Anda di halaman 1dari 10

TUGAS MANAJEMEN HUTAN LANJUTAN

OPTIMALISASI UNTUK EFISIENSI PENEBANGAN DALAM


MENGURANGI LIMBAH TEBANG

Oleh :

ANGGI NURHAFIZHAH ALANG


M012212007

PROGRAM STUDI ILMU KEHUTANAN


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2022
I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Saat ini pengelolaan hutan alam maupun tanaman menghadapi banyak


isu permasalahan. Di antara isu besar itu ialah isu sentralistis, perundangan dan
kebijakan yang kurang saling mendukung, praktek pemanfaatan yang tidak
perduli dengan kelestarian dan lingkungan, menjamurnya industri pengolahan
kayu liar, penebangan liar, penjarahan lahan, kebakaran hutan, banjir dan tanah
longsor, kekeringan, hancurnya kekayaan dan keragaman hayati (biodiversity),
serta banyak lagi permasalahan sosial lainnya. Semua itu menjadi bagian yang
terpisahkan untuk menjadi bahan pertimbangan dalam upaya membangun
kembali hutan dan kehutanan. Di era reformasi ini, pengelola sumberdaya alam
hutan (SDH) sepatutnya merubah paradigma, yang antara lain dilandasi dengan
pemahaman keteknikan hutan tepat guna yang komprehensif, berjangka
panjang serta ekoefisien. Dalam upaya mencapai tujuan dimaksud, sangat
diperlukan metode dan strategi pemanenan yang eko-efisien dan tepat guna,
agar selain bisa diperoleh hasil kayu secara maksimal, dapat dibangun
kembalinya hutan-hutan rusak, juga pemanfaatan potensi yang ada masih dapat
dikelola secara efektif dan efisien, antara lain dicapai dengan menerapkan eko-
efisien (produktif dan minimum impacts”).
Potensi hutan alam di Indonesia cenderung menurun ditinjau dari segi
produksi kayu dan keragaman hayati. Untuk meningkatkan produksi hasil
hutan terutama kayu dari hutan tersebut diperlukan efisiensi dalam pemanenan
kayu. Upaya untuk meningkatkan produksi kayu telah dilakukan sejak tahun
2005 ketika Kementerian Kehutanan mengenalkan sistem silvikultur Tebang
Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII). Teknik penggunaan sumber daya yang
demikian dapat meningkatkan produktivitas hutan dan efisiensi pemanenan
kayu di hutan alam. Sistem ini menerapkan penebangan dengan sistem tebang
pilih dan penanaman pengayaan (enrichment planting) dengan penanaman jalur
(strip planting) dengan teknik Silvikultur Intensif (SILIN). Metode ini
dilakukan dengan cara membuka jalur tanam selebar tiga meter (menebang
tanaman dengan sistem lorong/jalur untuk kegiatan penanaman) dengan jarak
tanam dalam jalur untuk Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) dan TPTII/TPTJ
dengan teknik SILIN masing-masing 5 m dan 2,5 m, dan jarak antar jalur untuk
TPTJ dan TPTII/ TPTJ Intensif masing-masing 25 m dan 20 m (Widiyatmo et
al. 2014).
Dengan menggunakan teknik SILIN relatif tinggi sehingga produksi kayu
bulat dapat meningkat. Kegiatan pemanenan kayu memiliki peran penting pada
peningkatan produksi kayu tersebut. Mengingat produktivitas pemanenan kayu
beragam menurut sistem silvikultur yang diterapkan maka perlu dilakukan
evaluasi terhadap efektivitas pelaksanaan pemanenan kayu terutama
penebangan pohon pada sistem TPTII. Evaluasi efektivitas pelaksanaan
pemanenan kayu terutama meliputi aspek produktivitas, efisiensi dan biaya
penebangan. Ketiga aspek ini cukup penting artinya bagi pencapaian target
produksi kayu dalam kegiatan penebangan.
Berdasarkan apa yang melatar belakangi suatu permasalahan dalam
pengolalaan produksi hasil hutan, maka penyusun tertarik untuk melakukan
kajian tentang optimalisasi dalam pemanenan hasil hutan kayu dalam
pengelolaannya.

I.2. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah adalah sebagai berikut :


1. Upaya apa yang dilakukan untuk kemajuan di sektor kehutanan
2. Bagaimana produktivitas dan biaya pemanenan kayu
3. Bagaimana teknik pemanenan kayu ramah lingkungan
4. Hubungan banyak pekerja dengan pemanenan hasil hutan kayu

I.3. Tujuan

Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah :


1. Untuk mengetahui usaha yang dilakukan untuk kemajuan di sektor
kehutanan
2. Untuk mengetahui bagaimana produktivitas dan biaya pemanenan kayu
3. Untuk mengetahui bagaimana teknik pemanenan kayu ramah lingkungan
4. Untuk mengetahui kinerja pekerja dalam pemanenan hasil hutan
II. PEMBAHASAN

II.1. Upaya Pengelolaan Hutan Di Sektor Kehutanan

Berdasarkan informasi lima tahun terakhir, ternyata produksi kayu


resmi turun sebesar 8,8% per tahun, sedang dari IPK meningkat sebesar 9,84%
per tahun. Ini seharusnya tidak boleh terjadi karena pemenuhan kayu hasil dari
IPK sama saja dengan melakukan pendeforestasian hutan alam (Purnama,
2000). Di sisi lain, riap hutan alam hanya dapat mencapai 0,38 m3 /ha/tahun
(Purnama, 2000), padahal, secara teoritis riap dihitung sebesar 1m3 /ha/tahun,
sehingga seharusnya produksi kayu bulat dihasilkan 60 juta m3 per tahun, yang
kurang lebih seimbang dengan kebutuhan industri dan konsumsi (Sumitro
2000). Dalam realisasinya kekurangan itu dapat mencapai 30-40 juta m3 /tahun
(Purnama, 2000).
Ditjen BPK pada Kamis tanggal 8 Pebruari 2006, diperoleh informasi
yang menyangkut keberadaan hutan produksi dan program kedepannya sebagai
berikut:
1. Sesuai dengan arahan kebijakan pemerintah, pada tahun 2006 ini
diharapkan akan terjadi pertumbuhan ekonomi sebesar 5% yakni 2%
berasal dari sektor pertambangan dan 3% berasal dari sektor pertanian
kehutanan.
2. Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi itu dapat ditempuh dengan 2
(dua) cara yakni dengan program ekspor dan investasi. Caranya antara lain
dengan melakukan peningkatan aktivitas dimulai dari sektor hulu hingga
hilir agar dapat memperbesar kesempatan kerja, membangun lahan kurang
produktif, pengayaan tegakan tinggal secara intensif
3. Untuk pelaksanaan butir 2, perlu dilakukan pembenahan dalam
memanfaatkan dan membangun sumberdaya hutan produksi dengan luasan
masing-masing kondisi hutan
Untuk mendukung laju pertumbuhan ekonomi itu, saat ini telah
dipersiapkan kebijakan antara lain melakukan perbaikan internal, memberikan
insentif usaha disektor kehutanan, memberikan dukungan keuangan, menjalin
dan memperkuat sistem keamanan hutan dan mempersiapkan pengganti SDM
yang sudah pada berumur. Program yang sedang dipersiapkan ialah
a. Penanaman HTI jenis meranti seluas 200.000 ha per tahun selama 5 tahun
yang akan diserahkan kepada 100 IUPHHK-HA
b. Penanaman HTI seluas 480.000 ha per tahun untuk mencukupi kebutuhan
industri pulp
c. Pembangunan hutan rakyat
d. Dana pembangunan hutan dialokasikan sebesar Rp 10 juta per ha
e. Penambahan 4 industri pulp yang akan ditempatkan di Kalbar S Tayan,
Kalsel (Batu licin), Kaltim (S mahakam) dan di Papua.
f. Kebutuhan luas areal untuk penambahan industri pulp adalah 437.500 ha
(efektif) ekivalen 875.000 ha (gross).

II.2. Produktivitas dan Biaya Pemanenan Kayu

Setiap penggunaan alat pemanenan kayu membawa konsekuensi


terhadap biaya produksi. Produktivitas merupakan hasil kerja suatu kegiatan
dalam waktu tertentu yang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
dimensi kayu, waktu kerja, jarak sarad, keterampilan kerja, dan kondisi
lapangan. Produktivitas kerja pemanenan kayu erat kaitannya dengan biaya
pemanenan. Semakin besar produktivitas, semakin rendah biaya pemanenan,
demikian juga sebaliknya. Kegiatan penyaradan memiliki rata-rata biaya
produksi lebih tinggi dari kegiatan yang lain. Penyaradan merupakan kegiatan
mengeluarkan kayu dari petak tebang menuju tempat pengumpulan kayu yang
biasanya berada di tepi jalan pengangkutan kayu. Kegiatan penyaradan di hutan
alam lebih sulit dilakukan daripada di hutan tanaman karena ukuran kayu yang
memiliki diameter besar, kondisi topografi dari datar sampai landai, harus
menjaga kualitas kayu yang dikeluarkan serta banyaknya tegakan tinggal di
sekitar kayu yang disarad yang harus dilindungi (Suhartana dan Yuniawati,
2020).
II.3. Pemanenan Kayu Ramah Lingkungan

Pemanenan kayu memiliki peranan penting dalam produksi kayu.


Produksi kayu terutama di hutan alam dapat ditingkatkan apabila produktivitas
pemanenan kayu dapat meningkat. Salah satu faktor untuk meningkatkan
produktifitas pemanenan kayu di hutan alam adalah jumlah pekerja. Penelitian
dilakukan di salah satu pengusahaan hutan alam di Kalimantan Utara dengan
metode penelitian pengambilan data primer pada setiap tahapan elemen
pemanenan kayu berupa volume dan waktu kerja dan data sekunder berupa
wawancara dengan pekerja dan manajer lapangan. Data dianalisis
menggunakan regresi berganda untuk mengetahui hubungan jumlah pekerja
terhadap produktivitas pemanenan kayu dan biaya produksi
Saat ini pemanenan kayu ramah lingkungan sedang digalakkan
menggunakan Kriteria dan Indikator Hutan Lestari. Keteknikan hutan
seharusnya mampu menyiapkan serangkaian teknik dan metoda ekoefisien
yang efektif dan efisien dan seberapa jauh peran itu dapat dilihat pada diagram
berikut.
Untuk mencapai efisiensi waktu dan biaya produksi pemanenan kayu
diperlukan pengoptimalan dalam penggunaan jumlah alat pemanenan kayu
yangtepat. Alat pemanenan kayu yang ideal berdasarkan target produksi terdiri
atas 2 unitShearhead dan 10 unit Harvester untuk kegiatan penebangan, 9 unit
Forwarder dan1 unit Wheel Skidder untuk kegiatan penyaradan, 3 unit
Excavator Grapple untukkegiatan pemuatan, serta 69 unit Logging Truck untuk
kegiatan pengangkutan.Skenario jumlah alat ideal ini lebih menguntungkan
perusahaan karena mengurangibiaya produksi alat yang tidak diperlukan
(Tamaro dan Josua, 2020).
Jumlah alat pemanenan kayu dari tahapan penebangan sampai
pengangkutan terdapat kelebihan atau kekurangan alat. Alat pemanenan kayu
yang efisien berdasarkan target produksi terdiri atas 1 unit chainsaw untuk
penebangan, 2 unit track skidder dan 2 unit bulldozer untuk kegiatan
penyaradan, 1 unit wheel loader untuk kegiatan pemuatan, 1 unit logging truck
Mercy dan 1 unit logging truck Nissan untuk kegiatan pengangkutan, serta 1
unit wheel loader untuk kegiatan pembongkaran. Jumlah alat pemanenan kayu
berpengaruh terhadap biaya produksi pemanenan kayu. Biaya produksi yang
dikeluarkan perusahaan pada skenario jumlah alat ideal lebih efisien dibanding
dengan biaya produksi pada skenario jumlah alat aktual, sehingga skenario
jumlah alat ideal lebih menguntungkan perusahaan (Nisa et al., 2018).

II.4. Kualitas Pemanenan Kayu Dengan Kuantitas Pekerja di Lapangan

Kegiatan penyaradan dan pengangkutan memiliki jumlah pekerja lebih


banyak daripada penebangan dan muat bongkar. Banyaknya jumlah pekerja
pada kedua kegiatan tersebut ternyata tidak diimbangi oleh prestasi kerja orang.
Dari hasil penelitian ini, semakin banyak jumlah pekerja, prestasi kerja orang
yang dihasilkan semakin kecil. Hal tersebut dapat disebabkan keterampilan
yang dimiliki oleh setiap pekerja berbeda. Kegiatan penyaradan membutuhkan
beberapa keterampilan yaitu membuka jalan sarad terpendek menuju pohon
rebah setelah ditebang, cara membawa alat sarad agar tidak bermanuver secara
berlebihan sehingga berpengaruh terhadap waktu penyaradan, cara menyarad
kayu sehingga kayu yang disarad tidak menimbulkan kerusakan tegakan tinggal
dan tanah dan memperhatikan keselamatan kerja.

menunjukkan bahwa kegiatan muat bongkar kayu dengan 3 orang


jumlah pekerja dapat menghasilkan produksi kayu lebih tinggi daripada
kegiatan yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa produksi kayu yang dihasilkan
tidak dipengaruhi oleh jumlah pekerja yang banyak, sehingga kondisi tersebut
dapat mematahkan anggapan selama ini bahwa semakin banyak jumlah pekerja
maka semakin banyak produksi kayu yang dihasilkan. Disamping itu, terdapat
faktor jumlah jam kerja per hari dan hari kerja per tahun pada kegiatan muat
bongkar lebih banyak daripada kegiatan yang lain dengan diikuti tingginya
prestasi kerja orang. Hal ini menunjukkan bahwa prestasi kerja orang yang
tinggi merupakan tingkat keterampilan kerja yang tinggi pula. Walaupun jam
kerja tinggi tetapi prestasi kerja orangnya rendah, maka produksi kayu yang
dihasilkan juga akan rendah. Jumlah pekerja akan bertambah apabila terjadi
peningkatan produktivitas kerja dan produksi kayu (Suhartana dan Yuniawati,
2020).
III. PENUTUP

III.1. Kesimpulan

Setiap alat yang digunakan untuk pemanenan kayu memberikan


pengaruh terhadap konsekuensi biaya pemanenan, tentunya kelengkapan alat
dalam proses pemanenan hasil hutan kayu memberikan pengaruh terhadap
kualitas hasil panen.
Sementara itu banyaknya pekerja dilapangan tidak akan berpengaruh terhadap
optimalnya hasil panen jika tidak dibarengi dengan skill atau keterampilan.
Jadi, keterampilan para pekerja juga diperlukan untuk optimalnya pemanenan
hasil hutan kayu.

III.2. Saran

Saran yang dapat peyusun sampaikan adalah dengan mencari referensi


lebih banyak lagi mengenai optimalisasi pemanenan hasil hutan kayu, karena
penyusun menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih terdapat
banyak kekurangan, sehingga diperlukan adanya perbaikkan kedepannya
DAFTAR PUSTAKA

Dulsalam, sukadaryati dan Yuniawati. 2018. Produktivitas, Efisiensi, Dan Biaya


Penebangan Silvikultur Intensif Pada Satu Perusahaan Di Kalimantan
Timur. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Vol. 36(1):1-12.

Edom W dan U. Nitibaskara. 2014. Pemanenan Kayu Eko-Efisien Di Hutan Alam


Mendukung Ketahanan Pembangunan Nasional Berkelanjutan. Jurnal
Nusa Sylva Vol.14(2):8-16

Nisa, F. Khairun dan S. Ujang. 2018. Optimalisasi Alat Pemanenan Kayu pada
Hutan Alam di IUPHHK-HA PT Intrado Jaya Intiga Provinsi Kalimantan
Tengah. IPB. Bogor

Suhartana, S dan Yuniawati. 2020. Peningkatan Produktivitas Pemanenan Kayu Di


Hutan Alam Melalui Kesesuaian Jumlah Pekerja. Jurnal Hutan Tropis.
Vol.8(2):1-9

Tamaro dan Josua. 2020. Optimalisasi Peralatan Pemanenan Kayu pada Hutan
Tanaman Industri di IUPHHK-HT PT Musi Hutan Persada, Provinsi
Sumatera Selatan. IPB. Bogor

Anda mungkin juga menyukai