FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
Oleh :
Taufik Setyadi
(Tenaga Profesional)
Hutan merupakan sumberdaya alam yang mempunyai berbagai fungsi, baik ekologi,
ekonomi, sosial, maupun budaya yang diperlukan untuk menunjang kehidupan manusia
dan makhluk hidup lainnya. Berdasarkan UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,
dijelaskan bahwa hutan memiliki tiga fungsi antara lain fungsi lindung, produksi, dan
konservasi.
Sebagai sumberdaya alam yang memiliki multi fungsi penting tersebut maka layak kalau
hutan disebut sebagai Sistem Penyangga kehidupan (Life Suport System) dan oleh
karenanya perlu dikelola dengan baik dan bijak. Sebagaimana mandatori yang diberikan
untuk melakukan pengelolaan hutan di Jawa & Madura, Perum Perhutani harus bisa
mewujudkannya. Keseimbangan aspek ekonomi, ekologi dan sosial harus diperhatikan
dan diwujudkan dalam mengelola hutan di wilayah kerjanya.
Sesuai dengan Visi dan Misi perusahaan dalam pengelolaan hutan yang berbasis
masyarakat, kebijakan pelibatan dan peran aktif masyarakat dalam pengelolaan hutan
(Perhutanan Sosial) merupakan hal yang penting dan strategis. Sebenarnya sistem
Perhutanan Sosial dalam pengelolaan hutan sejak lama telah diterapkan oleh Perum
Perhutani. Sistem tumpang sari, program Prosperity Approach melalui MA-LU (mantri -
Lurah) tahun 1972, Pembentukan Kelompok Tani Hutan (KTH) dalam PMDH
(Pembangunan Masyarakat Desa Hutan) tahun 1982 merupakan bentuk-bentuk
Perhutanan Sosial yang telah dikembangkan Perum Perhutani sejak lama. Dengan
perkembangan dinamika yang ada maka sejak tahun 2001 Perhutani telah menggulirkan
dan melaksanakan Pengelolaan Sumber Daya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) yang
dalam perjalanannya telah dilakukan beberapa kali penyempurnaan. Terakhir kebijakan
tentang PHBM sebagaimana diatur dalam SK Direksi Perum Perhutani No.
682/Kpts/Dir/2009. Kebijakan ini merupakan kebutuhan sekaligus menjawab tuntutan
para pemangku kepentingan dan dinamika yang terjadi dalam tatanan masyarakat dewasa
ini. Perhutanan Sosial dalam skema Pengelolaan Sumber Daya Hutan Bersama
Masyarakat (PHBM) merupakan salah satu bentuk kebijakan kelola sosial dalam
pemberdayaan dan peningkatan peran serta masyarakat desa hutan dan pihak yang
berkepentingan.
Sebagaimana dinamika yang terus berkembang, selain skema kemitraan dalam bentuk
PHBM, kebijakan Perhutanan Sosial di Perhutani saat ini juga terdapat dan tengah
dikembangkan skema Kemitraan Kehutanan yang diakui dan dilindungi oleh Kementrian
LHK (Kulin KK) dan skema IPHPS (Ijin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS).
Kebijakan Perhutanan Sosial ini merupakan implementasi dari Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.83/Menlhk/Setjen/Kum.1/10/2016 tentang
Perhutanan Sosial dan Nomor: P.39/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2017 tentang Perhutanan
Sosial di Wilayah Kerja Perum Perhutani.
Sebagai salah satu bentuk implementasi PHBM, dalam perlindungan hutan khususnya
pengamanan hutan, Perhutani sekarang ini menerapkan Sistem Pengamanan Hutan
Lestari yang memperhatikan dan mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi dan sosial
secara seimbang. Sistem Pengamanan Hutan Lestari sebagaimanan dalam SK Direksi
Perum Perhutani No. 596/Kpts/Dir/2009 dilaksanakan dengan mengedepankan
komunikasi sosial dan partisipasi masyarakat.
Materi singkat PHBM ini merupakan rangkuman atau intisari dari SK Direksi Perum
Perhutani No. 682/Kpts/Dir/2009 tentang Pedoman PHBM serta beberapa pengalaman
operasional yang terjadi di lapangan. Sedangkan materi Perlindungan Hutan merupakan
rangkuman dari Modul Diklat Ganis PHPL Binhut Pusdikbang SDM Perhutani tahun 2017
dan SK Direksi Perum Perhutani No. 596/Kpts/Dir/2009 tentang Sistem Pengamanan
Hutan Lestari.
Dengan materi singkat ini diharapkan dapat membantu mahasiswa peserta praktek
lapangan (Mahasiswa Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat) dalam
memahami tentang Perhutanan Sosial (PHBM) dan Perlindungan Hutan yang
dikembangkan dan dilaksanakan oleh Perum Perhutani.
1. PHBM DAN PERHUTANAN
SOSIAL
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pulau Jawa memiliki luasan hanya 6% dari luas wilayah Indonesia, tetapi 60% dari
jumlah penduduk Indonesia tinggal di Jawa. Perum Perhutani sebagai BUMN yang
diberi mandat untuk mengelola hutan negara dituntut untuk memberikan perhatian
yang besar kepada masalah sosial ekonomi masyarakat, terutama masyarakat
pedesaan yang sebagian besar tinggal di sekitar hutan. Interaksi antara masyarakat
dengan hutan tidak mungkin dapat dipisahkan. Oleh karena itu, pendekatan yang
dilakukan dalam pengelolaan hutan harus memperhatikan keberlanjutan ekosistem
hutan dan peduli dengan masyarakat miskin di sekitar hutan.
Sesuai dengan Visi dan Misi perusahaan serta paradigma baru dalam pengelolaan
hutan yang berbasis masyarakat, PHBM merupakan salah satu bentuk kebijakan
kelola sosial dalam pemberdayaan dan peningkatan peran serta masyarakat desa hutan
dan pihak yang berkepentingan. Dalam paradigma baru pengelolaan hutan,
masyarakat sebagai salah satu unsur/elemen pengelolaan sumber daya hutan harus
diberdayakan. PHBM yang telah menjadi kebijakan dan komitmen perusahaan ini
harus dapat berjalan dan diterapkan dengan baik. Semua bentuk kegiatan pengelolaan
sumber daya hutan yang dilaksanakan oleh Perum Perhutani harus bernafaskan
PHBM. Agar PHBM dapat berjalan dan diterapkan dengan baik, maka PHBM harus
menjiwai dan mewarnai seluruh elemen dan jajaran Perum Perhutani sesuai kapasitas,
tugas dan fungsinya. PHBM harus menjiwai strategi, struktur dan budaya perusahaan
dalam pengelolaan hutan.
B. Deskripsi Singkat
D. Tujuan Pembelajaran
1. Kompetensi Dasar
Setelah selesai pembelajaran diharapkan peserta mampu menjelaskan tentang
PHBM dan Pola Perlindungan Hutan yang dikembangkan oleh Perum Perhutani
secara utuh dan benar
2. Indikator Keberhasilan
Setelah selesai pembelajaran diharapkan peserta mampu :
a. Menjelaskan tentang Konsepsi PHBM dalam pengelolaan hutan di Perum
Perhutani.
A. Uraian Materi
Pulau Jawa memiliki luasan hanya 6% dari luas wilayah Indonesia, tetapi 60% dari
jumlah penduduk Indonesia tinggal di Jawa. Perum Perhutani sebagai BUMN yang
diberi mandat untuk mengelola hutan negara dituntut untuk memberikan perhatian
yang besar kepada masalah sosial ekonomi masyarakat, terutama masyarakat
pedesaan yang sebagian besar tinggal disekitar hutan. Interaksi antara masyarakat
dengan hutan tidak mungkin dapat dipisahkan. Oleh karena itu, pendekatan yang
dilakukan dalam pengelolaan hutan harus memperhatikan keberlanjutan ekosistem
hutan dan peduli dengan masyarakat miskin di sekitar hutan.
Sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diserahi tugas pengelolaan hutan,
dan sejalan dengan terjadinya reformasi di bidang kehutanan, Perum Perhutani
menyempurnakan sistem pengelolaan sumberdaya hutan dengan lahirnya Pengelolaan
Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Sistem PHBM ini dilaksanakan dengan jiwa
BERSAMA, BERDAYA, dan BERBAGI yang meliputi pemanfaatan lahan/ruang,
waktu, dan hasil dalam pengelolaan sumberdaya hutan dengan prinsip saling
menguntungkan, memperkuat dan mendukung serta kesadaran akan tanggung jawab
sosial. Perum Perhutani berusaha untuk melakukan upaya-upaya untuk membantu
peningkatan kesejahteraan MDH. Sejalan dengan perubahan paradigma pengelolaan
Sumber Daya Hutan tersebut dari Security Approach (pendekatan keamanan) ke
Prosperity Approach (pendekatan kesejahteraan), maka sejak berdiri hingga saat ini
Perum Perhutani telah menerapkan pola pendekatan kesejahtaeraan masyarakat dalam
kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan, yaitu :
Perum Perhutani terus melakukan upaya untuk mencari bentuk-bentuk kebijakan yang
dapat mendorong terwujudnya pengelolaan hutan yang lestari yaitu yang dapat
menjaminkan adanya kelestarian fungsi dan manfaat sumberdaya hutan, baik itu
fungsi produksi, lingkungan maupun fungsi sosial kemasyarakatan secara seimbang,
sehingga mampu mendukung keberlanjutan perusahaan, menyumbang devisa negara
dan juga untuk kemakmuran rakyat. Sejalan dengan itu maka pengelola hutan dituntut
untuk mampu mewujudkan prinsip-prinsip pengelolaan hutan yang baik. Tiga pilar
pengelolaan hutan yang baik yaitu aspek lingkungan, Ekonomi dan Sosial harus bisa
dikelola dan diwujudkan. Itulah paradigma baru dalam pengelolaan hutan saat ini,
sudah barang tentu Perum Perhutani harus mampu melaksanakan tugas tersebut
dengan baik. Mandatori ini tentunya sangat mulia dimana sebagai pengelola harus
bisa mewujudkan pengelolaan hutan secara lestari dan memenuhi ekspektasi atau
harapan para pemangku kepentingan.
Salah satu karakteristik hutan di Pulau Jawa dan Madura yang menjadi tanggung
jawab pengelolaan Perum Perhutani, letak geografisnya berbatasan dan dikelilingi
oleh desa (masyarakat). Dengan fakta dan kondisi ini maka Perhutani harus
melakukan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan hutannya. Sebagaimana
paradigma baru dalam pengelolaan hutan yang berbasis masyarakat, pemberdayaan
dan peningkatan peran serta Masyarakat Desa Hutan (MDH) dan pihak yang
berkepentingan dalam pengelolaan sumber daya hutan menjadi penting dan strategis
sehingga perlu dimaknai, diwadahi dan difasilitasi.
Sebagai sistem maka keberhasilan implementasi PHBM ditentukan oleh semua unsur-
unsur atau elemen yang terkait, baik internal maupun eksternal. Semua pihak dalam
hal ini unsur-unsur/elemen-elemen yang terkait baik internal maupun eksternal harus
saling mendukung. Semua jajaran /sumber daya manusia dalam perusahaan pada
semua lini organisasi merupakan unsur/elemen internal sistem PHBM. Stakeholder
atau pihak yang berkepentingan merupakan unsur/elemen eksternal sistem PHBM.
Jiwa PHBM adalah kesediaan Perusahaan, masyarakat desa hutan dan pihak yang
berkepentingan (Stakeholder) untuk berbagi dalam pengelolaan sumber daya hutan
bersama masyarakat sesuai kaidah-kaidah sbb :
Dengan Jiwa dan prinsip PHBM yang demikian diharapkan dapat menjadi sarana
tercapainya Hutan lestari, rakyat mandiri dan sejahtera, sebagaimana yang di
harapkan oleh semua pemangku kepentingan. Dengan sistem PHBM ini setiap bentuk
pengelolaan hutan dan program-program pengembangannya harus mendukung
eksistensi, fungsi dan manfaat sumber daya hutan dan sekaligus memberikan ruang
bagi masyarakat dalam peningkatan kesejahteraan. Inilah yang harus menjadi
komitmen bersama.
Agar jiwa, prinsip dan tujuan PHBM dapat berjalan dengan baik dan tercapai maka
diperlukan persyaratan implementasi PHBM sebagai berikut :
a. Pemahaman yang utuh terhadap konsep PHBM dan kesiapan pola pikir (mindset)
semua jajaran Perum Perhutani dan jajaran Lembaga Masayarakat Desa Hutan
(LMDH) untuk melaksanakan.
b. Ada desa dengan Kawasan Hutan Pangkuan Desanya (KHPD)
c. Ada PDP (Pengkajian Desa secara Partisipatif) atau metode lain yang partisipatif.
d. Ada pertemuan dan Pendampingan yang intensif.
e. Ada Kelembagaan Masyarakat Desa Hutan (MDH).
f. Ada aturan-aturan yang mengikat
g. Ada usaha produktif dan atau sharing (bagi hasil)
h. Peran dan kerja sama antar pihak.
4. PERANAN PERUM PERHUTANI DALAM IMPLEMENTASI PS
a. SK IPHPS ( P. 39/2017 )
b. SK KULIN KK
1. Menurut saudara atau menurut diskusi bersama kelompok, apakah bentuk kegiatan
penanaman di tempat saudara saat ini sudah sesuai dengan kaidah keseimbangan dalam
PHBM?
2. Dalam PHBM aspirasi masyarakat terhadap pengelolaan sumber daya perlu diakomodir.
Berkenaan dengan hal tersebut, terdapat aspirasi masyarakat sebagai berikut :
a. Masyarakat berkeinginan untuk memanfaatkan salah satu petak hutan yang kurang
produktif (tegakannya jarang) untuk ditanami padi dalam bentuk kerja sama bagi hasil.
b. Di petak yang lain yang merupakan rencana tanaman tahun depan, masyarakat
menginginkan agar tanaman pengisinya diganti dengan tanaman pace, untuk membantu
pemenuhan bahan baku usaha minuman tradisional yang ada di desa tersebut.
Menurut saudara atau diskusi bersama kelompok bagaimana tanggapan terhadap dua
aspirasi tersebut berkaitan dengan PHBM?
C. Rangkuman
1. Dalam paradigma baru pengelolaan hutan, masyarakat sebagai salah satu unsur/elemen
pengelolaan sumber daya hutan harus diberdayakan. PHBM merupakan salah satu
bentuk kebijakan kelola sosial dalam pemberdayaan dan peningkatan peran serta
masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan.
2. Pengelolaan Sumber Daya Hutan Bersama masyarakat (PHBM) adalah suatu sistem
pengelolaan sumber daya hutan yang dilakukan bersama oleh Perum Perhutani dan
masyarakat desa hutan dan atau Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan dengan
pihak yang berkepentingan (stakeholder) dengan jiwa berbagi, sehingga kepentingan
bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumber daya hutan dapat
diwujudkan secara optimal dan proporsional (SK Direksi Perum Perhutani Nomor :
682/Kpts/Dir/2009 tanggal 31 Desember 2009).
5. PHBM harus menjiwai strategi, struktur dan budaya perusahaan dalam pengelolaan
hutan. Jiwa dasar dan prinsip-prinsip dalam PHBM menjadi pegangan dalam
pengelolaan sumber daya hutan.
Untuk membantu mengecek sejauh mana Saudara telah memahami materi pokok 1
yaitu Konsepsi PHBM, jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini !
4. Sebutkan secara singkat lima (5) prinsip dalam PHBM! Nilai 30, nilai masing-
masing point jawaban yang benar adalah 6.
Cocokkan jawaban Saudara dengan kunci jawaban Tes Hasil Belajar materi pokok 1
yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah total nilai saudara berdasarkan
jumlah point jawaban yang benar !
A. Uraian Materi
Melalui Sosialisasi Internal tentang PHBM maka akan diperoleh perubahan sikap
atau perilaku Pegawai Perum Perhutani Perum Perhutani dalam mengelola Kawasan
Hutan dan Upaya Sosialisasi ini dilaksanakan oleh Kelompok Kerja (PokJa) PHBM,
dengan kegiatan antara lain seperti :
a) Pelatihan PHBM dari tingkat Administratur sampai dengan Mandor,
b) Pelatihan Kader Penggerak PHBM di tingkat Asper sampai dengan Mandor,
c) Temu Kader Penggerak PHBM di tingkat Asper sampai dengan Mandor dan
kegiatan lainnya untuk penyatuan pemahaman PHBM,
d) Pembuatan Rencana Strategi PHBM di tingkat KPH dan BKPH, dan
e) Pembuatan Petunjuk Teknis Implementasi PHBM dan Sharing Kayu.
Demikian pula terhadap unsur/elemen eksternal yang terkait (Stakeholder) perlu
dibangun Bilateral Matching, yaitu membangun kesepahaman tentang PHBM dalam
hal ini jiwa dan prinsip dasar PHBM kepada semua pihak terkait dan menciptakan
hubungan yg sinergis antar Perum Perhutani, Pemerintah Daerah (Kabupaten,
Kecamatan, Desa), Masyarakat, LSM. Tahapan atau langkah yang perlu dilakukan
oleh perusahaan adalah :
LMDH ini dibentuk berdasar kebutuhan dan kepentingan masyarakat desa hutan itu
sendiri dengan maksud untuk meningkatkan kesadaran MDH akan kelestarian hutan,
bertanggungjawab demi keberlanjutan fungsi dan manfaat melalui azas keadilan dan
demokrasi, sedangkan tujuannya adalah untuk memajukan kelompok, mewakili
kelompok serta sebagai motor penggerak kelompok diberbagai kegiatan, baik di
kawasan hutan atau di luar kawasan.
Mengingat bahwa LMDH bukanlah lembaga perekonomian/ badan usaha akan tetapi
LMDH mempunyai banyak potensi baik di dalam kawasan maupun di luar kawasan
yang bisa digali dan dimanfaatkan menjadi kegiatan usaha produktif yang dapat
menghasilkan pendapatan bagi LMDH untuk membangun kemandirian LMDH, maka
Perum Perhutani mengarahkan kemitraan yang terjalin dengan LMDH dalam bentuk
Koperasi, dimana pembentukannya difasilitasi oleh Perum Perhutani.
Koperasi LMDH diarahkan untuk mengelola keuangan LMDH dari hasil usaha
produktif LMDH baik dalam kawasan maupun luar kawasan, hasil penggarapan dari
tumpangsari, Pemanfaatan Lahan Dibawah Tegakan (PLDT) dan usaha lainnya.
Kedepan, tidak menutup kemungkinan bahwa tidak hanya hasil usaha produktif yang
dikelola oleh Koperasi LMDH, tetapi perjanjian kerjasama untuk semua kegiatan
Pengelolaan SDH oleh LMDH dilakukan dengan Koperasi LMDH, serta bantuan-
bantuan untuk LMDH juga disalurkan melalui Koperasi LMDH. Akan tetapi koperasi
LMDH bukanlah badan usaha yang berdiri sendiri diluar LMDH, melainkan berada
dibawah naungan LMDH dan juga merupakan salah satu bentuk penguatan
kelembagaan dari LMDH itu sendiri dalam bidang perekonomian. Dengan adanya
koperasi diharapkan LMDH yang bersangkutan dapat mandiri dari segi
perekonomiannya karena dapat mencukupi kebutuhannya sendiri.
1) Menanamkan sikap pengaturan ekonomi yang sehat sehingga anggota lebih menyadari
peranannya serta tanggungjawab terhadap masa depannya.
3) Untuk menumbuhkan dan meningkatkan rasa percaya diri sendiri, kerjasama dan
kesetiakawanan agar orang-orang dengan cara sendiri-sendiri maupun bersama, lebih
mampu mengembangkan kemampuannya di bidang ekonomi secara terus menerus
berdasarkan swadaya.
5) Membina & mengembangkan usaha para anggota dalam bidang produksi, pengolahan
dan pemasaran untuk meningkatkan penghasilan para anggotanya.
Dalam rangka menjalin sinergitas antara Perum Perhutani dengan Pemerintah Daerah
dibentuk Forum Komunikasi PHBM (FK-PHBM) tingkat Kabupaten, Kecamatan dan
Desa.
PHBM sebagai sistem yang terkait dengan banyak pihak atau orang, maka
implementasinya merupakan suatu proses sosial. Sehingga diperlukan strategi supaya
dapat terimplementasi dengan baik sesuai dengan maksud dan tujuannya. Strategi
yang dilakukan dalam proses dan implementasi PHBM adalah :
Sedangkan untuk Sharing Produksi Kayu telah diatur tersendiri dalam SK Dir No.
436/Kpts/Dir/2011.
Berdasarkan obyek kegiatannya, PHBM dilakukan berbasis desa hutan dengan ruang
lingkup di dalam dan di luar kawasan hutan, baik berbasis lahan maupun bukan lahan
dengan mempertimbangkan skala prioritas berdasarkan perencanaan partisipatif.
Dalam hal ini yang harus diperhatikan dan menjadi pegangan adalah bahwa PHBM
dilaksanakan dengan tidak mengubah status kawasan hutan, fungsi hutan dan status
tanah perusahaan.PHBM berbasis lahan artinya bahwa obyek kegiatannya
memanfaatkan lahan. Bentuk atau contoh berbasis lahan dalam kawasan hutan antara
lain tumpang sari, penanaman lahan di bawah tegakan. PHBM berbasis lahan di luar
kawasan antara lain pertanian, perkebunan, hutan rakyat peternakan, perikanan.
Sedangkan PHBM berbasis bukan lahan tidak mengandalkan lahan sebagai obyek,
tetapi pada kegiatan. Bentuk/contoh
berbasis bukan lahan dalam kawasan
antara lain borong pekerjaan tebangan,
angkutan, dan lain-lain. Berbasis bukan
lahan luar kawasan antara lain
penyediaan saprotan, simpan pinjam,
trading hutan/kayu rakyat, dan lain-lain.
Pelaksanaan PHBM tersebut diwujudkan dalam bentuk kerja sama antara Perum
Perhutani dengan Masyarakat Desa Hutan (MDH). Sesuai dengan prinsip dan
persyaratan dalam PHBM, kerja sama yang diangun adalah dalam bentuk
kelembagaan. Oleh karena itu masyarakat desa hutan harus mempunyai/membentuk
lembaga resmi. Tentang Kelembagaan dalam PHBM ini akan diuraikan dalam
materi pokok selanjutnya.
Sebagai sebuah kebijakan, PHBM harus dapat terimplementasi atau diterapkan dalam
aktifitas pengelolaan sumber daya hutan yang dilakukan oleh Perum Perhutani.
Dalam implementasinya PHBM merupakan proses sosial yang berkaitan dengan
banyak pihak atau orang dengan tingkatan persepsi dan keinginan yang bervariasi. Di
sisi lain PHBM diharapkan dapat memberikan dampak yang positif baik bagi
perusahaan atau sumber daya hutan maupun bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
Untuk mengawal dan memastikan agar sistem PHBM dapat berjalan dengan baik dan
berdampak positif, maka perlu dilakukan kegiatan supervisi, monitoring, evaluasi dan
pelaporan. Supervisi dilaksanakan setiap saat oleh segenap jajaran pimpinan Perum
Perhutani kepada bawahannya dalam rangka pembinaan sumber daya hutan untuk
mencapai kapasitas, kapabilitas, mentalitas yg tangguh bagi para pelaksana PHBM.
Monitoring dilakukan secara terus-menerus oleh semua jajaran Perum Perhutani,
Masyarakat Desa Hutan (LMDH) dan pihak-pihak yang berkepentingan.
Evaluasi dilaksanakan bersama oleh Perum Perhutani bersama LMDH secara periodik
(1 tahun sekali) dimaksudkan untuk mengetahui pencapaian PHBM dengan cara
membandingkan antara pelaksanaan dengan target yang telah ditetapkan serta
mengetahui permasalahan-permasalahan yang dihadapi untuk perbaikannya. Evaluasi
yang dilakukan meliputi aspek Fisik/lingkungan, sosial dan ekonomi. Pedoman
pelaksanaan Monitoring dan evaluasi diatur tersendiri dalam dalam SK Direksi Perum
Perhutani Nomor: 1429/Kpts/Dir/2007 tentang Pedoman Monitoring dan Evaluasi
PHBM Plus.
1. Dasar Hukum
Sedangkan dasar hukum yang berkaitan dengan peran serta masyarakat dalam
perlindungan dan pengamanan hutan (partisipatif) antara lain adalah :
1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, pasal 51(a dan b).
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya (KSDAHE), Pasal 37 ayat (1).
3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Perusakan Hutan,
Pasal 58 Ayat (2) huruf a s/d e, Pasal 60, Pasal 61.
2. Pengertian
Sesuai amanah Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang
dimaksud dengan perlindungan hutan adalah, usaha untuk :
1. Mencegah dan membatasi kerusakan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang
disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama,
serta penyakit.
2. Mempertahankan dan menjaga hak-hak negara, masyarakat dan perorangan atas
hutan, kawasan hutan, hasil hutan, investasi serta perangkat yang berhubungan
dengan pengelolaan hutan.
a. Disebabkan oleh Faktor Alam (seperti longsor, gempa bumi, gelombang pasang,
serta serangan hama dan penyakit),
6). Kejadian khusus (Force Mayeur), merupakan suatu kejadian gangguan luar biasa
yang mengakibatkan menurunnya kualitas dan kuantitas sumber daya hutan dan
aset perusahaan. Jenis situasi yang dikategorikan force majour berupa kerusuhan
massa mengakibatkan seceranya seorang petugas, pembalakan massal dan
pendudukan lahan oleh masyarakat.
Pengumpulan data dan informasi secara terbuka dalam rangka pembuatan kajian
permasalahan pencurian kayu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
a). Mengevaluasi kejadian pencurian dan gangguan keamanan hutan lainnya waktu-
waktu sebelumnya.
b). Mengidentifikasi kejadian pencurian kayu baik dari jumlah tunggak, lokasi,
kerugian, motif, jumlah pelaku, alat yang digunakan, dan sebagainya.
4). Strata D, dengan karakteristik lebih dari strata C dengan situasi dan kondisi
yang sangat rawan dan genting serta sistematis. Sindikat yang melibatkan
beberapa pihak.
Identifikasi strata gangguan keamanan hutan di suatu wilayah ini diperlukan dalam
menentukan dan melakukan strategi maupun tindakan penanganan gangguan
keamanan hutan di wilayah tersebut.
3. Manajemen Zonasi
Jika jumlah kejadian lebih kecil atau sama dengan angka kejadian terkecil
selam lima tahun terakhir per RPH per bulan maka diberi skor 1 (satu).
Jika jumlah kejadian lebih besar dari angka kejadian terkecil selama lima
tahun terakhir per RPH per bulan maka diberi skor 2 (dua).
Jika jumlah tunggak lebih kecil atau sama dengan angka jumlah tunggak
terkecil selama lima tahun terakhir per RPH per bualan maka diberi skor 1
(satu).
Jika jumlah tunggak lebih besar dari angka jumlah tunggak terkecil selam
lima tahun terakhir per RPH per bulan maka diberi skor 2 (dua).
Jika jumlah pencuri lebih kecil dari 10 orang maka diberi skor 1.
Jika jumlah pencuri lebih jumlah pencuri lebih atau sama dengan 10 orang
maka diberi skor 2.
Jika industri kayu lebih atau sama dengan 1(satu) maka diberi skor 2(dua).
Jika tipe konflik tenurialnya B atau C atau D maka diberi skor 2 (dua).
Jika total skor RPH lebih atau sama dengan 150 (seratus lima puluh) maka RPH
tersebut dikategorikan sebagai RPH Rawan (Red zone). Jika total skor RPH lebih
kecik dari 150 (seratus lima puluh) maka RPH tersebut dikategorikan sebagai
RPH tidak rawan (Green Zone).
Permasalahan utama ditentukan berdasarkan total nilai pada setiap kriteria. Jika
total nilai tertinggi, maka kriteria tersebut menjadi permasalahan utama.
- Penegakan hukum.
b) Green Zone
a) Preemtif
a.1) Pendekatan Kesejahteraan (prospority approach)
b. Preventif
Sebagaimana penjelasan dalam materi PHBM, jiwa dan prinsip yang mendasar di
dalam PHBM adalah berbagi peran dan tanggung jawab dalam pengelolaan hutan.
Dengan kesepahaman dan kesepakatan yang diwujudkan dalam bentuk kerja sama
PHBM antara Perhutani dan masyarakat maka termasuk kegiatan perlindungan
hutan dan utamanaya pengamanan hutan merupakan bagian kegiatan pengelolaan
hutan yang harus dilakukan secara bersama. Dalam perjanjian kerja sama PHBM
salah satu kewajiban masyarakat adalah ikut serta dalam kegiatan pengamanan hutan
baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan kerja sama PHBM ini,
masyarakat dalam hal ini LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan) membentuk
seksi pengamanan hutan yang bertugas mengkoordinir kegiatan pengamanan hutan
seperti pengaturan jadwal kegiatan atau patroli bersama dengan petugas Perhutani
(preventif).
Materi tentang PHBM secara lebih lengkap dapat dilihat dalam SK Direksi Perum
Perhutani No. 682/KPTS/Dir/2009 tentang Pengelolaan Sumber Daya Hutan Bersama
Masyarakat. Sedangkan Materi perlindungan hutan utamanya pengamanan hutan dapat
dilihat dalam SK Direksi Perum Perhutani Nomor : 596/Kpts/Dir/2009 tentang Pedoman
Pengamanan Hutan Lestari.
Semoga materi singkat ini dapat bermanfaat bagi para peserta praktek lapangan
(Mahasiswa Universitas Lambung Mangkurat) memahami tentang PHBM dan
perlindungan hutan yang dikembangkan oleh Perhutani.
Selamat mengikuti praktek lapangan dan sukses. Mohon maaf atas segala kekurangan.
Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Winarta, S dan Kadarwati, T.E.A. 2017. Modul Mata Diklat Perlindungan Hutan. Diklat
Tenaga Teknis Kehutanan PHPL Pembinaan Hutan. Pusdikbang SDM
Perhutani. Madiun.
Winarta, S dan Marsudiono, A. 2017. Modul Mata Diklat PHBM. Diklat Tenaga Teknis
Kehutanan PHPL Pembinaan Hutan. Pusdikbang SDM Perhutani.
Madiun.