Anda di halaman 1dari 17

lOMoARcPSD|17697360

MAKALAH
PEMANENAN HASIL HUTAN

DOSEN PENGAMPU :
M. SADIR S.Hut., M.Si

DiSusun Oleh :
VIVI FAHIRA WAHIDA N
(NIM :212251033)

UNIVERSITAS PENDIDIKAN MANDALIKA MATARAM


FAKULTAS SAINS TEKNIK DAN TERAPAN
PRODI S1 KEHUTANAN
TAHUN 2023
lOMoARcPSD|17697360

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemanenan kayu merupakan proses pemindahan hasil hutan berupa kayu dari
hutan atau tempat tumbuhnya menuju pasar atau tempat pemanfaatannya, sehingga kayu
tersebut berguna bagi manusia (Nugroho 1995). Conway (1982) menyatakan bahwa
pemanenan merupakan serangkaian kegiatan untuk memindahkan kayu dari hutan ke
tempat penggunaan atau pengolahan. Sedangkan pemanenan hasil hutan merupakan usaha
pemanfaatan kayu dengan mengubah tegakan pohon berdiri menjadi sortimen kayu bulat
dan mengeluarkannya dari hutan untuk dimanfaatkan sesuai peruntukkannya (Mujetahid
2010).
Kegiatan pemanenan kayu meliputi penebangan, penyaradan, pembagian batang
dengan sistem cut to lenght, muat bongkar, dan pengangkutan. Masing-masing aspek
kegiatan tersebut bisa dilakukan dengan cara manual, semi mekanis, dan mekanis dengan
peralatan yang dissuaikan. Menurut Yuniawati (2007), sistem pemanenan kayu secara
mekanis banyak dipilih karena menghasilkan produktivitas yang tinggi dibandingkan
seara manual.
Hal tersebut karena keterbatasan tenaga kerja yang umum terjadi di luar Pulau
Jawa dengan areal hutan yang luas. Selain itu, penggunaan perlatan pemanenan
membantu perusahaan mempercepat proses pekerjaan yang tidak dapat dilakukan oleh
tenaga manusia dengan keterbatasan tenaga kerja, efisiensi, keamanan dan faktor
ekonomi lainnya. Salah satu peralatan mekanis yang digunakan adalah chainsaw. Dari
hasil penelitian kebanyakan menunjukkan bahwa penggunaan chainsaw dapat
meningkatkan produktivitas penebangan yang berarti produksi kayu meningkat sehingga
keungkinan besar nilai efisiensi pemanfaatan kayu dapat meningkat (Suhartana 2006).
Kegiatan pemanenan dimaksudkan untuk memanfaatkan hutan produksi dan
dilaksanakan dengan memperhatikan aspek ekonomi, ekologi dan sosial dengan tujuan
untuk mengoptimalkan nilai hutan, menjaga pasokan untuk industri stabil, dan
meningkatkan peluang kerja, meningkatkan ekonomi local dan regional. Data yang
diperlukan dalam pemanenan adalah data potensi dan kondisi kawasan hutan, serta data
kondisi masyarakat sekitar.
B. Rumusan Masalah
lOMoARcPSD|17697360

1. Apa saja sarana dan prasarana dalam pemanenan ?


2. Bagaimana perencanaan pemanenan ?
3. Bagaimana proses pemanenan ?
4. Bagaimana proses penyaradan ?
5. Bagaimana proses pemuatan dan pembongkaran?
C. Tujuan dan Kegunaan
 Tujuan dari praktikum pemanenan yang dilakukan adalah untuk mengetahui teknik
dari proses penebangan pohon serta pohon yang sudah dapat di tebang dalam segi
umur maupun potensinya.
 Kegunaannya adalah menambah pengalaman dan pengetahuan dalam proses
pemanenan hasil hutan.
lOMoARcPSD|17697360

BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang
Pemanenan adalah keputusan untuk menetapkan seperangkat kegiatan yang akan
dilakukan pada masa datang, sedangkan Conway 1982 menuliskan perencanaan
pemanenan adalah tindakan yang perlu dilakukan di masa datang yang diatur Beranda
berdasarkan tahapan pemanenan yang paling efisien dengan teknologi yang telah
ditentukan dan dilaksanakan pada saat yang ditetapkan untuk mengeluarkan kayu dari
hutan (Staaf dan Wiksten, 1984).
Menurut Brown 1958 yang perlu dilakukan dalam perencanaan adalah
pembangunan jaringan angkutan, kebijakan financial, dan kemudian menetapkan biaya
financial. Namun menurut Wackerman 1966 agar tenaga kerja menjadi perhatian jika
wilayah jauh. Dengan adanya rencana maka kegiatan dapat teratur dan hasil dapat
diukur, teratur artinya tahapan kegiatan harmonis dan saling mendukung, sedangkan
terukur merupakan tiap tahap dapat dinilai keberhasilannya.menurut Conway 1982
dibuat rencana pemanenan karena akan dapat merekatkan semua tahapan kegiatan
pemanenan,atau mengintegrasikan semua kegiatan pemanenan secara utuh.selain itu
untuk mengidentifikasi kendala dan hambatan yang kelak terjadi dengan tidak
mengavaikan keterlibatan aspek social.
Penebangan merupakan salah satu bagian utama dari kegiatan pemanenan hutan
yang bertujuan untuk mengambil kayu dari tegakan secara keseluruhan atau hanya
sebagian besar tajuk. Namun, penebangan kayu termasuk aktivitas yang mencakup tidak
hanya memotong pohon, namun juga transportasi dan pemrosesan di tempat (misal
pemotongan hingga ukuran kecil). Pohon yang dipotong tidak selalu batang utamanya,
namun juga cabang yang berukuran besar dengan meninggalkan batang utamanya
sehingga pohon tetap hidup. Sedangkan penebangan pohon penuh berarti memanfaatkan
semua bagian pohon yang berkayu.untuk itu dilaksanakan praktikum perencanaan
pemanenan hutan sehingga kegiatan pemanenan dapat di optimalkan dan lebih lestari
secara ekologi sosial maupun ekonomi.Penebangan dapat dilakukan dengan
menggunakna peralatan seperti gergaji rantai, gergaji tangan, kapak, dan gergaji. Dalam
kegiatan tersebut membutuhkan perencanaan yang matang karena semakin besar
diameter pohon yang ditebang semakin sulit pula menentukan arah rebah. Ketelitian
penentuan arah rebah menjadi sangat penting karena pohon-pohon besar memiliki nilai
lOMoARcPSD|17697360

tinggi (Suparto 1982).


Chainsaw dianggap paling praktis karena muda dipindah-pindahkan, terutama
yang digerakkan dengan motor bensin. Suhartana (2005) menyebutkan bahwa dari
berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan chainsaw dapat meningkatkan
produktivitas penebangan yang berarti produksi kayu meningkat serta diharapkan dapat
meningkatkan efisiensi pemanfaatan kayu. Sebelum bekerja menggunakan chainsaw,
pengguna harus mengetahui terlebih dahulu apa saja komponenkomponen yang ada pada
chainsaw, termasuk komponen safety, dan mengetahui bagaimana prosedur kerja
penggunaan chainsaw. Selain itu sebelum penggunaan, operator juga harus memahami
alat-alat pelindung diri (APD) apa saja yang harus dikenakan untuk meningkatkan
kapasitas keamanan dan keselamatan selama bekerja.
Dalam aplikasinya metode penggunakan chainsaw harus dimulai dari
memperhatikan pemeriksaan kondisi chainsaw apakah dalam keadaan baik atau tidak,
hingga chainsaw siap digunakan.

B. Perencanaan dan Prosedur Penebangan


Menurut Junus,dkk. (1989), rencana karya atau rencana-rencana lain dalam
pengelolaan dan pengusahaan hutan perlu diadakan inventarisasi hutan yang lazimnya
disebut Timber cruising. Timber cruising dapat dilakukan dengan berbagai cara teknik
sampling (random sampling, systematic sampling dan lain-lain). Di kehutanan cara yang
dianggap baik (resmi) dipergunakan adalah sampling sistematik dengan jalur coba atau
plot.
Perencanaan yang tepat, baik di tingkat nasional, unit pengelolaan hutan maupun
tingkat operasional akan mengurangi biaya ekonomi dan lingkungan yang merupakan
komponen penting dari pengelolaan hutan jangka panjang secara lestari (Departemen
Kehutanan, 2003).
Berdasarkan Pedoman RIL Indonesia prosedur penebangan diurutkan sebagai berikut.
1. Penebangan dimulai sesuai dengan urutan atau pola penebangan yang telah
direncanakan di atas peta.
2. Pemeriksaan keadaan lokasi penebangan, penentuan arah rebah pohon, persiapan
tempat kerja, pembuatan jalur penyelamatan dan pemberi peringatan.
3. Pembuatan takik rebah dan takik balas pada tunggak serendah mungkin
4. Pembersihan batang dari cabang-cabang dan pemotongan tajuk pohon
5. Pembersihan batang dari banir pohon
lOMoARcPSD|17697360

6. Pengukuran dan pemotongan batang sesuai dengan permintaan perusahaan


7. Memasang nomor pohon pada tunggak dan pada ujung batang log
8. Membuka jalur winching
9. Menuju pohon lain yang akan ditebang (Elias dkk, 2008).

C. Penyaradan
Penyaradan adalah proses penarikan kayu dari permukaan tanah dengan alat
transportasi dengan menggunakan hewan atau peralatan mekanis. Kayu ditarik langsung
diatas tanah dengan menggunakan sumber tenaga yang digunakan. Efektifitas
penggunaan sumber tenaga mungkin akan mengakibatkan dampak bagi lantai hutan
berupa pembersihan permukaan. Penggunaan hewan sebagai sumber energi ketika
digunakan dalam system penyaradan terbatas pada kemiringan lapangan, kondisi
permukaan, ukuran dan bentuk kayu. Kemiringan yang ideal adalah lebih kecil sama
dengan 3%, jika lebih maka hewan akan kesulitan melakukan penyaradan (Stenzel,
1985).
Penyaradan kayu dengan menggunakan trktor sangat popular dalam kegiatan
pemanenan kayu di hutan alam (HPH) di Indonesia. Penyaradan dengan cara ini sudah
dimulai pada tahun 1970-an. Untuk menghindari kerusakan lingkungan, penggunaan
traktor pada daerah yang mempunyai lereng lebih dari 30%, walaupun secara mekanis
traktor masih mampu bekerja pada kemiringan sampai 40% (Muhdi, 2006).
Untuk mengurangi kerusakan lingkungan (tanah maupun tegakan tinggal) yang
ditimbun oleh kegiatan penyaradan kayu, penyaradan seharusnya dilakukan sesuai
dengan rute penyaradan yang sudah direncanakan diatas peta kerja, selain itu juga
dimaksudkan agar prestasi kerja yang dihasilkan cukup tinggi. Perencanaan jalan sarad
ini dilakukan satu tahun sebelum kegiatan penebangan dimulai. Letak jalan sarad ini
harus ditandai di lapangan sebagai acuan bagi pengemudi atau penyarad kayu. Hal ini
berlaku untuk penyaradan yang menggunakan traktor (Muhdi, 2006).

D. Alternatif Meminimalisasi Kerusakan


Untuk mengurangi kerusakan pada pohon dan kerugian ekonomi dari kegiatan
operasional penyadaran traktor maka salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah
melakukan rancangan jalan sarad yang dirancang sebelumnya ternyata lebih
menguntungkan dari segi ekonomi dan segi ekologi. Jalan sarad yang dirancang
sebelumnya juga akan memudahkan penebang untuk mengarahkan kayu yang akan
lOMoARcPSD|17697360

ditebang sehingga akan lebih mudah bagi traktor untuk menyaradnya tanpa membuat
manuver-manuver yang akan merugikan (Elias, 1997).
Pada saat ini teknologi untuk meminimalkankan kerusakan lingkungan akibat
akibat penebangan kayu yang sudah ada yakni yang dikenal dengan Reduced Impact
Logging, teknik operasi yang kurang tepat atau terencana akan mengakibatkan kerusakan
lingkungan (hutan rusak, pemadatan tanah dan terjadinya pengendapan akibat terjadinya
erosi tanah). Untuk meminimalkan kerusakan tersebut dilakukan dengan merencanakan
logging yang baik dan teknik operasi yang tepat dan terkendali. Reduced Impact Logging
adalah pemanenan kayu yang didasarkan pada rancangan kedepan dari tegakan yang
akann dipanen yang didasari rencana yang akurat untuk digunakan dalam perencanaan
dan digunakan untuk mendisain lay out dari petak-petak tebang dan unit-unit inventarisasi
serta digunakan untuk merencanakan operasi pemanenan kayu (Elias, 1997).
Arah rebah yang terbaik adalah yang mendekati atau menjauhi jalan sarad dengan
membentuk sudut 300-450 (pola sirip ikan) atau arah rebah dalam posisi sejajar di atas
jalan sarad dengan arah berlawanan dengan arah penyaradan. Bila memungkinkan, arah
rebah pohon diarahkan ke tempat kosong dan pada tajuk pohon yang sudah ditebang
sebelumnya (maksimal 3). Pada areal curam, arah rebah menyerong kesamping lereng
(sepanjang kontur). Hindarkan pohon rebah memotong sungai atau masuk areal kawasan
lindung dan kerusakan pada pohon inti permudaan dan pohon lindung (Elias dkk, 2008).

E. Proses Penebangan
Proses penebangan dalam tahapan perencanaan pada umumnya dimulai dengan
perencanaan arah rebah pohon. Arah rebah pohon direncanakan hanya untuk pohon-
pohon komersil yang siap tebang, yakni yang berdiameter ≥30 cm. Perencanaan arah
rebah pohon ini diperlukan untuk aplikasi penebangan yang meminimalkan dampak. Arah
rebah pohon atau derajat arah rebah disesuaikan dengan kondisi sekitar pohon yang akan
ditebang kecondongan pohon, dan arah tajuk dominan. Kondisi sekitar pohon yang
dimaksud adalah banyaknya permudaan pohon, mulai dari semai, pancang, tiang dan
pohon lain yang ada di sekitar pohon yang akan ditebang.
Pertimbangan kondisi sekitar ini bertujuan untuk mengurangi dampak
berupakerusakan pada permudaan pohon atau vegetasi tersebut. Hal ini dikarenakan
tingkat kerusakan permudaan menjadi salah satu indikator tingkat keramahan penebangan
terhadap lingkungan.
lOMoARcPSD|17697360

Sementara itu, kecondongan pohon dan arah tajuk dominan juga menjadi
pertimbangan dalam penentuan arah rebah pohon. Pohon yang memiliki kecondongan
dan arah tajuk dominan pada arah tertentu, akan lebih baik dalam penebangannya
diarahkan ke arah tersebut. Hal ini bertujuan selain untuk mempermudah dalam proses
penebangan juga mengurangi resiko bahaya penebang berupa perebahan tidak sesuai arah
rebah yang diinginkan penebang.Dalam praktikum kali ini pohon yang akan di tebang
terlebih dahulu di ikatkan tali pada bagian atas pohon tersebut yang berguna sebagai alat
untuk menarik pohon tersebut ketika penebangan berlangsung. Selanjutnya penebangan
dimulai dengan membuat arah rebah ke arah punggung bukit untuk mengurangi
kerusakan kayu ketika di tebang.

F. Proses Penyaradan
Untuk mengurangi kerusakan lingkungan (tanah maupun tegakan tinggal) yang
ditimbun oleh kegiatan penyaradan kayu, penyardan seharusnya dilakukan sesuai dengan
rute penyaradan yang sudah direncanakan di atas peta kerja, selain itu juga dimaksudkan
agar prestasi kerja yang dihasilkan cukup tinggi. Perencanaan jalan sarad ini dilakukan
satu tahunsebelum kegiatan penebangan dimulai. Letak jalan sarad ini harus ditandai di
lapangan sebagai acuan bagi pengemudi atau penyarad
kayu. Pada praktikum kali ini proses penyaradan dapat di lakukan menggunakan
tenaga manusia, hewan, ataupun kendaraan ringan (dalam hal ini kendaraan yang di
maksud adalah motor). Proses penyaradan kayu tesebut hanya berjarak sekitar 400 meter
ketempat penyimpanan kayu sementara (TPn). Hal ini di karenakan jalan setelah TPn
sudah bisa di lalui oleh kendaraan berat seperti mobil.

G. Metode Penyaradan
Sistem-sistem penyaradan kayu secara lengkap adalah sebagai berikut:
1. Tenaga manusia (manual)
Penyaradan kayu dengan tenaga manusia dapat dilakukan dengan berbagai
macam cara, antara lain :
a. Pemikulan.
Pemikulan kayu dapat diakukan secara perorangan atau beregu tergantung pada
ukuran kayu yang disarad. Umumnya 1 regu terdiri dari 2 - 10 orang. Cara seperti
ini masih dapat dijumpai pada kegiatan pemanenan di Jawa. Di Jawa Barat cara
lOMoARcPSD|17697360

ini digunakan pada kegiatan pemanenan di hutan rasamala atau agathis.


b. Menggulingkan
Cara ini merupakan cara yang paling tua, sederhana dan murah. Cara ini
dilakukan di lapangan yang miring dengan jarak sarad bervariasi antara 400 -
700 m. Panjang kayu maksimum 6 m. Pada penyaradan dengan cara ini kayu
tidak dikupas kulitnya. Alat yang dapat digunakan untuk menggulingkan kayu
disebut Gletrek.
c. Sistem kuda-kuda
Penyaradan dengan sistem kuda-kuda digunakan pada penyaradan di hutan rawa,
pada daerah yang tanahnya lembek dan berair. Alat yang digunakan disebut
dengan kuda- kuda atau ongkak.
Penyaradan dengan sistem kuda-kuda memerlukan jalur lintasan kuda-kuda yang
lebarnya 3-4 m. Jalur lintasan ini biasanya dibuat dengan cara menumpuk
secara melintang kayu-kayu yang berdiameter kecil <10 cm, oleh karenanya
sistem kuda- kuda merupakan sistem penyaradan kayu yang memboroskan
sumberdaya hutan. Satu kuda-kuda ditarik oleh satu regu penyarad yang terdiri
dari 6 - 12 orang, panjang batang 4 - 6 m dan jalan sarad mencapai ±500 m.
d. Penyaradan dengan gaya gravitasi.
Penyaradan kayu dengan cara ini adalah memanfaatkan gaya gravitasi bumi. Cara
penyaradan seperti antara lain :
a) Peluncuran
Penyaradan kayu dengan peluncuran hanya dapat di lakuan di daerah yang
curam (kelerengan lebih dari 40%). Panjang kayu dan diameter kayu yang
diluncurkan sangat terbatas, berkisar antara 4-6 m dan diameter kurang dari
40 cm. Jarak sarad untuk penyaradan dengan peluncur tidak lebih dari 300 m.
Peluncur yang digunakan dapat dibuat dari kayu, logam atau plastik, bahkan
pada awalnya media peluncuran berupa parit.
b) Wire skidding
Wire skidding adalah penyaradan kayu menggunakan sistem kabel yang
paling sederhana. Dengan cara ini diperlukan kawat baja sebagai lintasan
pembawa kayu (carriage) dan pohon penyanga (spar tree). Carriage dapat
berupa kayu bercabang, sling atau logam.
Proses penyaradan dengan sistem ini adalah sebagai berikut : kayu diikatkan
lOMoARcPSD|17697360

pada carriage, selanjutnya carriage diluncurkan melalui kawat baja dari atas
lereng menuju lembah.
Pada pelaksanaan dilapangan, umumnya digunakan carriage. Kedua ujung
kayu diikatkan pada masing-masing carriage, sehingga posisi kayu sejajar dengan
kawat lintasan dan selama operasi kayu tidak begitu berayun-ayun. Kayu yang
disarad dengan wire skidding panjangnya berkisar antara 1- 3 m, demikian juga
diameternya.
Tingkat kerusakan kayu akibat penyaradan dengan cara ini cukup besar,
karena sistem ini tidak dilengkapi dengan rem. Untuk mengatasi hal ini
diperlukan penahan di lereng bawah (tempat pengumpulan). Kekuatan benturan
kayu terhadap batang penahan tergantung pada :
 Perbedaan tinggi antara panggung atas dan panggung bawah.
 Ukuran kayu yang disarad.
 Panjang bentangan.
e. Penyaradan dengan traktor
Penyaradan kayu dengan menggunakan traktor sangat populer dalam
kegiatan pemanenan kayu di hutan alam (HPH) di Indonesia. Penyaradan dengan
cara ini sudah dimulai pada tahun 1970-an.
Untuk menghindari kerusakan lingkungan, penggunaan traktor
pada daerah yang mempunyai lereng lebih dari 30%, walaupun secara teknis
traktor masih mampu bekerja pada kemiringan sampai 40 %.
Penyaradan kayu mengguanakan traktor sangat cocok untuk tebang pilih,
hanya saja gangguan terhadap tanah cukup besar, untuk itu jenis traktor yang
akan digunakan harus disesuaikan dengan keadaan tanah di lokasi kegiatan. Satu
regu penyarad dengan traktor biasanya terdiri dari 2-3 orang. Produktivitas
penyaradan menggunakan traktor dengan tenaga sebesar 140-240 HP sebesar
50-100 m3/hari dengan waktu kerja efektif adalah 7 jam sehari.
Jenis traktor yang umum digunakan di Indonesia adalah traktor beroda
ban (wheel skidder) dan traktor beroda rantai (crawler skidder). Wheel skidder
adalah traktor yang dirancang khusus untuk penyaradan kayu. Sedangkan
crawler skidder disamping dapat digunakan untuk menyarad kayu, alat ini
juga digunakan utnuk membuat jalan atau membongkar tunggak, karena alat
ini dilengkapi dengan pisau (blade). Pada umumnya traktor yang digunakan
lOMoARcPSD|17697360

untuk menyarad kayu dilengkapi dengan winch di belakangnya, yaitu alat


yang berfungsi menarik kayu dengan cara menggulung kawat baja diikatkan pada
kayu. Untuk kayu-kayu yang besar atau kayu berada di lembah biasanya traktor
tidak mampu menyarad. Pada kondisi demikian kayu dapat ditarik dengan
menggunakan winch dan traktor dalam keadaan diam. Merk traktor yang banyak
dipakai di Indonesia adalah Caterpillar dan Komatsu.
Sesuai dengan petunjuk teknis TPTI terdapat 2 prioritas kayu yang
harus disarad,yaitu :
 Kayu-kayu yang dekat TPn.
 Kayu-kayu yang diminta/dipesan oleh pembeli.
f. Penyaradan dengan sistem kabel.
Penyaradan kayu dengan sistem kabel pada dasarnya dilakukan untuk
daerah-daerah yang bertopografi berat, pembuatan jalan yang mahal, dan daerah
dimana alat penyarad lain tidak dapat digunakan untuk mengeluarkan kayu dari
hutan. Pada prinsipnya penyaradan dengan sistem kabel adalah kayu ditarik
dengan menggunakan kabel yang digerakan oleh unit tenaga yang stasioner
(tetap).
Pengoperasian sistem kabel menuntut keterampilan pekerja yang terlatih
dan potensi tegakan yang tinggi. Sistem ini sangat sesuai digunakan untuk tebang
habis. Satu unit sistem kabel biasanya terdiri dari 5-10 orang, yang masing-
masing mempunyai tugas antara lain sebagai operator mesin, pemberi aba-aba
dan chokerman (pengikat).
Penyaradan kayu dengan sistem kabel dapat dibagi menjadi beberapa cara
yaitu :
 Penyaradan menyentuh tanah (ground yarding).
Pada system ini kayu yang disarad menyentuh tanah, sehingga banyak
mengalami rintangan seperti tunggak dan batu-batuan.
 Highlead System
Sistem ini hanya menggunakan satu tiang penyanggah (spar tree) dan paling
sesuai untuk tebang habis.
 Skyline System
Sistem ini minimal mempunyai 2 tiang penyangga. Kayu yang disarad tidak
menyentuh tanah. sedangkan pada higlead salah satu ujung kayu menyentuh
lOMoARcPSD|17697360

tanah.
g. Penyaradan kayu lewat udara.
Penyaradan kayu melalui udara dilakukan dengan menggunakan pesawat terbang
(helikopter) dan balon udara. Penyaradan dengan cara ini dapat dilakukan jika
medan sangat curam dan oleh karena keadaan tanah tidak memungkinkan untuk
membuat jalan, untuk daerah yang tanahnya labil dan biaya pembuatan jalan
sangat mahal.

H. Kelebihan dan Kekurangan masing-masing Metode Penyaradan


1. Penyaradan Manual (Manusia)
Kelebihan Kekurangan
 Investasi awal rendah  Waktu yang digunakan lama
 Membuka lapangan Kerja  Hasil yg didapatkan sedikit
 Tidak memerlukan tenaga  Tenaga kerja yg dibutuhkan
terampil banyak
 Kerusakan kayu dan lingkungan  Membutuhkan banyak Kayu
sangat rendah untuk Kuda-kuda
 Alat yg digunakan sederhana
 Biaya relatif murah

2. Penyaradan dengan gaya gravitasi


Kelebihan Kekurangan
 Untuk penyadaran ini tidak
 Biaya murah
lebih dari 300 m
 Hanya dapat di lakukan di
 Lebih mudah dan sederhana daerah yg curam yg kelerengan
lebih dari 40%
 Tidak banyak menggunakan
alat-alat

 Tidak memerlukan keahlian


khusus
lOMoARcPSD|17697360

3. Penyaradan dengan mesin


Kelebihan Kekurangan
 Jumlah kayu memadai  Jika rusak sulit di perbaiki
 Cocok untuk sistem tebang pilih  Perlu bahan bakar yang banyak
 Tidak perlu menggumakan  Harus bekerja seefektif
tenaga kerja yang banyak mungkin
 Memudahkan melewati lapangan  Dapat merusak tumbuhan di
atau topografi yang cukup berat areal penyaradan
 Dapat digunakan untuk
membuat jalan atau
membongkar tunggak

4. Penyaradan dengan sistem kabel


Kelebihan Kekurangan

 Pemusatan tenaga dan daya tarik  Biaya awal, biaya tetap dan
yang besar biaya operasi cukup tinggi
 Dapat digunakan menaiki atau
 Jarak sarad terbatas
menuruni lereng
 Tidak dipengaruhi oleh kondisi  jalan sarad (lorong kabel) yang
lapangan relative banyak

5. Penyaradan melalui Udara


Kelebihan Kekurangan
 Lebih Cepat  Tidak Ekonomis
 Kerusakan kayu lebih kecil  Pengangkutan kayu terbatas
 Membutuhkan tenaga teknis
 Tidak membutuhkan jalan sarad
yang sangat ahli
 Mampu mengangkut di medan  Pengangkutan sangat tergantung
lOMoARcPSD|17697360

sulit. pada cuaca


 Lebih Ramah lingkungan

I. Pemuatan dan Pembongkaran


Tahap pemuatan dan pembongkaran di tempat praktikum sebelum keluar menuju
tempat industri harus mempunyai surat keterangan dari desa setempat sebagai bukti
bahwa kayu yang dimuat adalah kayu yang mempunya ligelitas. Hal itu juga berlaku
sesaat sebelum penebangan dilakukan. Surat keterangan yang diberikan harus berisi data
mengenai jumlah atau volume kayu yang dimuat dan harus ada tanda tangan dari aparat
desa yang bertanggung jawab seperti Kepala Desa. Hal itu sebagai syarat yang harus
dipersiapkan agar dalam pemuatan kayu menuju tempat industri berjalan lancar.
lOMoARcPSD|17697360

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Sarana prasaran yang di siapkan adalah beberapa alat untuk memudahkan pengukuran
pohon yang akan di tebang seperti Clinometer, Pita Ukur, dan juga meteran roll.
Selain beberapa alat di atas ada pula juga alat untuk memudahkan proses penebangan
seperti Chain Saw dan Parang.
2. Persiapan pohon yang akan di tebang yang pertama adalah mengukur keliling pohon
tersebut. Selanjutnya praktikan juga di haruskan mengukur pohon sebelum di tebang.
setelah itu praktikan dapat menentukan arah rebah, takik rebah dan takik balas.
3. Pohon yang akan di tebang terlebih dahulu di ikatkan tali pada bagian atas pohon
tersebut yang berguna sebagai alat untuk menarik pohon tersebut ketika penebangan
berlangsung. Selanjutnya penebangan dimulai dengan membuat arah rebah ke arah
punggung bukit untuk mengurangi kerusakan kayu ketika di tebang.
4. Proses penyaradan dapat di lakukan menggunakan tenaga manusia, hewan, ataupun
kendaraan ringan (dalam hal ini kendaraan yang di maksud adalah motor). Proses
penyaradan kayu tesebut hanya berjarak sekitar 400 meter ketempat penyimpanan
kayu sementara (TPn). Hal ini di karenakan jalan setelah TPn sudah bisa di lalui oleh
kendaraan berat seperti mobil

B. Saran
Pada praktek selanjutnya di harapkan praktikan lebih memperhatikan dan
mempelajari lebih jauh lagi mengenai pemanenan agar tidak keliru saat melakukan
praktikum. Selanjunya di harapkan pula untuk menambah jumlah pohon yang akan di
tebang agar lebih efektif dalam pengukuran pohon.
lOMoARcPSD|17697360

DAFTAR PUSTAKA

Conway S. 1982. Timber Cutting Practices. Principle of Timber Harvesting Revised.


New York (US): Miller Freeman Publication, Inc.

Mujetahid A. 2010. Analisis biaya penebangan pada Hutan Jati Rakyat di Kabupatn
Bone. Perennial. 6(2) : 108-115. Bogor (ID) : BPPK.

Nugroho B. 1995. Perencanaan Pemanenan Kayu. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan


IPB.

Staff, K. A. G. And N. A. Wiksten. 1984. Tree Harvesting Techniques. Martinus


Nijhoff/D. R. W. Junk Publisher. Dondrecht Netherland.

Suhartana S. 2006. Efisiensi penggunaan chainsaw pada kegiatan penebangan: Studi


kasus di PT. Surya Hutani Jaya, Kalimantan Timur. Jurnal Penelitian Hasil
Hutan. 24(1):63-67, Februari 2006. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Hasil Hutan.

Suhartana S, Yuniawati. 2005. Meningkatkan produksi kayu pinus mealui penebangan


serendah mungkin: Studi kasus di KPH Sumedang, Perum Perhutani Unit III
Jawa Barat. Info Hasil Hutan. 11(2) : 87-96. Bogor (ID) Pusat Penelitian dan dan
Pengembangan Hasil Hutan.

Suparto RS. 1982. Pemanenan Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan. Bogor (ID) : Institut
Pertanian Bogor.

Wackerman AE. 1966. Harvesting Timber Crops. New York (US): Mc Graw Hill
Book Company Inc.

Yuniawati. 2007. Penggunaan jumlah chainsaw yang tepat dan efisien pada
penebangan: Studi kasus di satu perusahaan hutan di Kalimantan Timur. Jurnal
Rimba Kalimantan. 12(1):62-66, Juni 2007. Kalimantan
lOMoARcPSD|17697360

Anda mungkin juga menyukai