1 p-ISSN 2089-0036
ABSTRAK
Integrasi tanaman padi dengan ternak Sapi di lahan sawah dapat dipergunakan sebagai alternatif untuk
mempercepat peningkatan produksi tanamana pangan dan sapi melalui aplikasi teknologi sederhana
dalam Model Pembangunan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi. Kegiatan ini telah dilaksanakan di
Desa Lipukasi, Kecamatan Tanete Rilau, Kabupaten Barru selama 2 tahun (2014-2015) dengan tujuan
untuk meningkatkan produksi dan pendapatan petani melalui penerapan model Integrasi ternak sapi dan
padi berbasis Zero Waste yang selanjutnya dapat diterapkan pada agroekosistem yang sama di
Indonesia. Metoda penelitian dengan statistik sederhana yang didahului dengan pengambilan data
primer menggunakan metode Focus Group Discussion (FGD) untuk menentukan perioritas masalah
yang dialami petani terkait penerapan inovasi teknologi. Data-data sekunder yang berhubungan dengan
tujuan kajian ini diperoleh dari Instansi terkait dan hasil-hasil penelitian sebelumnya. Hasil kajian
menunjukkan bahwa Penerapan komponen Teknologi PTT padi secara terpadu meningkatkan produksi
sebesar 27,29% - 31,57%/MT. Kesimpulan yang didapat dari kegiatan ini adalah penerapan Sistim
integrasi padi dan ternak sapi berbasis Zero Waste meningkatkan pendapatan petani sebesar 20,25%
dengan nilai R/C 1,8 yang berarti usaha ini layak untuk dikembangkan. Kondisi riil di lapangan (tahun
2015) Model integrasi padi dan ternak sapi berbasis Zero Waste belum diadopsi disebabkan terdapat
beberapa kendala antara lain : (a) Kesenjangan antara kelembagaan petani dengan Penyuluhan Pertanian
maupun Pemerintah Daerah, (b) Unit usaha komersial yang dapat dikelola Gapoktan sebagai sumber
dana (Pupuk Organik Cair Biourine dan kompos) belum memiliki izin edar produk sehingga terkendala
dalam pemasaran, (c) Sumber Daya Manusia pengelola unit mekanisasi belum memadai, d) Skala usaha
kecil, unit produksi tidak ekonomis dan berorientasi subsisten, e) Tidak adanya Trust atau kepercayaan
yang bersifat timbal-balik antara Pengurus Gapoktan dan Kelompok tani untuk menumbuhkan
partisipasi, kerjasama, bahkan kemitraan stakeholders. Hal ini sangat membutuhkan intervensi
Pemerintah Daerah dalam penerapan model usahatani terintegrasi.
Kata kunci: Integrasi, padi, sapi potong, perdesaan
ABSTRACT
Integration of rice plants with cattle in paddy fields can be used as an alternative to accelerate the
production of food and cattle crops through the application of simple technology in the Rural Rural
Development Model Through Innovation. This activity has been carried out at Lipukasi Village, Tanete
Rilau Subdistrict, Barru District for 2 years (2014-2015) with the aim of increasing farmers' production
and income through the application of Zero Waste Integration of cattle and rice models which can then
be applied to the same agroecosystem in Indonesia. Research methods with simple statistics that are
preceded by primary data collection using the Focus Group Discussion (FGD) method to determine the
priority of problems experienced by farmers related to the application of technological innovation.
Secondary data related to the purpose of this study were obtained from related institutions and the
15
Jurnal Agrisistem: Seri Sosek dan Penyuluhan, Juni 2019, Vol. 15 No. 1 p-ISSN 2089-0036
results of previous studies. The results of the study showed that the application of integrated PTT rice
technology components increased production by 27.29% - 31.57% / MT. The conclusion obtained from
this activity is the application of an integrated rice system and Zero Waste based cattle to increase
farmer's income by 20.25% with a R / C value of 1.8 which means this business is feasible to be
developed. Real conditions in the field (in 2015) The model of integration of rice and cattle based on
Zero Waste has not been adopted due to several constraints, among others: (a) Gap between farmer
institutions and Agricultural and Local Government, (b) Commercial business units that can be
managed by farmer groups as a source of funds (Biourine and compost Liquid Organic Fertilizers) do
not yet have product marketing licenses so that they are constrained in marketing, (c) Human Resources
managing mechanization units are inadequate, d) Small business scale, production units not economical
and subsistence oriented, e) No the existence of mutual trust or trust between Gapoktan Management
and farmer groups to foster participation, cooperation, and even stakeholder partnerships. This greatly
requires intervention by the Regional Government in implementing integrated farming models.
Keywords: Integration, rice, beef, rural
17
Jurnal Agrisistem: Seri Sosek dan Penyuluhan, Juni 2019, Vol. 15 No. 1 p-ISSN 2089-0036
1. Keragaan Usahatani Padi Sawah dan kooperator, perangkat desa dan Pemda
Ternak Sapi setempat. Hasil identifikasi kondisi eksisting
usahatani padi dan ternak sapi di Desa Lipukasi,
Identifikasi kondisi eksisting usahatani
Kecamatan Tanete Rilau, Kabupaten disajikan
padi dan ternak sapi dilakukan dengan metode
pada Tabel 1.dan Tabel 2.
FGD melibatkan petani kooperator, non
Tabel 1. Hasil identifikasi Kondisi Eksisting usahatani Padi di Desa Lipukasi Kecamatan Tanete Rilau
Kabupaten Barru Tahun 2014
Solusi /
Kondisi Eksisting Dampak
Interfensi Teknologi
I. Input Usahatani
Benih : Masih terdapat 40% - Produksi/produktivitas usahatani - Penggunaan benih berlabel
petani menggunakan benih rendah
asalan
Pupuk : 90 % petani - Degradasi lahan menyebabkan - Teknologi pemupukan
menggunakan pupuk kimia dan produksi dan produktivitas usahatani berimbang(pemupukan P & K
10% petani mengkombinasikan rendah berdasarkan analisis tanah
pupuk kimia dan kompos - Biaya usahatani relatif tinggi menggunakan PUTS dan
- Takaran rekomendasi : menyebabkan rendahnya nilai pemupukan N
Urea : 250 – 400 kg/ha keuntungan yang diperoleh - Penggunaan pupuk organik
Ponska : 300 – 350 kg/ha atau kompos
Tabel 2. Hasil identifikasi kondisi eksisting usaha ternak sapi di Desa Lipukasi Kecamatan Tanete
Rilau, Kabupaten Barru Tahun 2014
PERBANKAN/ DINAS
DINAS DINAS
PETERNAKAN BRI GAPOKTAN PERTANIAN/BP KOPERINDAG
3K
PEMBENTUKAN KLINIK
KLINIK AGRIBISNIS
AGRIBISNIS
TERNAK SAPI
TERNAK SAPI PADI SAWAH
PADI SAWAH
Unit
Biogas
Biogas Unit Pengolahan
Unit - Jerami
Limbah ternak - Dedakl/bekatul untuk
pengolahan
(kompos & pakan Pakan konsentrat
Biourine) - Abu sekam untuk
konsentrat
bahan kompos
Rumah tangga
MEMBENTUK KELEMBAGAAN
KOPERASI SEBAGAI
UNIT PRODUKSI, PEMASARAN &
PENGELOLA ALSINTAN
Kondisi riil dilapangan (tahun 2015) model ini membutuhkan intervensi Pemerintah Daerah
belum diadopsi disebabkan terdapat beberapa dalam penerapan model usahatani terintegrasi.
kendala antara lain : (a) Kesenjangan antara
b) Inovasi Teknologi Penggemukan Sapi
kelembagaan petani dengan Penyuluhan
Potong
Pertanian maupun Pemerintah Daerah, (b) Unit
usaha komersial yang dapat dikelola Gapoktan Pendapatan peternak dipengaruhi oleh
sebagai sumber dana (POC Biourine dan jumlah ternak yang dipelihara, semakin banyak
kompos) belum mempunyai izin edar produk ternak yang dipelihara, semakin banyak
sehingga terkendala dalam pemasaran, (c) SDM keuntungan yang akan diterima oleh peternak,
pengelola unit mekanisasi dalam memproduksi (Hadi dan Ilham 2002) dalam (Supardi
pakan konsentrat belum mampu memilah Rusdiana, dkk., 2016). Kondisi usaha
elemen-elemen penting yang perlu dilakukan peternakan di Kecamatan Tanete Rilau
dalam memproduksi pakan konsentrat yang Kabupaten Barru, peternak sapi potong dalam
dapat dijadikan unit usaha kelompok dan melakukan usahanya masih bersifat tradisional
memenuhi kebutuhan anggota, d) Skala usaha dengan sekala rata-rata 4 – 5 ekor/rumah
kecil, unit produksi tidak ekonomis dan tangga, bila melakukan usaha dengan skala
berorientasi subsisten, e) Tidak adanya Trust besar peternak tidak mampu, karena biaya yang
atau kepercayaan yang bersifat timbal-balik dikeluarkan cukup tinggi terutama pada
antara Pengurus Gapoktan dan Kelompok tani aktivitas penyediaan pakan. Salah satu inovasi
untuk menumbuhkan partisipasi, kerjasama, teknologi yang belum berkembang di tingkat
bahkan kemitraan stakeholders. Hal ini sangat petani/peternak di Kabupaten Barru adalah
20
Jurnal Agrisistem: Seri Sosek dan Penyuluhan, Juni 2019, Vol. 15 No. 1 p-ISSN 2089-0036
teknologi pakan. Khusus ternak sapi dan berorientasi bisnis untuk meningkatkan
kerbau, Petani masih menggantungkan sumber pendapatan dan kesejahteraannya. Salah
pakan 80% pada hijauan (Basir Nappu, dkk., satunya adalah inovasi teknologi penggemukan
2013). sapi.
Kendala utama yang sering dikeluhkan Pada pelaksanaan kegiatan M-P3MI di
oleh peternak adalah besarnya biaya yang harus Kabupaten Barru implementasi teknologi
dikeluarkan untuk pembelian pakan. penggemukan sapi dilakukan dengan
Sedangkan industri pakan ternak dan ikan melibatkan beberapa peternak dengan
masih tergantung pada bahan baku impor; mengintroduksikan pakan konsentrat yang
sementara dari sisi lain, sebagian bahan baku dapat dibuat dengan memanfaatkan limbah
potensial untuk campuran pakan ternak/ikan pertanian yang ada. Penggemukan sapi
tersebut tersedia secara local (Lakitan, B. 2009). dilakukan pada skala 10 ekor jantan dengan
Hampir semua peternak kecil Desa berat badan antara 175-200 kg masing-masing 5
Lipukasi pada saat musim kering atau paceklik, ekor diberikan perlakuan dan 5 ekor sebagai
menjual sebagian ternaknya untuk kebutuhan kontrol dan dipelihara selama 4 bulan. Data
hidup dan kebutuhan pertanian dalam artian Pertambahan bobot badan sapi dapat dilihat
masih berorientasi subsisten, sehingga sangat pada Tabel 3.
diperlukan suatu tindakan yang dapat merubah
pola pikir petani dalam memelihara ternak yang
Gambar 1. Histogram Rata-rata Konsumsi dan Pertambahan Bobot Badan Harian Sapi Potong
Tabel 3 menunjukkan bahwa dengan berbeda sangat nyata berdasarkan uji T dengan
pemberian konsentrat 3 kg/ekor/hari ditambah penggemukan yang dilakukan petani dengan
fermentasi jerami secara adlibitum pada sapi pemberian rumput secara adlibitum pada sapi
jantan dengan berat awal rata-rata 190,3 kg potong dengan berat badan awal rata-rata 187
dapat meningkatkan berat badan sapi potong kg dengan rata-rata pertambahan berat badan
penggemukan rata-rata 729,2 gram/ekor/hari harian 226 gram/ekor/hari. Hal ini dapat
21
Jurnal Agrisistem: Seri Sosek dan Penyuluhan, Juni 2019, Vol. 15 No. 1 p-ISSN 2089-0036
dipahami karena konsumsi kualitas pakan yang ini disebabkan palabilitas konsentrat dan jerami
berbeda. Demikian juga dengan konsumsi fermentasi lebih tinggi dibandingkan sapi
pakan pada sapi potong yang diberikan penggemukan yang makan rumput seadanya.
konsentrat dan fermentasi jerami rata-rata 5.583 Adapun analisis finansial usaha penggemukan
gram/ekor/hari berbeda nyata dengan cara sapi diuraikan pada Tabel 4:
petani menggemukan sapi dengan konsumsi
pakan rata-rata 4600 gram/ekor/hari. Perbedaan
Tabel 4. Analisis Pendapatan usahatani Penggemukan sapi berbasis Zero Waste pada skala
pemeliharaan 5 ekor di Kabupaten Barru Tahun 2014
Teknologi Introduksi
No. Uraian Volume Nilai
Harga Satuan (Rp) (Rp)
A Biaya Investasi
Pembuatan Kandang 30m2 400.000 12.000.000
Peralatan kandang 5 bh ember pakan 30.000 120.000
B Biaya Tetap 2.606.000
Tenaga Kerja 1 orang 2.000.000 2.000.000
Penyusutan kandang (5%) 1 periode 600.000 600.000
Penyusutan alat (5%) 1 periode 6.000 6.000
Total Modal Tetap
C Biaya variabel 38.334.000
Sapi Bakalan 5 ekor 7.000.000 35.000.000
Pakan Hijauan
Jerami/R.Gajah 4500 kg 200 720.000
Pakan Konsentrat
Dedak Padi 450 kg 3.000 1.350.000
Tepung Ikan 54 kg 5.000 270.000
Tongkol jagung 252 kg 500 126.000
Bungkil Kelapa 135 kg 2800 378.000
Pikuten 9 kg 35.000 315.000
Obat-Obatan 1 paket 35.000 175.000
Biaya Tetap +Variabel 40.940.000
Biaya pembuatan Biourine 53.055.000
Biaya Pembuatan Kompos 14.600 2.037.500
Total Biaya Produksi 96.032.500
D Pendapatan -
Sapi potong 5 12.000.000 60.000.000
Pupuk Padat (kg) 2400 800 1.920.000
Pupuk Organik Cair/POC 4.867(liter) 20.000 97.340.000
E Total Pendapatan 159.260.000
F Keuntungan 63.227.500
G R/C Ratio 1,6
a) Inovasi Teknologi Pembuatan Kompos cukup untuk pemupukan lahan sawah seluas 1
hektar. Adapun analisis usaha pembuatan
Seekor ternak sapi dewasa dapat
pupuk kompos secara detail dituangkan pada
menghasilkan feses sekitar 4 ton per tahun yang
Tabel 5.
dapat diolah menjadi 2 ton pupuk organik padat
(Putranto, 2003), dimana kompos tersebut
Tabel 5. Analisis pendapatan usaha pembuatan kompos pada pemeliharaan sapi skala 20 ekor
No Uraian Volume Harga satuan Jumlah (Rp)
A Biaya Investasi Bangunan
Rumah Kompos 1 unit 10.000.000 10.000.000
Alat Jahit Karung 1 unit 2.000.000 2.000.000
Appo (alat pengolah kompos) 1 unit 35.000.000 35.000.000
B Biaya Tidak Tetap (Variable cost) 5.400.000
Tenaga Kerja 5 orang 400.000 2.000.000
Terpal 6 Bh 100,000 600,000
Karung kemasan 50 kg 800 Lbr 2000 1.600.000
Bioaktivator 1 paket 1.000.000 1.000.000
Benang Jahit 10 Rol 20.000 200.000
C Biaya Tetap (fixed cost) 2.750.000
Penyusutan Bangunan(20%/th) 2.000.000
Biaya penyusutan alat jahit karung (masa 400.000
pakai 5 tahun)
Biaya penyusutan Alat kompos 350.000
pengolah(masa pakai 10 tahun)
D Total Biaya 8.150.000
E Pendapatan 40.000 Kg 800 32.000.000
F Keuntungan 23.850.000
G R/C-ratio 3,9
Tabel 5 menunjukkan bahwa dengan mengelola lainnya. Pupuk organik mempunyai efek jangka
limbah padat ternak sapi menjadi kompos pada panjang yang baik bagi tanah, yaitu dapat
skala pemeliharaan 20 ekor dapat memberikan memperbaiki struktur kandungan organik tanah
keuntungan sebesar Rp. 23.850.000/tahun atau dan selain itu juga menghasilkan produk
Rp. 1.987.500/bulan. Usaha ini berpeluang pertanian yang aman bagi kesehatan. Oleh
untuk dikembangkan karena menguntungkan karena itu penggunaan pupuk organik saat ini
bagi petani dan dapat digunakan pada lahan digalakkan pemakaiannya di kalangan petani.
usahataninya. Penggunaan pupuk organik Selain itu jika dikelola dengan baik (diproduksi
disamping mampu menghemat penggunaan secara kontinu dan memiliki izin edar) lalu
pupuk anorganik, juga mampu memperbaiki dijual, dapat meningkatkan pendapatan petani.
struktur serta ketersediaan unsur hara tanah. Adapun hasil analisis pendapatan usaha
Pendapat dari Adnyana (2003). pembuatan Biourine diuraikan pada Tabel 6.
Tabel 6 menunjukkan bahwa skala
b) Inovasi Teknologi Pembuatan Pupuk
pemeliharaan 5 ekor ternak sapi dewasa dapat
Organik Cair/Bio Urine
menghasilkan urine sebanyak 14.600 liter
Ternak sapi dewasa menghasilkan urine/tahun artinya jika dikelola dengan baik
urine 7 - 8 liter per hari atau 2.555 -2.920 liter maka dapat memberi nilai keuntungan sebesar
per tahun. Jika diolah menjadi pupuk organik Rp. 132.835.000/tahun (keuntungan ini belum
cair maka dapat digunakan sebagai pupuk pada termasuk biaya promosi produk).
tanaman padi maupun tanaman hortikultura
23
Jurnal Agrisistem: Seri Sosek dan Penyuluhan, Juni 2019, Vol. 15 No. 1 p-ISSN 2089-0036
Tabel 6. Analisis Pendapatan Usaha Pembuatan Biourine Skala Pemeliharaan 5 ekor sapi
No Uraian Volume Harga Jumlah (Rp)
Satuan
(Rp)
A Biaya Investasi
Tower Kapasitas 1000 13 unit 1.250.000 16.250.000
liter
Drum Plastik 450 liter 2 unit 400.000 800.000
Aerator 4 buah 2.500.000 10.000.000
Izin Edar(masa pakai 5 1 tahun 25.000.000 25.000.000
tahun)
B Biaya variabel (Variabble
Cost) 149.460.000
Urine sapi dewasa 7-8 8 x 5 x 365 liter 500 7.300.000
liter/hari)
Botol Kemasan 14.600 botol 6.500 94.900.000
MOL 30 liter 2.000 60.000
Biaya Tenaga Kerja 3 x 12 org 500.000 18.000.000
Label Pupuk 14.600 lbr 2.000 29.200.000
C Biaya Tetap 9.705.000
Penyusutan alat Tower 1.625.000
(masa pakai 10 tahun)
Penyusutan alat Drum 80.000
plastik(masa pakai 10
tahun)
Penyusutan alat aerator 3.000.000
(masa pakai 5 tahun
Biaya Penyusutan izin 5.000.000
edar
D Total Biaya 159.165.000
E Pendapatan
POC 14.600 liter 20.000 292.000.000
F Keuntungan 132.835.000
G R/C Ratio 1,8
c) Inovasi Teknologi PTT Padi Sawah diterapkan pada pelaksanaan kegiatan M-P3MI
di Kabupaten Barru seperti tertera pada Tabel 7.
PTT (Pengelolaan Tanaman Terpadu)
Perpaduan komponen teknologi ini
padi sawah adalah suatu pendekatan inovatif
diharapkan dapat memberikan jalan keluar
dalam upaya peningkatan efisiensi usaha tani
terhadap permasalahan produktivitas padi
padi sawah dengan menggabungkan berbagai
dengan didasarkan pada pendekatan yang
komponen teknologi yang saling menunjang
partisipatif.Varietas padi yang akanditanam
dan dengan memperhatikan penggunaan
dipilih varietas unggul yang mampu beradaptasi
sumber daya alam secara bijak agar
dengan lingkungan untuk menjamin
memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap
pertumbuhan tanaman yang baik, tahan
pertumbuhan dan produktivitas tanaman
serangan penyakit, berdaya hasil dan bernilai
(Litbang Pertanian, 2014).
jual tinggi serta memiliki kualitas rasa yang
PTT padi sawah bertujuan untuk
dapat diterima pasar.Adapun hasil yang dicapai
meningkatkan produktivitas tanaman dari segi
pada pelaksanaan Demontrasi Farming PTT
hasil dan kualitas melalui penerapan teknologi
padi sawah pada kegiatan M-P3MI di
yang cocok dengan kondisi setempat (spesifik
Kabupaten Barru tertera pada Tabel 8.
lokasi) serta menjaga kelestarian lingkungan.
Dengan meningkatnya hasil produksi
diharapkan pendapatan petani akan
meningkat.Beberapa komponen teknologi yang
24
Jurnal Agrisistem: Seri Sosek dan Penyuluhan, Juni 2019, Vol. 15 No. 1 p-ISSN 2089-0036
Tabel 7. Komponen Teknologi PTT Padi Sawah yang diterapkan pada Kegiatan M-P3MI di Kabupaten
Barru Tahun 2014
No Komponen Teknologi PTT Padi Sawah Keterangan
1 Penggunaan benih bermutu/bersertifikat Benih 25 – 30 Kg/ha,
Penggunaan varietas padi unggul berpotensi Varietas Inpari 4, Inpari 23 dan Ciliwung
hasil tinggi
2 Penerapan sistim tanam Jajar Legowo 2 : 1 jarak tanam 25 x 12,5 x 50 cm
3 Penggunaan bibit muda Umur < 21 hari setelah semai
4 Tanam dengan jumlah bibit terbatas 1-3 tanaman per rumpun
5 Penggunaan pupukOrganik Menggunakan kompos 1 ton/ha dan Biourine 5 liter/ha
6 Pemupukan berimbang Penggunaan Pupuk P dan K berdasarkan hasil analisis
tanah menggunakan PUTS dan Pemupukan N
berdasarkan BWD
7 Pengendalian hama terpadu Penanaman serempak dan pengendalian hama tikus
menggunakan LTBS
Tabel 8. Rata-rata Produksi padi dengan Penerapan Teknologi PTT di Kabupaten Barru, MK. 2015
No Varietas Unggul Produksi (ton/ha)
Pola Introduksi Pola Petani
1 Inpari 4 6,85 4,98
2 Inpari 23 7,04 5,01
3 Ciliwung 7,60 5,20
7.6
8 7.04
6.85
7
6 4.98 5.01 5.2
5
Pola Introduksi
4
Pola Petani
3
2
1
0
Inpari 4 Inpari 23 Ciliwung
Gambar 2. Diagram Rata-rata Produksi padi dengan Penerapan Teknologi PTT di Kabupaten Barru,
MK. 2015
25
Jurnal Agrisistem: Seri Sosek dan Penyuluhan, Juni 2019, Vol. 15 No. 1 p-ISSN 2089-0036
Tabel 9. Analisa Pendapatan Usahatani padi sawah dengan penerapan komponen teknologi PTT
No Uraian Volume Harga Satuan(Rp) Jumlah (Rp)
BIAYA PRODUKSI
A Biaya tetap 2.300.000
Sewa Pompa 1 MT 2.250.000 2.250.000
PBB 1 ha 50.000 50.000
B Biaya Variabel 10.300.000
Benih 25 kg 9000 225.000
Pengolahan tanah 1 ha 1.200.000 1.200.000
Urea 150 kg 1.800 270.000
Biourine 7 liter 20.000 140.000
kompos 1000 kg 800 800.000
NPK Ponska 200 kg 2.400 480.000
Biaya analisis Tanah (PUTS) 1 kali 50.000 50.000
MBCR = 5,9
26
Jurnal Agrisistem: Seri Sosek dan Penyuluhan, Juni 2019, Vol. 15 No. 1 p-ISSN 2089-0036
Dari hasil MBCR yang diperoleh sebagai pupuk organik untuk tanamannya,
sebesar 5,9 menunjukkan bahwa dengan kemudian memanfaatkan limbah pertanian
menerapkan teknologi PTT padi,penambahan sebagai pakan ternak, (Sudiarto, Bambang.
biaya input sebesar Rp.1,-.akan memberikan 2008). Pengembangan sistim usahatani tanaman
penambahan pendapatan sebesar Rp.5,9,- – ternak perlu diimbangi dengan peningkatan
dengan Angka ini juga memberikan keyakinan manajemen sebagai upaya pemanfaatan semua
kepada petani bahwa dengan teknologi ini akan produk tanaman, sehingga tercapai pola Zero
memberikan peningkatan pendapatan dan Waste atau tidak ada bagian yang terbuang dan
keuntungan. Selanjutnya apabila suatu usaha tersedianya sumber pakan dengan biaya murah
akan dikembangkan dalam skala yang lebih luas (Zero Cost) (Bambang Winarso dan Edi
sangat layak dengan referensi MBCR tersebut. Basuno, 2013). Hasil kajian pada pelaksanaan
Program MP3MI di Kabupaten Barru tahun
d) Sistim Integrasi Usahatani Padi - Sapi
2015 menunjukkan bahwa biaya produksi,
Potong Berbasis Zero Waste
penerimaan dan keuntungan pada sistim
Ciri utama integrasi tanaman ternak integrasi usaha tani padi-sapi dapat dilihat pada
adalah adanya sinergisme atau keterkaitan yang Tabel 10.
saling menguntungkan antara tanaman dan
ternak. Petani memanfaatkan kotoran ternak
Tabel 10. Analisis integrasi usaha tani padi-sapi potong berbasis Zero Waste di Kabupaten Barru
Usahatani Usahatani sapi Usahatani padi +
No Uraian
Padi/ha (skala 5 ekor) Usahatani Sapi
1 Biaya (Rp) 12.600.000 96.032.500 108.632.500
2 Pendapatan (Rp) 31.950.000 159.260.000 191.210.000
3 Keuntungan (Rp) 19.350.000 63.227.500 82.577.500
R/C= 1,8
lembaga formal yang dapat difungsikan berorientasi subsisten. Hal ini sangat
sebagai organisasi kerjasama antar membutuhkan intervensi Pemerintah
petani/kelompok tani yang menjembatani Daerah dalam penerapan model usahatani
(Bridging Organization) jaringan terintegrasi.
pemasaran antar kelompok tani baik dari
SARAN
dalam maupun luar desa, 3) Perlunya
intervensi Pemerintah Daerah dalam Disarankan melakukan pola integrasi
penerapan model usahatani terintegrasi. sapi potong dan tanaman pangan dengan
f) Dukungan Pemerintah Daerah melakukan peningkatan kualitas limbah
Dukungan Pemerintah Kabupaten tanaman pangan dengan menerapkan teknologi
Barru dalam kelanjutan penerapan model pengolahan pakan baik fisik, kimiawi maupun
integrasi padi dan ternak sapi berbasis Zero biologis sebelum diberikan pada sapi potong
Waste yakni menggerakkan kelompok tani untuk meningkatkan produktivitasnya
melalui program Unit Pengelola Pupuk Organik
(UPPO) oleh Direktorat Jenderal Prasarana dan UCAPAN TERIMA KASIH
Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian. Terima kasih kami ucapkan kepada Dinas
Pengembangannya dalam bentuk melakukan pertanian Propinsi Sulawesi Selatan, Dinas
pelatihan pengolahan limbah ternak menjadi Pertanian dan Peternakan Kabupaten Barru,
kompos bagi Penyuluh dan Petani. Selain itu para anggota tim pelaksana kegiatan dan pihak
pengembangan unit-unit biogas bagi rumah lain yang telah mendukung pelaksanaan
tangga tani. Namun dukungan ini belum kegiatan M-P3MI hingga terbitnya tulisan ini.
maksimal untuk menggerakkan petani dalam Semoga inovasi teknologi sistim integrasi padi
melakukan usaha produksi kompos secara – sapi potong yang telah diterapkan di tingkat
menyeluruh disebabkan salah satunya adalah lapang dan termuat pada makalah ini dapat
karakter usahatani skala kecil, unit produksi menambah hasanah pengetahuan dan dijadikan
tidak ekonomis dan berorientasi subsisten. rujukan bagi pengembangan usaha peternakan
dan tanaman pangan sehingga proses adopsi
KESIMPULAN inovasi teknologi yang dihasilkan oleh Litbang
1. Model integrasi padi dan ternak sapi Pertanian yang menjadi tujuan utamanya dapat
berbasis Zero Waste memiliki prospek tercapai.
untuk berkembang terkait kebijakan
pemerintah yang menetapkan Kabupaten DAFTAR PUSTAKA
Barru sebagai daerah sentra pemurnian sapi Adnyana, et al. 2003. Pengkajian dan Sintesis
bali dan salah satu wilayah pengembangan Kebijakan Pengembangan Peningkatan
tanaman padi di Sulawesi Selatan Produktivitas Padi dan Ternak (P3T) ke
2. Model integrasi padi dan ternak sapi Depan. Laporan Teknis Pusat Penelitian
berbasis Zero Waste meningkatkan dan Pengembangan Tanaman Pangan.
pendapatan petani sebesar 20,25% dengan Litbang Pertanian. Bogor.
nilai R/C Ratio 1,8 yang berarti usaha ini Anonim, 2013. Laporan Tahunan, Dinas
layak untuk dikembangkan. Pertanian Tanaman pangan dan Hortikul,
3. Penerapan komponen Teknologi PTT padi Kabupaten Barru
secara terpadu meningkatkan produksi Anonim, 2013. Statistik Peternakan. Dinas
sebesar 27,29% - 31,57%/MT Peternakan dan Kesehatan Hewan
4. Kondisi riil di lapangan (tahun 2015) Model Propinsi Sulawesi Selatan, Makassar.
integrasi padi dan ternak sapi berbasis Zero Anonim, 2014 Programa Penyuluhan Pertanian
Waste belum diadopsi disebabkan : (a) Kecamatan Tanete Rilau. Balai
Adanya kesenjangan antara kelembagaan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan
petani dengan Penyuluhan Pertanian Kehutanan (BP3K), Kabupaten Barru
maupun Pemerintah Daerah, (b) Unit usaha Anonim, 2014 Profil Kecamatan Tanete Rilau.
komersial yang dapat dikelola Gapoktan Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan
sebagai sumber dana (POC Biourine dan dan Kehutanan (BP3K), Kabupaten
kompos) belum mempunyai izin edar Barru
produk sehingga terkendala dalam Bambang Winarso dan Edi Basuno, 2013.
pemasaran, (c) SDM pengelola unit Pengembangan pola integrasi tanaman-
mekanisasi belum memadai, d) Skala usaha ternak merupakan bagian upaya
kecil, unit produksi tidak ekonomis dan mendukung usaha pembibitan sapi
28
Jurnal Agrisistem: Seri Sosek dan Penyuluhan, Juni 2019, Vol. 15 No. 1 p-ISSN 2089-0036