Anda di halaman 1dari 47

MATERI PENGANTAR PRAKTEK LAPANGAN

FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

1. PHBM dan PERHUTANAN SOSIAL


2. PERLINDUNGAN HUTAN

Oleh :
Taufik Setyadi
(Tenaga Profesional)

PUSDIKBANG SDM PERHUTANI MADIUN


2020
PENDAHULUAN

Hutan merupakan sumberdaya alam yang mempunyai berbagai fungsi, baik ekologi,
ekonomi, sosial, maupun budaya yang diperlukan untuk menunjang kehidupan manusia
dan makhluk hidup lainnya. Berdasarkan UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,
dijelaskan bahwa hutan memiliki tiga fungsi antara lain fungsi lindung, produksi, dan
konservasi.

Sebagai sumberdaya alam yang memiliki multi fungsi penting tersebut maka layak kalau
hutan disebut sebagai Sistem Penyangga kehidupan (Life Suport System) dan oleh
karenanya perlu dikelola dengan baik dan bijak. Sebagaimana mandatori yang diberikan
untuk melakukan pengelolaan hutan di Jawa & Madura, Perum Perhutani harus bisa
mewujudkannya. Keseimbangan aspek ekonomi, ekologi dan sosial harus diperhatikan
dan diwujudkan dalam mengelola hutan di wilayah kerjanya.

Sesuai dengan Visi dan Misi perusahaan dalam pengelolaan hutan yang berbasis
masyarakat, kebijakan pelibatan dan peran aktif masyarakat dalam pengelolaan hutan
(Perhutanan Sosial) merupakan hal yang penting dan strategis. Sebenarnya sistem
Perhutanan Sosial dalam pengelolaan hutan sejak lama telah diterapkan oleh Perum
Perhutani. Sistem tumpang sari, program Prosperity Approach melalui MA-LU (mantri -
Lurah) tahun 1972, Pembentukan Kelompok Tani Hutan (KTH) dalam PMDH
(Pembangunan Masyarakat Desa Hutan) tahun 1982 merupakan bentuk-bentuk
Perhutanan Sosial yang telah dikembangkan Perum Perhutani sejak lama. Dengan
perkembangan dinamika yang ada maka sejak tahun 2001 Perhutani telah menggulirkan
dan melaksanakan Pengelolaan Sumber Daya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) yang
dalam perjalanannya telah dilakukan beberapa kali penyempurnaan. Terakhir kebijakan
tentang PHBM sebagaimana diatur dalam SK Direksi Perum Perhutani No.
682/Kpts/Dir/2009. Kebijakan ini merupakan kebutuhan sekaligus menjawab tuntutan
para pemangku kepentingan dan dinamika yang terjadi dalam tatanan masyarakat dewasa
ini. Perhutanan Sosial dalam skema Pengelolaan Sumber Daya Hutan Bersama
Masyarakat (PHBM) merupakan salah satu bentuk kebijakan kelola sosial dalam
pemberdayaan dan peningkatan peran serta masyarakat desa hutan dan pihak yang
berkepentingan.

Sebagaimana dinamika yang terus berkembang, selain skema kemitraan dalam bentuk
PHBM, kebijakan Perhutanan Sosial di Perhutani saat ini juga terdapat dan tengah
dikembangkan skema Kemitraan Kehutanan yang diakui dan dilindungi oleh Kementrian
LHK (Kulin KK) dan skema IPHPS (Ijin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS).
Kebijakan Perhutanan Sosial ini merupakan implementasi dari Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.83/Menlhk/Setjen/Kum.1/10/2016 tentang
Perhutanan Sosial dan Nomor: P.39/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2017 tentang Perhutanan
Sosial di Wilayah Kerja Perum Perhutani.

Skema-skema Perhutanan Sosial di wilayah kerja Perhutani tersebut terus berproses


beriringan. Secara faktual PHBM yang sudah berjalan selama ini masih menjadi pola
kegiatan operasional dalam pengelolaan sumber daya hutan di lapangan. Ke depan tidak
menutup kemungkinan adanya Revitalisasi PHBM.

Sebagai salah satu bentuk implementasi PHBM, dalam perlindungan hutan khususnya
pengamanan hutan, Perhutani sekarang ini menerapkan Sistem Pengamanan Hutan
Lestari yang memperhatikan dan mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi dan sosial
secara seimbang. Sistem Pengamanan Hutan Lestari sebagaimanan dalam SK Direksi
Perum Perhutani No. 596/Kpts/Dir/2009 dilaksanakan dengan mengedepankan
komunikasi sosial dan partisipasi masyarakat.

Materi singkat PHBM ini merupakan rangkuman atau intisari dari SK Direksi Perum
Perhutani No. 682/Kpts/Dir/2009 tentang Pedoman PHBM serta beberapa pengalaman
operasional yang terjadi di lapangan. Sedangkan materi Perlindungan Hutan merupakan
rangkuman dari Modul Diklat Ganis PHPL Binhut Pusdikbang SDM Perhutani tahun 2017
dan SK Direksi Perum Perhutani No. 596/Kpts/Dir/2009 tentang Sistem Pengamanan
Hutan Lestari.

Dengan materi singkat ini diharapkan dapat membantu mahasiswa peserta praktek
lapangan (Mahasiswa Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat) dalam
memahami tentang Perhutanan Sosial (PHBM) dan Perlindungan Hutan yang
dikembangkan dan dilaksanakan oleh Perum Perhutani.
1. PHBM DAN PERHUTANAN
SOSIAL
BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pulau Jawa memiliki luasan hanya 6% dari luas wilayah Indonesia, tetapi 60% dari
jumlah penduduk Indonesia tinggal di Jawa. Perum Perhutani sebagai BUMN yang
diberi mandat untuk mengelola hutan negara dituntut untuk memberikan perhatian
yang besar kepada masalah sosial ekonomi masyarakat, terutama masyarakat
pedesaan yang sebagian besar tinggal di sekitar hutan. Interaksi antara masyarakat
dengan hutan tidak mungkin dapat dipisahkan. Oleh karena itu, pendekatan yang
dilakukan dalam pengelolaan hutan harus memperhatikan keberlanjutan ekosistem
hutan dan peduli dengan masyarakat miskin di sekitar hutan.

Sejalan dengan terjadinya reformasi di bidang kehutanan, Perum Perhutani


menyempurnakan sistem pengelolaan sumberdaya hutan dengan lahirnya
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) pada tahun 2001. PHBM adalah
salah satu bentuk tanggungjawab sosial Perum Perhutani berupa pemberdayaan
masyarakat desa hutan. PHBM merupakan sistem pengelolaan sumberdaya hutan
yang dilakukan Perum Perhutani bersama masyarakat desa hutan dan atau stakeholder
lainnya dengan jiwa berbagi sehingga kepentingan bersama untuk mencapai
keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan dapat diwujudkan secara optimal
dan proporsional. Sistem PHBM ini dilaksanakan dengan jiwa BERSAMA,
BERDAYA, dan BERBAGI yang meliputi pemanfaatan lahan/ruang, waktu, dan hasil
dalam pengelolaan sumberdaya hutan dengan prinsip saling menguntungkan,
memperkuat dan mendukung serta kesadaran akan tanggung jawab sosial.
Pemberdayaan masyarakat ini khusus diarahkan ke desa-desa hutan yaitu desa-desa
yang berbatasan dengan kawasan hutan Perum Perhutani dan kehidupan
masyarakatnya sangat tergantung dengan sumberdaya hutan. Ruang lingkup PHBM
adalah kegiatan pemberdayaan di dalam dan di luar kawasan hutan, berbasis lahan
maupun bukan lahan dengan mempertimbangkan skala prioritas yang ditetapkan
melalui perencanaan partisipatif. Sejak digulirkan pada tahun 2001 oleh Perum
Perhutani, Pengelolaan Sumber Daya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) dalam
perjalanannya telah dilakukan beberapa kali penyempurnaan. Terakhir kebijakan
tentang PHBM sebagaimana diatur dalam SK Perum Perhutani No.
682/Kpts/Dir/2009. Kebijakan ini merupakan kebutuhan sekaligus menjawab
tuntutan dan dinamika yang terjadi dalam tatanan masyarakat dan era global saat ini.

Sesuai dengan Visi dan Misi perusahaan serta paradigma baru dalam pengelolaan
hutan yang berbasis masyarakat, PHBM merupakan salah satu bentuk kebijakan
kelola sosial dalam pemberdayaan dan peningkatan peran serta masyarakat desa hutan
dan pihak yang berkepentingan. Dalam paradigma baru pengelolaan hutan,
masyarakat sebagai salah satu unsur/elemen pengelolaan sumber daya hutan harus
diberdayakan. PHBM yang telah menjadi kebijakan dan komitmen perusahaan ini
harus dapat berjalan dan diterapkan dengan baik. Semua bentuk kegiatan pengelolaan
sumber daya hutan yang dilaksanakan oleh Perum Perhutani harus bernafaskan
PHBM. Agar PHBM dapat berjalan dan diterapkan dengan baik, maka PHBM harus
menjiwai dan mewarnai seluruh elemen dan jajaran Perum Perhutani sesuai kapasitas,
tugas dan fungsinya. PHBM harus menjiwai strategi, struktur dan budaya perusahaan
dalam pengelolaan hutan.

B. Deskripsi Singkat

Modul “Pengelolaan Sumber Daya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)” dan


Perlindungan Hutan dalam pengelolaan hutan tanaman Jati ini secara garis besar
membahas tentang : Konsepsi PHBM, Pelaksanaan PHBM, Kelembagaan dan Kerja
Sama PHBM serta Pola Perlindungan Hutan di Perum Perhutani

C. Manfaat Modul Bagi Peserta


Modul “Pengelolaan Sumber Daya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)” dan
“Perlindungan Hutan” ini diharapkan dapat membantu dan bermanfaat bagi peserta
untuk memahami tentang PHBM dan Pola Perlindungan Hutandi Perum Perhutani
secara utuh, sehingga pada akhirnya dapat menjiwai sikap, langkah dan tindakan
dalam mengembangkan kemampuan dan ketrampilan di masa depan.

D. Tujuan Pembelajaran

1. Kompetensi Dasar
Setelah selesai pembelajaran diharapkan peserta mampu menjelaskan tentang
PHBM dan Pola Perlindungan Hutan yang dikembangkan oleh Perum Perhutani
secara utuh dan benar

2. Indikator Keberhasilan
Setelah selesai pembelajaran diharapkan peserta mampu :
a. Menjelaskan tentang Konsepsi PHBM dalam pengelolaan hutan di Perum
Perhutani.

b. Menjelaskan Pelaksanaan Perlindungan Hutan.

E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok


Mengacu pada tujuan pembelajaran di atas, materi pokok untuk mata diklat
“Pengelolaan Sumber Daya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)” adalah:

1. Konsepsi PHBM, dengan sub materi pokok :


a. Dasar Pelaksanaan dan Pengertian PHBM.
b. Maksud dan Tujuan PHBM.
c. Jiwa, Prinsip Dasar dan Persyaratan PHBM.

2. Pelaksanaan PHBM, dengan sub materi pokok :


a. Prakondisi dan Strategi PHBM
b. Ruang Lingkup dan pelaksanaan PHBM.
c. Indikator Keberhasilan PHBM.
3. Perlindungan Hutan dan Manajemen Zonasi
a. Perlindungan Hutan
b. Strategi Perlindungan Hutan dengan Manajemen Zonasi
BAB II. MATERI POKOK 1
KONSEPSI PHBM

Setelah selesai mengikuti pembelajaran bab ini peserta dapat


menjelaskan konsepsi PHBM dalam pengelolaan hutan di Perum
Perhutani.

A. Uraian Materi

1. Latar Belakang dan Pengertian PHBM

Pulau Jawa memiliki luasan hanya 6% dari luas wilayah Indonesia, tetapi 60% dari
jumlah penduduk Indonesia tinggal di Jawa. Perum Perhutani sebagai BUMN yang
diberi mandat untuk mengelola hutan negara dituntut untuk memberikan perhatian
yang besar kepada masalah sosial ekonomi masyarakat, terutama masyarakat
pedesaan yang sebagian besar tinggal disekitar hutan. Interaksi antara masyarakat
dengan hutan tidak mungkin dapat dipisahkan. Oleh karena itu, pendekatan yang
dilakukan dalam pengelolaan hutan harus memperhatikan keberlanjutan ekosistem
hutan dan peduli dengan masyarakat miskin di sekitar hutan.

Sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diserahi tugas pengelolaan hutan,
dan sejalan dengan terjadinya reformasi di bidang kehutanan, Perum Perhutani
menyempurnakan sistem pengelolaan sumberdaya hutan dengan lahirnya Pengelolaan
Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Sistem PHBM ini dilaksanakan dengan jiwa
BERSAMA, BERDAYA, dan BERBAGI yang meliputi pemanfaatan lahan/ruang,
waktu, dan hasil dalam pengelolaan sumberdaya hutan dengan prinsip saling
menguntungkan, memperkuat dan mendukung serta kesadaran akan tanggung jawab
sosial. Perum Perhutani berusaha untuk melakukan upaya-upaya untuk membantu
peningkatan kesejahteraan MDH. Sejalan dengan perubahan paradigma pengelolaan
Sumber Daya Hutan tersebut dari Security Approach (pendekatan keamanan) ke
Prosperity Approach (pendekatan kesejahteraan), maka sejak berdiri hingga saat ini
Perum Perhutani telah menerapkan pola pendekatan kesejahtaeraan masyarakat dalam
kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan, yaitu :
Perum Perhutani terus melakukan upaya untuk mencari bentuk-bentuk kebijakan yang
dapat mendorong terwujudnya pengelolaan hutan yang lestari yaitu yang dapat
menjaminkan adanya kelestarian fungsi dan manfaat sumberdaya hutan, baik itu
fungsi produksi, lingkungan maupun fungsi sosial kemasyarakatan secara seimbang,
sehingga mampu mendukung keberlanjutan perusahaan, menyumbang devisa negara
dan juga untuk kemakmuran rakyat. Sejalan dengan itu maka pengelola hutan dituntut
untuk mampu mewujudkan prinsip-prinsip pengelolaan hutan yang baik. Tiga pilar
pengelolaan hutan yang baik yaitu aspek lingkungan, Ekonomi dan Sosial harus bisa
dikelola dan diwujudkan. Itulah paradigma baru dalam pengelolaan hutan saat ini,
sudah barang tentu Perum Perhutani harus mampu melaksanakan tugas tersebut
dengan baik. Mandatori ini tentunya sangat mulia dimana sebagai pengelola harus
bisa mewujudkan pengelolaan hutan secara lestari dan memenuhi ekspektasi atau
harapan para pemangku kepentingan.
Salah satu karakteristik hutan di Pulau Jawa dan Madura yang menjadi tanggung
jawab pengelolaan Perum Perhutani, letak geografisnya berbatasan dan dikelilingi
oleh desa (masyarakat). Dengan fakta dan kondisi ini maka Perhutani harus
melakukan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan hutannya. Sebagaimana
paradigma baru dalam pengelolaan hutan yang berbasis masyarakat, pemberdayaan
dan peningkatan peran serta Masyarakat Desa Hutan (MDH) dan pihak yang
berkepentingan dalam pengelolaan sumber daya hutan menjadi penting dan strategis
sehingga perlu dimaknai, diwadahi dan difasilitasi.

Untuk meningkatkan peran dan harapan para pemangku kepentingan utamanya


masyarakat maka sejak tahun 2001 sesuai SK Direksi No. 136/Kpts/Dir/2001, Perum
Perhutani menggulirkan dan menerapkan Sistem Pengelolaan Sumber Daya Hutan
Bersama Masyarakat (PHBM) dalam pengelolaan hutan. Sejalan dengan perubahan
visi Perum perhutani yakni menjadi Perusahaan yang unggul dalam Pengelolaan hutan
Lestari dengan salah satu misinya “Meningkatkan manfaat Pengelolaan Sumberdaya
Hutan bagi seluruh Pemangku Kepentingan”, serta seiring perubahan lingkungan dan
dinamika sosial yang ada, telah dikeluarkan Surat Keputusan Direksi Perum Perhutani
No. 682/Kpts/Dir/2009 tanggal 31 Desember 2009 tentang Pedoman Pengelolaan
Sumber Daya Hutan Bersama Masyarakat sebagai dasar implementasi/penerapan
PHBM di Perum perhutani. PHBM merupakan salah satu wujud atau bentuk kelola
sosial dalam pemberdayaan masyarakat.

Sedangkan dalam Surat Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor :


682/Kpts/Dir/2009 tanggal 31 Desember 2009, Pengelolaan Sumber Daya Hutan
Bersama masyarakat (PHBM) adalah suatu sistem pengelolaan sumber daya hutan
yang dilakukan bersama oleh Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan dan atau
Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan
(stakeholder) dengan jiwa berbagi, sehingga kepentingan bersama untuk mencapai
keberlanjutan fungsi dan manfaat sumber daya hutan dapat diwujudkan secara optimal
dan proporsional. Beberapa pengertian istilah yang terkait dengan PHBM tersebut
adalah :

a. Pengelolaan sumber daya hutan adalah kegiatan yang meliputi penyusunan


rencana pengelolaan SDH, pemanfaatan sumber daya dan kawasan hutan, serta
perlindungan SDH dan konservasi alam.
b. Desa Hutan adalah Wilayah desa yang secara geografis dan administratif
berbatasan dengan kawasan hutan atau di sekitar hutan.
c. Masyarakat Desa Hutan (MDH) adalah kelompok orang yang bertempat
tinggal di desa hutan dan melakukan kegiatan yang berinteraksi dengan SDH utk
mendukung kehidupannya.
d. Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) adalah lembaga masyarakat yang
berkepentingan dalam kerjasama pengelolaan sumber daya hutan bersama
masyarakat, yang anggotanya berasal dari unsur lembaga desa dan atau unsur
masyarakat yang ada di desa tersebut yang mempunyai kepedulian terhadap
sumber daya hutan.
e. Stakeholder (Pihak yang berkepentingan) adalah Pihak-pihak di luar Perum
Perhutani dan MDH yang mempunyai perhatian dan berperan mendorong proses
optimalisasi serta berkembangnya PHBM. (LSM, Lembaga Ekonomi masyarakat,
lembaga sosial masyarakat, Usaha swasta, lembaga pendidikan, Lembaga Donor)
f. Kawasan Hutan Pangkuan Desa (KHPD) adalah Kawasan hutan negara yang
secara administratif masuk wilayah desa.
Dari pengertian-pengertian tersebut jelas bahwa PHBM sebagaimana dalam SK
Perum Perhutani Nomor: 682/Kpts/II/2009, sejalan dan seiring dengan Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor: Permen LHK
No. 39 tahun 2017 ttg Perhutanan Sosial di Wilayah Kerja Perum Perhutani berupa
Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS). Dengan kata lain bahwa PHBM
yang dilakukan dan dikembangkan oleh Perum Perhutani (selaku pengelola hutan)
sesuai dengan kebijakan atau Regulasi pemerintah sebagai salah satu pemangku
kepentingan sekaligus sebagai Regulator terkait dengan pemberdayaan masyarakat
sekitar hutan.

Sebagai sistem maka keberhasilan implementasi PHBM ditentukan oleh semua unsur-
unsur atau elemen yang terkait, baik internal maupun eksternal. Semua pihak dalam
hal ini unsur-unsur/elemen-elemen yang terkait baik internal maupun eksternal harus
saling mendukung. Semua jajaran /sumber daya manusia dalam perusahaan pada
semua lini organisasi merupakan unsur/elemen internal sistem PHBM. Stakeholder
atau pihak yang berkepentingan merupakan unsur/elemen eksternal sistem PHBM.

2. Maksud dan Tujuan PHBM

Pengelolaan Sumber Daya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) dimaksudkan untuk


memberikan arah pengelolaan sumber daya hutan (SDH) dengan memadukan aspek
ekonomi, ekologi dan sosial secara proporsional dan profesional guna mencapai Visi
& Misi Perum Perhutani.
Sedangkan tujuan dari Kemitraan dengan Masyarakat Desa Hutan yang dilaksanakan
dan dikembangkan Perum Perhutani adalah sebagai berikut :

a. Mendapat kepastian mengenai lokasi lahan garapan


b. Memperoleh akses sumber pendanaan KUR perbankan
c. Mendapatkan kepastian pasar / serapan hasil produksi
d. Mendapatkan pembinaan intensif dari Kementrian, Pemda dan BUMN terkait
e. Berpeluang mendapatkan subsidi Saprotan
f. Pendapatan tambahan yang lebih baik dan pasti kepada penggarap
g. Mendapatkan kombinasi komoditas dan optimasi pengelolaan lahan dengan sehingga
pendapatan per KK meningkat menjadi Rp.1,6 - 2,0 juta /bulan

3. Jiwa, Prinsip Dasar dan Persyaratan PHBM

Jiwa PHBM adalah kesediaan Perusahaan, masyarakat desa hutan dan pihak yang
berkepentingan (Stakeholder) untuk berbagi dalam pengelolaan sumber daya hutan
bersama masyarakat sesuai kaidah-kaidah sbb :

 Keseimbangan : Ekologi, sosial, ekonomi


Dalam kegiatan pengelolaan sumber daya hutan harus memperhatikan kepentingan
ekologi (lingkungan), soial (masyarakat) dan Ekonomi (pendapatan) secara
seimbang. Tidak boleh mementingkan salah satu aspek saja.
 Kesesuaian : Kultur, Budaya setempat.
Dalam kegiatan pengelolaan sumber daya hutan harus memperhatikan dan
menyesuaikan dengan kultur dan budaya setempat, termasuk yang terkait dengan
mata pencaharian, tradisi dan situs budaya.
 Keselarasan : Pembangunan Wilayah/Daerah
Perlu diselaraskan dengan program pembangunan wilayah/daerah seperti
pengembangan komoditas pangan tertentu.
 Keberlanjutan : Fungsi dan manfaat Sumber Daya Hutan
Semua bentuk pengelolaan sumber daya hutan harus mampu mempertahankan dan
meningkatkan fungsi dan manfaat sumber daya hutan.
 Kesetaraan : Peran & Resiko
Dalam pengelolaan sumber daya hutan, masing-masing pihak harus memberikan
peran sesuai dengan kapasitasnya serta mau memikul tanggung jawab atau resiko
sesuai porsinya masing-masing.

Sedangkan prinsip-prinsip dasar dalam PHBM adalah :


1. Prinsip keadilan dan demokratis.
Dalam PHBM segala bentuk kegiatan pengelolaan hutan harus menjunjung tinggi
prinsip keadilan baik bagi perusahaan dan masyarakat khususnya masyarakat
sekitar hutan dalam peran, hak dan kewajiban serta pemanfaatan akses sumber
daya hutan sesuai dengan porsinya. Demokratis berarti setiap kegiatan tidak
dilakukan secara top down tetapi harus memperhatikan aspirasi dan berdasarkan
musyawarah dan mufakat.

2. Prinsip keterbukaan dan kebersamaan.


Setiap kegiatan pengelolaan yang dilaksanakan beserta hal-hal yang terkait perlu
dan harus disampaikan dan diketahui bersama. Kendala atau permasalahan yan
ada diselesaikan bersama.

3. Prinsip pembelajaran bersama dan saling memahami.


Dalam kegiatan pengelolaan hutan perlunya saling memahami dan mengakui
akan pengalaman dan pengetahuan masing-masing. Pengalaman dan pengetahuan
tradisional masyarakat serta pengalaman dan pengetahuan perusahaan atau
modern saling memahami dan melengkapi.

4. Prinsip kejelasan hak dan kewajiban.


Hak dan kewajiban antara masing-masing pihak yang dalam hal ini Perusahaan,
masyarakat dan atau pihak III harus jelas. Hak dan kewajiban perlu dituangkan
dalam Perjanjian kerja sama.

5. Prinsip pemberdayaan ekonomi kerakyatan.


Bahwa dalam pengelolaan hutan dan program-program pengembangannya harus
mampu menumbuhkan, mendukung dan mengembangkan ekonomi masyarakat
setempat

6. Prinsip kerja sama kelembagaan.


Kerja sama yang dikembangkan dalam PHBM adalah dalam bentuk
kelembagaan, dalam artian bahwa pihak-pihak yang terlibat adalah atas nama
lembaga. Sehingga masyarakat harus membentuk wadah atau lembaga resmi
yang berbadan hukum.

7. Prinsip perencanaan partisipatif.

Karena pengelolaan hutan terkait dengan masyarakat, maka selalu didasarkan


pada perencanaan partisipatif yang melibatkan masyarakat desa hutan. Dengan
perencanaan partisipatif ini diharapkan dapat mengakomodir aspirasi masyarakat.
8. Prinsip kesederhanaan sistem dan prosedur.
Sistem dan prosedur dalam pengelolaan hutan dan program-program
pengembangannya harus sederhana dan tidak berbelit-belit sehingga mudah
dipahami dan dilaksanakan.

9. Prinsip perusahaan sebagai fasilitator.


Masyarakat ditempatkan sebagai narasumber utama dalam memahami
keadaannya sendiri dan mengatasi masalahnya sendiri. Perusahaan sebagai
fasilitator dan memfasilitasi terhadap aspirasi yang dibutuhkan oleh masyarakat,
tentunya yang tidak bertentangan dengan ketentuan dan perundang-undangan
yang berlaku serta tidak mengganggu atau mengancam eksistensi, fungsi dan
manfaat sumber daya hutan.

10. Prinsip kesesuaian pengelolaan dan karakteristik wilayah.


Pengelolaan hutan dan program-program pengembanngannya harus disesuaikan
dengan karakteristik wilayah, baik biofisik maupun sosial ekonomi masyarakat
sekitar hutan.

Dengan Jiwa dan prinsip PHBM yang demikian diharapkan dapat menjadi sarana
tercapainya Hutan lestari, rakyat mandiri dan sejahtera, sebagaimana yang di
harapkan oleh semua pemangku kepentingan. Dengan sistem PHBM ini setiap bentuk
pengelolaan hutan dan program-program pengembangannya harus mendukung
eksistensi, fungsi dan manfaat sumber daya hutan dan sekaligus memberikan ruang
bagi masyarakat dalam peningkatan kesejahteraan. Inilah yang harus menjadi
komitmen bersama.

Agar jiwa, prinsip dan tujuan PHBM dapat berjalan dengan baik dan tercapai maka
diperlukan persyaratan implementasi PHBM sebagai berikut :
a. Pemahaman yang utuh terhadap konsep PHBM dan kesiapan pola pikir (mindset)
semua jajaran Perum Perhutani dan jajaran Lembaga Masayarakat Desa Hutan
(LMDH) untuk melaksanakan.
b. Ada desa dengan Kawasan Hutan Pangkuan Desanya (KHPD)
c. Ada PDP (Pengkajian Desa secara Partisipatif) atau metode lain yang partisipatif.
d. Ada pertemuan dan Pendampingan yang intensif.
e. Ada Kelembagaan Masyarakat Desa Hutan (MDH).
f. Ada aturan-aturan yang mengikat
g. Ada usaha produktif dan atau sharing (bagi hasil)
h. Peran dan kerja sama antar pihak.
4. PERANAN PERUM PERHUTANI DALAM IMPLEMENTASI PS

a. SK IPHPS ( P. 39/2017 )

1. Membantu Tim Verifikasi LHK dalam memverifikasi usulan IPHPS (terutama


Verifikasi Teknis) (P. 7 pasal 8 ayat 2)
2. Menetapkan Kelas Hutan Tujuan Khusus (HTKH) pada lokasi IPHPS yang telah
terbit SK
3. Memberikan informasi RPKH kepada pemegang izin untuk dijadikan acuan
penyusunan RPH IPHPS (P. 8 pasal 4 ayat 2)
4. Bersama pemegang izin menyepakati batas lokasi IPHPS di lapangan sesuai
dengan lampiran peta SK IPHPS (P. 8 pasal 7 ayat 2)
5. Memfasilitasi pemegang izin dalam pelaksanaan penandaan batas dan pembuatan
peta rencana kerja (P. 8 pasal 7 ayat 3)
6. Melaksanakan Monitoring pelaksanaan RPH IPHPS setiap tahun dan Evaluasi
pada tahun ke lima dan kesepuluh bersama-sama UPT, Dishut Prov, Penyuluh dan
Pokja PPS (P. 8 pasal 19)
7. Melaksanakan pembinaan dan fasilitasi perlindungan hutan pemegang izin (P. 11
pasal 4 ayat (1) huruf d)
8. Memberikan Bimbingan teknis budidaya tanaman kehutanan dan pengelolaan
hutan lestari

b. SK KULIN KK

1. Melakukan identifikasi penggarap dan lokasi rencana kemitraan kehutanan (P.


83/2016 pasal 45 ayat 1)
2. Mengusulkan lokasi kemitraan kehutanan kepada Menteri LHK untuk
mendapatkan KULIN KK (P. 83/2016 pasal 44 ayat 1)
3. Membantu Tim verifikasi LHK dalam memverifikasi usulan KULIN KK
4. Menyusun Naskah Kerjasama (NKK) bersama Mitra kemitraan kehutanan (P. 83
pasal 46 ayat 1)
5. Memfasilitasi mitra dalam pelaksanaan penandaan batas, pembuatan peta rencana
kerja dan penyusunan renstra
6. Melaksanakan Monitoring dan Evaluasi secara berkala dan melaporkannya
kepada Direktur dg tembusan kepala dinas (P. 18 Pasal 12)
7. Melaksanakan pembinaan dan fasilitasi bersama stakeholder lain kepada mitra
8. Memberikan Bimbingan teknis budidaya tanaman kehutanan dan pengelolaan
hutan lestari
B. Latihan
Untuk membantu anda memahami uraian materi tentang konsepsi PHBM, cobalah Anda
kerjakan soal-soal di bawah ini. Soal-soal di bawah ini dapat Anda jawab secara sediri atau
dengan mendiskusikannya dalam kelompok. Satu kelompok terdiri dari 3-4 peserta.

1. Menurut saudara atau menurut diskusi bersama kelompok, apakah bentuk kegiatan
penanaman di tempat saudara saat ini sudah sesuai dengan kaidah keseimbangan dalam
PHBM?

2. Dalam PHBM aspirasi masyarakat terhadap pengelolaan sumber daya perlu diakomodir.
Berkenaan dengan hal tersebut, terdapat aspirasi masyarakat sebagai berikut :

a. Masyarakat berkeinginan untuk memanfaatkan salah satu petak hutan yang kurang
produktif (tegakannya jarang) untuk ditanami padi dalam bentuk kerja sama bagi hasil.

b. Di petak yang lain yang merupakan rencana tanaman tahun depan, masyarakat
menginginkan agar tanaman pengisinya diganti dengan tanaman pace, untuk membantu
pemenuhan bahan baku usaha minuman tradisional yang ada di desa tersebut.

Menurut saudara atau diskusi bersama kelompok bagaimana tanggapan terhadap dua
aspirasi tersebut berkaitan dengan PHBM?

C. Rangkuman

1. Dalam paradigma baru pengelolaan hutan, masyarakat sebagai salah satu unsur/elemen
pengelolaan sumber daya hutan harus diberdayakan. PHBM merupakan salah satu
bentuk kebijakan kelola sosial dalam pemberdayaan dan peningkatan peran serta
masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan.

2. Pengelolaan Sumber Daya Hutan Bersama masyarakat (PHBM) adalah suatu sistem
pengelolaan sumber daya hutan yang dilakukan bersama oleh Perum Perhutani dan
masyarakat desa hutan dan atau Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan dengan
pihak yang berkepentingan (stakeholder) dengan jiwa berbagi, sehingga kepentingan
bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumber daya hutan dapat
diwujudkan secara optimal dan proporsional (SK Direksi Perum Perhutani Nomor :
682/Kpts/Dir/2009 tanggal 31 Desember 2009).

3. Jiwa PHBM adalah kesediaan berbagi bersama dengan kaidah-kaidah sebagai


berikut :
 Keseimbangan : Ekologi, sosial, ekonomi
 Kesesuaian : Kultur, Budaya setempat.
 Keselarasan : Pembangunan Wilayah/Daerah
 Keberlanjutan : Fungsi dan manfaat Sumber Daya Hutan
 Kesetaraan : Peran dan Resiko

4. Prinsip-prinsip dalam PHBM adalah :


a. Prinsip keadilan dan demokratis.
b. Prinsip keterbukaan dan kebersamaan.
c. Prinsip pembelajaran bersama dan saling memahami.
d. Prinsip kejelasan hak dan kewajiban.
e. Prinsip pemberdayaan ekonomi kerakyatan.
f. Prinsip kerja sama kelembagaan.
g. Prinsip perencanaan partisipatif.
h. Prinsip kesederhanaan sistem dan prosedur.
i. Prinsip perusahaan sebagai fasilitator.
j. Prinsip kesesuaian pengelolaan dan karakteristik wilayah.

5. PHBM harus menjiwai strategi, struktur dan budaya perusahaan dalam pengelolaan
hutan. Jiwa dasar dan prinsip-prinsip dalam PHBM menjadi pegangan dalam
pengelolaan sumber daya hutan.

D. Evaluasi Materi Pokok 1

Untuk membantu mengecek sejauh mana Saudara telah memahami materi pokok 1
yaitu Konsepsi PHBM, jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini !

1. Jelaskan secara singkat pengertian PHBM sesuai SK Direksi Perum Perhutani


No. 682/Kpts/Dir/2009 ! Nilai 10
2. Jelaskan Maksud dan Tujuan PHBM! (untuk tujuan cukup sebutkan 4 saja).
Nilai 50nilai masing-masing point jawaban yang benar adalah 6.

3. Sebutkan secara singkat kaidah-kaidah dalam PHBM! (dengan arti singkatnya).


Nilai 30nilai masing-masing point jawaban yang benar adalah 6.

4. Sebutkan secara singkat lima (5) prinsip dalam PHBM! Nilai 30, nilai masing-
masing point jawaban yang benar adalah 6.

E. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Cocokkan jawaban Saudara dengan kunci jawaban Tes Hasil Belajar materi pokok 1
yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah total nilai saudara berdasarkan
jumlah point jawaban yang benar !

Arti tingkat penguasaan yang anda capai :


> 90 = baik sekali
80 - 90 = baik
70 - 79 = cukup
< 70 = kurang
Apabila tingkat penguasaan Saudara mencapai 80 ke atas, bagus ! berarti Saudara telah
memahami materi pokok 1. Saudara dapat meneruskan dengan materi pokok 2. Tetapi
bila tingkat penguasaan Saudara masih di bawah 80, Saudara harus mengulangi lagi
materi pokok 1, terutama bagian yang belum Saudara kuasai.
BAB III. MATERI POKOK II.
PELAKSANAAN PHBM

Setelah selesai mengikuti pembelajaran bab ini peserta dapat :


1. Menjelaskan Pelaksanaan dan Indikator keberhasilan PHBM.
2. Menjelaskan tentang PRA, Analisa Sosial dan Teknik Komunikasi

A. Uraian Materi

1. Prakondisi dan Strategi PHBM

Sebagaimana dalam SK Perum Perhutani Nomor : 682/Kpts/II/2009, PHBM


merupakan suatu sistem. Sebagai sistem pengelolaan hutan maka keberhasilan
implementasinya ditentukan oleh semua unsur-unsur atau elemen yang terkait,
sehingga perlu disosialisasikan baik kepada pihak internal maupun eksternal,
selanjutnya akan diperoleh kesamaan persepsi dan pemahaman mengenai PHBM di
seluruh tingkatan Perum Perhutani dan bersinergi dengan semua pihak yang
berkepentingan. Sosialisasi adalah suatu proses pembentukan sikap atau perilaku
masyarakat sesuai dengan peraturan/perundangan yang baru, dalam rangka
mendapatkan kesamaan persepsi dan pemahaman mengenai PHBM. Membangun
kesepahaman ini merupakan langkah awal yang sangat penting dan menentukan
keberhasilan PHBM. Kesepahaman bahwa PHBM dilaksanakan dengan semangat
dan jiwa bersama, berdaya dan berbagi peran, tanggung jawab, kewajiban dan hak
secara proporsional dalam Pengelolaan sumber daya hutan (SDH) seyogyanya
dilakukan secara utuh baik pada jajaran internal maupun eksternal (stakeholder),
sehingga semua pihak sepakat dan mendukung penerapan/implementasi PHBM
dengan prinsip berbagi, sesuai dengan peran dan tanggung masing-masing secara
proporsional. Adanya hambatan atau tidak berjalannya proses atau peran pada salah
satu unsur atau elemen akan berpengaruh terhadap keberhasilan sebuah sistem.
Semua unsur atau elemen yang terkait baik internal maupun eksternal harus seiring,
sejalan dan saling mendukung. Kesepahaman tentang konsepsi PHBM yang utuh
harus dipahami oleh semua unsur atau elemen yang terkait. Untuk itu harus dibangun
semangat kebersamaan, kesetaraan, pemberdayaan, saling menghargai, saling
percaya, ikhlas, kejujuran dan keterbukaan.
Membangun pemahaman tentang jiwa dan prinsip dasar PHBM kepada jajaran
internal perusahaan diperlukan untuk menyatukan langkah, gerak dan tindakan dalam
implementasi PHBM. Perbedaan persepsi dan pemahaman akan menjadi hambatan
dalam penerapannya. Dalam konteks ini maka pimpinan satuan unit kerja masing-
masing sangat berperan penting. Langkah yang perlu dilakukan adalah :

1. Sosialisasi tentang PHBM. Selain penyampaian substansi atau materi, hal


penting yang harus dilakukan dalam sosialisasi adalah penekanan bahwa PHBM
adalah kebijakan sistem pengelolaan sumber daya hutan yang harus dilaksanakan
dan didukung oleh segenap jajaran perusahaan.
2. Pemahaman dan penyadaran kepada segenap jajaran perusahaan untuk senantisa
berkomitmen menerapkan PHBM.

Melalui Sosialisasi Internal tentang PHBM maka akan diperoleh perubahan sikap
atau perilaku Pegawai Perum Perhutani Perum Perhutani dalam mengelola Kawasan
Hutan dan Upaya Sosialisasi ini dilaksanakan oleh Kelompok Kerja (PokJa) PHBM,
dengan kegiatan antara lain seperti :
a) Pelatihan PHBM dari tingkat Administratur sampai dengan Mandor,
b) Pelatihan Kader Penggerak PHBM di tingkat Asper sampai dengan Mandor,
c) Temu Kader Penggerak PHBM di tingkat Asper sampai dengan Mandor dan
kegiatan lainnya untuk penyatuan pemahaman PHBM,
d) Pembuatan Rencana Strategi PHBM di tingkat KPH dan BKPH, dan
e) Pembuatan Petunjuk Teknis Implementasi PHBM dan Sharing Kayu.
Demikian pula terhadap unsur/elemen eksternal yang terkait (Stakeholder) perlu
dibangun Bilateral Matching, yaitu membangun kesepahaman tentang PHBM dalam
hal ini jiwa dan prinsip dasar PHBM kepada semua pihak terkait dan menciptakan
hubungan yg sinergis antar Perum Perhutani, Pemerintah Daerah (Kabupaten,
Kecamatan, Desa), Masyarakat, LSM. Tahapan atau langkah yang perlu dilakukan
oleh perusahaan adalah :

1. Sosialisasi sistem PHBM kepada stakeholder. Sosialisasi kepada Eksternal ini


adalah dalam upaya untuk mendapatkan perubahan sikap atau perilaku di luar
Pegawai Perum Perhutani yaitu Masyarakat Desa Hutan, Pemerintah Daerah,
Dinas Instansi terkait, Lembaga Swadaya Masyarakat, Lembaga Ekonomi
Masyarakat, Lembaga Sosial Masyarakat, Lembaga Pendidikan, Lembaga
Hukum, Lembaga Donor, Usaha Swasta dan Pihak yang berkepentingan
(Stakeholders). Adapun kegiatan-kegiatannya adalah :
 Sosialisasi tingkat Kabupaten.
 Sosialisasi tingkat Kecamatan.
 Sosialisasi tingkat Desa.
2. Sedangkan Sosialisasi kepada Masyarakat Desa Hutan dapat dilakukan dengan
beberapa metoda yaitu :
 Metoda Tungku yaitu mengadakan sosialisasi PHBM kepada MDH di dekat
tungku/dapur di rumah MDH tersebut
 Metoda Pengajian yaitu mengadakan sosialisasi PHBM kepada MDH pada
saat pengajian baik rutin maupun peringatan hari-hari besar Islam di Desa
Hutan
 Metoda Jum’atan yaitu mengadakan sosialisasi PHBM kepada MDH pada
hari Jum’at sebelum Khotbah Jum’at dilaksanakan di Masjid-masjid sekitar
hutan,
 Metoda Rapat Minggon yaitu memanfaatkan moment Rapat Minggon atau
rapat-rapat lainnya di Balai Desa dimaksud, dan
 Metoda-metoda lainnya sesuai dengan karakteristik daerah.
3. Setelah sosialisasi, kegiatan implementasi PHBM selanjutnya adalah Dialog
Multi Stakeholder. Stakeholder (pihak yang berkepentingan) adalah pihak-pihak
di luar Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan yang mempunyai perhatian
dan berperan mendorong proses optimalisasi serta berkembangnya Pengelolaan
Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat yaitu Pemda, Lembaga Swadaya
Masyarakat, Lembaga Ekonomi Masyarakat, Lembaga Sosial Masyarakat, Usaha
Swasta, Lembaga Pendidikan dan Lembaga Donor.
Dialog multi stakeholder bertujuan untuk menyusun rencana kerjasama
pengelolaan sumberdaya hutan antara Perum Perhutani dengan stakeholder sesuai
dengan potensi yang ada.
4. Pemahaman dan penyadaran tentang manfaat PHBM. Dilakukan baik secara
formal maupun informal. Kegiatan ini dilakukan dengan Negosiasi. Negosiasi
tingkat desa adalah suatu proses penyatuan pendapat atau kesepakatan bersama
antar pihak yaitu Perum Perhutani dengan desa dan selanjutnya dituangkan dalam
Nota Kesepakatan Bersama/MoU atau sebuah Perjanjian kerjasama. Untuk
mewakili masyarakat desa hutan dalam perjanjian kerjasama tersebut dibentuk
Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Obyek kerjasama antara Perum
Perhutani dengan desa adalah kawasan hutan Perum Perhutani yang secara
administratif masuk ke wilayah desa atau yang disebut Kawasan Hutan Pangkuan
Desa.
Tujuan dari Negosiasi tingkat desa yaitu agar tercapai kesepakatan antara
Perhutani dengan LMDH tentang PHBM di Kawasan hutan pangkuan desa,
dengan pelaksana Administratur Perum Perhutani dengan Ketua LMDH atau oleh
pemegang Surat Kuasa Khusus dari Administratur/Perum Perhutani dengan
Ketua LMDH.
Sedangkan bahasan dalam negosiasi tersebut adalah : (a) Hak dan kewajiban
masing-masing pihak, dan (b) Pembahasan draf Perjanjian Kerjasama PHBM.
5. Membangun kepercayaan. Kepercayaan akan diperoleh manakala perusahaan
yang tercermin dari seluruh jajaran perusahaan bersungguh-sungguh, komitmen
dan konsisten menerapkan jiwa dan prinsip PHBM dalam pola pikir, sikap dan
tindakan.
6. Pembentukan dan penguatan Kelembagaan Masyarakat Desa Hutan (LMDH)
melalui :

a) Pembentukan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), Pembuatan Akta


Pendirian MDH dan Perjanjian Kerjasama PHBM

Lembaga Masyarakat Desa Hutan adalah Lembaga Masyarakat Desa yang


berkepentingan dalam kerjasama pengelolaan sumberdaya hutan bersama masyarakat,
yang anggotanya berasal dari unsur lembaga desa dan atau unsur masyarakat yang ada
di desa tersebut yang mempunyai kepedulian terhadap sumberdaya hutan.

LMDH ini dibentuk berdasar kebutuhan dan kepentingan masyarakat desa hutan itu
sendiri dengan maksud untuk meningkatkan kesadaran MDH akan kelestarian hutan,
bertanggungjawab demi keberlanjutan fungsi dan manfaat melalui azas keadilan dan
demokrasi, sedangkan tujuannya adalah untuk memajukan kelompok, mewakili
kelompok serta sebagai motor penggerak kelompok diberbagai kegiatan, baik di
kawasan hutan atau di luar kawasan.

Perhutani memfasilitasi pembuatan akta pendirian LMDH sehingga LMDH


merupakan suatu lembaga yang berbadan hukum, yang menunjang aspek legalitas
dari LMDH. Hubungan yang terjalin antara Perhutani dengan LMDH adalah sistem
kemitraan sesama badan hukum. Artinya LMDH adalah mitra Perhutani didalam
Pengelolaan Sumberdaya Hutan, dimana posisi LMDH sejajar dengan Perhutani,
yang tentunya masing-masing mempunyai hak dan kewajiban yang mengikat.
Pengelolaan sumberdaya hutan oleh Perum Perhutani dan LMDH serta stakeholder
dituangkan dalam bentuk perjanjian kerjasama, yaitu Perjanjian Kerjasama
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat tentang Hutan Pangkuan Desa (PKS HPD).
Dengan dasar PKS HPD tersebut kemudian dikembangkan kerjasama pemanfataan
sumberdaya hutan seperti kerjasama pemanfaatan lahan dibawah tegakan, padi, kopi,
karet, jasa lingkungan, terong kori, kapol, sereh wangi dan tanaman obat-obatan..

b) Pembentukan Koperasi MDH

Mengingat bahwa LMDH bukanlah lembaga perekonomian/ badan usaha akan tetapi
LMDH mempunyai banyak potensi baik di dalam kawasan maupun di luar kawasan
yang bisa digali dan dimanfaatkan menjadi kegiatan usaha produktif yang dapat
menghasilkan pendapatan bagi LMDH untuk membangun kemandirian LMDH, maka
Perum Perhutani mengarahkan kemitraan yang terjalin dengan LMDH dalam bentuk
Koperasi, dimana pembentukannya difasilitasi oleh Perum Perhutani.

Koperasi LMDH diarahkan untuk mengelola keuangan LMDH dari hasil usaha
produktif LMDH baik dalam kawasan maupun luar kawasan, hasil penggarapan dari
tumpangsari, Pemanfaatan Lahan Dibawah Tegakan (PLDT) dan usaha lainnya.
Kedepan, tidak menutup kemungkinan bahwa tidak hanya hasil usaha produktif yang
dikelola oleh Koperasi LMDH, tetapi perjanjian kerjasama untuk semua kegiatan
Pengelolaan SDH oleh LMDH dilakukan dengan Koperasi LMDH, serta bantuan-
bantuan untuk LMDH juga disalurkan melalui Koperasi LMDH. Akan tetapi koperasi
LMDH bukanlah badan usaha yang berdiri sendiri diluar LMDH, melainkan berada
dibawah naungan LMDH dan juga merupakan salah satu bentuk penguatan
kelembagaan dari LMDH itu sendiri dalam bidang perekonomian. Dengan adanya
koperasi diharapkan LMDH yang bersangkutan dapat mandiri dari segi
perekonomiannya karena dapat mencukupi kebutuhannya sendiri.

Tujuan pembentukan koperasi MDH ini adalah :

1) Menanamkan sikap pengaturan ekonomi yang sehat sehingga anggota lebih menyadari
peranannya serta tanggungjawab terhadap masa depannya.

2) Melaksanakan pengaturan ekonomi yang sehat, baik di dalam keluarga masing-masing


anggotanya maupun di dalam kelompok secara bersama supaya anggota lebih mampu
menolong dirinya sendiri

3) Untuk menumbuhkan dan meningkatkan rasa percaya diri sendiri, kerjasama dan
kesetiakawanan agar orang-orang dengan cara sendiri-sendiri maupun bersama, lebih
mampu mengembangkan kemampuannya di bidang ekonomi secara terus menerus
berdasarkan swadaya.

4) Memberikan pelayanan modal kepada anggota guna memenuhi kebutuhan usaha


maupun kebutuhan rumah tangga atau keluarganya.

5) Membina & mengembangkan usaha para anggota dalam bidang produksi, pengolahan
dan pemasaran untuk meningkatkan penghasilan para anggotanya.

c) Pembentukan FORUM KOMUNIKASI PHBM (FK PHBM)

Dalam rangka menjalin sinergitas antara Perum Perhutani dengan Pemerintah Daerah
dibentuk Forum Komunikasi PHBM (FK-PHBM) tingkat Kabupaten, Kecamatan dan
Desa.

PHBM sebagai sistem yang terkait dengan banyak pihak atau orang, maka
implementasinya merupakan suatu proses sosial. Sehingga diperlukan strategi supaya
dapat terimplementasi dengan baik sesuai dengan maksud dan tujuannya. Strategi
yang dilakukan dalam proses dan implementasi PHBM adalah :

1. Meningkatkan pemahaman PHBM kepada jajaran Perum Perhutani melalui


peningkatan kapasitas dan kualitas Sumber Daya Manusia.
2. Menerapkan perencanaan partisipatif (PDP) atau metode lain yang
dilaksanakan bersama masyarakat atau pihak yang berkepentingan secara
konsiten dan konsekwen di seluruh KHPD.
3. Mengintegrasikan hasil PDP dalam sistem perencanaan sumber daya hutan.
4. Menselaraskan pengolahan sumberdaya hutan dengan pembangunan wilayah
melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah
5. Penguatan kelembagaan LMDH difokuskan pada MDH melakukan aktivitas
pengelolaan hutan secara langsung.
6. Penguatan ekonomi MDH melalui pendirian lembaga ekonomi (koperasi).
7. Kegiatan pengelolaan hutan dikerjasamakan dengan LMDH, koperasi MDH
dan atau pihak lain yang berkepentingan.
8. Menetapkan biaya kelola sosial secara proporsional dan memanfaatkannya
secara efisien dan efektif.
9. Meningkatkan peran LMDH dalam kegiatan perlindungan sumber daya
hutan.
10. Meningkatkan peran Pusdikbang SDM Perum Perhutani untuk memperkuat
kapasitas kelola sosial jajaran Perum Perhutani.

2. Ruang Lingkup dan Pelaksanaan PHBM


Dari aspek kegiatan pengeloaan, ruang lingkup penerapan PHBM adalah pada seluruh
bidang kegiatan pengelolaan hutan meliputi bidang perencanaan, pemanfaatan sumber
daya dan kawasan hutan, serta perlindungan Sumber Daya Hutan (SDH) dan
konservasi alam. Dengan demikian sema bidang kegiatan di Perhutani seperti
Perencanaan, Pembinaan Sumber Daya Hutan, Produksi, Pemasaran dan Industri,
Keamanan, Keuangan dan Sumber Daya Manusia dapat dilaksanakan dengan sistem
PHBM. Intinya bahwa seluruh bidang di Perum Perhutani mendukung pelaksanaan
PHBM sesuai dengan tugas dan fungsinya. PHBM dilaksanakan dengan jiwa
bersama, berdaya dan berbagi yang meliputi pemanfaatan lahan dan atau ruang,
pemanfaatan waktu, pemanfaatan hasil dalam pengelolaan sumber daya hutan dengan
prinsip saling menguntungkan, memperkuat dan mendukung serta kesadaran akan
tanggung jawab sosial (Sosial Responsibility). Pemanfaatan hasil meliputi pemanfaan
hasil hutan kayu, hasil hutan non kayu, hasil usaha produktif. Ketentuan berbagi
pelaksanaan PHBM dalam pengelolaan sumber daya hutan dimaksud adalah sebagai
berikut:
a. Nilai dan proporsi berbagi dalam PHBM ditetapkan sesuai dengan nilai dan
proporsi masukan faktor yang dikontribusikan oleh masing-masing pihak
(Perhutani, Masyarakat Desa Hutan, Pihak yang berkepentingan).
b. Nilai dan proporsi ditetapkan oleh Perhutani dan Masyarakat Desa Hutan dengan
pihak stake holders pada saat penyusunan rencana.
c. Penetapan nilai dan proporsi tersebut dituangkan dalam perjanjian Pengelolaan
sumber daya hutan bersama masyarakat antara Perhutani dan Masyarakat Desa
Hutan atau Perhutani dan Masyarakat Desa Hutan dengan pihak yang
berkepentingan.
d. Ketentuan mengenai berbagi secara rinci diatur dalam aturan tersendiri.

Sedangkan untuk Sharing Produksi Kayu telah diatur tersendiri dalam SK Dir No.
436/Kpts/Dir/2011.

Berdasarkan obyek kegiatannya, PHBM dilakukan berbasis desa hutan dengan ruang
lingkup di dalam dan di luar kawasan hutan, baik berbasis lahan maupun bukan lahan
dengan mempertimbangkan skala prioritas berdasarkan perencanaan partisipatif.
Dalam hal ini yang harus diperhatikan dan menjadi pegangan adalah bahwa PHBM
dilaksanakan dengan tidak mengubah status kawasan hutan, fungsi hutan dan status
tanah perusahaan.PHBM berbasis lahan artinya bahwa obyek kegiatannya
memanfaatkan lahan. Bentuk atau contoh berbasis lahan dalam kawasan hutan antara
lain tumpang sari, penanaman lahan di bawah tegakan. PHBM berbasis lahan di luar
kawasan antara lain pertanian, perkebunan, hutan rakyat peternakan, perikanan.
Sedangkan PHBM berbasis bukan lahan tidak mengandalkan lahan sebagai obyek,
tetapi pada kegiatan. Bentuk/contoh
berbasis bukan lahan dalam kawasan
antara lain borong pekerjaan tebangan,
angkutan, dan lain-lain. Berbasis bukan
lahan luar kawasan antara lain
penyediaan saprotan, simpan pinjam,
trading hutan/kayu rakyat, dan lain-lain.

Pelaksanaan PHBM tersebut diwujudkan dalam bentuk kerja sama antara Perum
Perhutani dengan Masyarakat Desa Hutan (MDH). Sesuai dengan prinsip dan
persyaratan dalam PHBM, kerja sama yang diangun adalah dalam bentuk
kelembagaan. Oleh karena itu masyarakat desa hutan harus mempunyai/membentuk
lembaga resmi. Tentang Kelembagaan dalam PHBM ini akan diuraikan dalam
materi pokok selanjutnya.

Gambar 1. Usaha produktif


penanaman porang dan empon-
empon di bawah tegakan hutan
(PHBM dalam kawasan hutan
berbasis lahan)
Gambar 2. Usaha produktif ternak sapi dan
burung (PHBM luar kawasan hutan berbasis bukan lahan)

3. Indikator Keberhasilan PHBM

Sebagai sebuah kebijakan, PHBM harus dapat terimplementasi atau diterapkan dalam
aktifitas pengelolaan sumber daya hutan yang dilakukan oleh Perum Perhutani.
Dalam implementasinya PHBM merupakan proses sosial yang berkaitan dengan
banyak pihak atau orang dengan tingkatan persepsi dan keinginan yang bervariasi. Di
sisi lain PHBM diharapkan dapat memberikan dampak yang positif baik bagi
perusahaan atau sumber daya hutan maupun bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat.

Untuk mengawal dan memastikan agar sistem PHBM dapat berjalan dengan baik dan
berdampak positif, maka perlu dilakukan kegiatan supervisi, monitoring, evaluasi dan
pelaporan. Supervisi dilaksanakan setiap saat oleh segenap jajaran pimpinan Perum
Perhutani kepada bawahannya dalam rangka pembinaan sumber daya hutan untuk
mencapai kapasitas, kapabilitas, mentalitas yg tangguh bagi para pelaksana PHBM.
Monitoring dilakukan secara terus-menerus oleh semua jajaran Perum Perhutani,
Masyarakat Desa Hutan (LMDH) dan pihak-pihak yang berkepentingan.

Evaluasi dilaksanakan bersama oleh Perum Perhutani bersama LMDH secara periodik
(1 tahun sekali) dimaksudkan untuk mengetahui pencapaian PHBM dengan cara
membandingkan antara pelaksanaan dengan target yang telah ditetapkan serta
mengetahui permasalahan-permasalahan yang dihadapi untuk perbaikannya. Evaluasi
yang dilakukan meliputi aspek Fisik/lingkungan, sosial dan ekonomi. Pedoman
pelaksanaan Monitoring dan evaluasi diatur tersendiri dalam dalam SK Direksi Perum
Perhutani Nomor: 1429/Kpts/Dir/2007 tentang Pedoman Monitoring dan Evaluasi
PHBM Plus.

Tingkat keberhasilan PHBM dilihat dari aspek biofisik/lingkungan, sosial dan


ekonomi. Indikator keberhasilan PHBM diukur dampaknya terhadap :
a. Perbaikan biofisik lingkungan (keberhasilan reboisasi, perbaikan fungsi
lingkungan dan penurunan gangguan keamanan hutan selama 5 tahun terakhir.
b. Aspek sosial berupa peningkatan pendidikan, kesehatan, jejaring kelembagaan
dan tingkat keharmonisan antara petugas Perum Perhutani dengan masyarakat.
c. Aspek ekonomi berupa peningkatan usaha produktif dan daya beli masyarakat.
2. PERLINDUNGAN HUTAN
BAB IV. PERLINDUNGAN HUTAN

Setelah selesai mengikuti pembelajaran bab ini peserta dapat :


1. Menjelaskan Pelaksanaan Perlindungan Hutan di Perum Perhutani
2. Menjelaskan tentang Manajemen Zonasi

A. Perlindungan Hutan di Perum Perhutani

1. Dasar Hukum

Dasar hukum pelaksanaan perlindungan hutan antara lain adalah:


1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Pasal 78 Ayat (1)
sampai dengan ayat (11) Jo Pasal 38 Ayat (4) dan Pasal 50 ayat (1) sampai dengan
ayat (3))
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya Pasal 40 Ayat (1) s.d. Ayat (4) Jis Pasal 19 Ayat (1),
Pasal 21 Ayat (1) & Ayat (2) danan Pasal 33 Ayat (1) & Ayat (3).
3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Perusakan
Hutan.
4. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 55 dan pasal 56.
5. Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan.
6. Instruksi Presiden Nomor 4 tahun 2005 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu
secara Ilegal di Seluruh Wilayah Indonesia.
7. Kesepahaman Bersama antara Polri dengan Perum Perhutani Nomor 12/Kpts/2009
- Nomor Pol B/3/III/2009, tanggal 17 Maret 2009 tentang Pengamanan Hutan di
Wilayah Kerja Perum Perhutani.

Sedangkan dasar hukum yang berkaitan dengan peran serta masyarakat dalam
perlindungan dan pengamanan hutan (partisipatif) antara lain adalah :
1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, pasal 51(a dan b).
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya (KSDAHE), Pasal 37 ayat (1).
3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Perusakan Hutan,
Pasal 58 Ayat (2) huruf a s/d e, Pasal 60, Pasal 61.

2. Pengertian
Sesuai amanah Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang
dimaksud dengan perlindungan hutan adalah, usaha untuk :
1. Mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang
disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama,
serta penyakit.
2. Mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan perorangan atas
hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan
dengan pengelolaan hutan.

Dengan demikian perlindungan hutan ditujukan kepada perlindungan terhadap hutan,


kawasan hutan dan hasil hutan, serta terhadap hak-hak negara, masyarakat, dan
perorangan atas hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi, serta perangkat yang
berhubungan dengan pengelolaan hutan dari segala bentuk ancaman, gangguan, dan
tindak pidana terhadap hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, agar:
1. Kerusakan hutan dan kawasan hutan dapat dibatasi dan dicegah.
2. Tidak terjadi pemanfaatan hasil hutan (kayu, non-kayu, tumbuhan dan satwa liar,
serta jasa lingkungan hutan) secara ilegal.
3. Hak-hak negara, masyarakat, dan perorangan yang berhubungan dengan
kehutanan dapat dipertahankan dan dijaga.

Adapun faktor-faktor pengganggu yang dapat menimbulkan kerusakan hutan yaitu


faktor gangguan alam (seperti longsor, gempa bumi, gelombang pasang, serta
serangan hama dan penyakit), dan faktor gangguan yang disebabkan oleh aktivitas
manusia (seperti kebakaran hutan, pembukaan hutan untuk pemukiman atau sarana
prasarana pembangunan lain, perambahan lahan, pengembalaan liar, dan illegal
logging).
Sedangkan yang dimaksud dengan Pengamanan Hutan dan Hasil Hutan adalah
merupakan sebagian dari kegiatan perlindungan hutan dan hasil hutan yang
dilaksanakan secara teknis dan taktis polisionil baik di dalam maupun di luar kawasan
hutan (SK Direksi Perum Perhutani Nomor : 596/Kpts/Dir/2009). Mengacu pada UU
No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan tersebut serta sejalan dan sesuai dengan
perubahan paradigma pengelolaan hutan menjadi berbasis masyarakat, Perum
Perhutani mensikapinya dengan menerapkan Sistem Pengamanan Hutan Lestari,
yakni upaya yang dilaksanakan untuk mempertahankan eksistensi sumber daya hutan
yang dilaksanakan secara terpadu, berkesinambungan dengan mempertimbangkan
aspek ekologi, ekonomi dan sosial.
Dalam pelaksanaannya, dengan pertimbangan banyak faktor seperti keterbatasan
kapasitas dan jumlah petugas, luasnya kawasan hutan maupun faktor-faktor lain yang
terkait dengan dinamika yang terjadi di masyarakat, maka untuk lebih meningkatkan
efektivitas, dalam pengamanan hutan termasuk dalam Sistem Pengamanan Hutan
Lestari dipandang perlu adanya peran aktif masyarakat dalam pengamanan hutan.
Inilah yang dikenal dengan Pengamanan Hutan Berbasis Masyarakat atau
Pengamanan Hutan Partisipatif, yakni suatu kegiatan untuk menjaga dan melindungi
hutan baik di dalam kawasan maupun di luar kawasan dari berbagai gangguan yang
dapat mengganggu dan merusak sumber daya alam yang ada di dalamnya seperti
flora dan fauna, ekosistem, habitat, tata air dengan mengikutsertakan masyarakat
secara aktif.
Di Perum Perhutani pengamanan hutan partisipatif ini tercakup menjadi bagian yang
tidak terpisahkan dalam sistem PHBM (Pengelolaan Sumber Daya Hutan Bersama
Masyarakat). Dengan peran aktif masyarakat dalam pengamanan hutan ini diharapkan
dapat meningkatkan efektivitasnya dalam melindungai dan menjaga eksistensi sumbar
daya hutan.

3. Ruang Lingkup Perlindungan Hutan


Ruang lingkup perlindungan hutan meliputi :
a. Perlindungan terhadap kawasan hutan
b. Perlindungan terhadap tanah hutan
c. Perlindungan terhadap kerusakan hutan
Baik dari aktivitas yang dilakukan oleh manusia (ilegal logging) maupun oleh
binatang (hama) termasuk ternak dan penyakit.
d. Perlindungan terhadap hasil hutan
B. Strategi Perlindungan Hutan dengan Manajemen Zonasi

1. Bentuk-Bentuk Gangguan Terhadap Hutan.

a. Disebabkan oleh Faktor Alam (seperti longsor, gempa bumi, gelombang pasang,
serta serangan hama dan penyakit),

b. Disebabkan oleh Faktor Manusia (Gangguan Keamanan Hutan).

1). Pencurian Kayu

Pencurian kayu merupakan tindakan menebang pohon atau memanen atau


memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau ijin dari pejabat
yang berwenang sebagaimana diatur dalam pasal 50 ayat (3) UU No. 41 Tahun
1999 tentang Kehutanan.

2). Masalah Tenurial

Masalah Tenurial merupakan tindakan-tindakan mengerjakan dan atau


menggunakan/menduduki kawasan hutan secara tidak sah, antara lain :
penggarapan, penyerobotan, penguasaan, pendudukan suatu kawasan hutan atau
tanah perusahaan (DK) baik yang dilakukan secara kelompok atau perorangan
dengan tidak atau tanpa ijin dan persetujuan resmi.

Secara umum permasalahan teniurial dapat dikaterogikan :

a) Strata A, perambahan/bibrikan lahan untuk dimanfaatkan sebagai lahan


pertanian tetapi tetap mengakui eksistensi lahan hutan dan status kawasan.
b) Strata B, pendudukan kawasan hutan dengan maksud untuk memiliki
(okupasi lahan).
c) Strata C, klaim kepemilikan lahan di kawasan hutan secara sepihak.
d) Strata D, sengketa dimana masing-masing pihak memiliki bukti
kepemilikan.Perambahan lahan untuk sekedar dimanfaatkan sebagai lahan
pertanian tetapi mengakui eksistensi lahan hutan dan status kawasan.

3). Pengembalaan Liar


Adalah aktivitas menggembalakan ternak di dalam kawasan hutan yang tidak
ditunjuk secara khusus untuk maksud tersebut oleh pejabat yang berwenang (UU
No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan PP No. 45 tahun 2004 tentang
Perlindungan Hutan).

4). Perburuan dan perdagangan Satwa Liar

Adalah Aktifitas mengeluarkan, membawa, dan mengangkut tumbuh-


tumbuhandan satwa liar yang dilindungi undang-undangyang berasal dari
kawasan hutan tanpa ijin pejabat yang berwenang. (UU no. 41 tahun 1999
tentang Kehutanandan Aturan-aturan atau kesepakatan Internasional yang telah
diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia).

5). Kebakaran Hutan

Adalah suatu keadaan dimana hutan dilanda api sehingga mengakibatkan


kerusakan hutan dan atau hasil hutan yang menimbulkan kerugian secara
ekonomi,sosial dam lingkungan.

6). Kejadian khusus (Force Mayeur), merupakan suatu kejadian gangguan luar biasa
yang mengakibatkan menurunnya kualitas dan kuantitas sumber daya hutan dan
aset perusahaan. Jenis situasi yang dikategorikan force majour berupa kerusuhan
massa mengakibatkan seceranya seorang petugas, pembalakan massal dan
pendudukan lahan oleh masyarakat.

7). Gangguan lain


a). Perencekan
Adalah kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat di dalam kawasan hutan
untuk memungut kayu bekas di luar tempat dan waktu yang ditentukan dan
dengan teknis yang salah.
b). Penambangan liar
Adalah kegiatan eksploitasi bahan tambang atau penyelidikan di dalam
kawasan hutan tanpa ijin (UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan).

2. Kajian Gangguan Keamanan Hutan

1). Pengumpulan Bahan dan Keterangan (Pulbaket)


Pengumpulan data dan informasi dengan kerahasiaan dilakukan langkah-langkah
sebagai berikut :
a). Pengumpulan data dan informasi dengan menggunakan sarana
prasarana penunjang yang mendukung.

b). Penyelidikan : Memastikan akurasi data atau informasi dengan


mengumpulkan data sekunder atau ke lapangan secara rahasia.

c). Pemetaan Masalah : Perangkuman dalam catatan lengkap yang


diklarifikasikan sesuai dengan materi bahasannya. Catatan yang ada dapat
dilengkapi dengan gambar, foto, tabel diagram atau data lainnya.

Pengumpulan data dan informasi secara terbuka dalam rangka pembuatan kajian
permasalahan pencurian kayu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

a). Mengevaluasi kejadian pencurian dan gangguan keamanan hutan lainnya waktu-
waktu sebelumnya.

b). Mengidentifikasi kejadian pencurian kayu baik dari jumlah tunggak, lokasi,
kerugian, motif, jumlah pelaku, alat yang digunakan, dan sebagainya.

c). Melakukan identifikasi terhadap gangguan keamanan hutan lainya, meliputi


konflik tenurial, pengembalaan, kebakaran hutan, perencekan, penambangan liar
dan kejadian khusus.

2) Sratifikasi Gangguan Keamanan Hutan

Kegiatan yang dilakukan untuk memetakan tipikologi kejadian gangguan


keamanan hutan yang terjadi berdasarkan data dan informasi minimal lima tahun
sebelumnya.

Proses pemetaan ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

1) Identifikasi Karakteristik Gangguan Keamanan Hutan.

2) Identifikasi karakteristik gangguan keamanan hutan dilakukan dengan


memperhatikan objek, sasaran, motif, jumlah dan karakteristik pelaku, bobot
gangguan, frekuensi kejadian, luas, dan alat yang digunakan.

3) Sratifikasi/ Kategori/ Tipilogi tiap gangguan keaman.

Berdasarkan hasil identifikasi dilakukan sratifikasi/Kategori/tipologi tiap gangguan


hutan. Stratifikasi/kategorisasi/tipologi gangguan keamanan hutan tersebut
adalah :

1). Strata A, dengan karakteristik sebagai berikut :


 Alat : gergaji tangan, kapak, pikulan.
 Jumlah kelompok kecil (kurang dari 10 orang atau perorangan).
 Sasaran : Kelas Umur (KU) IV - V (masih dapat dipikul).
 Modus : perorangan, untuk kebutuhan sendiri.
 Respon terhadap petugas : apabila melihat petugas lari.
 Frekwensi : Mingguan atau musim-musim tertentu.

2). Strata B, dengan karakteristik sebagai berikut :


 Alat : gergaji tangan, kapak, pikulan, terkadang dengan mobil.
 Jumlah kelompok sedang (10 - 20 orang).
 Sasaran : Kelas Umur (KU) IV - V.
 Modus : kelompok, kebutuhan sendiri sebagian komersil.
 Respon terhadap petugas : apabila melihat petugas menjauh, petugas pergi
kayu diambil.
 Frekwensi : mingguan atau harian.

3). Strata C, dengan karakteristik sebagai berikut :


 Alat : gergaji tangan, kapak, alat angku mobil.
 Jumlah kelompok banyak (20 - 80 orang).
 Sasaran : semua kelas umur tegakan/pohon, sesuai order
pemesan/industri.
 Modus : Ada jaringan dengan industri dan perlindungan oknum petugas
negara.
 Respon terhadap petugas : Ada petugas balik meminta/memaksa
terkadang dengan ancaman.
 Frekwensi : sewaktu-waktu (harian/jam).

4). Strata D, dengan karakteristik lebih dari strata C dengan situasi dan kondisi
yang sangat rawan dan genting serta sistematis. Sindikat yang melibatkan
beberapa pihak.

Identifikasi strata gangguan keamanan hutan di suatu wilayah ini diperlukan dalam
menentukan dan melakukan strategi maupun tindakan penanganan gangguan
keamanan hutan di wilayah tersebut.

3. Manajemen Zonasi

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kerawanan wilayah yaitu faktor


keamanan, sosial dan potensi SDH. Manajemen Zonasi merupakan upaya untuk
mengintegrasikan kondisigangguan SDH, potensi SDH dan kondisi sosial,
sehingga dapat menggambarkan kondisi kelestarian SDH setiap periode dan
mengetahui penyebab perubahan potensi SDH.

1). Identifikasi Penentuan Zona Kerawanan

Penentuan zona kerawanan menggunakan kriteria Keamanan, Potensi dan Sosial.


Setiap kriteria diberikan bobot penilaian, yang mencerminkan besarnya kontribusi
terhadap tingkat kerawanan. Bobot pada kriteria sosial diberikan angka yang paling
tinggi yaitu 5 (lima) dengan pertimbangan bahwa kondisi sosial mempunyai
pengaruh yang paling besare terhadap gangguan keamanan dan kondisi potensi
SDH. Rincian kriteria dan bobot adalah sebagai berikut :

a). Keamanan (bobot 3), terdiri atas indikator

a.1 Jumlah kejadian (bobot 4)

Standar jumlah kejadian ditentukan dari jumlah kejadian terkecil dalam


lima tahun terkhir setiap RPH. Kolom realisasi menggunakan angka rata-
rata per bulan dari data pencurisn pohon RPH yang bersangkutan selama
satu semester.

Jika jumlah kejadian lebih kecil atau sama dengan angka kejadian terkecil
selam lima tahun terakhir per RPH per bulan maka diberi skor 1 (satu).

Jika jumlah kejadian lebih besar dari angka kejadian terkecil selama lima
tahun terakhir per RPH per bulan maka diberi skor 2 (dua).

a.2 Jumlah Tunggak (bobot 4)

Standar Jumlah Tunggak ditentukan dari jumlah tunggak terkecil dalam


lima tahun terakhir setiap RPH.Kolom realisasi menggunakan angka rata-
rata per bulan dari data pencurian pohon RPH yang bersangkutan selama
satu semester.

Jika jumlah tunggak lebih kecil atau sama dengan angka jumlah tunggak
terkecil selama lima tahun terakhir per RPH per bualan maka diberi skor 1
(satu).

Jika jumlah tunggak lebih besar dari angka jumlah tunggak terkecil selam
lima tahun terakhir per RPH per bulan maka diberi skor 2 (dua).

a.3 Nilai Kerugian (bobot 2)

Standar kerugian ditentukan dari jumlah tunggak terkecil dalam lima


tahun terakhir setiap RPH, apabila ada 2 tunggak terkecil yang sama maka
diambil kerugian yang terkecil. Kolom realisasi menggunakan angka rat-
rata per bulan dari data pencurian pohon RPH yang bersangkutan selama
satu semester. Jika nilai kerugian lebih kecil atau sama dengan angka nilai
kerugian terkecil selama lima tahun terakhir per RPH per bulan maka
diberi skor 1 (satu). Jika nilai kerugian lebih besar dari angka nilai
kerugian terkecil selama lima tahun terakhir per RPH per bulan diberi
skor 2 (dua).

b). Potensi SDH (bobot 2 ), terdiri atas indikator :

b.1) Kelas Hutan Untuk Produksi (bobot 6).

Luas kelas hutan untuk produksi dihitung dengan menggunakan data


evaluasi potensi tahun terakhir. Prosentasenya ditentukan dari
perbandingan jumlah luas hutan untuk produksi dikurangi TK/TPR,
TKTBJ terhadap total luas kawasan hutan per RPH. Jika prosentase luas
hutan untuk produksi lebih kecil dari 60% maka diberi slor 1 (satu). Jika
prosentase luas hutan untuk produksi lebih besar atau sama dengan 60%
maka diberi skor 2 (dua).

b.2) Penurunan Kelas Hutan untuk produksi (bobot 4).

Luas penururnan kelas hutan produksi dihitung dengan menggunakan data


evaluasi potensi per tahun. Prosentasenya ditentukan dari perbandingan
luas penurunan kelas hutan menjadi TK/TPR, TKTBJ dan TJBK terhadap
luas hutan untuk produksi tahun sebelumnya per RPH. Jika prosentase
penurunan kelas hutan produktif lebih kecil dari 1% maka diberi skor 1
(satu). Jika prosentase penurunan kelas hutan produktif lebih besatr atau
sama dengan 1% maka diberi skor 2(dua).

c). Sosial (bobot 5), terdiri atas indikator :

c.1) Jumlah pencuri (bobot 3)

Jumlah pencuri dihitung dari jumlah dugaan TO (Target Operasi) dan


pelaku pencurian kayu dalam laporan Huruf A (LA) per RPH.

Jika jumlah pencuri lebih kecil dari 10 orang maka diberi skor 1.

Jika jumlah pencuri lebih jumlah pencuri lebih atau sama dengan 10 orang
maka diberi skor 2.

c.2) Stratifikasi Pencurian (bobot 2).


Stratifikasi pencurian dibedakan sesuai tipenya mengacu pada
stratifikasi type pencurian. Jika tipe pencurian A atau B maka skor
1(satu). Jika tipe pencuriannya C atau D maka diberi skor 2(dua).

c.3) Jumlah Industri Kayu (bobot 2).

Jumlah Industri kayu dihitung berdasarkan banyaknya industri disekitar


RPH yang menggunakan bahn baku kayu dan atau bahan bakar kayu,
seperti sawmill/penggergajian, industri meubel, pembakaran
gamping/genteng/batu bata dan lainnya.

Jika industri kayu tidak ada, maka diberi skor 1(satu).

Jika industri kayu lebih atau sama dengan 1(satu) maka diberi skor 2(dua).

c.4) Stratifikasi Konflik Tenurial (bobot 3).

Srtatifikasi konflik tenurial dibedakan sesuai tipenya mengacu pada


stratifikasi type konflik tenurial.

Jika tipe konflik tenurialnya adalah A maka diberi skor 1(satu).

Jika tipe konflik tenurialnya B atau C atau D maka diberi skor 2 (dua).

Tipe konflik tenurial A, B, C, D mengacu pada tingkat dan motif konflik


di lapangan.

2). Penentuan Zona Kerawanan (Red/Green Zone)

Jika total skor RPH lebih atau sama dengan 150 (seratus lima puluh) maka RPH
tersebut dikategorikan sebagai RPH Rawan (Red zone). Jika total skor RPH lebih
kecik dari 150 (seratus lima puluh) maka RPH tersebut dikategorikan sebagai
RPH tidak rawan (Green Zone).

3). Identifikasi Permasalahan Utama

Permasalahan utama ditentukan berdasarkan total nilai pada setiap kriteria. Jika
total nilai tertinggi, maka kriteria tersebut menjadi permasalahan utama.

4). Rencana Tindak Lanjut

Rencana tindak lanjut disusun berdasarkan hasil identifikasi permasalahan utama


yang muncul pada red zona maupun green zona, dengan langkah-langkah sebagai
berikut :
a).Red Zona.

a.1) Identifikasi akar masalah dengan melakukan identifikasi tokoh kunci


dan pelaku yang menyebabkan timbulnya kerawanan. Selanjutnya
dilakukan analisa yang berkaitan dengan tokoh kunci dan pelaku
tersebut, antara lain mengenai : kebutuhan, akses, jaringan, perilaku,
eskalasi, status masalah.

a.2) Menyusun rencana penanganan masalah melalui :

- Pengaturan SDM yang memiliki kompetensi dalam penanganan


masalah pada red Zone.

- Pemenuhan sarana prasarana kapasitas SDM dan pengembangan


metodologi pendekatan sosial.

- Pemberdayaan masyarakat, salah satunya melalui implementasi


PHBM.

- Penegakan hukum.

b) Green Zone

Melakukan identifikasi faktor dominan penyebab suatu RPH masuk kategori


green zone. Selanjurtnya menyusun rencana aksi untuk mempertahankan
kondisi green zone, antara lain :

b.1) Meningkatkan kapasitas SDM

b.2) Meningkatkan dan memelihara komunikasi dengan masyarakat sekitar


hutan dan para pihak.

b.3) Meningkatkan dan memelihara sistem pengamanan hutan yang sudah


berjalan.

4. Strategi dan Tindakan Perlindungan Hutan.

Sebagaimana dalam penjelasan sebelumnya bahwa dalam pelaksanaan perlindungan


hutan dan utamanya pengamanan hutan, sekarang ini Perum Perhutani menerapkan
Sistem Pengamanan Hutan Lestari, yakni upaya yang dilaksanakan untuk
mempertahankan eksistensi sumber daya hutan yang dilaksanakan secara terpadu,
berkesinambungan dengan mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi dan sosial.
Dalam Sistem Pengamanan Hutan Lestari dilaksanakan dengan lebih mengedepankan
komunikasi sosial.
Secara umum strategi kegiatan perlindungan dan penanggulangan gangguan kawasan
hutan dan hasil hutan khususnya pengamanan hutan diwujudkan dalam bentuk
tindakan secara preemtif, preventif, represif. Tindakan perlindungan hutan adalah
suatu bentuk upaya yang dilakukan untuk menanggulangi ancaman, tantangan,
hambatan dan gangguan terhadap kawasan hutan, tanah hutan, dan hasil hutan dari
berbagai kerusakan/kerugian yang ditimbulkan.

a) Preemtif
a.1) Pendekatan Kesejahteraan (prospority approach)

 Penyediaan lapangan pekerjaan dan peluang usaha bagi masyarakat


(pembuatan persemaian, penanaman, pemeliharan, tebangan).
 Kerjasama pengelolaan hutan dengan LMDH melalui program PHBM.
 Kerjasama pengembangan usaha produktif.
 Program bantuan permodalan.
 Program bantuan pengadaan sarpra bagi masyarakat (kaptering air,
sarana ibadah, dan lain-lain)
 Program kesehatan masyarakat (imunisasi, khitanan massal, fogging,
dan lain-lain).

a.2) Pendekatan pendidikan (education approach), antara lain :


 Pendidikan lingkungan dan manfaat kelestarian hutan melalui
penyuluhan-penyuluhan formal dan informal.
 Sosialisasi / penyuluhan sadar hukum tentang tindak pidana kehutanan.
 Pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan dan
ketrampilan.
 Studi banding LMDH untuk meningkatkan pengalaman berbagai
bidang.

a.3) Pendekatan Partisipatif (participation approach), antara lain :

 Penyusunan program PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat)


dilaksanakan bersama-sama dengan masyarakat/stakeholder
 Mengikutsertakan tokoh agama, tokoh masyarakat dalam kegiatan-
kegiatan penyuluhan, pelibatan LMDH dalam kegiatan pengamanan
hutan.
 Peningkatan peran bersama stakeholder (pemda, LSM, Masyarakat).

a.4) Kearifan budaya lokal, antara lain :


 Melibatkan tokoh masyarakat dalam kegiatan PHBM

 Menghormati dan turut melindungi keberadaan situs-situs budaya lokal.

b. Preventif

1). Patroli/perondaan dengan melibatkan stakeholder termasuk


masyarakat/LMDH.
2). Siaga pos (pamswakarsa)
3). Supervisi perusahaan industri perkayuan (bersama dengan aparat
keamanan.
4). Pengumpulan bahan dan keterangan (Jenis dan bentuk gangguan, Sikon
lapangan serta modus operandi, tokoh penggerak, pemodal, dll)

Bahan dan keterangan yang terkait dengan penanggulangan hama dan


penyakit dilakukan dengan pemantauan secara periodik pada tanaman /
tegakan hutan baik di persemaian, tanaman dan tegakan hutan meliputi
antara lain :
 Tumbuhan eksotik dan gulma.
 Satwa eksotik.
 Satwa liar terutama yang populasinya melebihi daya dukung.
 Kesehatan tanaman/tegakan hutan (kondisi tegakan, hama dan
penyakit).

c. Penegakan Hukum, antara lain :

1). Penjagaan intensif.


2). Operasi terpadu bersama dengan instansi lain (Kepolisian, Dinas
Kehutanan, Kejaksaan).
3). Operasi terpadu dengan kerahasiaan tinggi.
4). Tindak tegas pelaku intern maupun ekstern.
5). Peningkatan koordinasi dengan Polri, Kejaksaan dan Pengadilan dalam
penanganan perkara.

Setiap terjadi suatu kejadian/peristiwa yang berhubungan dengan gangguan


terhadap sumber daya hutan, maka dibuatkan laporan Huruf A (HA) atau Letter
A (LA), yaitu : Suatu laporan yang dibuat oleh KRPH ke pihak berwenang
(Polisi/Polsek) yang melaporkan tentang terjadinya suatu kejadian/peristiwa yang
berhubungan dengan gangguan terhadap eksistensi sumber daya hutan (Kawasan,
tanah, hasil hutan) baik yang disebabkan oleh faktor manusia maupun alam yang
mengakibatkan adanya kerusakan atau kerugian.

Laporan Huruf A berisi antara lain tentang :


a. Petugas yg melaksanakan tugas/mengetahui kejadian).
b. Waktu kejadian/terjadinya.
c. Lokasi Kejadian/terjadinya (disertai dg gambar/peta)
d. Bentuk/jenis kejadian atau peristiwa dg uraiannya.
e. Bukti atau fakta kejadian/peristiwa :
- Tunggak, Kayu Sisa Pencurian/Temuan/Barang bukti.
- Tersangka, Alat yg digunakan
- Kerusakan fisk lain (al : kebakaran, longsor, pohon roboh)
- Besaran/volume bukti fisik dan nilai kerugian
- Keterangan lain-lain.

5. Peran LMDH dalam Perlindungan Hutan

Kegiatan perlindungan hutan dan utamanaya pengamanan hutan yang dilaksanakan


oleh Perhutani dilakukan dengan melibatkan masyarakat (partisipatif) dan menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem PHBM. Dengan peran aktif masyarakat
dalam pengamanan hutan ini diharapkan dapat meningkatkan efektivitasnya dalam
melindungai dan menjaga eksistensi sumbar daya hutan.

Sebagaimana penjelasan dalam materi PHBM, jiwa dan prinsip yang mendasar di
dalam PHBM adalah berbagi peran dan tanggung jawab dalam pengelolaan hutan.
Dengan kesepahaman dan kesepakatan yang diwujudkan dalam bentuk kerja sama
PHBM antara Perhutani dan masyarakat maka termasuk kegiatan perlindungan
hutan dan utamanaya pengamanan hutan merupakan bagian kegiatan pengelolaan
hutan yang harus dilakukan secara bersama. Dalam perjanjian kerja sama PHBM
salah satu kewajiban masyarakat adalah ikut serta dalam kegiatan pengamanan hutan
baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan kerja sama PHBM ini,
masyarakat dalam hal ini LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan) membentuk
seksi pengamanan hutan yang bertugas mengkoordinir kegiatan pengamanan hutan
seperti pengaturan jadwal kegiatan atau patroli bersama dengan petugas Perhutani
(preventif).

Bentuk-bentuk atau peran yang bisa dilakukan masyarakat/LMDH dalam pengamanan


hutan secara tidak langsung antara lain adalah ikut memberikan pengertian atau
penyadaran kepada masyarakat tentang pentingnya hutan (persuasif). Sehingga
memutus atau mengurangi niat tidak baik seseorang terhadap hutan. Atau
memberikan informasi tentang adanya tindak pidana hutan kepada petugas, dan lain-
lain. Sedangkan bentuk atau peran masyarakat (LMDH) secara langsung antara lain
adalah patroli pengamanan hutan bersama dengan petugas Perum Perhutani,
pemadaman kebakaran hutan, pengamanan barang bukti, dan lain-lain. Lebih dari itu
LMDH juga dapat berperan sebagai wadah atau sarana untuk menyelesaikan permasalahan
atau konflik yang terjadi.
PENUTUP

Materi tentang PHBM secara lebih lengkap dapat dilihat dalam SK Direksi Perum
Perhutani No. 682/KPTS/Dir/2009 tentang Pengelolaan Sumber Daya Hutan Bersama
Masyarakat. Sedangkan Materi perlindungan hutan utamanya pengamanan hutan dapat
dilihat dalam SK Direksi Perum Perhutani Nomor : 596/Kpts/Dir/2009 tentang Pedoman
Pengamanan Hutan Lestari.

Semoga materi singkat ini dapat bermanfaat bagi para peserta praktek lapangan
(Mahasiswa Universitas Lambung Mangkurat) memahami tentang PHBM dan
perlindungan hutan yang dikembangkan oleh Perhutani.

Selamat mengikuti praktek lapangan dan sukses. Mohon maaf atas segala kekurangan.
Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA

Anonimus, 2009. SK Direksi No. 596?Kpts/Dir/2009 tentang Pedoman Pengaman Hutan


Lestari. Perum Perhutani. Jakarta.

Anonimus, 2009. SK Direksi No. 682/KPTS/Dir/2009 tentang Pengelolaan Sumber Daya


Hutan Bersama Masyarakat. Perum Perhutani. Jakarta.

Winarta, S dan Kadarwati, T.E.A. 2017. Modul Mata Diklat Perlindungan Hutan. Diklat
Tenaga Teknis Kehutanan PHPL Pembinaan Hutan. Pusdikbang SDM
Perhutani. Madiun.

Winarta, S dan Marsudiono, A. 2017. Modul Mata Diklat PHBM. Diklat Tenaga Teknis
Kehutanan PHPL Pembinaan Hutan. Pusdikbang SDM Perhutani.
Madiun.

Anonim, 2017. Prosedur Kerja Perhutanan Sosial. PK-SMPHT.021-013.2017. Perum


Perhutani. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai