Dinas Kehutanan
Provinsi Nusa Tenggara Barat
Jl. Majapahit No. 54, Mataram - NTB
BAB I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sumber daya hutan dan lahan merupakan salah satu penyumbang manfaat
bagi kehidupan masyarakat dan menjadi salah satu modal utama
pembangunan ekonomi nasional antara lain dalam bentuk pertumbuhan
ekonomi, penyerapan tenaga kerja dan pengembangan wilayah.Selain itu,
sumber daya hutan dan lahan juga mempunyai fungsi yang lebih luas
sebagai salah satu komponen sistem penyangga kehidupan.Untuk itu,
sumberdaya tersebuut harus dikelola secara berkelanjutan agar mampu
memberikan manfaat yang optimal dan berjangka panjang.
Fenomena kerusakan sumberdaya hutan dan lahan di NTB ini juga ditandai
dengan tingkat bahaya erosi yang sangat tinggi yaitu mencapai 71,59 % di
wilayah DAS di Pulau Lombok dan 70,09 % wilayah DAS di Pulau Sumbawa
(RTKRHL DAS NTB, 2014).
Sampai dengan saat ini setiap pihak yang terlibat memiliki rencana dan
kegiatannya masing-masing dalam mendukung upaya rehabilitasi hutan
dan lahan tersebut.Penanganannya belum terintegrasi dan terdistribusi
menjadi bagian dari peran setiap pihak.
B. TUJUANdan MANFAAT
Adapun tujuan penyusunan Road Map Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Road
Map RHL) Tahun 2017-2026 ini adalah mewujudkan penyelenggaraan
C. RUANG LINGKUP
Road Map RHL 2017-2026 ini meliputi perencanaan atas seluruh hutan dan
lahan yang ada di Provinsi NTB seluas 2.015.613,69 yang berdasarkan
hasil deliniasi yang dilaksanakan oleh Direktorat Pengelolaan DAS
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sesuai dengan definisi DAS
terdapat 540 DAS yang tersebar pada 18 SWP (RTKRHL DAS NTB, 2014).
Road Map RHL 2017-2026 ini akan difokuskan pada penanganan lahan
kritis dengan tingkat kekritisan lahan antara Sangat Kritis, Kritis dan Agak
Kritis baik yang terletak di dalam atau di luar kawasan hutan seluas
578.681,69 ha.
Road Map RHL 2017-2026 ini akan memberikan arahan, sasaran, tahapan
pencapaian, pemilihan strategi dan teknologi, peningkatan keberhasilan,
D. PENGERTIAN
4. Ijin pinjam pakai kawasan hutan adalah ijin yang diberikan untuk
menggunakan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar
kegiatan kehutanan tanpa mengubah fungsi dan peruntukkan kawasan
hutan tersebut.
8. Bangunan terjunan air adalah bangunan terjunan yang dibuat pada tiap
jarak tertentu pada saluran pembuangan air (tergantung kemiringan
lahan) yang dibuat dari batu, kayu atau bambu.
10. Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disingkat DAS adalah suatu
wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan
anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan
mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut
secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan
batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh
aktivitas daratan.
11. Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Kehutanan adalah dana yang
bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah
berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah
tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus di
bidang kehutanan yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan
prioritas nasional.
12. Dam penahan adalah bendungan kecil yang lolos air dengan konstruksi
bronjong batu atau trucuk bambu/kayu yang dibuat pada alur sungai/
jurang dengan tinggi maksimal 4 (empat) meter yang berfungsi untuk
mengendalikan/mengendapkan sedimentasi/erosi tanah dan aliran
permukaan (run-off).
14. Embung air adalah bangunan penampung air berbentuk kolam yang
berfungsi untuk menampung air hujan/air limpasan atau air rembesan
pada lahan tadah hujan yang berguna sebagai sumber air untuk
memenuhi kebutuhan pada musim kemarau.
15. Hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-
pohonan yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada
tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota
oleh pejabat yang berwenang.
16. Hutan mangrove adalah suatu formasi pohon-pohon yang tumbuh pada
tanah aluvial di daerah pantai dan sekitar muara sungai yang
dipengaruhi pasang surut air laut dan dicirikan oleh keberadaan jenis-
jenis Avicennia spp Soneratia spp, Rhizophora spp,Bruguiera spp
(Tanjang),Lumnitzera excoecaria (Tarumtum), Xylocarpus spp (Nyirih),
Anisoptera danNypa fruticans (Nipah).
17. Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani
hak milik maupun hak lainnya di luar kawasan hutan dengan ketentuan
luas minimal 0,25 (dua puluh lima perseratus) hektar, penutupan tajuk
tanaman kayu-kayuan dan tanaman lainnya lebih dari 50 % (lima puluh
perseratus).
18. Konservasi tanah adalah upaya penempatan setiap bidang tanah pada
penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan
memperlakukannya sesuai dengan syarat- syarat yang diperlukan agar
tidak terjadi kerusakan tanah sehingga dapat mendukung kehidupan
secara lestari.
20. Land Mapping Unit (LMU) Terpilih adalah satuan lahan terkecil pada
RTk RHL DAS yang mempunyai kesamaan kondisi biofisik (kekritisan
lahan, fungsi kawasan, morfologi DAS serta prioritas DAS) dengan klas
erosi Agak Kritis, Kritis dan Sangat Kritis.
21. Normal Density Value Index yang selanjutnya disingkat NDVI yaitu
suatu nilai hasil pengolahan indeks vegetasi dari citra satelit kanal
inframerah dan kanal merah yang menunjukkan tingkat kerapatan
vegetasi setiap piksel secara relatif.
25. Penghijauan adalah upaya pemulihan lahan kritis di luar kawasan hutan
untuk mengembalikan fungsi lahan.
28. Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) Prioritas I adalah lahan kritis
sasaran rehabilitasi hutan dan lahan kategori kritis dan sangat kritis
yang ditetapkan dalam RTk-RHL DAS.
29. Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) Prioritas II adalah lahan kritis
sasaran rehabilitasi hutan dan lahan kategori agak kritis yang
ditetapkan dalam RTkRHL DAS.
30. Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Aliran Sungai
yang selanjutnya disingkat RTk-RHL DAS adalah rencana RHL 15 (lima
belas) tahunan yang memuat rencana pemulihan hutan dan lahan,
pengendalian erosi dan sedimentasi, pengembangan sumberdaya air
dan pengembangan kelembagaan.
34. Saluran Pembuangan Air yang selanjutnya disingkat SPA adalah saluran
air yang dibuat memotong kontur dapat diperkuat dengan bangunan
terjunan air dan/atau gebalan rumput.
36. Menteri adalah Menteri yang diserahi tugas dan tanggung jawab
dibidang Kehutanan.
37. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang mempunyai tugas dan
bertanggung jawab dibidang bina pengelolaan Daerah Aliran Sungai.
E. SISTEMATIKA
3. ARAHAN ROAD MAP RHL yang terdiri dari sasaran strategis RHL,
strategi RHL, program dan kegiatan RHL, monitoring dan evaluasi
Road Map RHL 2017-2026 akan dilengkapi dengan beberapa jenis data
antara lain lahan kritis, mata air, pemegang ijin pemanfaatan dan atau
penggunanaan kawasan hutan serta beberapa tema peta yang terkait
dengan dokumen Road Map RHL 2017-2026.
15. Peraturan Direktur Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial
Nomor : P.1/V-SET/2013 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kegiatan
Rehabilitasi Hutan dan Lahan.
16. Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2010 tentang Recana Tata Ruang
wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Provinsi Nusa Tenggara Barat terdiri atas 2 pulau besar yaitu Lombok dan
Sumbawa dan dikelilingi oleh 280 pulau-pulau kecil. Luas wilayah Provinsi
Nusa Tenggara Barat mencapai 4.931.219 ha dengan 59,13 % atau sekitar
2.015.315 Ha wilayah daratan. Dari luas daratan tersebut, 53,18 % atau
sekitar 1.071.722,83 ha merupakan kawasan hutan.
c. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang unit-unit KPH yang ada (14
KPH sudah memiliki RPHJP, 6 KPH masih dalam proses dan diusulkan)
Namun demikian, degradasi hutan dan lahan masih menjadi bagian dari
tantangan pembangunan yang harus dihadapi oleh Pemerintah Provinsi NTB.
Degradasi tersebut disebabkan antara lain oleh aktifitas pertanian (agrikultur),
pertambangan dan pembukaan lahan untuk jalan. Di Nusa Tenggara Barat,
degradasi hutan juga banyak disebabkan karena aktifitas penebangan liar dan
tambang yang berdampak pada berkurangnya jumlah mata air. Berbagai
aktifitas tersebut, selain memberikan dampak ekonomis juga telah
mengurangi tutupan hutan dan lahan produktif lainnya.Aspek degradasi ini
menjadi hal penting yang diperhatikan oleh pemerintah dalam rangka
meningkatkan aspek daya saing daerah.
Oleh karena itu, dalam RPJMD NTB 2013-2018, salah satu misinya adalah Misi
ke 7 yaitu Memantapkan Pengelolaan Lingkungan Hidup Yang Berkelanjutan
yang berarti memanfaatkan SDA dan lingkungan hidup secara produktif,
efisien dan optimal dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip kelestarian
dan berkelanjutan. Daerah harus maju namun tetap juga harus lestari.Sebagai
salah satu indikator kinerja dalam Misi ke 7 adalah meningkatnya luas tutupan
lahan sebesar 2,5 % pada Tahun 2018 yang setara dengan pelaksanaan RHL
dalam bentuk penanaman seluas 50.000 Ha.
Upaya RHL ini dilakukan melalui Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan
dengan Reboisasi sumber daya hutan, penghijauan lingkungan,
pengembangan perbenihan tanaman, penyediaan bibit tanaman kehutanan,
penangangan daerah tangkapan air dalam bentuk penanaman dan pembuatan
bangunan sipil teknis.Dalam tahun 2015, telah dilakukan rehabilitasi dengan
penanaman bibit tanaman multifungsi seperti kemiri, sukun, durian, trembesi,
beringin, gamelina dan sebagainya di daerah tangkapan air di 9 (sembilan)
kabupaten/kota se-Nusa Tenggara Barat. Masing-masing catchment area
ditanami dengan 4.000 batang bibit tanaman dalam areal seluas masing-
masing 10 ha.
B. STRATEGI RHL
Berdasarkan hasil identifikasi kondisi program dan kegiatan RHL selama ini,
kemudian dipetakan untuk mengetahui kondisi lingkungan
strategisnya.Komponen pelaksanaan RHL dibagi berdasarkan kekuatan dan
kelemahan yang dimiliki serta peluang dan ancaman yang mungkin
dihadapi.Identifikasi ini juga mempertimbangkan potensi kondisi organisasi
pasca bergabungnya seluruh unit KPH di NTB menjadi UPTD Dinas
Kehutanan Provinsi NTB. Penggabungan ini membawa konsekuensi dan
keyakinan bahwa pembangunan yang akan dilakukan senantiasa
mempertimbangkan kemampuan sumberdaya dan sumberdana yang dimiliki
1. Kekuatan
2. Kelemahan
3. Peluang
4. Ancaman
4. Pemberdayaan masyarakat
Selain itu, akan dioptimalkan peran tokoh agama, tokoh adat dan tokoh
masyarakat setempat, LSM serta aktivis lingkungan dalam membantu
program rehabilitasi hutan dan lahan.
c. Penyediaan lahan/lokasi,
Sesuai dengan strategi yang telah ditetapkan di atas, adapun program RHL
periode 2016-2026 adalah :
1. Tahun 2016
a. Penyusunan Roadmap Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kritis Tingkat
Provinsi Nusa Tenggara Barat;
b. Pembentukan Tim Pengendali Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kritis
Tingkat Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan Keputusan Gubernur
Nusa Tenggara Barat dan Keputusan Kepala Dinas Kehutanan
Provinsi NTB;
c. Pembentukan Tim Penyusun Roadmap Rehabilitasi Hutan dan
Lahan Kritis dengan Keputusan Gubernur Nusa Tenggara Barat dan
Keputusan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi NTB;
d. Penyelenggaraan persemaian permanen di wilayah Kabupaten
Lombok Barat dan Lombok Tengah;
e. Rehabilitasi kawasan hutan di sekitar tangkapan air masing-masing
seluas ha di 10 lokasi kabupaten/kota;
3. Tahun 2019-2020
a. Sosialisasi kegiatan RHLK melalui sekolah SD, SLTP, SLTA, Khutbah
Jum’at, Majelis Ta’lim dan Kesenian Tradisional;
b. Melanjutkan penyelenggaraan persemaian permanen di setiap
wilayah kerja KPHL/KPHP se-Nusa Tenggara Barat;
c. Rehabilitasi kawasan hutan di sekitar tangkapan air di 10 lokasi
kabupaten/kota
4. Tahun 2021-2022
a. Sosialisasi kegiatan RHLK melalui sekolah SD, SLTP, SLTA, Khutbah
Jum’at, Majelis Ta’lim, dan Kesenian Tradisional;
a. Melanjutkan penyelenggaraan persemaian permanen di setiap
wilayah kerja KPHL/KPHP se-Nusa Tenggara Barat;
6. Tahun 2025-2026
a. Sosialisasi kegiatan RHLK melalui sekolah SD, SLTP, SLTA, Khutbah
Jum’at, Majelis Ta’lim, dan Kesenian Tradisional;
b. Melanjutkan penyelenggaraan persemaian permanen di setiap
wilayah kerja KPHL/KPHP se-Nusa Tenggara Barat;
c. Melanjutkan kegiatan penanaman di kawasan hutan yang telah
mengalami degradasi seluas 10.000 ha;
Selain itu, dibutuhkan juga dukungan dari para pihak dalam menjadikan
program RHL sebagai kegiatan dan kebutuhan bersama. Dibutuhkan upaya
yang nyata untuk membangun kesadaran bahwa hutan yang lestari adalah
hajat hidup orang banyak, sehingga seluruh entitas pemerintahan dari
tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota hingga tingkat desa/kelurahan,
instansi vertikal, BUMN/BUMD, sektor swasta, organisasi sosial
kemasyarakatan, organisasi wanita, kelompok masyarakat, tokoh agama,
tokoh adat/tokoh masyarakat, individu maupun komunal, harus memberikan
dukungan nyata dan terukur pada program rehabilitasi hutan dan lahan kritis
di Nusa Tenggara Barat.
E. PEMBIAYAAN
Pembiayaan RHL akan dialokasikan pada LMU yang termasuk Prioritas I dan
Prioritas II dengan mengacu pada RTRKHL DAS yang disusun oleh BPDASHL
Dodokan Moyosari berupa analisa pembiayaan RHL di Provinsi NTB selama
15 tahun
Roadmap Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kritis Tahun 2017-2026 disusun sebagai
panduan seluruh stakeholder dalam berkontribusi mendukung program rehabilitasi
hutan dan lahan kritis di Nusa Tenggara Barat.
PETA-PETA :