Anda di halaman 1dari 38

EVALUASI II PERENCANAAN WILAYAH

Review Makalah/Paper Terkait Perencanaan Wilayah

Nama : Syifa Nafila Cyrilla Mata Kuliah : Perencanaan Wilayah (A)


NIM : 08191079 Program Studi : Perencanaan Wilayah dan Kota

Judul : Pengembangan Wilayah Perdesaan: Studi Kasus Agropolitan Kecamatan


Membalong, Kabupaten Belitung
Halaman : 30
Tahun : 2017
Penulis : Desy Dwi Saputri dan Lusiana Resanty
Reviewer : Syifa Nafila Cyrilla

Latar Belakang
Kesenjangan sosial merupakan salah satu permasalahan yang masih banyak terjadi di
Indonesia. Kesenjangan ini biasanya terjadi antara masyarakat perdesaan dengan masyarakat
perkotaan. Fenomena ini biasa disebut Back Wash Effect dimana perkotaan menggunakan sumber
daya perdesaan secara berlebihan tanpa diimbangi dengan adanya pembangunan di wilayah
perdesaan. Akibatnya terjadi pemusatan di salah satu wilayah yaitu perkotaan dan menyebabkan
terjadinya migrasi berlebihan dari desa ke kota untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan
hidup. Selain itu, ada juga dampak positif dari hubungan antara wilayah perdesaan dan perkotaan
yaitu Spread Effect. Fenomena ini merupakan dampak yang terjadi jika kawasan perkotaan juga
turut mendukung pembangunan dan perkembangan kawasan perdesaan sehingga tidak terjadi
sebuah kesenjangan sosial.
Spread Effect merupakan dampak yang diharapkan dari adanya hubungan antara perdesaan
dan perkotaan di Indonesia. Untuk itu diperlukan adanya konsep pengembangan kawasan yang
tepat agar dampak yang didapat adalah Spread Effect dan bukan Back Wash Effect. Salah satu
konsep yang dapat diterapkan adalah Konsep Pengembangan Kawasan Perdesaan Agropolitan.
Konsep Kawasan Agropolitan merupakan konsep dimana wilayah perdesaan menjadi tempat
untuk memproduksi pertanian dan mengelola sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh
adanya keterkaitan fungsional dan hierarki sistem permukiman dan agribisnis saat adanya
hubungan antara perdesaan dan perkotaan. Sehingga wilayah perdesaan juga ikut berkembang dan
bisa menghindari terjadinya Back Wash Effect.
Kawasan Agropolitan Perpat merupakan salah satu wilayah yang sudah menerapkan
konsep agropolitan namun belum berkembang. Kawasan ini berada di Kabupaten Belitung
Provinsi Bangka Belitung.

Pembahasan
Kecamatan Membalong merupakan kecamatan terluas di Kabuaten Belitung, dnegan luas
wilayah sekitar 909.500 km2 atau sekitar 39,65% dari total luas wilayah Kabupaten Belitung.
Kecamatan Membalong terbagi menjadi 12 desa/kelurahan. Berdasarkan dokumen Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Belitung, Kecamatan Membalong merupakan salah satu kawasan
strategis provinsi yang berupa pengembangan kawasan agropolitan. Selain itu, dalam dokumen
RTRW dituliskan bahwa pengembangan kawasan agropolitan di Kecamatan Membalong
dilakukan dengan melalui penyusunan masterplan kawasan agropolitan, pengembangan kawasan
agropolitan untuk mendukung pertanian, pangan berkelanjutan melelui intensifikasi dan
ekstensifikasi kawasan pertanian berkelanjutan dan lahan pertanian pangan berkelanjutan,
pembangunan prasarana dan sarana penunjang, serta peningkatan aksesibilitas transportasi ke
lokasi kawasan.
Wilayah yang menjadi pusat pertumbuhan pada Kecamatan Membalong dalam sistem
agropolitan terletak di Desa Perpat, sebelah Barat Daya Kabupaten Belitung, provinsi Bangka
Belitung. Berdasarkan Surat keputusan (SK) Bupati Kabupaten Blitung No.316/IV/2003 Kawasan
Agropolitan Desa Perpat ini memiliki sektor basis pada peternakan sapi potong dengan Desa pusat
pertumbuhan yang berada di Wilayah Perpat. Kawasan Agropolitan Perpat ini tergolong kawasan
dalam tingkat pra kawasan agropolitan. Hal tersebut terjadi karena komoditas unggulan berupa
ternak sapi potong memiliki populasi yang sangat rendah pada tahun 2011 yaitu 703 ekor dari
1398 ekor yang ada di Kabupaten Belitung. Sedangkan komoditas lain yang bisa menjadi
komoditas unggulan di kawasan agropolitan seperti nanas dan lada, tidak dimasukkan dalam
komoditas unggulan kawasan Perpat karena adanya arahan pembangunan infrastruktur kawasan
yang lebih diarahkan pada pembangunan infrastruktur pendukung ternak sapi potong.
Dalam pengembangan kawasan agropolitan tidak dipungkiri bahwa akan terdapat potensi
dan permasalahan. Berikut merupakan potensi dan permasalahan yang terdapat dalam kawasan
Agropolitan di desa Perpat.

A. Potensi
1. Kawasan Perpat telah ditetapkan sebagai kawasan agropolian dengan Surat Keputusan
(SK) Bupati Kabupaten Blitung No.316/IV/2003 dengan Desa pusat pertumbuhan yang
berada di Wilayah Perpat
2. Memiliki luas lahan yang cukup luas mencapai 108,68 Ha atau sekitar 11,93% dari luas
total wilayah kecamatan Mbalong
3. Program pemerintah telah masuk dalam kawasan agropolitan Perpat berupa
pembukaan lahan pertanian, pembangunan unit terpadu ternak sapi potong,
pembangunan irigasi dan infrastruktur jalan yang memadai, serta pemerian bantuan
berupa subsisdi berupa pupuk, bantuan ternak, bbit sapi potong, pembiayaan kelompok
tani, bibit padi hingga bibit semprotan.
4. Komoditas unggulan berupa ternak sapi potong sesuai dengan arahan pembangunan
infrastruktur pendukng ternak sapi potong pada kawasan agropolitan Perpat
5. Kawasan Agropolitan Perpat ini masih dalam tahap pra kawasan agropolitan sehingga
mampu untuk dikembangkan lebih lanjut
6. Komoditas unggulan lain yang ada di Kawasan Perpat ini adalah komoditas lada dan
nanas
7. Infrastruktur pendukung sistem agribisnis dan agrobisnis ternak sapi potong dalam
kawasan agropolitan Perpat sudah cukup memadai
8. Kelompok tani, penyuluh dan aktivitas lembaga penyuluh ternak sudah berfungsi
cukup baik dalam kawasana gropolitan Perpat
9. Terdapat bibit-bibit sapi potong unggulan yang memiliki produktivitas tinggi
10. Terdapat teknologi-teknologi terbaru yang bisa membantu kinerja sistem agribisnis dan
agrobisnis kawasan agropolitan Perpat menjadi lebih baik
11. Terdapat limbah pertanian berupa jerami padi melimpah yang dapat dimanfaatkan
sebagai pakan ternak sapi potong
12. Penyediaan pakan hijaaun melalui rumut unggul mampu untuk menignkatkan
produktivitas ternak sapi potong
13. Dapat mensosialisasikan kepada amsyarakat melalui program gerakan menanam
rumput raja serentak (GEMERRAMPAK)

B. Permasalahan
1. Komoditas ternak sapi potong yang menjadi komoditas unggulan memiliki populasi
yang rendah dan produktivitas yang rendah.
2. Belum memanfaatkan komoditas lada dan nanas yang juga merupakan komoditas
unggulan lainnya dalam mengembangkan kawasan Perpat sebagai kawasan agropolitan
3. Lahan yang ada masih belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar
4. Ternak sapi potong dalam kawasan agropolitan Perpat memiliki populasi yang rendah
di bandingkan dengan populasi ternak sapi potong di Kabupaten Belitung
5. Produktivitas sapi potong dalam kawasan agropolitan Perpat relatif rendah
6. Para peternak belum melaksanakan PUPT yang dianjurkan oleh pemerintah
sepenuhnya
7. Pemberian pakan sapi ternak dilakukan seadanya sesuai dengan musim saat itu
8. Penyediaan bibit ternak masih menggunakan bibit lokal yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan sapi menjadi agak lambat
9. Pemeliharaan ternak masih bersifat tradisional dan semi intensif dan penanganan
kesehatan yang seadanya
10. Penyediaan pakan ternak masih mengandalakan pakan hijauan yang tergantung kepada
musim
11. Belum memanfaatkan limbah pertanian seperti jerami padi untuk menunjang kegiatan
ternak sapi potong
12. Termasuk dalam tingkat perkembangan kawasan yang rendah
13. Agroindustri dan pemasaran kawasan Parpet ini tergolong kurang baik
14. Pemanfaatan teknologi pakan dalam pengembangan kawasan Perpat sebagai
agropolitan dengan keunggulan ternak sapi potong masih kurang
Berdasarkan potensi dan permasalahan yang ada, berikut merupakan strategi-strategi yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan pengembangan kawasan Agropolitan Desa Perpat.
1. Strategi Pengembangan Industri Pakan
a. Pengembangan daerah produksi pakan dengan sistem distribusi yang efesien dan
sistem penyimpanan yang modern
b. Pengembangan penelitian industri pakan dengan menggunakan bahan baku lokal
yang tersedia untuk menjadi bibit ternak unggulan oleh industri pakan ternak yang
ada
2. Strategi Pengembangan Sistem Pembibitan Unggul Ternak Sapi
a. Penggunaan plasma nutfah sapi lokal dengan mempertahankan daerah-daerah
tertentu sebagai wilayah pengembangan sapi lokal
b. Peningkatan peran Balai Inseminasi Buatan (BIB) pusat di daerah
c. Pengembangan penelitian lebih lanjut terhadap pengembangan bibit ternak
3. Strategi Pemeliharaan Ternak
a. Pengembangan kegiatan intensifikasi budidaya peternakan dengan menerapkan
teknologi peternakan yang ramah lingkungan
b. Pemeliharaan ternak sapi potong dilakukan secara intensif terpadu dengan usaha
tanaman pangan padi dan jagung sesuai kondisi eksisting
4. Strategi Pengembangan Kawasan Kegiatan Pendukung Agribisnis
a. Pembangunan sarana dan prasarana umum yang memadai terutama sarana dan
prasarana umum yang menghubungkan antar kawasan kegiatan pendukung
agribisnis seperti pembangunan kebun hijau makanan ternak unggul, kandang
kolektif, Pupuk Kandang, Balai Penelitian dan Penyuluhan Makanan ternak dan
pasar ternak.
5. Strategi Pengembangan Agribisnis Hulu-Hilir
a. Penggunaan sumber bibit yang berasal dari anggota dan dari luar kelompok tani
yang dibeli (dikoordinasikan antara pengurus, pendamping/instansi terkait).
b. Pembangunan kios sarana produksi tenak yang dilakukan pada setiap daerah
c. Penyediaan obat-obatan yang berkoordinasi dengan petugas kesehatan hewan dan
kelompok peternak
d. pembangunan industri pakan skala menengah di setiap daerah
e. pengembangan kegiatan ekonomi yang mengolah dan memperdagangkan hasil
usaha ternakPenyediaan fasiitas-fasilitas sebgaai berikut : pembangunan pasar
ternak atau sub terminal agribisnis (STA), rumah potong hewan (RPH), Industri
pengolahan hasil ternak dan sub sistem jasa penunjang agribisnis seperti kelompok
tani, koperasi, keuangan lembaga mikro (LKM), Balai Penyuluhan Pertanian
(BPP), dan Balai Penelitian dan Hiajuan Makanan Ternak (BPT-HMT).
6. Strategi Pengembangan dan Pencegahan Wabah Pernyakit Ternak
a. Optimalisasi fungsi SKPD terkait dalam pengendalian dan pencegahan penyakit
hewan/ternak
b. Pengembangan fasilitas labolatorium dan sarana pendukung pada semua jarngan
kerja melalui pelatihan teknis
c. Perumusan Standar Operasional Practice (SOP) untuk mencegah wabah penyakit
ternak/hewan menular baik yang sudah terjadi maupun belum
d. Pembangunan dan pemberdayaan jaringan kerja karantina ternak/hewan Nasional
e. Pengembangan sistem sosialisasi dalam mencegah dan menghindari dampak
penyakit ternak/hewan menular ke masyarakat luas .
7. Strategi Pengembangan Kelembagaan Ekonomi Masyarakat Tani
a. Pengembangan pola pakan ternak sesuai siklus musim yang ada
b. Pengembangan kelembagaan ekonomi masyarakat tani baik pada on farm amupun
off farm oleh, dari dan untuk kepentingan masyarakat tani
c. Pemberian dorongan dan bimbingan kepada para petani untuk bekerjasama di
bidang ekonomi secara berkelompok atau asosiasi.
8. Strategi Peningkatan Pengetahuan dan Sumber Daya Manusia Peternak
a. Penyuluhan pemberian pakan kepada peternak agar pakan yang diberikan tidak
tidak hanya rumput saja tetapi juga ditambah dengan pakan lainnya seperti
konsentrat
b. Sosialisai pengetahuan dan teknologi pengolahan serta pemanfaatan pakan dari
limbah pertanian seperti jerami padi kepada peternak misalnya penggunaan urea,
silase, amoniasi dan fermentasi jerami padi.
Kesimpulan
Dari penjelasan mengenai Pengembangan Kawasan Agropolitan di Desa Perpat dapat
disimpulkan bahwa dalam pengembangannya, diperlukan kajian mengenai kriteria kawasan
agropolitan yang kemudian dilanjutkan dengan menganalisis potensi dan permasalahan yang ada
di kawasan perencanaan. Dan dalam mengembangkan kawasan agropolitan dengan sektor basis
ternak sapi potong, dilakukan dengan menyusun upaya dan startegi seperti membangun sarana dan
prasarana yang memadai, meningkatkan bibit ternaknya, melakukan inovasi pada pakan ternak,
serta pemberdayaan masyarakat dan menjalin kerjasama dengan mitra terkait.
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
laporan yang berjudul “Pengembangan Wilayah Perdesaan: Studi Kasus Agropolitan
Kecamatan Membalong, Kabupaten Belitung” dapat tersusun dengan baik. Laporan ini
merupakan pemenuhan tugas IV mata kuliah Perencanaan Wilayah Jurusan Perencanaan
Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Sipil dan Perencanan Institut Teknologi Sepuluh
Nopember Surabaya.

Penulis menyadari bahwa laporan ini dapat tersusun berkat peran serta dari berbagai
pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Ketut Dewi Martha Erli.H, ST.MT dan Ibu Ema Umilia, ST.MT. selaku dosen mata
kuliah Perencanaan Wilayah kelas C, atas arahan dan bimbingan beliau yang sangat
membantu dalam penyusunan laporan.
2. Kedua orang tua dan keluarga yang telah mendukung selama masa studi di Institut
Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
3. Rekan-rekan di Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota.

Seperti pepatah tak ada gading yang tak retak, penulis menyadari bahwa masih
terdapat banyak kekurangan dalam laporan ini. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat diharapkan demi kebermanfaatan laporan ini. Akhir kata, semoga
laporan ini bermanfaat.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Surabaya, 20 Mei 2017

Penulis,
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. 1

DAFTAR ISI .......................................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 3

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 3

1.2 Tujuan Penulisan ......................................................................................................... 4

1.3 Sistematika Penulisan ................................................................................................. 4

BAB II KAJIAN PUSTAKA ..................................................................................................... 5

2.1 Masalah Polarisasi Pembangunan Desa-Kota ............................................................. 5

2.2 Perspektif Keterkaitan Desa-Kota ................................................................................ 5

2.3 Konsep Agropolitan ..................................................................................................... 8

2.3 Analisis SWOT .......................................................................................................... 10

BAB III GAMBARAN UMUM ............................................................................................... 12

3.1 Gambaran Umum Kawasan Agropolitan Membalong ................................................ 12

3.2 Gambaran Umum Desa Prepat Sebagai Pusat Pertumbuhan ................................... 13

3.3 Identifikasi Potensi dan Masalah ............................................................................... 14

BAB IV ANALISIS ............................................................................................................... 17

4.1 Analisis Persoalan Pengembangan Wilayah .............................................................. 17

4.1.1 Analisa Keterkaitan antar daerah dalam Kawasan Agropolitan Perpat ................ 17

4.1.2 Analisa SWOT .................................................................................................... 19

4.2 Konsep Penanganan Persoalan Pengembangan Wilayah ......................................... 24

4.3 Upaya dan Rekomendasi .......................................................................................... 26

BAB V PENUTUP ............................................................................................................... 29

5.1 Kesimpulan................................................................................................................ 29

5.2 Lesson Learned ......................................................................................................... 29

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 30


BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu permasalahan yang dialami oleh Indonesia adalah permasalahan


kesenjangan antara masyarakat perdesaan dengan masyarakat perkotaan. Kesenjangan
antara desa-kota dapat terjadi karena adanya dampak backwash effect oleh kota terhadap
perdesaan. Back wash effect merupakan fenomena penyerapan sumber daya berlebih oleh
perkotaan terhadap perdesaan. Dampak backwash effect tersebut sudah banyak terjadi di
perkotaan di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan faktor penarik dari perkotaan yang
semakin kuat dan didukung oleh faktor pendorong dari desa. Pembangunan fisik maupun
non fisik yang terus berkembang di perkotaan tidak diimbangi dengan pembangunan yang
terjadi di perdesaan. Hal tersebut memicu fenomena migrasi berlebihan dari perdesaan ke
perkotaan. Migrasi merupakan bentuk respon dari masyarakat untuk meningkatkan
kesejahteraan hidupnya. Fenomena migrasi menjadi salah satu bentuk keterkaitan desa-
kota yang dapat ditemui di Indonesia dengan mudah.

Keterkaitan desa-kota dapat menyebabkan dua effect yang sangat bertolak


belakang tergantung hubungan antara perdesaan dengan perkotaan yang terjadi. Effect
tersebut yaitu backwash effect dan spread effect. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya
bahwa backwash effect merupakan dampak negatid terhadap perdesaan (daerah hinterland)
akibat perkembangan perkotaan (daerah inti). Backwash effect merupakan bentuk
keterkaitan desa-kota yang eksploitatif karena hanya memberikan surplus kepada salah satu
wilayah, yang umumnya berupa aliran dari desa ke kota. Kemudian, spread effect
merupakan dampak yang terjadi karena kawasan inti (perkotaan) mendukung dan
mendorong perkembangan wilayah hinterlandnya (perdesaan). Spread effect merupakan
dampak positif yang dapat terjadi dalam hubungan perkotaan dengan perdesaan. Spread
effect merupakan bentuk hubungan desa-kota yang generatif yaitu mendorong
perkembangan secara berimbang antara perdesaan dengan perkotaan.

Spread effect merupakan dampak positif yang diharapkan terjadi antara perkotaan
dengan perdesaan di Indonesia. Namun pada kenyataannya, hubungan perkotaan dengan
perdesaan malah memberikan dampak bakcwash effect hingga menyebabkan kawasan
hinterland perkotaan menjadi kawasan yang tertinggal. Perlu konsep pengembangan
kawasan untuk memecahkan permasalahan backwash effect yang etrjadi anatar perkotaan
dengan perdesaan. Salah satu konsep yang dapat diterapkan untuk menanggulangi hal
tersebut adalah konsep pengembangan kawasan perdesaan agropolitan. Konsep
agropolitan ini sudah menjadi konsep pengembangan wilayah perdesaan yang faimiliar atau
diketahui masyarakat luas. Beberapa wilayah di Indonesia juga telah menerapkan konsep
agropolitan ini dalam mengembangkan perdesaan. Namun, hingga saat ini hanya beberapa
wilayah yang berhasil menerapkan konsep tersebut untuk mengembangkan kawasan
perdesaan. Banyak wilayah yang gagal dalam menerapkan konsep agropolitan dan masih
terdapat beberapa wilayah yang belum menerapkan konsep agropolitan dalam
mengembangkan wilayahnya. Kegagalan konsep agropolitan tersebut dapat terjadi karena
beberapa faktor salah satu nya adalah hubungan kelembagaan yang kurang baik anatar
perdesaan dengan perkotaan. Salah satu contoh wilayah yang menerapkan agropolitan
namun masih belum berkembang adalah kawasan agropolitan Perpat yang berada di
Kabupaten belitung Provinsi Bangka Belitung. Kawasan agropolitan Perpat ini sudah
menjadi salah satu program pemerintah provinsi yang telah ditetapkan dan dituangkan
dalam Surat Keputusan Bupati Belitung. Hal tersebut menunjukkan bahwa kawasan
Agropolitan ini mendapat dukungan dari pemerintah provinsi untuk mengembangkannya
lebih lanjut. Namun, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kawasan agropolitan
Perpat ini sehingga masih belum berkembang sesuai yang diharapkan. Untuk itu, perlu
untuk melakukan studi lebih lanjut terhadap Kawasan Agropolitan ini agar dapat
berkembang dan mampu mengurangi kesenjangan yang terjadi antara kawasan iinti
(kawasan perkotaan Kabupaten Belitung) dengan kawasan hinterlandnya (kawasan
perdesaan kabupaten Belitung).

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan laporan ini adalah sebagai berikut:

1. Memahami persoalan pengembangan wilayah meliputi faktor penyebab timbulnya


persoalan, dampak dan implikasinya, serta upaya dan rekomendasi dari berbagai
referensi.
2. Mampu mengidentifikasikan faktor penyebab timbulnya persoalan pengembangan
wilayah dan menilai dampak atau implikasi persoalan tersebut.
3. Mampu menyusun upaya serta rekomendasi untuk mengatasi persoalan
pembangunan wilayah.
4. Mampu menyusun lesson learned terkait upaya untuk mengatasi persoalan
pembangunan wilayah.

1.3 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan laporan ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang, tujuan penulisan dan sistematika penulisan laporan

BAB II KAJIAN PUSTAKA


Bab ini berisi identifikasi persoalan pengembangan wilayah dan gambaran umum
persoalan pengembangan wilayah.

BAB III GAMBARAN UMUM


Bab ini berisi gambaran umum wilayah, gambaran umum kawasan agropolitan dan
identifikasi potensi dan masalah

BAB IV ANALISIS
Bab ini berisi analisis persoalan pengembangan wilayah dan konsep penanganan
persoalan pengembangan wilayah

BAB V PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dan lesson learned
BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Masalah Polarisasi Pembangunan Desa-Kota

Singer (1964) dalam Rustiadi menjelaskan bahwa polarisasi desa-kota telah menjadi
isu pembangunan sejak tahun 1950-1960 an, terutamanya di negara-negara berkembang,
dimana peran kota atas desa dipertanyakan. Pada era tersebut pandangan filosofis
pembangunan masih didominasi oleh model ekonomi Lewis. Teori Lewis menjelaskan
bahwa untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan modernisasi pembangunan diperlukan
adanya transfer surplus dari sektor/kawasan pertanian ke industri-industri perkotaan.
Transfer surplus ini dapat terjadi dengan melalui pengambilan atau penarikan sumberdaya
manusia (tenaga kerja), modal, dan sumberdaya lainnya oleh perkotaan untuk kepentingan
pembangunan.

Pada akhir tahun 1950-an, muncul pemahaman-pemahaman atas fakta yang terjadi,
dimana kecenderungan konsentrasi manfaat pertumbuhan ekonomi hanya berpusat pada
satu atau beberapa kota utama saja. Sehingga transfer surplus yang digunakan untuk
kepentingan pembangunan justru menurunkan potensi desa untuk berkembang.

Selain karena keterbatasan kapasitas sumberdaya, faktor lain yang menghambat dan
mengakibatkan keterbelakangan kawasan desa adalah karena keterkaitan antara desa-kota
memiliki hubungan yang eksploitatif, hal ini bisa dilihat dari adanya fenomena backwash
effect. Dimana kota-kota besar secara aktif mengeksploitasi wilayah-wilayah perdesaan.

Backwash effect adalah kondisi ketidakseimbangan antar wilayah, dimana wilayah


terbelakang selalu “dimanfaatkan” oleh wilayah yang lebih maju, maka perkembangan
ekonomi wilayah maju semakin meningkat dan sebaliknya perkembangan ekonomi wilayah
terbelakang semakin terbelakang.

Kesenjangan antara wilayah perdesaan dengan wilayah perkotaan dapat terjadi akibat
dari hubungan yang erat antara wilayah perkotaan dan perdesaan. Kondisi inilah yang
memunculkan teori ketergantungan (dependency theory). Teori ini menerangkan bahwa
buruknya sistem keterkaitan antara perkotaan dan perdesaan merupakan masalah yang
memiliki perspektif global. Kecenderungan metropolitan di negara berkembang memiliki
ketergantungan yang tinggi dengan sistem ekonomi negara-negara di belahan utara.

Bentuk keterkaitan antara desa dan kota salah satu diantaranya adalah adanya
fenomena migrasi. Migrasi merupakan bentuk respon dari masyarakat dengan harapan
untuk meningkatkan kesejahteraan hidup. Akibat dari kesenjangan antara desa dan kota,
makin memperderas arus migrasi (faktor pendorong).

2.2 Perspektif Keterkaitan Desa-Kota

Dalam perspektif mengenai keterkaitan perdesaan dan perkotaan atau rural urban
linkage, linkage sendiri dapat diartikan sebagai segala bentuk keterkaitan baik berupa aliran
(flow) dan interaksi (interaction) yang dapat terjadi antara desa dan kota. Keterkaitan desa
kota pada dasarnya bertujuan untuk membentuk kesatuan sistem yang saling
menguntungkan antara desa dan kota serta elemen elemen pendukungnya. Hubungan
keterkaitan ini biasanya berupa transfer hasil panen atau sumber-sumber daya ekonomi
yang berlebihan untuk memenuhi kebutuhan dasar dari perkotaan.
Douglass (1998) dalam Rustiadi menjelaskan bentuk keterkaitan antara desa-kota
dengan 5 (lima) tipe aliran yaitu orang/penduduk, produksi, komoditas, modal dan informasi.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut.

KETERKAITAN
ALIRAN DESA-KOTA

Struktur Penduduk
Perdesaan/ Fungsi
Perubahan • Migrasi/komutasi tenaga Perkotaan
Struktural kerja
• Migrasi lain (pendidikan)
• Belanja/kunjungan/penju
alan
• Struktur
sosial- Produksi
ekonomi/ • Pekerja
keterkaitan • Keterkaitan ke hulu non
(input) pertanian
• Ekonomi • Keterkaitan ke hilir
(sektor) (pemrosesan, • Pelayanan
perdesaan pengolahan) perkotaan

Komoditas
• Penawaran
• Produksi • Input produksi
Perdesaan • Barang konsumsi
tahan lama tak tahan • Barang-
lama barang
• Produk perdesaan tahan lama
• Sumberda dan tak
ya alam Modal/pendapatan tahan lama
dan
lingkungan • Nilai tambah • Pasar
• Tabungan/pinjaman penjualan
• Remiten produk
• Lingkunga
Informasi
n • Informasi
infrastrukt • Produksi/jasa pekerjaan
ur penjualan/hari
bangunan • Kesejahteraan/sosial/pol
itik
• Tenaga kerja
INTERVENSI

Agrarian reform • Jalan/transpor • Pusat pasar


tasi • Outlets komersil
Intensifikasi dan
• Listrik • Perbankan/perkreditan
diversifikasi pertanian
• Komunikasi • Infrastruktur perkotaan
Koperasi • Pelabuhan/ba • Layanan komunikasi
ndara
Program-program
lingkungan

Irigasi, fasilitas
pergudangan dan
infrastruktur perdesaan
lainnya

Gambar 1. Keterkaitan Aliran Desa-Kota


Sumber : survey sekunder, 2017

Lebih jauh, Rondinelli (1985) dalam Rustiadi menjelaskan bahwa bentuk linkage dapat
dikelompokkan menjadi hubungan fisik, ekonomi, teknologi, population movement, sosial,
service delivery, dan berbagai hubungan-hubungan politik. Berikut adalah tabel yang
menjelaskan.

Tabel 1.Bentuk linkage

Tipe Elemen-elemen

Keterkaitan fisik Jaringan jalan

Jaringan transportasi sungai dan air

Jaringan kereta api

Ketergantungan ekologis

Keterkaitan ekonomi Pola-pola pasar

Arus bahan baku dan barang antara

Arus modal, keterkaitan produksi (bacward-forward)


dan lateral

Ola konsumsi dan belanja

Arus pendapatan

Arus komoditi sektoral dan interregional “cross


linkage”

Keterkaitan pergerakan penduduk Migrasi temporer dan permanen

Perjalanan kerja

Keterkaitan teknologi Kebergantungan teknologi

Sistem irigasi

Sistem telekomunikasi

Keterkaitan interaksi sosial Pola visiting

Pola kinship

Kegiatan rites, ritual, keagamaan

Interaksi kelompok sosial

Keterkaitan delivery pelayanan Arus dan jaringan energi

Jaringan kredit dan finansial

Keterkaitan pendidikan, training, dan


pengembangan

Sistem delivery pelayanan kesehatan

Ola pelayanan profesional komersial dan teknik

Sistem pelayanan transportasi

Keterkaitan politik, administrasi dan Hubungan struktural


organisasi
Arus budget pemerintah

Kebergantungan organisasi

Pola otoritas approval supervisi

Pola transaksi inter yuridiksi

Rantai keputusan politik informal

Sumber : Survey sekunder, 2017

2.3 Konsep Agropolitan

Friedman dan Douglass (1978) mengusulkan sebuah konsep agropolitan sebagai


solusi pembangunan yang tidak seimbang antara wilayah perkotaan dan perdesaan.
Pengembangan agropolitan diciptakan untuk mengurangi kesenjangan pembangunan di
daerah. Teori ini mendukung paradigma pembangunan dari bawah yang muncul sebagai
pendekatan pembangunan yang mengutamakan kekuatan lokal.
Rustiadi (2005) mendefinisikan agropolitan sebagai kawasan yang merupakan sistem
fungsional yang terdiri atas satu atau lebih kota-kota pertanian (agropolis) pada wilayah
produksi pertanian tertentu yang ditunjukkan oleh adanya sistem keterkaitan fungsional dan
hierarki keruangan satuan-satuan sistem permukiman dan sistem agribisnis, yang terwujud
baik melalui ataupun tanpa melalui perencanaan formal. Rustiadi (2009) menjelaskan bahwa
pengembangan agropolitan merupakan suatu upaya memperendek jarak antara masyarakat
di kawasan sentra pertanian dengan pusat-pusat pelayanan konvensional (yang
berkembang tanpa orientasi kuat pada pengembangan kegiatan pertanian).

Tujuan dari pengembangan agropolitan sebagai konsep pembangunan wilayah


perdesaan adalah untuk meningkatkan efisiensi pelayanan prasarana dan sarana
penunjang kegiatan ertanian, baik yang dibutuhkan sebelum proses produksi, dalam proses
produksi maupun setelah proses produksi. Upaya tersebut dilakukan dengan melalui
pengaturan lokasi permukiman penduduk, lokasi kegiatan produksi, lokasi pusat pelayanan
dan peletakan jaringan prasarana.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 menjelaskan bahwa


kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada
wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam
tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan
sistem permukiman dan sistem agrobisnis.

Kawasan agropolitan adalah kawasan pertanian perdesaan yang memiliki kepadatan


penduduk sedang dengan karakteristik sebgai berikut:

(1) Peran sektor pertanian sampai ke tingkat agro-processing dan jasa perdagangan
(agribisnis) tetap dominan;
(2) Sistem permukiman tidak selalu memusat, tetapi tersebar pada skala minimal
sehingga dapat dilayani oleh pelayanan infrastruktur seperti listrik, air minum,
ataupun telekomunikasi. Infrastruktur yang tersedia dapat melayani keperluan
masyarakat untuk pengembangan usaha pertaniannya sampai ke aktivitas
pengelolaannya.
(3) Aksesibilitas yang baik dengan pengaturan pembangunan jalan sesuai dengan
kelas jalan yang dibutuhkan dari jalan usaha tani sampai ke jalan kolektor dan
jalan arteri primer.
Gambar 2. Ilustrasi Kawasan Agropolitan
Sumber: Pedoman Umum Pengembangan Kawasan Agropolitan, 2002

2.3 Analisis SWOT

David (2004) mengemukakan bahwa analisa SWOT adalah perangkat pencocokan


terhadap kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) dengan peluang (opportunities)
dan ancaman (threats). Dalam melakukan analisa SWOT sendiri, faktor-faktor yang harus
diidentifikasi yaitu dari faktor internal yang meliputi strength dan weakness serta faktor
eksternal yang meliputi opportunities dan threats.

1) Kekuatan (strength)
Kekuatan menurut adalah potensi yang berasal dari faktor-faktor internal yang
menjadi keunggulan.
2) Kelemahan (weakness)
Kelemahan adalah masalah yang ada dalam internal yang merugikan.
3) Peluang (opportunities)
Peluang mengacu kepada faktor-faktor eksternal yang menguntungkan yang dapat
menjadi keunggulan.
4) Ancaman (threats)
Ancaman mengacu pada faktor-faktor eksternal yang berpotensi merugikan.

Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang dan ancaman dengan
faktor internal kekuatan dan kelemahan. Faktor internal dimasukkan kedalam matriks IFAS
atau internal strategic factor analsis summary, dan faktor eksternal dimasukkan kedalam
matriks EFAS atau eksternal strategic factor analisis summary.

Kekuatan (Strenght) Kelemahan (Weakness)

Peluang Strategi ini memanfaatkan kekuatan Strategi ini memanfaatkan


(Opportunity) atas peluang yang telah peluang untuk mengurangi
diidentifikasikan kelemahan

Ancaman Strategi ini mencoba mencari kekuatan Strategi ini mencoba mencari
(Threat) yang dimiliki yang dapat mengurangi jalan keluar dari kelemahan dan
atau menangkal ancaman ancaman yang ada

Matrikx SWOT (David, 2004)


BAB III GAMBARAN UMUM

3.1 Gambaran Umum Kawasan Agropolitan Membalong

Kecamatan Membalong adalah salah satu kecamatan yang termasukdalam wilayah


administrasi Kabupaten Belitung. Secara administrasi berikut adalah batas-batas wilayah
dari Kecamatan Membalong.

Sebelah Utara : Kecamatan Badau

Sebelah Timur : Kecamatan Dendang Kabupaten Belitung Timur

Sebelah Barat : Selat Gaspar

Sebelah Selatan : Laut Jawa

Kecamatan Membalong merupakan kecamatan terluas di Kabuaten Belitung, dnegan


luas wilayah sekitar 909.500 km2 atau sekitar 39,65% dari total luas wilayah Kabupaten
Belitung. Kecamatan Membalong terbagi menjadi 12 desa/kelurahan.

Gambar.Peta Kecamatan Membalong

Berdasarkan dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Belitung, diketahui


bahwa Kecamatan membalong ditetapkan sebagai PKL atau Pusat Kegiatan Lingkungan.
Lebih lanjut, Kecamatan Membalong merupakan salah satu kawasan strategis provinsi yang
berupa pengembangan kawasan agropolitan. Lebih lanjut, dalam dokumen RTRW
menyebutkan bahwa pengembangan kawasan agropolitan di Kecamatan Membalong ini
dilakukan dengan melalui penyusunan masterplan kawasan agropolitan, pengembangan
kawasan agropolitan untuk mendukung ertanian pangan berkelanjutan melelui intensifikasi
dan ekstensifikasi kawasan pertanian berkelanjutan dan lahan pertanian pangan
berkelanjutan, pembangunan prasarana dan sarana penunjang, serta peningkatan
aksesibilitas transportasi ke lokasi kawasan.

3.2 Gambaran Umum Desa Prepat Sebagai Pusat Pertumbuhan

Dalam sistem agropolitan Kecamatan Membalong, wilayah yang menjadi pusat dari
pertumbuhan adlaah Desa Perpat yang terletak di Kecamatan Mbalong, bagian Barat Daya
Kabupaten Belitung, Provinsi Bangka Belitung. Kawasan tersebut memiliki luas total 909,55
Ha meliputi 12 Desa termasuk desa Perpat dengan luas 108,68 Ha atau sekitar 11,93% dari
luas kecamatan Mbalong.

Gambar 3. Lokasi wilayah studi kasus


Kawasan Agropolitan Desa Perpat ini memiliki sektor basis pada peternakan sapi
potong berdasarkan Surat keputusan (SK) Bupati Kabupaten Blitung No.316/IV/2003
dengan Desa pusat pertumbuhan yang berada di Wilayah Perpat. Seiring dengan
penetapan SK tersebut, Pemerintah memberikan introduksi program berupa pembukaan
lahan pertanian, pembangunan unit terpadu ternak sapi potong, pembangunan irigasi dan
infrastruktur jalan yang memadai, serta pemerian bantuan berupa subsisdi berupa pupuk,
bantuan ternak, bbit sapi potong, pembiayaan kelompok tani, bibit padi hingga bibit
semprotan. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar petani mampu mengembangkan
kawasan agropolitan secara mandiri dan bersinergi dengan pasar yang akan segera dibuka
termasuk teknologi pasca panenya.

Kawasan Agropolitan Perpat ini tergolong kawasan dalam tingkat pra kawasan
agropolitan. Hal tersebut terjadi karena komoditas unggulan berupa ternak sapi potong
memiliki populasi yang sangat rendah pada tahun 2011 yaitu 703 ekor dari 1398 ekor yang
ada di Kabupaten Belitung. Sebenarnya, terdapat komoditas lain yang menjadi unggulan di
kawasan agropolitan Perpat ini seperti komoditas lada dan nanas. Namun, komoditas
tersebut tidak dimasukkan dalam komoditas unggulan kawasan Perpat Kabupaten Belitung
karena arahan pembangunan infrastruktur kawasan Perpat lebih diarahkan pada
pembangunan infrastruktur pendukung ternak sapi potong.

Walau ternak sapi potong memiliki populasi yang rendah, kawasan agropolitan
Perpat ini memiiki infrastruktur pendukung sistem agribisnis dan agroindustri sapi potong
yang memadai seperti kandang ternak kolektif, rumah potong hewan, dan instalasi
pengolahan limbah sekalipun kurang berfungsi dengan optimal. Sealin itu, kelompok tani
dan lembaga penyuluhan ternak juga berfungsi dengan baik dalam mendukung kegiatan
agribisnis dan agroindustri tersebut.

Produktifivitas sapi potong pada kawasan ini raltif rendah karena belum sepenuhnya
melaksanakan PUPT (Pasca Usaha Ternak Potong) yang dianjurkan oleh pemerintah.
Program tersebut meliputi perbaikan mutu bibit ternak, pakan, pemeliharaan, dan
penanganan kesehatan ternak. Pemberian makan dilakukan seadanya, penyediaan bibit
ternak masih menggunakan ternak sapi lokal, penanganan kesehatan ternak seadanya dan
pemeliharaan ternak masih bersifat tradisional. Hal-hal tersebut yang menyebabkan
produktivitas ternak sapi potong yang dilakukan menjadi rendah.

Penyediaan pakan hijau untuk terrnak sapi potong dilakukan dengan mengandalkan
rumput alam sehingga kondisi ternak tergantung kepada musim. Kemudian, kawasan
agropolitan perpat ini belum memanfaatkan teknologi pakan dalam pemeliharaan sapi
potong. Limbah pertanian yang banyak tersedia seperti jerami juga belum dimanfaatkan
sepenuhnya sebagai pakan sapi. Kemudian, lahan yang cukup luas paka kawasan
agropolitan Perpat ini masih belum banyak dmanfaatkan oleh masyarakat dengan optimal.

3.3 Identifikasi Potensi dan Masalah

Kawasan Agropolitan ini memiliki potensi dan permasalahan dalam


pengembangannya. Potensi dan masalah tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.
POTENSI MASALAH

1. Kawasan Perpat telah ditetapkan sebagai kawasan agropolian 1. Komoditas ternak sapi potong yang menjadi komoditas unggulan
dengan Surat Keputusan (SK) Bupati Kabupaten Blitung memiliki populasi yang rendah dan produktivitas yang rendah.
No.316/IV/2003 dengan Desa pusat pertumbuhan yang berada di
Wilayah Perpat 2. Belum memanfaatkan komoditas lada dan nanas yang juga
merupakan komoditas unggulan lainnya dalam mengembangkan
2. Memiliki luas lahan yang cukup luas mencapai 108,68 Ha atau kawasan Perpat sebagai kawasan agropolitan
sekitar 11,93% dari luas total wilayah kecamatan Mbalong
3. Lahan yang ada masih belum banyak dimanfaatkan oleh
3. Program pemerintah telah masuk dalam kawasan agropolitan masyarakat sekitar
Perpat berupa pembukaan lahan pertanian, pembangunan unit
terpadu ternak sapi potong, pembangunan irigasi dan infrastruktur 4. Ternak sapi potong dalam kawasan agropolitan Perpat memiliki
jalan yang memadai, serta pemerian bantuan berupa subsisdi populasi yang rendah di bandingkan dengan populasi ternak sapi
berupa pupuk, bantuan ternak, bbit sapi potong, pembiayaan potong di Kabupaten Belitung
kelompok tani, bibit padi hingga bibit semprotan. 5. Produktivitas sapi potong dalam kawasan agropolitan Perpat relatif
4. Komoditas unggulan berupa ternak sapi potong sesuai dengan rendah
arahan pembangunan infrastruktur pendukng ternak sapi potong 6. Para peternak belum melaksanakan PUPT yang dianjurkan oleh
pada kawasan agropolitan Perpat pemerintah sepenuhnya
5. Kawasan Agropolitan Perpat ini masih dalam tahap pra kawasan 7. Pemberian pakan sapi ternak dilakukan seadanya sesuai dengan
agropolitan sehingga mampu untuk dikembangkan lebih lanjut musim saat itu
6. Komoditas unggulan lain yang ada di Kawasan Perpat ini adalah 8. Penyediaan bibit ternak masih menggunakan bibit lokal yang
komoditas lada dan nanas berpengaruh terhadap pertumbuhan sapi menjadi agak lambat
7. Infrastruktur pendukung sistem agribisnis dan agrobisnis ternak 9. Pemeliharaan ternak masih bersifat tradisional dan semi intensif
sapi potong dalam kawasan agropolitan Perpat sudah cukup
dan penanganan kesehatan yang seadanya
memadai
10. Penyediaan pakan ternak masih mengandalakan pakan hijauan
8. Kelompok tani, penyuluh dan aktivitas lembaga penyuluh ternak
yang tergantung kepada musim
sudah berfungsi cukup baik dalam kawasana gropolitan Perpat 11. Belum memanfaatkan limbah pertanian seperti jerami padi untuk
menunjang kegiatan ternak sapi potong
9. Terdapat bibit-bibit sapi potong unggulan yang memiliki
produktivitas tinggi 12. Termasuk dalam tingkat perkembangan kawasan yang rendah

10. Terdapat teknologi-teknologi terbaru yang bisa membantu 13. Agroindustri dan pemasaran kawasan Parpet ini tergolong kurang
kinerja sistem agribisnis dan agrobisnis kawasan agropolitan baik
Perpat menjadi lebih baik
14. Pemanfaatan teknologi pakan dalam pengembangan kawasan
11. Terdapat limbah pertanian berupa jerami padi melimpah yang Perpat sebagai agropolitan dengan keunggulan ternak sapi potong
dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak sapi potong masih kurang

12. Penyediaan pakan hijaaun melalui rumut unggul mampu untuk


menignkatkan produktivitas ternak sapi potong

13. Dapat mensosialisasikan kepada amsyarakat melalui program


gerakan menanam rumput raja serentak (GEMERRAMPAK)
BAB IV ANALISIS

4.1 Analisis Persoalan Pengembangan Wilayah

4.1.1 Analisa Keterkaitan antar daerah dalam Kawasan Agropolitan Membalong

Suatu wilayah dapat dikembangkan menjadi suatu kawasan agropolitan apabila


dapat memenuhi persyaratan sebagai berikut :

• Memiliki komoditas unggulan


• Memiliki area pengembangan komoditas unggulan dan diversifikasi (hinterland)
dengan skala ekonomi menengah
• Memiliki satu atau lebih desa pusat pertumbuhan agribisnis (Kota Tani)
• Memiliki teknologi dan kelembagaan teknologi tepat guna yang dapat dikembangkan
untuk agribisnis
• Memiliki sarana dan prasarana agribisnis yang dapat digunakan untuk agribisnis
• Merupakan kawasan yang mencakup desadesa dengan tipologi minimal
swasembada

Gambar.Keterkaiatan antar lokasi di Kawasan Agropolitan Membalong

Dari penjelasan dan gambar diatas, maka Kawasan Membalong merupakan kawasan
agropolitan yang memiliki komoditas unggulan, area pengembangan komoditas unggulan,
lebih dari satu pusat pertumbuhan agribisnis memiliki teknologi dan kelembagan teknologi
tepat guna yang dapat dikembangkan untuk agribisnis, serta memiliki sarana dan prasarana
agribisnis.

• Kawasan Agropolitan Membalong memiliki komoditas unggulan ternak sapi potong,


lada dan nanas.
• Terdapat area pengembangan komoditas unggulan yaitu kawasan agropolitan
Membalong yang mencakup seluruh wilayah Kabupaten Belitung
• Pada kawasan agropolitan Membalong yang berbasis ternak sapi potong ini
terdapat dua lokasi/daerah sebagai pusat pertumbuhan agribisnis yang memiliki
industri kawasan agropolitan yang berada di Kecamatan Badau dan kecamatan
Membalong.
• Kawasan agropolitan berbasis agribisnis ternak sapi potong ini sudah emiliki sarana
dan prasarana pendukung agribisnis yang cukup seperti rumah potong yang ada di
Desa Juru Seberang.

Selain itu, dalam Kawasan Agropolitan harus memenuhi kriteria struktur ruang yang
terdiri atas Kota Tani Utama (KTU) yang berada di satu kecamatan terpilih, Kota Tani (KT)
yang berada di sebagian kecamatan dan Kawasan Sentra Produksi Komoditas (KSPK) yang
berada di beberapa Desa. Kawasan Agropolitan Perpat yang berbasis ternak sapi potong
sudah ememnuhi kriteria struktur ruang Kawasan Agropolitan yang seharusnya.

• Kota Utama Tani


Kota Utama Tani di Kawasan Agropolitan Membalong berada di Kecamatan
Tanjungpandan yang sekaligus menjadi pusat pertumbuhan kegiatan di
Kabupaten Belitung.
• Kota Tani
Kota Tani yang ada di kawasan Agropolitan Membalong yaitu berada di
Kecamatan Badau dan Kecamatan Membalong yang keduanya memiliki
kawasan industri.
• Kawasan Sentra Produksi Komoditas (KSKP)
Kawasan Sentra Produksi Komoditas (KSKP) dalam Kawasan Agropolitan
Membalong ini mencakup seluruh kecamatan yang ada di kabupaten
Belitung.Pusat penghasil Pakan sebagai KSKP berada di seluruh kecamatan di
Kabupaten Belitung. Kemudian, Pusat Budidaya ternak sebagai KSKP berada di
Kecamatan Badau, kecamatan membalong, kecamatan Sijuk, dan Kecamatan
Selat Nasik. Lalu, karantina hewan hanya terdapat di Pulau Naduk Kecamatan
Selat Nasik dan rumah potong hewan hanya ada di Desa Juru Seberang
Kecaatan Tanjungpandan.

Kemudian, untuk alur produksi yang ada di Kawasan Agropolitan Membalong ini
dimulai dari KSKP yang menghasilkan barang yang berbeda tiap kawasannya, menuju Kota
Tani untuk di produksi lalu menuju ke Kota Utama Tani untuk di ekspor dan di pasarkan.
Alur tersebut dapat dilihat pada ilustrasi berikut.

Kota Tani Kota Tani KSKP


Utama

Gambar. Ilustrasi alur produk dalam kawasan agropolitan Membalong


4.1.2 Analisa SWOT

Berikut adalah pengelompokan potensi dan masalah menjadi 4, yakni meliputi strength, weakness, opportunities, dan threat.

STRENGTHS WEAKNESS

1. Memiliki luas lahan yang cukup luas mencapai 108,68 Ha atau 1. Lahan yang ada masih belum dimanfaatkan secara optimal oleh
sekitar 11,93% dari luas total wilayah kecamatan Mbalong masyarakat
2. Memiliki komoditas unggulan berupa ternak sapi potong 2. Komoditas ternak sapi potong yang menjadi komoditas unggulan
3. Komoditas unggulan lain yang ada di Kawasan Perpat ini memiliki populasi yang rendah dan produktivitas yang rendah.
adalah komoditas lada dan nanas 3. Belum memanfaatkan komoditas lada dan nanas yang juga
4. Infrastruktur pendukung sistem agribisnis dan agrobisnis ternak merupakan komoditas unggulan lainnya dalam mengembangkan
sapi potong dalam kawasan agropolitan Perpat sudah cukup kawasan Perpat sebagai kawasan agropolitan
memadai 4. Para peternak belum melaksanakan PUPT yang dianjurkan oleh
5. Kelompok tani, penyuluh dan aktivitas lembaga penyuluh pemerintah sepenuhnya
ternak sudah berfungsi cukup baik dalam kawasana gropolitan 5. Penyediaan bibit ternak masih menggunakan bibit lokal yang
Perpat berpengaruh terhadap pertumbuhan sapi menjadi agak lambat
6. Terdapat limbah pertanian berupa jerami padi melimpah yang 6. Pemeliharaan ternak masih bersifat tradisional dan semi intensif dan
dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak sapi potong penanganan kesehatan yang seadanya
7. Penyediaan pakan ternak masih mengandalkan pakan hijauan yang
tergantung kepada musim
8. Belum memanfaatkan limbah pertanian seperti jerami padi untuk
menunjang kegiatan ternak sapi potong
9. Agroindustri dan pemasaran kawasan Parpet ini tergolong kurang baik
10. Pemanfaatan teknologi pakan masih kurang

OPPORTUNITIES THREATS

1. Kawasan Perpat telah ditetapkan sebagai kawasan agropolian 1. Perubahan musim yang tidak menentu berpengaruh terhadap
dengan Surat Keputusan (SK) Bupati Kabupaten Blitung penyediaan pakan hijau
No.316/IV/2003 dengan Desa pusat pertumbuhan yang berada 2. Wabah penyakit mengakibatkan tingkat kerentanan tinggi terhadap
di Wilayah Perpat ternak

2. Program pemerintah mendukung dalam pengembangan


kawasan agropolitan Perpat berupa pembukaan lahan
pertanian, pembangunan unit terpadu ternak sapi potong,
pembangunan irigasi dan infrastruktur jalan yang memadai,
serta pemerian bantuan berupa subsisdi berupa pupuk, bantuan
ternak, bbit sapi potong, pembiayaan kelompok tani, bibit padi
hingga bibit semprotan.

3. Terdapat bibit sapi potong unggulan yang memiliki produktivitas


tinggi di luar daerah

4. Terdapat teknologi-teknologi terbaru yang bisa membantu


kinerja sistem agribisnis dan agrobisnis kawasan agropolitan
Perpat menjadi lebih baik

5. Penyediaan pakan hijaaun melalui rumput unggul mampu untuk


meningkatkan produktivitas ternak sapi potong

14. Dapat mensosialisasikan kepada masyarakat melalui


program gerakan menanam rumput raja serentak
(GEMERRAMPAK)

STRENGTHS STRENGTH- OPPORTUNITIES- OPPORTUNITIES


OPPORTUNITIES WEAKNESS
1. Memiliki luas lahan yang cukup luas 1. Kawasan Perpat telah
mencapai 108,68 Ha atau sekitar 11,93% 1. (S1-S2-S3-S4-S5-S6- 1. (O5-O6-O4-W7-W10-W8) ditetapkan sebagai kawasan
dari luas total wilayah kecamatan O1-O2) 2. (O4-W9) agropolian dengan Surat
Mbalong 2. (S2-S4-O3-O4-O5) 3. (-W6) Keputusan (SK) Bupati
2. Memiliki komoditas unggulan berupa 4. (O1-O2-W1-W5) Kabupaten Blitung
ternak sapi potong 3. (S5-O6) 5. (O2-O3-O4-W2-W3-W4) No.316/IV/2003 dengan Desa
3. Komoditas unggulan lain yang ada di pusat pertumbuhan yang
Kawasan Perpat ini adalah komoditas berada di Wilayah Perpat
lada dan nanas
4. Infrastruktur pendukung sistem agribisnis 2. Program pemerintah
dan agrobisnis ternak sapi potong dalam mendukung dalam
kawasan agropolitan Perpat sudah cukup pengembangan kawasan
memadai agropolitan Perpat berupa
5. Kelompok tani, penyuluh dan aktivitas pembukaan lahan pertanian,
lembaga penyuluh ternak sudah pembangunan unit terpadu
berfungsi cukup baik dalam kawasana ternak sapi potong,
gropolitan Perpat pembangunan irigasi dan
6. Terdapat limbah pertanian berupa jerami infrastruktur jalan yang
padi melimpah yang dapat dimanfaatkan memadai, serta pemerian
sebagai pakan ternak sapi potong bantuan berupa subsisdi berupa
pupuk, bantuan ternak, bbit sapi
potong, pembiayaan kelompok
tani, bibit padi hingga bibit
semprotan.

3. Terdapat bibit sapi potong


unggulan yang memiliki
produktivitas tinggi di luar
daerah

4. Terdapat teknologi-teknologi
terbaru yang bisa membantu
kinerja sistem agribisnis dan
agrobisnis kawasan agropolitan
Perpat menjadi lebih baik

5. Penyediaan pakan hijaaun


melalui rumput unggul mampu
untuk meningkatkan
produktivitas ternak sapi potong

6. Dapat mensosialisasikan
kepada masyarakat melalui
program gerakan menanam
rumput raja serentak
(GEMERRAMPAK)

WEAKNESS STRENGTH-THREAT WEAKNESS-THREAT THREATS

1. Lahan yang ada masih belum 1. Penyuluhan/alternatif 1. Alternatif pakan ternak- 1. Perubahan musim yang tidak
dimanfaatkan secara optimal oleh pakan (S5-T1) huluhilir pakan, dirombak menentu berpengaruh terhadap
masyarakat 2. Penyuluhan vaknisasi (W1-W7-W8-W10-T1) penyediaan pakan hijau
2. Komoditas ternak sapi potong yang ternak(S4-S5-T2) 2. Intensifikasi ternak 2. Wabah penyakit mengakibatkan
menjadi komoditas unggulan memiliki (semacam program tani) tingkat kerentanan tinggi
populasi yang rendah dan produktivitas (W2-W3-W4-T2) terhadap ternak
yang rendah.
3. Penyediaan bibit ternak masih
menggunakan bibit lokal yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan sapi
menjadi agak lambat
4. Pemeliharaan ternak masih bersifat
tradisional dan semi intensif dan
penanganan kesehatan yang seadanya
5. Belum memanfaatkan komoditas lada dan
nanas yang juga merupakan komoditas
unggulan lainnya dalam mengembangkan
kawasan Perpat sebagai kawasan
agropolitan
6. Para peternak belum melaksanakan
PUPT yang dianjurkan oleh pemerintah
sepenuhnya
7. Penyediaan pakan ternak masih
mengandalkan pakan hijauan yang
tergantung kepada musim
8. Belum memanfaatkan limbah pertanian
seperti jerami padi untuk menunjang
kegiatan ternak sapi potong
9. Agroindustri dan pemasaran kawasan
Parpet ini tergolong kurang baik
10. Pemanfaatan teknologi pakan masih
kurang
4.2 Konsep Penanganan Persoalan Pengembangan Wilayah

Dari hasil analisa yang dilakukan maka dapat diuraikan beberapa strategi-strategi
yang dapat dilaksanakan untuk meningkatkan pengembangan kawasan Agropolitan desa
Perpat. Strategi tersebut antara lain :
• Strategi pengembangan Industri Pakan
Pengembangan Industri pakan ternak sapi potong dapat dilakukan dengan
mengembangkan daerah produksi pakan dengan sistem distribusi yang efesien dan
sistem penyimpanan yang modern. Kemudian mendorong pihak industri pakan untuk
melakukan penelitian dan pengembangan dengan menggunakan bahan baku lokal yang
tersedia untuk menjadi bibit ternak unggulan.

• Strategi pengembangan sistem pembibitan unggul Ternak Sapi Potong


Pengembangan sistem pembibitan ternak sapi potong dapat dilakukan dengan
mempertahankan plasma nutfah sapi lokal untuk menjaga keaslian dan
mengembangbiakkan bibit sapi lokal. Untuk mempertahankan plasma nutfah tersebut,
maka perlu mempertahankan daerah-daerah tertentu sebagai wilayah pengembangan
sapi lokal. Daerah-daerah tersebut bisa diletakkan pada lahan yang masih belum di
manfaatkan di kawasan Agropolitan Perpat. Kemudian, dengan menigkatkan peran Balai
Inseminasi Buatan (BIB) pusat di daerah diharapkan kualitas bibit ternak yang dihasilkan
menjadi lebih baik dan dapat diunggulkan. Selanjutnya, perlu penelitian lebih lanjut
terhadap pengembangan bibit ternak menjadi bibit unggulan yang mampu bersaing
secara global. Penggunaan bibit sapi unggul dapat emmotivasi peternak untuk mengelola
ternaknya lebih baik lagi agar keuntungan yang diperoleh dari usaha ini semakin
maksimal.

• Strategi pemeliharaan Ternak


Salah satu strategi pemeliharaan ternak yaitu dengan melakukan kegiatan intensifikasi
budidaya peternakan dengan menerapkan teknologi peternakan yang ramah lingkungan.
Pemeliharaan ternak sapi potong dilakukan secara intensif terpadu dengan usaha
tanaman pangan padi dan jagung sesuai kondisi eksisting. Pada pemelihaan inntensif
dikenal Sapta Usaha Peternakan yaitu pemilihn bibit unggul yang tepat, penggunaan
kandang yang memenuhi syarat, pemberian pakan yang rasional, pencegahan dan
pemberantasan penyakit, pengelolaan reproduksi, penanganan pasca panen dan
pemasaran, dan manajemen usaha yang baik.

• Strategi pengembangan kawasan kegiatan pendukung Agribisnis


Membangun kawasan kegiatan pendukung agribisnis dibutuhkan pembangunan sarana
dan prasarana umum yang memadai terutama sarana dan prasarana umum yang
menghubungkan antar kawasan kegiatan pendukung agribisnis. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pengembangan sarana dan prasarana tidak hanya dilakukan di
wilayah inti agribisnis-nya tetapi juga dilakukan di kawasan hinterlandnya (kawasan
kegiatan pendukung Agribisnis). Hal etrsebut bertujuan untuk memudahkan akses antar
wilayah dalam pengadaan sarana produksi peternakan dan pemasaran hasil peternakan.
Pembangunan sarana dan prasarana pendukung tersebut antara lain pembangunan
kebun hijau makanan ternak unggul, kandang kolektif, Pupuk Kandang, Balai Penelitian
dan Penyuluhan Makanan ternak dan pasar ternak.
Kebun hijau makanan ternak unggul dapat berupa kebun rumput unggul (rumput raja atau
king grass) yang sengaja di tanam untuk menjamin ketersediaan pakan hijauan dan
emningkatkan kualitas pakan yang diberikan kepada ternak. Rumput gajah sangat baik
diberikan kepada ternak dalam rangka meningkatkan pertambahan bobot badan yang
cepat.
Kandang kolektif terletak di suatu lokasi tertentu yang tidak terlalu jauh dari lokasi
perumahan dan tidak mengganggu secara lingkungan dan kesehatan penduduk. Adanya
kandang kolektif tersebut mempermudah dalam pengelolaan limbah peternakan menjadi
kompos . Kondisi tersebut membuat kandang terawat dan bersih karena feses setiap
saat di kumpulkan untuk dijadikan bahan kompos atau pupuk kandang. Hal tersebut
menunjukkan bahwa peternak bersatu dalam mengelola sapi potong agar mempermudah
dalam mengelola feses untuk menjadi bahan kompos.

• Strategi Pengembangan Agribisnis Hulu-Hilir


Konsep pengembangan sistem agribisnis hulu antara lain : bibit ternak, sarana produksi
dan obat-obatan, industri pakan. Sumber bibit yang akan ijadikan indukan berasal dari
anggota dan dari luar kelompok tani yang dibeli (dikoordinasikan antara pengurus,
pendamping/instansi terkait). Kemudian, pembangunan kios sapronak dilakukan pada
setiap daerah agar jangkauan para peternak untuk budidaya peernakan tidak harus ke
pusat daerah sehingga biaya produksi dapat dikurangi. Untuk menunjang penyediaan
sarana produksi peternakan diupayakan dapat disediakan oleh kelompok tani dengan
membentuk lembaga koperasi tani atau sejenisnya serta membuka peluang bagi
swasta/pengusaha sapronak untuk dapat membuka usaha di bidang ini. Sumber
penyediaan obat-obatan sebaiknya berkoordinasi dengan petugas keswan dan
kelompok. Kemudian, industri pakan ternak masih belum tersedia di kawasan Agropolitan
Perpat walaupun bahan baku pakan ternak cukup tersedia seperti jerami padi, daun
jagung, dedak padi, jagung dan lain sebagainya. Upaya pembangunan industri pakan
skala menengah di setiap daerah perlu dikembangkan untuk menyediakan kebutuhan
pakan ternak di dalam kawasan maupun di luar kawasan. Dalam penyediaan industri
pakan ini, sebaiknya kelompok petani dengan membentuk koperasi dapat emmbangun
industri pakan. Selain itu, hal tersebut juga membuka peluang bagi swasta/pengusaha
industri pakan untuk dapat membuka usaha di bidang ini.
Kemudian, konsep pengambangan sistem agrobisnis hilir yaitu kegiatan ekonomi yang
mengolah dan memperdagangkan hasil usaha ternak. Dalam hal ini termasuk industri
pemotongan ternak, industri pengalengan dan pengolahan daging, industri pengolahan
kullit, dan pengolahan pupuk kandang. Konsep pengembangan ini menyediakan fasiitas-
fasilitas sebgaai berikut : pembangunan pasar etrnak atau sub terminal agribisnis (STA),
rumah potong hewan (RPH), Industri pengolahan hasil ternak dan sub sistem jasa
penunjang agribisnis seperti kelompok tani, koperasi, keuangan lembaga mikro (LKM),
Balai Penyuluhan Pertanian (BPP), dan Balai Penelitian dan Hiajuan Makanan Ternak
(BPT-HMT).

• Strategi Pengendalian dan Pencegahan Wabah Penyakit Ternak


Untuk mengendalikan dan mencegah mewabahnya penyakit menular, maka dapat
dilakukan beberapa strategi sebagai berikut : memberdayakan SKPD terkait dalam
pengendalian dan pencegahan penyakit hewan/ternak yang didukung perangkat
peraturan, memperkuat fasilitas labolatorium dan sarana pendukung pada semua jarngan
kerja melalui pelatihan teknis, dan menyiapkan Standar Operasional Practice (SOP)
untuk mencegah wabah penyakit ternak/hewan menular baik yang sudah terjadi maupun
belum. Kemudian, perlu dukungan dari pemerintah pusat untuk melancarkan strategi
tersebut. Dukungan pemerintah tersebut dapat berupa membangun dan memberdayakan
jaringan kerja karantina ternak/hewan Nasional dengan tujuan untuk menghindari
masuknya penyakit ternak dari luar negeri dan mencegah penyebaran penyakit
ternak/hewan menular antar daerah. Kemudian, membangun sistem sosialisasi
mencegah dan menghindar dampak penyakit ternak/hewan menular ke masyarakat luas.

• Strategi pengembangan kelembagaan ekonomi masyarakat tani


Budidaya masyarakat tani padi dan jagung yang dilakukan secraa intensif akan
mempengaruhi perkembangan ternak sapi potong karena limbah hasil tani tersebut dapat
dimanfaatkan sepenuhnya untuk pakan terrnak sapi potong. Usaha tani padi memerlukan
waktu sekitar 4 bulan/musim. Tanaman padi dilakukan sekiatr bulan desember, januari
dan februari. Sedangkan usaha tani jagung juga memerlukan waktu sekitar 4
bulan/musim. Tanaman jagung etrsebut dilakukan sekitar bulan Mei dan Juni setiap
tahunnya. Melihat waktu usaha tanam padi dan jagung tersebut, maka dapat dilakukan
pola pegembangan pakan ternak sesuai musimnya. Menumbuhkembangkan
kelembagaan ekonomi masyarakat tani baik pada on farm amupun off farm yang tumbuh
dari oleh dan untuk kepentingan masyarakat tani itu sendiri membutuhkan pembinaan
dari instansi/lembaga yang etrkait karena pada umumnya peternak berusaha sendiri-
sendiri dengan keterampilan dan modal seadanya. Langkah yang dapat dilakukan adalah
memberi dorongan dan bimbingan kepada para petani agar mampu bekerjasama di
bidang ekonomi secara berkelompok atau asosiasi. Apabila asosiasi telah dilakukan
maka selanjutnya adalah diarahkan kepada mereka mampu untuk menjadi salah satu
lembaga ekonomi formal.

• Strategi Peningkatan pengetahuan dan Sumber daya manusia (SDM) Peternak


Peningkatan pengetahuan peternak harus dilakukan terutaam dalam menentukan lokasi
dan kebersihan kandang. Selain itu, pengetahuan pemberian pakan juga perlu
ditingkattkan agar pakan yang diberikan tidak tidak hanya rumput saja tetapi juga
ditambah dengan pakan lainnya seperti konsentrat. Pengetahuan dan teknologi
pengolahan serta pemanfaatan pakan dari limbah pertanian seperti jerami padi perlu
disosialisasikan kepada peternak misalnya penggunaan urea, silase, amoniasi dan
fermentasi jerami padi.

4.3 Upaya dan Rekomendasi

Dari hasil analisa yang telah dilakukan dan dengan melihat pada best practice yang
telah ada sebelumnya, maka upaya yag dapat dilakukan untuk pengembangan kawasan
Agropolitan Perpat kedepannya dapat dilakukan melalui strategi yang dihasilkan dari analisa
SWOT yaitu

• Strategi pengembangan Industri Pakan


o Pengembangan daerah produksi pakan dengan sistem distribusi yang efesien dan
sistem penyimpanan yang modern
o Pengembangan penelitian industri pakan dengan menggunakan bahan baku lokal yang
tersedia untuk menjadi bibit ternak unggulan oleh industri pakan ternak yang ada

• Strategi pengembangan sistem pembibitan unggul Ternak Sapi Potong


o Penggunaan plasma nutfah sapi lokal dengan mempertahankan daerah-daerah tertentu
sebagai wilayah pengembangan sapi lokal
o Peningkatan peran Balai Inseminasi Buatan (BIB) pusat di daerah
o Pengembangan penelitian lebih lanjut terhadap pengembangan bibit ternak

• Strategi pemeliharaan Ternak


o Pengembangan kegiatan intensifikasi budidaya peternakan dengan menerapkan
teknologi peternakan yang ramah lingkungan
o Pemeliharaan ternak sapi potong dilakukan secara intensif terpadu dengan usaha
tanaman pangan padi dan jagung sesuai kondisi eksisting

• Strategi pengembangan kawasan kegiatan pendukung Agribisnis


o Pembangunan sarana dan prasarana umum yang memadai terutama sarana dan
prasarana umum yang menghubungkan antar kawasan kegiatan pendukung agribisnis
seperti pembangunan kebun hijau makanan ternak unggul, kandang kolektif, Pupuk
Kandang, Balai Penelitian dan Penyuluhan Makanan ternak dan pasar ternak.

• Strategi Pengembangan Agribisnis Hulu-Hilir


o Penggunaan sumber bibit yang berasal dari anggota dan dari luar kelompok tani yang
dibeli (dikoordinasikan antara pengurus, pendamping/instansi terkait).
o Pembangunan kios sarana produksi tenak yang dilakukan pada setiap daerah
o Penyediaan obat-obatan yang berkoordinasi dengan petugas kesehatan hewan dan
kelompok peternak
o pembangunan industri pakan skala menengah di setiap daerah
o pengembangan kegiatan ekonomi yang mengolah dan memperdagangkan hasil usaha
ternak
o Penyediaan fasiitas-fasilitas sebgaai berikut : pembangunan pasar ternak atau sub
terminal agribisnis (STA), rumah potong hewan (RPH), Industri pengolahan hasil ternak
dan sub sistem jasa penunjang agribisnis seperti kelompok tani, koperasi, keuangan
lembaga mikro (LKM), Balai Penyuluhan Pertanian (BPP), dan Balai Penelitian dan
Hiajuan Makanan Ternak (BPT-HMT).

• Strategi Pengendalian dan Pencegahan Wabah Penyakit Ternak


o Optimalisasi fungsi SKPD terkait dalam pengendalian dan pencegahan penyakit
hewan/ternak
o Pengembangan fasilitas labolatorium dan sarana pendukung pada semua jarngan kerja
melalui pelatihan teknis
o Perumusan Standar Operasional Practice (SOP) untuk mencegah wabah penyakit
ternak/hewan menular baik yang sudah terjadi maupun belum
o Pembangunan dan pemberdayaan jaringan kerja karantina ternak/hewan Nasional
o Pengembangan sistem sosialisasi dalam mencegah dan menghindari dampak penyakit
ternak/hewan menular ke masyarakat luas .

• Strategi pengembangan kelembagaan ekonomi masyarakat tani


o Pengembangan pola pakan ternak sesuai siklus musim yang ada
o Pengembangan kelembagaan ekonomi masyarakat tani baik pada on farm amupun off
farm oleh, dari dan untuk kepentingan masyarakat tani
o Pemberian dorongan dan bimbingan kepada para petani untuk bekerjasama di bidang
ekonomi secara berkelompok atau asosiasi.

• Strategi Peningkatan pengetahuan dan Sumber daya manusia (SDM) Peternak


o Penyuluhan pemberian pakan kepada peternak agar pakan yang diberikan tidak tidak
hanya rumput saja tetapi juga ditambah dengan pakan lainnya seperti konsentrat
o Sosialisai pengetahuan dan teknologi pengolahan serta pemanfaatan pakan dari limbah
pertanian seperti jerami padi kepada peternak misalnya penggunaan urea, silase,
amoniasi dan fermentasi jerami padi.

Kemudian, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap Kawasan Agropolitan


Perpat ini ditinjau dari berbagai macam aspek seperti yang ada pada best practice di
kawasan Agropolitan Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat dan kawasan Agropolitan
Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan. Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan dengan
menilik dari berbagai aspek diantaranya :

• Siklus dan Struktur Keterkaitan Desa-Kota


Aspek ini dapat dilihat dari Lingstrat domestik, lingstrat internasional, kinerja dan
internalisasi dampak investasi dasar, dampak terhadap arah perubahan sistem
ekonomi, perubahan struktur ekonomi perdesaan, arah fungsi dan penataan perkotaan,
arah timbal-balik keterkaitan desa-kota, eksistensi dan kinerja kebijakan

• Kinerja pengembangan pasar input dan output


Aspek ini dapat dilihat dari efesiensi pemasaran, kelembagaan pemasaran, struktur
pasar dan pembentukan harga, dan eksistensi kebijakan pasar yang dilihat dari input-
outputya

• Kinerja Pengembangan Komoditas Unggulan


Aspek ini dilihat dari kinerja usaha tani, eksistensi dan kinerja pengolahan hasil,
tataruang pengembangan agribisnis, dan eksistensi kebijakan pengembangan agribisnis
BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan mengenai studi kasus yang telah
dilakukan, berikut adalah kesimpulan yang dapat ditarik:

• Pengembangan Agropolitan merupakan salah satu upaya untuk mengatasi masalah


penyerapan sumber daya berlebih oleh perkotaan
• Kawasan Agropolitan dapat berupa kawasan agribisnis yang memiliki sektor unggulan
hewan ternak sebagai sektor unggulan utama
• Kemudian, perkembangan suatu kawasan agropolitan dapat diketahui melalui analisa
SWOT kondisi eksisting dan kondisi rencana yang ada di kawasan wilayah studi
• Untuk meningkatkan kawasan agropolitan yang memiliki sektor unggulan berupa ternak
sapi potong dapat dilakukan dengan meningkatkan bibit ternak, pemeliharaan ternak,
inovasi pakan ternak, pengembangan kelembagaan ekonomi petani, pemberdayaan
SDM petani dan kerjasama antar stakeholder terkait.

5.2 Lesson Learned

Berikut adalah lesson learned dari pembahasan studi kasus yang telah dilakukan.
Untuk mengembangkan kawasan agropolitan perlu ada dukungan dari pemerintah setempat
dalam pengembangan kawasan dapat melalui penyediaan sarana dan prasarana yang
emadai, pemberian pelatihan kelembagaan ekononomi kepada petani dan dukungan
pemerintah lainnya. Selain itu, dibutuhkan peternak dan petani yang kreatif dan inovatif
dalam mengembangkan suatu kawasan agropolitan. Lalu, peran teknologi juga sangat
mempengaruhi percepatan pengembangan suatu kawasan agropolitan. Selain itu,
pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya yang tersedia dilakukan dengan optimal dapat
mendorong perkembangan suatu kawasan agropolitan.
DAFTAR PUSTAKA

David, Fred R. (2004). Manajemen Strategis konsep-Konsep. Edisi ke-9. Alih Bahasa
Kresno Sansu. Indeks, Jakarta.

Friedmann, John and Douglass. 1978. Agropolitan Development: Towards a New Strategy
for Regional Planning in Asia.

Rustiadi, Ernan. (2009). Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Yayasan Pustaka Obor.
Jakarta

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.


Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68 (Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4725).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7 (Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5495).

Peraturan Daerah Kabupaten Belitung Nomor 3 Tahun 2014 tentang Rencana Tata ruang
Wilayah Kabupaten Belitung tahun 2014-2034. Lembaran Daerah Kabupaten Belitung
tahun 2014 No.3 (Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Belitung no.8).

Rencana Pembangunan jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Belitung tahun


2013-2018.

BPS.2016.Statistik daerah Kecamatan Membalong.

BPS.2016.Kabupaten Belitung Dalam Angka.

Anda mungkin juga menyukai