Anda di halaman 1dari 15

Jurnal Agrisistem: Seri Sosek dan Penyuluhan, Juni 2019, Vol. 15 No.

1 p-ISSN 2089-0036

PROSPEK PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI TANAMAN PADI


DENGAN TERNAK SAPI PADA PROGRAM PEMBANGUNAN
PERTANIAN PERDESAAN MELALUI INOVASI
DI KABUPATEN BARRU

PROSPECT OF DEVELOPMENT OF INTEGRATION SYSTEM OF RICE


PLANTS WITH CATTLE CATTLE IN RURAL AGRICULTURAL
DEVELOPMENT PROGRAM THROUGH INNOVATION
IN BARRU DISTRICT

R. Kallo, A.R. Tondok dan M. Amin

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan


Jl. Perintis kemerdekaan, Km.17,5 Sudiang, Makassar
e-mail: r.kallo@yahoo.com

ABSTRAK
Integrasi tanaman padi dengan ternak Sapi di lahan sawah dapat dipergunakan sebagai alternatif untuk
mempercepat peningkatan produksi tanamana pangan dan sapi melalui aplikasi teknologi sederhana
dalam Model Pembangunan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi. Kegiatan ini telah dilaksanakan di
Desa Lipukasi, Kecamatan Tanete Rilau, Kabupaten Barru selama 2 tahun (2014-2015) dengan tujuan
untuk meningkatkan produksi dan pendapatan petani melalui penerapan model Integrasi ternak sapi dan
padi berbasis Zero Waste yang selanjutnya dapat diterapkan pada agroekosistem yang sama di
Indonesia. Metoda penelitian dengan statistik sederhana yang didahului dengan pengambilan data
primer menggunakan metode Focus Group Discussion (FGD) untuk menentukan perioritas masalah
yang dialami petani terkait penerapan inovasi teknologi. Data-data sekunder yang berhubungan dengan
tujuan kajian ini diperoleh dari Instansi terkait dan hasil-hasil penelitian sebelumnya. Hasil kajian
menunjukkan bahwa Penerapan komponen Teknologi PTT padi secara terpadu meningkatkan produksi
sebesar 27,29% - 31,57%/MT. Kesimpulan yang didapat dari kegiatan ini adalah penerapan Sistim
integrasi padi dan ternak sapi berbasis Zero Waste meningkatkan pendapatan petani sebesar 20,25%
dengan nilai R/C 1,8 yang berarti usaha ini layak untuk dikembangkan. Kondisi riil di lapangan (tahun
2015) Model integrasi padi dan ternak sapi berbasis Zero Waste belum diadopsi disebabkan terdapat
beberapa kendala antara lain : (a) Kesenjangan antara kelembagaan petani dengan Penyuluhan Pertanian
maupun Pemerintah Daerah, (b) Unit usaha komersial yang dapat dikelola Gapoktan sebagai sumber
dana (Pupuk Organik Cair Biourine dan kompos) belum memiliki izin edar produk sehingga terkendala
dalam pemasaran, (c) Sumber Daya Manusia pengelola unit mekanisasi belum memadai, d) Skala usaha
kecil, unit produksi tidak ekonomis dan berorientasi subsisten, e) Tidak adanya Trust atau kepercayaan
yang bersifat timbal-balik antara Pengurus Gapoktan dan Kelompok tani untuk menumbuhkan
partisipasi, kerjasama, bahkan kemitraan stakeholders. Hal ini sangat membutuhkan intervensi
Pemerintah Daerah dalam penerapan model usahatani terintegrasi.
Kata kunci: Integrasi, padi, sapi potong, perdesaan

ABSTRACT
Integration of rice plants with cattle in paddy fields can be used as an alternative to accelerate the
production of food and cattle crops through the application of simple technology in the Rural Rural
Development Model Through Innovation. This activity has been carried out at Lipukasi Village, Tanete
Rilau Subdistrict, Barru District for 2 years (2014-2015) with the aim of increasing farmers' production
and income through the application of Zero Waste Integration of cattle and rice models which can then
be applied to the same agroecosystem in Indonesia. Research methods with simple statistics that are
preceded by primary data collection using the Focus Group Discussion (FGD) method to determine the
priority of problems experienced by farmers related to the application of technological innovation.
Secondary data related to the purpose of this study were obtained from related institutions and the
15
Jurnal Agrisistem: Seri Sosek dan Penyuluhan, Juni 2019, Vol. 15 No. 1 p-ISSN 2089-0036

results of previous studies. The results of the study showed that the application of integrated PTT rice
technology components increased production by 27.29% - 31.57% / MT. The conclusion obtained from
this activity is the application of an integrated rice system and Zero Waste based cattle to increase
farmer's income by 20.25% with a R / C value of 1.8 which means this business is feasible to be
developed. Real conditions in the field (in 2015) The model of integration of rice and cattle based on
Zero Waste has not been adopted due to several constraints, among others: (a) Gap between farmer
institutions and Agricultural and Local Government, (b) Commercial business units that can be
managed by farmer groups as a source of funds (Biourine and compost Liquid Organic Fertilizers) do
not yet have product marketing licenses so that they are constrained in marketing, (c) Human Resources
managing mechanization units are inadequate, d) Small business scale, production units not economical
and subsistence oriented, e) No the existence of mutual trust or trust between Gapoktan Management
and farmer groups to foster participation, cooperation, and even stakeholder partnerships. This greatly
requires intervention by the Regional Government in implementing integrated farming models.
Keywords: Integration, rice, beef, rural

PENDAHULUAN memiliki nilai prospektif dan merupakan salah


satu komoditi andalan sektor peternakan di
Sistem Integrasi Tanaman-Ternak
daerah ini. Selain potensi tersebut, terdapat
(SITT) adalah intensifikasi sistem usahatani
pula potensi lahan pertanian yang merupakan
melalui pengelolaan sumberdaya alam dan
daya dukung untuk menjamin tersedianya
lingkungan secara terpadu dengan komponen
biomas/limbah pertanian sebagai pakan ternak.
ternak sebagai bagian kegiatan usaha. Tujuan
Luas lahan pertanian di Kabupaten Barru
pengembangan SITT adalah untuk
mencapai 33.617 ha, pemanfaatannya terdiri
meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan
atas: lahan sawah 11.533 ha, lahan tanaman
masyarakat sebagai bagian untuk mewujudkan
pangan 12.614 ha, lahan perkebunan 8.206 ha
suksesnya revitalisasi pembangunan pertanian.
dan padang rumput 1.264 ha. Lahan sawah
Faktor penting dalam mendukung keberhasilan
terdiri dari lahan sawah beririgasi semi teknis
pengembangan SITT antara lain tersedianya
1.525 ha, pengairan sederhana 1.592, dan sawah
inovasi teknologi yang bersifat tepat guna,
tadah hujan 8.416 ha, dengan tingkat
kualitas sumber daya manusia dan penguatan
produktivitas 5,47 t/ha (Anonim 2014). Satu
kelembagaan kelompok tani. Lambatnya
hektar lahan sawah menghasilkan 12 – 15 ton
perkembangan SITT di masyarakat terletak
jerami padi (www.gerbangpertanian.com
pada kurangnya intensitas sosialisasi,
/2010). Potensi ini dapat dimanfaatkan sebagai
keterbatasan permodalan, keterbatasan fungsi
bahan pakan ternak sapi jika ketersediaan
kelembagaan inter dan/atau intra pelaku SITT
hijauan rumput terbatas di musim kemarau.
yang berkaitan dengan aspek teknis, pemasaran
Namun potensi ini belum terkelola dengan baik
dan kebijakan (Hardianto, Rully. 2008).
dimana terlihat masih banyak petani yang
Komponen usahatani dengan system integrasi
melakukan pembakaran jerami di lahan
padi dan ternak sapi pada kegiatan ini meliputi
sawahnya. Begitu pula dengan usaha
usaha ternak sapi, tanaman pangan (padi),
peternakan, umumnya usaha peternakan di
teknologi Inseminasi buatan (IB) untuk
Kabupaten Barru adalah 80% merupakan usaha
meningkatkan kualitas Sapi Bali, pengolahan
sambilan, 10% merupakan cabang usaha dan
limbah berbasis Zero Waste dimana limbah
10% lainnya adalah usaha pokok. Besarnya
ternak (kotoran sapi) diproses menjadi kompos
persentase kategori usaha sambilan tersebut
dan pupuk organik cair/biourine serta biogas
menunjukkan bahwa usaha peternakan belum
sebagai sumber bahan bakar rumah tangga.
memberikan keuntungan yang baik bagi petani.
Limbah pertanian (jerami padi) diproses
Ketersediaan lahan sawah dan
menjadi pakan ternak sapi potong dan biourine
keberadaan ternak sapi di Kabupaten Barru
dimanfaatkan menjadi pupuk cair untuk
adalah dua hal penting yang secara ekonomi
tanaman. Keberhasilan pembangunan
dapat mendongkrak peningkatan Pendapatan
subsektor peternakan dalam peningkatan
Asli Daerah (PAD). Hal ini tentunya harus
produksi tidak terlepas dari peran dan
didukung oleh penerapan inovasi teknologi
pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang dapat dimanfaatkan petani dalam
(iptek), (Kusnadi, U. 2007)
mengelola usahataninya. Salah satu faktor
Populasi sapi potong di Kabupaten Barru
penyebab sulitnya pencapaian ketahanan
sekitar 60.782 ekor (Anonim, 2013). Jumlah
pangan di tingkat rumah tangga adalah karena
tersebut menunjukkan bahwa sapi potong
16
Jurnal Agrisistem: Seri Sosek dan Penyuluhan, Juni 2019, Vol. 15 No. 1 p-ISSN 2089-0036

teknologi belum berkontribusi secara efektif Gambaran Umum Wilayah


dalam proses produksi, terutama di off-farm
Kabupaten Barru merupakan salah satu
(Irawan, B. 2004). Kenyataan di lapang bahwa
kabupaten yang berada di pesisir Barat
tingkat adopsi maupun penerapan inovasi
Sulawesi Selatan, dengan Ibu Kota Sumpang
teknologi relatif rendah, Sebagian petani hanya
Binangae, terletak antara koordinat 4o0 5 ’ 4 9 ”
menerapkan sebagian komponen teknologi atau
- 4 o47’ 35” Lintang Selatan dan 119o 49’ 16”
menerapkan teknologi pada kualitas dibawah
Bujur Timur. Luas wilayah daratan kurang
rekomendasi. Salah satu indikator bahwa
lebih1.174,72 km2 ( 117.427 Ha) dan perairan 56.160
teknologi tidak diterapkan secara tuntas adalah
Ha. Pada awalnya terdiri dari 5 kecamatan
produktivitas komoditas yang belum mencapai
dengan 24 desa, kemudian terjadi pemekaran
potensinya. Rata-rata produktivitas padi pada 7
desa menjadi 36 desa. Pada tahun 2001
kecamatan di Kabupaten Barru adalah 5,7
dilakukan pemekaran kecamatan dan desa
ton/ha sedangkan jagung berkisar 4 ton/ha
menjadi 7 kecamatan yakni Kecamatan Tanete
(Anonim, 2014).
Rilau, Kecamatan Pujananting, Kecamatan
Untuk mengatasi rendahnya
Tanete Riaja, Kecamatan Barru, Kecamatan
produktivitas tersebut maka diperlukan upaya
Balusu, Kecamatan Soppeng Riaja dan
percepatan transfer inovasi teknologi dengan
Kecamatan Mallusetasi yang meliputi 40 Desa
pendekatan yang mengintegrasikan aspek
dan 14 Kelurahan (BPS Kab. Barru, 2014).
teknis, sosial, ekonomi dan kelembagaan yang
Batas wilayah Kabupaten Barru secara
dilakukan secara terpadu dalam satu program
administrative adalah: Sebelah Utara : Kota
agar hasil-hasil penelitian yang telah dihasilkan
Pare-Pare dan Kabupaten Sidrap, Sebelah
oleh Litbang Pertanian dapat dimanfaatkan oleh
Timur : Kabupaten Soppeng dan Kabupaten
petani secara holistik di masing-masing daerah.
Bone, Sebelah Selatan : Kabupaten Pangkajene
Salah satunya adalah Program “Pengembangan
Kepualauan, Sebelah Barat : Makassar. Pada
Pertanian Perdesaan melalui Inovasi (M-
umumnya kondisi topografi Kabupaten Barru
P3MI)”.M-P3MI merupakan salah satu
berupa dataran tinggi danperbukitan yang
program pemerintah yang mengupayakan
berada pada ketinggian 100 – 500 meter dari
aktivitas memperkenalkan dan
permukaan laut (mdpl). Berdasarkan kondisi
memasyarakatkan hasil inovasi pertanian
geografis jika dikaitkan dengan pengembangan
kepada pengguna dalam rangka memacu adopsi
wilayah, maka Kabupaten Barru memiliki
inovasi teknologi di tingkat petani. Program M-
potensi geografis yang strategis yaitu: 1) berada
P3MI diharapkan dapat menjadi wadah yang
pada derah lintasan perekonomian Utara –
mampu mensinergikan antar komponen-
Selatan Sulawesi Selatan, 2) merupakan
komponen terkait penyebarluasan inovasi
wilayah Trans Sulawesi, 3) Pintu perekonomian
teknologi mulai dari lembaga pemasok inovasi
yang menghubungkan Sulawesi Selatan dengan
teknologi melalui lembaga perantara sampai ke
Kalimantan Timur dan daerah lainnya. Kondisi
pengguna dapat berjalan baik.
geografis seperti ini memungkinkan untuk
Kajian ini dilaksanakan selama lebih
pengembangan berbagai potensi yang dimiliki
kurang dua tahun (Tahun 2014 - 2015), dengan
baik sosial budaya maupun ekonomi (BPS Kab.
lokasi pengambilan data di Kabupaten Barru.
Barru, 2014).
Data-data sekunder yang berhubungan dengan
Kondisi topografi wilayah Kecamatan
tujuan kajian ini diperoleh dari hasil-hasil
Tanete Rilau adalah pesisir pantai datar dan
penelitian sebelumnya terkait dengan angka
berbukit sehingga sangat strategis untuk
konversi produksi limbah tanaman pangan
pengembangan usaha pertanian. Karakteristik
seperti jerami padi. Selain itu diperoleh pula
tanah dengan tingkat keasaman (pH) antara 5,4
data dari instansi terkait yaitu Dinas Pertanian
– 5,9, kemiringan tanah mencapai 8 – 11%,
dan Peternakan Kabupaten Barru tentang data
bukit dan pegunungan 20% serta ketinggian 5-
populasi ternak sapi, dan data luas areal panen
10 m dari permukaan laut (dpl). Curah hujan
tanaman pangan. Data tentang kondisi wilayah
rata-rata bulan basah November s/d Maret (5
diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten
bulan), bulan lembab April s/d Juni (3 bulan,
Barru, sedangkan data tentang keragaan
bulan kering (Juli s/d Oktober (4 bulan). Curah
usahatani padi maupun ternak sapi diperoleh
hujan pada tahun 2013 mencapai 3.587
langsung dari petani yang dilakukan dengan
mm/tahun (BPS Kab.Barru, 2014)
metode FGD sebagai dasar untuk menentukan
jenis inovasi teknologi yang diterapkan.

17
Jurnal Agrisistem: Seri Sosek dan Penyuluhan, Juni 2019, Vol. 15 No. 1 p-ISSN 2089-0036

1. Keragaan Usahatani Padi Sawah dan kooperator, perangkat desa dan Pemda
Ternak Sapi setempat. Hasil identifikasi kondisi eksisting
usahatani padi dan ternak sapi di Desa Lipukasi,
Identifikasi kondisi eksisting usahatani
Kecamatan Tanete Rilau, Kabupaten disajikan
padi dan ternak sapi dilakukan dengan metode
pada Tabel 1.dan Tabel 2.
FGD melibatkan petani kooperator, non
Tabel 1. Hasil identifikasi Kondisi Eksisting usahatani Padi di Desa Lipukasi Kecamatan Tanete Rilau
Kabupaten Barru Tahun 2014
Solusi /
Kondisi Eksisting Dampak
Interfensi Teknologi
I. Input Usahatani
Benih : Masih terdapat 40% - Produksi/produktivitas usahatani - Penggunaan benih berlabel
petani menggunakan benih rendah
asalan
Pupuk : 90 % petani - Degradasi lahan menyebabkan - Teknologi pemupukan
menggunakan pupuk kimia dan produksi dan produktivitas usahatani berimbang(pemupukan P & K
10% petani mengkombinasikan rendah berdasarkan analisis tanah
pupuk kimia dan kompos - Biaya usahatani relatif tinggi menggunakan PUTS dan
- Takaran rekomendasi : menyebabkan rendahnya nilai pemupukan N
Urea : 250 – 400 kg/ha keuntungan yang diperoleh - Penggunaan pupuk organik
Ponska : 300 – 350 kg/ha atau kompos

Obat-Obatan - Pencemaran lingkungan


- Penggunaan obat-obatan - Resistensi hama terhadap pestisida - Teknologi pembuatan
melebihi anjuran - Residu pestisida pada hasil panen biopestisida/pestisida nabati

II. Sistim Budidaya


Pesemaian : Umur bibit 15 – -
20 hari Tidak ada masalah
Penanaman :
- 90% petani menggunakan - Produksi relatif rendah - Penerapan sistim tanam
sistim tanam tegel dan 10% legowo
sisanya menerapkan sistim
tanam legowo - Jumlah anakan kurang menyebabkan
- 100 % petani menanam 3-5 rendahnya produksi - Sistim tanam 1-2
tanaman/rumpun tanaman/rumpun
Pengendalian hama & penyakit - Produksi menurun disebabkan - Penerapan teknologi LTBS
- Hama tikus belum serangan tikus /Pengendalian hama secara
dikendalikan terpadu (tanam serempak)

Panen & pasca panen - Susut hasil relatif tinggi - Teknologi


- 90% petani melakukan panen alsintan/penggunaan Combine
secara manual - Pembakaran jerami menimbulkan Harvester
- 100% petani belum mengolah polusi lingkungan - Inovasi Teknologi jerami
limbah jerami padi fermentasi untuk pakan ternak
III. Kelembagaan
Input & output - Kios saprodi belum ada di setiap desa - Koperasi tani difungsikan
sehingga petani kesulitan jika membeli sebagai wadah penyedia
obat-obatan saprodi
Kredit (permodalan) - Petani kesulitan memperoleh modal - Mengelola koperasi sebagai
usaha (akses ke perbankan sulit lembaga permodalan
kelompok
Penyuluhan - Keterbatasan tenaga penyuluh pertanian - Memaksimalkan kerja
Petani seringkali kesulitan (7 orang melayani 10 Desa) penyuluh THL-TB
informasi teknologi

Kelompok Tani/Gapoktan - Usahatani kelompok masih bersifat - Penerapan inovasi teknologi


subsisten dan belum bersifat komersial pengolahan hasil yang
berorientasi agribisnis
18
Jurnal Agrisistem: Seri Sosek dan Penyuluhan, Juni 2019, Vol. 15 No. 1 p-ISSN 2089-0036

Tabel 2. Hasil identifikasi kondisi eksisting usaha ternak sapi di Desa Lipukasi Kecamatan Tanete
Rilau, Kabupaten Barru Tahun 2014

Kondisi Eksisting Dampak Solusi/Interfensi Teknologi


Bibit/bakalan - Kualitas sapi bali kecil - Perkawinan dengan sapi pejantan
- Bibit diproduksi sendiri - Tingkat kelahiran rendah unggul
- Terjadi seleksi negatif - Teknologi IB,
- Tingkat kematian pedet tinggi(30
%)
Pakan
- 80% peternak menggunakan - Bobot badan sapi rendah - Teknologi pakan konsentrat
rumput gajah sebagai pakan - Nilai jual rendah dari limbah pertanian
(seluruh peternak dalam (kandungan protein 14%)
kelompok Doajeng II tidak - Teknologi penggemukan
menggunakan konsentrat) - Teknologi fermentasi jerami
- Kekurangan hijauan dimusim padi/ silase dari
kemarau
Kandang - Pencemaran lingkungan - Penerapan teknologi pembuatan
- 40% peternak mengandangkan biogas dan pengolahan
ternaknya selebihnya di lepas bioslurry
- Sanitasi kandang kurang terjaga - Teknologi pengolahan limbah
(penumpukan sisa makanan dan ternak berbasis Zero Waste
kotoran ternak)
Obat-obatan - Bobot badan sapi menurun - Teknologipengendalian
Penyakit yang umum dialami : - Kualitas pedet rendah/ kurus penyakit pada ternak sapi
Cacing, Mencret, Brusella, Sura dll
Skabies,Rabies, Pincang (demam 3
hari)

2. Penerapan Inovasi Teknologi dan (1990), mengatakan bahwa semakin banyak


Analisis Usahanya karakter sosial budaya masyarakat yang
a. Penerapan Model mengarah pada bridging social capital (modal
sosial menjembatani) kondisi sosial budaya
Rancangan model usahatani integrasi
masyarakat dimaksud semakin mendukung
tanaman padi dan ternak sapi
keberhasilan suatu pembangunan dan
disusun/dirumuskan berdasarkan analisis
sebaliknya.
rangkaian kegiatan ekonomi pertanian dalam
Peran kelembagaan pendukung seperti
sistim agribisnis. Kegiatan ekonomi yang
lembaga ekonomi sebagai penyedia modal baik
dimaksud adalah bisnis berbasis
dari instansi pemerintah (al. BRI, BPD) maupun
usaha pertanian atau bidang lain yang
dari pihak swasta (pengusaha, LSM) dan
mendukungnya, baik di sektor hulu maupun di
koperasi. Lembaga tersebut sangat menentukan
hilir. Dalam kerangka berpikir model ini,
peranannya dalam membantu petani, karena
pengelolaan tempat usaha mulai dari sektor
permasalahan yang sangat menonjol di tingkat
hulu (pembibitan, penyediaan input produksi,
usahatani adalah modal usaha dan pemasaran
dan sarana produksi) sampai pada sektor hilir
hasil. Petani belum mencapai produksi
(kegiatan pasca panen seperti; distribusi,
maksimal karena keterbatasan modal dalam
pengolahan, dan pemasaran) Sedangkan
membeli sarana produksi.
Budidaya dan pengumpulan hasil merupakan
Model ini sesuai dengan kondisi spesifik
bagian dari aspek proses produksi.
karena seluruh komponen dalam model sudah
Koperasi tani merupakan komponen
terbentuk dan terdukung oleh sumberdaya yang
yang paling berpengaruh dalam kelembagaan
ada (Koperasi, Gapoktan, Klinik Agribisnis,
usahatani karena memudahkan petani dalam
unit usaha pengolahan limbah berbasis Zero
penyediaan sarana produksi dan permodalan
Waste, unit pengelola mekanisasi) namun perlu
usahatani yang dikelola oleh Gapoktan.
intervensi pemerintah dalam pengelolaannya
Gapoktan sebagai organisasi yang
dan pengembangannya ke depan. Akan tetapi
menjembatani (Bridging Organization)
bentuk campur tangan pemerintah tidak bersifat
jaringan pemasaran antar kelompok tani baik
koersif (pemaksaan).
dari dalam maupun luar desa. Koentjaraningrat
19
Jurnal Agrisistem: Seri Sosek dan Penyuluhan, Juni 2019, Vol. 15 No. 1 p-ISSN 2089-0036

MODEL INTEGRASI TERNAK SAPI DAN PADI BERBASIS ZERO WASTE

PERBANKAN/ DINAS
DINAS DINAS
PETERNAKAN BRI GAPOKTAN PERTANIAN/BP KOPERINDAG
3K

PEMBENTUKAN KLINIK
KLINIK AGRIBISNIS
AGRIBISNIS

TERNAK SAPI
TERNAK SAPI PADI SAWAH
PADI SAWAH

Unit
Biogas
Biogas Unit Pengolahan
Unit - Jerami
Limbah ternak - Dedakl/bekatul untuk
pengolahan
(kompos & pakan Pakan konsentrat
Biourine) - Abu sekam untuk
konsentrat
bahan kompos

Rumah tangga

MEMBENTUK KELEMBAGAAN
KOPERASI SEBAGAI
UNIT PRODUKSI, PEMASARAN &
PENGELOLA ALSINTAN

Penjualan Hasil Usahatani (kompos, Biourine, pakan konsentrat, Beras,


Ternak sapi)

PENDAPATAN PETANI MENINGKAT

Kondisi riil dilapangan (tahun 2015) model ini membutuhkan intervensi Pemerintah Daerah
belum diadopsi disebabkan terdapat beberapa dalam penerapan model usahatani terintegrasi.
kendala antara lain : (a) Kesenjangan antara
b) Inovasi Teknologi Penggemukan Sapi
kelembagaan petani dengan Penyuluhan
Potong
Pertanian maupun Pemerintah Daerah, (b) Unit
usaha komersial yang dapat dikelola Gapoktan Pendapatan peternak dipengaruhi oleh
sebagai sumber dana (POC Biourine dan jumlah ternak yang dipelihara, semakin banyak
kompos) belum mempunyai izin edar produk ternak yang dipelihara, semakin banyak
sehingga terkendala dalam pemasaran, (c) SDM keuntungan yang akan diterima oleh peternak,
pengelola unit mekanisasi dalam memproduksi (Hadi dan Ilham 2002) dalam (Supardi
pakan konsentrat belum mampu memilah Rusdiana, dkk., 2016). Kondisi usaha
elemen-elemen penting yang perlu dilakukan peternakan di Kecamatan Tanete Rilau
dalam memproduksi pakan konsentrat yang Kabupaten Barru, peternak sapi potong dalam
dapat dijadikan unit usaha kelompok dan melakukan usahanya masih bersifat tradisional
memenuhi kebutuhan anggota, d) Skala usaha dengan sekala rata-rata 4 – 5 ekor/rumah
kecil, unit produksi tidak ekonomis dan tangga, bila melakukan usaha dengan skala
berorientasi subsisten, e) Tidak adanya Trust besar peternak tidak mampu, karena biaya yang
atau kepercayaan yang bersifat timbal-balik dikeluarkan cukup tinggi terutama pada
antara Pengurus Gapoktan dan Kelompok tani aktivitas penyediaan pakan. Salah satu inovasi
untuk menumbuhkan partisipasi, kerjasama, teknologi yang belum berkembang di tingkat
bahkan kemitraan stakeholders. Hal ini sangat petani/peternak di Kabupaten Barru adalah
20
Jurnal Agrisistem: Seri Sosek dan Penyuluhan, Juni 2019, Vol. 15 No. 1 p-ISSN 2089-0036

teknologi pakan. Khusus ternak sapi dan berorientasi bisnis untuk meningkatkan
kerbau, Petani masih menggantungkan sumber pendapatan dan kesejahteraannya. Salah
pakan 80% pada hijauan (Basir Nappu, dkk., satunya adalah inovasi teknologi penggemukan
2013). sapi.
Kendala utama yang sering dikeluhkan Pada pelaksanaan kegiatan M-P3MI di
oleh peternak adalah besarnya biaya yang harus Kabupaten Barru implementasi teknologi
dikeluarkan untuk pembelian pakan. penggemukan sapi dilakukan dengan
Sedangkan industri pakan ternak dan ikan melibatkan beberapa peternak dengan
masih tergantung pada bahan baku impor; mengintroduksikan pakan konsentrat yang
sementara dari sisi lain, sebagian bahan baku dapat dibuat dengan memanfaatkan limbah
potensial untuk campuran pakan ternak/ikan pertanian yang ada. Penggemukan sapi
tersebut tersedia secara local (Lakitan, B. 2009). dilakukan pada skala 10 ekor jantan dengan
Hampir semua peternak kecil Desa berat badan antara 175-200 kg masing-masing 5
Lipukasi pada saat musim kering atau paceklik, ekor diberikan perlakuan dan 5 ekor sebagai
menjual sebagian ternaknya untuk kebutuhan kontrol dan dipelihara selama 4 bulan. Data
hidup dan kebutuhan pertanian dalam artian Pertambahan bobot badan sapi dapat dilihat
masih berorientasi subsisten, sehingga sangat pada Tabel 3.
diperlukan suatu tindakan yang dapat merubah
pola pikir petani dalam memelihara ternak yang

Tabel 3. Rata-Rata Konsumsi dan Pertambahan Bobot Badan Harian Sapi


No Cara Introduksi Cara Petani
Konsumsi pakan dry PBBH Konsumsi pakan dry PBBH
matter (gram/ekor/ (gram/ekor/ hari) matter/ekor/ hari gram/ekor/
hari) hari
1 5900 750 4300 210
2 5350 705 4800 245
3 6015 766 4500 215
4 5700 740 4750 230
5 4950 685 4650 230
Rata-rata 5583 729,2 4600 226

Gambar 1. Histogram Rata-rata Konsumsi dan Pertambahan Bobot Badan Harian Sapi Potong

Tabel 3 menunjukkan bahwa dengan berbeda sangat nyata berdasarkan uji T dengan
pemberian konsentrat 3 kg/ekor/hari ditambah penggemukan yang dilakukan petani dengan
fermentasi jerami secara adlibitum pada sapi pemberian rumput secara adlibitum pada sapi
jantan dengan berat awal rata-rata 190,3 kg potong dengan berat badan awal rata-rata 187
dapat meningkatkan berat badan sapi potong kg dengan rata-rata pertambahan berat badan
penggemukan rata-rata 729,2 gram/ekor/hari harian 226 gram/ekor/hari. Hal ini dapat
21
Jurnal Agrisistem: Seri Sosek dan Penyuluhan, Juni 2019, Vol. 15 No. 1 p-ISSN 2089-0036

dipahami karena konsumsi kualitas pakan yang ini disebabkan palabilitas konsentrat dan jerami
berbeda. Demikian juga dengan konsumsi fermentasi lebih tinggi dibandingkan sapi
pakan pada sapi potong yang diberikan penggemukan yang makan rumput seadanya.
konsentrat dan fermentasi jerami rata-rata 5.583 Adapun analisis finansial usaha penggemukan
gram/ekor/hari berbeda nyata dengan cara sapi diuraikan pada Tabel 4:
petani menggemukan sapi dengan konsumsi
pakan rata-rata 4600 gram/ekor/hari. Perbedaan

Tabel 4. Analisis Pendapatan usahatani Penggemukan sapi berbasis Zero Waste pada skala
pemeliharaan 5 ekor di Kabupaten Barru Tahun 2014
Teknologi Introduksi
No. Uraian Volume Nilai
Harga Satuan (Rp) (Rp)
A Biaya Investasi
Pembuatan Kandang 30m2 400.000 12.000.000
Peralatan kandang 5 bh ember pakan 30.000 120.000
B Biaya Tetap 2.606.000
Tenaga Kerja 1 orang 2.000.000 2.000.000
Penyusutan kandang (5%) 1 periode 600.000 600.000
Penyusutan alat (5%) 1 periode 6.000 6.000
Total Modal Tetap
C Biaya variabel 38.334.000
Sapi Bakalan 5 ekor 7.000.000 35.000.000
Pakan Hijauan
Jerami/R.Gajah 4500 kg 200 720.000
Pakan Konsentrat
Dedak Padi 450 kg 3.000 1.350.000
Tepung Ikan 54 kg 5.000 270.000
Tongkol jagung 252 kg 500 126.000
Bungkil Kelapa 135 kg 2800 378.000
Pikuten 9 kg 35.000 315.000
Obat-Obatan 1 paket 35.000 175.000
Biaya Tetap +Variabel 40.940.000
Biaya pembuatan Biourine 53.055.000
Biaya Pembuatan Kompos 14.600 2.037.500
Total Biaya Produksi 96.032.500
D Pendapatan -
Sapi potong 5 12.000.000 60.000.000
Pupuk Padat (kg) 2400 800 1.920.000
Pupuk Organik Cair/POC 4.867(liter) 20.000 97.340.000
E Total Pendapatan 159.260.000
F Keuntungan 63.227.500
G R/C Ratio 1,6

Tabel 4 menunjukkan bahwa total biaya 5.268.958/bulan. Besarnya pendapatan


produksi dalam usaha penggemukan sapi dipengaruhi oleh pertambahan berat badan dan
berbasis Zero Waste pada skala pemeliharaan 5 harga jual sapi serta nilai produk pupuk yang
ekor sebesarRp. 96.032.500. Sedangkan dihasilkan dari pengolahan limbah ternak dan
pendapatan diperoleh sebesar Rp. keuntungan yang diperoleh belum termasuk
159.260.000/periode penggemukan dimana biaya promosi POC.
nilai keuntungan yang diperoleh adalah Rp.
63.227.500/periode penggemukan atau Rp.
22
Jurnal Agrisistem: Seri Sosek dan Penyuluhan, Juni 2019, Vol. 15 No. 1 p-ISSN 2089-0036

a) Inovasi Teknologi Pembuatan Kompos cukup untuk pemupukan lahan sawah seluas 1
hektar. Adapun analisis usaha pembuatan
Seekor ternak sapi dewasa dapat
pupuk kompos secara detail dituangkan pada
menghasilkan feses sekitar 4 ton per tahun yang
Tabel 5.
dapat diolah menjadi 2 ton pupuk organik padat
(Putranto, 2003), dimana kompos tersebut

Tabel 5. Analisis pendapatan usaha pembuatan kompos pada pemeliharaan sapi skala 20 ekor
No Uraian Volume Harga satuan Jumlah (Rp)
A Biaya Investasi Bangunan
Rumah Kompos 1 unit 10.000.000 10.000.000
Alat Jahit Karung 1 unit 2.000.000 2.000.000
Appo (alat pengolah kompos) 1 unit 35.000.000 35.000.000
B Biaya Tidak Tetap (Variable cost) 5.400.000
Tenaga Kerja 5 orang 400.000 2.000.000
Terpal 6 Bh 100,000 600,000
Karung kemasan 50 kg 800 Lbr 2000 1.600.000
Bioaktivator 1 paket 1.000.000 1.000.000
Benang Jahit 10 Rol 20.000 200.000
C Biaya Tetap (fixed cost) 2.750.000
Penyusutan Bangunan(20%/th) 2.000.000
Biaya penyusutan alat jahit karung (masa 400.000
pakai 5 tahun)
Biaya penyusutan Alat kompos 350.000
pengolah(masa pakai 10 tahun)
D Total Biaya 8.150.000
E Pendapatan 40.000 Kg 800 32.000.000
F Keuntungan 23.850.000
G R/C-ratio 3,9

Tabel 5 menunjukkan bahwa dengan mengelola lainnya. Pupuk organik mempunyai efek jangka
limbah padat ternak sapi menjadi kompos pada panjang yang baik bagi tanah, yaitu dapat
skala pemeliharaan 20 ekor dapat memberikan memperbaiki struktur kandungan organik tanah
keuntungan sebesar Rp. 23.850.000/tahun atau dan selain itu juga menghasilkan produk
Rp. 1.987.500/bulan. Usaha ini berpeluang pertanian yang aman bagi kesehatan. Oleh
untuk dikembangkan karena menguntungkan karena itu penggunaan pupuk organik saat ini
bagi petani dan dapat digunakan pada lahan digalakkan pemakaiannya di kalangan petani.
usahataninya. Penggunaan pupuk organik Selain itu jika dikelola dengan baik (diproduksi
disamping mampu menghemat penggunaan secara kontinu dan memiliki izin edar) lalu
pupuk anorganik, juga mampu memperbaiki dijual, dapat meningkatkan pendapatan petani.
struktur serta ketersediaan unsur hara tanah. Adapun hasil analisis pendapatan usaha
Pendapat dari Adnyana (2003). pembuatan Biourine diuraikan pada Tabel 6.
Tabel 6 menunjukkan bahwa skala
b) Inovasi Teknologi Pembuatan Pupuk
pemeliharaan 5 ekor ternak sapi dewasa dapat
Organik Cair/Bio Urine
menghasilkan urine sebanyak 14.600 liter
Ternak sapi dewasa menghasilkan urine/tahun artinya jika dikelola dengan baik
urine 7 - 8 liter per hari atau 2.555 -2.920 liter maka dapat memberi nilai keuntungan sebesar
per tahun. Jika diolah menjadi pupuk organik Rp. 132.835.000/tahun (keuntungan ini belum
cair maka dapat digunakan sebagai pupuk pada termasuk biaya promosi produk).
tanaman padi maupun tanaman hortikultura

23
Jurnal Agrisistem: Seri Sosek dan Penyuluhan, Juni 2019, Vol. 15 No. 1 p-ISSN 2089-0036

Tabel 6. Analisis Pendapatan Usaha Pembuatan Biourine Skala Pemeliharaan 5 ekor sapi
No Uraian Volume Harga Jumlah (Rp)
Satuan
(Rp)
A Biaya Investasi
Tower Kapasitas 1000 13 unit 1.250.000 16.250.000
liter
Drum Plastik 450 liter 2 unit 400.000 800.000
Aerator 4 buah 2.500.000 10.000.000
Izin Edar(masa pakai 5 1 tahun 25.000.000 25.000.000
tahun)
B Biaya variabel (Variabble
Cost) 149.460.000
Urine sapi dewasa 7-8 8 x 5 x 365 liter 500 7.300.000
liter/hari)
Botol Kemasan 14.600 botol 6.500 94.900.000
MOL 30 liter 2.000 60.000
Biaya Tenaga Kerja 3 x 12 org 500.000 18.000.000
Label Pupuk 14.600 lbr 2.000 29.200.000
C Biaya Tetap 9.705.000
Penyusutan alat Tower 1.625.000
(masa pakai 10 tahun)
Penyusutan alat Drum 80.000
plastik(masa pakai 10
tahun)
Penyusutan alat aerator 3.000.000
(masa pakai 5 tahun
Biaya Penyusutan izin 5.000.000
edar
D Total Biaya 159.165.000
E Pendapatan
POC 14.600 liter 20.000 292.000.000
F Keuntungan 132.835.000
G R/C Ratio 1,8

c) Inovasi Teknologi PTT Padi Sawah diterapkan pada pelaksanaan kegiatan M-P3MI
di Kabupaten Barru seperti tertera pada Tabel 7.
PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu)
Perpaduan komponen teknologi ini
padi sawah adalah suatu pendekatan inovatif
diharapkan dapat memberikan jalan keluar
dalam upaya peningkatan efisiensi usaha tani
terhadap permasalahan produktivitas padi
padi sawah dengan menggabungkan berbagai
dengan didasarkan pada pendekatan yang
komponen teknologi yang saling menunjang
partisipatif.Varietas padi yang akanditanam
dan dengan memperhatikan penggunaan
dipilih varietas unggul yang mampu beradaptasi
sumber daya alam secara bijak agar
dengan lingkungan untuk menjamin
memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap
pertumbuhan tanaman yang baik, tahan
pertumbuhan dan produktivitas tanaman
serangan penyakit, berdaya hasil dan bernilai
(Litbang Pertanian, 2014).
jual tinggi serta memiliki kualitas rasa yang
PTT padi sawah bertujuan untuk
dapat diterima pasar.Adapun hasil yang dicapai
meningkatkan produktivitas tanaman dari segi
pada pelaksanaan Demontrasi Farming PTT
hasil dan kualitas melalui penerapan teknologi
padi sawah pada kegiatan M-P3MI di
yang cocok dengan kondisi setempat (spesifik
Kabupaten Barru tertera pada Tabel 8.
lokasi) serta menjaga kelestarian lingkungan.
Dengan meningkatnya hasil produksi
diharapkan pendapatan petani akan
meningkat.Beberapa komponen teknologi yang

24
Jurnal Agrisistem: Seri Sosek dan Penyuluhan, Juni 2019, Vol. 15 No. 1 p-ISSN 2089-0036

Tabel 7. Komponen Teknologi PTT Padi Sawah yang diterapkan pada Kegiatan M-P3MI di Kabupaten
Barru Tahun 2014
No Komponen Teknologi PTT Padi Sawah Keterangan
1 Penggunaan benih bermutu/bersertifikat Benih 25 – 30 Kg/ha,

Penggunaan varietas padi unggul berpotensi Varietas Inpari 4, Inpari 23 dan Ciliwung
hasil tinggi
2 Penerapan sistim tanam Jajar Legowo 2 : 1 jarak tanam 25 x 12,5 x 50 cm
3 Penggunaan bibit muda Umur < 21 hari setelah semai
4 Tanam dengan jumlah bibit terbatas 1-3 tanaman per rumpun
5 Penggunaan pupukOrganik Menggunakan kompos 1 ton/ha dan Biourine 5 liter/ha
6 Pemupukan berimbang Penggunaan Pupuk P dan K berdasarkan hasil analisis
tanah menggunakan PUTS dan Pemupukan N
berdasarkan BWD
7 Pengendalian hama terpadu Penanaman serempak dan pengendalian hama tikus
menggunakan LTBS

Tabel 8. Rata-rata Produksi padi dengan Penerapan Teknologi PTT di Kabupaten Barru, MK. 2015
No Varietas Unggul Produksi (ton/ha)
Pola Introduksi Pola Petani
1 Inpari 4 6,85 4,98
2 Inpari 23 7,04 5,01
3 Ciliwung 7,60 5,20

7.6
8 7.04
6.85
7
6 4.98 5.01 5.2

5
Pola Introduksi
4
Pola Petani
3
2
1
0
Inpari 4 Inpari 23 Ciliwung

Gambar 2. Diagram Rata-rata Produksi padi dengan Penerapan Teknologi PTT di Kabupaten Barru,
MK. 2015

Pada Diagram di atas menunjukkan dilakukan secara terpadu dengan


bahwa hasil gabah kering panen (GKP) yang mengintegrasikan antar komponen
diperoleh petani yang menerapkan teknologi teknologi,karena penerapan satu atau dua jenis
PTT padi sawah lebih tinggi dibanding petani komponen saja tidak bisa memaksimalkan hasil
yang tidak menerapkan. Dengan penerapan yang dicapai. Adapun analisis pendapatan
teknologi PTT padi sawah terjadi peningkatan usahatani padi sawah dengan penerapan
produksi padi sebesar 27,29 - komponen teknologi PTT diuraikan pada Tabel
31,50%.Pembelajaran penting dalam penerapan 9.
teknologi PTT adalah hasil dapat dicapai secara
maksimal jika penerapan komponen teknologi

25
Jurnal Agrisistem: Seri Sosek dan Penyuluhan, Juni 2019, Vol. 15 No. 1 p-ISSN 2089-0036

Tabel 9. Analisa Pendapatan Usahatani padi sawah dengan penerapan komponen teknologi PTT
No Uraian Volume Harga Satuan(Rp) Jumlah (Rp)

BIAYA PRODUKSI
A Biaya tetap 2.300.000
Sewa Pompa 1 MT 2.250.000 2.250.000
PBB 1 ha 50.000 50.000
B Biaya Variabel 10.300.000
Benih 25 kg 9000 225.000
Pengolahan tanah 1 ha 1.200.000 1.200.000
Urea 150 kg 1.800 270.000
Biourine 7 liter 20.000 140.000
kompos 1000 kg 800 800.000
NPK Ponska 200 kg 2.400 480.000
Biaya analisis Tanah (PUTS) 1 kali 50.000 50.000

BWD 1 buah 30.000 30.000


Obat-Obatan 1 paket 225.000 225.000
Tenaga kerja 24 OH 30.000 720.000
Upah Angkut 76 karung 10.000 760.000
Upah Panen (sistim bawon 6 keluar 1) 12 kwt 450.000 5.400.000

C Total Biaya A + B 12.600.000


D Produksi rata2(kg) 7.100
E PenjualanGKP (Rp/kg) 4.500
F Penjualan Jerami (Rp/ha) 300.000
G Pendapatan 31.950.000
H Keuntungan 19.350.000
I R/C Ratio 2,5

Tabel 9 menunjukkan bahwa total biaya biaya-biaya sehubungan dengan kegiatan


yang dikeluarkan petani yaitu operasinya, (Weston dan Copeland,1995).
Rp.12.600.000/MTmenghasilkan pendapatan Suatu teknologi baru dengan
sebesar Rp.31.950.000 dengan nilai keuntungan penerimaan yang tinggi biasanya memerlukan
sebesar Rp. 19.350.000. Menurut Bastian dan penambahan penggunaan input dan pencurahan
Suhardjono (2006) Net Profit Margin adalah tenaga kerja yang mungkin akan mempengaruhi
perbandingan antara laba bersih dengan keuntungan. Untuk itu dapat dilakukan
penjualan. Rasio ini sangat penting karena pengujian lebih lanjut dengan menggunakan
mencerminkan strategi penetapan harga tolok ukur rasio marjinal penerimaan kotor dan
penjualan dan kemampuannya untuk biaya. Alat ini juga digunakan untuk
mengendalikan beban usaha. Semakin mengevaluasi teknologi pilihan yang mungkin
besar Net Profit Margin berarti semakin efisien dapat menggantikan teknologi yang lama yang
perusahaan tersebut dalam mengeluarkan diuraikan di bawah ini.

Penerimaan Kotor (I) – Penerimaan Kotor (P)


MBCR =
Total Biaya (I) – Total Biaya (P)
31.950.000– 23.700.000
MBCR = 12.600.000– 11.220.000
8.250.000
MBCR = 1.380.000

MBCR = 5,9

26
Jurnal Agrisistem: Seri Sosek dan Penyuluhan, Juni 2019, Vol. 15 No. 1 p-ISSN 2089-0036

Dari hasil MBCR yang diperoleh sebagai pupuk organik untuk tanamannya,
sebesar 5,9 menunjukkan bahwa dengan kemudian memanfaatkan limbah pertanian
menerapkan teknologi PTT padi,penambahan sebagai pakan ternak, (Sudiarto, Bambang.
biaya input sebesar Rp.1,-.akan memberikan 2008). Pengembangan sistim usahatani tanaman
penambahan pendapatan sebesar Rp.5,9,- – ternak perlu diimbangi dengan peningkatan
dengan Angka ini juga memberikan keyakinan manajemen sebagai upaya pemanfaatan semua
kepada petani bahwa dengan teknologi ini akan produk tanaman, sehingga tercapai pola Zero
memberikan peningkatan pendapatan dan Waste atau tidak ada bagian yang terbuang dan
keuntungan. Selanjutnya apabila suatu usaha tersedianya sumber pakan dengan biaya murah
akan dikembangkan dalam skala yang lebih luas (Zero Cost) (Bambang Winarso dan Edi
sangat layak dengan referensi MBCR tersebut. Basuno, 2013). Hasil kajian pada pelaksanaan
Program MP3MI di Kabupaten Barru tahun
d) Sistim Integrasi Usahatani Padi - Sapi
2015 menunjukkan bahwa biaya produksi,
Potong Berbasis Zero Waste
penerimaan dan keuntungan pada sistim
Ciri utama integrasi tanaman ternak integrasi usaha tani padi-sapi dapat dilihat pada
adalah adanya sinergisme atau keterkaitan yang Tabel 10.
saling menguntungkan antara tanaman dan
ternak. Petani memanfaatkan kotoran ternak

Tabel 10. Analisis integrasi usaha tani padi-sapi potong berbasis Zero Waste di Kabupaten Barru
Usahatani Usahatani sapi Usahatani padi +
No Uraian
Padi/ha (skala 5 ekor) Usahatani Sapi
1 Biaya (Rp) 12.600.000 96.032.500 108.632.500
2 Pendapatan (Rp) 31.950.000 159.260.000 191.210.000
3 Keuntungan (Rp) 19.350.000 63.227.500 82.577.500
R/C= 1,8

Tabel 10 menunjukkan bahwa sistem pertumbuhan ekonomi, memperkuat ketahanan


integrasi usahatani padi – sapi memberikan pangan, dan memelihara keberlanjutan
keuntungan bagi petani dengan nilai R/C Ratio lingkungan.
1,8 yang berarti usaha tersebut layak untuk Menurut Priyanti et al. (2001), usaha tani
dilakukan. Secara social ekonomi sistim tanaman-ternak skala kecil pada sawah irigasi
integrasi tanaman dan ternak memberikan dengan pengelolaan lahan 0,30-0,64 hektar dan
beberapa kegunaan bagi petani diantaranya :1) rata-rata jumlah sapi 2 ekor/rumah tangga dapat
sumber pendanaan dan pendapatan usahatani meningkatkan pendapatan rumah tangga rata-
lebih beragam (Hasil penjualan ternak, kompos, rata Rp 852.170,00/bulan dengan kontribusi
POC, dan padi), 2) tabungan dan modal usaha usaha peternakan terhadap total pendapatan
lebih terjamin, 3) Konsumsi rumah tangga dapat rumah tangga mencapai 40%.
terpenuhi (beras, biogas, kompos), 4) dukungan
e) Inovasi Kelembagaan
terhadap budidaya tanaman (kompos digunakan
1. Model kelembagaan petani yang dapat
pada tanaman) (Powell 1986, Thorne dan
mendukung kegiatan usahatani mulai dari
Tannel 2002).
hulu hingga hilir adalah model yang
Ciri utama dari pengintegrasian tanaman
menggambarkan rangkaian kegiatan
dengan ternak adalah terdapatnya keterkaitan
ekonomi pertanian dalam sistim agribisnis.
yang saling menguntungkan antara tanaman
Inovasi kelembagaan ini dapat
dengan ternak, Pasandaran et. al., (2005).
digambarkan melalui beberapa konsep
Keterkaitan tersebut terlihat dari pembagian
antara lain: 1) Perlunya kelompok tani
lahan yang saling terpadu dan pemanfaatan
membentuk kegiatan ekonomi berbasis
limbah dari masing masing komponen. Saling
usaha pertanian atau bidang lain yang
keterkaitan berbagai komponen sistem integrasi
mendukungnya, baik di sektor hulu maupun
merupakan faktor pemicu dalam mendorong
di hilir seperti halnya usaha pembibitan,
pertumbuhan pendapatan masyarakat tani dan
penyediaan input produksi, dan sarana
pertumbuhan ekonomi wilayah yang
produksi, distribusi, pengolahan, dan
berkelanjutan (Pasandaran et al ., 2005).
pemasaran hasil sedangkan budidaya dan
Dengan kata lain, sistem integrasi tanaman
pengumpulan hasil merupakan bagian dari
ternak mengemban tiga fungsi pokok yaitu
aspek proses produksi, 2) Gapoktan adalah
memperbaiki kesejahteraan dan mendorong
27
Jurnal Agrisistem: Seri Sosek dan Penyuluhan, Juni 2019, Vol. 15 No. 1 p-ISSN 2089-0036

lembaga formal yang dapat difungsikan berorientasi subsisten. Hal ini sangat
sebagai organisasi kerjasama antar membutuhkan intervensi Pemerintah
petani/kelompok tani yang menjembatani Daerah dalam penerapan model usahatani
(Bridging Organization) jaringan terintegrasi.
pemasaran antar kelompok tani baik dari
SARAN
dalam maupun luar desa, 3) Perlunya
intervensi Pemerintah Daerah dalam Disarankan melakukan pola integrasi
penerapan model usahatani terintegrasi. sapi potong dan tanaman pangan dengan
f) Dukungan Pemerintah Daerah melakukan peningkatan kualitas limbah
Dukungan Pemerintah Kabupaten tanaman pangan dengan menerapkan teknologi
Barru dalam kelanjutan penerapan model pengolahan pakan baik fisik, kimiawi maupun
integrasi padi dan ternak sapi berbasis Zero biologis sebelum diberikan pada sapi potong
Waste yakni menggerakkan kelompok tani untuk meningkatkan produktivitasnya
melalui program Unit Pengelola Pupuk Organik
(UPPO) oleh Direktorat Jenderal Prasarana dan UCAPAN TERIMA KASIH
Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian. Terima kasih kami ucapkan kepada Dinas
Pengembangannya dalam bentuk melakukan pertanian Propinsi Sulawesi Selatan, Dinas
pelatihan pengolahan limbah ternak menjadi Pertanian dan Peternakan Kabupaten Barru,
kompos bagi Penyuluh dan Petani. Selain itu para anggota tim pelaksana kegiatan dan pihak
pengembangan unit-unit biogas bagi rumah lain yang telah mendukung pelaksanaan
tangga tani. Namun dukungan ini belum kegiatan M-P3MI hingga terbitnya tulisan ini.
maksimal untuk menggerakkan petani dalam Semoga inovasi teknologi sistim integrasi padi
melakukan usaha produksi kompos secara – sapi potong yang telah diterapkan di tingkat
menyeluruh disebabkan salah satunya adalah lapang dan termuat pada makalah ini dapat
karakter usahatani skala kecil, unit produksi menambah hasanah pengetahuan dan dijadikan
tidak ekonomis dan berorientasi subsisten. rujukan bagi pengembangan usaha peternakan
dan tanaman pangan sehingga proses adopsi
KESIMPULAN inovasi teknologi yang dihasilkan oleh Litbang
1. Model integrasi padi dan ternak sapi Pertanian yang menjadi tujuan utamanya dapat
berbasis Zero Waste memiliki prospek tercapai.
untuk berkembang terkait kebijakan
pemerintah yang menetapkan Kabupaten DAFTAR PUSTAKA
Barru sebagai daerah sentra pemurnian sapi Adnyana, et al. 2003. Pengkajian dan Sintesis
bali dan salah satu wilayah pengembangan Kebijakan Pengembangan Peningkatan
tanaman padi di Sulawesi Selatan Produktivitas Padi dan Ternak (P3T) ke
2. Model integrasi padi dan ternak sapi Depan. Laporan Teknis Pusat Penelitian
berbasis Zero Waste meningkatkan dan Pengembangan Tanaman Pangan.
pendapatan petani sebesar 20,25% dengan Litbang Pertanian. Bogor.
nilai R/C Ratio 1,8 yang berarti usaha ini Anonim, 2013. Laporan Tahunan, Dinas
layak untuk dikembangkan. Pertanian Tanaman pangan dan Hortikul,
3. Penerapan komponen Teknologi PTT padi Kabupaten Barru
secara terpadu meningkatkan produksi Anonim, 2013. Statistik Peternakan. Dinas
sebesar 27,29% - 31,57%/MT Peternakan dan Kesehatan Hewan
4. Kondisi riil di lapangan (tahun 2015) Model Propinsi Sulawesi Selatan, Makassar.
integrasi padi dan ternak sapi berbasis Zero Anonim, 2014 Programa Penyuluhan Pertanian
Waste belum diadopsi disebabkan : (a) Kecamatan Tanete Rilau. Balai
Adanya kesenjangan antara kelembagaan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan
petani dengan Penyuluhan Pertanian Kehutanan (BP3K), Kabupaten Barru
maupun Pemerintah Daerah, (b) Unit usaha Anonim, 2014 Profil Kecamatan Tanete Rilau.
komersial yang dapat dikelola Gapoktan Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan
sebagai sumber dana (POC Biourine dan dan Kehutanan (BP3K), Kabupaten
kompos) belum mempunyai izin edar Barru
produk sehingga terkendala dalam Bambang Winarso dan Edi Basuno, 2013.
pemasaran, (c) SDM pengelola unit Pengembangan pola integrasi tanaman-
mekanisasi belum memadai, d) Skala usaha ternak merupakan bagian upaya
kecil, unit produksi tidak ekonomis dan mendukung usaha pembibitan sapi
28
Jurnal Agrisistem: Seri Sosek dan Penyuluhan, Juni 2019, Vol. 15 No. 1 p-ISSN 2089-0036

potong dalam negeri. Forum Penelitian Development in Procedures for farming


Agroekonomi Vol. 31 No.2 Desember System Research: Proceeding of an
2013 : 151-169 international Workshop. Agency for
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Barru. Agricultural Research and Development,
2014. Kabupaten Barru Dalam Angka. Indonesia
BPS Kabupaten Barru Pasandaran E., Djajanegara A., Kariyasa K.,
Basir Nappu, dkk., 2013. Laporan Hasil dan Kasryno F. 2005. Kerangka
Identifikasi Komoditas Unggulan Konseptual Integrasi Tanaman-Ternak
Sulawesi Selatan. BPTP Sulawesi Di Indonesia. Integrasi Tanaman-Ternak
Selatan Di Indonesia. Badan Litbang Pertanian.
Bastian, Indra & Suhardjono. (2006). Akuntansi Departemen Pertanian, Jakarta.
Perbankan. Buku 2. Jakarta: Salemba Putranto A. 2003. Pemanfaatan urin sapi Bali
Empat. untukpembuatan pupuk organik cair di
Hardianto, Rully. 2008. Pengembangan Dusun Ngandong,Desa Girikerto, Kec.
Teknologi Sistem Integrasi Tanaman- Turi, Kab. Sleman DIY
Ternak Model Zero Waste. [Tesis].[Yogyakarta (Indonesia)]:
http://porotani.wordpress.com. Diakses Universitas Gadjah Mada
pada 18 November 2018 pukul 12.10 Powell,JM. 1986. Manure for cropping : A Case
WIB. study from central Nigeria Exp.Agric.
Irawan, B. 2004. Kelembagaan Program 22.15-24
Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Priyanti A, Kostaman T, Haryanto B, Diwyanto
Inovasi Teknologi Pertanian (Prima K. 2001. Kajian nilai ekonomi usaha
Tani).Makalah (yang telah ternak sapi melalui pemanfaatan jerami
disempurnakan) disampaikan pada padi. Wartazoa 11(1): 28-35.
Workshop Prima Tani, yang Sudiarto, Bambang. 2008. Pengelolaan Limbah
diselenggarakan oleh Badan Litbang Peternakan Terpadu dan Agribisnis yang
pertanian di Ciawi, 2004.Pusat Penelitian Berwawasan Lingkungan. Seminar
dan pengembangan Sosial Ekonomi Nasional Teknologi Peternakan dan
Pertanian. Veteriner. Bandung.
Koentjaraningrat. (1990 Vol. II, 1990: 185). Supardi Rusdiana, Umi Adiati & Rijanto
Metode-Metode Penelitian Hutasoit, 2016.Analisis ekonomi usaha
Kemasyarakatan. Jakarta: Gramedia ternak sapi potong berbasis
Pustaka agroekosistem di Indonesia dalam Jurnal
Komar, A., 1984. Teknologi Pengolahan Jerami Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian
Sebagai Makanan Ternak. Yayasan Dian Volume 5 No 2 tahun 2016
Grahita, Bandung. www.gerbangpertanian.com/2010/07/amoniasi
KUSNADI, U. 2007. Inovasi teknologi -jerami-padi-sebagai-pakan.html.
peternakan dalam sistem integrasi diakses November 2018
tanaman-ternak (SITT) untuk menunjang Weston, J. Fred & Copeland, Thomas E. 1995.
swasembada daging sapi tahun 2010. Managerial Finance. 9th ed. A. Jaka
Orasi pengukuhan profesor riset bidang Wasana MSM & Kibrandoko MSM.
sosial ekonomi peternakan . Badan (Penerjemah). Manajemen Keuangan
Litbang Pertanian, Jakarta. Edisi Kesembilan Jilid 1. Binarupa
Lakitan, B. 2009 Kontribusi Teknologi dalam Aksara. Jakarta Barat. Indonesia
Pencapaian Ketahanan Pangan
1.Makalah Utama pada Seminar Hari
Pangan Sedunia, Jakarta 12 Oktober
2009.Kementerian Negara Riset dan
Teknologi.http://benyaminlakitan.files.
wordpress.com/2012 /04/20091012-
makalah-hari-pangan-sedunia.pdf
Litbang Pertanian, 2014. Pedoman Umum PTT
Padi Sawah, Kementerian Pertanian,
Jakarta.
Manwan. 1989. Farming sistems research in
Indonesia: its evolution and future out
look. In: Sukmana et al.(eds).
29

Anda mungkin juga menyukai