Anda di halaman 1dari 34

Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) | Kebijakan, Implementasi dan Masa Depan

ii iii

Daftar Isi

Ringkasan Eksekutif v

Konsep Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) 1

Perkembangan Kebijakan Pembangunan KPH 6

Kelembagaan KPH 14

Sumberdaya Manusia KPH 18

Pendanaan KPH 22

KPH dan Pemegang ijin Usaha Kehutanan 24

Sinergi KPH dan Perhutanan Sosial 26

Rekomendasi 30

Pustaka 35

Lampiran 39
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) | Kebijakan, Implementasi dan Masa Depan
iv v

Ringkasan Eksekutif

Ketiadaan pengelola hutan di tingkat tapak menjadi penyebab


utama kegagalan melaksanakan pengelolaan hutan dan terputus
informasi antara apa yang sesungguhnya terjadi di lapangan
dengan keputusan-keputusan yang dibuat, baik di tingkat
pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi maupun
pemerintah Pusat. Untuk menjembatani hal tersebut, keberadaan
institusi pengelolaan hutan di tingkat tapak sangat di perlukan,
sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No. 41 Tahun
1999, PP. 44 Tahun 2004 dan PP. 6 Tahun 2007 Jo. PP 3 Tahun 2008
tentang pembentukan wilayah pengelolaan hutan dilaksanakan
untuk tingkat propinsi, kabupaten/kota, dan unit pengelolaan.
Amanat tersebut dijabarkan melalui pembentukan Kesatuan
Pengelolaan Hutan (KPH) dengan tugas dan fungsi (1) menghimpun
informasi sumberdaya hutan untuk mengetahui karakteristik
dan sifat-sifat khas sumberdaya hutan, sehingga memudahkan
penetapan sistem manajemen hutan yang sesuai dengan kondisi
wilayah; (2) memonitor dan mengevaluasi kinerja pengelolaan
hutan yang dilakukan oleh pemegang ijin di tingkat lapangan;
efektivitas kegiatan pengelolaan hutan dapat ditingkatkan dan
pada gilirannya dapat meningkatkan efisiensi perusahaan; (3)
mengidentifikasi keberadaan dan kebutuhan masyarakat terhadap
manfaat sumberdaya hutan secara lebih jelas dan cermat, sehingga
proses-proses pengakuan hak, pemberian ijin maupun kolaborasi
dapat dilakukan; dan penyelesaian dan pencegahan konflik dapat
dikendalikan; dan (4) memfasilitasi komunikasi dengan Pemerintah
dan/atau Pemerintah Daerah untuk menata hak dan akses
masyarakat terhadap sumberdaya hutan.

Pembangunan KPH belum masuk dalam Renstra Kehutanan Tahun


2000-2004 dan belum dijalankan selama periode tersebut. PP No.
34 Tahun 2002 menjadi acuan bagi Keputusan Menteri Kehutanan
No. 230 Tahun 2003 tentang pembentukan KPH khususnya KPHP.
Namun demikian, pembentukan KPHP belum direalisasikan hingga
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) | Kebijakan, Implementasi dan Masa Depan
vi vii

Kabinet Gotong Royong berakhir. Dalam periode 2005-2009, Lima Kesejahteraan masyarakat dicapai melalui pengelolaan hutan
Kebijakan Prioritas Departemen Kehutanan 2005-2009 maupun lestari, dan sebaliknya pengelolaan hutan lestari melalui partisipasi
Rencana Strategis Tahun 2005-2009 dan Rencana Kerja tahunannya masyarakat. Tantangan yang dihadapi KPH berupa keterbatasan
tidak menyebutkan pembangunan KPH. Dalam periode ini, regulasi SDM profesional di tingkat lapangan secara kualitas dan kuantitas;
tentang tugas dan fungsi KPH dipertegas melalui PP No. 6 Tahun keterbatasan anggaran; dukungan Pemerintah Provinsi yang
2007, sebagai pengganti PP No. 34 tahun 2002. PP No. 6 Tahun masih lemah memerlukan Dukungan dari berbagai pihak di
2007 menjadi acuan bagi Peraturan Menteri Kehutanan No. P. 6 lintas kementerian, pemda, dan lembaga-lembaga donor sangat
Tahun 2009 tentang Pembentukan Wilayah Kesatuan Pengelolaan dibutuhkan.
Hutan (KPH). Rencana pembangunan KPH mulai disebutkan dalam
Renstra Kehutanan Tahun 2010-2014 dan RPJMN Tahun 2010-2014 Penguatan regulasi untuk percepatan pembentukan dan
Pembangunan KPHP/KPHL masih menghadapi berbagai kendala, operasionalisasi KPH masih harus dilakukan. KPH sebagai UPTD
terutama terkait dengan tata hubungan kerja dengan UPT perlu diberi keleluasaan untuk bergerak, berinovasi supaya
Kementerian LHK, SDM, mekanisme pendanaan dan keorganisasian, profesionalisme sebagai pengelola kawasan hutan di tingkat
dukungan kebijakan pusat dan daerah terkait dengan kerjasama tapak dapat sungguh dapat dipraktikan. Regulasi yang diperlukan
para pihak dan konsolidasi strategis dengan program nasional. adalah regulasi yang dapat menggerakan peran pemerintah pusat
Dalam banyak perbincangan orientasi pengelolaan hutan lestari dan daerah (provinsi) untuk mendukung KPH. Regulasi tentang
pada skala KPH belum mendapatkan perhatian serius, walaupun tata hubungan KPH dengan instansi lain di Pusat dan Daerah,
ujicoba penilaian VLK dan PHPL telah dilakukan pada beberapa tata hubungan KPH dengan pemegang izin yang ada di wilayah
KPH selama periode 2015-2016 KPH, pengaturan bagi hasil dari sumberdaya hutan yang dikelola
Peran KPH penting untuk lebih diinklusifkan kedalam kerangka langsung oleh KPH maupun kemitraan.
tata kerja PS yang berjalan hingga saat ini untuk meningkatkan
efektivitas dan percepatan program PS ke depan. Efektivitas
program PS ditunjukkan oleh

ketepatan subyek (pelaku PS) dan obyek (kawasan hutan), dan


keadilan antar pelaku. Bahkan kewenangan KPH perlu lebih Didik Suharjito
diperbesar hingga seluruh proses pemberian izin PS selesai di KPH;
pendampingan masyarakat lanjutan untuk pengelolaan PS dan
pengembangan bisnisnya yang berbasis hasil hutan (kayu, bukan
kayu, jasa lingkungan) dijalankan oleh KPH.
Dalam kerangka kerja Perhutanan Sosial, peran KPH adalah
memastikan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan
lestari melalui pelayanan yang sebaik mungkin di tingkat tapak
oleh KPH dengan prinsip inklusif dan kepastian hak, menjaga KPH
tetap berorientasi pada kesejahteraan masyarakat; dan tetap
menyinergikan dengan UPT pusat dan para pihak.
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) | Kebijakan, Implementasi dan Masa Depan
viii 1

1. Konsep Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH)

Apa urgensi keberadaan KPH ? Kartodihardjo et al. (2011)


menyatakan bahwa ketiadaan pengelola hutan di tingkat tapak
menjadi penyebab utama kegagalan melaksanakan pengelolaan
hutan dan terputus informasi antara apa yang sesungguhnya
terjadi di lapangan dengan keputusan-keputusan yang dibuat,
baik di tingkat pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi
maupun pemerintah. Lebih lanjut Kartodihardjo et al. (2011)
menjelaskan bahwa untuk mencapai tujuan pengelolaan
hutan, baik mempertahankan hutan alam yang tersisa maupun
membangun hutan tanaman baru, diperlukan prioritas kegiatan
teknis sekurang-kurangnya mencakup:

(1) Penyelesaian masalah kawasan hutan yang telah terjadi


dan menghindari terjadinya masalah baru di masa
depan serta meningkatkan kapasitas pengelolaan hutan
konservasi dan hutan lindung;
(2) Mempermudah akses bagi penerima manfaat atau dapat
menekan terjadinya ekonomi biaya tinggi serta terdapat
landasan kuat untuk mengalokasikan manfaat hutan
secara adil;
(3) Menyediakan infrastruktur sosial maupun ekonomi bagi
penguatan kelembagaan lokal terutama yang mendapat
akses pemanfaatan sumberdaya hutan, peningkatan
efisiensi ekonomi maupun pengembangan nilai tambah
hasil hutan.

Ketiga kegiatan teknis tersebut harus dilakukan dan berorientasi


pada perencanaan secara spasial dengan memperhatikan situasi
sosial ekonomi lokal serta menyatukan arah pelaksanaan kegiatan
Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kebupaten/
Kota. Pembangunan KPH menjadi solusi strategis yang tidak dapat
dihindari untuk keperluan tersebut.
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) | Kebijakan, Implementasi dan Masa Depan
2 3

Apa tugas dan fungsi KPH ? Mengapa organisasi kehutanan yang


ada di tingkat provinsi dan kabupaten tidak dapat menjalankan
tugas dan fungsi yang dilimpahkan kepada KPH sehingga
membutuhkan keberadaan KPH ? Berdasarkan penjelasan
Kartodihardjo et al. (2011) dapat dinyatakan bahwa tugas
dan fungsi KPH sebagai unit kerja adalah (1) menghimpun
informasi sumberdaya hutan untuk mengetahui karakteristik
dan sifat-sifat khas sumberdaya hutan, sehingga memudahkan
penetapan sistem manajemen hutan yang sesuai dengan kondisi
wilayah; (2) memonitor dan mengevaluasi kinerja pengelolaan
hutan yang dilakukan oleh pemegang ijin di tingkat lapangan;
efektivitas kegiatan pengelolaan hutan dapat ditingkatkan dan
pada gilirannya dapat meningkatkan efisiensi perusahaan; (3)
mengidentifikasi keberadaan dan kebutuhan masyarakat terhadap
manfaat sumberdaya hutan secara lebih jelas dan cermat, sehingga
proses-proses pengakuan hak, pemberian ijin maupun kolaborasi
dapat dilakukan; dan penyelesaian dan pencegahan konflik
dapat dikendalikan; dan (4) memfasilitasi komunikasi dengan
Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah untuk menata hak dan
akses masyarakat terhadap sumberdaya hutan.

kegiatan yang dilakukan oleh pelaku ijin usaha kehutanan,


Secara konseptual, apa definisi KPH ? Kartodihardjo et al. (2011)
sekaligus sebagai pelaku usaha kehutanan. Dengan kata lain, KPH
menyebut KPH sebagai organisasi yang spesifik yang di luar Pulau
sebagai organisasi pelayan publik sekaligus sebagai organisasi
Jawa belum pernah ada. Setyarso dan Djajono (2014) menyebut
private pelaku bisnis. Sebagai organisasi bisnis KPH membutuhkan
KPH sebagai institusi baru yang diharapkan menjadi ‘terobosan’
kebebasan membuat keputusan rencana dan implementasi,
dalam mewujudkan kelestarian sumber daya dan kesejahteraan
beradaptasi terhadap perkembangan pasar. Kartodihardjo et al.
rakyat. Berdasarkan gagasan tersebut, KPH dapat didefinisikan
(2011) berpendapat bahwa organisasi KPH hendaknya tidak terdiri
sebagai suatu organisasi dengan tugas dan fungsi untuk
dari struktur dan tupoksi yang rigid, melainkan perlu memiliki
melakukan pengelolaan hutan secara lestari dan menyejahterakan
fleksibilitas untuk dapat berinteraksi dengan banyak pihak dan
masyarakat. Pertanyaannya, bagaimana operasionalisasi KPH
menerima informasi serta menyesuaikan kegiatan yang sedang
sebagai organisasi pengelolaan hutan itu ? Menurut Kartodihardjo
atau akan dilakukan. Demikian pula menurut Setyarso dan Djajono
et al. (2011), penyelenggaraan pengelolaan hutan oleh KPH bukan
(2014) bahwa dalam menjalankan tugas dan fungsinya KPH tidak
memberi ijin pemanfaatan hutan kepada pihak lain, melainkan
harus seratus persen terikat oleh semua peraturan yang ada pada
melakukan pengelolaan hutan sehari-hari dan mengawasi kinerja
organisasi induknya, melainkan harus memiliki ruang yang lebih
pengelolaan hutan yang dilakukan oleh pemegang ijin.
longgar agar mampu berdiri sendiri dan merupakan tim kerja
yang komplementer dengan organisasi di atasnya (SKPD bidang
Penjelasan-penjelasan tersebut menunjuk bahwa KPH sebagai
kehutanan atau Dinas Kehutanan di daerah).
organisasi yang melaksanakan pembinaan dan pengendalian
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) | Kebijakan, Implementasi dan Masa Depan
4 5

Konsep KPH di atas lebih menekankan pada subyek, yaitu KPH sebagai
pelaksana pegelolaan hutan, sedangkan obyek (hutan) yang dikelola belum
disinggung. Pada bagian lain dibahas obyek (hutan) yang dikelola khususnya
berkaitan dengan wilayah kelola dari subyek yang lain yaitu pemegang ijin
usaha kehutanan. KPH sebagai pelaku usaha di satu sisi dan sebagai pengawas
terhadap pelaku usaha lainnya menggugah pertanyaan apakah tidak terjadi
conflict of interest pada dirinya. Pada bagian lain dibahas kebijakan dan
implementasi KPH serta bagaimana menanggapi conflict of interest.

Tugas dan fungsi KPH sebagai organisasi pelaksana pengelolaan


hutan lebih jelas apabila dibandingkan dengan tugas dan fungsi
Dinas Kehutanan Provinsi. Kartodihardjo et al. (2011) merumuskan
bahwa tugas pokok dan fungsi KPH adalah pada penyelenggaraan
manajemen pengelolaan hutan di tingkat tapak atau lapangan,
sedangkan tugas pokok dan fungsi Kementerian/Dinas Kehutanan
Provinsi/ Kabupaten/ Kota adalah pada penyelenggaraan
pengurusan atau administrasi kehutanan (Tabel 1).
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) | Kebijakan, Implementasi dan Masa Depan
6 7

3 Litbang, Diklat dan Penyuluhan • Lokasi penelitian, pendidikan


2. Perkembangan Kebijakan Pembangunan KPH dan latihan serta penyuluhan

4 Pengawasan • Melaksanakan pengawasan


pada lingkup wilayah KPH
Undang-Undang No. 41 Tahun 1999, PP. 44 Tahun 2004 dan PP. 6
Tahun 2007 Jo. PP 3 Tahun 2008 memandatkan bahwa pembentukan
Sumber: Kartodihardjo et al. (2011)
wilayah pengelolaan hutan dilaksanakan untuk tingkat: propinsi,
Keterangan:
kabupaten/kota, dan unit pengelolaan.Pembentukan wilayah 1) Penyelenggaraan meliputi membina kegiatan, mengendalikan
pengelolaan hutan tingkat unit pengelolaan dilaksanakan dengan kegiatan dan melakukan kegiatan. Sebagai contoh: Apabila terdapat ijin
mempertimbangkan karakteristik lahan, tipe hutan, fungsi hutan, pemanfaatan di wilayah kelola KPH, maka fungsi penyelenggaraan adalah
kondisi daerah aliran sungai, sosial budaya, aspirasi, kearifan melakukan pembinaan dan pengendalian (dalam konteks memantau
kegiatan). Namun apabila belum terdapat ijin di wilayah kelolanya maka
tradisional, ekonomi, kelembagaan masyarakat setempat termasuk
KPH harus melakukan kegiatan.
masyarakat hukum adat dan batas administrasi pemerintahan. 2) Pemanfaatan hutan meliputi: pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa
lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu, pemanfaatan hasil hutan non
Tabel 1. Pengurusan dan Pengelolaan Hutan kayu, pemungutan hasil hutan. Sedangkan penggunaan kawasan hutan
merupakan penggunaan untuk kepentingan diluar kehutanan (misal:

PENGURUSAN/ADMINISTRASI tambang, saluran irigasi dll)


PENGELOLAAN DI TINGKAT TAPAK
No (oleh Kementerian, Dinas Prov/ Dinas Kab/ Apa yang dimaksud dengan unit pengelolaan adalah kesatuan
(oleh KPH)
Kota) pengelolaan hutan (KPH) terkecil sesuai fungsi pokok dan
1 Perencanaan Perencanaan di wilayah KPH peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien dan lestari.
• Inventarisasi Nasional, Provinsi, Kab/ • Inventarisasi di wilayah KPH Seluruh kawasan hutan terbagi dalam KPH, yang menjadi bagian
kota dari penguatan sistem pengurusan hutan nasional, pemerintah
• Pengukuhan hutan (penunjukan, provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Setiap unit pengelolaan
penataan batas, pemetaan, penetapan
hutan harus didasarkan pada karakteristik Daerah Aliran Sungai
kawasan hutan
• Pembentukan wilayah KPH (DAS) yang bersangkutan. KPH dapat berupa KPH Lindung (KPHL),
• Penyusunan Rencana Kehutanan KPH Produksi (KPHP), dan KPH Konservasi (KPHK).1 Apabila suatu
KPH terdiri lebih dari satu fungsi pokok hutan, penetapan KPH
2 Pengelolaan Pelaksanaan pengelolaan
• Tata hutan dan penyusunan rencana diwilayah KPH berdasarkan fungsí yang luasnya dominan.
Pengelolaan hutan (penyusunan NSPK • Penyelenggaraan*) tata hutan
dan pengesahan terhadap rencana dan penyusunan rencana Pembangunan KPH belum masuk dalam Renstra Kehutanan
pengelolaan) pengelolaan hutan Tahun 2000-2004 dan belum dijalankan selama periode tersebut.
• Pemanfaatan dan penggunaan • Penyelenggaraan*)
Bahkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 34 Tahun 2002, sebagai
kawasan hutan (pemberian ijin-ijin) Pemanfaatan hutan dan
• Rehabilitasi dan reklamasi termasuk penggunaan kawasan hutan penjabaran UU No. 41 Tahun 1999 hanya menyebutkan KPH
pemberdayaan masyarakat, • Penyelenggaraan*)
perbenihan (jika ada KPH, Rehabilitasi dan reklamasi.
dilaksanakan oleh KPH) • Penyelenggaraan*)
1 Dalam UU No. 41 Tahun 1999 penjelasan pasal 17, disamping KPHP, KPHL dan KPHK,
• Perlindungan dan konservasi alam perlindungan dan konservasi disebutkan juga KPH Kemasyarakatan (KPHKM), KPH Adat (KPHA), dan Kesatuan
(jika ada KPH, dilaksanakan oleh KPH) alam. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (KPDAS).
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) | Kebijakan, Implementasi dan Masa Depan
8 9

pada pasal 2 (2) bahwa kegiatan tata hutan dan penyusunan


rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan dan penggunaan
kawasan hutan dilaksanakan pada wilayah hutan dalam bentuk
Unit atau Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK), Unit
atau Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL), dan Unit atau
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP). PP No. 34 Tahun
2002 menjadi acuan bagi Keputusan Menteri Kehutanan No. 230
Tahun 2003 tentang pembentukan KPH khususnya KPHP. Namun
demikian, pembentukan KPHP belum direalisasikan hingga Kabinet
Gotong Royong berakhir.

Dalam periode 2005-2009, Lima Kebijakan Prioritas Departemen


Kehutanan 2005-2009 maupun Rencana Strategis Tahun 2005-2009
dan Rencana Kerja tahunannya tidak menyebutkan pembangunan
KPH. Dalam periode ini, regulasi tentang tugas dan fungsi KPH
dipertegas melalui PP No. 6 Tahun 2007, sebagai pengganti PP No.
34 tahun 2002. PP No. 6 Tahun 2007 menjadi acuan bagi Peraturan
Menteri Kehutanan No. P. 6 Tahun 2009 tentang Pembentukan
Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Namun hingga
memasuki periode Kabinet Indonesia Bersatu Jilid 2 pembangunan
KPH belum direalisasikan.

Rencana pembangunan KPH mulai disebutkan dalam Renstra


Kehutanan Tahun 2010-2014 dan RPJMN Tahun 2010-2014. Dalam
Renstra Kehutanan tahun 2010-2014 versi Januari 2010 belum
disebutkan secara tegas berapa jumlah KPH akan dibangun, hanya
disebutkan bahwa pembangunan KPH meliputi (a) penetapan
wilayah KPH Konservasi di 33 provinsi; (b) penetapan wilayah KPH
Produksi di 28 provinsi; dan (c) penetapan wilayah KPH Lindung
di 28 provinsi. Namun dalam Renstra Kehutanan 2010-2014 versi
Desember 2010 (revisi) disebutkan bahwa penetapan wilayah
KPH di setiap provinsi menjadi sasaran strategis dan kegiatannya
adalah pembangunan KPH dengan target 120 KPH beroperasi (atau
20% wilayah KPH yang telah ditetapkan). Belum ada pengelola
kawasan hutan produksi di tingkat tapak dalam bentuk KPHP yang
mengakibatkan kawasan hutan produksi yang tidak dibebani hak/
ijin tidak terurus menjadi alasan mengapa KPH harus dibangun.
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) | Kebijakan, Implementasi dan Masa Depan
10 11

Di akhir Kabinet Indonesia Bersatu Jilid 2, kebijakan pembangunan


KPH sebagai organisasi pengelola hutan di tingkat tapak sudah
diimplementasikan, dan sebagian KPH sudah operasional.
KPH yang wilayahnya berada di dalam satu wilayah administratif
kabupaten berada di bawah dinas bidang kehutanan pemda
kabupaten, sedangkan KPH yang wilayahnya berada di lebih dari
satu wilayah administratif kabupaten berada di bawah dinas
bidang kehutanan pemda provinsi. Sampai dengan Desember
2014 telah ditetapkan wilayah KPHL dan KPHP pada 26 Provinsi,
dua provinsi yang belum ditetapkan yaitu: Provinsi Riau dan
Provinsi Kepulauan Riau. Jumlah KPH yang telah dibentuk sampai
Desember 2014 sebagaimana disajikan pada Tabel 2.

Namun demikian pada tahun 2014 diberlakukan UU No. 23 Tahun


2014 tentang Pemerintahan Daerah yang membawa konsekuensi
struktur tata kelola pemerintahan di bidang kehutanan. Dinas yang
mengurusi bidang kehutanan (selain urusan TAHURA) di Pemda
kabupaten dihapus dan dialihkan kepada dinas bidang kehutanan
di Pemda provinsi. Kedudukan KPH pun pindah dari di bawah dinas
bidang kehutanan di pemda kabupaten menjadi di bawah dinas
bidang kehutanan di pemda provinsi. Sebagai contoh, di Provinsi
Sumatera Barat sebelum berlaku UU No. 23 Tahun 2014 terdapat
6 (enam) KPH yang terdiri dari 5 (lima) KPH Kabupaten dan satu
KPH Provinsi, kini telah direorganisasi menjadi 7 KPHL dan 3 KPHP
semuanya dalam bentuk UPTD. Demikian juga di Provinsi Sulawesi
Dalam Renstra Kehutanan 2010-2014 versi 2013 (revisi berdasarkan Tengah sebelum berlaku UU 23 Tahun 2014 terdapat 21 KPH, kini
Permenhut P.15/Menhut-II/2013) disebutkan bahwa pada tahun telah direorganisasi menjadi 13 KPH dalam bentuk UPTD.
2014 sebanyak 120 organisasi KPH (40 KPH di Regional I, 14 KPH di
Regional II, 23 KPH di Regional III, dan 43 KPH di Regional IV) sudah
ditata dan semua RPHJP KPH sudah disahkan.
Memasuki Tahun Anggaran Pembangunan 2014, Renstra Kehutanan
2010-2014 tersebut diperkuat oleh kebijakan Bappenas “No KPH
No Budget”, “ada KPH ada dana kehutanan dari pusat” yang
mendorong banyak Pemda yang bersedia untuk membangun KPH
di wilayahnya (Setyarso dan Djajono 2014). Menurut Setyarso dan
Djajono (2014) Pemda terdorong untuk membangun KPH karena
Pemda tidak akan mendapatkan Dana Alokasi Khusus (DAK)
kehutanan di provinsi atau kabupaten/kota jika tidak ada KPH.
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) | Kebijakan, Implementasi dan Masa Depan
12 13

Jumlah (4) Tahun 2019, 429KPH dan 50 Taman Nasional serta


KPH Luas Wilayah (Ha) Keterangan peningkatan akses masyarakat telah dapat diartikulasikan
Unit
sebagai dukungan kementerian terhadap pembangunan
KPH Model 19 Unit SKPD
nasional. Catatan: angka jumlah KPH yang dibangun dan
• KPHP 80 12.888.863 100 Unit UPTD
dioperasikan tidak sama (429 KPH dan 50 TN atau 629 KPH
• KPHL 40 3.550.855 1 Unit belum ditetapkan
dan 50 TN) ?
Provinsi: 29 KPH (2 SKPD dan 26
KPHP 311 57.427.582 UPTD) Kabupaten/Kota: 91 KPH
Ditjen PHPL memfasilitasi operasionalisasi KPHP. Target 69 KPHP
KPHL 176 24.076.422 (13 SKPD dan 78 UPTD)
pada tahun 2016 tercapai 67 KPHP. Hingga akhir tahun 2017,
jumlah KPH yang sudah terbentuk adalah 183 KPHL dan 341 KPHP;
KPHK (Pusat): 10.191.333 sebanyak 217 unit KPHP dan KPHL dengan luas wilayah 28,65
• Taman Nasional 38 juta ha sudah memiliki organisasi di tingkat tapak, sedangkan
• Cagar Alam/SM 12 pada 312 unit KPHP dan KPHL dengan luas wilayah 70,23 juta ha
Jumlah 657 108.135.005 belum memiliki organisasi tingkat tapak. Sebanyak 39 RPHJP dari
KPHL dan 85 KPHP sudah disahkan, 291 KPHP diantaranya sudah
Sumber: Direktorat Rencana, Penggunaan, dan Pembentukan Wilayah ada Peraturan Gubernur atau Peraturan Bupati.
Pengelolaan Hutan, November 2015

Berdasarkan penilaian berbagai pihak, pembangunan KPHP/KPHL


Memasuki periode Kabinet Kerja, Renstra KLHK 2015-2019 masih menghadapi berbagai kendala, terutama terkait dengan tata
menyebutkan bahwa hingga tahun 2015 hanya 65 unit KPH yang hubungan kerja dengan UPT Kementerian LHK, SDM, mekanisme
dapat dianggap beroperasi. Oleh karena itu target pembangunan pendanaan dan keorganisasian, dukungan kebijakan pusat dan
KPH sampai tahun 2019 adalah 182 Unit KPHL yang beroperasi, daerah terkait dengan kerjasama para pihak dan konsolidasi
347 Unit KPHP yang beroperasi, 50 Taman Nasional, dan 100 KPHK strategis dengan program nasional. Dalam banyak perbincangan
bukan Taman Nasional (TN). Pembangunan KPH secara bertahap orientasi pengelolaan hutan lestari pada skala KPH belum
sebagai berikut: mendapatkan perhatian serius, walaupun ujicoba penilaian VLK
dan PHPL telah dilakukan pada beberapa KPH selama periode
(1) Tahun 2016, setidaknya 229 KPH mulai diintervensi secara 2015-2016.
langsung berdasarkan RPHJP, untuk mendorong produksi
kayu, HHBK, dan jasa lingkungan air; Permen LHK No. 81 Tahun 2016 tentang Kerjasama Penggunaan
(2) Tahun 2017, 229 KPH yang dioperasikan pada tahun 2016 dan Pemanfaatan Kawasan Hutan untuk Mendukung Ketahanan
mulai memberikan gambaran penurunan degradasi hutan, Pangan mendorong beberapa Pemda membiayai penyusunan
peningkatan produksi hutan; dan 100 KPH baru dioperasikan RPHJP karena menjadi persyaratan untuk melakukan kerjasama
dan diberikan intervensi secara langsung; atau kemitraan antara KPH dengan BUMN/BUMD yang akan
(3) Tahun 2018, 329 KPH yang dioperasikan pada tahun mengusahakan tanaman pangan dan atau ternak pada kawasan
2016-2017 dan 50 Taman Nasional mampu memberikan hutan tertentu di wilayah KPH.
sumbangan terhadap penyerapan tenaga kerja, dan
dukungan terhadap akselerasi pembangunan ekonomi
nasional.
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) | Kebijakan, Implementasi dan Masa Depan
14 15

3. Kelembagaan KPH

Berdasarkan PP No. 6 Tahun 2007 jo. PP No. 3 Tahun 2008, KPH


mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut:

(1) Menyelenggarakan pengelolaan hutan yang meliputi (a)


tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan;
(b) pemanfaatan hutan; (c) penggunaan kawasan hutan; (d)
rehabilitasi hutan dan reklamasi; dan (e) perlindungan hutan
dan konservasi alam;
(2) Menjabarkan kebijakan kehutanan nasional, provinsi dan
kabupaten/kota bidang kehutanan untuk diimplementasikan;
(3) Melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan diwilayahnya
mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
pengawasan serta pengendalian;
(4) Melaksanakan pemantauan dan penilaian atas pelaksanaan
kegiatan pengelolaan hutan di wilayahnya;
(5) Membuka peluang investasi guna mendukung tercapainya
tujuan pengelolaan hutan.

KPH diberi kewenangan untuk menyusun rencana pengelolaan


hutan jangka panjang dan rencana pengelolaan hutan jangka evaluasi, dan pengendalian kegiatan; dan (8) partisipasi para pihak.
pendek. Rencana pengelolaan hutan disusun dengan mengacu Struktur organisasi KPH mengacu pada Permendagri No. 61 Tahun
pada (1) rencana kehutanan nasional, provinsi, maupun kabupaten/ 2010 tentang pedoman organisasi dan tata kerja KPHL dan KPHP
kota; dan (2) memperhatikan aspirasi, nilai budaya masyarakat di daerah. Berdasarkan Permendagri tersebut, KPHL dan KPHP
setempat, serta kondisi lingkungan. Rencana pengelolaan hutan merupakan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). KPHL dan
jangka panjang (RPHJP) memuat (1) tujuan yang akan dicapai KPHP Provinsi berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
KPH, (2) kondisi yang dihadapi; dan (3) strategi dan kelayakan Gubernur/Bupati melalui Sekretaris Daerah. Susunan organisasi
pengembangan pengelolaan hutan. Sedangkan rencana KPHL dan KPHP Provinsi/Kabupaten/Kota Tipe A, terdiri atas :
pengelolaan hutan jangka pendek disusun berdasarkan RPHJP.
Rencana pengelolaan hutan jangka pendek memuat (1) tujuan a. Kepala;
pengelolaan hutan lestari dalam skala KPH yang bersangkutan; (2) b. Sub-Bagian Tata Usaha;
evaluasi hasil rencana jangka pendek sebelumnya; (3) target yang c. Seksi paling banyak 2 (dua) seksi; dan
akan dicapai; (4) basis data dan informasi; (5) kegiatan yang akan d. Kelompok jabatan fungsional.
dilaksanakan; (6) status neraca sumber daya hutan; (7) pemantauan
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) | Kebijakan, Implementasi dan Masa Depan
16 17

Pada KPHP dan KPHL Tipe B tidak ada Seksi. Kepala KPHL dan KPH dan Dinas Kehutanan Provinsi berdasarkan Permen LHK No. 74 Tahun 2016
Kepala KPHP Provinsi/Kabupaten/Kota Tipe A adalah jabatan disajikan pada Tabel Lampiran 1. Mengacu pada peraturan baru sejak UU No. 23
struktural eselon III.a, sedangkan KKPH Tipe B eselon IVA. Resort Tahun 2014 KPH di beberapa provinsi sudah atau dalam proses menyesuaikan
KPHL dan KPHP Provinsi/Kabupaten/Kota dipimpin oleh Kepala diri mennjadi UPTD, misalnya di Provinsi Nusa Tenggara Barat, Provinsi Maluku
Resort KPHL dan KPHP yang berada di bawah dan bertanggung Utara (10 KPH), Provinsi Papua Barat.
jawab kepada Kepala KPHL dan KPHP. Organisasi KPHP dan
KPHL ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah tingkat Provinsi
atau Kabupaten/Kota dan bertanggungjawab langsung kepada
Gubernur atau Bupati/Walikota.
Mengacu pada UU No. 23 Tahun 2014 dan PP No. 18 Tahun 2016
Kementerian LHK telah menetapkan Permen No. 74 Tahun 2016
tentang Pedoman Nomenklatur Perangkat Daerah Provinsi dan
Kabupaten/Kota yang melaksanakan Urusan Pemerintahan Bidang
Lingkungan Hidup dan Urusan Pemerintahan Bidang Kehutanan,
sementara Kementerian Dalam Negeri telah menetapkan
Permendagri No. 12 Tahun 2017 tentang Pedoman Pembentukan
dan Klasifikasi Cabang Dinas dan Unit Pelaksana Teknis Daerah.
Permendagri tersebut tidak menyebutkan secara eksplisit tentang
KPH, tetapi membuka peluang pembentukan UPTD provinsi yang
bergerak di bidang kehutanan. Cabang Dinas Kehutanan (CDK)
yang disebutkan secara eksplisit dalam Permendagri tersebut
adalah CDK Provinsi yang mengurusi hutan yang berada di luar
kawasan hutan.2 Sedangkan Permen LHK No. 74 Tahun 2016
menyebutkan secara eksplisit UPTD KPH dengan tugas dan
fungsinya. Dengan demikian kedua Permen tersebut mendudukan
KPH sebagai UPTD provinsi.

UPTD KPH adalah organisasi yang melaksanakan kegiatan Tabel 1. Pengurusan dan Pengelolaan Hutan
teknis operasional dan/atau kegiatan teknis penunjang tertentu
pada Dinas Kehutanan Provinsi. Pembagian tugas dan fungsi UPTD

2 Pengertian kawasan hutan dalam Permendagri No. 12 tahun 2017 ini perlu diklarifikasi,
apakah yang dimaksud adalah kawasan hutan negara. Jika memperhatikan kriteria yang
digunakan adalah luas kawasan lindung, lahan kritis dan areal hutan rakyat, kemungk-
inan CDK provinsi difokuskan hanya mengurusi hutan di luar kawasan hutan negara. CDK
provinsi yang dimaksud dalam Permendagri ini sama dengan CDK provinsi yang dimaksud
dalam Permen LHK No. 74 Tahun 2016 yang lebih eksplisit menyebutkan wilayah kerjanya
di luar kawasan hutan negara.
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) | Kebijakan, Implementasi dan Masa Depan
18 19

4. Sumberdaya Manusia KPH

Sumberdaya Manusia (SDM) KPH harus memenuhi kompetensi


yang disyaratkan. Kementerian Kehutanan menyelenggarakan
pendidikan dan pelatihan bagi pegawai KPHL dan KPHP. Sertifikasi
kompetensi jabatan struktural, fungsional dan Kepala Resort
KPHL dan KPHP dilakukan melalui uji kompetensi oleh Lembaga
Sertifikasi Profesi di bidang kehutanan (LSPH). Uji kompetensi
dilaksanakan dengan mengacu pada Standar Kompetensi Kerja
Nasional Indonesia (SKKNI) SDM Pengelola KPH. Setyarso dan
Djajono (2014) menyatakan bahwa saat ini secara umum KPHP dan
KPHL yang sudah beroperasi mempunyai SDM yang masih terbatas
baik jumlah maupun kualifikasinya.

Walaupun ada beberapa KPH yang jumlah SDMnya memadai,


namun sebagian besar SDM tersebut mempunyai kompetensi
yang masih minim. Sebagai contoh, KPHP Yogyakarta yang sudah
memiliki jumlah SDM yang memadai yaitu 190 orang selain Kepala
KPH; KPHL Batu Tegi Lampung memiliki 25 SDM yang memadai
meskipun masih di bawah jumlah SDM ideal sebanyak 34 orang;
KPH Bukit Punggur di Kabupaten Way Kanan Lampung memiliki
11 orang staf (kualifikasinya 9 orang SMA dan 2 orang S1) dari 25
orang yang dibutuhkan.

Selain ketersediaan SDM profesional yang terbatas, KPH juga


menghadapi tantangan politik Kepala Daerah. Beberapa KKPH
dipilih langsung oleh Bupati atau Kepala Daerah tidak disertai
dengan fit and proper test. Campur tangan Kepala Daerah dalam
penentuan KKPH semakin memperberat masalah keterbatasan
SDM profesional untuk menjalankan roda manajemen KPH.
Permenhut P.42 Tahun 2011 tentang standar kompetensi bidang
teknis kehutanan pada KPHL dan KPHP belum diperhatikan oleh
Pemda.
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) | Kebijakan, Implementasi dan Masa Depan
20 21

Proses mutasi SDM dari unit kerja kehutanan di pemda kabupaten


ke provinsi belum berlangsung dengan baik, sehingga SDM yang
sudah pindah dari pemda kabupaten ke pemda provinsi belum
menjalankan perannya sebagaimana yang dibutuhkan. Peraturan
Kepala Badan Kepegawaian Negara No. 2 Tahun 2016 mengatur
bahwa pelaksanaan pengalihan Pegawai Negeri Sipil (PNS) daerah
kabupaten/kota yang melaksanakan urusan pemerintahan bidang
kehutanan selain yang melaksanakan Pengelolaan Taman Hutan
Raya (Tahura) kabupaten/kota menjadi PNS daerah provinsi
dan ditempatkan pada unit kerja yang melaksanakan urusan
pemerintahan bidang kehutanan provinsi terhitung mulai tanggal
1 Oktober 2016. PNS yang dimaksud adalah PNS yang menduduki
jabatan fungsional Penyuluh Kehutanan, fungsional Polisi
Kehutanan, fungsional Pengendali Ekosistem Hutan; PNS yang telah
mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan fungsional Penyuluh
Kehutanan, Polisi Kehutanan, dan Pengendali Ekosistem Hutan dan
berada pada unit kerja yang melaksanakan urusan pemerintahan
bidang kehutanan; dan PNS yang menduduki jabatan:
Administrator, Pengawas, dan Pelaksana, yang melaksanakan
urusan pemerintahan bidang kehutanan pada unit kerja/dinas
yang melaksanakan urusan kehutanan, KPH, atau badan yang
menyelenggarakan urusan penyuluhan kehutanan.

Selama ini KPH memperoleh dukungan SDM dari BP2SDM KLHK


melalui program Bakti Rimbawan dan Mahasiswa Magang. Sejak
tahun 2014 BP2SDM menyelenggarakan program Bakti Rimbawan
(awalnya disebut Bakti Sarjana Kehutanan, BASARHUT) dengan
jumlah sekitar 800 peserta setiap tahun. Dalam suatu forum
lokakarya maupun komunikasi pribadi para KKPH mengapresiasi
program tersebut, merasa sangat terbantu dan berharap program
tersebut dapat dilanjutkan. Program Bakti Rimbawan perlu lebih
diefektifkan pelaksanaannya, para peserta harus sungguh-sungguh
dapat melakukan tugas-tugas membangun KPH.
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) | Kebijakan, Implementasi dan Masa Depan
22 23

lembaga internasional. Sebagai contoh, KPHP Model Tasik Besar


5. Pendanaan KPH Serkap (TBS) di Riau, memperoleh dana bantuan dari Pemerintah
Korea untuk penyiapan operasionalisasinya selama tiga tahun
2012-2014 sebagai kerjasama antara the Korea Forest Service
dan Kementerian Kehutanan Indonesia tentang Penguatan
Permendagri No. 6 Tahun 2010 menyebutkan bahwa pembiayaan
dan Penyempurnaan Kapasitas KPH Tasik Besar Serkap untuk
untuk mendukung kegiatan KPHL dan KPHP Provinsi, Kabupaten/
pengurangan emisi akibat deforestasi dan degradasi hutan,
Kota dibebankan kepada APBD dan sumber dana lain yang
konservasi, pengelolaan hutan lestari, dan peningkatan cadangan
sah. Namun demikian sebagaimana disampaikan oleh Setyarso
karbon (REDD+).
dan Djajono (2014) bahwa selama ini masih banyak KPH
(khususnya KPHP/L) yang mengalami masalah pengadaan dana
Di beberapa provinsi sedang ada proses pembahasan untuk
operasionalnya karena sebagian besar KPH masih tergantung
menjadikan KPH sebagai suatu institusi yang menerapkan Pola
pada dana APBN, sedangkan Dinas Kehutanan atau Pemda
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD).
Kabupaten atau Provinsi belum mampu menyediakan dana yang
Menurut Nugroho (2014) pola pengelolaan keuangan Badan
mencukupi untuk mendukung implementasi program KPH. Pemda
Layanan Umum (PPK-BLU) untuk organisasi yang dikelola oleh
yang mempunyai kontribusi penganggaran (sharing cost) yang
Pemerintah Pusat seperti KPHK dan pola pengelolaan keuangan
memadai dalam mengembangkan KPH masih minim. Dalam kasus
Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD) untuk organisasi
lain, pemda lebih memprioritaskan alokasi dana untuk keperluan
yang dikelola oleh Pemerintah Daerah seperti KPHP dan KPHL
Pilkada. Menurut Setyarso dan Djajono (2014) KPHP juga tidak
dapat dimanfaatkan untuk mencapai fleksibilitas pengelolaan
mungkin mendapat bantuan atau sharing pendanaan dari UPT
keuangan. KPH juga dapat memperoleh penghasilan sendiri
BPDAS karena BPDAS “hanya” memiliki tupoksi untuk bekerja
tanpa menerapkan PPK- BLU/PPK-BLUD, seperti KPH DIY yang
pada kawasan hutan lindung. Padahal konvergensi kegiatan
memperoleh penghasilan sendiri dari retribusi daerah. Namun
secara vertikal maupun horisontal dalam wilayah KPH seharusnya
keluwesan pengelolaan keuangan seperti pada PPK- BLU/PPKBLUD
dimungkinkan guna mengefektifkan dan mengefisienkan
tidak diperoleh dalam mekanisme retribusi. Sementara itu, untuk
pembiayaan. Sayangnya koordinasi yang baik belum terbangun.
KPHK terdapat mekanisme PNBP seperti diatur dalam PP No. 12
Tahun 2014.
Dalam situasi keterbatasan anggaran dari pemerintah pusat
dan pemda, beberapa KPH memperoleh dukungan dana dari
Perkembangan terakhir beberapa Pemerintah Provinsi telah
memasukkan anggaran untuk KPH dalam APBD. Sebagai contoh
dalam APBD Provinsi NTB tahun 2018 dialokasikan untuk tenaga
kontrak pengamanan hutan sekitar 6 (enam) miliyar rupiah dengan
honor sesuai UMP Rp 1,825 jt/ bln, dan dana perjalanan patroli
hutan sekitar Rp 250 jt tiap KPH (Kepala Dinas Kehutanan NTB).
Demikian juga di Sulawesi Barat, operasionalisasi KPH menuju KPH
mandiri sudah dimasukkan dalam RPJMD Provinsi dan Renstra
Dinas Kehutanan. Honor tenaga pengamanan hutan dianggarkan
dalam APBD 2018 dan sudah disetujui DPRD Provinsi (Kepala Dinas
Kehutanan Sulbar).
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) | Kebijakan, Implementasi dan Masa Depan
24 25

6. KPH dan Pemegang Ijin Usaha Kehutanan

Seluruh kawasan hutan terbagi dalam KPH. Sebagaimana


dijelaskan dalam bagian sebelum ini bahwa KPH sebagai pelaksana
pengelolaan hutan di tingkat tapak memiliki dua sisi, yaitu
sebagai pelayan publik dan sebagai pelaku usaha atau bisnis. Di
wilayah KPH terdiri dari beberapa pemegang izin, baik skala besar
(IUPHHK-HA dan IUPHHK-HT) maupun yang skala kecil (HKm, HTR,
Hutan Desa), serta IUP (Pertambangan batubara, dengan wilayah
sebagian menggunakan sistem pinjam pakai kawasan hutan). KPH
melakukan pelayanan publik, melakukan pembinaan, pengawasan
atau pengendalian, pemberdayaan masyarakat terhadap
pemegang ijin atau pelaku usaha yang areal hutannya berada
dalam wilayah KPH yang bersangkutan.

Sedangkan sebagai pelaku usaha, KPH bekerja pada wilayah


tertentu. Apa yang dimaksud dengan wilayah tertentu adalah
wilayah hutan yang situasi dan kondisinya belum menarik bagi
pihak ketiga untuk mengembangkan pemanfaatannya berada di
luar areal ijin pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan (PP
No. 6 Tahun 2007 jo PP 3 Tahun 2008 dan Permenhut No. P.47/
MENHUT-II/2013). KPH dapat melakukan pemanfaatan kawasan
hutan, jasa lingkungan, hasil hutan kayu dan bukan kayu serta
pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu untuk kepentingan
komersial maupun non komersial. Semua pemanfaatan hutan Kiprah KPH sebagai praktisi bisnis dapat dipandang sebagai
tersebut tertuang dalam Rencana Pengelolaan Hutan yang laboratorium atau demonstration plot bagi praktisi bisnis yang lain
diusulkan oleh KKPH dan disahkan oleh Menteri Kehutanan baik BUMS maupun masyarakat tentang bagaimana rimbawan
sekaligus sebagai usulan pelimpahan kewenangan dalam profesional melakukan praktik pengelolaan hutan di tingkat
melakukan pemanfaatan hutan di wilayah tertentu termasuk tapak. Prestasinya sebagai praktisi profesional meningkatkan
melakukan penjualan tegakan. Sebagai praktisi bisnis KPH dapat kepercayaan diri dan menguatkan perannya sebagai pelayan
mengembangkan kerjasama atau kemitraan dengan praktisi publik, pembina, pengawas atau pengendali bagi pemegang ijin
bisnis lainnya: masyarakat setempat, BUMN/D/S, Koperasi, UMKM atau pelaku bisnis lainnya. Meskipun berperan ganda, sebagai
(Permenhut No. P.47 Tahun 2013). rimbawan dan organisasi profesional dapat menghindari conflict of
interest.
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) | Kebijakan, Implementasi dan Masa Depan
26 27

7. Sinergi KPH dan Perhutanan Sosial

KPH dapat mengoperasionalkan program PS lebih efektif dan


efisien. Sinergi KPH dan PS merealisasikan pembangunan
masyarakat dari pinggiran (desa hutan) dan pemerintah hadir di
tingkat tapak. KPH adalah unit kerja yang mengenal dari sangat
dekat kondisi biofisik hutan, kondisi sosial budaya masyarakatnya,
potensi dan persoalannya termasuk konflik atas hutannya, sejarah
penguasaan lahan, siapa yang menguasai lahan dalam arti
realitas menduduki, menggarap, mengusahakan lahan; struktur
penguasaan lahan hutan.

Peran KPH penting untuk lebih diinklusifkan kedalam kerangka


tata kerja PS yang berjalan hingga saat ini untuk meningkatkan
efektivitas dan percepatan program PS ke depan. Efektivitas
program PS ditunjukkan oleh ketepatan subyek (pelaku PS)
dan obyek (kawasan hutan), dan keadilan antar pelaku. Bahkan
kewenangan KPH perlu lebih diperbesar hingga seluruh proses
pemberian izin PS selesai di KPH; pendampingan masyarakat diusulkan oleh masyarakat desa atau pemerintah desa kepada
lanjutan untuk pengelolaan PS dan pengembangan bisnisnya yang KPH untuk PS adalah kawasan hutan yang masuk kedalam wilayah
berbasis hasil hutan (kayu, bukan kayu, jasa lingkungan) dijalankan administrasi desa (wilayah pangkuan atau wewengkon atau
oleh KPH. pertuanan). Jika terdapat sengketa lahan hutan, KPH berperan aktif
untuk melakukan resolusi konflik.
Dalam tahap proses perizinan, KPH mengidentifikasi
penguasaan lahan hutan di tingkat tapak, mengidentifikasi BPS (2015) menyebutkan bahwa pada tahun 2014 jumlah
kelompok masyarakat yang akan menjadi pelaku program rumahtangga desa hutan sekitar 8,6 juta dengan jumlah desa
PS, mengidentifikasi lahan yang akan dialokasikan untuk PS, sekitar 21.000. Jika rata-rata per desa dialokasikan areal PS 1000
dan memfasilitasi penguatan kelembagaan masyarakat. PIAPS ha, maka total luas kawasan hutan untu k PS 21 juta ha (hampir
dapat digunakan oleh KPH sebagai acuan. Kawasan hutan yang dua kali lipat target 12,7 jta hektar). Areal hutan 1000 ha itu
dialokasikan untuk PS merupakan hasil identifikasi luas dan dapat dikelola semuanya sebagai HD atau semuanya HKm. Jika
batas kawasan hutan bersama-sama masyarakat desa yang akan rata-ra ta 2 ha per rumahtangga, maka memerlukan kawasan
menerimanya. hutan 17 juta hektar. A pakah pengelolaannya dengan HD, HKm,
HTR atau kemitraan sepenuhnya di putuskan dan disepakati di
Batas areal hutan yang diusulkan dapat menggunakan batas tingkat masyarakat desa masing-masing melalui musyawarah dan
administratif desa. Dengan kata lain kawasan hutan negara yang konsensus pemerintah desa, BPD, dan masyarakat desa.
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) | Kebijakan, Implementasi dan Masa Depan
28 29

Dengan langkah ini alokasi areal pencadangan PS segera dapat


direalis asikan, segera dapat dipegang oleh masyarakat desa,
sehingga mengurangi peluang okupasi lahan hutan secara illegal
oleh orang-orang di luar masyarak at desa. Dalam banyak kasus,
lahan-lahan hutan yang ditinggalkan oleh perus ahaan kehutanan
(HPH atau pemegang IUPHHK), atau perusahaan tidak aktif, segera
diokupasi secara illegal. Meskipun ada kemungkinan areal hutan
yan g sudah diserahkan kepada masyarakat tidak segera dikelola,
namun setidak nya sudah ada yang memegang hak atas kawasan
hutan tersebut dan menga mankannya dari tindakan okupasi
kawasan hutan secara illegal.
KPH melakukan pembinaan teknis, kelembagaan dan manajemen
bisnis. Pendampingan masyarakat membutuhkan waktu, komitmen
para pihak de ngan kompetensi dan perannya, dan pendanaan.
KPH dapat meminta bantua n kepada perguruan tinggi/
universitas setempat, LSM, atau pelaku bisnis dal am pembinaan
masyarakat tersebut, termasuk memfasilitasi kerjasama mas
yarakat dengan pelaku bisnis. Pembinaan teknis kegiatan ekonomi Gambar 2. Interaksi hutan lestari dan masyarakat sejahtera
produktif berbasis sumberdaya hutan (kayu, bukan kayu, dan jasa
lingkungan) dalam k erangka pengelolaan hutan maupun kegiatan
Peran KPH dalam kerangka kerja PS adalah memastikan partisipasi
ekonomi produktif di luar kehut anan perlu segera dilakukan untuk
masyarakat dalam pengelolaan hutan lestari melalui pelayanan
membangkitkan pendapatan masyarakat desa dan KPH.
yang sebaik mungkin di tingkat tapak oleh KPH dengan prinsip
inklusif dan kepastian hak, menjaga KPH tetap berorientasi pada
KPH dapat membantu penguatan kelembagaan masyarakat desa,
kesejahteraan masyarakat; dan tetap menyinergikan dengan UPT
misalnya BUMDes (Badan Usaha Milik Desa), peraturan desa
pusat dan para pihak. Kesejahteraan masyarakat dicapai melalui
atau aturan-aturan adat untuk pengelolaan hutan. Kelembagaan
pengelolaan hutan lestari, dan sebaliknya pengelolaan hutan
masyarakat desa diperkuat untuk mewujudkan keadilan distribusi
lestari melalui partisipasi masyarakat. Pemerintah pusat (KLHK)
tanggung jawab dan manfaat atas sumberdaya hutan dan
memantau, mengendalikan dan mengevaluasi program PS dengan
kelestarian hutan. KPH juga dapat membantu pengua tan kapasitas
berpegang pada RPHJP, karena program PS menjadi bagian dari
manajemen bisnis masyarakat. Selain melakukan pendampingan
keseluruhan program KPH yang diintegrasikan dalam RPHJP.
terhadap para pelaku PS yang telah d efinitif izinnya, KPH juga
dapat membangun kemitraan bersama masyarakat atau PS
skema kemitraan pada kawasan hutan yang belum diberikan izin
pemanfaatannya kepada pihak lain, sebagaimana dijelaskan dalam
Permen LH K No. 49 Tahun 2017. Permen tersebut diharmonisasikan
dengan Permen LH K No. 83 Tahun 2016.
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) | Kebijakan, Implementasi dan Masa Depan
30 31

dan daerah (provinsi) untuk mendukung KPH. Regulasi tentang


8. Rekomendasi tata hubungan KPH dengan instansi lain di Pusat dan Daerah,
tata hubungan KPH dengan pemegang izin yang ada di wilayah
KPH, pengaturan bagi hasil dari sumberdaya hutan yang dikelola
langsung oleh KPH maupun kemitraan.

KPH membangun jejaring. Kapasitas KPH sangat menentukan


keberhasilan pengelolaan hutan di tingkat tapak. KPH perlu
membangun jejaring dengan unit-unit kerja lain di pemerintahan
maupun dengan LSM, akademisi dan lembaga bisnis (BUMN/
BUMS). Di tingkat desa, KPH perlu membangun kerjasama
dengan pemerintah desa (atau nama lainnya: nagari, negeri) dan
Badan Permusyawaratan Desa (BPD). KPH dapat menjadi motor
penggerak sinergitas dinas-dinas dan badan-badan PEMDA yang
terkait (Dinas kehutanan, pertanian, industri, pariwisata, pekerjaan
umum) untuk membangun desa hutan. KPH menjadi penggerak
atau yang memobilisir sumberdaya yang tersedia di daerahnya,
bahkan dapat menjalin kerjasama atau membangun jejaring
dengan para pihak yang lebih luas. Kementerian LHK mendukung
peran KPH dalam pembinaan masyarakat, dalam bentuk dukungan
anggaran, kebijakan/regulasi, koordinasi dan sinergi di level
kementerian/lembaga negara, lembaga donor, ilmu pengetahuan,
jejaring nasional dan internasional, monitoring dan evaluasi
Ke depan KPH masih akan menghadapi tantangan-tantangan kenerja. Demikian pula pemerintah provinsi mendukung anggaran
keterbatasan SDM profesional di tingkat lapangan secara kualitas (APBD), pembinaan SDM, regulasi daerah, koordinasi dan sinergi
dan kuantitas; keterbatasan anggaran; dukungan Pemerintah dinas-dinas dan badan-badan di level provinsi dan kabupaten.
Provinsi yang masih lemah. Dukungan dari berbagai pihak di
lintas kementerian, pemda, dan lembaga-lembaga donor sangat Konflik atau sengketa atas hutan di wilayah KPH harus
dibutuhkan. Sekretariat Nasional Pembangunan KPH perlu segera ditangani untuk menjamin kepastian hak atas PS. BPS
diperkuat kembali perannya untuk menggerakan dukungan para (2014) mencatat terdapat sekitar 700 ribu rumahtangga yang
pihak di tingkat nasional maupun daerah. menggunakan kawasan hutan secara tidak legal. Selain membuka
akses masyarakat terhadap kawasan hutan, program PS perlu
Penguatan regulasi untuk percepatan pembentukan dan dibarengi dengan peningkatan pengetahuan masyarakat tentang
operasionalisasi KPH masih harus dilakukan. KPH sebagai UPTD batas-batas kawasan hutan. BPS (2015) melaporkan bahwa 35,2 %
perlu diberi keleluasaan untuk bergerak, berinovasi supaya rumahtangga desa hutan belum mengetahui keberadaan kawasan
profesionalisme sebagai pengelola kawasan hutan di tingkat hutan. Diantara mereka yang mengetahui keberadaan kawasan
tapak dapat sungguh dapat dipraktikan. Regulasi yang diperlukan hutan hanya 75 % yang mengetahui ada tanda batas kawasan
adalah regulasi yang dapat menggerakan peran pemerintah pusat hutan.
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) | Kebijakan, Implementasi dan Masa Depan
32 33

KPH mempunyai peran yang sangat besar untuk pengembangan penguasaan lahan hutan membutuhkan keterampilan resolusi
PS. Kelembagaan HKm, HD, dan HTR yang kuat diperlukan konflik.
untuk dapat menjalankan aturan-aturan pengelolaan hutan
baik teknis kehutanan, membangun jejaring sosial ekonomi, Komitmen Kementerian LHK untuk percepatan PS telah ditunjukkan
maupun mengembangkan produk dan pemasarannya; memiliki dengan kebijakan menteri dan dirjen, kerjasama-kerjasama yang
posisi tawar yang kuat dalam berkolaborasi dengan pihak luar, dibangun baik dengan kementerian lain maupun para pihak non-
menjamin distribusi manfaat yang adil di antara warga masyarakat. pemerintah, dan alokasi anggaran. Dukungan dari kementerian
Penguatan dan pengembangan kapasitas masyarakat pengelola PS terkait, antara lain Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi;
harus dilakukan oleh KPH. Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Peridustrian. Bahkan
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian telah mengeluarkan
Efektivitas dan percepatan implementasi PS membutuhkan Surat Keputusan No. 73 Tahun 2017 tentang Tim Reforma
dukungan organisasi pemerintah di tingkat daerah dan tapak. Agraria pada tanggal 4 Mei 2017. Kebijakan tersebut dapat
Menggantungkan implementasi PS kepada jumlah UPT bidang memberikan arahan koordinasi dan sinergitas antar kementerian
PS yang terbatas akan mengalami hambatan. Peran pemerintah khususnya dalam menangani PS dan reformasi agraria. Gerakan
daerah sangat penting. Kemauan politik dan dukungan finansial setingkat Menteri Koordinator mungkin belum cukup kuat untuk
dari pemda, kapasitas SDM bidang teknis dan sosial ekonomi, mempercepat implementasi program PS mencapai target 12,7
maupun infrastruktur dibawah kewenangan dan kekuasaan juta hektar pada tahun 2019. Oleh karena itu perlu dorongan lebih
pemda harus diperkuat. Dinas-dinas di lingkungan PEMDA harus kuat, yaitu instruksi presiden dengan menggerakan organisasi non
melakukan sinkronisasi program pembangunan masyarakat kementerian setingkat kementerian, semacam Badan Koordinasi
pedesaan di mana program PS dapat menjadi sentralnya. KPH yang dapat menggerakan kementerian-kementerian sekaligus
sebagai organisasi pemerintah di tingkat tapak memegang peran menggerakan pemda.
yang strategis untuk implementasi program PS lebih efektif dan
cepat. Oleh karena itu, KPH harus diberi peran lebih besar, bahkan
kewenangan KPH perlu lebih diperbesar hingga seluruh proses
pemberian izin PS selesai di KPH, dan pendampingan masyarakat
lanjutan untuk pengelolaan PS dan pengembangan bisnisnya yang
berbasis hasil hutan (kayu, bukan kayu, jasa lingkungan) dijalankan
oleh KPH. Penguatan kelembagaan KPH seharusnya dilakukan
bersama oleh pemerintah daerah dengan dukung kuat oleh KLHK.

PS harus tepat sasaran dan sesuai dengan tujuan kebijakan yaitu


mewujudkan pengelolaan hutan lestari, meningkatkan keadilan
manfaat atas sumberdaya hutan, dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat lokal, masyarakat desa hutan. Program PS harus
dapat menjadi pintu masuk penataan distribusi manfaat atas
hutan. Okupasi masyarakat atas lahan hutan negara yang selama
ini terjadi harus dapat ditata sehingga tidak terjadi ketimpangan
penguasaan lahan hutan negara. Proses penataan distribusi
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) | Kebijakan, Implementasi dan Masa Depan
34 35

PUSTAKA
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) | Kebijakan, Implementasi dan Masa Depan
36 37

Departemen Kehutanan. 2002. Informasi Umum Kehutanan 2002. munity Forest Management. RECOFTC – The Center for People and Forests,
Jakarta. Bangkok, Thailand.

Direktorat Rencana, Penggunaan, dan Pembentukan Wilayah Nugroho B. 2014. Menuju KPH Mandiri: Apa yang Harus Dilakukan? Dalam Set-
Pengelolaan Hutan KLHK. 2015. Data dan informasi Kesatuan yarso A., Djajono A., Nugroho B., Wulandari Ch., Suwarno E., Kartodihardjo H.
Pengelolaan Hutan (KPH) Tahun 2014. Sardjono M.A. Strategi Pengembangan KPH dan Perubahan Struktur Kehutan-
an Indonesia. Direktorat Wilayah Pengelolaan dan Penyiapan Areal Peman-
Djajono A. dan Sugiharto. 2016. Pembangunan Kesatuan Pengelo- faatan Kawasan Hutan FORCLIME – GIZ. Jakarta.
laan Hutan. Direktorat Rencana Penggunaan dan Pembentukan
Wilayah Pengelolaan Hutan dan GIZ- FORCLIME. Jakarta Pulhin J.M., Inoue M., and Enters Th. 2007. Three decades of community- based
forest management in the Philippines: Emerging lessons for sustainable and
Do A.T., Nguyen B.N., Vo D.T. and Le T.A. 2011. Enabling Diverse equitable forest management. International Forestry Review 9(4): 865–883.
Governance Structures for Community Forest Management.
Pulhin J.M. and Inoue M. 2008. Dynamics of Devolution Process in the Manage-
Kartodihardjo H., Nugroho B., Putro H.R. 2011. Pembangunan Kesat- ment of the Philippine Forests. International Journal of Social Forestry 1(1):
uan Pengelolaan Hutan (KPH): Konsep, Peraturan Perundan- 1–26.
gan dan Implementasi. Direktorat Wilayah Pengelolaan dan
Penyiapan Areal Pemanfaatan Kawasan Hutan FORCLIME – GIZ. Sardjono M.A. dan Wulandari Ch. 2014. Kemitraan KPH dan Masyarakat. Dalam
Jakarta. Setyarso A., Djajono A., Nugroho B., Wulandari Ch., Suwarno E., Kartodihard-
jo H. Sardjono M.A. Strategi Pengembangan KPH dan Perubahan Struktur
Kartodihardjo H., Sardjono M.A. dan Wulandari Ch. 2014. Pengaru- Kehutanan Indonesia. Direktorat Wilayah Pengelolaan dan Penyiapan Areal
sutamaan Pengurusan Hutan di Daerah. Dalam Setyarso A., Pemanfaatan Kawasan Hutan FORCLIME – GIZ. Jakarta.
Djajono A., Nugroho B., Wulandari Ch., Suwarno E., Kartodihardjo
H. Sardjono M.A. Strategi Pengembangan KPH dan Perubahan Setyarso A., Djajono A., Nugroho B., Wulandari Ch., Suwarno E., Kartodihardjo
Struktur Kehutanan Indonesia. Direktorat Wilayah Pengelolaan H. Sardjono M.A. 2014. Strategi Pengembangan KPH dan Perubahan Struktur
dan Penyiapan Areal Pemanfaatan Kawasan Hutan FORCLIME – Kehutanan Indonesia. Direktorat Wilayah Pengelolaan dan Penyiapan Areal
GIZ. Jakarta. Pemanfaatan Kawasan Hutan FORCLIME – GIZ. Jakarta.

Kementerian Kehutanan. 2010. Rencana Strategis Kementerian Setyarso A. dan Djajono A. 2014. Pembelajaran dari Pembentukan dan Opera-
Kehutanan Tahun 2010-2014. Jakarta. sionalisasi KPH. Dalam Setyarso A., Djajono A., Nugroho B., Wulandari Ch.,
Suwarno E., Kartodihardjo H. Sardjono M.A. Strategi Pengembangan KPH dan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2015. Rencana Perubahan Struktur Kehutanan Indonesia. Direktorat Wilayah Pengelolaan
Strategis Tahun 2015-2019 Kementerian Lingkungan Hidup dan dan Penyiapan Areal Pemanfaatan Kawasan Hutan FORCLIME – GIZ. Jakarta.
Kehutanan. Jakarta.

Nguyen T.Q. and Sikor T. 2011. Forest Land Allocation: An Overview


of Policy Framework and Outcomes. In Sikor T. and Nguyen T.Q.
Realizing Forest Rights in Vietnam: Addressing Issues in Com-
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) | Kebijakan, Implementasi dan Masa Depan
38 39

LAMPIRAN
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) | Kebijakan, Implementasi dan Masa Depan
40 41

Tugas, Seksi Pemanfaatan & Penggunaan 5) Menyiapkan bahan dalam rangka

Fungsi dan DINAS KEHUTANAN*) UPTD KPH**) Kawasan Hutan: pengawasan dan pengendalian

Output a) Menyiapkan bahan dalam rangka penatausaahan hasil hutan, iuran


penilaian dan evaluasi perizinan kehutanan dan peredaran hasil
Tugas Bidang Perencanaan & Pemanfaatan Melaksanakan kegiatan operasional usaha pemanfaatan kawasan, jasa hutan di wilayah KPH;
Hutan dan/atau kegiatan teknis penunjang lingkungan kecuali pemanfaatan 6) Menyiapkan bahan dalam rangka
Seksi Perencanaan & Tata Hutan: Dinas di bidang pengelolaan hutan penyimpan selain karbon, pengembangan dan pengelolaan
a) Menyiapkan bahan dalam rangka dalam wilayah kerja KPH yang telah pemanfaatan hasil hutan bukan sistem informasi dan perpetaan
koordinasi dan bimbingan ditetapkan Seksi Perencanaan & kayu, pemungutan hasil hutan dalam pengelolaan hutan di KPH;
teknis dan evaluasi terhadap Pemanfaatan Hutan kayu, pemungutan hasil hutan dan
penatagunaan hutan, dan 1) Menyiapkan bahan dalam rangka bukan kayu pada Hutan Produksi di 7) Pengembangan investasi, kerja
penyusunan dan pelaksanaan pelaksanaan, pemeliharaan, wilayah Provinsi; sama, dan kemitraan dalam
rencana pengelolaan hutan yang monitoring dan evaluasi kegiatan b) Menyiapkan bahan dalam rangka pengelolaan hutan, pengolahan
dilaksanakan oleh KPHP dan/atau tata hutan KPH meliputi: pemberian pertimbangan teknis dan pemasaran hasil hutan di
KPHL dalam 1 (satu) Provinsi; inventarisasi hutan, pembagian izin dan perpanjangan izin usaha wilayah KPH.
b) Menyiapkan bahan dalam rangka blok, dan petak, tata batas wilayah, pemanfaatan hasi hutan kayu pada
pengembangan promosi, investasi, dan pemetaan wilayah kerja; Hutan Produksi di wilayah Provinsi; Seksi Perlindungan, KSDAE &
kerja sama dan kemitraan, 2) Menyiapkan bahan dalam rangka dan Pemberdayaan Masyarakat
kelembagaan KPH dan sistem pelaksanaan penyusunan Rencana c) Menyiapkan bahan dalam rangka
informasi tata hutan KPHP dan/ Pengelolaan Hutan Jangka pemberian teknis penyusunan 1) Menyiapkan bahan dalam
atau KPHL dalam 1 (satu) Provinsi; Panjang dan penetapan Rencana dan penetapan rencana kerja pelaksanaan perlindungan hutan,
c) Menyiapkan bahan dalam rangka Pengelolaan Hutan Jangka Pendek usaha pemanfaatan hutan, izin pengamanan hutan, penegakan
penyusunan rencana kehutanan pada KPH; pemanfaatan kayu (IPK), dan izin hukum, pemberian advokasi,
tingkat provinsi dan neraca sumber 3) Menyiapkan bahan dalam rangka koridor di wilayah Provinsi. konsultasi dan bantuan hukum
daya hutan provinsi; dan pelaksanaan, pengawasan dan bidang kehutanan, pelatihan
d) Menyiapkan bahan dalam rangka pengendalian pemanfaatan dan Seksi Pengolahan, Pemasaran, & PNBP: perlindungan/pengamanan
pemberian perubahan status dan penggunaan kawasan hutan di a) Menyiapkan bahan dalam rangka hutan, pembentukan forum, dan
fungsi hutan, perubahan status dari wilayah KPH; penilaian dan evaluasi perizinan pengembangan sistem informasi
lahan menjadi kawasan hutan, dan 4) Menyiapkan bahan dalam rangka industri primer hasil hutan kayu perlindungan/ pengamanan hutan
pengunaan serta tukar menukar pengawasan dan pengendalian dengan kapasitas produksi < 6000 di wilayah unit KPH;
kawasan hutan di wilayah Provinsi. penilaian dan pelaksanaan m³/tahun, dan perizinan industri
penggunaan kawasan hutan dan/ primer hasil hutan bukan kayu di
atau tukar menukar kawasan hutan wilayah Provinsi;
di wilayah KPH;
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) | Kebijakan, Implementasi dan Masa Depan
42 43

b) Menyiapkan bahan dalam 2) Menyiapkan bahan dalam


Bidang Perlindungan dan KSDAE
rangka pengendalian dan pelaksanaan pengendalian
Seksi Pengendalian Kerusakan dan
pengawasan sumber bahan baku, kebakaran hutan dan lahan,
Pengamanan Hutan:
penatausahaan dan peredaran pelatihan, pendidikan, sosialiasi,
a) Menyiapkan bahan dalam
pengolahan hasil hutan kayu dari penyuluhan, pembentukan forum
koordinasi dan pelaksanaan
industri primer hasil hutan kayu kolaboratif, dan pengembangan
pencegahan, pengendalian dan
dan hasil hutan bukan kayu di sistem informasi pengendalian
penanganan pasca kebakaran
wilayah Provinsi; kebakaran hutan dan lahan di
hutan dan lahan di wilayah
c) Menyiapkan bahan dalam rangka wilayah unit KPH;
Provinsi;
pengawasan dan pengendalian 3) Menyiapkan bahan dalam rangka
b) Menyiapkan bahan dalam
penatausahaan hasil hutan, iuran pelaksanaan konservasi sumber
pelaksanaan pelatihan, pendidikan,
kehutanan, peredaran hasil hutan, daya alam dan ekosistemdi
sosialisasi dan penyuluhan
dan tertib peredaran hasil hutan di wilayah unit KPH;
pencegahan, pengendalian dan
Provinsi. 4) Menyiapkan bahan dalam rangka
penanganan pasca kebakaran
pelaksanaan pengelolaan DAS,
hutan dan lahan di wilayah
Bidang Perlindungan dan KSDAE reklamasi hutan dan rehabilitasi
Provinsi;
Seksi Pengendalian Kerusakan dan lahan, dan perbenihan tanaman
c) Menyiapkan bahan dalam
Pengamanan Hutan: hutan di wilayah unit KPH;
pembentukan forum kolaboratif
a) Menyiapkan bahan dalam 5) Menyiapkan bahan dalam
pengendalian kebakaran hutan dan
pelaksanaan pencegahan dan penyuluhan, dan pemberdayaan
lahan di wilayah Provinsi;
pembatasan kerusakan hutan, masyarakat di wilayah unit KPH;
d) Menyiapkan bahan dalam
kawasan hutan, dan hasil hutan di dan
pembangunan sistem informasi
wilayah Provinsi; 6) Menyiapkan bahan dalam
pengendalian kebakaran hutan dan
b) Menyiapkan bahan dalam fasilitasi dan pendampingan
lahan di wilayah Provinsi;
pelaksanaan pengamanan pengembangan Perhutanan Sosial
e) Monitoring dan evaluasi
hutan pada kawasan hutan dan (HKm, HTR, HD, dan kemitraan),
pelaksanaan pengendalian
penegakan hukum, pemberian masyarakat hukum adat, dan
kebakaran hutan dan lahan di
advokasi, konsultasi dan bantuan penanganan konflik sosial/tenurial
kawasan TAHURA Kabupaten/Kota.
hukum bidang kehutanan di di wilayah KPH.
wilayah Provinsi; dan
Seksi KSDAE:
c) Menyiapkan bahan dalam
a) Menyiapkan bahan dalam rangka
pelaksanaan pelatihan
bimbingan teknis dan evaluasi
perlindungan hutan dan
perlindungan, pengawetan, dan
pengamanan hutan, dan
pemanfaatan secara lestari
pembentukan forum/ lembaga
TAHURA lintas Daerah Kabupaten/
kolaboratif dalam perlindungan
Kota;
hutan di wilayah Provinsi.
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) | Kebijakan, Implementasi dan Masa Depan
44 45

b) Menyiapkan bahan dalam rangka c) Menyiapkan bahan dalam


pembinaan dan pengendalian pembentukan forum pengelolaan
dalam pemanfaatan tumbuhan dan DAS, Penyuluhan dan
satwa liar yang tidak dilindungi/ pemberdayaan masyarakat dalam
tidak masuk lampiran (Appendix) pengelolaan DAS di wilayah
CITES dalam Provinsi; Provinsi; dan
c) Menyiapkan bahan dalam rangka d) Menyiapkan bahan dalam
identifikasi areal dan pihak pembangunan sistem infromasi
terkait dalam kawasan bernilai pengelolaan DAS di wilayah
ekosistem penting, pelaksanaan Provinsi.
pengelolaan kawasan bernilai
ekosistem penting dan daerah Seksi Rehabilitasi Hutan & Lahan:
penyangga kawasan suaka alam a) Menyiapkan bahan dalam Rencana
dan kawasan pelestarian alam, dan Pengelolaan Rehabiltasi di Lahan
pembentukan forum kolaborasi (RPRL) dan Rencana Tahunan
perlindungan kawasan bernilai Rehabilitasi Lahan (RTnRL) di
ekosistem penting di Provinsi; luar kawasan hutan negara dan
d) Monitoring dan evaluasi pelaksanaan rehabilitasi lahan
perlindungan kawasan bernilai di luar kawasan hutan negara di
ekosistem penting dan daerah wilayah Provinsi;
penyangga kawasan suaka alam b) Menyiapkan bahan dalam
dan kawasan pelestarian alam. pelaksanaan rehabilitasi
lahan melalui penghijauan
Bidang Pengelolaan DAS & RHL Seksi (pembangunan hutan rakyat, hutan
Pengelolaan DAS: kota, dan lingkungan), Penerapan
teknik konservasi tanah dan air,
a) Menyiapkan bahan dalam dan Rehabilitasi lahan di kawasan
penyusunan dan penetapan bergambut, mangrove dan pantai/
Rencana Pengelolaan DAS, pesisir di wilayah Provinsi;
pelaksanaan pengelolaan DAS di c) Menyiapkan bahan dalam
wilayah Provinsi; rangka pengembangan kegiatan
b) Menyiapkan bahan dalam pendukung, dan pengembangan
monitoring dan evaluasi insentif rehabilitasi lahan di luar
pelaksanaan pengelolaan DAS di kawasan hutan negara di wilayah
wilayah Provinsi; Provinsi; dan
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) | Kebijakan, Implementasi dan Masa Depan
46 47

d) Menyiapkan bahan dalam rangka c) Menyiapkan bahan dalam


bimbingan teknis dan evaluasi bimbingan teknis dan evaluasi
pelaksanaan rehabilitasi lahan pelaksanaan penyuluhan di bidang
di luar kawasan hutan negara di kehutanan dalam Provinsi; dan
wilayah Provinsi. d) Monitoring dan evaluasi
pelaksanaan penyuluhan di bidang
Seksi Perbenihan Tanaman Hutan: kehutanan dalam Provinsi.
a) Menyiapkan bahan dalam
penetapan areal lokasi sumber Seksi Pemberdayaan Masyarakat:
daya genetik, perbenihan tanaman a) Menyiapkan bahan dalam
hutan, sertifikasi sumber benih pemberdayaan masyarakat,
dan mutu benih tanaman hutan di pengembangan kelompok tani
wilayah Provinsi; dan hutan dan kelembagaan usaha,
b) Menyiapkan bahan dalam pengembangan kemitraan
bimbingan dan evaluasi kehutanan dalam Provinsi;
pelaksanaan perbenihan tanaman b) Menyiapkan bahan dalam fasilitasi
hutan, sumber daya genetik dan pendampingan pengusulanan
tanaman hutan, dan sertifikasi penetapan areal kerja perhutanan
sumber benih dan mutu benih sosial dan pengembangan
tanaman hutan di wilayah Provinsi. perhutanan sosial (HKm, HTR, HD,
dan kemitraan) dalam Provinsi;
Bidang Penyuluhan, Pemberdayaan c) Menyiapkan bahan dalam fasilitasi
Masyarakat & Hutan Adat dan pendampingan penyusunan
Seksi Penyuluhan: dan penetapan rencana kerja
a) Menyiapkan bahan dalam kegiatan perhutanan sosial dalam
penyuluhan, pendidikan, pelatihan, Provinsi; dan
penguatan kelembagaan d) Monitoring dan evaluasi
penyuluhan di bidang kehutanan pelaksanaan pemberdayaan
dalam Provinsi; masyarakat di bidang kehutanan
b) Menyiapkan bahan dalam dalam Provinsi.
penyusunan programa dan materi
penyuluhan di bidang kehutanan
dalam Provinsi;
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) | Kebijakan, Implementasi dan Masa Depan
48 49

Seksi Hutan Adat: 3) Penyiapan rumusan kebijakan 6. Pelaksanaan kegiatan


a) Menyiapkan bahan dalam rencana kehutanan tingkat provinsi pengelolaan hutan mulai dari
pelaksanaan fasilitasi dan dan neraca sumber daya hutan perencanaan, pengorganisasian,
pendampingan penetapan dan provinsi pelaksanaan & pengawasan serta
pengakuan masyarakat hukum 4) Penyiapan rumusan kebijakan, pengendalian di wilayah KPH.
adat, dan serta pengelolaan hutan pembinaan, pengendalian dan 7. Pelaksanaan pemantauan dan
adat, serta penanganan konflik pengawasan perizinan usaha penilaian atas pelaksanaan
tenurial; pemanfaatan kawasan, jasa kegiatan pengelolaan hutan KPH.
b) Menyiapkan bahan dalam lingkungan kecuali pemanfaatan 8. Pengembangan investasi, kerja
pelaksanaan pengelolaan kawasan penyimpan selain karbon, sama, dan kemitraan dalam
hutan dengan tujuan khusus pemanfaatan hasil hutan bukan pengelolaan hutan di KPH.
untuk religi dan pengembangan kayu, pemungutan hasil hutan 9. Pelaksanaan kebijakan kehutanan
kerjasama/ kemitraan dalam kayu, pemungutan hasil hutan nasional dan daerah dalam
pengelolaan kawasan hutan bukan kayu pada Hutan Produksi di pengelolaan hutan.
dengan tujuan khusus untuk religi wilayah Provinsi; 10. Pelaksanaan penyuluhan dan
dalam Provinsi; dan 5) Penyiapan rumusan kebijakan, pemberdayaan masyarakat di
c) Moniroting dan evaluasi pembinaan, pengendalian dan bidang kehutanan.
pelaksanaan pengelolaan hutan pengawasan perizinan usaha 11. Pengembangan dan pengelolaan
adat dan pengelolaan kawasan pemanfaatan kawasan, jasa sistem informasi dan perpetaan
hutan dengan tujuan khusus untuk lingkungan kecuali pemanfaatan dalam pengelolaan hutan di KPH.
religi dalam Provinsi. penyimpanan selain karbon, 12. Pelaksanaan kegiatan bidang

Fungsi Bidang Perencanaan & Pemanfaatan pemungutan hasil hutan bukan kehutanan di luar kawasan hutan.

Hutan kayu yang tidak dilindungi pada

1) Penyiapan rumusan kebijakan, 1. Pelaksanaan tata hutan pada Hutan Lindung di wilayah Provinsi.

koordinasi, bimbingan teknis dan wilayah KPH. 6) Pemberian pertimbangan teknis

evaluasi penatagunaan hutan, 2. Pelaksanaan penyusunan rencana izin dan perpanjangan izin usaha

dan penyusunan dan pelaksanaan pengelolaan hutan KPH. pemanfaatan hasi hutan kayu pada

rencana pengelolaan di KPHP dan/ 3. Pelaksanaan kegiatan Hutan Produksi di wilayah Provinsi;

atau KPHL dalam 1 (satu) Provinsi; pemanfaatan dan penggunaan 7) Pemberian pertimbangan teknis

2) Penyiapan rumusan kebijakan, kawasan hutan di wilayah KPH. perubahan status dan fungsi

koordinasi, bimbingan teknis 4. Pelaksanaan rehabilitasi dan hutan, perubahan status dari

dan evaluasi pengembangan reklamasi di wilayah KPH. lahan menjadi kawasan hutan, dan

promosi, investasi, kerja sama dan 5. Pelaksanaan perlindungan dan pengunaan serta tukar menukar

kemitraan, kelembagaan KPH dan konservasi sumber daya alam di kawasan hutan di wilayah Provinsi;

sistem informasi tata hutan KPHP wilayah KPH.


dan/atau KPHL dalam 1 (satu)
Provinsi;
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) | Kebijakan, Implementasi dan Masa Depan
50 51

8) Penyiapan rumusan kebijakan 3) Penyiapan perumusan kebijakan,


terkait rencana dan bimbingan bimbingan teknis dan evaluasi
teknis penyusunan dan penetapan Pembinaan dan pengendalian
rencana kerja usaha pemanfaatan dalam pemanfaatan tumbuhan dan
hutan, izin pemanfaatan kayu (IPK), satwa liar yang tidak dilindungi/
dan izin koridor di wilayah Provinsi; tidak masuk lampiran (Appendix)
9) Penyiapan rumusan kebijakan, CITES; dan
pengawasan dan pengendalian 4) Penyiapan perumusan kebijakan,
penatausahaan hasil hutan, iuran bimbingan teknis dan evaluasi
kehutanan, peredaran hasil hutan, pengelolaan kawasan bernilai
dan tertib peredaran hasil hutan di ekosistem penting dan daerah
Provinsi; dan penyangga kawasan suaka alam
10) Penyiapan rumusan kebijakan, dan kawasan pelestarian alam,
pengawasan dan pengendalian pembentukan forum kolaborasi
industri primer hasil hutan bukan dalam perlindungan kawasan
kayu, izin usaha, dan izin perluasan bernilai ekosistem penting di
industri primer hasil hutan bukan Provinsi.
kayu.
Bidang Pengelolaan DAS
Bidang Perlindungan dan KSDAE
1) Penyusunan kebijakan, koordinasi,
1) Penyiapan bahan pelaksanaan bimbingan teknis dan evaluasi
kebijakan pencegahan dan dalam pengelolaan daerah aliran
pembatasan kerusakan hutan, sungai (DAS), pembentukan forum
kawasan hutan, dan hasil hutan, pengelolaan DAS, dan sistem
pengamanan hutan dan penegakan informasi pengelolaan DAS di
hukum, dan pengendalian wilayah Provinsi;
kebakaran hutan dan lahan bidang 2) Penyusunan kebijakan, koordinasi,
kehutanan di wilayah Provinsi; bimbingan teknis dan evaluasi
2) Penyiapan rumusan kebijakan, dalam rehabilitasi lahan,
bimbingan teknis dan evaluasi rehabilitasi lahan di kawasan
perlindungan, pengawetan, dan bergambut, mangrove dan pantai/
pemanfaatan secara lestari pesisir, penghijauan/penanaman,
TAHURA lintas Daerah Kabupaten/ penerapan teknik konservasi tanah
Kota sesuai Rencana Pengelolaan dan air di luar kawasan hutan
Tahura; negara di wilayah Provinsi; dan
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) | Kebijakan, Implementasi dan Masa Depan
52 53

3) Penyusunan kebijakan, koordinasi, Tugas & 1. Polisi Kehutanan: Pengamanan dan 1. Polisi Kehutanan Pengamanan
bimbingan teknis dan evaluasi Jabatan penegakan hukum pada kawasan dan penegakan hukum pada
dalam pelaksanaan perbenihan Fungsional hutan dalam 1 (satu) Provinsi. kawasan hutan unit KPH
tanaman hutan, sumber daya 2. Penyuluh Kehutanan: Penyuluhan 2. Penyuluh Kehutanan Penyuluhan
genetik tanaman hutan, sertifikasi dan pemberdayaan masyarakat di dan pemberdayaan masyarakat
sumber benih dan mutu tanaman dalam dan sekitar kawasan hutan di dalam dan sekitar kawasan
hutan dalam wilayah Provinsi. dalam 1 (satu) Provinsi. hutan unit KPH
3. Pengendali Ekosistem Hutan: 3. Pengendali Ekosistem Hutan Pen-
Bidang Pemberdayaan Masyarakat Pengendalian tumbuhan, satwa gendalian tumbuhan, satwa liar
liar dan habitatnya pada kawasan dan habitatnya pada kawasan
1) Penyusunan kebijakan, koordinasi, hutan dalam 1 (satu) Provinsi. hutan unit KPH.
bimbingan teknis dan evaluasi
dalam pengelolaan daerah aliran Keterangan:
sungai (DAS), pembentukan forum *) Lampiran 3 Permen LHK No. P.74/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2016; vDinas Kehutanan Tipe A
pengelolaan DAS, dan sistem **) Lampiran 9 Permen LHK No. P.74/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2016; KPH Tipe A
informasi pengelolaan DAS di
wilayah Provinsi;
2) Penyusunan kebijakan, koordinasi,
bimbingan teknis dan evaluasi
dalam pemberdayaan masyarakat,
pengembangan kelompok tani
hutan dan kelembagaan usaha,
pengembangan kemitraan
kehutanan dalam Provinsi;
3) Penyusunan kebijakan,
koordinasi, bimbingan teknis dan
evaluasi dalam pengembangan
perhutanan sosial meliputi : hutan
Kemasyarakatan, Hutan Desa,
Hutan Tanaman Rakyat, dan
kemitraan dalam Provinsi; dan
4) Penyusunan kebijakan, koordinasi,
bimbingan teknis dan evaluasi
dalam penetapan masyarakat
hukum adat, hutan adat, dan
kawasan hutan dengan tujuan
khusus untuk religi dalam Provinsi.

Anda mungkin juga menyukai