Latar Belakang
Kesenjangan sosial merupakan salah satu permasalahan yang masih banyak terjadi di
Indonesia. Kesenjangan ini biasanya terjadi antara masyarakat perdesaan dengan masyarakat
perkotaan. Fenomena ini biasa disebut Back Wash Effect dimana perkotaan menggunakan sumber
daya perdesaan secara berlebihan tanpa diimbangi dengan adanya pembangunan di wilayah
perdesaan. Akibatnya terjadi pemusatan di salah satu wilayah yaitu perkotaan dan menyebabkan
terjadinya migrasi berlebihan dari desa ke kota untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan
hidup. Selain itu, ada juga dampak positif dari hubungan antara wilayah perdesaan dan perkotaan
yaitu Spread Effect. Fenomena ini merupakan dampak yang terjadi jika kawasan perkotaan juga
turut mendukung pembangunan dan perkembangan kawasan perdesaan sehingga tidak terjadi
sebuah kesenjangan sosial.
Spread Effect merupakan dampak yang diharapkan dari adanya hubungan antara perdesaan
dan perkotaan di Indonesia. Untuk itu diperlukan adanya konsep pengembangan kawasan yang
tepat agar dampak yang didapat adalah Spread Effect dan bukan Back Wash Effect. Salah satu
konsep yang dapat diterapkan adalah Konsep Pengembangan Kawasan Perdesaan Agropolitan.
Konsep Kawasan Agropolitan merupakan konsep dimana wilayah perdesaan menjadi tempat
untuk memproduksi pertanian dan mengelola sumber daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh
adanya keterkaitan fungsional dan hierarki sistem permukiman dan agribisnis saat adanya
hubungan antara perdesaan dan perkotaan. Sehingga wilayah perdesaan juga ikut berkembang dan
bisa menghindari terjadinya Back Wash Effect.
Kawasan Agropolitan Perpat merupakan salah satu wilayah yang sudah menerapkan
konsep agropolitan namun belum berkembang. Kawasan ini berada di Kabupaten Belitung
Provinsi Bangka Belitung.
Pembahasan
Kecamatan Membalong merupakan kecamatan terluas di Kabuaten Belitung, dnegan luas
wilayah sekitar 909.500 km2 atau sekitar 39,65% dari total luas wilayah Kabupaten Belitung.
Kecamatan Membalong terbagi menjadi 12 desa/kelurahan. Berdasarkan dokumen Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Belitung, Kecamatan Membalong merupakan salah satu kawasan
strategis provinsi yang berupa pengembangan kawasan agropolitan. Selain itu, dalam dokumen
RTRW dituliskan bahwa pengembangan kawasan agropolitan di Kecamatan Membalong
dilakukan dengan melalui penyusunan masterplan kawasan agropolitan, pengembangan kawasan
agropolitan untuk mendukung pertanian, pangan berkelanjutan melelui intensifikasi dan
ekstensifikasi kawasan pertanian berkelanjutan dan lahan pertanian pangan berkelanjutan,
pembangunan prasarana dan sarana penunjang, serta peningkatan aksesibilitas transportasi ke
lokasi kawasan.
Wilayah yang menjadi pusat pertumbuhan pada Kecamatan Membalong dalam sistem
agropolitan terletak di Desa Perpat, sebelah Barat Daya Kabupaten Belitung, provinsi Bangka
Belitung. Berdasarkan Surat keputusan (SK) Bupati Kabupaten Blitung No.316/IV/2003 Kawasan
Agropolitan Desa Perpat ini memiliki sektor basis pada peternakan sapi potong dengan Desa pusat
pertumbuhan yang berada di Wilayah Perpat. Kawasan Agropolitan Perpat ini tergolong kawasan
dalam tingkat pra kawasan agropolitan. Hal tersebut terjadi karena komoditas unggulan berupa
ternak sapi potong memiliki populasi yang sangat rendah pada tahun 2011 yaitu 703 ekor dari
1398 ekor yang ada di Kabupaten Belitung. Sedangkan komoditas lain yang bisa menjadi
komoditas unggulan di kawasan agropolitan seperti nanas dan lada, tidak dimasukkan dalam
komoditas unggulan kawasan Perpat karena adanya arahan pembangunan infrastruktur kawasan
yang lebih diarahkan pada pembangunan infrastruktur pendukung ternak sapi potong.
Dalam pengembangan kawasan agropolitan tidak dipungkiri bahwa akan terdapat potensi
dan permasalahan. Berikut merupakan potensi dan permasalahan yang terdapat dalam kawasan
Agropolitan di desa Perpat.
A. Potensi
1. Kawasan Perpat telah ditetapkan sebagai kawasan agropolian dengan Surat Keputusan
(SK) Bupati Kabupaten Blitung No.316/IV/2003 dengan Desa pusat pertumbuhan yang
berada di Wilayah Perpat
2. Memiliki luas lahan yang cukup luas mencapai 108,68 Ha atau sekitar 11,93% dari luas
total wilayah kecamatan Mbalong
3. Program pemerintah telah masuk dalam kawasan agropolitan Perpat berupa
pembukaan lahan pertanian, pembangunan unit terpadu ternak sapi potong,
pembangunan irigasi dan infrastruktur jalan yang memadai, serta pemerian bantuan
berupa subsisdi berupa pupuk, bantuan ternak, bbit sapi potong, pembiayaan kelompok
tani, bibit padi hingga bibit semprotan.
4. Komoditas unggulan berupa ternak sapi potong sesuai dengan arahan pembangunan
infrastruktur pendukng ternak sapi potong pada kawasan agropolitan Perpat
5. Kawasan Agropolitan Perpat ini masih dalam tahap pra kawasan agropolitan sehingga
mampu untuk dikembangkan lebih lanjut
6. Komoditas unggulan lain yang ada di Kawasan Perpat ini adalah komoditas lada dan
nanas
7. Infrastruktur pendukung sistem agribisnis dan agrobisnis ternak sapi potong dalam
kawasan agropolitan Perpat sudah cukup memadai
8. Kelompok tani, penyuluh dan aktivitas lembaga penyuluh ternak sudah berfungsi
cukup baik dalam kawasana gropolitan Perpat
9. Terdapat bibit-bibit sapi potong unggulan yang memiliki produktivitas tinggi
10. Terdapat teknologi-teknologi terbaru yang bisa membantu kinerja sistem agribisnis dan
agrobisnis kawasan agropolitan Perpat menjadi lebih baik
11. Terdapat limbah pertanian berupa jerami padi melimpah yang dapat dimanfaatkan
sebagai pakan ternak sapi potong
12. Penyediaan pakan hijaaun melalui rumut unggul mampu untuk menignkatkan
produktivitas ternak sapi potong
13. Dapat mensosialisasikan kepada amsyarakat melalui program gerakan menanam
rumput raja serentak (GEMERRAMPAK)
B. Permasalahan
1. Komoditas ternak sapi potong yang menjadi komoditas unggulan memiliki populasi
yang rendah dan produktivitas yang rendah.
2. Belum memanfaatkan komoditas lada dan nanas yang juga merupakan komoditas
unggulan lainnya dalam mengembangkan kawasan Perpat sebagai kawasan agropolitan
3. Lahan yang ada masih belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar
4. Ternak sapi potong dalam kawasan agropolitan Perpat memiliki populasi yang rendah
di bandingkan dengan populasi ternak sapi potong di Kabupaten Belitung
5. Produktivitas sapi potong dalam kawasan agropolitan Perpat relatif rendah
6. Para peternak belum melaksanakan PUPT yang dianjurkan oleh pemerintah
sepenuhnya
7. Pemberian pakan sapi ternak dilakukan seadanya sesuai dengan musim saat itu
8. Penyediaan bibit ternak masih menggunakan bibit lokal yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan sapi menjadi agak lambat
9. Pemeliharaan ternak masih bersifat tradisional dan semi intensif dan penanganan
kesehatan yang seadanya
10. Penyediaan pakan ternak masih mengandalakan pakan hijauan yang tergantung kepada
musim
11. Belum memanfaatkan limbah pertanian seperti jerami padi untuk menunjang kegiatan
ternak sapi potong
12. Termasuk dalam tingkat perkembangan kawasan yang rendah
13. Agroindustri dan pemasaran kawasan Parpet ini tergolong kurang baik
14. Pemanfaatan teknologi pakan dalam pengembangan kawasan Perpat sebagai
agropolitan dengan keunggulan ternak sapi potong masih kurang
Berdasarkan potensi dan permasalahan yang ada, berikut merupakan strategi-strategi yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan pengembangan kawasan Agropolitan Desa Perpat.
1. Strategi Pengembangan Industri Pakan
a. Pengembangan daerah produksi pakan dengan sistem distribusi yang efesien dan
sistem penyimpanan yang modern
b. Pengembangan penelitian industri pakan dengan menggunakan bahan baku lokal
yang tersedia untuk menjadi bibit ternak unggulan oleh industri pakan ternak yang
ada
2. Strategi Pengembangan Sistem Pembibitan Unggul Ternak Sapi
a. Penggunaan plasma nutfah sapi lokal dengan mempertahankan daerah-daerah
tertentu sebagai wilayah pengembangan sapi lokal
b. Peningkatan peran Balai Inseminasi Buatan (BIB) pusat di daerah
c. Pengembangan penelitian lebih lanjut terhadap pengembangan bibit ternak
3. Strategi Pemeliharaan Ternak
a. Pengembangan kegiatan intensifikasi budidaya peternakan dengan menerapkan
teknologi peternakan yang ramah lingkungan
b. Pemeliharaan ternak sapi potong dilakukan secara intensif terpadu dengan usaha
tanaman pangan padi dan jagung sesuai kondisi eksisting
4. Strategi Pengembangan Kawasan Kegiatan Pendukung Agribisnis
a. Pembangunan sarana dan prasarana umum yang memadai terutama sarana dan
prasarana umum yang menghubungkan antar kawasan kegiatan pendukung
agribisnis seperti pembangunan kebun hijau makanan ternak unggul, kandang
kolektif, Pupuk Kandang, Balai Penelitian dan Penyuluhan Makanan ternak dan
pasar ternak.
5. Strategi Pengembangan Agribisnis Hulu-Hilir
a. Penggunaan sumber bibit yang berasal dari anggota dan dari luar kelompok tani
yang dibeli (dikoordinasikan antara pengurus, pendamping/instansi terkait).
b. Pembangunan kios sarana produksi tenak yang dilakukan pada setiap daerah
c. Penyediaan obat-obatan yang berkoordinasi dengan petugas kesehatan hewan dan
kelompok peternak
d. pembangunan industri pakan skala menengah di setiap daerah
e. pengembangan kegiatan ekonomi yang mengolah dan memperdagangkan hasil
usaha ternakPenyediaan fasiitas-fasilitas sebgaai berikut : pembangunan pasar
ternak atau sub terminal agribisnis (STA), rumah potong hewan (RPH), Industri
pengolahan hasil ternak dan sub sistem jasa penunjang agribisnis seperti kelompok
tani, koperasi, keuangan lembaga mikro (LKM), Balai Penyuluhan Pertanian
(BPP), dan Balai Penelitian dan Hiajuan Makanan Ternak (BPT-HMT).
6. Strategi Pengembangan dan Pencegahan Wabah Pernyakit Ternak
a. Optimalisasi fungsi SKPD terkait dalam pengendalian dan pencegahan penyakit
hewan/ternak
b. Pengembangan fasilitas labolatorium dan sarana pendukung pada semua jarngan
kerja melalui pelatihan teknis
c. Perumusan Standar Operasional Practice (SOP) untuk mencegah wabah penyakit
ternak/hewan menular baik yang sudah terjadi maupun belum
d. Pembangunan dan pemberdayaan jaringan kerja karantina ternak/hewan Nasional
e. Pengembangan sistem sosialisasi dalam mencegah dan menghindari dampak
penyakit ternak/hewan menular ke masyarakat luas .
7. Strategi Pengembangan Kelembagaan Ekonomi Masyarakat Tani
a. Pengembangan pola pakan ternak sesuai siklus musim yang ada
b. Pengembangan kelembagaan ekonomi masyarakat tani baik pada on farm amupun
off farm oleh, dari dan untuk kepentingan masyarakat tani
c. Pemberian dorongan dan bimbingan kepada para petani untuk bekerjasama di
bidang ekonomi secara berkelompok atau asosiasi.
8. Strategi Peningkatan Pengetahuan dan Sumber Daya Manusia Peternak
a. Penyuluhan pemberian pakan kepada peternak agar pakan yang diberikan tidak
tidak hanya rumput saja tetapi juga ditambah dengan pakan lainnya seperti
konsentrat
b. Sosialisai pengetahuan dan teknologi pengolahan serta pemanfaatan pakan dari
limbah pertanian seperti jerami padi kepada peternak misalnya penggunaan urea,
silase, amoniasi dan fermentasi jerami padi.
Kesimpulan
Dari penjelasan mengenai Pengembangan Kawasan Agropolitan di Desa Perpat dapat
disimpulkan bahwa dalam pengembangannya, diperlukan kajian mengenai kriteria kawasan
agropolitan yang kemudian dilanjutkan dengan menganalisis potensi dan permasalahan yang ada
di kawasan perencanaan. Dan dalam mengembangkan kawasan agropolitan dengan sektor basis
ternak sapi potong, dilakukan dengan menyusun upaya dan startegi seperti membangun sarana dan
prasarana yang memadai, meningkatkan bibit ternaknya, melakukan inovasi pada pakan ternak,
serta pemberdayaan masyarakat dan menjalin kerjasama dengan mitra terkait.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
laporan yang berjudul “Pengembangan Wilayah Perdesaan: Studi Kasus Agropolitan
Kecamatan Membalong, Kabupaten Belitung” dapat tersusun dengan baik. Laporan ini
merupakan pemenuhan tugas IV mata kuliah Perencanaan Wilayah Jurusan Perencanaan
Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Sipil dan Perencanan Institut Teknologi Sepuluh
Nopember Surabaya.
Penulis menyadari bahwa laporan ini dapat tersusun berkat peran serta dari berbagai
pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Ketut Dewi Martha Erli.H, ST.MT dan Ibu Ema Umilia, ST.MT. selaku dosen mata
kuliah Perencanaan Wilayah kelas C, atas arahan dan bimbingan beliau yang sangat
membantu dalam penyusunan laporan.
2. Kedua orang tua dan keluarga yang telah mendukung selama masa studi di Institut
Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
3. Rekan-rekan di Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota.
Seperti pepatah tak ada gading yang tak retak, penulis menyadari bahwa masih
terdapat banyak kekurangan dalam laporan ini. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat diharapkan demi kebermanfaatan laporan ini. Akhir kata, semoga
laporan ini bermanfaat.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Penulis,
DAFTAR ISI
4.1.1 Analisa Keterkaitan antar daerah dalam Kawasan Agropolitan Perpat ................ 17
5.1 Kesimpulan................................................................................................................ 29
Spread effect merupakan dampak positif yang diharapkan terjadi antara perkotaan
dengan perdesaan di Indonesia. Namun pada kenyataannya, hubungan perkotaan dengan
perdesaan malah memberikan dampak bakcwash effect hingga menyebabkan kawasan
hinterland perkotaan menjadi kawasan yang tertinggal. Perlu konsep pengembangan
kawasan untuk memecahkan permasalahan backwash effect yang etrjadi anatar perkotaan
dengan perdesaan. Salah satu konsep yang dapat diterapkan untuk menanggulangi hal
tersebut adalah konsep pengembangan kawasan perdesaan agropolitan. Konsep
agropolitan ini sudah menjadi konsep pengembangan wilayah perdesaan yang faimiliar atau
diketahui masyarakat luas. Beberapa wilayah di Indonesia juga telah menerapkan konsep
agropolitan ini dalam mengembangkan perdesaan. Namun, hingga saat ini hanya beberapa
wilayah yang berhasil menerapkan konsep tersebut untuk mengembangkan kawasan
perdesaan. Banyak wilayah yang gagal dalam menerapkan konsep agropolitan dan masih
terdapat beberapa wilayah yang belum menerapkan konsep agropolitan dalam
mengembangkan wilayahnya. Kegagalan konsep agropolitan tersebut dapat terjadi karena
beberapa faktor salah satu nya adalah hubungan kelembagaan yang kurang baik anatar
perdesaan dengan perkotaan. Salah satu contoh wilayah yang menerapkan agropolitan
namun masih belum berkembang adalah kawasan agropolitan Perpat yang berada di
Kabupaten belitung Provinsi Bangka Belitung. Kawasan agropolitan Perpat ini sudah
menjadi salah satu program pemerintah provinsi yang telah ditetapkan dan dituangkan
dalam Surat Keputusan Bupati Belitung. Hal tersebut menunjukkan bahwa kawasan
Agropolitan ini mendapat dukungan dari pemerintah provinsi untuk mengembangkannya
lebih lanjut. Namun, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kawasan agropolitan
Perpat ini sehingga masih belum berkembang sesuai yang diharapkan. Untuk itu, perlu
untuk melakukan studi lebih lanjut terhadap Kawasan Agropolitan ini agar dapat
berkembang dan mampu mengurangi kesenjangan yang terjadi antara kawasan iinti
(kawasan perkotaan Kabupaten Belitung) dengan kawasan hinterlandnya (kawasan
perdesaan kabupaten Belitung).
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang, tujuan penulisan dan sistematika penulisan laporan
BAB IV ANALISIS
Bab ini berisi analisis persoalan pengembangan wilayah dan konsep penanganan
persoalan pengembangan wilayah
BAB V PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dan lesson learned
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Singer (1964) dalam Rustiadi menjelaskan bahwa polarisasi desa-kota telah menjadi
isu pembangunan sejak tahun 1950-1960 an, terutamanya di negara-negara berkembang,
dimana peran kota atas desa dipertanyakan. Pada era tersebut pandangan filosofis
pembangunan masih didominasi oleh model ekonomi Lewis. Teori Lewis menjelaskan
bahwa untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan modernisasi pembangunan diperlukan
adanya transfer surplus dari sektor/kawasan pertanian ke industri-industri perkotaan.
Transfer surplus ini dapat terjadi dengan melalui pengambilan atau penarikan sumberdaya
manusia (tenaga kerja), modal, dan sumberdaya lainnya oleh perkotaan untuk kepentingan
pembangunan.
Pada akhir tahun 1950-an, muncul pemahaman-pemahaman atas fakta yang terjadi,
dimana kecenderungan konsentrasi manfaat pertumbuhan ekonomi hanya berpusat pada
satu atau beberapa kota utama saja. Sehingga transfer surplus yang digunakan untuk
kepentingan pembangunan justru menurunkan potensi desa untuk berkembang.
Selain karena keterbatasan kapasitas sumberdaya, faktor lain yang menghambat dan
mengakibatkan keterbelakangan kawasan desa adalah karena keterkaitan antara desa-kota
memiliki hubungan yang eksploitatif, hal ini bisa dilihat dari adanya fenomena backwash
effect. Dimana kota-kota besar secara aktif mengeksploitasi wilayah-wilayah perdesaan.
Kesenjangan antara wilayah perdesaan dengan wilayah perkotaan dapat terjadi akibat
dari hubungan yang erat antara wilayah perkotaan dan perdesaan. Kondisi inilah yang
memunculkan teori ketergantungan (dependency theory). Teori ini menerangkan bahwa
buruknya sistem keterkaitan antara perkotaan dan perdesaan merupakan masalah yang
memiliki perspektif global. Kecenderungan metropolitan di negara berkembang memiliki
ketergantungan yang tinggi dengan sistem ekonomi negara-negara di belahan utara.
Bentuk keterkaitan antara desa dan kota salah satu diantaranya adalah adanya
fenomena migrasi. Migrasi merupakan bentuk respon dari masyarakat dengan harapan
untuk meningkatkan kesejahteraan hidup. Akibat dari kesenjangan antara desa dan kota,
makin memperderas arus migrasi (faktor pendorong).
Dalam perspektif mengenai keterkaitan perdesaan dan perkotaan atau rural urban
linkage, linkage sendiri dapat diartikan sebagai segala bentuk keterkaitan baik berupa aliran
(flow) dan interaksi (interaction) yang dapat terjadi antara desa dan kota. Keterkaitan desa
kota pada dasarnya bertujuan untuk membentuk kesatuan sistem yang saling
menguntungkan antara desa dan kota serta elemen elemen pendukungnya. Hubungan
keterkaitan ini biasanya berupa transfer hasil panen atau sumber-sumber daya ekonomi
yang berlebihan untuk memenuhi kebutuhan dasar dari perkotaan.
Douglass (1998) dalam Rustiadi menjelaskan bentuk keterkaitan antara desa-kota
dengan 5 (lima) tipe aliran yaitu orang/penduduk, produksi, komoditas, modal dan informasi.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut.
KETERKAITAN
ALIRAN DESA-KOTA
Struktur Penduduk
Perdesaan/ Fungsi
Perubahan • Migrasi/komutasi tenaga Perkotaan
Struktural kerja
• Migrasi lain (pendidikan)
• Belanja/kunjungan/penju
alan
• Struktur
sosial- Produksi
ekonomi/ • Pekerja
keterkaitan • Keterkaitan ke hulu non
(input) pertanian
• Ekonomi • Keterkaitan ke hilir
(sektor) (pemrosesan, • Pelayanan
perdesaan pengolahan) perkotaan
Komoditas
• Penawaran
• Produksi • Input produksi
Perdesaan • Barang konsumsi
tahan lama tak tahan • Barang-
lama barang
• Produk perdesaan tahan lama
• Sumberda dan tak
ya alam Modal/pendapatan tahan lama
dan
lingkungan • Nilai tambah • Pasar
• Tabungan/pinjaman penjualan
• Remiten produk
• Lingkunga
Informasi
n • Informasi
infrastrukt • Produksi/jasa pekerjaan
ur penjualan/hari
bangunan • Kesejahteraan/sosial/pol
itik
• Tenaga kerja
INTERVENSI
Irigasi, fasilitas
pergudangan dan
infrastruktur perdesaan
lainnya
Lebih jauh, Rondinelli (1985) dalam Rustiadi menjelaskan bahwa bentuk linkage dapat
dikelompokkan menjadi hubungan fisik, ekonomi, teknologi, population movement, sosial,
service delivery, dan berbagai hubungan-hubungan politik. Berikut adalah tabel yang
menjelaskan.
Tipe Elemen-elemen
Ketergantungan ekologis
Arus pendapatan
Perjalanan kerja
Sistem irigasi
Sistem telekomunikasi
Pola kinship
Kebergantungan organisasi
(1) Peran sektor pertanian sampai ke tingkat agro-processing dan jasa perdagangan
(agribisnis) tetap dominan;
(2) Sistem permukiman tidak selalu memusat, tetapi tersebar pada skala minimal
sehingga dapat dilayani oleh pelayanan infrastruktur seperti listrik, air minum,
ataupun telekomunikasi. Infrastruktur yang tersedia dapat melayani keperluan
masyarakat untuk pengembangan usaha pertaniannya sampai ke aktivitas
pengelolaannya.
(3) Aksesibilitas yang baik dengan pengaturan pembangunan jalan sesuai dengan
kelas jalan yang dibutuhkan dari jalan usaha tani sampai ke jalan kolektor dan
jalan arteri primer.
Gambar 2. Ilustrasi Kawasan Agropolitan
Sumber: Pedoman Umum Pengembangan Kawasan Agropolitan, 2002
1) Kekuatan (strength)
Kekuatan menurut adalah potensi yang berasal dari faktor-faktor internal yang
menjadi keunggulan.
2) Kelemahan (weakness)
Kelemahan adalah masalah yang ada dalam internal yang merugikan.
3) Peluang (opportunities)
Peluang mengacu kepada faktor-faktor eksternal yang menguntungkan yang dapat
menjadi keunggulan.
4) Ancaman (threats)
Ancaman mengacu pada faktor-faktor eksternal yang berpotensi merugikan.
Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang dan ancaman dengan
faktor internal kekuatan dan kelemahan. Faktor internal dimasukkan kedalam matriks IFAS
atau internal strategic factor analsis summary, dan faktor eksternal dimasukkan kedalam
matriks EFAS atau eksternal strategic factor analisis summary.
Ancaman Strategi ini mencoba mencari kekuatan Strategi ini mencoba mencari
(Threat) yang dimiliki yang dapat mengurangi jalan keluar dari kelemahan dan
atau menangkal ancaman ancaman yang ada
Dalam sistem agropolitan Kecamatan Membalong, wilayah yang menjadi pusat dari
pertumbuhan adlaah Desa Perpat yang terletak di Kecamatan Mbalong, bagian Barat Daya
Kabupaten Belitung, Provinsi Bangka Belitung. Kawasan tersebut memiliki luas total 909,55
Ha meliputi 12 Desa termasuk desa Perpat dengan luas 108,68 Ha atau sekitar 11,93% dari
luas kecamatan Mbalong.
Kawasan Agropolitan Perpat ini tergolong kawasan dalam tingkat pra kawasan
agropolitan. Hal tersebut terjadi karena komoditas unggulan berupa ternak sapi potong
memiliki populasi yang sangat rendah pada tahun 2011 yaitu 703 ekor dari 1398 ekor yang
ada di Kabupaten Belitung. Sebenarnya, terdapat komoditas lain yang menjadi unggulan di
kawasan agropolitan Perpat ini seperti komoditas lada dan nanas. Namun, komoditas
tersebut tidak dimasukkan dalam komoditas unggulan kawasan Perpat Kabupaten Belitung
karena arahan pembangunan infrastruktur kawasan Perpat lebih diarahkan pada
pembangunan infrastruktur pendukung ternak sapi potong.
Walau ternak sapi potong memiliki populasi yang rendah, kawasan agropolitan
Perpat ini memiiki infrastruktur pendukung sistem agribisnis dan agroindustri sapi potong
yang memadai seperti kandang ternak kolektif, rumah potong hewan, dan instalasi
pengolahan limbah sekalipun kurang berfungsi dengan optimal. Sealin itu, kelompok tani
dan lembaga penyuluhan ternak juga berfungsi dengan baik dalam mendukung kegiatan
agribisnis dan agroindustri tersebut.
Produktifivitas sapi potong pada kawasan ini raltif rendah karena belum sepenuhnya
melaksanakan PUPT (Pasca Usaha Ternak Potong) yang dianjurkan oleh pemerintah.
Program tersebut meliputi perbaikan mutu bibit ternak, pakan, pemeliharaan, dan
penanganan kesehatan ternak. Pemberian makan dilakukan seadanya, penyediaan bibit
ternak masih menggunakan ternak sapi lokal, penanganan kesehatan ternak seadanya dan
pemeliharaan ternak masih bersifat tradisional. Hal-hal tersebut yang menyebabkan
produktivitas ternak sapi potong yang dilakukan menjadi rendah.
Penyediaan pakan hijau untuk terrnak sapi potong dilakukan dengan mengandalkan
rumput alam sehingga kondisi ternak tergantung kepada musim. Kemudian, kawasan
agropolitan perpat ini belum memanfaatkan teknologi pakan dalam pemeliharaan sapi
potong. Limbah pertanian yang banyak tersedia seperti jerami juga belum dimanfaatkan
sepenuhnya sebagai pakan sapi. Kemudian, lahan yang cukup luas paka kawasan
agropolitan Perpat ini masih belum banyak dmanfaatkan oleh masyarakat dengan optimal.
1. Kawasan Perpat telah ditetapkan sebagai kawasan agropolian 1. Komoditas ternak sapi potong yang menjadi komoditas unggulan
dengan Surat Keputusan (SK) Bupati Kabupaten Blitung memiliki populasi yang rendah dan produktivitas yang rendah.
No.316/IV/2003 dengan Desa pusat pertumbuhan yang berada di
Wilayah Perpat 2. Belum memanfaatkan komoditas lada dan nanas yang juga
merupakan komoditas unggulan lainnya dalam mengembangkan
2. Memiliki luas lahan yang cukup luas mencapai 108,68 Ha atau kawasan Perpat sebagai kawasan agropolitan
sekitar 11,93% dari luas total wilayah kecamatan Mbalong
3. Lahan yang ada masih belum banyak dimanfaatkan oleh
3. Program pemerintah telah masuk dalam kawasan agropolitan masyarakat sekitar
Perpat berupa pembukaan lahan pertanian, pembangunan unit
terpadu ternak sapi potong, pembangunan irigasi dan infrastruktur 4. Ternak sapi potong dalam kawasan agropolitan Perpat memiliki
jalan yang memadai, serta pemerian bantuan berupa subsisdi populasi yang rendah di bandingkan dengan populasi ternak sapi
berupa pupuk, bantuan ternak, bbit sapi potong, pembiayaan potong di Kabupaten Belitung
kelompok tani, bibit padi hingga bibit semprotan. 5. Produktivitas sapi potong dalam kawasan agropolitan Perpat relatif
4. Komoditas unggulan berupa ternak sapi potong sesuai dengan rendah
arahan pembangunan infrastruktur pendukng ternak sapi potong 6. Para peternak belum melaksanakan PUPT yang dianjurkan oleh
pada kawasan agropolitan Perpat pemerintah sepenuhnya
5. Kawasan Agropolitan Perpat ini masih dalam tahap pra kawasan 7. Pemberian pakan sapi ternak dilakukan seadanya sesuai dengan
agropolitan sehingga mampu untuk dikembangkan lebih lanjut musim saat itu
6. Komoditas unggulan lain yang ada di Kawasan Perpat ini adalah 8. Penyediaan bibit ternak masih menggunakan bibit lokal yang
komoditas lada dan nanas berpengaruh terhadap pertumbuhan sapi menjadi agak lambat
7. Infrastruktur pendukung sistem agribisnis dan agrobisnis ternak 9. Pemeliharaan ternak masih bersifat tradisional dan semi intensif
sapi potong dalam kawasan agropolitan Perpat sudah cukup
dan penanganan kesehatan yang seadanya
memadai
10. Penyediaan pakan ternak masih mengandalakan pakan hijauan
8. Kelompok tani, penyuluh dan aktivitas lembaga penyuluh ternak
yang tergantung kepada musim
sudah berfungsi cukup baik dalam kawasana gropolitan Perpat 11. Belum memanfaatkan limbah pertanian seperti jerami padi untuk
menunjang kegiatan ternak sapi potong
9. Terdapat bibit-bibit sapi potong unggulan yang memiliki
produktivitas tinggi 12. Termasuk dalam tingkat perkembangan kawasan yang rendah
10. Terdapat teknologi-teknologi terbaru yang bisa membantu 13. Agroindustri dan pemasaran kawasan Parpet ini tergolong kurang
kinerja sistem agribisnis dan agrobisnis kawasan agropolitan baik
Perpat menjadi lebih baik
14. Pemanfaatan teknologi pakan dalam pengembangan kawasan
11. Terdapat limbah pertanian berupa jerami padi melimpah yang Perpat sebagai agropolitan dengan keunggulan ternak sapi potong
dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak sapi potong masih kurang
Dari penjelasan dan gambar diatas, maka Kawasan Membalong merupakan kawasan
agropolitan yang memiliki komoditas unggulan, area pengembangan komoditas unggulan,
lebih dari satu pusat pertumbuhan agribisnis memiliki teknologi dan kelembagan teknologi
tepat guna yang dapat dikembangkan untuk agribisnis, serta memiliki sarana dan prasarana
agribisnis.
Selain itu, dalam Kawasan Agropolitan harus memenuhi kriteria struktur ruang yang
terdiri atas Kota Tani Utama (KTU) yang berada di satu kecamatan terpilih, Kota Tani (KT)
yang berada di sebagian kecamatan dan Kawasan Sentra Produksi Komoditas (KSPK) yang
berada di beberapa Desa. Kawasan Agropolitan Perpat yang berbasis ternak sapi potong
sudah ememnuhi kriteria struktur ruang Kawasan Agropolitan yang seharusnya.
Kemudian, untuk alur produksi yang ada di Kawasan Agropolitan Membalong ini
dimulai dari KSKP yang menghasilkan barang yang berbeda tiap kawasannya, menuju Kota
Tani untuk di produksi lalu menuju ke Kota Utama Tani untuk di ekspor dan di pasarkan.
Alur tersebut dapat dilihat pada ilustrasi berikut.
Berikut adalah pengelompokan potensi dan masalah menjadi 4, yakni meliputi strength, weakness, opportunities, dan threat.
STRENGTHS WEAKNESS
1. Memiliki luas lahan yang cukup luas mencapai 108,68 Ha atau 1. Lahan yang ada masih belum dimanfaatkan secara optimal oleh
sekitar 11,93% dari luas total wilayah kecamatan Mbalong masyarakat
2. Memiliki komoditas unggulan berupa ternak sapi potong 2. Komoditas ternak sapi potong yang menjadi komoditas unggulan
3. Komoditas unggulan lain yang ada di Kawasan Perpat ini memiliki populasi yang rendah dan produktivitas yang rendah.
adalah komoditas lada dan nanas 3. Belum memanfaatkan komoditas lada dan nanas yang juga
4. Infrastruktur pendukung sistem agribisnis dan agrobisnis ternak merupakan komoditas unggulan lainnya dalam mengembangkan
sapi potong dalam kawasan agropolitan Perpat sudah cukup kawasan Perpat sebagai kawasan agropolitan
memadai 4. Para peternak belum melaksanakan PUPT yang dianjurkan oleh
5. Kelompok tani, penyuluh dan aktivitas lembaga penyuluh pemerintah sepenuhnya
ternak sudah berfungsi cukup baik dalam kawasana gropolitan 5. Penyediaan bibit ternak masih menggunakan bibit lokal yang
Perpat berpengaruh terhadap pertumbuhan sapi menjadi agak lambat
6. Terdapat limbah pertanian berupa jerami padi melimpah yang 6. Pemeliharaan ternak masih bersifat tradisional dan semi intensif dan
dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak sapi potong penanganan kesehatan yang seadanya
7. Penyediaan pakan ternak masih mengandalkan pakan hijauan yang
tergantung kepada musim
8. Belum memanfaatkan limbah pertanian seperti jerami padi untuk
menunjang kegiatan ternak sapi potong
9. Agroindustri dan pemasaran kawasan Parpet ini tergolong kurang baik
10. Pemanfaatan teknologi pakan masih kurang
OPPORTUNITIES THREATS
1. Kawasan Perpat telah ditetapkan sebagai kawasan agropolian 1. Perubahan musim yang tidak menentu berpengaruh terhadap
dengan Surat Keputusan (SK) Bupati Kabupaten Blitung penyediaan pakan hijau
No.316/IV/2003 dengan Desa pusat pertumbuhan yang berada 2. Wabah penyakit mengakibatkan tingkat kerentanan tinggi terhadap
di Wilayah Perpat ternak
4. Terdapat teknologi-teknologi
terbaru yang bisa membantu
kinerja sistem agribisnis dan
agrobisnis kawasan agropolitan
Perpat menjadi lebih baik
6. Dapat mensosialisasikan
kepada masyarakat melalui
program gerakan menanam
rumput raja serentak
(GEMERRAMPAK)
1. Lahan yang ada masih belum 1. Penyuluhan/alternatif 1. Alternatif pakan ternak- 1. Perubahan musim yang tidak
dimanfaatkan secara optimal oleh pakan (S5-T1) huluhilir pakan, dirombak menentu berpengaruh terhadap
masyarakat 2. Penyuluhan vaknisasi (W1-W7-W8-W10-T1) penyediaan pakan hijau
2. Komoditas ternak sapi potong yang ternak(S4-S5-T2) 2. Intensifikasi ternak 2. Wabah penyakit mengakibatkan
menjadi komoditas unggulan memiliki (semacam program tani) tingkat kerentanan tinggi
populasi yang rendah dan produktivitas (W2-W3-W4-T2) terhadap ternak
yang rendah.
3. Penyediaan bibit ternak masih
menggunakan bibit lokal yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan sapi
menjadi agak lambat
4. Pemeliharaan ternak masih bersifat
tradisional dan semi intensif dan
penanganan kesehatan yang seadanya
5. Belum memanfaatkan komoditas lada dan
nanas yang juga merupakan komoditas
unggulan lainnya dalam mengembangkan
kawasan Perpat sebagai kawasan
agropolitan
6. Para peternak belum melaksanakan
PUPT yang dianjurkan oleh pemerintah
sepenuhnya
7. Penyediaan pakan ternak masih
mengandalkan pakan hijauan yang
tergantung kepada musim
8. Belum memanfaatkan limbah pertanian
seperti jerami padi untuk menunjang
kegiatan ternak sapi potong
9. Agroindustri dan pemasaran kawasan
Parpet ini tergolong kurang baik
10. Pemanfaatan teknologi pakan masih
kurang
4.2 Konsep Penanganan Persoalan Pengembangan Wilayah
Dari hasil analisa yang dilakukan maka dapat diuraikan beberapa strategi-strategi
yang dapat dilaksanakan untuk meningkatkan pengembangan kawasan Agropolitan desa
Perpat. Strategi tersebut antara lain :
• Strategi pengembangan Industri Pakan
Pengembangan Industri pakan ternak sapi potong dapat dilakukan dengan
mengembangkan daerah produksi pakan dengan sistem distribusi yang efesien dan
sistem penyimpanan yang modern. Kemudian mendorong pihak industri pakan untuk
melakukan penelitian dan pengembangan dengan menggunakan bahan baku lokal yang
tersedia untuk menjadi bibit ternak unggulan.
Dari hasil analisa yang telah dilakukan dan dengan melihat pada best practice yang
telah ada sebelumnya, maka upaya yag dapat dilakukan untuk pengembangan kawasan
Agropolitan Perpat kedepannya dapat dilakukan melalui strategi yang dihasilkan dari analisa
SWOT yaitu
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan mengenai studi kasus yang telah
dilakukan, berikut adalah kesimpulan yang dapat ditarik:
Berikut adalah lesson learned dari pembahasan studi kasus yang telah dilakukan.
Untuk mengembangkan kawasan agropolitan perlu ada dukungan dari pemerintah setempat
dalam pengembangan kawasan dapat melalui penyediaan sarana dan prasarana yang
emadai, pemberian pelatihan kelembagaan ekononomi kepada petani dan dukungan
pemerintah lainnya. Selain itu, dibutuhkan peternak dan petani yang kreatif dan inovatif
dalam mengembangkan suatu kawasan agropolitan. Lalu, peran teknologi juga sangat
mempengaruhi percepatan pengembangan suatu kawasan agropolitan. Selain itu,
pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya yang tersedia dilakukan dengan optimal dapat
mendorong perkembangan suatu kawasan agropolitan.
DAFTAR PUSTAKA
David, Fred R. (2004). Manajemen Strategis konsep-Konsep. Edisi ke-9. Alih Bahasa
Kresno Sansu. Indeks, Jakarta.
Friedmann, John and Douglass. 1978. Agropolitan Development: Towards a New Strategy
for Regional Planning in Asia.
Rustiadi, Ernan. (2009). Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Yayasan Pustaka Obor.
Jakarta
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7 (Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5495).
Peraturan Daerah Kabupaten Belitung Nomor 3 Tahun 2014 tentang Rencana Tata ruang
Wilayah Kabupaten Belitung tahun 2014-2034. Lembaran Daerah Kabupaten Belitung
tahun 2014 No.3 (Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Belitung no.8).