INTISARI
Perkembangan usaha peternakan perlu didukung oleh berbagai sarana produksi, salah
satunya adalah ketersediaan pakan. Bahan pakan sumber energi dapat berasal dari jagung,
singkong, dedak padi, dedak gandum, sagu dan lain sebagainya, sedangkan bahan pakan
sumber protein dapat berasal dari bungkil kedelai, tepung ikan, daun leguminosa, tepung
darah dan lain-lain. Bahan pakan berserat seperti rumput, jerami padi, pucuk tebu, kulit buah
kakao dan by-product pertanian tanaman pangan lainnya merupakan bahan pakan yang
banyak dimanfaatkan untuk ternak ruminansia, seperti sapi, domba atau kambing. Peluang
pemanfaatan by-product agribisnis sebagai bahan baku industri pakan ternak akan merupakan
tantangan sekaligus peluang dalam optimalisasi sumberdaya lokal yang selama ini belum
dimanfaatkan secara efisien dan optimal. Di sisi lain, usaha peternakan (sapi) mengalami
kendala dalam hal pengadaan daging dan sapi bakalan. Melalui pendekatan LEISA (low
external input sustainable agriculture), setiap ha lahan pertanian dapat menghasilkan pakan
untuk memelihara sapi sebanyak 2-3 ekor/ha. Dalam hal ini ternak sapi berperan sebagai
’pabrik kompos’ dengan bahan baku ’limbah’ tanaman, yang pada akhirnya kompos tersebut
dipergunakan sebagai bahan pupuk organik bagi tanaman. Dalam upaya meningkatkan
populasi ternak sapi potong dengan biaya produksi yang layak, pendekatan pola integrasi
ternak dengan tanaman pangan, perkebunan dan hutan tanaman industri layak untuk
dikembangkan baik secara teknis, ekonomis maupun sosial. Salah satu kunci keberhasilan
dari pola ini adalah tidak ada bahan yang terbuang, serta pemanfaatan inovasi secara benar
dan efisien. Melalui penerapan pola integrasi tanaman dan ternak melalui pendekatan low
external input, menghasilkan produk peternakan berdayasaing. Oleh karenanya ke depan
usaha peternakan melalui integrasi sistem usaha dengan tanaman menjadi cukup menarik dan
berpeluang cukup baik untuk dilaksanakan.
26
Pelaksanaan berbagai program luas lahan sawah karena konversi ke
pembangunan tersebut mampu mendorong penggunaan non pertanian. Dengan luas
peningkatan produksi padi, meskipun pada pemilikan lahan petani yang relatif sempit,
tingkat laju pertumbuhan yang semakin maka pendapatan dari usahatani padi tidak
melandai (Tabel 1). Produksi padi pada dapat mencukupi kebutuhan rumahtangga
tahun 2003 mencapai 52.14 juta ton gabah petani. Oleh karena itu, upaya peningkatan
kering giling, atau meningkat sekitar 1,26% produktivitas dan produksi padi tidak dapat
dibandingkan produksi tahun 2002, terlepas dari upaya diversifikasi usaha di
sedangkan hal tersebut untuk produktivitas perdesaan, stabilisasi harga gabah,
padi naik sebesar 1,54% (Badan Pusat perlindungan petani melalui kebijakan
Statistik, 2003). Yang perlu diwaspadai impor beras serta pengentasan kemiskinan
adalah terjadinya kecenderungan penurunan dan penanganan masalah kerawanan pangan
luas panen sebagai akibat dari pengurangan di pedesaan.
Adiningsih (2000) menyatakan bahwa lain juga dapat menjadi sumber pakan
salah satu upaya untuk meningkatkan berserat bagi usaha peternakan sapi. Kedua
produktivitas tanaman pangan selama ini masalah tersebut diatas, yaitu :
lebih banyak dilakukan pada lahan subur kecenderungan menurunnya tingkat
beririgasi melalui peningkatan mutu kesuburan lahan karena terbatasnya
intensifikasi, diantaranya dengan kandungan bahan organik tanah, dan
meningkatkan penggunaan pupuk kurangnya pasokan daging atau sapi
anorganik. Hal ini diduga dapat memberikan bakalan, dapat diatasi secara simultan yaitu
indikasi kecenderungan menurunnya dengan menerapkan pola integrasi tanaman
kesuburan lahan pertanian karena kurangnya dan ternak melalui pendekatan low external
bahan organik. Salah satu cara untuk input. Pola integrasi ini merupakan
mengembalikan kesuburan lahan adalah penerapan usaha terpadu antara komoditas
melalui perbaikan struktur tanah dan tanaman, dalam hal ini padi, dan komoditas
pemenuhan mikroba tanah dengan peternakan (sapi), dimana jerami padi
menggunakan pupuk/bahan organik. Lebih digunakan sebagai pakan ternak sapi
lanjut dilaporkan bahwa kebutuhan ideal penghasil sapi bakalan, dan kotoran ternak
bahan organik di dalam tanah adalah sekitar sebagai bahan utama pembuatan kompos
2%, sedangkan bahan organik saat ini yang dimanfaatkan untuk pupuk organik yang
tersedia kurang dari 1%. Perkembangan ini dapat meningkatkan kesuburan lahan.
memberikan peluang bagi pengembangan Pendekatan low external input adalah suatu
usaha peternakan untuk mengatasi masalah cara dalam menerapkan konsep pertanian
kondisi kesuburan tanah melalui inovasi terpadu dengan mengupayakan penggunaan
teknologi pemanfaatan kotoran ternak input yang berasal dari sistem pertanian
sebagai bahan dasar pembuatan kompos. sendiri, dan sangat minimal penggunaan
Limbah hasil pertanian yang sangat input produksi dari luar sistem pertanian
potensial, dalam hal ini jerami padi, di sisi tersebut.
Tabel 2. Luas Areal Panen Sawah Irigasi, Produksi Padi, Produksi Jerami Padi dan
Populasi Sapi di Beberapa Propinsi Tahun
Luas Areal Produksi Potensi Populasi sapi
Propinsi panen padi produksi (ribu ekor)
(ha) (ton) jerami padi
(ton)
DKI Jakarta 1.724 7.140 8.620 -
Jawa Barat 1.676.506 8.842.234 8.382.530 208,9
Jawa Tengah 1.535.625 8.123.839 7.678.125 1.374,3
D.I. Yogyakarta 130.681 652.280 653.405 221,6
Jawa Timur 1.695.514 8.914.995 8.477.570 3.312,0
Banten 348.033 1.675.055 1.740.165 9,7
Luar Jawa 6.089.274 23.863.287 30.446.370 6.269,1
Indonesia 11.477.357 52.078.830 57.386.785 11.395,6
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2003
Tabel 3. Populasi Ternak Menurut Jenisnya dan Estimasi Produksi Kotorannya Pada Tahun
2004
Kotoran ternak lembab
No. Jenis ternak Jumlah (ekor)
(juta ton/ha)
1. Sapi perah dan potong 11.108.000 35,99
2. Kerbau 2.572.000 8,33
3. Kuda 432.000 1,40
4. Kambing 13.442.000 4,84
5. Domba 8.245.000 2,97
Total 53,53
Sumber: Ditjen Bina Produksi Peternakan, 2004