Anda di halaman 1dari 19

ACARA XII

Permudaan Hutan Secara Buatan

ABSTRAK

Permudaan hutan adalah suatu proses peremajaan kembali dari pohon-pohon


penyusun tegakan yang telah mati secara alami, atau setelah dipanen oleh manusia.
Tujuan utamanya dilandasi 2 hal yaitu hal-hal yang berhubungan dengan masalah
sosial-ekonomis dan hal-hal yang berhubungan dengan masalah ekologis.Praktikum
silvikultur mengenai permudaan hutan secara alami ini bertujuan untuk mempelajari
metode permudaan hutan dengan cara buatan (artificial regeneration) dan faktor yang
berpengaruh pada permudaan tersebut. Manfaat mengetahui permudaan hutan secara
buatan adalah praktikan mengetahui dapat mengetahui dan memahami metode
permudaan hutan dengan cara buatan (artificial regeneration) dan faktor yang
berpengaruh pada permudaan tersebut. Sebagian besar pohon Jati mega yang berada
di Hutan Pendidikan Wanagama I Gunungkidul di Petak 13 dalam kondisi tidak sehat.
Usaha yang dapat dilakukan dalam menangani hal tersebut antara lain dengan memberi
kapur pada pangkal batang, pemberian insektisida granuler (G) pada lubang tanam
ketika penanaman khususnya pada lokasi yang endemik/rawan rayap, menaburkan abu
kayu di pangkal batang pada waktu penanaman, menghilangkan sarang-sarang hama
terebut, dan mengurangi kerusakan mekanis pada perakaran dalam sistem tumpang
sari.
Kata kunci : jati, permudaan buatan, penanaman

A. PENDAHULUAN

Latar belakang

Permudaan hutan adalah suatu proses peremajaan kembali dari pohon-


pohon penyusun tegakan yang telah mati secara alami, atau setelah dipanen oleh
manusia. Pohon-pohon yang sudah tua dalam satu tegakan, akhirnya akan mati
dan digantikan oleh anakan-anakan secara alami. Permudaan hutan secara alami
ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain seed supply, seedbed, dan
environment.
Permudaan hutan buatan (artificial regeneration) yaitu permudaan hutan
yang dilakukan oleh manusia secara buatan. Jadi hampir seluruh kegiatan
sepenuhnya ditangani oleh manusia, sejak mulai perencanaan, pembibitan,

1
penanaman, pemeliharaan hingga penebangan. Pada umumnya dilakukan pada
areal bekas tebang habis, bekas jalan, dan tempat penimbunan kayu atau areal non-
produktif baik didalam kawasan maupun diluar kawasan hutan. Pada praktikum
ini akan dilakukan pengamatan pada permudaan hutan secara buatan di Hutan
Pendidikan Wanagama I Gunungkidul di petak 13, sehingga dapat mengetahui
metode dan faktor yang berpengaruh pada permudaan tersebut.
Tujuan

Praktikum silvikultur mengenai permudaan hutan secara buatan ini


bertujuan untuk mempelajari metode permudaan hutan dengan cara buatan
(artificial regeneration) dan faktor yang berpengaruh pada permudaan tersebut.

Manfaat

Manfaat mengetahui permudaan hutan secara alam adalah praktikan


mengetahui dapat mengetahui dan memahami metode permudaan hutan dengan
cara buatan (artificial regeneration) dan faktor yang berpengaruh pada permudaan
tersebut.

B. TINJAUAN PUSTAKA

Sistem silvikultur adalah proses penanaman, pemeliharaan, penebangan,


penggantian komposisi tegakan hutan untuk menghasilkan produksi kayu atau
hasil hutan lainnya. Dalam konsep silvikultur, penebangan merupakan tindakan
untuk melakukan proses peremajaan hutan dengan memungut atau menebang
pohon-pohon pada diameter tertentu atau yang telah masak tebang. Penebangan
akan membuka ruang yang dapat memberikan kesempatan memacu pertumbuhan
anakan alam terutama jenis-jenis yang toleran terhadap cahaya, sehingga akan
memperkaya komposisi dan keanekaragaman jenis. Penerapan sistem silvikultur
yang sesuai dapat meningkatkan nilai hutan, baik kuantitas maupun kualitas
(Mawazin dan Subiakto, 2013).

2
Permudaan merupakan suatu proses peremajaan kembali dari pohon-pohon
penyusun tegakan yang telah mati secara alami atau karena dipanen manusia. Di
dalam Kehutanan dikenal dua jenis metoda permudaan yaitu Permudaan Alam
(Natural Regeneration) dan Permudaaan Buatan (Artificial Regeneration). Metode
permudaan inipun dapat dilakukan dengan 3 metode utama yaitu penaburan biji
secara alami, penanaman biji secara langsung, dan penanaman dengan bibit
(Suryo,2012).

Permudaan buatan adalah suatu proses peremajaan kembali dari suatu


tegakan yang dilakukan manusia. Pada umumnya dilakukn pada areal bekas tebang
habis, bekas jalan dan tempat penimbunan kayu atau pada areal non-produktif baik
di dalam kawasan maupun diluar kawasan hutan. Tujuan utamanya dilandasi 2 hal
yaitu hal-hal yang berhubungan dengan masalah sosial-ekonomis dan hal-hal yang
berhubungan dengan masalah ekologis. Tujuan ekonomis didorong oleh suatu
kenyataan bahwa manusia sangat membutuhkan kayu dalam hidupnya seperti kayu
perkakas untuk membangun rumah, perabotan rumah tangga, kayu baker, kayu
untuk industri pulp dan kertas dan lain-lain. Dengan meningkatnya penduduk dan
perekonomian dunia, permintaan akan kayu terus meningkat. Kontinuitas
ketersediaan bahan kayu tentunya harus terjamin, untuk itulah permudaan secara
buatan dilakukan oleh manusia. Dengan permudaan ini produktivitas tegakan
dapat ditingkatkan (Adriana,2010).

Permudaan buatan dengan menggunakan bibit tanaman merupakan


permudaan paling penting dan paling umum digunakan dalam pembangunan hutan
tanaman intensif. Keuntungan permudaan buatan adalah kemungkinan untuk
mengatur kerapatan, jarak tanam, komposisi jenis dan penggunaan bibit unggul
secara lebih tepat. Penyeragaman jenis dan ukuran pohon juga dapat dilakukan
melalui pendekatan yang paling mungkin dengan berbagai perlakuan yang
sedemikian rupa sehingga dapat mengurangi biaya investasi dan mengurangi
kesulitan dalam pengolahan kayu (Suseno dan Edris, 1996).

3
Pelaksanaan permudaan ini bisa dilaksanakan dengan dua metode yaitu
berdasarkan pengupahannya dan berdasarkan teknik kulturnya. Metode
pertanaman hutan berdasarkan cara pengupahan dapat dibedakan borongan dan
bayar harian pada cemplongan, tumpangsari, komplangan. Metode pertanaman
berdasarkan kulturnya dibedakan menjadi cemplongan , tugal, dan jalur penyekat
(Daniel dan Baker,1992).

Permudaan hutan buatan (artificial regeneration) yaitu permudaan hutan


yang dilakukan oleh manusia secara buatan. Jadi hampir seluruh kegiatan
sepenuhnya ditangani oleh manusia, sejak muali perencanaan, pembibitan,
penanaman, pemeliharaan hingga penebangan. Pada umumnya dilakukan pada
areal bekas tebang habis, bekas jalan, dan tempat penimbunan kayu atau areal non-
produktif baik didalam kawasan maupun diluar kawasan hutan. Menurut Ngadiono
(2004) ada 2 teknik penyemaian dalam permudaan buatan, yaitu pertama
permudaan buatan dengan penyemaian langsung (artificial regenerationby direct
seedling). Keuntungan dari sistem ini adalah tenaga kerja sedikit dan cocok untuk
daerah yang berbukit yang sulit dijangkau; tidak memerlukan persemaian yang
kompleks, jalan, dan alat transportasi untuk mensuplai seedling; bisa dilakukan
dari udara dengan menggunakan pesawat udara; dan jika berhasil, umumnya lebih
murah dari sistem dengan menggunakan planting. Sedangkan, kerugian dari sistem
ini antara lain, membutuhkan peralatan dan fasilitas pengumpulan dan
penyimpanan benih; terbatas pada jenis-jenis yang dapat beradaptasi dengan
kondisi cuaca dan kondisi lapang; bahan kimia biasa digunakan untuk merangsang
atau mempermudah proses germinasi yang dapat berbahaya bagi manusia dan
hewan. Kemudian, yang kedua adalah permudaan buatan dengan penyemaian di
persemaian. Permudaan ini dapat dilakukan dengan cara bibit tanaman dipelihara
di persemaian sebelum dilakukan penanaman. Bibit dari hutan alam dapat
digunakan sebagai sumber bibit, tetapi sebelum penanaman dipeliahara di
persemaian. Permudaan buatan ini dapat dilaksanakan terutama pada tanah-tanah
gundul, tanah bekas tebangan, kawasan konsesi luar Jawa, dan hutan yang
diinginkan di konversi dengan jenis lain.

4
C. METODE

Waktu dan tempat

Praktikum silvikultur acara IX mengenai kesesuaian jenis tanaman dengan


tapak dilakukan di Hutan Pendidikan Wanagama I, Yogyakarta pada hari Sabtu,
28 Oktober 2017.

Alat dan bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah tali/meteran,


pitameter/diameter tape, hagameter, dan kompas. Sedangkan bahan yang
digunakan yakni tanaman jati dengan metode cemplongan dan tumpangsari di
Petak 13.

Cara kerja

Pada praktikum silvikultur kali ini, dilakukan beberapa langkah kerja.


Pertama, tegakan yang ada di Wanagama I Gunungkidul, dengan cara dibuat 2
petak ukur (PU) dengan ukuran 20 m x 25 m pada tanaman muda jati (satu PU
pada tanaman dengan metode cemplongan, dan PU yang lain pada metode
tumpangsari). Kemudian, dihitung % jati tanaman tersebut. Setelah itu, diamati
berapa jarak tanamnya. DBH (Diameter Breast High) dan tinggi tanaman jati
tersebut diukur. Terakhir, diamati kesehatan tanaman tersebut.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Tabel 1. Permudaan Hutan secara Buatan

No. No. Tinggi Keliling Diameter


PU Pohon (m) (cm) (m) Kesehatan
Baris
1 1 19 46 0.146 Daun berlubang
2 19 48 0.153 Daun berlubang
3 20 48 0.153 Daun berlubang
4 20 53 0.169 Daun berlubang
5 20 50 0.159 Daun berlubang

5
6 21 53 0.169 Daun berlubang
7 20 55 0.175 Daun berlubang
8 19 53 0.169 Daun berlubang
9 19 48 0.153 Daun berlubang
10 18 52 0.166 Daun berlubang
11 18 57 0.182 Daun berlubang
12 17 49.5 0.158 Daun berlubang
Baris
2 13 19 60 0.191 Daun berlubang
14 19 62 0.197 Daun berlubang
15 20 38 0.121 Daun berlubang
16 18 45 0.143 Daun berlubang
17 20 65 0.207 Daun berlubang
18 21 62 0.197 Daun berlubang
19 22 60 0.191 Daun berlubang
20 18 55 0.175 Daun berlubang
21 19 53 0.169 Daun berlubang
22 20 47 0.150 Daun berlubang
23 19 52 0.166 Daun berlubang
24 22 55 0.175 Daun berlubang
Baris
3 25 18 59 0.188 Daun berlubang
26 17 68 0.217 Daun berlubang
27 17 55 0.175 Daun berlubang
28 17 45 0.143 Daun berlubang
29 19 53 0.169 Daun berlubang
30 20 64 0.204 Daun berlubang
31 20 50 0.159 Daun berlubang
32 20 52 0.166 Daun berlubang
33 21 52 0.166 Daun berlubang
34 20 56 0.178 Daun berlubang
35 20 60 0.191 Daun berlubang
36 19 52 0.166 Daun berlubang
Baris
4 37 17 65 0.207 Daun berlubang
38 18 63 0.201 Daun berlubang
39 17 54 0.172 Daun berlubang
40 19 60 0.191 Daun berlubang
41 18 52 0.166 Daun berlubang
42 18 62 0.197 Daun berlubang

6
43 17 48 0.153 Daun berlubang
44 18 47 0.150 Daun berlubang
45 19 66 0.210 Daun berlubang
46 18 52 0.166 Daun berlubang
47 18 60 0.191 Daun berlubang
48 18 55 0.175 Daun berlubang
1 1 13 50 0.159235669 daun berlubang
2 12 38 0.121019108 ulat daun, rayap
3 12 31 0.098726115 ulat daun
4 13 31 0.098726115 ulat daun , rayap
5 13 39 0.124203822 ulat daun
6 12 29 0.092356688 ulat daun
7 12 31 0.098726115 ulat daun
8 12 30 0.095541401 ulat daun
9 12 28 0.089171975 ulat daun
10 13 24 0.076433121 ulat daun, liana
11 13 16 0.050955414 ulat daun
12 12 35 0.111464968 ulat daun
13 12 60 0.191082803 sehat
14 12 60 0.191082803 sehat
15 12 62 0.197452229 ulat daun
16 12 58 0.184713376 ulat daun
17 12 57 0.181528662 ulat daun
18 12 22 0.070063694 ulat daun
19 13 66 0.210191083 ulat daun
20 13 50 0.159235669 ulat daun
21 14 56 0.178343949 ulat daun
22 12 62 0.197452229 ulat daun
23 12 49 0.156050955 ulat daun, rayap
24 11 55 0.175159236 ulat daun, rayap
25 12 58 0.184713376 ulat daun, rayap
26 12 51 0.162420382 ulat daun, rayap
27 12 66 0.210191083 ulat daun, rayap
28 13 29 0.092356688 ulat daun, rayap
29 13 42 0.133757962 ulat daun
30 12 27 0.085987261 ulat daun, rayap
31 12 67 0.213375796 ulat daun, rayap
2 32 12 60 0.191082803 rayap,ulat daun
33 12 64 0.203821656 rayap,ulat daun

7
34 12 56 0.178343949 rayap,ulat daun
35 13 44 0.140127389 ulat daun
36 13 58 0.184713376 ulat daun
37 12 56 0.178343949 rayap,ulat daun
38 11 54 0.171974522 rayap,ulat daun
39 12 55 0.175159236 rayap,ulat daun
40 14 49 0.156050955 ulat daun
41 13 61 0.194267516 rayap,ulat daun
42 13 53 0.168789809 ulat daun
43 13 49 0.156050955 ulat daun
44 12 59 0.187898089 rayap,ulat daun
45 12 36 0.114649682 ulat daun
46 12 49 0.156050955 ulat daun
47 12 52 0.165605096 rayap,ulat daun
48 12 56 0.178343949 rayap,ulat daun
12-14
1 1 0,14
meter
12-14
2 0,17
meter
12-14
3 0,22
meter
12-14
4 0,21
meter
12-14
5 0,17
meter
12-14
6 0,22
meter
12-14
7 0,15
meter
12-14
8 0,14
meter
12-14
9 0,15
meter
12-14
10 0,18
meter
12-14
11 0,24
meter
12-14
12 0,22
meter
12-14
13 0,17
meter
12-14
14 0,17
meter

8
12-14
15 0,16
meter
12-14
16 0,18
meter
12-14
17 0,19
meter
12-14
18 0,08
meter
12-14
19 0,18
meter
12-14
20 0,20
meter
12-14
21 0,19
meter
12-14
22 0,19
meter
12-14
23 0,20
meter
12-14
24 0,15
meter
12-14
25 0,15
meter
12-14
26 0,18
meter
12-14
27 0,23
meter
12-14
28 0,16
meter
12-14
29 0,17
meter
12-14
30 0,17
meter
12-14
31 0,22
meter
12-14
32 0,17
meter
12-14
33 0,19
meter
12-14
34 0,10
meter
12-14
35 0,20
meter
12-14
36 0,18
meter

9
12-14
37 0,22
meter
12-14
38 0,20
meter
12-14
39 0,15
meter
12-14
40 0,19
meter
12-14
41 0,22
meter
12-14
42 0,23
meter
12-14
43 0,23
meter
12-14
44 0,24
meter
12-14
45 0,17
meter
12-14
46 0,17
meter
12-14
47 0,17
meter
12-14
48 0,15
meter
4 1 14 55 0.175159236 Daun Berlubang
2 13 43 0.136942675 Liana
3 14 67 0.213375796 Sehat
4 12 28 0.089171975 Semut, Daun Berlubang
5 13 35 0.111464968 Semut
6 13 24 0.076433121 Rayap
7 13 30 0.095541401 Daun Kering dan Jarang
8 11 25 0.079617834 Sehat
9 12 29 0.092356688 Rayap
10 13 29 0.092356688 Rayap
11 14 50 0.159235669 Sehat
12 12 65 0.207006369 Sehat
13 13 45 0.143312102 Daun Berlubang
14 14 73 0.232484076 Ulat Daun
15 16 75 0.238853503 Semut
16 15 48 0.152866242 Liana
17 12 34 0.108280255 Rayap
18 13 66 0.210191083 Liana

10
19 14 44 0.140127389 Sehat
20 13 17 0.054140127 Semut
Daun Berlubang, Cabang
21 12 25 0.079617834 Patah
22 14 58 0.184713376 Sehat
23 14 57 0.181528662 Sehat
24 13 42 0.133757962 Sehat
25 13 25 0.079617834 Rayap
26 12 43 0.136942675 Ulat Daun
27 12 58 0.184713376 Rayap
28 14 46 0.146496815 Sehat
29 13 47 0.149681529 Sehat
30 15 39 0.124203822 Semut
31 14 59 0.187898089 Cabang Patah, Semut
1 10 58 0.184713376
2 11 65 0.207006369
3 9.5 56 0.178343949
4 10.5 62 0.197452229
5 10 55 0.175159236
Baris 6 9 66 0.210191083
sehat
1 7 9 69 0.219745223
8 9 69 0.219745223
9 10 68 0.21656051
10 11.5 80 0.25477707
11 8 99 0.315286624
12 8 53 0.168789809
1 10.5 44 0.140127389
2 12 70 0.222929936
3 10 71 0.22611465
4 8 65 0.207006369
5 9.5 62 0.197452229
baris 6 9 65 0.207006369
sehat
2 7 10 65 0.207006369
8 11 58 0.184713376
9 12 59 0.187898089
10 10 53 0.168789809
11 9 61 0.194267516
12 8 58 0.184713376
1 12 53 0.168789809 sehat

11
2 11 64 0.203821656
3 8.5 55 0.175159236
4 9.5 54 0.171974522
5 10 59 0.187898089
6 11.5 57 0.181528662
baris
7 10 51 0.162420382
3
8 11 54 0.171974522
9 12 52 0.165605096
10 11 46 0.146496815
11 9.5 65 0.207006369
12 9 61 0.194267516
1 9 74 0.23566879
2 10 43 0.136942675
3 11.5 62 0.197452229
4 11 58 0.184713376
5 10 54 0.171974522
baris 6 9.5 62 0.197452229
sehat
4 7 12 57 0.181528662
8 9 64 0.203821656
9 10 65 0.207006369
10 8.5 47 0.149681529
11 11.5 57 0.181528662
12 12 54 0.171974522
1 15 62 0.197 Sehat
2 14 62 0.197 Sehat
3 15 53 0.169 Sehat
4 16 55 0.175 Sehat
5 14 54 0.172 Sehat
6 15 50 0.159 Sehat
7 14 49 0.156 Sehat
8 13 40 0.127 Bengkok
9 13 34 0.108 Bengkok
10 14 46 0.146 Bengkok
11 13 43 0.137 Bengkok
12 14 60 0.191 Sehat
13 12 49 0.156 Daun berlubang, bengkok
14 12 59 0.188 Sehat
15 12 58 0.185 Daun berlubang, bengkok
16 12 47 0.150 Sehat

12
17 12 46 0.146 Bengkok
18 12 41 0.131 Bengkok
19 12 27 0.086 kecil, bengkok
20 13 40 0.127 Bengkok
21 12 52 0.166 Sehat
22 12 50 0.159 Rusak
23 9 53 0.169 Sehat
24 13 67 0.213 Sehat
25 13 60 0.191 Sehat
26 13 63 0.201 Sehat
27 13 58 0.185 Sehat
28 13 58 0.185 Sehat
29 13 56 0.178 Sehat
30 13 35 0.111 Sehat
31 13 55 0.175 Sehat
32 12 51 0.162 Sehat
33 12 50 0.159 Sehat
34 12 52 0.166 Sehat
35 12 49 0.156 Sehat
36 12 51 0.162 Sehat
37 12 50 0.159 Sehat
38 13 52 0.166 Sehat
39 12 49 0.156 Sehat
40 12 61 0.194 Sehat
41 12 62 0.197 Sehat
42 12 60 0.191 Sehat
43 12 68 0.217 Sehat
44 12 64 0.204 Sehat
45 13 60 0.191 Sehat
46 13 50 0.159 Sehat
47 13 50 0.159 Sehat
48 13 61 0.194 Sehat
1 11.5 0.098 Sehat
2 14 0.217 Sehat
3 19 0.2061 Sehat
4 10 0.1529 Sehat
5 19 0.2325 Sehat
6 15 0.204 Sehat
7 12 0.178 Sehat

13
8 13 0.21 Sehat
9 13 0.198 Sehat
10 15 0.194 Sehat
11 15 0.204 Sehat
12 15 0.172 Sehat
13 11 0.2038 Sehat
14 16 0.1942 Sehat
15 17 0.2452 Sehat
16 15 0.2004 Sehat
17 11 0.2356 Sehat
18 12.5 0.1974 Sehat
19 18 0.2054 Sehat
20 13 0.239 Sehat
21 14 0.2102 Sehat
22 10 0.248 Sehat
23 15 0.236 Sehat
24 16 0.229 Sehat
25 16 0.194 Sehat
26 18 0.166 Sehat
27 17 0.233 Sehat
28 17 0.252 Sehat
29 17 0.242 Sehat
30 16 0.264 Sehat
31 11 0.172 Sehat
32 14 0.188 Sehat
8 1 12 0.21 +
2 12 0.19 -
3 12 0.22 -
4 12 0.207 -
5 12 0.188 -
6 12 0.216 -
7 12.5 0.2 -
8 12.5 0.197 +
9 12 0.163 -
10 12 0.1815 +
11 12 0.178 +
12 12.5 0.204 -
13 12 0.175 +
14 12 0.188 +

14
15 13 0.1815 +
16 12.5 0.188 +
17 12 - mati
18 12 0.156 -
19 12 0.182 -
20 12.5 0.15 +
21 12 0.207 +
22 12.5 0.153 -
23 12 0.175 +
24 12 0.172 +
25 13 0.2038 +
26 12.5 0.191 -
27 12 0.1783 -
28 12 0.2133 +
29 12 0.2006 -
30 12.5 0.2101 +
31 12 0.1783 -
32 12 0.1878 -
33 12 0.207 -
34 13 0.1942 -
35 12.5 0.2133 -
36 12 0.1878 -
37 12 0.1687 -
38 12 0.1783 -
39 12.5 0.1847 -
40 12 0.1781 -
41 12.5 0.1401 -
42 12 0.2181 -
43 12 0.2261 -
44 13 0.2292 -
45 12.5 0.2006 -
46 12 0.1815 -
47 12 0.2006 -
48 12 0.207 -

Pembahasan
Pada praktikum ini telah dilakukan pengamatan pada permudaan hutan
secara buatan di Hutan Pendidikan Wanagama I Gunungkidul di petak 13,

15
sehingga dapat mengetahui metode dan faktor yang berpengaruh pada permudaan
tersebut. Permudaan merupakan suatu proses peremajaan kembali dari pohon-
pohon penyusun tegakan yang telah mati secara alami atau karena dipanen
manusia. Permudaan buatan adalah suatu proses peremajaan kembalidari suatu
tegakan yang dilakukan manusia. Pada umumnya dilakukn pada areal bekas tebang
habis, bekas jalan dan tempat penimbunan kayu atau pada areal non-produktif baik
di dalam kawasan maupun diluar kawasan hutan. Jadi, hampir seluruh kegiatan
sepenuhnya ditangani oleh manusia, sejak muali perencanaan, pembibitan,
penanaman, pemeliharaan hingga penebangan. Pada umumnya dilakukan pada
areal bekas tebang habis, bekas jalan, dan tempat penimbunan kayu atau areal non-
produktif baik didalam kawasan maupun diluar kawasan hutan.
Permudaan buatan dipilih karena biasanya pada area yang akan diterapkan
tersebut telah memiliki tujuan pengelolaan yang khusus, seperti berupa
pemanfaatan hutan sebagai hutan tanaman industri. Dengan tujuan khusus yang
telah ditetapkan tersebut, maka dapat direncanakan bagaiaman pengelolaan untuk
kawasan tersebut, mulai dari perencanaan, pembibitan, jenis tanaman, umur, jarak
tanam, penanaman, tindakan silvikulturnya, hingga penebangan.
Pelaksanaan permudaan ini bisa dilaksanakan dengan dua metode yaitu
berdasarkan pengupahannya dan berdasarkan teknik kulturnya. Metode
pertanaman hutan berdasarkan cara pengupahan dapat dibedakan borongan dan
bayar harian pada cemplongan, tumpangsari, komplangan. Metode pertanaman
berdasarkan kulturnya dibedakan menjadi cemplongan , tugal, dan jalur penyekat.
Tumpangsari merupakan pola pembangunan hutan tanaman dengan
menggabungkan tanaman hutan sebagai tanaman pokok dengan tanaman pertanian
atau tanaman semusim pada suatu areal dalam waktu yang sama. Pesanggem tidak
diberi upah, tetapi diberi hak untuk menanam lokasi tersebut dengan tanaman
pertanian dan mengambil hasilnya untuk dirinya sendiri. Cemplongan adalah suatu
sistem permudaan buatan dimana pengolahan tanah untuk tanaman pokok
dilakukan dengan membuat lubang-lubang tanam. Petani yang mengelola akan
mendapatkan upah kerja berdasarkan penanaman yang dilakukan. Upah dapat
diperoleh berdasarkan tiap lubang yang dibuat atau diperoleh tiap hari. Pada sistem

16
ini petani tidak diperbolehkan untuk menanam tanaman semusim di sela-sela
tanaman pokok.
Terdapat kelebihan dan kekurangan dalam metode-metode tersebut.
Kelebihan tumpangsari adalah permudaan buatan dapat dilakukan dengan biaya
yang murah, hasil panen yang didapat beragam, mampu memanfaatkan potensi
lahan dengan maksimal, dan dari segi sosial metode ini akan memberikan
pekerjaan bagi masyarakat dan mengatasi pengangguran. Sedangkan,
kekurangannya adalah menyebabkan produktivitas tanah menurun, bahaya
penyakit hutan (gulma) yang tinggi, kompetisi antar tanaman tinggi, serta tanah
lokasi sistem tumpangsari menjadi lebih mudah tererosi. Sementara kelebihan dari
cemplongan adalah cocok untuk diterapkan di lahan yang tidak terbuka dan tidak
diolah secara intensif. Kelebihan sistem cemplongan adalah produktivitas tanah
jangka panjang akan lebih terjaga, lebih tahan terhadap penyakit (gulma), tanaman
pokok tidak memiliki pesaing, dan tanah akan lebih terjaga dari erosi.
Kelemahannya adalah pemanfaatan lahan yang tidak maksimal, hasil panen yang
tidak beragam, serta membutuhkan biaya untuk upah petani.
Kemudian, kelebihan dari permudaan buatan ini adalah perencanaan dan
penanganan suatu kawasan telah ditetapkan dengan jelas, sehingga pelaksanannya
lebih mudah karena tinggal mengikuti rencana yang telah ditetapkan, ruang tanam
yang ada dapat dimanfaatkan sebaik mungkin (dengan sistem tumpangsari), dan
tanaman akan tersebar dengan merata dengan jarak tanam yang sama, sehingga
akan menghindari persaingan yang berlebihan. Sedangkan, kelemahan dari
permudaan buatan adalah pelaksanannya cukup rumit karena membutuhkan
berbagai perencanaan. Selain itu dibutuhkan tenaga untuk mengelola permudaan
buatan, sehingga biaya yang diperlukan juga cukup banyak karena banyak
tindakan yang harus dilakukan dan perlu untuk memberi upah pada petani yang
mengelola.
Berdasarkan hasil yang diperoleh, diketahui bahwa sebagian besar pohon
Jati mega yang berada di Hutan Pendidikan Wanagama I Gunungkidul di Petak 13
dalam kondisi tidak sehat. Hal ini, karena disebabkan oleh serangan hama dan
penyakit, hama disini antara lain, ulat daun, semut, dan rayap, serta tumbuhan

17
seperti liana. Usaha yang dapat dilakukan dalam menangani hal tersebut antara lain
dengan memberi kapur pada pangkal batang, permberian insektisida granuler (G)
pada lubang tanam ketika penanaman khususnya pada lokasi yang endemik/rawan
rayap, menaburkan abu kayu di pangkal batang pada waktu penanaman,
menghilangkan sarang-sarang hama terebut, dan mengurangi kerusakan mekanis
pada perakaran dalam sistem tumpang sari.

D. PENUTUP

Kesimpulan

Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa metode


permudaan buatan dibagi menjadi dua yaitu metode berdasarkan pengupahannya
(seperti borongan, tumpangsari dan komplangan) dan metode berdasarkan teknik
(seperti cemplongan, tugal dan jalur penyekat). Kemudian, faktor yang
mempengaruhi permudaan antara lain tingkat kerusakan (berat, sedang, ringan)
kondisi vegetasi, topografi, jenis tanah/habitat, iklim (curah hujan, temperatur,
angin), frekuensi perusakan, dan interfensi manusia.

Saran
Dalam pelaksanaan praktikum acara ini sudah dilaksanakan dengan baik.
Namun waktu mulai pelaksanaannya molor dari waktu yang dijadwalkan. Jadi
untuk kedepannya mohon dapat dipersiapkan dengan baik entah dari segi
persiapan alat dan bahan maupun segi materinya.

DAFTAR PUSTAKA

Adriana. 2010. Bahan Ajar Silvikultur. Fakultas Kehutanan UGM, Yogyakarta

Daniel,T.W., Helms, J.A., dan Baker, F.S. 1992. Prinsip-Prinsip Silvikultur.


Universita Gadjah Mada Press, Yogyakarta.

18
Mawazin., dan Subiakto, A. 2013. Keanekaragaman Dan Komposisi Jenis Permudaan
Alam Hutan Rawa Gambut Bekas Tebangan Di Riau. Jurnal Rehabilitasi
Hutan, 1 (1) : 59-73.

Ngadiono. 2004. 35 Tahun Pengelolaa Hutan Indonesia : Refleksi dan Prospek.


Yayasan Adi Sanggoro, Bogor.

Suseno, O.H., dan Edris, I. 1996. Silviks. Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta.

19

Anda mungkin juga menyukai