Anda di halaman 1dari 20

Rehabilitasi Hutan

dan Lahan
Oleh :
Richard Marino Sirait

Balai Taman Nasional Kepulauan Togean


Data dan Fakta
• Luas kawasan hutan yang semula sekitar 200 juta
ha ternyata kini hanya tinggal 90 jutaan saja
dengan laju penyusutan hutan lebih dari 1 juta ha
per tahun (Otto Sumarwoto, 2003).
• Kerusakan hutan di Indonesia telah mencapai
sekitar 4 (empat) kali luas lapangan bola setiap
menitnya.
• Menurut Depatemen Kehutanan (2002) kerusakan
hutan atau deforestasi telah mencapai sekira 2,3
juta ha per tahun.
• Hutan di Indonesia akan habis dalam kurun waktu
20 tahun mendatang apabila tidak ditangani secara
serius sebagaimana pernyataan Nabiel Makarim
mantan Menteri Lingkungan Hidup (Taufik Alimi,
LEI, 2005).
Lahan Kritis di Indonesia
Kebijakan Pemerintah
• Departemen Kehutanan telah menetapkan Rehabilitasi dan Konservasi
Sumber Daya Hutan merupakan salah satu dari lima kebijakan prioritas.
• Dalam kerangka implementasinya, ditetapkan Rehabilitasi Hutan dan
Lahan (RHL) dalam Rencana Strategis dan Fokus Kegiatan Pembangunan
Kehutanan.
Dasar Hukum
• Pemerintah (Departemen Kehutanan) sejak tahun 2003 telah
mencanangkan suatu gerakan nasional yang dinamakan Gerakan Nasional
Rehabilitasi Hutan dan Lahan atau disingkat GN-RHL/Gerhan.
• Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 89 tahun 2007 tentang
Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan
• Peraturan Menteri Kehutanan No. P.21/Menhut-V/2007 tentang
Penyelenggaraan Kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan
Lahan Tahun 2007.
• Peraturan Menteri Kehutanan No. P.22/Menhut-V/2007 tentang Pedoman
Teknis dan Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi
Hutan dan Lahan Tahun 2007
Batasan Pengertian
• Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) adalah upaya untuk memulihkan,
mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung,
produktifitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap
terjaga.
• Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan) adalah suatu kegiatan
terkoordinasi yang mendayagunakan segenap kemampuan pemerintah dan
masyarakat dalam merehabilitasi hutan dan lahan pada wilayah Daerah Aliran
Sungai (DAS).
• Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disebut DAS adalah wilayah daratan yang
merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi
menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke
danau aLau kc laut secara alami yang batas di darat merupakankan pemisah
topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh
aktivitas daratan.
Maksud, Tujuan, dan Sasaran
• Maksud penyelenggaraan Gerhan/GN-RHL adalah untuk menumbuhkan
semangat nasional dalam melaksanakan rehabilitasi hutan dan lahan.
• Tujuan penyelnggaraan Gerhan/GN-RHL adalah mempercepat upaya
untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan
lahan melalui kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan pada DAS prioritas.
• Sasaran penyelenggaraan Gerhan/GN-RHL adalah pada lokasi lahan kritis
pada DAS prioritas di semua hutan dan lahan, terutama pada :
o Bagian hulu DAS yang rawan banjir, kekeringan, dan tanah longsor.
o Daerah tangkapan air (catchment area) dari waduk, bendungan, dan danau
- lanjutan -

o daerah resapan air (recharge area) di hulu DAS.


o daerah sempadan sungai, mata air, danau, dan waduk, dan
o bagian hilir DAS yang rawan bencana tsunami, intrusi air laut, dan abrasi
pantai.
• Dalam rangka mendukung keberhasilan penyelenggaraan Gerhan dibentuk
Tim Koordinasi Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan yang
selanjutnya disebut Tim Koordinasi Gerhan.
• Tim Koordinasi Gerhan berada di bawah dan bertanggung jawab langsung
kepada Presiden.
Pola Umum RHL
• Untuk mengambil posisi politik dan kelembagaan penyelenggaraan
RHL/Gerhan maka dipergunakan pendekatan dalam fase prakondisi dan
fase aksi sebagai berikut:
1) Memaksimumkan dukungan dan komitmen politik, yaitu dimaksudkan
untuk mengakomodasi tekanan global menjadi peluang
2) Mendasarkan pendekatan ekosistem dalam kerangka pengelolaan DAS
dengan memperhatikan daya dukung lahan (land capability) dan
kesesuaian lahan (land suitability) serta memperhatikan keanekaragaman
jenis dan tingkat kerentanan terhadap hama penyakit.
3) Membangun kapasitas kelembagaan pemerintah, masyarakat dan
kelembagaan ekonomi, sosial dan
Prinsip Penyelenggaraan RHL
1. Terpadu antar sektor untuk meminimumkan kegagalan birokrasi
2. RHL sebagai bagian kebutuhan masyarakat
3. Kegiatan berkelanjutan dalam tahun jamak (multiyears)
4. Pembiayaan partisipatif (cost sharing)
5. Memaksimalkan inisiatif masyarakat, teknologi lokal dan kinerja
6. Manajemen yang bertanggung gugat (akuntable).
Sasaran Areal RHL
• Ditentukan menurut kriteria:
1. Urutan prioritas penanganan DAS/Sub DAS yang dapat ditentukan dari
tingkat kekritisan DAS setempat (SK Menhut No. 284/KPTSII/1999).
2. Sasaran indikatif rehabilitasi hutan dan lahan, diindikasikan dari
penutupan lahan hasil interpretasi citra satelit dan data lahan kritis (data
spatial lahan kritis) yang diverifikasi dengan pengecekan lapangan sesuai
kondisi aktualnya.
3. Kerawanan bencana yang diindikasikan dari frekuensi banjir, tanah
longsor dan kekeringan di wilayah DAS pada 3 tahun terakhir, terjadinya
tsunami/abrasi air laut di daerah pantai
4. Perlindungan bangunan vital di DAS untuk kehidupan masyarakat seperti
waduk, danau, sumber mata air dan sungai sebagai sumber air dan energi
yang perlu dilestarikan fungsinya.
Pola Penyelenggaraan
Gerhan / GN-RHL
• Pola penyelenggaraan Gerhan di dalam dan luar kawasan
hutan dilaksanakan dengan pendekatan
1) Pola Subsidi/Biaya Penuh
2) Pola insentif
3) Pola RHL Model.
Pola Subsidi/Biaya Penuh
• Pola Subsidi/Biaya Penuh merupakan pola penyelenggaraan kegiatan yang
semua komponen kegiatan penyusunan rancangan, penyediaan bibit,
penanaman dan pemeliharaan yang dilaksanakan dibiayai penuh dari
anggaran Pemerintah (APBN) sesuai ketentuan yang berlaku.
• Pola ini dilaksanakan untuk kegiatan RHL di dalam kawasan hutan negara
(hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi) yang tidak dibebani
hak dan tanahnya miskin (kritis) dan kegiatan di luar kawasan hutan negara
untuk kepentingan umum dan dipandang sebagai kewajiban negara
• Jenis Kegiatan Rehabilitasi pada Pola ini adalah :
 Reboisasi
 Reboisasi Pengkayaan
 Rehabilitasi Mangrove dan Hutan Pantai dalam Kawasan Hutan
Pola Insentif
• Pola Insentif merupakan pola penyelenggaraan kegiatan RHL di luar
kawasan hutan negara dimana bantuan biaya yang diberikan untuk seluruh
komponen kegiatan pembuatan tanaman, kecuali biaya/upah penanaman
diberikan tidak penuh.
• Kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan dengan pola insentif yaitu:
 Pembuatan Hutan Rakyat
 Pengkayaan Hutan Rakyat
 Rehabilitasi Mangrove dan Hutan Pantai
 Penghijauan Lingkungan
Pola Rehabilitasi Hutan Model
• Kegiatan ini dimaksudkan sebagai upaya memperoleh teknologi terapan
dan atau manajemen yang tepat guna, untuk meningkatkan produktivitas
hutan dan lahan serta meningkatkan pemberdayaan masyarakat di sekitar
hutan. Seluruh komponen kegiatan dibiayai dari anggaran Pemerintah.
• Kegiatan ini ditujukan pula untuk :
1) Memberikan percontohan teknik rehabilitasi/pengelolaan hutan dan lahan
2) Membangun media/sarana penyuluhan dan informasi pengembangan
rehabilitasi hutan dan lahan serta konservasi jenis tanaman hutan dan unggulan
lokal,
3) Pengembangan usaha dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar
hutan.
-lanjutan-

• Kegiatan Rehabilitasi Hutan model adalah :


a) Konservasi Jenis Tanaman Langka/Tanaman Unggulan Setempat
dengan Silvikultur Intensif
b) Model Pengembangan Rehabilitasi Hutan Pola Khusus (Jenis Meranti)
c) Model Rehabilitasi Mangrove Pola Rumpun Berjarak
d) Rehabilitasi Hutan pada Daerah Tangkapan Air (DTA) Waduk dan
Danau Prioritas
Tahapan Pelaksanaan GN-RHL
• Proses 4 (empat) tahapan dalam pelaksanaan sistem kegiatan GN-RHL
yang terputus (discontinue),
1. Tahapan pengadaan bibit tanaman oleh BPDAS yang dilaksanakan
pihak ketiga (pengada);
2. Tahapan penilaian bibit tanaman oleh BPTH yang dilaksanakan pihak
ketiga (Lembaga Penilai Independen/LPI)
3. Tahapan penanaman bibit oleh Satker yang dilaksanakan oleh
kelompok masyarakat atau pihak lain secara swakelola
4. Tahapan penilaian kinerja Satker (penilai tanaman) oleh Dinas
Kehutanan atau Dinas yang menangani kehutanan di provinsi yang
dilaksanakan pihak ketiga (LPI)
Kepersertaan Pihak Luar dalam
Pelaksanaan RHL di Kawasan Hutan
Keuntungan bagi Masyarakat Sekitar Kekurangan bagi Masyarakat Sekitar
Pelaksana RHL Landasan Hukum dan Rasional Pelaksanaannya
Kawasan Hutan Kawasan Hutan

- Kebijakan Nasional yg disepakati antara - Kehadiran aparat keamanan - Kurangnya partisipasi dalam
Menhut dan Panglima TNI, yaitu 1) Permenhut menimbulkan rasa aman dari konflik pelaksanaan kegiatan RHL, sehingga
No. P.12/Menhut-V/2011 dan 2) NK 06/ - Mendukung program kemanggulan tidak mendapatkan peningkatan
Tentara Nasional
Menhut-V/2011 TNI dengan rakyat kapasitas (pengetahuan/keahlian)
Indonesia
- Lokasi rawan konflik dan perambahan
- Lokasi sulit dijangkau sehingga tidak
tersedia tenaga kerja

- Peraturan Presiden Republik Indonesia No.54 - masyarakat dapat menjadi tenaga kerja - Perusahaan swasta tidak diwajibkan
Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa untuk pelaksanaan RHL, mulai dari untuk menggunakan tenaga kerja
Pemerintah menyediakan benih, menanam, hingga yang berasal dari masyarakat sekitar
Swasta - Kawasan yang direhabilitasi mencakup antar pemeliharaan hutan sehingga tidak terjadi
wilayah administrasi (desa/kecamatan/kabupaten) - masyarakat mengenal dan memperoleh peningkatan kapasitas
pengetahuan/teknologi baru dalam
penanaman
- lanjutan -

Keuntungan bagi Masyarakat Sekitar Kekurangan bagi Masyarakat Sekitar


Pelaksana RHL Landasan Hukum dan Rasional Pelaksanaannya
Kawasan Hutan Kawasan Hutan
- Program pemerintah untuk memberdayakan - Dengan bantuan teknis satker, masy - Mengurangi jam kerja masyarakat
masyarakat lokal/adat sekitar hutan sesuai PP dapat melaksanakan RHL mulai dari di pertanian/perkebunan
No. 76 Tahun 2008 dan PP 28 Tahun 2011 penyediaan benih, menanam tanaman,
- Lokasi mudah dijangkau masyrakat hingga pemeliharaan
Masyarakat - Masyarakat bukan pelaku perambahan hutan - Memberdayakan seluruh komponen
masyarakat, termasuk perempuan
- Tumbuh tanggung jawab dan rasa memiliki
untuk menjaga kelestarian TN
- Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan
• Sasaran RHL adalah lahan maka keluaran (out put) dari GN-
RHL/Gerhan tidak lain adalah terwujudya penutupan lahan
kritis baik di dalam maupun di luar kawasan hutan oleh jenis
kayu-kayuan tanaman hutan dan atau jenis MPTS
• Lahan kritis tersebut dapat berfungsi kembali sebagai
penyangga kehidupan dalam hal pencegahan banjir, erosi,
longsor dan sebagainya

Anda mungkin juga menyukai