0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
12 tayangan2 halaman
Isu utama dalam dokumen tersebut adalah kurang optimalnya pemanfaatan hutan dan perlunya peningkatan keterlibatan masyarakat setempat dalam pengelolaan hutan melalui pelatihan, pendampingan, dan penyusunan dokumen perencanaan.
Deskripsi Asli:
Judul Asli
ISSUE PROGRAM DAN KEGIATAN SUB KOORDINATOR PEMANFAATAN HUTAN (edit 1)
Isu utama dalam dokumen tersebut adalah kurang optimalnya pemanfaatan hutan dan perlunya peningkatan keterlibatan masyarakat setempat dalam pengelolaan hutan melalui pelatihan, pendampingan, dan penyusunan dokumen perencanaan.
Isu utama dalam dokumen tersebut adalah kurang optimalnya pemanfaatan hutan dan perlunya peningkatan keterlibatan masyarakat setempat dalam pengelolaan hutan melalui pelatihan, pendampingan, dan penyusunan dokumen perencanaan.
ISSUE PROGRAM DAN KEGIATAN SUB KOORDINATOR PEMANFAATAN HUTAN
A. Isue dan Permasalahan yang berkembang
Beberapa issue dan permasalahan dari Sub Koordinator Pemanfaatan Hutan pada Program Pengelolaan Hutan dan Kegiatan Pemanfaatan Hutan Produksi dan Hutan Lindung :
1. Kurang optimalnya dalam pemanfaatan hutan, karena kegiatan
pendampingan/penyuluhan yang kurang kontinyu dan kegiatan sosialisasi tentang pengelolaan hutan dalam rangka peningkatan usaha dalam pemanfaatan hutan masih kurang efektif, disebabkan kegiatan sosialisasi belum/tidak disertai panduan/pedoman dalam rangka pengembangan usaha sesuai komoditas yang diusahakan yang berisi mulai dari perencanaan, teknik budidaya, penanaman, pemeliharaan, sampai pemanenan serta pengolahan pasca panen ke produk-produk turunannya sampai labeling dan pemasaran. 2. Kurangnya pemahaman dalam mengelola kawasan dari masyarakat sekitar hutan untuk melakukan pemanfaatan hutan di lokasi yang sudah dimitrakan atau izin pengelolaan hutan sudah diberikan. 8. Resort di wilayah KPH belum optimal dalam melakukan kegiatan pembinaan dan pengawasan terhadap pengembangan usaha kehutatan oleh masyarakat pada kawasan hutan dengan skema HKm, HTR dan Kemitraan Kehutanan. 9. Kepala Resort mempunyai tanggung jawab yang besar di tingkat tapak, namun tidak memiliki kewenangan dalam mengambil keputusan di wilayah kelolanya. 10. Wilayah kelola di tingkat resort terlalu luas dengan personil yang minim, sehingga tidak sesuai dengan tekanan yang dihadapi di lapangan. 11. Pengelolaan hutan dengan pola Kerja sama antara Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Prov. NTB dan Koperasi atau Bumdes masih belum optimal, antara lain ; kewajiban penyusunan dokumen perencanaan rata-rata belum disusun, sehingga kegiatan pengelolaan/pemanfaatan hutan belum optimal. Kurangnya komunikasi antara Dinas LHK/Balai KPH dengan pihak Koperasi/Bumdes merupakan salah satu penyebab tidak optimalnya pelaksanaan Kerja Sama pemanfaatan Hutan. 12. Para pemegang IUPJL-WA juga belum optimal dalam melaksanakan kegiatan, antara lain kewajiban yang harusnya menjadi tanggung jawab pemegang izin tidak dibuat, antara lain ; tidak menyusun dokumen perencanaan (RKU, RKT), dokumen Lingkungan, dll. Kurangnya ko0munikasi dengan Dinas LHK menjadi salah satu penyebab belum optimalnya kegiatan di dalam kawasan hutan.
12. Balai KPH, rata-rata tidak/belum memenuhi/menyusun kewajiban sesuai
peraturan perundangan yang berlaku antara lain; Penyusunan RPHJPd berdasarkan Unit KPH, sehingga dapat mempengaruhi perkembangan pelaksanaan di lapangan. B. Saran Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, dapat disarankan dalam pengelolaan hutan di wilayah kelola Balai KPH sebagai berikut : a. Diharapkan kegiatan pendampingan oleh pihak-pihak yang nterkait dan/atau penyuluh dan sosialisasi kegiatan pengelolaan hutan dilakukan secara periodic dan terdokumentasi, dan hasilnya diketahui oleh Kepala Resort setempat sebagai bahan laporan dan usulan kegiatan kedepannya. b. Untuk bisa memberikan pemahaman kegiatan pengelolaan hutan terhadap masyarakat yang tergabung dalam KTH, bisa dilakukan dengan melakukan kegiatan-kegiatan pelatihan-pelatihan sesuai teknik budidaya yang belum dikuasai antara lain teknik sambung pucuk terhadap tanaman yang sudah tua yang ditandai dengan produksi yang sudah menurun, dan yang tidak kalah pentingnya adalah penyusunan rencana pengelolaan dalam pemanfaatan hutan yaitu RKU dan RKT serta laporan-laporan periodic tentang perkembangan pelaksanaan kegiatan yang difasitasi oleh Balai KPH atau pihak lain yang terkait. Sehingga Kelompok Usaha di Perhutanan Sosial (KUPS) di lokasi HKm, HTR, dan Kemitraan Kehutanan selain untuk mengurangi konflik juga diharapkan dapat memperbesar pendapatan masyarakat dari usaha kegiatannya di dalam kawasan hutan dengan Pola Perhutanan Sosial. c. KPH adalah sebuah kelembagaan tingkat tapak, sehingga resort disarankan diberikan kewenangan untuk dapat lebih pro aktif dalam mengelola kawasan hutannya di wilayahnya, sehingga harus dilengkapi dengan Sarpras dan personil yang memadai dan kompeten. d. Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan oleh Balai KPH, disarankan untuk tepat waktu sesuai kalender perencanaan yang telah ditentukan peraturan perundangan yang berlaku, sehingga bisa dijadikan acuan/arahan dalam program pengelolaan hutan, kegiatan pemanfaatan hutan di wilayah kelolanya.