Tanggal 24-09-2014
3
Tanggal 25-09-2014
4
Tanggal 26-09-2014
5
Tanggal 27-09-2014
6

Tanggal 28-09-2014
7

200 m

2m

0,29 s

200 m

2m

0,17 s

Tanggal 29-09-2014
8
Tanggal 30-09-2014
Tabel hasil percobaan dilapangan
Dilapangan penggunaan kapur yang dipakai adalah 0,5 gr / 20 L untuk pH
akhir 6.
0,5 gr/20L = 0,025 gr/L (teoritis skala lab)
Percobaan 1
Perhitungan debit air
Q=VXA
Q = debit air
V = kecepatan aliran air (m/s)
A = Luas area yang di aliri air ( m )
V = jarak / waktu
= 2 m / 2,16 s
= 0,92 m/s
A = panjang x lebar
= 20 m x 10 m
= 200 m
Q=VXA
= 0,92 m/s x 200 m
= 184.000 m/s
Percobaan 2

V = jarak / waktu
= 2 m / 2,18 s
= 0,917 m/s
A = panjang x lebar
= 20 m x 10 m
= 200 m
Q=VXA
= 0,917 m/s x 200 m
= 183.000 m/s
Percobaan 3
V = jarak / waktu
= 2 m / 2,27 s
= 0,88 m/s
A = panjang x lebar
= 20 m x 10 m
= 200 m
Q=VXA
= 0,88 m/s x 200 m
= 176.000 m/s
Percobaan 4
V = jarak / waktu
= 2 m / 1,35 s
= 1,48 m/s
A = panjang x lebar
= 20 m x 10 m

= 200 m
Q=VXA
= 1,48 m/s x 200 m
= 296.000 m/s
Percobaan 5
V = jarak / waktu
= 2 m / 1,30 s
= 1,54 m/s
A = panjang x lebar
= 20 m x 10 m
= 200 m
Q=VXA
= 1,54 m/s x 200 m
= 308.000 m/s
Percobaan 6
V = jarak / waktu
= 2 m / 1,25 s
= 1,6 m/s
A = panjang x lebar
= 20 m x 10 m
= 200 m
Q=VXA
= 1,6 m/s x 200 m
= 320.000 m/s
Percobaan 7

V = jarak / waktu
= 2 m / 0,7 s
= 2,85 m/s
A = panjang x lebar
= 20 m x 10 m
= 200 m
Q=VXA
= 2,85 m/s x 200 m
= 570.000 m/s
Percobaan 8
V = jarak / waktu
= 2 m / 0,29 s
= 6,9 m/s
A = panjang x lebar
= 20 m x 10 m
= 200 m
Q=VXA
= 6,9 m/s x 200 m
= 1380 m/s
Percobaan 9
V = jarak / waktu
= 2 m / 0,17 s
= 11,76 m/s
A = panjang x lebar
= 20 m x 10 m

= 200 m
Q=VXA
= 11,76 m/s x 200 m
= 2352 m/s
Percobaan

Debit air (Q) = V x A

184.000 m/s

183.000 m/s

176.000 m/s

296.000 m/s

308.000 m/s

320.000 m/s

570.000 m/s

1380 m/s

2352 m/s

Total

5.769 m/s

Sehingga debit total kesembilan percobaan itu sebesar 5.769 m/s = 5.769.000 L/ s
5.769.000/3600 = 1,6 L/jam
Rata-rata = 5.769/ 9 = 641.000
Perhitungan kebutuhan kapur secara teoritis dengan skala lapangan
= Kebutuhan Kapur X Debit Air
= 0,025 gr/L x 641.000 L/jam
= 16,025 gram /jam /1000
= 0,16025 kg / jam
= 0.11375 kg /hari
= 3,4 kg / bulan

Catatan : (pompa tidak beroperasi)


Hasil pengamatan dilapangan diketahui bahwa kapur yang diperlukan pada
kolam pengendapan meranti adalah

10,2 kg/bulan dengan pH 4. Tentu hal ini

dirasa kurang untuk menaikan pH menjadi normal dan belum ditambah lagi
dengan kondisi pompa yang terus beroperasi maka tentunya air akan terus
berganti dengan kondisi pH asam serta pengaruh dari penambahan tawas yang
dilakukan dapat menurunkan pH. Dikhawatirkan air limbah yang menuju ke uotlet
dan selanjutnya dibuang ke badan air ini masih belum memenuhi standar baku
mutu. Sementara itu dalam jangka waktu tertentu, kolam akan mengalami
pendangkalan karena hasil bentukan endapan, hal ini menyebabkan kapasitas
kolam tidak maksimal. Untuk memeksimalkan kapasitas kolam pengendapan,
dilakukan pengerukan lumpur kemudian di pompa (dredging ) ke area tambang
terdekat.

Anda mungkin juga menyukai