Anda di halaman 1dari 12

AGROPOLITAN BERBASIS AGROINDUSTRI PRINGSURAT

1. Latar Belakang Program


Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan
pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengelolaan sumber
daya alam tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki
keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis (UU No.26 tahun 2007
tentang penataan ruang). Berdasarkan definisi pada undang-undang tersebut belum
terdapat penekanan tentang adanya agroindustri pada kawasan agropolitan.
Nilai tambah yang besar salah satunya dapat diwujudkan dengan adanya agroindustri.
Agroindustri, merupakan kegiatan yang dapat menjamin pemanfaatan hasil pertanian
secara optimal dengan memberikan nilai tambah yang tinggi melalui upaya
pemanfaatan, pengembangan, penguasaan teknologi dan bioteknologi. Sebagai salah
satu sub sistem dalam agribisnis, agroindustri memiliki potensi yang besar untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan masyarakat, menyerap
tenaga kerja, dan meningkakan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya serta
mempercepat pembangunan daerah.
Kecamatan Pringsurat mempunyai potensi berupa keunggulan atau keunikan yang lebih
unggul dari wilayah sekitarnya atau tidak dimiliki oleh wilayah lain, sehingga
memberikan dampak positif bagi Kecamatan Pringsurat dan permasalahan berupa
persoalan atau kendala yang menjadi hambatan, dan dampak negatif bagi pembangunan
di Kecamatan Pringsurat. Temanggung memiliki potensi industri yang cukup, karena
banyak produkproduk industri agro yang berkembang dan bisa dikembangkan. Salah
satu industri agro yang sudah berkembang adalah kayu lapis, yang memberikan manfaat
besar kepada masyarakat, karena bahan bakunya berasal dari perkebunan rakyat, yaittu
kayu sengon, sehingga terjadi kolaborasi antara industri dan para petani. Potensi yang
ada di Kecamatan Pringsurat secara garis besar terdiri dari :
1. Industri Pengolahan Kayu
2. Perkebunan Sengon terbesar
3. Lalu lintas ekonomi
Potensi tersebut merupakan keunggulan sekaligus menjadi gambaran Kecamatan
Pringsurat yang menjadi sumber pembangunan dan pertumbuhan dibidang ekonomi,
infrastruktur, sosial, dan lain sebagainya. Potensi tersebut harus dikembangkan dan
diolah secara berkelanjutan dengan manajemen yang baik sehingga bermanfaat dalam
pembangunan Kecamatan Pringsurat. Sesuai dengan visi pemerintah kabupaten
temanggung tahun 2017 2037 adalah Mewujudkan Temanggung yang sejahtera,
unggul, berdaya saing, yang berbasis pemanfaatan sumberdaya manusia dan
sumberdaya alam secara berkelanjutan, maka salah satu tujuan dan sasaran
pembangunannya adalah meningkatkan Pengembangan Agroindustri Berbasis
Sumber Daya Lokal yaitu suatu kondisi daerah dimana pemanfaatan tenaga kerja dan
penggunaan kekayaan alam yang dimiliki tetap dikelola dengan memperhatikan aspek
sosial budaya, keberlanjutan lingkungan dan kondisi sosial masyarakat yang terdapat di
Kabupaten Temanggung melalui programnya meningkatkan peran industri dan
perdagangan dalam perekonomian daerah. Pengembangan kawasan agroindustri
Pringsurat juga tertuang dalam misi Kabupaten Temanggung yaitu meningkatkan
pendapatan daerah dan masyarakat berbasis pertanian, perkebunan, dan pariwisata.
Dengan memperhatikan berbagai aspek seperti aspek ekonomi, sosial, ekologi, pasar,
teknis lapangan dan kondisi masingmasing lokasi yang ada di Kabupaten
Temanggung, maka dilakukan penyusunan analisis sub sektor kehutanan yang
kemudian dipersempit lagi ke analisis untuk satu komoditi sengon. Melihat potensi
agroindustry yang dimiliki Kecamatan Pringsurat dan berdasarkan analisisanalisis
tersebut sampai pada suatu penetapan program pengembangan kawasan sentra industri
besar Kawasan Agroindustri untuk memaksimalkan potensi yang ada guna mencapai
visi dan misi Kabupaten Temanggung. yang berupa pemberdayaan koperasi dan
pengembangan tanaman sengon di wilayah Kabupaten Temanggung.

2. Kerangka Pemikiran Konsep Agropolitan Berbasis Agroindustri


Konsep pembangunan kawasan pertanian yang mengintegrasikan sub-sub sistem
agribisnis menjadi suatu sistem dan usaha agribisnis yang tangguh, berdaya saing,
berkerakyatan, berkelanjutan, dan desentralistis merupakan konsep yang terus
berkembang dan disempurnakan hingga dasawarsa terakhir ini. Konsep integrated
farming, corporate farming, terminal agribisnis di Thailand, pertanian kolektif di
Australia Barat, one village one product (OVOP) movement di Jepang, one tambon one
product (OTOP) di Thailand, one town one product (OTOP) di Filipina, agropolitan di
Sabah Malaysia dan Jinju City Korea Selatan, merupakan konsepkonsep pembangunan
kawasan berbasis agribisnis yang telah diimplementasikan. Program serupa
sesungguhnya telah ada di Indonesia, tetapi proyek proyek yang menghabiskan dana
milyaran rupiah tersebut, tidak memuaskan hasilnya. Agropolitan berada dalam
kawasan pemasok hasil pertanian (sentra produksi pertanian) dimana kawasan tersebut
memberikan kontribusi yang besar terhadap mata pencaharian dan kesejahteraan
masyarakatnya (Friedmann & Douglass 1976). Terdapat beberapa prasyarat agar
pembangunan kawasan agropolitan berkelanjutan, yaitu: (1) Harus diupayakan otonomi
lokal sehingga setiap kawasan memiliki wewenang dan sumber-sumber ekonomi
sehingga dapat merencanakan dan melaksanakan sendiri pembangunannya, (2)
Keuntungan yang diperoleh dari kegiatan setempat harus ditanam kembali untuk
menaikkan daya hasil dan menciptakan suatu keadaan yang mendorong pertumbuhan
ekonomi selanjutnya, dan (3) Pemakaian sumberdaya alam yang lebih rasional dan
produktif dengan menentukan batas-batas minimum dan maksimum luas tanah
milik/land reform. Syarat dan tujuan agropolitan yang pertama mengenai desentralisasi
dan otonomi/kewenangan dalam mengelola sumberdaya yang dimiliki suatu daerah
dapat tercapai jika pengembangan agropolitan minimal terkoordinasi secara vertikal.
Berdasarkan hal tersebut maka wilayah kabupaten menjadi batasan pengembangan
secara administratif bagi kawasan agropolitan. Hal ini disebabkan karena terkait
dengan kecenderungan administrasi publik yang akan mewujudkan otonomi sebesar-
besarnya berada pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
Pembatasan hubungan dengan wilayah di luar kawasan agropolitan pada syarat kedua
dikhawatirkan dapat menghambat keberlangsungan ekonomi pada suatu kawasan
agropolitan. Koordinasi horisontal diperlukan antar kawasan yang memiliki komoditi /
produk sejenis dengan daerah pasar yang sama. Hal ini dapat dilakukan antara lain
dengan melakukan kerjasama dalam menyelaraskan perencanaan produksi antar daerah
produsen dengan konsumen sehingga dapat menciptakan stabilitas harga. Pemilihan
komoditi unggulan yang tidak terlalu banyak di suatu kawasan juga diperlukan untuk
meminimalkan land reform. Komoditi yang telah memiliki potensi dan telah diterima
masyarakat lebih minimal memerlukan pengaturan kembali lahan-lahan pertanian.
Agroindustri adalah sektor yang dapat menjawab meningkatkan nilai tambah dan
lapangan pekerjaan. Bahan baku yang digunakan agroindustri, proses produksinya,
maupun produk yang dihasilkan adalah ramah lingkungan. Selain itu dengan
menggunakan komoditi pertanian lokal akan menurunkan tingkat ketergantungan bahan
baku dari luar. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 10.
Pengembangan Agropolitan Pemecahan Permasalahan Agroindustri

- Keberlangsungannya Peningkatan nilai tambah Menciptakan nilai tambah bagi produk


pertanian
dipengaruhi oleh nilai produk pertanian
Menyerap tenaga kerja
tambah yang diperoleh Penciptaan lapangan kerja Menghela industri hulu
masyarakat Mendorong industri hilir

- Aspek lingkungan semakin - Menjaga Sustainabilitas Inputnya bahan alamiah yang dapat
dituntut untuk diperhatikan lingkungan diperbaharui (renewable)
Proses produksinya renewable dan
ramah lingkungan
- Pemasaran produk pertanian tdk - Produksi dan pemasaran
- Ketergantungan rendah terhadap
melalui pusat agropolitan pertanian dikelola pada pusat
bahan baku/modal/ kapital dari luar
agropolitan negeri/ impor

Gambar 10 Agroindustri sebagai dasar pengembangan agropolitan


(diolah dari berbagai sumber: Irawan et al. 2001; Rusastra et al. 2005; Susilowati et al.
2007; Misra 2007; Wilkinson & Rocha 2009)
Agropolitan berbasis agroindustri adalah suatu kawasan pertanian dimana
agroindustri akan dijadikan pusat pengembangan kawasan. Pusat pengembangan
kawasan berperan dalam peningkatan nilai tambah, peningkatan lapangan kerja,
yang selanjutnya akan memperluas sektor jasa/pelayanan, peningkatan sarana dan
prasarana, kemudian memberikan keuntungan bagi seluruh pihak yang terlibat
(Anwar 1999). Konsep pengembangan agropolitan berbasis agroindustri dapat
dilihat pada Gambar 11.

Pasar

Gambar 11 Konsep pengembangan agropolitan berbasis agroindustri


(modifikasi dari Soenarno 2003)

(a) Pengaruh Agroindustri bagi Perkembangan Agropolitan


Agropolitan terdiri dari dua kata Agro dan politan (polis). Agro berarti pertanian
dan politan berarti kota, sehingga Agropolitan dapat diartikan sebagai kota
pertanian atau kota di daerah lahan pertanian atau pertanian di daerah kota.
Agropolitan adalah kota pertanian yang tumbuh dan berkembang karena
berjalannya sistem dan usaha agribisnis serta mampu melayani, mendorong,
menarik, menghela kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah
sekitarnya (Friedmann & Douglass 1976).
Penciptaan lapangan kerja dan peningkatan nilai tambah produk pertanian
merupakan hal yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan.
Agroindustri adalah sektor yang dapat menjawab permasalahan agropolitan dalam
peningkatan nilai tambah dan penciptaan lapangan pekerjaan.
Agroindustri dijadikan pusat pengembangan kawasan agropolitan karena
dengan adanya agroindustri di pusat pengembangan kawasan, maka diharapkan
terjadi peningkatan nilai tambah, terjadi peningkatan lapangan kerja, yang
selanjutnya akan memperluas sektor jasa/pelayanan, peningkatan sarana dan
prasarana, kemudian memberikan keuntungan bagi seluruh pihak yang terlibat..
(b) Agropolitan Terintegrasi Kawasan Pasar
Friedmann dan Douglass (1976) mengemukakan beberapa syarat agar
pembangunan kawasan agropolitan berkelanjutan, yaitu: (1) Harus diupayakan
otonomi lokal sehingga setiap kawasan memiliki wewenang dan sumber-sumber
ekonomi sehingga dapat merencanakan dan melaksanakan sendiri
pembangunannya, (2) Keuntungan yang diperoleh dari kegiatan setempat harus
ditanam kembali untuk menaikkan daya-hasil dan menciptakan suatu keadaan yang
mendorong pertumbuhan ekonomi selanjutnya, dan (3) Pemakaian sumberdaya
alam yang lebih rasional dan produktif dengan menentukan batas- batas minimum
dan maksimum luas tanah milik/land reform.
Menurut Stohr (1981), untuk menghindari backwash effect dari wilayah yang sudah
lebih maju, kawasan agropolitan ini secara seleksi tertutup dari hubungan khusus
dengan wilayah lainnya (selective spatial closure). Berbagai keputusan, baik dalam
pemelihan teknologi produksi yang dipakai, tujuan pembangunan, maupun inisiatif
untuk membangun, diserahkan kepada penduduk setempat. Demikian juga faktor
produksi seperti lahan, harus dimiliki oleh penduduk setempat. Hal ini sejalan
dengan pendapat Fridmann dan Douglass (1976) dalam syarat kedua dalam
pembangunan agropolitan.
Batasan kawasan agropolitan seharusnya tidak ditentukan oleh batasan administratif
pemerintah (desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten) tetapi juga tetap
memperhatikan economic of scale dan economic of scope. Batasan ekonomi
tersebut dipergunakan di dalam pengembangan agropolitan dengan memperhatikan
syarat dan tujuan pengembangan agropolitan.
Agar diperoleh keberlangsungan ekonomi pada suatu kawasan agropolitan, maka
diperlukan pula koordinasi horisontal antar kawasan yang memiliki komoditi /
produk sejenis dengan daerah pasar yang sama. Agropolitan yang terintegrasi
horisontal pada kawasan pasar dapat menyelaraskan perencanaan produksi antar
daerah produsen dengan konsumen sehingga dapat menciptakan stabilitas harga.
Koordinasi vertikal dan koordinasi horizontal pada agropolitan dapat dilihat pada
Gambar 13.
Master Plan Pengembangan Kawasan Agropolitan yang akan menjadi acuan penyusunan
program pengembangan. Adapun muatan yang terkandung didalamnya adalah :
1. Penetapan pusat agropolitan yang berfungsi sebagai (Douglas, 1986) :
Pusat perdagangan dan transportasi pertanian (agricultural trade/ transport center).
Penyedia jasa pendukung pertanian (agricultural support services).
1) Pasar konsumen produk non-pertanian (non agricultural consumers market).
2) Pusat industri pertanian (agro-based industry).
3) Penyedia pekerjaan non pertanian (non-agricultural employment).
4) Pusat agropolitan dan hinterlannya terkait dengan sistem permukiman nasional,
propinsi, dan kabupaten (RTRW Propinsi/ Kabupaten).
2. Prasyarat Kawasan Agroindustri
Pengembangan kawasan agroindustri harus memenuhi beberapa prasyarat dasar antara
lain:
a) Memiliki sumberdaya lahan dengan agroklimat yang sesuai untuk
mengembangkan komoditi pertanian yang akan dijadikan komoditi unggulan.
b) Memiliki prasarana dan infrastruktur yang memadai untuk mendukung
pengembangan sistem dan usaha agroindustri, seperti misalnya: jalan, sarana
irigasi/pengairan, sumber air baku, pasar, terminal, jaringan telekomunikasi,
fasilitas perbankan, pusat informasi pengembangan agribisnis, sarana produksi
pengolahan hasil pertanian, dan fasilitas umum serta fasilitas sosial lainnya.
c) Memiliki sumberdaya manusia yang berkemauan dan berpotensi untuk
mengembangkan kawasan agrowisata.
d) Pengembangan agroindustri tersebut mampu mendukung upaya-upaya konservasi
alam dan kelestarian lingkungan hidup bagi kelestarian sumberdaya alam,
kelestarian sosial budaya maupun ekosistem secara keseluruhan.
3. Penetapan unit unit kawasan pengembangan yang berfungsi sebagai (Douglas,
1986) :
a) Pusat produksi pertanian (agricultural production).
b) Intensifikasi pertanian (agricultural intensification).
c) Pusat pendapatan perdesaan dan permintaan untuk barang-barang dan jasa non
pertanian (rural income and demand for non-agricultural goods and services).
d) Produksi tanaman siap jual dan diversifikasi pertanian (cash crop production and
agricultural diversification).
4. Penetapan sektor unggulan:
a. Merupakan sektor unggulan yang sudah berkembang dan didukung oleh sektor
hilirnya.
b. Kegiatan agribisnis yang banyak melibatkan pelaku dan masyarakat yang paling
besar (sesuai dengan kearifan lokal).
c. Mempunyai skala ekonomi yang memungkinkan untuk dikembangkan dengan
orientasi ekspor.
5. Dukungan sistem infrastruktur
Dukungan infrastruktur yang membentuk struktur ruang yang mendukung
pengembangan kawasan agropolitan diantaranya : jaringan jalan, irigasi, sumber-
sumber air, dan jaringan utilitas (listrik dan telekomunikasi).
Melalui keterkaitan tersebut, pusat agropolitan dan kawasan produksi pertanian
berinteraksi satu sama lain secara menguntungkan. Dengan adanya pola interaksi ini
diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah (value added) produksi kawasan
agropolitan sehingga pembangunan perdesaan dapat dipacu dan migrasi desa-kota
yang terjadi dapat dikendalikan.
6. Prinsip-prinsip Pengembangan
Perencanaan pengembangan kawasan agrowisata harus memenuhi prinsipprinsip
tertentu yaitu:
a. Pengembangan kawasan agrowisata harus mempertimbangkan penataan dan
pengelolaan wilayah dan tata ruang yang berkelanjutan baik dari sisi ekonomi,
ekologi maupun sosial budaya setempat.
Mempertimbangkan RTRWN yang lebih luas sebagai dasar pengembangan
kawasan.
Mendorong apresiasi yang lebih baik bagi masyarakat luas tentang pentingnya
pelestarian sumber daya alam yang penting dan karakter sosial budaya.
Menghargai dan melestarikan keunikan budaya, lokasi dan bangunanbangunan
bersejarah maupun tradisional.
b. Pengembangan fasilitas dan layanan wisata yang mampu memberikan kenyamanan
pengunjung sekaligus memberikan benefit bagi masyarakat setempat.
Memberikan nilai tambah bagi produk-produk lokal dan meningkatkan
pendapatan sektor agro.
Merangsang tumbuhnya investasi bagi kawasan agrowisata sehingga
menghidupkan ekonomi lokal.
Merangsang tumbuhnya lapangan kerja baru bagi penduduk lokal.
Menghidupkan gairah kegiatan ekonomi kawasan agrowisata dan sekitarnya.
Meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya lokal.
c. Pengembangan kawasan agrowisata harus mampu melindungi sumber daya dan
kekayaan alam, nilai-nilai budaya dan sejarah setempat. Pengembangan kawasan
agrowisata ini tidak hanya memenuhi kebutuhan pasar semata, tetapi harus dalam
koridor melindungi dan melestarikan aset-aset yang menjadi komoditas utama
pengembangan kawasan. Penggalian terhadap nilai-nilai, lokasi, kegiatan, atraksi
wisata yang unik ditujukan untuk mendorong pertumbuhan kawasan agrowisata
secara berkelanjutan.
d. Diperlukan studi dan kajian yang mendalam, berulang (repetitive) dan melibatkan
pihak-pihak yang relevan baik dari unsur masyarakat, swasta maupun pemerintah.
Dengan demikian diharapkan perencanaan & pengembangan kawasan semakin
baik dari waktu ke waktu serta terdokumentasi dengan baik.
7. Strategi Pengembangan
a. Penyusunan master plan pengembangan kawasan agroindustri yang akan
menjadi acuan masing-masing wilayah. Penyusunan dilakukan oleh
Pemerintah Daerah dan masyarakat sehingga program yang disusun lebih
akomodatif. Disusun dalam jangka panjang (10 tahun), jangka menengah (5
tahun) dan jangka pendek (1-3 tahun) yang bersifat rintisan dan dan stimultans.
Dalam progran jangka pendek setidaknya terdapat out line plan, metriks
kegiatan lintas sektor, penanggung jawab kegiatan dan rencana pembiayaan.
b. Penetapan Lokasi Agroindustri; kegiatannya dimulai dari usulan penetapan
Kabupaten oleh Pemerintah Propinsi, untuk selanjutnya oleh Pemerintah
Kabupaten mengusulkan kawasan agropolitan dengan terlebih dahulu
melakukan Identifikasi Potensi dan Masalah untuk mengetahui kondisi dan
potensi lokasi (komoditas unggulan), antara lain: Potensi SDA, SDM,
Kelembagaan, Iklim Usaha, kondisi PSD, dan sebagainya, serta terkait dengan
sistem permukiman nasional, propinsi, dan kabupaten.
c. Sosialisasi Program Agroindustri; dilakukan kepada seluruh stakeholder yang
terkait dengan pengembangan program agropolitan baik di Pusat maupun di
Daerah, sehingga pengembangan program agropolitan dapat lebih terpadu dan
terintegrasi.
8. Program Pengembangan Kawasan Agroindustri
a. Penyiapan Master Plan Kawasan Agropolitan termasuk didalamnya rencana-
rencana prasarana dan sarana.
Jalan Jalan
Nasional Nasional

Jalan Jalan Jalan


Propinsi Propinsi Propinsi

Jalan Jalan Jalan


Kabupaten Kabupaten Kabupaten

Jalan Lokal Jalan Lokal Jalan Lokal

Keterangan :

: Pusat Kegiatan Nasional (PKN)

: Pusat Kegiatan Wilayah (PKW)

: Pusat Kegiatan Lokal(PKL)

: Desa Sentra Produksi pertanian


: Kawasan Agropolitan
b. Penetapan Lokasi Agroindustri
Konsep pengembangan agroindustri yang dikembangkan di Kabupaten
Temanggung dikarenakan terdapatnya hutan kayu seluas 15.485 ha sampai dengan
15.969,84 ha dari total luas hutan negara/rakyat 16.117 Ha. Pada umumnya populasi
kayu didominasi oleh tanaman sengon/albasiah. Tanaman ini sudah memasyarakat
hampir di seluruh pedesaan khususnya di Kecamatan Pringsurat. Berdasarkan data
luas penggunaan lahan yang produktif menghasilkan kayu sengon sebesar 3.698 ha
atau sebesar 63,6 % dari luas kecamatan Pringsurat, dimana setiap 5 7 tahunnya
menghasilkan 5.547.000 batang dengan penghasilan kotor sekitar 2,5 trilyun rupiah.
Produksi kayu sengon di Kabupaten Temanggung menghasilkan rata rata produksi
pertahunnya sebesar 39.875 m3. Pengembangan kayu sengon telah dilakukan oleh
pihak Perhutani KPH Kedu Selatan. Perhutani telah bekerjasama dengan petani
setempat untuk mengembangakan sengon di lahan milik negara. Kerjasama ini
diawali dengan perambahan hutan oleh masyarakat, kemudian penanaman sengon
tanpa persetujuan pihak perum perhutani. Sampai akhirnya ditertibkan melalui
PHBM, kerjasama antara perum Perhutani dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan
(LMDH). Bagi hasil untuk pohon sengon adalah 60% untuk masyarakat (selaku
pemilik pohon) dan 40% untuk perum perhutani (selaku pemilik lahan hutan).
Sedangkan untuk tanaman pokok, yaitu damar dan pinus, bagi hasilnya 25 % untuk
masyarakat, 75% untuk perum perhutani. Selama ini, penjualan kayu albasiah
khususnya di Kabupaten Temanggung tidak menjadi masalah karena didukung oleh
14 unit pengolahan kayu yang terdapat di Desa Pingit. Kayu pengolahan tersebut
dipasarkan untuk pasar eksport yang didistribusikan menuju Kota Semarang melalui
jalan nasional yang melewati Kecamatan Pringsurat.
c. Dukukungan prasarana dan sarana Kimpraswil (PSK), dengan tahapan :
Pada tahun 1 (pertama) dukungan PSK diarahkan pada kawasan-kawasan sentra
produksi, terutama pemenuhan kebutuhan air baku, jalan usaha tani, dan
pergudangan.
Pada tahun ke 2 (kedua) dukungan PSK diprioritaskan untuk meningkatkan nilai
tambah dan pemasaran termasuk sarana untuk menjaga kualitas serta pemasaran
ke luar kawasan agropolitan.
Pada tahun ke 3 (ketiga) dukungan PSK diprioritaskan untuk meningkatkan
kualitas lingkungan perumahan dan permukiman.

Anda mungkin juga menyukai