Anda di halaman 1dari 8

Sains Peternakan Vol.

5 (2), September 2007: 26-33


ISSN 1693-8828

Prospek Pengembangan Usaha Peternakan Pola Integrasi


Diwyanto K., A. Priyanti dan R.A. Saptati

Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor

INTISARI

Perkembangan usaha peternakan perlu didukung oleh berbagai sarana produksi, salah
satunya adalah ketersediaan pakan. Bahan pakan sumber energi dapat berasal dari jagung,
singkong, dedak padi, dedak gandum, sagu dan lain sebagainya, sedangkan bahan pakan
sumber protein dapat berasal dari bungkil kedelai, tepung ikan, daun leguminosa, tepung
darah dan lain-lain. Bahan pakan berserat seperti rumput, jerami padi, pucuk tebu, kulit buah
kakao dan by-product pertanian tanaman pangan lainnya merupakan bahan pakan yang
banyak dimanfaatkan untuk ternak ruminansia, seperti sapi, domba atau kambing. Peluang
pemanfaatan by-product agribisnis sebagai bahan baku industri pakan ternak akan merupakan
tantangan sekaligus peluang dalam optimalisasi sumberdaya lokal yang selama ini belum
dimanfaatkan secara efisien dan optimal. Di sisi lain, usaha peternakan (sapi) mengalami
kendala dalam hal pengadaan daging dan sapi bakalan. Melalui pendekatan LEISA (low
external input sustainable agriculture), setiap ha lahan pertanian dapat menghasilkan pakan
untuk memelihara sapi sebanyak 2-3 ekor/ha. Dalam hal ini ternak sapi berperan sebagai
’pabrik kompos’ dengan bahan baku ’limbah’ tanaman, yang pada akhirnya kompos tersebut
dipergunakan sebagai bahan pupuk organik bagi tanaman. Dalam upaya meningkatkan
populasi ternak sapi potong dengan biaya produksi yang layak, pendekatan pola integrasi
ternak dengan tanaman pangan, perkebunan dan hutan tanaman industri layak untuk
dikembangkan baik secara teknis, ekonomis maupun sosial. Salah satu kunci keberhasilan
dari pola ini adalah tidak ada bahan yang terbuang, serta pemanfaatan inovasi secara benar
dan efisien. Melalui penerapan pola integrasi tanaman dan ternak melalui pendekatan low
external input, menghasilkan produk peternakan berdayasaing. Oleh karenanya ke depan
usaha peternakan melalui integrasi sistem usaha dengan tanaman menjadi cukup menarik dan
berpeluang cukup baik untuk dilaksanakan.

Kata kunci: sistem integrasi, tanaman-ternak

PENDAHULUAN pangan. Sistem usaha budidaya padi juga


menciptakan lapangan kerja dengan
Sektor pertanian saat ini masih melibatkan tenaga kerja mencapai 39,9 juta
menjadi andalan utama dalam pembangunan (Departemen Pertanian, 2004). Usaha ini
nasional, terkait dengan upaya untuk memberikan nilai tambah yang relatif cukup
mewujudkan dan mempertahankan besar karena sampai saat ini usahatani padi
ketahanan pangan, menyediakan lapangan mempunyai peran yang paling dominan
kerja dan kesejahteraan masyarakat, serta dalam sektor pertanian. Peran sosial
memenuhi berbagai kebutuhan bahan baku ekonomi yang sedemikian besar dari
industri. Akan tetapi beras masih merupakan komoditas ini telah menempatkan
komoditas paling penting sebagai makanan pembangunan sistem usaha budidaya padi
pokok penduduk Indonesia, sehingga sistem merupakan agenda kebijakan nasional yang
usaha budidaya padi berperan strategis senantiasa mendapatkan prioritas
dalam pemantapan ketahanan penanganan pemerintah.

26
Pelaksanaan berbagai program luas lahan sawah karena konversi ke
pembangunan tersebut mampu mendorong penggunaan non pertanian. Dengan luas
peningkatan produksi padi, meskipun pada pemilikan lahan petani yang relatif sempit,
tingkat laju pertumbuhan yang semakin maka pendapatan dari usahatani padi tidak
melandai (Tabel 1). Produksi padi pada dapat mencukupi kebutuhan rumahtangga
tahun 2003 mencapai 52.14 juta ton gabah petani. Oleh karena itu, upaya peningkatan
kering giling, atau meningkat sekitar 1,26% produktivitas dan produksi padi tidak dapat
dibandingkan produksi tahun 2002, terlepas dari upaya diversifikasi usaha di
sedangkan hal tersebut untuk produktivitas perdesaan, stabilisasi harga gabah,
padi naik sebesar 1,54% (Badan Pusat perlindungan petani melalui kebijakan
Statistik, 2003). Yang perlu diwaspadai impor beras serta pengentasan kemiskinan
adalah terjadinya kecenderungan penurunan dan penanganan masalah kerawanan pangan
luas panen sebagai akibat dari pengurangan di pedesaan.

Tabel 1. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi


Tahun Luas panen Produksi Produktivitas
(juta ha) (juta ton) (ton/ha)
1999 11,96 50,87 4,25
2000 11,79 51,90 4,40
2001 11,50 50,46 4,39
2002 11,52 51,49 4,47
2003 11,49 52,14 4,54
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2003

Adiningsih (2000) menyatakan bahwa lain juga dapat menjadi sumber pakan
salah satu upaya untuk meningkatkan berserat bagi usaha peternakan sapi. Kedua
produktivitas tanaman pangan selama ini masalah tersebut diatas, yaitu :
lebih banyak dilakukan pada lahan subur kecenderungan menurunnya tingkat
beririgasi melalui peningkatan mutu kesuburan lahan karena terbatasnya
intensifikasi, diantaranya dengan kandungan bahan organik tanah, dan
meningkatkan penggunaan pupuk kurangnya pasokan daging atau sapi
anorganik. Hal ini diduga dapat memberikan bakalan, dapat diatasi secara simultan yaitu
indikasi kecenderungan menurunnya dengan menerapkan pola integrasi tanaman
kesuburan lahan pertanian karena kurangnya dan ternak melalui pendekatan low external
bahan organik. Salah satu cara untuk input. Pola integrasi ini merupakan
mengembalikan kesuburan lahan adalah penerapan usaha terpadu antara komoditas
melalui perbaikan struktur tanah dan tanaman, dalam hal ini padi, dan komoditas
pemenuhan mikroba tanah dengan peternakan (sapi), dimana jerami padi
menggunakan pupuk/bahan organik. Lebih digunakan sebagai pakan ternak sapi
lanjut dilaporkan bahwa kebutuhan ideal penghasil sapi bakalan, dan kotoran ternak
bahan organik di dalam tanah adalah sekitar sebagai bahan utama pembuatan kompos
2%, sedangkan bahan organik saat ini yang dimanfaatkan untuk pupuk organik yang
tersedia kurang dari 1%. Perkembangan ini dapat meningkatkan kesuburan lahan.
memberikan peluang bagi pengembangan Pendekatan low external input adalah suatu
usaha peternakan untuk mengatasi masalah cara dalam menerapkan konsep pertanian
kondisi kesuburan tanah melalui inovasi terpadu dengan mengupayakan penggunaan
teknologi pemanfaatan kotoran ternak input yang berasal dari sistem pertanian
sebagai bahan dasar pembuatan kompos. sendiri, dan sangat minimal penggunaan
Limbah hasil pertanian yang sangat input produksi dari luar sistem pertanian
potensial, dalam hal ini jerami padi, di sisi tersebut.

27 Sains Peternakan Vol. 5 (2), 2007


Konsep pola integrasi tanaman-ternak sampai 5% pada tahun 2005 diperkirakan
dan pengalaman empiris di lapang terdapat konsumsi daging sapi akan meningkat dari
benang merah yang dapat ditarik, yaitu (1) 1,9 kg/kapita/tahun menjadi 2,8
petani (padi) termotivasi untuk kg/kapita/tahun. Jika dikaitkan dengan
mempertahankan kesuburan lahan pertanian ketentuan Pola Pangan Harapan, seharusnya
dengan cara memperbaiki pola budidaya dan konsumsi daging masyarakat Indonesia
mempertahankan kandungan bahan organik, sebanyak 10,1 kg/kapita/tahun (Riady,
(2) penggunaan pupuk kimia dilakukan 2004).
secara benar dan diimbangi dengan Indonesia mempunyai lahan
penambahan pupuk organik, (3) penggunaan persawahan dan perkebunan yang luas,
kompos membuka peluang pasar baru dan dimana limbah pertanian maupun bio-masa
mendorong masyarakat perdesaan untuk yang dihasilkan dalam industri agribisnis
mengembangkan industri kompos dengan belum sepenuhnya dimanfaatkan sebagai
memelihara ternak (sapi), (4) teknologi sumber pakan untuk pengembangan sapi
pakan dalam memanfaatkan jerami padi dan maupun ternak ruminansia yang lain. Saat
limbah pertanian lainnya telah mampu ini masih tersedia kawasan perkebunan yang
mengurangi biaya pemeliharaan sapi melalui relatif kosong ternak seluas lebih dari 15
usaha kompos, (5) anak sapi (pedet) juta ha, lahan sawah dan tegalan yang belum
merupakan produk utama dari budidaya optimal dimanfaatkan untuk pengembangan
sapi, namun sebagian biaya pakan dapat ternak lebih dari 10 juta ha, serta lahan lain
diatasi dengan penjualan kompos, dan (6) yang belum dimanfaatkan secara optimal
peternakan dapat dipandang sebagai usaha lebih dari 5 juta ha di Sumatera, Kalimantan
investasi (tabungan) yang tidak terkena dan Sulawesi. Setiap hektar kawasan
inflasi, mampu menciptakan lapangan kerja perkebunan atau pertanian sedikitnya
yang memang tidak tersedia di perdesaan, mampu menyediakan bahan pakan untuk 2
dan menjadi bagian integral dari sistem sampai 3 ekor sapi, sepanjang tahun.
usahatani dan kehidupan masyarakat Luas lahan pertanian di Indonesia pada
(Diwyanto et al., 2002). tahun 2002 mencapai 46,9 juta ha atau
sekitar 74,68% dari total luas lahan yang
POTENSI PENGEMBANGAN ada. Dari jumlah itu sekitar 7,7 juta ha atau
INTEGRASI TANAMAN -TERNAK 12,36% adalah lahan persawahan, dan 16,4
juta ha atau 26,10% lahan perkebunan. Pada
Beberapa potensi yang ada dan dapat umumnya terdapat korelasi yang sangat kuat
digunakan untuk pengembangan usaha antara areal sawah dan produksi padi dengan
peternakan sapi potong terintegrasi di populasi sapi (Tabel 2), kecuali Jawa Barat.
Indonesia antara lain: (1) adanya pasar Jawa Barat yang merupakan lumbung padi
domestik yang potensial, (2) daya dukung ternyata hanya memiliki sapi potong sekitar
lahan/alam untuk menyediakan pakan ternak 150.000 ekor atau kurang dari 10% dari
sangat besar dan relatif murah, (3) populasi sapi di Jawa Timur.
sumberdaya manusia dan kelembagaan Sementara itu dari luas areal
relatif tersedia, (4) sumberdaya genetik perkebunan rakyat, yang dapat digunakan
ternak, dan (5) tersedianya inovasi teknologi untuk pengembangan integrasi tanaman
pola integrasi. ternak saat ini diperkirakan sekitar 10 juta
ha, terdiri dari areal tanaman karet 2,8 juta
1. Potensi Pasar ha, kelapa 3,6 juta ha, kelapa sawit 1,8 juta
Jika dilihat dari pangsa konsumsi, ha, jambu mete 0,5 juta ha, kakao 0,8 juta
sekitar 26,1% daging yang dikonsumsi ha, cengkeh dan 0,4 juta ha. Dengan asumsi
adalah daging sapi. Dengan pertumbuhan 1 ha areal tanaman perkebunan dapat
penduduk sebesar 1,5% per tahun dan dimanfaatkan untuk pengembangan 1 ekor
pertumbuhan ekonomi meningkat dari 1,5% ternak ruminansia besar dan sekitar 25%

Prospek Pengembangan Usaha Peternakan ... (Diwyanto et al.) 28


dari areal yang ada dapat digunakan, maka untuk penanaman pakan hijauan ternak dan
potensinya mencapai 2,5 juta ekor ternak padang penggembalaan ternak serta kandang
ruminansia besar dapat dihasilkan dari sub ternak dan (b) pemanfaatan limbah tanaman
sektor perkebunan (Subagyono, 2004). pokok dan tanaman sela dan limbah pabrik
Jumlah ini belum termasuk areal perkebunan (kelapa sawit, kelapa dan kakao) sebagai
besar yang juga cukup potensial. sumber pakan ternak. Pemanfaatan limbah
Pemanfaatan potensi lahan perkebunan ini pertanian dan perkebunan yang sedianya
dapat berupa: (a) pemanfaatan lahan terbuang dapat dimanfaatkan sebagai pakan
diantara tanaman perkebunan (karet, kelapa, ternak sekaligus membuka peluang
kelapa sawit, jambu mete dan cengkeh) pengembangan ternak yang lebih besar.

Tabel 2. Luas Areal Panen Sawah Irigasi, Produksi Padi, Produksi Jerami Padi dan
Populasi Sapi di Beberapa Propinsi Tahun
Luas Areal Produksi Potensi Populasi sapi
Propinsi panen padi produksi (ribu ekor)
(ha) (ton) jerami padi
(ton)
DKI Jakarta 1.724 7.140 8.620 -
Jawa Barat 1.676.506 8.842.234 8.382.530 208,9
Jawa Tengah 1.535.625 8.123.839 7.678.125 1.374,3
D.I. Yogyakarta 130.681 652.280 653.405 221,6
Jawa Timur 1.695.514 8.914.995 8.477.570 3.312,0
Banten 348.033 1.675.055 1.740.165 9,7
Luar Jawa 6.089.274 23.863.287 30.446.370 6.269,1
Indonesia 11.477.357 52.078.830 57.386.785 11.395,6
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2003

2. Potensi Sumberdaya Manusia Dan memanfaatkan plasma nutfah (sumberdaya


Kelembagaan genetik, SDG) lokal, antara lain sapi
Peranakan Ongole (PO) atau sapi Bali.
Ketersediaan sumberdaya manusia Kelebihan sapi lokal terutama sapi Bali
(SDM) untuk pengembangan usaha antara lain adalah (1) daya adaptasi yang
peternakan terintegrasi ini cukup besar, tinggi, (2) daya reproduksi sangat baik, (3)
dimana dari sekitar 90,8 juta penduduk yang mampu memanfaatkan pakan yang
bekerja, sekitar 40 juta atau 46,26% bekerja berkualitas ‘rendah’, (4) kualitas karkas
di sektor pertanian (BPS, 2003). Sebagian sangat baik, serta (5) mempunyai harga jual
besar petani peternak sudah ada yang yang tinggi. Tetapi sapi Bali juga
membentuk kelompok-kelompok tani ternak mempunyai beberapa kelemahan, antara lain
sehingga memudahkan dalam pelaksanaan (1) kurang responsif bila diberi pakan
kegiatan penyuluhan maupun pelayanan IB berkualitas, (2) tidak dapat dipelihara
dan kesehatan hewan lainnya. Petugas bersama domba karena penyakit MCF, (3)
fungsional pengawas mutu bibit, penyuluh, persilangan dengan sapi Bos Taurus
pelayanan kesehatan hewan sudah cukup menghasilkan jantan yang mandul, serta (4)
banyak tersebar di seluruh propinsi (Riady, ukurannya relatif kecil (Talib et al., 2002).
2004). Secara umum sapi Bali mempunyai lebih
banyak keunggulan teknis maupun
3. Potensi Sumberdaya Genetik Ternak ekonomis (Diwyanto et al,. 2004).

Rekomendasi para pakar menyarankan 4. Ketersediaan Inovasi Teknologi Pola


bahwa pengembangan sapi sebaiknya Integrasi

29 Sains Peternakan Vol. 5 (2), 2007


Pada prinsipnya dalam sistem integrasi fermentasi. Perlakuan urea pada jerami padi
tanaman-ternak, teknologi yang dapat meningkatkan kandungan nitrogen
diintroduksikan mencakup teknologi pakan, jerami padi sekaligus meningkatkan
terutama teknologi pengelolaan limbah kecernaan, sedangkan fermentasi jerami
untuk pakan ternak serta teknologi padi terbuka dengan penambahan probiotik
pengomposan atau pengelolaan kotoran dan urea. Dengan cara ini kandungan protein
ternak untuk pupuk organik. Inovasi lain dapat meningkat dari 3,5 menjadi 7% dan
yang mendukung keberhasilan daya cerna meningkat dari 28 sampai 30%
pengembangan pola ini antara lain sistem menjadi 50 sampai 55%.
perkandangan dan inovasi veteriner Kondisi di lapang saat ini
(Diwyanto dan Handiwirawan, 2004). menunjukkan bahwa diantara kotoran ternak
Kualitas pakan dari limbah pertanian, yang dihasilkan, sebagian besar petani lebih
perkebunan atau agroindustri biasanya menyukai kotoran ayam. Sedangkan kotoran
'rendah' dan perlu ditingkatkan (feed sapi banyak digunakan sebagai bahan
enrichment), baik melalui perlakuan fisik campuran pembuatan kompos dengan bahan
(pemotongan, pencacahan, pengeringan), lain. Pada Tabel 3 disajikan populasi ternak
kimiawi (amonisasi dengan penambahan di Indonesia dan estimasi produksi
urea) dan biologis (penambahan mikroba kotorannya.
atau fermentasi). Teknologi yang tersedia Ternak sapi dewasa, kuda, dan kerbau
saat ini memungkinkan untuk dilakukan dapat memproduksi kotoran lembab rata-
penyediaan pakan dalam jumlah yang rata seberat 9 kg/ekor/hari, sedangkan
memadai untuk disimpan sepanjang tahun. kambing dan domba rata-rata 1 kg/ekor/hari.
Limbah dengan kandungan protein rendah Berdasarkan data ini maka dalam waktu satu
dapat ditambahkan suplemen protein dari tahun akan diproduksi kotoran ternak sapi,
limbah pertanian lain atau leguminosa yang kuda, kerbau, kambing dan domba sebanyak
kemudian disusun menjadi ransum yang 53,53 juta ton. Bila lahan pertanian
serasi. Penelitian berbagai teknik untuk memerlukan pupuk kandang 5 sampai 10
meningkatkan nilai manfaat nutrisi jerami ton/ha, maka kotoran ternak tersebut dapat
padi telah dilakukan, antara lain melalui digunakan untuk memupuk 5,3 sampai 10,7
proses amoniasi, hidroksidasi dan juta ha.

Tabel 3. Populasi Ternak Menurut Jenisnya dan Estimasi Produksi Kotorannya Pada Tahun
2004
Kotoran ternak lembab
No. Jenis ternak Jumlah (ekor)
(juta ton/ha)
1. Sapi perah dan potong 11.108.000 35,99
2. Kerbau 2.572.000 8,33
3. Kuda 432.000 1,40
4. Kambing 13.442.000 4,84
5. Domba 8.245.000 2,97
Total 53,53
Sumber: Ditjen Bina Produksi Peternakan, 2004

PROSPEK PENGEMBANGAN dapat mencapai 70 sampai 80%. Dengan


INTEGRASI TANAMAN-TERNAK pola integrasi, biaya pakan usaha cow calf
operation dapat dikurangi secara signifikan,
1. Sektor Hulu sehingga produk yang dihasilkan
mempunyai daya saing yang sangat tinggi.
Biaya terbesar untuk menghasilkan Dengan kelimpahan biomassa yang berasal
sapi bakalan atau daging adalah pakan, yang dari limbah atau hasil samping pertanian/

Prospek Pengembangan Usaha Peternakan ... (Diwyanto et al.) 30


perkebunan maupun agro-industri, biaya yang memadai. Biaya untuk kesehatan
untuk penggemukan sapi di Indonesia saat hewan idealnya tidak boleh melebihi 2-5
ini sangat kompetitif (Rp. 4 sampai 6 persen dari total biaya produksi (Rp. 50-100
ribu/kg BB). Inovasi teknologi pakan murah juta untuk setiap 1000 ekor sapi), namun
yang dikembangkan Balai Penelitian Ternak bila hal ini tidak mendapat perhatian tidak
dan Loka Penelitian Sapi Potong Grati, telah menutup kemungkinan akan terjadi kerugian
membuktikan hal tersebut. yang sangat besar (fatal). Biasanya usaha
Usaha agribisnis hulu yang perlu pencegahan yang harus mendapat perhatian,
dikembangkan adalah penyediaan calon- karena akan membutuhkan biaya yang
calon induk dan pejantan unggul, baik untuk relatif lebih kecil. Untuk keperluan itu
keperluan IB maupun pejantan untuk kawin fasilitas atau laboratorium yang saat ini
alam. Usaha peternakan sapi yang sangat sudah ada harus dioptimalkan, termasuk
intensif di Jawa, Bali dan Lombok peralatan dan SDM-nya.
memungkinkan untuk dilakukan aplikasi IB
secara lebih luas, baik dengan menggunakan 2. Sektor Budidaya
semen beku (frozen semen) maupun semen
cair (chilled semen). Namun ketersediaan Diwyanto dan Haryanto (2003)
pejantan untuk ’menyapu’ betina yang mengemukakan bahwa pada umumnya
masih birahi tetap diperlukan. Dan yang integrasi ternak dengan tanaman, baik itu
lebih penting lagi adalah bangsa (breed) sapi tanaman pangan, tanaman perkebunan
yang akan digunakan harus sesuai dengan maupun hortikultura memberikan nilai
program breeding yang ditetapkan, bukan tambah yang cukup tinggi. Kontribusi
mengarah pada sistem up grading. ternak di dalam sistem tanaman-ternak
Untuk menjamin sapi dapat bervariasi dari 5 sampai 75% tergantung
berkembang dengan baik dan dapat pola integrasi yang diterapkan. Tabel 4
terhindar dari ancaman penyakit berbahaya, memperlihatkan kontribusi ternak di dalam
diperlukan ketersediaan vaksin dan obat sistem integrasi tanaman-ternak.

Tabel 4. Perkiraan Kontribusi Ternak Dalam Sistem Tanaman-Ternak Terhadap


Pendapatan Petani
Sistem Tanaman-Ternak Kontribusi ternak (%)
1)
Tanaman pangan – Ayam 17,6
1)
Tanaman pangan+perkebunan – Kambing 16,2
1)
Tanaman pangan – sapi 13,9
1)
Tanaman pangan – ayam+kambing+sapi 35,2
Tanaman pangan+perkebunan – ayam+kambing+sapi 1) 34,9
2)
Tanaman sayuran – domba 10,4
3)
Kelapa sawit – domba 5-10
3)
Karet – domba 15-20
3)
Kelapa – sapi 75
3)
Kelapa – domba 50
1)
Sumber : Sabrani et al. (1992)
2)
Sugandi et al. (1992)
3)
Iniguez dan Sanchez (1990)
Usaha integrasi sapi dikaitkan dengan operation. Secara tradisional, pola integrasi
persawahan, perkebunan, padang telah diaplikasikan oleh peternak, sehingga
penggembalaan dan kawasan HTI paling usaha cow-calf operation akan terus
ideal untuk pengembangan usaha cow-calf bertahan. Melalui pola ini dimungkinkan

31 Sains Peternakan Vol. 5 (2), 2007


untuk mengurangi biaya produksi (pakan) pendapatan dapat diperoleh dengan dua
dengan memperoleh tambahan pendapatan cara, yaitu meningkatkan harga jual (dengan
dari kompos. Pemanfaatan limbah pertanian meningkatkan mutu), atau dengan menekan
untuk menyediakan pakan lengkap dengan biaya produksi, melalui efisiensi. Dengan
harga relatif terjangkau (skala komersial) rendahnya biaya produksi, setiap produk
telah diawali oleh Lolit Sapi Potong Grati, akan mampu bersaing dengan produk sejenis
sementara kotoran yang telah diolah menjadi yang biaya produksinya lebih tinggi.
pupuk organik bernilai sekitar Rp. 400/kg Disamping itu pendapatan dan kesejahteraan
(usaha di Solo dan Sukabumi). petani akan meningkat sebagai akibat
Pemeliharaan secara kelompok pola terciptanya lapangan kerja baru, baik secara
integrasi ini memungkinkan keluarga petani on-farm maupun off-farm. Pola CLS secara
memelihara sapi sampai 20 ekor induk empiris telah membuktikan mampu
(Sukamandi), karena (1) kemudahan menciptakan lapangan kerja yang bersumber
penyediaan dan pemberian pakan dan pada usaha dengan memanfaatkan
murah, (2) perawatan dan manajemen sumberdaya lokal secara lebih efisien.
kandang maupun perkawinan lebih praktis Pengalaman empiris dan hasil
dan efisien, serta (3) upaya menjaga pengkajian di beberapa propinsi telah
kesehatan ternak dapat dilakukan dengan memberi indikasi bahwa pengembangan
mudah dan murah (Priyanti dan sapi pola integrasi telah berhasil cukup baik.
Djajanegara, 2004). Salah satu kunci keberhasilan dari
pendekatan ini adalah (1) pemberdayaan
5. Sektor Hilir petani, (2) inovasi teknologi integrasi
tanaman-ternak dan CLS (fermentasi,
Industri hilir yang dapat amoniasi dan pengomposan), (3) dukungan
dikembangkan untuk menunjang usaha sapi kelembagaan, serta (4) kerjasama.
potong adalah tersedianya fasilitas Rumah
Potong Hewan (RPH) dan tempat DAFTAR PUSTAKA
penyimpanan produk yang memadai. RPH
yang saat ini sudah ada perlu dioptimalkan Adiningsih, S. J. 2000. Peranan bahan
penggunaannya, sedangkan pembangunan organik tanah dalam sistem usahatani
RPH baru harus dilakukan secara selektif konservasi. Dalam: Bahri et al., (eds).
agar dapat berjalan dengan baik. Industri Materi Pelatihan Revitalisasi
pengolahan kompos juga merupakan Keterpaduan Usaha Ternak dalam
peluang tersendiri, walaupun investasi dan Sistem Usaha Tani. Pusat Penelitian
inovasinya tidak terlampau sulit, dengan dan Pengembangan Peternakan,
perkiraan investasi sekitar Rp. 1 sampai 1,5 Bogor.
milyar per 1000 ekor sapi. Pengembangan Badan Pusat Statistik. 2003. Statistik
sapi pola integrasi sangat memerlukan Indonesia 2003. Biro Pusat Statistik,
dukungan dalam pengolahan kompos, Jakarta.
karena nilai kompos yang dihasilkan .Departemen Pertanian. 2004. Statistik
diharapkan dapat mencukupi kebutuhan Pertanian 2004. Pusat Data dan
eksternal input yang harus dibayar. Informasi Pertanian, Departemen
KESIMPULAN Pertanian, Jakarta.
Diwyanto, K. dan E. Handiwirawan. 2004.
Sistem tanaman-ternak dapat diadopsi Peran Litbang dalam mendukung
oleh petani secara berkelanjutan apabila usaha agribisnis pola integrasi
mampu memberikan keuntungan bagi tanaman-ternak. Prosiding Seminar
mereka, terutama dalam hal peningkatan Nasional Sistem Integrasi Tanaman-
pendapatan maupun memperbaiki Ternak. Denpasar 20-22 Juli 2004.
kesejahteraan mereka. Peningkatan Pusat Penelitian dan Pengembangan

Prospek Pengembangan Usaha Peternakan ... (Diwyanto et al.) 32


Peternakan, Balai Pengkajian menuju 2020. Prosiding Lokakarya
Teknologi Pertanian Provinsi Bali dan Sapi Potong: Strategi pengembangan
Crop-Animal System Research sapi potong dengan pendekatan
Network (CASREN), Bogor. agribisnis dan berkelanjutan.
Diwyanto, K., D. Sitompul, I. Manti, I W. Yogyakarta 8-9 Oktober 2004. Pusat
Mathius dan Soentoro. 2004. Penelitian dan Pengembangan
Pengkajian pengembangan usaha Peternakan, Bogor.
sistem integrasi kelapa sawit-sapi. Sabrani, M., B. Sudaryanto, A. Prabowo, A.
Prosiding Lokakarya Nasional Sistem Tikupadang dan A. Suparyanto. 1992.
Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. Dampak integrasi ternak dalam
Bengkulu, 9-10 September 2003. usahatani terhadap pendapatan.
Badan Penelitian dan Pengembangan Prosiding Agro-Industri Peternakan di
Pertanian, Pemerintah Propinsi Perdesaan. Ciawi, Bogor, 10-11
Bengkulu dan PT. Agricinal, Bogor. Agustus 1992. Balai Penelitian
Diwyanto, K., B.R. Prawiradiputra dan D. Ternak, Bogor.
Lubis. 2002. Integrasi tanaman-ternak Subagyono. 2004. Prospek pengembangan
dalam pengembangan agribisnis yang ternak pola integrasi di kawasan
berdaya saing, berkelanjutan dan perkebunan. Prosiding Seminar
berkerakyatan. Buletin Ilmu Nasional Sistem Integrasi Tanaman-
Peternakan Indonesia, Wartazoa. Ternak. Denpasar 20-22 Juli 2004.
Volume 12 Nomor 1. Pusat Penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan
dan Pengembangan Peternakan, Peternakan, Balai Pengkajian
Bogor. Teknologi Pertanian Provinsi Bali dan
Iniguez, L. C. and M. D. Sanchez. 1990. Crop-Animal System Research
Integrated Tree Cropping and Small Network (CASREN), Bogor.
Ruminant Production Systems. Sugandi, D., U. Kusnadi dan M. Sabrani.
Proceedings of a Workshop on 1992. Integrasi ternak domba dalam
Research Methodologies, Medan. sisitem usahatani sayuran di dataran
September 9-14, 1990. tinggi Wonosobo. Prosiding Agro-
Priyanti, A. dan A. Djajanegara. 2004. Industri Peternakan di Perdesaan.
Pengembangan usaha sapi potong pola Ciawi, Bogor, 10-11 Agustus 1992.
integrasi. Prosiding Lokakarya Balai Penelitian Ternak, Bogor.
Nasional Sapi Potong: Strategi Talib, C., K. Entwistle, A. Siregar, S.
pengembangan sapi potong dengan Budiarti-Turner dan D.R. Lindsay.
pendekatan agribisnis dan 2003. Survey of population and
berkelanjutan. Yogyakarta 8-9 Oktober production of Bali cattle and existing
2004. Pusat Penelitian dan program in Indonesia. In: K. Winstle
Pengembangan Peternakan, Bogor. and D.R. Lindsay (eds). Strategies to
Improve Bali Cattle in Eastern
Riady, M. 2004. Tantangan dan peluang Indonesia. ACIAR Proceedings No.
peningkatan produksi sapi potong 110.

33 Sains Peternakan Vol. 5 (2), 2007

Anda mungkin juga menyukai