Anda di halaman 1dari 30

PENGEMBANGAN AGROFORESTRY

DALAM MULTIUSAHA KEHUTANAN


UNTUK MENINGKATKAN
KEUNGGULAN KOMPARATTIF DAN
KOMPETITIF USAHA KEHUTANAN

Oleh
Dr. Soewarso
WAKIL KETUA UMUM BIDANG PRODUKSI HUTAN TANAMAN LESTARI
ASOSIASI PENGUSAHA HUTAN INDONESIA (APHI)

Dalam Acara Webinar “ Pengembangan Agroforestry Dalam Multi Usaha Kehutanan Untuk Meningkatkan Manfaat Hutan
Berkelanjutan”, yang diselenggarakan oleh PUSKASHUT dan YSWJ, 28 April 2022 1
OUTLINE

1 Urgensi Multiusaha Kehutanan

2 Pengembangan Agroforestry

Praktek Pengelolaan Agroforestry Pada


3
Areal PBPH

4 Penutup
URGENSI MULTIUSAHA
KEHUTANAN

Next
4
URGENSI MULTIUSAHA KEHUTANAN

➢ Langkah terobosan kebijakan penting di tengah melemahnya kinerja sektor usaha


kehutanan

➢ Solusi problem terkini : peningkatan produktivitas lahan, diversifikasi &


peningkatan nilai tambah produk kehutanan, ketahanan pangan, pengembangan
energi terbarukan, pengembangan ekowisata, pemenuhan NDC Kehutanan,
penyelesaian permasalahan sosial

➢ Pengejawantahan dan aktualisasi konsep konfigurasi bisnis baru kehutanan


melalui pergeseran paradigma dari “timber management” menuju “forest
management” → landasan penting untuk pencapaian Road Map
Pembangunan Hutan Produksi 2019 -2045 APHI

➢ Mendorong peningkatan kontribusi PDB Kehutanan → memperkuat positioning


sektor kehutanan
5
Nurrochmat 2020
6
7
Kontribusi Sektor Kehutanan Tahun 2020 – 2045 US$
140.000.000.000

120.000.000.000

100.000.000.000

U
80.000.000.000
S
60.000.000.000
$
Perbandingan Prosentase
40.000.000.000 Kayu, HHBK dan
Ekowisata:
76,8 % : 19,9 % : 3,2 %
20.000.000.000

-
2.020 2.025 2.030 2.035 2.040 2.045
KAYU 28.828.818. 37.095.119. 48.657.081. 61.922.350. 80.516.593. 101.700.450
NON KAYU 606.657.273 1.048.425.1 9.187.454.0 14.669.317. 21.758.097. 26.813.420.
EKOWISATA 62.057.586 172.043.103 782.514.138 1.502.669.9 2.999.643.9 4.272.307.2
TOTAL KONTRIBUSI 29.497.533. 38.315.588. 58.627.049. 78.094.338. 105.274.334 132.786.178
Sumber : Road Map APHI
PENGEMBANGAN
AGROFORESTRY

Next
KONFIGURASI BISNIS BARU KEHUTANAN PASCA UU CIPTA KERJA MELALUI AGROFORESTRY

1. Hutan sebagai Lumbung Pangan


Multiusaha Kehutanan melalui penerapan agroforestry akan memberikan ruang terciptanya
ketahanan pangan.

2. Hutan sebagai Ladang Energi Biomassa


Melalui UU No. 30 tahun 2007 tentang Energi, dan UU No. 16 tahun 2016 Pengesahan Paris
Agreement dan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja → peluang luas bagi sektor
kehutanan untuk menyediakan pasokan biomassa dalam rangka mendukung EBT, melalui :
- Program cofiring PLTU Batubara untuk mencapai target bauran EBT tahun 2025 sebesar 23%
(kebutuhan sekitar 8 juta ton biomass /tahun untuk memasok PLTU kapasitas 18.154 MW)
- Bahan bakar PLTBM
- Dedieselisasi PLTD
- Bahan bakar industri lainnya
KONFIGURASI BISNIS BARU KEHUTANAN PASCA UU CIPTA KERJA MELAUI AGROFORESTRY
3. Hutan Berkontribusi Penurunan Emisi GRK
Pemerintah Indonesia telah menetapkan Strategi Jangka Panjang Rendah Karbon dan Ketahanan
Iklim melalui dokumen Long-Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience (LTS-LCCR)
2050. Melalui visi di LTS-LCCR, Indonesia akan meningkatkan ambisi pengurangan GRK melalui
pencapaian puncak emisi GRK nasional tahun 2030, dan sektor-sektor Forestry and Other Land
Use (FoLU) sudah mencapai kondisi Net Sink. → perlu dukungan dan kerjasama para pihak
4. Hutan untuk Mensejahterakan Masyarakat Desa Hutan dan Sarana Resolusi Konflik Tenurial
Undang Undang Cipta Kerja memperluas ruang akses legal untuk masyarakat melalui Perhutanan
Sosial dan menyelesaikan konflik tenurial dalam pemanfaatan sumber daya hutan. Adanya
kepastian status lahan dan penyelesaian permasalahan kegiatan non kehutanan yang terbangun
di Kawasan hutan, mendorong kegiatan kemitraan bagi masyarakat petani hutan dan PBPH.
Dengan pendekatan multiusaha kehutanan, kegiatan budidaya dan pemungutan komoditi hasil
hutan bukan kayu (HHBK) memberikan kuantitas, kualitas dan kontinyuitas pasokan bahan baku
& disinergikan dengan industri pengolahannya.
AGROFORESTRY (PerMenLHK No. 8/2021)
Agroforestry dalam areal PBPH adalah optimalisasi pemanfaatan lahan hutan di areal
PBPH dengan pola tanam kombinasi antara tanaman hutan yang berupa pohon dengan
tanaman selain pohon dan/atau hewan untuk meningkatkan produktivitas lahan hutan
tanaman dengan tidak mengubah fungsi pokok usaha pemanfaatan hasil hutan kayu.

• Pola berblok atau


Pola Penanaman • Pola berselang seling

• Wanatani/tumpang sari;
Pilihan Pola Agroforestry • Wanaternak/Silvopasture;
• Wanamina/Silvofisheries;

• Peningkatan produktivitas lahan pada areal PBPH baik untuk produk hasil hutan kayu
maupun HHBK
• Mendukung pemenuhan kebutuhan pangan dan energi;
Tujuan • Mendukung penyediaan bahan baku industri obat-obatan, kosmetika, kimia, dan/atau
pakan
• Sebagai alternatif solusi konflik sosial dan lahan
• Peningkatan pendapatan perusahaan dan masyarakat setempat
KEUNGGULAN KOMPARATIF

Sumber : Refleksi Akhir Tahun 2021 Ditjen PKTL, Desember 2021 Sumber : Paparan Ditjen PHL KLHK, 25 April 2022

Hasil hutan kayu hanya • Luasnya hutan produksi yang telah dibebani izin (PBPH) untuk PBPH HT seluas ± 11,24 jt
5% dari potensi Ha, PBPH HA ± 18,47 jt Ha, dan PBPH RE ± 0,6 jt Ha (total ± 30,31 jt Ha), berpotensi
SUMBER DAYA untuk pengembangan Agroforestry melalui implementasi multiusaha kehutanan dalam
HUTAN rangka optimalisasi lahan.
(Prof. Dudung Darusman, 2017) • Dukungan iklim tropis dan populasi masyarakat Indonesia yang besar menunjang
Potensi Pengembangan pengembangan agroforestry untuk meningkatkan produksi & pemasaran hasil hutannya
HHBK 95% (kayu & HHBK) 13
Pengembangan Agroforestry untuk Meningkatkan
Keunggulan Kompetitif Usaha kahutanan
Industri Kehutanan berbasis pemanfaatan hutan secara Lestari,
Berkelanjutkan dan Berkeadilan, mencakup pemanfaatan : Hutan Alam,
Hutan Tanaman, Hutan Restorasi Ekosistem, Hutan Tanaman Rakyat & Hasil
Hutan Bukan Kayu

Menarik Investasi, Memacu Ekspor, Meningkatkan Pemasukan Negara,


Membuka Lapangan Kerja.

Membuka akses daerah terisolasi dan perbatasan (jalan, jembatan) →


mempercepat pertumbuhan wilayah → meningkatkan konektivitas antar
koridor perekonomian

Meningkatkan serapan dan stok karbon, berperan positif pada isu


perubahan iklim.
Pengembangan Agroforestry untuk Meningkatkan Keunggulan
Kompetitif Usaha Kehutanan
▪ Terbitnya kebijakan turunan UUCK (implementasi PerMenLHK No. 8 Tahun 2021) untuk
pengembangan Agroforestry melalui multiusaha kehutanan berpotensi dapat
meningkatkan produktifitas lahan pada areal PBPH yang tentunya akan meningkatkan
pendapatan bagi perusahaan dan masyarakat setempat, serta peningkatan kontribusi
sektor kehutanan yang saat ini hanya berkisar ± 0,6% dari PDB.
▪ Pengembangan agroforestry pada areal PBPH dapat menciptakan diversifikasi produk
hasil hutan tidak hanya kayu tetapi juga hasil hutan bukan kayu yang memiliki potensi
pengembangan 95% dari areal PBPH dengan dukungan sarpras yang telah terbangun.
▪ Penerapan agroforestry berdasarkan azas kelestarian dapat mendukung supply bahan
baku tidak hanya untuk industri pengolahan hasil hutan kayu, tetapi juga untuk industri
pengolahan hasil hutan bukan kayu seperti industri untuk penyediaan penghasil
pangan, obat-obatan, kosmetika, kimia dan/atau pakan. Akan lebih efisien industrinya
dibangun dalam areal kerja PBPH.
▪ Produk pengembangan agroforestry yang berasal dari kawasan hutan khususnya dari
areal kerja PBPH yang dikelola secara lestari memiliki nilai positif kaitan isu perubahan
iklim dalam serapan dan stok karbon.
TANTANGAN IMPLEMENTASI AGROFORESTRY

Merubah paradigma, mindset, berpikir out of the box, meninggalkan cara/kebiasaan lama seluruh
stake holder

Belum terbangun tata kelola yang baik dalam pengembangan, pemanfaatan , peredaran dan
pemasaran HHBK

Belum terdapat best practice management yang cukup sebagai rujukan pengembangan HHBK
dalam skala industri

Keterbatasan akses informasi dan jaminan pasar (data base potensi dan realisasi produksi serta
pemasaran per jenis HHBK untuk rujunan bersama)

Hilirisasi produk multiusaha kehutanan dari kegiatan agroforestry

Kolaborasi PBPH dengan masyarakat sebagai petani hutan. Merubah ancaman menjadi peluang

Keterbatasan aksesibilitas/infrastruktur , insentif dan akses pendanaan untuk pengembangan HHBK .


STRATEGI PERCEPATAN AGROFORESTRY

1 Integrasi dengan strategi pengembangan program nasional (kemandirian energi,


ketahanan pangan dan pengembangan wilayah)

Dukungan pemerintah (Kemenpar, KLHK, Pemda dan dinas terkait),


2 penyederhanaan kebijakan teknis dan fiskal (PNBP hasil agroforestry rasional agar
dapat bersaing dengan produk dari luar kawasan hutan)

3 Deregulasi untuk kemudahan bekerja sama, kemitraan, peredaran HHBK


dan berinvestasi.

4 Pengembangan model Landscape Management pada satu hamparan yang terdiri


dari berbagai pengelola hutan dan lahan.

Penguatan pemasaran dan perdagangan hasil hutan yang bersifat terbuka (open
5 market)

Pengembangan model agribisnis terpadu melalui integrasi hulu hilir HHBK untuk
6 peningkatan nilai tambah atas produk hasil hutan.
17
PRAKTEK PENGELOLAAN AGROFORESTRY
PADA AREAL PBPH
AGROFORESTRY POLA JALUR TANAMAN KAYU PUTIH
DAN SERAI WANGI (100 ha) di Tanaman Pokok
PT. INHUTANI II

Tanaman agroforestry ,Tanaman Serai Wangi dan Tanaman Kayu Putih,


Berfungsi pula sebagai : wind breaker, fire break dan evergreen.
Penanaman Tumpangsari Serai Wangi dan Karet Pada Tanaman Pokok mulai Maret 2018
Agroforestry Karet dan Jagung untuk Ketahanan Pangan
kerjasama Dengan Kelompok Tani di Tanaman Kehidupan

Production sharing 10% untuk PT. Inhutani II


PT. INHUTANI V LAMPUNG

Tanaman Pokok Karet Dengan


Tanaman Kehidupan Tebu
Tumpangsari Singkong

22
TUMPANGSARI JABON MERAH & TANAMAN PANGAN DI AREAL TANAMAN POKOK DAN
TANAMAN KEHIDUPAN (KATINGAN TIMBER GROUP) GORONTALO

JABON -- JAGUNG

JABON -- PADI

JABON - KACANG
24
25
26
TANAMAN JATI DENGAN TANAMAN JATI DENGAN
TUMPANGSARI JAGUNG TUMPANGSARI PADI
TANAMAN KARET DENGAN TANAMAN KARET DENGAN
TUMPANGSARI SINGKONG TUMPANGSARI NANAS
PENUTUP
▪ Praktek pengelolaan agroforestry pada areal PBPH saat ini lebih diarahkan pada areal
tanaman kehidupan dalam rangka kelola sosial sebagai salah satu resolusi konflik sosial
dan lahan melalui kegiatan kemitraan kehutanan.
▪ Dengan dukungan kebijakan turunan UUCK (implementasi PerMenLHK No. 8 Tahun
2021), dimana dimungkinkan pengembangan Agroforestry dikembangkan baik melalui
pola kemitraan maupun swakelola yang dapat meningkatkan pendapatan bagi
perusahaan maupun masyarakat setempat melalui peningkatan produktifitas lahan
pada areal PBPH.
▪ Pengembangan agroforestry dalam multiusaha kehutanan dapat meningkatkan
keunggulan komparatif dan kompetitif usaha kehutanan dengan dukungan kebijakan
teknis yang dapat diimplementasikan (pola tanam, kondisi tapak, tutupan lahan, dll)
dan kebijakan fiskal berupa PNBP yang rasional serta dukungan skema
pembiayaan/pendanaan yang memadai.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai