Anda di halaman 1dari 4

Bab VIII.

Penutup VIII-1

BAB VIII. PENUTUP

Kawasan Delta Mahakam merupakan kawasan strategis nasional karena merupakan


salah satu lumbung energi fosil terbesar di Indonesia. Setalah lebih dari 40 tahun
kegiatan ekplorasi dan eksploitasi Migas, kawasan ini masih mampu menjadi
penyumbang devisa nasional dan meningkatkan nilai tambah APBD Pemerintah
Provinsi Kalimantan Timur dan Kabupaten Kutai Kartanegara. Oleh karena itu tarik
menarik kepentingan antara pusat dan daerah terutama menyangkut perimbangan
keuangan tidak lepas dari isu Blok Mahakam sebagai sumber Migas di kawasan
timur Indonesia. Bahkan dalam RPJMN 2015-2019, Pulau Kalimantan masih
diproyeksikan sebagai lumbung energi nasional. Artinya Delta Mahakam sebagai
salah satu wilayah kerja Migas utama di Kalimantan masih akan mendapat perhatian
utama dari pemerintah baik pusat maupun daerah terlepas dari berbagai persoalan
fundamental yang terjadi di kawasan ini seperti deforestasi, tumpang tindih
kepentingan, kemiskinan hingga kerentanan kawasan terhadap perubahan iklim
global.
Bagi dunia akademis, kawasan Delta Mahakam telah dan masih terus menjadi obyek
penelitian yang menarik untuk dikaji dan diteliti dari berbagai aspek. Selain karena
merupakan ekosisitem pesisir yang unik, kompleksitas persoalan di Delta Mahakam
juga mengundang respon dari berbagai stakeholder untuk ikut terlibat membantu
penyelesaiannya. Di level pemerintah provinsi dan kabupaten sedikitnya tiga instansi
teknis pernah bekerja di kawasan ini yakni Dinas Kehutanan, Badan Lingkungan
Hidup dan Dinas Kelautan dan Perikanan. Pada level pusat, instansi vertikal seperti
BPKH (Balai Pemantapan Kawasan Hutan) Wilayah IV Samarinda, BP DASHL
Mahakam Berau juga turut terlibat dalam skala pekerjaan teknis tertentu seperti tata
batas dan rehabilitasi hutan dan lahan. Oleh karenanya dokumen kegiatan (report)
dan hasil studi baik oleh peneliti (asing dan dalam negeri) maupun mahasiswa
(Universitas Mulawarman, IPB, ITB dan lain sebagainya) dalam bentuk skripsi, thesis
dan desertasi cukup banyak ditemui.
Terlepas dari kerusakan hutan mangrove yang terjadi, kawasan Delta mahakam
masih menyimpan potensi yang besar untuk dikembangkan dan dikelola lebih jauh
sehingga menghasilkan nilai tambah diluar Migas. Sebagai kawasan dengan status
hutan produksi maka produk yang diharapkan dari kawasan ini adalah berasal dari

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) KPHP Delta Mahakam


Bab VIII. Penutup VIII-2

kegiatan budidaya kehutanan yang meliputi antara lain pemanfaatan kayu, non kayu,
dan jasa lingkungan. Sebagai kawasan pesisir, Delta Mahakam juga memiliki potensi
pengembangan produksi perikanan baik dari perikanan tangkap maupun budidaya
(keramba dan tambak). Kalau keberadaaan operasi Migas belum mampu
memberikan dampak nyata kepada kesejahteraan masyarakat maka pemanfaatan
hutan dan potensi perikanan diharapkan dapat menjadi penopangnya.
Isu pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat saat ini menjadi isu
penting tidak hanya di pusat tapi juga di daerah. Selama ini kendala utama untuk
melaksanakan program kegiatan di Delta Mahakam adalah status kawasan hutan
yang merupakan kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Upaya untuk merubah tata ruang kawasan Delta Mahakam juga masih belum
membuahkan hasil padahal disaat yang sama masyarakat di dalam Delta Mahakam
membutuhkan bantuan untuk peningkatan usaha dan perekonomian termasuk usaha
tambak. Namun karena tambak sebagian besar berada diatas lahan hutan maka
banyak kegiatan yang kemudian tidak dapat dilaksanakan. Oleh karena itu,
mengingat strategisnya kawasan Delta Mahakam dengan segala potensi dan
permasalahannya, maka ketika pemerintah pusat melalui Kementerian LHK
mendorong terbentuknya KPH di Indonesia, di daerah hal tersebut disambut dengan
cukup baik.
Melalui pembentukan UPTD KPHP Delta Mahakam diharapkan beberapa isu
strategis dapat dikawal dan diselesaikan secara bertahap dan terencana. Isu
strategis di kawasan Delta Mahakam tidak hanya berkaitan dengan sektor
kehutanan, namun melibatkan sektor-sektor lain seperti perikanan, kelautan,
pengelolaan wilayah pesisir, pekerjaan umum dan pertambangan. Beberapa isu
yang perlu mendapat perhatian utama bagi unit pengelola KPHP Delta Mahakam
dalam kurun waktu 10 tahun kedepan antara lain:
1. Penyelesaian secara bermartabat persoalan tambak masyarakat yang dibuka di
atas kawasan hutan melalui pola kemitraan sesuai peraturan perundangan yang
berlaku di dalam blok yang diperuntukkan untuk hal tersebut. Bagi pengelola
KPHP Delta Mahakam, ruang untuk menyelesaikan konflik tambak ilegal ini telah
tersedia antara lain melalui pendekatan penataan kawasan hutan ke dalam blok-
blok yang sesuai dan skema kegiatan yang mendukung program kemitraan

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) KPHP Delta Mahakam


Bab VIII. Penutup VIII-3

antara lain program tambak ramah lingkungan (silvo-fishery), penggemukan


kepiting, budidaya kepiting lunak, dan lain sebagainya.
2. Sinergi dengan pemangku kepentingan yang lain sebagai kompromi terhadap
berbagai kepentingan yang ada di kawasan ini. Dengan sinergi yang dbangun
nantinya diharapkan target-target yang dicanangkan oleh pengelola KPHP Delta
Mahakam dalam rangka menuju pengelolaan hutan yang lestari dapat terwujud
dalam waktu yang tidak terlalu lama.
3. Percepatan program rehabilitasi hutan dan lahan di areal-areal yang kritis seperti
areal sepanjang bibir pantai dan sungai sebagai pelindung bagi aktivitas
diatasnya termasuk tambak yang dikelola oleh masyarakat.
4. Sumberdaya manusia (SDM) KPHP Delta Mahakam yang terbatas baik jumlah
maupun kualitas dan kompetensinya untuk memenuhi target pekerjaan yang
dibebankan pada areal yang sedemikian luas.

Untuk dapat mengemban visi dan misi pengelolaan KPHP Delta Mahakam dan
dalam rangka menjawab tantangan persoalan yang ada kedepan seperti diuraikan
diatas maka dibutuhkan prasyarat antara lain:
1) Dukungan Politik dari Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten Kutai
Kartanegara plus legislatif karena terkait dengan penganggaran dan penggunaan
keuangan negara dalam menjalankan pengelolaan hutan sehari-hari termasuk
perumusan dan pengambilan kebijakan strategis yang menyangkut hajat hidup
orang banyak membutuhkan komitmen bersama antara pemerintah dan legislatif.
Keluarnya UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dimana
kewenangan sektor kehutanan dikembalikan ke provinsi diharapkan tidak akan
mengurangi dukungan pemerintah daerah Kabupaten Kutai Kartanegara terhadap
KPHP Delta Mahakam
2) Pola kerja pengelola KPHP Delta Mahakam tidak lagi berorientasi pada urusan
administrasi semata namun harus benar-benar menghayati perannya sebagai
pekerja lapangan yang harus berada di lokasi setiap saat untuk membantu
memecahkan persoalan-persoalan sehari-hari di masyarakat.
3) Terciptanya sinergi dan koordinasi yang baik antar pemangku kepentingan
(stakeholder) di Delta Mahakam. Karena tidak bisa dipungkiri, kegagalan
pemerintah dalam mengelola sumberdaya hutan salah satunya dikarenakan
kurangnya melibatkan pemangku kepentingan. Padahal mereka pada satu sisi

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) KPHP Delta Mahakam


Bab VIII. Penutup VIII-4

mungkin memiliki banyak kelebihan yang tidak dimiliki oleh pemerintah. Seperti
halnya LSM yang bekerja di tingkat tapak akan dengan mudah diterima oleh
masyarakat segala bentuk program kerjanya karena perencanaannya dibuat
secara partisipatif bersama masyarakat. Nilai-nilai ini seringkali tidak dapat
diwujudkan oleh aparatur pemerintah karena terhambat oleh aturan dan birokrasi.
4) Perencanaan harus dibuat berdasarkan data dan fakta yang benar dan realistis
(reliable). Oleh karenanya diperlukan keseriusan dalam menghimpun data dan
informasi mengenai kondisi Delta Mahakam secara utuh yang meliputi aspek fisik
dan sosial masyarakat. Data dan informasi tersebut selanjutnya dihimpun menjadi
database sehingga dapat digunakan sebagai bahan monitoring dan evaluasi
terhadap capaian-capaian kegiatan yang direncanakan.

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) ini adalah arahan umum
pengelolaan hutan di KPHP Delta Mahakam dalam kurun waktu 10 tahun. Data dan
informasi yang digunakan tentunya sangat umum dengan asumsi-asumsi yang
sifatnya juga makro. Oleh karenanya keberhasilan pengelolaan KPHP Delta
Mahakam masih harus mempertimbangkan dinamika yang terjadi di tingkat nasional
dan daerah khususnya terkait dengan sektor-sektor kehutanan, kelautan dan
perikanan termasuk pertambangan dan energi. Perubahan visi pembangunan di
tingkat pusat tentu akan berimbas pada semua sektor hingga ke level bawah di
tingkat tapak. Guna mengantisipasi dinamika yang dikemukakan di atas, maka perlu
untuk menjabarkan RPHJP ini ke dalam Rencana Pengelolaan Hutan Tahunan dan
lebih detil lagi ke dalam rencana operasional kegiatan. Oleh karena itu pemantauan
dan analisis terhadap paket kebijakan pemerintah terkait sumberdaya alam secara
umum terkhusus lagi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan perlu
dilakukan oleh KPHP Delta Mahakam bekerjasama dengan stakeholder terkait.
Konsultasi untuk mendapatkan arahan dari instansi yang diberi wewenang untuk
mengawasi dan membina KPHP Delta Mahakam perlu diselenggarakan secara
reguler. Dari proses ini penyesuaian-penyesuaian terhadap rencana yang telah
dibuat dapat dilakukan tanpa mengurangi target pencapaian atas visi dan misi yang
telah dirumuskan dalam RPHJP ini.

Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang (RPHJP) KPHP Delta Mahakam

Anda mungkin juga menyukai