Anda di halaman 1dari 119

MOTIVASI DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DESA BEJI

DALAM PENGELOLAAN HUTAN WONOSADI


DI KECAMATAN NGAWEN, KABUPATEN GUNUNGKIDUL
SKRIPSI

Disusun oleh:
Nama : Hajar Kesawa Jati
NIM : 12/334241/KT/07356

FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2017
MOTIVASI DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DESA BEJI
DALAM PENGELOLAAN HUTAN WONOSADI
DI KECAMATAN NGAWEN, KABUPATEN GUNUNGKIDUL

SKRIPSI

Diajukan Kepada
Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada
Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-syarat
Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Kehutanan

Oleh :
HAJAR KESAWA JATI
12/334241/KT/07356

FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2017

i
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melipahkan

rohmat, hidayah dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

dengan judul Motivasi dan Partisipasi Masyarakat Desa Beji dalam Pengelolaan

Hutan Wonosadi di Kecamatan Ngawen, Kabupaten Gunungkidul. Penulis

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Budiadi, S.Hut., M.Agr. selaku Dekan Fakultas Kehutanan,

Universitas Gadjah Mada.

2. Dr. Ahmad Maryudi, S.Hut., M.For. selaku Ketua Jurusan Manajemen

Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada.

3. Rohman, S.Hut., M.P. selaku dosen pembimbing akademik yang telah

memberikan bimbingan, arahan, dan masukan terkait perkuliahan.

4. Bowo Dwi Siswoko, S.Hut., M.A. selaku Dosen Pembimbing Skripsi

yang telah memberikan bimbingan, arahan dan masukan selama proses

penyelesaian skripsi ini.

5. Teguh Yuwono, S.Hut., M.Sc. dan Slamet Riyanto, S.Hut., M.Si. selaku

Dosen Penguji Skripsi yang telah memberikan masukan untuk skripsi ini.

6. Pemerintah Daerah Gunungkidul yang memberikan izin untuk penelitian

di Hutan Wonosadi.

7. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Gunungkidul yang

memberikan data sekunder.

iv
8. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Gunungkidul atas segala

informasi yang telah diberikan dan bantuannya.

9. Pemerintah Desa Beji atas segala informasi yang telah diberikan dan

bantuannya.

10. Masyarakat Desa Beji, atas segala informasi yang telah diberikan dan

bantuannya.

11. Teman-teman Fakultas Kehutanan yang telah memberi dukungan moril

dan materiil dalam proses pengerjaan skripsi.

12. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang

telah memberikan bantuan dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun, agar hasil

tulisan penulis di masa mendatang dapat lebih baik. Semoga skriripsi ini dapat

bermanfaat bagi semua pihak.

Yogyakarta, Desember 2016

Hajar Kesawa Jati

v
HALAMAN PERSEMBAHAN

Alhamdulillah..Alhamdulillah..Alhamdulillahirobbil’alamin..
Sujud syukurku kusembahkan kepadamu ALLAH SWT yang telah
memberikan segala kejernihan pikiran, kemudahan dan kelancaran
dalam perkuliahan dari awal sampai penyelesaian skripsi ini. Semoga
keberhasilan ini menjadi satu langkah awal bagiku untuk meraih cita-
cita besarku.

Spesial Thanks to:


1. Kedua Orang tua saya (Bapaku Prof. Dr. Joko Siswanto,
M.Hum. dan Ibuku Warsini) yang telah memberikan doa,
dukungan semangat, moril maupun materil yang tidak bisa di
hitung dengan angka yang jumalahnya sangat banyak.
2. Masku Satria Pinandita dan adek adeku Bagus Birowo Anurogo
dan Ganendra Wistara yang setiap aku ujian selalu tak marahi
karena tidak bisa konsentrasi kalau keadaan ramai, haha
3. Mbah Kakung-Putri Warmo Wiyono yang tiada henti mendoakan
cucu-cucunya
4. Pak Bowo yang membimbing, mengarahkan, memberi masukan dan
nasehat skripsi saya, sampai 7x revisi draft
5. Teman-Teman KUPURU (Faisal, Imed, Hashandy, Yogi, Bayu, Bagus,
Hanif, Budi, Landung, Alfian, Adabi, Angga, Lutfi swift, Andy dll)
yang menjadi teman dari awal sampai lulus. Sing senengane “nyamun”,
kwkw. Pokoke kabeh kudu sukses yooo cah, kerjo mapan, aminnn

vi
6. Pak Armaidi Guruk BP SMA yang memaksa saya masuk jurusan IPA,
tanpa Bapak saya tidak bakal lulus di jurusan Kehutanan ini, smoga
sehat selalu ngih pak, nasihat Bapak tidak bakal saya lupakan.
7. Teman-teman kelompok PU Getas (Bayu, Upik, Tata, mas Ndaru, Fina,
Ratri dan Diana) yang luar biasa memberi pengalaman,
8. Teman Teman WEKAS WARIOR (Dony, Mbak Mela, Mbak Vega,
Afry, Sabrina, Intan, Fatul, Gia dll) mengerjakan CASM dengan sabar
dan penuh hambatan ngulang-ngulang terus, ngerjain laporan dari pagi
sampi malam terus, sungguh perjuangan tapi akhirnaya suskses,
9. Teman-Teman Coast Pemanenan dan Bu Ratih yang memberikan
pengalaman dan penegtahuan beharga.
10. Teman-Teman KKN Kaliagung: Mas Iwan, Diana, Mbak Stef, Mbak
Dewi, Ainu, ADIT, Joko, Indra, Dara, mahen, Novia dll. yang telah
memberikan pengalaman mengesankan selama KKN berlansung
11. Teman-teman “Wowo Squad dan Arep Yudisium” Candra, Tyas, Joko,
Deny, Gia dll, tanpa ada grup itu tentu sulit komunikasi skripsian dan
nemoni Pak Bowo. Hha
12. Masyarakat Desa Beji dan pengeloa Hutan Wonosadi yang memberikan
informasi sehingga skripsi saya bisa lancar.
13. Teman Teman G-Fors 12 dan MH 12 yang menjadi teman kuliah selama
ini, semoga angkatan kita bisa sukses semua dan bisa diterima di kerja
yang diinginkan bahkan ada yang bisa menjadi pemimpin bangsa.
14. Semua teman-teman Youtubers, Badminton Lovers, True blue dan
Sleman Fans yang ada di Indonesia bahkan dunia. Semoga harapan
yang kita inginkan menjadi youtubers sukses, perbulutangkisan
INDONESIA bisa menguasai dunia lagi, CHELSEA & PSS SLEMAN
bisa juara dan jaya terus selama-lamanya. Aminnn

Allah sudah menyebarkan benih kesuksesan, dalam tempat dan waktu


yang tepat ketika suatu saat kita akan membutuhkan, kesuksesan
hidup dalam diri kita menunggu untuk Bersemi, Tumbuh dan
Berbunga.
Hasil tidak mengingkari usaha yang kita lakukan. Jadikanlah apa yang
diraih orang lain sebagai motivasi untuk anda. Yakinlah anda juga
pasti bisa, dan tetaplah bersyukur dengan apa yang telah anda miliki
saat ini.

https://www.youtube.com/c/hajarkesawajatijati
https://www.youtube.com/c/SportandFunny

vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ................................................................... iii
KATA PENGANTAR ............................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................... vi
DAFTAR ISI .............................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ..................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xii
INTISARI .................................................................................................. xiii
ABSTRACT ................................................................................................ xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................... 4
1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................... 4
1.4. Manfaat Penelitian.................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Motif dan Motivasi ................................................................... 5
2.2. Partisipasi ................................................................................. 12
2.3. Kearifan Lokal.......................................................................... 18
2.4. Hutan dan Pengelolaan Hutan .................................................. 19
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Metode Dasar ........................................................................... 25
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian.................................................... 26
3.3. Jenis Data ................................................................................. 27
3.4. Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 29
3.5. Cara Penetapan Informan ......................................................... 31
3.6. Analisis Data ............................................................................ 35
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1. Kondisi Umum Wilayah ........................................................ 39
4.2. Kondisi Umum Fisik .............................................................. 41
4.3. Penggunaan Lahan ................................................................. 41
4.4. Kependudukan ....................................................................... 42
4.5. Tingkat Pendidikan ................................................................ 42
4.6. Pekerjaan atau Mata Pencaharian .......................................... 44
4.7. Sarana Prasarana .................................................................... 45
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Pengelolaan Hutan Wonosadi .................................................. 47
5.2. Motivasi Masyarakat Desa Beji dalam Mengelola Hutan
Wonosadi.................................................................................. 54
5.2.1 Faktor-Faktor yang Mendorong Masyarakat Mengelola
Hutan Wonosadi ............................................................. 54
5.2.1.1 Faktor-Faktor dari Dalam Masyarakat Desa
Beji (Intrinsik) ..................................................... 55

viii
5.2.1.2 Faktor dari Luar Masyarakat Desa Beji
(Ekstrinsik) .......................................................... 60
5.2.2 Motivasi Kebutuhan Masyarakat dalam Mengelola
Hutan Wonosadi ............................................................. 63
5.2.2.1 Motivasi untuk Memenuhi Kebutuhan Fisiologis 64
5.2.2.2 Motivasi untuk Memenuhi Kebutuhan Akan
Rasa Aman .......................................................... 70
5.2.2.3 Motivasi untuk Memenuhi Kebutuhan Sosial..... 71
5.2.2.4 Motivasi untuk Memenuhi Kebutuhan Akan
Penghargaan ........................................................ 73
5.3 Partisipasi Masyarakat Desa Beji dalam Mengelola Hutan
Wonosadi.................................................................................. 79
5.3.1 Partispasi dalam Pengambilan Keputusan ...................... 80
5.3.2 Partisipasi dalam Pelaksanaan Pengelolaan.................... 82
5.3.3 Partisipasi dalam Pengambilam Manfaat ........................ 83
5.3.4 Partisipasi dalam Evaluasi .............................................. 85
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ............................................................................... 90
6.2 Saran .......................................................................................... 91
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 92
LAMPIRAN ............................................................................................... 95

ix
DAFTAR TABEL
Tabel
3.1 Data Informan ....................................................................................... 33
4.1 Kependudukan Desa Beji ...................................................................... 42
4.2 Tingkat Pendidikan ............................................................................... 43
4.3 Mata Pencaharian Penduduk Desa Beji ................................................ 44
4.4 Sarana Prasarana Pendidikan Desa Beji ................................................ 45
4.5 Prasarana Ibadah Desa Beji ................................................................... 46
5.1. Personal Pokdarwis Periode 2016-2018 .............................................. 86
5.2. Hubungan Motivasi dengan Partisipasi dalam
Mengelola Hutan Wonosadi ........................................................................ 88

x
DAFTAR GAMBAR
Gambar
2.1 Lima Tingkat Kebutuhan Pokok Manusia (Hirarki Kebutuhan) .......... 7
2.2 Tangga Partisipasi Arnstein .................................................................. 16
3.1 Model Analisis Interaktif Milles dan Hubberman ................................ 35
5.1 Papan Penunjuk Taman Keanekaragaman Hayati ................................ 52
5.2 Kondisi Hutan Wonosadi ...................................................................... 54
5.3.Bantuan dari Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan .......................... 61
5.4 Jalan setapak menuju Lembah Ngenuman Bantuan dari
Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan. ..................................................... 61
5.5 Ayunan yang di Buat Oleh Tim KKN-UGM 2016 .............................. 62
5.6. . Papan Penunjuk Petilasan Roro Resmi Onggo dan Loco yang di buat
Fakultas Filsafat UGM 2015 ....................................................................... 62
5.7 Papan Penunjuk yang di Buat Oleh Tim KKN-UGM 2016.................. 63
5.8 Bak Penampung Air dan Pipa di Rumah Bapak Tukimin Siswanto ..... 65
5.9 Selokan dan Pipa yang Di Buat Warga Desa Beji Untuk
Mengalirkan Air .......................................................................................... 66
5.10 Sawah Untuk Pertanian di Sekitar Areal Hutan Wonosadi ................. 67
5.11 Penunjuk Arah Pemancingan Moro Seneng yang di Buat
Warga Dusun Duren di Sekitar Hutan Wonosadi ...................................... 68
5.12 Kolam yang Ada di Sekitar Hutan Wonosadi Kepemilikan
Warga Dusun Duren .................................................................................... 68
5.13 Bak penampung Air di Areal Hutan Wonosadi .................................. 69
5.14 Pipa Penyalur Air di Areal Hutan Wonosadi ...................................... 69
5.15 Pemancingan Bawal yang di Buat warga Desa Beji di Areal
Hutan Wonosadi Untuk Menarik Wistawan Berkunjung ........................... 75
5.16 Sarana dan prsarana Penunjuk Arah Desa Wisata Hutan Wonosadi .. 75
5.17 Jalan Konblok Untuk Menambah Sarana dan Prasarana
Wisata Hutan Wonosadi.............................................................................. 76
5.18 Gazebo di areal Hutan Wonosadi Untuk Menarik
Wistawan Berkunjung ................................................................................. 76
5.19 Lima Tingkat Kebutuhan Pokok Manusia (Hirarki Kebutuhan) ....... 77
5.20 Sungai di Areal Hutan Wonosadi Untuk Menglirkan Air ................... 85

xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Interview Guide ....................................................................................... 96
2. Dokumentasi Pengambilan Data ............................................................. 98
3. Peta Administrasi Hutan Wonosadi ........................................................ 102
4. Peta Jenis Tanah Desa Beji ..................................................................... 103
5. Peta Penggunaan Lahan Desa Beji .......................................................... 104

xii
MOTIVASI DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DESA BEJI
DALAM PENGELOLAAN HUTAN WONOSADI
DI KECAMATAN NGAWEN, KABUPATEN GUNUNGKIDUL
Oleh
Hajar Kesawa Jat
Bowo Dwi Siswoko, S.Hut., M.A

INTISARI
Pada musim kemarau di Kabupaten Gunungkidul identik dengan
kekeringan, namun hal tersebut tidak terjadi di Desa Beji, Kecamatan Ngawen
karena adanya Hutan Wonosadi yang mengalirkan air sepanjang waktu.
Pengelolaan hutan yang dilakukan masyarakat didasarkan pada pengetahuan
tradisional atau kearifan lokal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui motivasi
dan partisipasi masyarakat Desa Beji dalam mengelola Hutan Wonosadi.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Penetapan
informan menggunakan snowball technique. Data yang diperoleh dengan cara
observasi lapangan, wawancara tak berstruktur secara mendalam dan studi
dokumentasi. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis data
kualitatif dengan tahapan: pengumpulan data, reduksi data, penyajian dan
penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa motivasi masyarakat Desa Beji
dalam mengelola Hutan Wonosadi dipengaruhi oleh 2 faktor yakni internal (umur,
pendidikan, pekerjaan dan keinginan, asa atau harapan masa depan dan kearifan
lokal budaya) serta eksternal (dukungan dari stekholder dan dinas terkait untuk
pengembangan Hutan Wonosadi). Hal-hal yang melatarbelakangi motivasi
masyarakat Desa Beji dalam mengelola Hutan Wonosadi yaitu untuk memenuhi
kebutuhan fisiologi berupa air; kebutuhan rasa aman berupa terhindar dari
bencana; kebutuhan sosial dan kebutuhan akan penghargaan berupa pariwisata
sebagai wisata penelitian dan rekreasi alam. Partisipasi Masyarakat Desa Beji
dalam mengelola Hutan Wonosadi yaitu partisipasi dalam pengambilan keputusan
berupa ide dan gagasan menjadikan Hutan Wonosadi lebih baik, maju dan
bermanfaat untuk kepentingan bersama; partispasi pelaksanaan berupa
keterlibatan masyarakat meliputi tenaga untuk mengelola Hutan Wonosadi;
partisipasi pengambilan manfaat untuk kepentingan kebutuhan sehari-hari dan
partisipasi evaluasi berupa evaluasi-evaluasi program pelaksanaan ataupun
evaluasi pengelolaan yang belum berjalan dengan baik dan maksimal.

Kata kunci: motivasi, partisipasi, masyarakat, hutan, pengelolaan

1. Mahasiwa Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada


2. Dosen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada

xiii
BEJI VILLAGE COMMUNITY’S MOTIVATION AND
PARTICIPATION IN WONOSADI FOREST MANAGEMENT
IN NGAWEN SUBDISTRICT, GUNUNGKIDUL REGENCY
By
Hajar Kesawa Jati1
Bowo Dwi Siswoko, S. Hut., M.A.2

ABSTRACT
In dry season, in Gunungkidul Regency it is associated with drought,
however it does not occur in Beji Village, Ngawen Subdistrict, because there is
Wonosadi Forest that drains the water through the time. Forest management done
by community is based on traditional knowledge or local wisdom. This research
aimed to understand Beji Village community’s motivation and participation in
managing Wonosadi Forest.

The method used in this research was case study. The informan
determination used snowball technique. The data were obtained by field
observation, unstructured depth interview, and documentation study. The analysis
method used qualitative data analysis with steps comprise of: data collection, data
reduction, conclusion determination and presentation.

The results showed that Beji Village community’s motivation in Wonosadi


Forest management was affected by two factor namely: internal (age, education,
job and aspiration, future hopes, and local cultural wisdom), as well as external
factor (support from stakeholders and related agencies in Wonosadi Forest
development). Reasons that motivation the local Beji Village community’s in
managing Wonosadi Forest were to fulfill the necessity of physiology which is
water; need of secure feeling which is got away from disaster; social needs and
need of acknowledgment which is tourism as research tourism and nature tourism.
Beji Village community’s participations in managing Wonosadi Forest were
participation in decision making which are ideas and initiatives to make Wonosadi
Forest better, advanced, and useful for collective interests; implementation
participation which is community involvement including manforce in managing
Wonosadi Forest; benefits retrieval participation for daily need interest; and
evaluation participation which is either program implementation evaluations or
evaluation on management that has not been executed in maximum and good way.

Keywords: motivation, participation, community, forest, management


1. Student of Forest Management Department Faculty of Forestry Universitas Gadjah Mada
2. Lecturer of Forest Management Department Faculty of Forestry Universitas Gadjah Mada

xiv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejarah pernah menunjukkan bahwa kerusakan hutan pernah terjadi ketika

terjadi pergolakan politik di masa lalu. Pada masa sekitar tahun 1960-1965 terjadi

paceklik. Petani tidak berpenghasilan karena pertanian mereka gagal total akibat

serangan tikus secara terus-menerus. Di samping itu propaganda organisasi PKI

yang kebetulan anggotanya adalah sebagian dari para perangkat desa pada saat itu

disinyalir memberi andil bagi kerusakan Hutan Wonosadi. Pada saat itu

masyarakat dibolehkan menebangi hutan sebagai bagian dari konsep kepemilikan

bersama dan dengan dalih sebagai upaya untuk menolong rakyat. Terjadilah

kegiatan penebangan dan sekaligus penggundulan hutan. Rakyat dengan serta

merta merusak hutan dan terkesan dilindungi oleh pimpinan mereka. Yang tersisa

hanya Lembah Ngenuman yang menjadi pusat Hutan Wonosadi. Dari rimbunnya

hutan di masa lalu, hanya tinggal lima batang kayu besar yang tersisa (Sartini,

2014).

Setelah terjadi penggundulan hutan mengakibatkan banjir kerikil dan

erosi. Sumber air mati dan masyarakat kekurangan air. Banyak sawah rusak

tertimbun kerikil. Pada musim kemarau petani tidak lagi dapat bertanam. Seiring

perubahan politik, pada masa Orde Baru pemerintahan mulai berjalan normal.

Kegiatan penghijauan digalakkan. Kemudian dibentuklah kelompok untuk

pemulihan hutan yang diberi nama Ngudi Lestari. Tujuan utama kegiatan ini

1
2

adalah menghutankan kembali Hutan Wonosadi yang telah rusak. Masyarakat

juga menyetujui kesepakatan untuk tidak merusak dan mencabut apa pun

tumbuhan kayu yang tumbuh secara alami. Tidak hanya menanam, masyarakat

berusaha untuk bergotong royong melakukan pengamanan hutan (Sartini, 2014).

Yang menarik dari Hutan Wonosadi adalah pada musim kemarau di

Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta selama ini identik dengan kekeringan, sulit

mendapatkan air dan tanhnya tandus. Namun, itu tidak berlaku di Desa Beji,

Ngawen, Gunungkidul, Yogyakarta. Ada Hutan Wonosadi yang terhampar hijau

seluas 25 ha. Di dalam Hutan Wonosadi ini, terdapat tiga mata air berdebit 18 liter

per detik yang mengalirkan air sepanjang waktu untuk berbagai keperluan antara

lain: Untuk minum, memasak, mandi dan mencuci tidak pernah kesulitan air,

Masyarakat mempunyai cara tersendiri (kearifan) dalam mengelola hutan dengan

tatanan aturan atau norma yang turunkan dari nenek moyang mereka dan sudah

diterapkan selama bertahun-tahun lalu yang dipatuhi dan ditaati oleh anggota

masyarakat tersebut, Untuk menjaga Hutan Wonosadi, masyarakat Desa Beji juga

secara khusus membentuk Jagawana Ngudi Lestari. Jagawana ini bertugas

menjaga hutan dari gangguan langsung perusakan hutan.

Pengelolaan Hutan Wonosadi dilakukan karena adanya motivasi yang

dilakukan oleh masyarakat Desa Beji, dengan tujuan untuk menjaga dan

melestarikan Hutan Wonosadi. Pengelolaan Hutan Wonosadi yang dilakukan

masyarakat Desa Beji didasarkan pada pengetahuan tradisional yaitu pengelolaan

kearifan lokal budaya, penjagaan, pemeliharaan dan penanaman pohon tambahan

yang melibatkan partisipasi semua warga Desa Beji. Pengetahuan tradisonal yang
3

diikuti tekad dan kemamuan untuk mengelola Hutan Wonosadi akan melahirkan

kearifan lokal yang berkembang dan dilestarikan.

Masyarakat melakukan pengelolaan Hutan Wonosadi tidak terlepas dari

adanya motif-motif untuk mendapat tujuan dan manfaat. Masyarakat yang tinggal

di daerah di daerah pedesaan yang berdampingan langsung dengan kawasan hutan

sudah selakyaknya memanfaatkan sumberdaya alam yang ada disekitarnya untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya

alam yang dilakukan masyarakat tentu dapat diakui adanya nilai positif maupun

negatif. Nilai positif tercemin dari terpenuhinya sumberdaya alam untuk

masyarakat lokal, sedangkan dampak negatifnya dapat dilakukan seglintir orang

dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang ada secara berlebihan dapat

merusak ekosistem di hutan tersebut.

Motivasi dan partisipasi masyarakat dalam mengelola Hutan Wonosadi

hendaknya perlu dikaji, hal ini dimaksudkan agar dapat memaksimalkan

pengelolaan hutan dan meminimalkan dampak negatif perusakan oleh masyarakat

yang kurang bertanggung jawab saat menglola Hutan Wonosadi. Pengelolaan

sumber daya hutan oleh masyarakat Desa Beji memiliki karakteristik yang unik,

masyarakatnya mengelola hutan dengan dasar kearifan lokal dan budaya. Faktor

yang mendasari pengelolaan sumberdaya hutan ini menarik untuk diteliti, tentang

motivasi dan partisipasi apa yang sudah dilakukan masyarakat desa untuk

mengelola Hutan Wonosadi.


4

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, akan muncul rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apa motivasi masyarakat Desa Beji dalam mengelola Hutan Wonosadi?

2. Apa bentuk partisipasi masyarakat Desa Beji dalam mengelola Hutan

Wonosadi?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

1. Motivasi masyarakat Desa Beji dalam mengelola Hutan Wonosadi.

2. Partisipasi masyarakat Desa Beji dalam mengelola Hutan Wonosadi.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Memperkaya khasanah keilmuan dan pengetahuan tentang Motivasi dan

Partisipasi masyarakat yang ada di masyarakat sekitar hutan.

2. Gambaran yang jelas tentang motivasi dan partisipasi masyarakat dalam

mengelola sumberdaya hutan serta sebagai bahan pertimbangan bagi

kebijakan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kabupaten Gunung

Kidul.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Motif dan Motivasi

Menurut Uno (2008) istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat

diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan

individu tersebut bertindak atau berbuat. Motif dapat bersumber dari fungsi

kognitif dan efektif. Fungsi kognitif menekankan pada kebutuhan manusia akan

informasi dan untuk mencapai tujuan tertentu. Motif ini mendorong manusia

untuk belajar dan ingin mengetahui. Motif efektif lebih menekankan aspek

perasaan dan kebutuhan individu untuk mencapai tingkat emosional tertentu.

Motif ini akan mendorong manusia untuk mencari dan menggapai kesenangan dan

kepuasan baik fisik, psikis, dan sosial dalam kehidupannya dan individu akan

menghayatinya secara subjektif. Pada lanjut usia motivasi baik kognitif maupun

efektif untuk mencapai atau memperoleh sesuatu cukup besar, namun motivasi

tersebut seringkali kurang memperoleh dukungan fisik maupun psikologis,

sehingga hal-hal yang diinginkan banyak berhenti di tengah jalan.

Pengertian motivasi menurut Uno (2008) adalah suatu perubahan energi di

dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya efektif dan reaksi untuk

mencapai tujuan. Motivasi merupakan dorongan yang terdapat dalam diri

seseorang untuk berusaha mengadakan perubahan tingkah laku yang lebih baik

dalam memenuhi kebutuhannya. Motivasi adalah fenomena kejiwaan yang

5
6

mendorong seseorang untuk bertingkah laku demi mencapai sesuatu yang

diinginkan atau yang dituntut lingkungannya.

Motivasi pada dasarnya muncul dari dalam diri, faktor luar hanyalah

pemicu munculnya motivasi tersebut. Motivasi dari luar adalah motivasi yang

pemicunya datang dari luar diri seseoarang. Motivasi dapat berupa motivasi

intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi yang bersifat intrinsik adalah apabila sifat

pekerjaan itu sendiri yang membuat sesoarang termotivasi, orang tersebut

mendapat kepuasan dengan melakuakan pekerjaan tersebut bukan karena

rangsangan lain seperti status apapun uang atau bisa juga dikatakan seoarang

melakuakan hobinya. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah elemen diluar

pekerjaan yang melekat dari pekerjaan tersebut menjadi faktor utama yang

membuat seorang termotivasi seperti kasus ataupun kompensasi (Maslow, 1993).

Menurut Maslow (1993) terdapat lima tingkat kebutuhan pokok manusia,

dimulai dari kebutuhan biologis dasar sampai motif psikologis yang lebih

kompleks, sedangkan kelima tingkatan kebutuhan pokok yag dimaksud dapat

dilihat pada gambar berikut:


7

Gambar 2.1 Lima Tingkat Kebutuhan Pokok Manusia (Hirarki Kebutuhan).


(Sumber: Maslow, 1993. Buku: Motivasi dan Kepribadian)

A. Fisiologis

Fisiologi adalah turunan biologi yang mempelajari bagaimana kehidupan

berfungsi secara fisik dan kimiawi. Fisiologi menggunakan berbagai metode

ilmiah untuk mempelajari biomolekul, sel, jaringan,organ, sistem organ, dan

organisme secara keseluruhan menjalankan fungsi fisik dan kimiawinya untuk

mendukung kehidupan. Kebutuhan fisiologi sangat mendasar, paling kuat dan

paling jelas dari antara sekian kebutuhan adalah untuk mempertahankan hidupnya

secara fisik. Yaitu kebutuhan untuk makan, minum,tempat tinggal, tidur dan

oksigen. Manusia akan menekan kebutuhannya sedemikian rupa agar kebutuhan

fisiologis (dasar)nya tercukupi.

Kebutuhan biasanya dijadikan titik tolak teori motivasi adalah dorongan

fisiologis, kebutuhan fisiologis dan kebutuhan konsumsif berfungsi sebagai


8

penyalur segala macam kebutuhan lainnya. Jadi, kebutuhan fisiologis ini adalah

kebutuhan yang paling kuat dalam memberi dorongan seseorang dalam

melakukan sesuatu. Apabila semua kebutuhan kurang dipenuhi, dan organisme itu

didominasi oleh kebutuhan pokok, kebutuhan lainnya tidak ada sama sekali atau

terdesak ke belakang. Kebutuhan pokok manusisawi yang tersusun dalam suatu

hierarki potensi yang relatif kuat.

B. Kebutuhan Akan Rasa Aman

Kebutuhan akan rasa aman ini biasanya terpuaskan pada orang-orang yang

sehat dan normal. Seseorang yang tidak aman akan memiliki kebutuhan akan

keteraturan dan stabilitas yang sangat berlebihan dan menghindari hal-hal yang

bersifat asing dan yang tidak di harapkannya, berbeda dengan orang yang merasa

aman dia akan cenderung santai tanpa ada kecemasan yang berlebih. Perlindungan

dari udara panas/dingin, cuaca jelek, kecelakaan, infeksi, alergi, terhindar dari

pencurian dan mendapatkan perlindungan hukum.

Kebutuhan dan keselamatan merupakan perilaku yang eksklusif yang

merupakan modal utama dalam usaha memuaskan kebutuhan. Kecenderungan

untuk mempunyai agama atau falsafah dunia yang menyusun alam semesta dan

manusia juga bermotivasi untuk pencarian keselamatan. Dalam lingkungan sosial

kebutuhan akan keselamatan ini menjadi sangat penting setiap kali terdapat

ancaman hukum, ketertiban, atau wewenang yang nyata, terutama terganggu oleh

ancaman terhadap wewenang, legaliatas, dan wakil-wakil hukum.


9

C. Kebutuhan Sosial (Kebutuhan akan Rasa Memiliki dan Rasa Cinta)

Apabila kebutuhan fisiologis dan keselamatan cukup terpenuhi, maka akan

muncul kebutuhan rasa cinta, kasih sayang, Manusia pada umumnya

membutuhkan perasaan bahwa mereka dicintai oleh keluarga mereka dan diterima

oleh teman sebaya dan masyarakat. Kebutuhan ini secara umum meningkat

setelah kebutuhan fisiologis dan keselamatan terpenuhi hanya pada saat individu

merasa selamat dan aman, mereka mempunyai waktu dan energi untuk mencari

cinta dan rasa memiliki serta untuk membagi cinta tersebut dengan orang lain.

Kebutuhan ini meliputi memberi dan menerima kasih sayang, perasaan dimiliki

dan hubungan yang berarti dengan orang lain, kehangatan, persahabatan, serta

mendapat tempat atau diakui dalam keluarga, kelompok dan lingkungan

sosialnya.

D. Kebutuhan Akan Penghargaan

Maslow menemukan bahwa setiap orang memiliki dua kategori kebutuhan akan

penghargaan yakni:

1. Harga Diri

Adalah penilaian terhadap hasil yang di capai dengan analisis, sejauh

mana memenuhi ideal diri. Jika individu selalu sukses maka cenderung

harga dirinya akan tinggi dan jika mengalami kegagalan harga diri menjadi

rendah. Harga diri di peroleh dari diri sendiri dan orang lain. Harga diri

meliputi kebutuhan akan kepercayaan diri, kompetensi, penguasaan,


10

kecukupan, prestasi, ketidak tergantungan dan kebebasan. Kebutuhan

harga diri meliputi:

 Menghargai diri sendiri

 Menghargai orang lain

 Dihargai orang lain

 Kebebasan yang mandiri

 Di kenal dan di akui

 Penghargaan

2. Penghargaan Dari Orang Lain

Meliputi prestis, pengakuan, penerimaan, perhatian, kedudukan, nama baik

serta penghargaan. Penghargaan dari orang lain sangat di perlukan dalam

kehidupan karena dengan penghargaan itu seseorang akan menjadi lebih

kreatif, mandiri, percayaakan diri sendiri dan juga lebih produktif.

Kebutuhan penghargaan dari orang lain meliputi :

 Kekuatan

 Pencapaian

 Rasa cukup

 Kompetisi

 Rasa percaya diri

 Kemerdekaan
11

E. Kebutuhan Aktualisasi Diri

Aktualisasi diri adalah kebutuhan naluriah pada manusia untuk melakukan

yang terbaik dari yang dia bisa. tingkatan tertinggi dari perkembangan psikologis

yang bisa dicapai bila semua kebutuhan dasar sudah dipenuhi dan

pengaktualisasian seluruh potensi dirinya mulai dilakukan.

Pada saat manusia sudah memenuhi seluruh kebutuhan pada semua

tingkatan yang lebih rendah , melalui aktualisasi diri di katakan bahwa mereka

mencapai potensi yang paling maksimal. Manusia yang teraktualisasi dirinya:

 Mempunyai kepribadian multi dimensi yang matang.

 Sering mampu mengasumsi dan menyelesaikan tugas yang banyak.

 Mencapai pemenuhan kepuasan dari pekerjaan yang di kerjakan dengan baik.

 Tidak tergantung secara penuh pada opini orang lain.

Di dalam hidup bermasyarakat tentu mempunyai perbedaan anatara

masyarakat satu dengan yang lainnya yang dapat memengaruhi dalam pengelolaan

Hutan Wonosadi. Adanya motivasi dipengaruhi faktor yang berasal dari dalam

maupun dari luar. Dari dalam dilihat dari terwujudnya tujuan-tujuan masyarakat

tersebut, sedangkan faktor dari luar, dilihat dari bagaimana motivasi masyarakat

diperkuat oleh pihak luar. Karakter masyarakat dipengaruhi oleh karakteristik

biografikal yang terdiri dari:

1. Umur

Pengaruhnya pada sisi psikologis manusia, yang berarti dengan

bertambahnya umur seseorang pada umumnya membawa perubahan pada


12

tingkat kedewasaan yang dapat diketahui melalui berbagai indikator

seperti kemampuan emosiaonal, rasionalitas berpikir dan analisis atau

pandangan hidup terhadap berbagai masalah yang muncul.

2. Jenis kelamin

Hal ini berkaitan dengan gender dan kultur dalam masyarakat, kelebihan

fisik yang dimiliki menyebabkan pria pada umumnya lebih kuat dan

agresif daripada kebanyakan kaum wanita.

3. Status perkawinan

Status ini memberikan warna tersendiri dalam bertingkah laku terkait

dengan tanggungan yang dimiliki, pada umumnya yang sudah menikah

lebih dewasa dari pada yang belum menikah dari sisi cara berpikir.

4. Jumlah tanggungan keluarga terkait dengan kepuasan, keinginan pindah

kerja dan produktivitas. Tanggungan keluarga yang banyak dan

memotivasi sesorang dalam usaha yang sedang digeluti (Siagian, 1995).

2.2 Partisipasi

Pengertian tentang partisipasi dikemukakan oleh Djalal dan Supriadi,

(2001) dimana partisipasi dapat juga berarti bahwa pembuat keputusan

menyarankan kelompok atau masyarakat ikut terlibat dalam bentuk penyampaian

saran dan pendapat, barang, keterampilan, bahan dan jasa. Partisipasi dapat juga

berarti bahwa kelompok mengenal masalah mereka sendiri, mengkaji pilihan

mereka, membuat keputusan, dan memecahkan masalahnya.


13

Menurut Sundariningrum (2001) mengklasifikasikan partisipasi menjadi 2

(dua) berdasarkan cara keterlibatannya, yaitu :

a. Partisipasi Langsung

Partisipasi yang terjadi apabila individu menampilkan kegiatan tertentu

dalam proses partisipasi. Partisipasi ini terjadi apabila setiap orang dapat

mengajukan pandangan, membahas pokok permasalahan, mengajukan

keberatan terhadap keinginan orang lain atau terhadap ucapannya.

b. Partisipasi tidak langsung

Partisipasi yang terjadi apabila individu mendelegasikan hak

partisipasinya.

Menurut Cohen dan Uphoff (1977) membedakan patisipasi menjadi empat

jenis, yaitu pertama, partisipasi dalam pengambilan keputusan Kedua, partisipasi

dalam pelaksanaan Ketiga, partisipasi dalam pengambilan pemanfaatan Dan

keempat, partisipasi dalam evaluasi. Pertama, partisipasi dalam pengambilan

keputusan. Partisipasi ini terutama berkaitan dengan penentuan alternatif dengan

masyarakat berkaitan dengan gagasan atau ide yang menyangkut kepentingan

bersama. Wujud partisipasi dalam pengambilan keputusan ini antara lain seperti

ikut menyumbangkan gagasan atau pemikiran, kehadiran dalam rapat, diskusi dan

tanggapan atau penolakan terhadap program yang ditawarkan.

Kedua, partisipasi dalam pelaksanaan meliputi tenaga menggerakkan

sumber daya dana, kegiatan administrasi, koordinasi dan penjabaran program.

Partisipasi dalam pelaksanaan merupakan kelanjutan dalam rencana yang telah


14

digagas sebelumnya baik yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan

maupun tujuan.

Ketiga, partisipasi dalam pengambilan manfaat. Partisipasi dalam

pengambilan manfaat tidak lepas dari hasil pelaksanaan yang telah dicapai baik

yang berkaitan dengan kualitas maupun kuantitas. Dari segi kualitas dapat dilihat

dari output, sedangkan dari segi kuantitas dapat dilihat dari presentase

keberhasilan program.

Keempat, partisipasi dalam evaluasi. Partisipasi dalam evaluasi ini

berkaitan dengan pelaksanaan pogram yang sudah direncanakan sebelumnya.

Partisipasi dalam evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui ketercapaian program

yang sudah direncanakan sebelumnya.

Berdasarkan beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa

partisipasi adalah keterlibatan suatu individu atau kelompok dalam pencapaian

tujuan dan adanya pembagian kewenangan atau tanggung jawab bersama.

Substansi partisipasi merupakan makna terdalam yang ada pada konsep

partisipasi itu sendiri. Tiga substansi dari partisipasi yang terdiri dari voice, akses,

dan kontrol. Penjabarannya sebagai berikut:

a. Pendapat

Merupakan hak dan tindakan warga masyarakat menyampaikan aspirasi,

gagasan, kebutuhan, kepentingan, dan tuntutan terhadap komunitas

terdekatnya maupun kebijakan pemerintah. Voice dapat disampaikan


15

warga dalam banyak cara diantaranya: opini publik, referendum, media

masa, berbagai forum warga

b. Akses

Akses ini mengandung arti ruang dan kapasitas masyarakat untuk masuk

dalam area governance yakni mempengaruhi dan menentukan kebijakan

serta terlibat aktif dalam mengelola barangbarang publik. Ada dua hal

penting dalam akses yaitu: keterlibatan secara terbuka (inclusion) dan

keikutsertaan (involvement). Keduanya mempunyai persamaan tetapi

berbeda titik tekannya. Inclusion menyangkut siapa yang terlibat,

sedangkan involvement berbicara tentang bagaimana masyarakat terlibat.

c. Kontrol

Kontrol masyarakat terhadap lingkungan komunitasnya maupun kebijakan

pemerintah. Kita mengenal kontrol internal (selfcontrol) dan kontrol

eksternal (external control). Artinya kontrol atau pengawasan bukan saja

kontrol terhadap kebijakan dan tindakan pemerintah, tetapi juga

kemampuan warga untuk melakukan penilaian secara kritis dan reflektif

terhadap lingkungan dan perbuatan yang dilakukan mereka sendiri

(Sutoro, 2004).

Arnstein (1969) menggambarkan delapan tingkatan yang setiap

tingkatannya menggambarkan peningkatan pengaruh masyarakat dalam

menentukan produk akhir pembangunan, yaitu dari tingkat terendah hingga

tertinggi adalah manipulation (manipulasi), therapy (terapi), information

(informasi), consultation (konsultasi), placation (penentraman), partnership


16

(kemitraan), delegated power (pelimpahan kekuasaan) dan citizen kontrol (kontrol

masyarakat).

Gambar 2.2 Tangga Partisipasi Arnstein. (Sumber: Arstein, 1969. Buku: A


Ladder of Citizen Participation)

Arnstein (1969) mengelompokkan delapan anak tangga tadi menjadi tiga

bagian. Bagian kesatu, Nonparticipation (Tidak Ada Partisipasi) berjenjang dari

Manipulation dan Therapy. Pada bagian ini, otoritas yang berkuasa sengaja

menghapus segala bentuk partisipasi publik.

Dari deskripsi tersebut, Arnstein memberikan taksonomi secara jelas

tentang jenjang partisipasi masyarakat dalam kehidupan nyata. Masyarakat akan

mengikuti alur secara bertingkat dari tangga pertama sampai tangga ke delapan

dengan logika sebagai berikut:


17

a. Tangga pertama yaitu manipulasi atau penyalahgunaan serta tangga kedua

terapi (perbaikan) tidak termasuk dalam konteks partisipasi yang

sesungguhnya. Di dalam hal ini masyarakat terlibat dalam suatu program,

akan tetapi sesungguhnya keterlibatan mereka tidak dilandasi oleh suatu

dorongan mental, psikologis, dan disertai konsekuensi keikutsertaan yang

memberikan kontribusi dalam program tersebut. Masyarakat pada posisi

ini hanyalah menjadi obyek dalam program.

b. Tangga ketiga, pemberian informasi dilanjutkan tangga ke empat

konsultasi dan tangga kelima peredaman kemarahan/ penentraman adalah

suatu bentuk usaha untuk menampung ide, saran, masukan dari

masyarakat untuk sekedar meredam keresahan masyarakat. Oleh karena

itu, tangga ini masuk dalam kategori tokenisme (pertanda). Sesungguhnya

penyampaian informasi atau pemberitahuan adalah suatu bentuk

pendekatan kepada masyarakat agar memperoleh legitimasi publik atas

segala program yang dicanangkan. Konsultasi yang yang disampaikan

hanyalah upaya untuk mengundang ketertarikan publik untuk

mempertajam legitimasi, bukan untuk secara sungguh-sungguh

memperoleh pertimbangan dan menegetahui keberadaan publik. Tangga

kelima adalah peredaman yang intinya sama saja dengan kedua tahap

sebelumnya. Selanjutnya Arnstein menyebutnya sebagai tingkat

penghargaan atau formalitas.

c. Pada tangga keenam inilah terjadi partisipasi atau kemitraan masyarakat.

Pada tahap ini masyarakat telah mendapat tempat dalam suatu program
18

pembangunan. Pada tangga ketujuh sudah terjadi pelimpahan wewenang

oleh pemerintah kepada masyarakat. Yang terakhir masyarakat sudah

dapat melakukan kontrol terhadap program pembangunan. Tahap inilah

yang disebut dengan partisipasi atau dalam peristilahan Arnstein sebagai

kekuasaan masyarakat.

2.3 Kearifan Lokal

Menurut Ridwan (2007) kearifan lokal atau sering disebut local wisdom

dapat dipahami sebagai usaha manusia dengan menggunakan akal budinya

(kognisi) untuk bertindak dan bersikap terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa

yang terjadi dalam ruang tertentu. Pengertian di atas, disusun secara etimologi, di

mana wisdom dipahami sebagai kemampuan seseorang dalam menggunakan akal

pikirannya dalam bertindak atau bersikap sebagai hasil penilaian terhadap sesuatu,

objek, atau peristiwa yang terjadi. Sebagai sebuah istilah wisdom sering diartikan

sebagai ‘kearifan/kebijaksanaan’. Kearifan lokal merupakan pengetahuan yang

eksplisit yang muncul dari periode panjang yang berevolusi bersama-sama

masyarakat dan lingkungannya dalam sistem lokal yang sudah dialami bersama-

sama. Proses evolusi yang begitu panjang dan melekat dalam masyarakat dapat

menjadikan kearifan lokal sebagai sumber energi potensial dari sistem

pengetahuan kolektif masyarakat untuk hidup bersama secara dinamis dan damai.

Pengertian ini melihat kearifan lokal tidak sekadar sebagai acuan tingkah-laku

seseorang, tetapi lebih jauh, yaitu mampu mendinamisasi kehidupan masyarakat

yang penuh keadaban.


19

Penduduk Indonesia yang sebagian besar tinggal di pedesaan dan berada di

sekitar kawasan hutan (sebagai masyarakat lokal), umumnya memiliki

pengalaman hidup dan kearifan tradisional dalam mengelola sumberdaya alam

sekaligus dalam pemanfaatannya yang dikembangkan secara turun-temurun. Pada

dasarnya kearifan tradisional merupakan hasil akumulasi pengetahuan

berdasarkan pengamatan dan pengalaman masyarakat di dalam proses interaksi

yang terus-menerus dengan lingkungan yang ada di sekitarnya dan bisa mencakup

generasi yang berbeda. Kearifan tradisional ini merupakan sumberdaya yang

berharga untuk kegiatan-kegiatan pembangunan karena ia merupakan:

1. Dasar kemandirian dan keswadayaan.

2. Memperkuat partisipasi masyarakat dalam proses pemberdayaan

3. Menjamin daya hidup dan keberlanjutan

4. Mendorong penggunaan teknologi tepat guna.

5. Menjamin pendekatan yang efektif dari segi biaya.

6. Memberikan kesempatan untuk memahami dan memfasilitasi

perancangan pendekatan pembangunan yang sesuai (Affandi,2010).

2.4 Hutan dan Pengelolaan Hutan

Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Sedangkan yang

dimaksud dengan sumberdaya hutan adalah benda hayati, non hayati dan jasa

yang terdapat di dalam hutan yang telah diketahui nilai pasar, kegunaan dan
20

teknologi pemanfaatannya (Pasal 1, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999).

Sejalan dengan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan

konstitusional yang mewajibkan agar bumi air dan kekayaan alam yang

terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-

besarnya kemakmuran rakyat, maka penyelenggaraan kehutanan senantiasa

mengandung jiwa dan semangat kerakyatan, berkeadilan dan berkelanjutan.

Berdasarkan fungsinya, hutan terbagi atas

 Hutan Lindung

Merupakan kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai

perlindungan sistem penyangga kehidupan.

 Hutan Konservasi

Merupakan kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai

fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa, serta

ekosistemnya. Hutan konservasi sendiri terbagi atas, berbagai jenis, yaitu:

a. Hutan Suaka Alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu yang

mempunyai fungsi pokok sebagai kawsan pengawetan

keanekaragaman tumbuhan, satwa dan ekosistemnya serta berfungsi

sebagai wilayah penyangga kehidupan. Kawasan hutan suaka alam,

terdiri atas cagar alam, suaka margasatwa dan taman buru.

b. Kawasan Hutan Pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas

tertentu baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi

perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan

keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta pemanfaatan secara


21

lestari sumber alam hayati dan ekosistemnya. Kawasan pelestarian

alam terdiri atas taman nasional, taman hutan raya (TAHURA) dan

taman wista alam.

 Hutan Produksi

Merupakan kawasan hutan yang diperuntukan guna produksi hasil hutan

untuk memenuhi keperluan masyarakat pada umumnya serta

pembangunan, industri, dan ekspor pada khususnya. Hutan produksi

dibagi menjadi tiga, yaitu hutan produksi terbatas (HPT), hutan produksi

tetap (HP), dan hutan produksi yang dapat di konversi (HPK) (Undang-

Undang Nomor 41 Tahun 1999).

Pemerintah dapat menetapkan kawasan hutan tertentu untuk tujuan

khusus. tujuan khusus yang diperlukan untuk kepentingan umum. Peruntukan

kawasan hutan dengan tujuan khusus tersebut, tidak mengubah fungsi pokok 3

kawasan hutan tersebut di atas (Konservasi, Lindung dan Produksi) seperti:

a. Penelitian dan pengembangan

b. Pendidikan dan latihan, dan

c. Religi dan budaya

Pengelolaan kawasan hutan untuk tujuan khusus dapat diberikan kepada:

a. masyarakat hukum adat

b. lembaga pendidikan,

c. lembaga penelitian,

d. lembaga sosial dan keagamaan (Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999).


22

Dalam Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2007 dinyatakan bahwa

pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar Kawasan hutan dapat dilakukan

melalui Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan dan Pola Kemitraan. Berdasarkan

Peraturan Perundungan tersebut pengertian Hutan Desa adalah Hutan negara yang

dikelola oleh Desa dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa. Artinya bahwa

masyarakat desa melalui lembaga Desa dapat menjadi pelaku utama dalam

mengelola dan mengambil manfaat dari hutan negara. Mengelola mempunyai

lingkup yang lebih luas, bukan sekedar memanfaatkan sumber daya hutan yang

ada tetapi lebih bertanggung jawab atas kelestarian fungsinya sebagai penyangga

kehidupan.

Untuk melaksanakan kebijakan hutan desa, telah ditetapkan kebijakan

operasional penyelenggaraan Hutan Desa pada Peraturan Menteri Lingkungan

Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia No P.83/MENLHK/ SETJEN/KUM.1/

10/2016 tentang Perhutanan Sosial. Hak pengelolaan hutan desa yang adalah hak

pengelolaan pada kawasan hutan lindung atau hutan produksi yang diberikan

kepada lembaga desa. Hak pengelolaan hutan desa diberikan pada:

 Hutan produksi dan/atau hutan lindung yang belum dibebani izin;

 Hutan lindung yang dikelola oleh Perum Perhutani; dan/atau

 Wilayah tertentu dalam KPH

Permohonan Hak pengelolaan hutan desa diajukan oleh satu atau beberapa

lembaga desa dan diketahui oleh satu atau beberapa kepala desa yang

bersangkutan dengan syarat:


23

 Peraturan desa tentang pembentukan lembaga desa atau peraturan adat

atau peraturan masyarakat adat tentang pembentukan lembaga adat yang

diketahui oleh kepala desa/lurah;

 Keputusan kepala desa tentang struktur organisasi lembaga desa, koperasi

desa atau badan usaha milik desa;

 Gambaran umum wilayah, antara lain keadaan fisik wilayah, sosial

ekonomi, dan potensi kawasan; dan d. peta usulan lokasi minimal skala 1:

50.000 berupa dokumen tertulis dan salinan elektronik dalam bentuk shape

file.

Menurut Sardjono (2004) Prinsip-prinsip umum kelestarian yang

diterapkan dalam pengelolaan hutan, yaitu:

1. Kelestarian Lingkungan (Enviromental Sustainability)

Menunjukan bahwa ekosistem mampu mendukung kehidupan orang

secara sehat, di samping pada waktu yang bersamaan mampu

menaikan produktivitas, adoptibilitas dan kapabilitas untuk

memperbarui diri (renewal). Hal ini mensyaratkan pengelolaan hutan

yang menghormati dan di bangun atas dasar proses-proses alami.

2. Kelestarian Sosial (Sosial Sustainability)

Merefleksikan hubungan antara pembangunan dan norma-norma

sosial. Suatu kegiatan secara sosial lestari bilamana memiliki

kesesuaian dengan norma-norma sosial atau tidak melebihi kapasistas

masyarakat untuk suatu perubahan, dan


24

3. Kelestarian Ekonomi (Economicl Sustainability)

Menuntut bahwa keuntungan bagi suatu (beberapa) kelompok tidak

melebihi biaya yang diperlukan dan kapital yang setara dapat

diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Metode Dasar

Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah Studi kasus

yang termasuk dalam pendekatan kualitatif, metode kualitatif memperlakukan

data sebagai sesuatu yang bermakna secara intrinsik. Dengan demikian, data yang

ada dalam penelitian kualitatif bersifat “lunak”, tidak sempurna, imaterial,

kadangkala kabur dan seorang peneliti kualitatif tidak akan pernah mampu

mengungkapkan semuanya secara sempurna. Namun demikian, data yang ada

dalam penelitian kualitatif bersifat empiris, terdiri dari dokumentasi ragam

peristiwa, rekaman setiap ucapan, kata dan gestures dari objek kajian, tingkah

laku yang spesifik, dokumen-dokumen tertulis, serta berbagai imaji visual yang

ada dalam sebuah fenomena sosial (Neuman, 1997) dalam Somantri, 2005).

Studi kasus memusatkan diri secara intensif terhadap suatu obyek tertentu,

dengan mempelajarinya sebagai suatu kasus. Berbagai unit sosial seperti: seorang

murid yang menunjukan kelainan, sebuah keluarga, sebuah kelompok anak nakal,

sebuah desa, sebuah lembaga sosial dan lain-lain dapat diselidiki secara intensif,

baik secara menyeluruh maupun mengenai aspek-aspek tertentu yang perlu

mendapat perhatian khusus. Data yang terkumpul disusun dan dipelajari menurut

urutannya (squences) dan dihubungkan satu dengan yang lain secara menyeluruh

(komprehensif) dan integral, agar menghasilkan gambaran umum (general

picture) dari kasus yang diselidiki. Setiap fakta dipelajari peranan dan fungsinya

25
26

di dalam kehidupan kasus tersebut. Oleh karena itulah maka dapat disimpulkan

bahwa kedalaman sebuah studi kasus dapat diukur dari data yang dikumpulkan

(Hadari, 1998).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-November 2016, di Hutan

Wonosadi Desa Beji, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Gunungkidul, Daerah

Istimewa Yogyakarta (DIY).

Lokasi tersebut di pilih karena adanya interaksi turun-menurun dari nenek

moyang mereka yang dilakukan oleh masyarakat desa pada Hutan Wonosadi di

mana masyarkat sangat tergantung dari hutan ini terutama dalam kehidupan

sehari-hari khususnya pemanfaatan tiga mata air berdebit 18 liter per detik yang

bisa mengalirkan air sepanjang waktu untuk berbagai keperluan antara lain: Untuk

minum, memasak, mandi dan mencuci tidak pernah kesulitan air, Ladang yang

ditumbuhi aneka tanaman pangan selalu rutin tersiram. Sawah seluas 50 hektar

terjamin pasokan airnya sehingga bisa dipanen tiga kali setahun. Kolam-kolam

berkembangnya ikan-ikan budidaya juga selalu tergenang air. Selain itu terdapat

adanya kelompok Jagawana Ngudi Lestari yang bertugas untuk menjaga dan

melestarikan Hutan Desa Wonosadi ini yang kemudian dapat di kaji motivasi dan

partisipasi masyarakat desa hutan dalam pengeloaan Hutan Wonosadi supaya

hutan tersebut dapat dimanfaatkan saat ini maupun masa yang akan datang.
27

3.3 Jenis Data

3.3.1 Data Primer

Data primer merupakan data pokok yang didapat dari hasil wawancara

langsung dengan informan. Data primer yang dikumpulkan sesuai dengan tujuan,

metode penelitian, dan analisi yang digunakan. informan adalah orang-orang yang

memahami dan memiliki informasi yang dibutuhkan untuk kelengkapan data.

Data yang diperlukan antara lain:

1. Identitas atau kondisi umum informan meliputi:

 Nama

 Umur

 Jenis kelamin

 Jenjang tingkat pendidikan formal terakhir

 Pekerjaan pokok dan sampingan

 Intensitas interaksi

 Keikutsertaan dalam organisasi

2. Motivasi masyarakat mengelola Hutan Wonosadi.

3. Partisipasi masyarakat sekitar hutan dalam mengelola Hutan

Wonosadi. Data partisipasi dikelompokan menjadi partisipasi ide,

partisipasi tenaga, partisipasi pemanfaatan dan partisipasi

pengawasan dan evaluasi. Data partisipasi didasarkan pada:

Menurut Cohen dan Uphoff (1977) membedakan patisipasi

menjadi empat jenis, yaitu pertama, partisipasi dalam pengambilan

keputusan. Kedua, partisipasi dalam pelaksanaan. Ketiga,


28

partisipasi dalam pengambilan pemanfaatan. Dan Keempat,

partisipasi dalam evaluasi.

 Pertama, partisipasi dalam pengambilan keputusan.

Partisipasi ini terutama berkaitan dengan penentuan

alternatif dengan masyarakat berkaitan dengan gagasan atau

ide yang menyangkut kepentingan bersama. Wujud

partisipasi dalam pengambilan keputusan ini antara lain

seperti ikut menyumbangkan gagasan atau pemikiran,

kehadiran dalam rapat, diskusi dan tanggapan atau

penolakan terhadap program yang ditawarkan.

 Kedua, partisipasi dalam pelaksanaan meliputi tenaga, yaitu

keterlibatan informan untuk mengelola Hutan Wonosadi

 Ketiga, partisipasi dalam pengambilan manfaat. Partisipasi

informan dalam pengambilan manfaat yang berupa barang

ataupun jasa dari Hutan Wonosadi.

 Keempat, partisipasi dalam evaluasi. Partisipasi dalam

evaluasi ini berkaitan dengan pelaksanaan pogram yang

dilakukan pengelola Hutan Wonosadi.

3.3.2 Data sekunder

Data sekunder merupakan data yang digunakan untuk pelengkap data

primer penelitian. Data sekunder diperoleh dari dokumntasi yang telah dimiliki

oleh intansi atau obyek penelitian atau pihak terkait, yaitu pemerintah desa,
29

pemerintah kecamatan dan data dari kelompok Jagawana Ngudi Lestari. Data

yang diperlukan antara lain:

1. Data monografi desa dan kondisi sosial ekonomi masyarakat dari kantor

Desa Beji.

2. Gambaran umum lokasi penelitian yang diperoleh dari kantor Desa Beji,

yang meliputi:

a. Data luas wilayah

b. Curah hujan

c. Jenis tanah

d. Penggunaan lahan, dll

3. Gambaran umum pengelolaan Hutan Wonosadi meliputi data luas lahan,

data kepemilikan lahan, status pengelolaan dll.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data meruapakan langkah yang paling strategis

dalam penelitian, tanpa mengetahui teknik pengumpulan yang baik dan benar

maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang

diinginkan. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi,

wawancara mendalam, dan dokumentasi. Penjelasannya sebagai berikut:

1. Observasi lapangan

Dilakukan untuk memberi gambaran awal terhadap objek penelitian,

informasi dan sumber-sumber data awal. Observasi ini penting

dilakukan agar fenomena sosial yang terjadi di masyarakat bisa


30

diketahui. Tujuan dari observasi ini yaitu untuk mendapatkan

informasi yang tidak dapat diketahui melalui wawancara dengan key

informan. Observasi dijabarkan dalam tiga elemen utama yaitu lokasi

penelitian, pelaku atau aktor, dan kegiatan atau aktivitasnya.

Data yang dapat diperoleh dari observasi antara lain:

a. Kondisi sosial ekonomi masyarakat

b. Data demografi desa

c. Gambaran umum aktivitas masyarakat dan cara pengelolaan hutan

oleh masyarakat.

2. Wawancara tak berstruktur secara mendalam (in depth interview)

terhadap key informan dan informan.

Wawancara ini diharapkan mampu memberikan informasi yang dapat

memberikan pemahaman terhadap fenomena yang ada di lapangan

yang disesuaikan dengan tujuan penelitian. Fokus penelitian harus

ditekankan karena berfungsi sebagai arahan selama proses penelitian,

terutama digunakan saat pengumpulan data yang berfungsi untuk

membedakan antara data mana yang relevan dengan tujuan penelitian.

3. Studi dokumentasi

Mempelajari dokumen-dokumen seperti gambaran umum lokasi

penelitian yang meliputi luas wilayah, curah hujan, topografi,

pengunaaan lahan dan lain-lain di mana data tersebut terkait dengan

penelitian yang dilakukan, studi dokumentasi merupakan pelengkap


31

dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian

kualitatif.

3.5 Cara Penetapan Informan

Penetapan informan menggunakan snowball technique dan pengumpulan

data diakhiri bila penelitian tidak lagi menemukan informasi baru atau informasi

yang didapatkan sudah jenuh. Menurut Nurdiani (2014) teknik sampling

snowball adalah suatu teknik yang multitahapan, didasarkan pada analogi bola

salju, yang dimulai dengan bola salju yang kecil kemudian membesar secara

bertahap karena ada penambahan salju ketika digulingkan dalam hamparan salju.

Ini dimulai dengan beberapa orang, kemudian meluas berdasarkan hubungan-

hubungan terhadap informan Dalam sampling snowball, identifikasi awal

dimulai dari seseorang atau kasus yang masuk dalam kriteria penelitian.

Kemudian berdasarkan hubungan keterkaitan langsung maupun tidak langsung

dalam suatu jaringan, dapat ditemukan informan berikutnya atau unit sampel

berikutnya. Demikian seterusnya proses sampling ini berjalan sampai didapatkan

informasi yang cukup dan jumlah sampel yang memadai dan akurat untuk dapat

dianalisis guna menarik kesimpulan penelitian. Snowball sampling adalah suatu

pendekatan untuk menemukan informan-informan kunci yang memiliki banyak

informasi. Dengan menggunakan pendekatan ini, beberapa informan yang

potensial dihubungi dan ditanya apakah mereka mengetahui orang yang lain

dengan karakteristik seperti yang dimaksud untuk keperluan penelitian. Kontak

awal akan membantu mendapatkan informan lainnya melalui rekomendasi.


32

Untuk mencapai tujuan penelitian, maka teknik ini didukung juga dengan teknik

wawancara dan survey lapangan.

Informan yang digunakan ditetapkaan sebagai key informan yang dipilih

berdasarkan fenomena yang ada dan disesuaikan dengan kriteria yang dapat

memberikan gambaran informasi yang diperlukan. Adapun informan, antara

lain:

1. Pengurus dan Pengelola Hutan Wonosadi

2. Perangkat Desa Beji

3. Kelompok Tani Sumber Rejeki

4. Tokoh masyarakat

5. Warga masyarakat Desa Beji

Subjek penelitian menjadi informan yang akan memberikan berbagai

informasi yang diperlukan selama proses penelitian. Informan kunci (key

informan) yaitu orang yang mengetahui dan memiliki informasi pokok yang

diperlukan dalam penelitian, key informannya, yaitu :Ibu Sri Hartini, (48 tahun)

menjabat sebagai ketua kelompok Penjaga Hutan/Jagawana Ngudi Lestari.

Informanya selengkapnya bisa dilihat di tabeli berikut:


33

Tabel 3.1 Data Informan


No Nama Umur Jenis Pendidikan Jabatan Jarak rumah
Klamin dengan
Hutan
1 Sri 48 P SMA Ketua Kelompok 250 m
Hartini Penjaga
Hutan/Jagawana
Ngudi Lestari
2 Kardi 45 L SMA Ketua 1 3 km
Widiyant Pokdarwis Desa
o Beji
3 Sarija 66 L SMA Ketua KEHATI berdampinga
Saryo dan anggota n
Penjaga
Hutan/Jagawana
Ngudi Lestari
4 Sugeng 59 L SMP Katua Kelompok 250 m
Suparjo Air&Anggota
Penjaga
Hutan/Jagawana
Ngudi Lestari
5 Suparno 61 L SMA Lurah Desa Beji 1 km
6 Yatmo 80 L SD Juru Kunci dan 500 m
Sugito Pemangku Adat
Hutan Wonosadi
7 Titik 50 P SMA Ketua 2 1 km
Sularni Pokdarwis Desa
Beji
8 Sugimo 60 L SMP Budayawan & 300 m
Wakil Juru Kunci
Hutan Wonosadi
9 Tukimin 80 L SMP Sesepuh Dusun 1 km
Siswanto Duren dan
Jagawana Ngudi
Lestari
10 Gito 86 L SD Tokoh 500 m
Sayoto Masyarakat
11 Sukiyo 56 L SMP Dukuh Dusun 300 m
Sidorejo &
Anggota Penjaga
Hutan Ngudi
Lestari
12 Paidi 53 L SD Anggota Penjaga 125 m
Hutan/Jagawana
Ngudi Lestari
13 Basuki 38 L SMP Anggota Penjaga 200 m
Hutan/Jagawana
Ngudi Lestari
34

Tabel 3.1 Lanjutan

No Nama Umur Jenis Pendidikan Jabatan Jarak rumah


Klamin dengan
Hutan
14 Nardi 80 L SD Anggota Penjaga 250 m
Wiyono Hutan/Jagawana
Ngudi Lestari
15 Sriyana 43 L SMA Anggota Penjaga 1 km
Hutan/Jagawana
Ngudi Lestari
16 Sukarto 48 L SD Anggota Penjaga 100 m
Hutan/Jagawana
Ngudi Lestari
17 Sartono 35 L SMA Anggota Penjaga 250 m
Hutan/Jagawana
Ngudi Lestari
18 Tarjo 57 L SD Anggota Penjaga 500 m
Suwarno Hutan/Jagawana
Ngudi Lestari
19 Purwanto 57 L SD Anggota Penjaga 150 m
Hutan/Jagawana
Ngudi Lestari
20 Suyoto 43 L SMA Anggota Penjaga 100 m
Hutan/Jagawana
Ngudi Lestari
21 Slamet 55 L SMA Perangkat Desa 350 m
Beji
22 Sawiya 53 L S1 Perangkat Desa 250 m
Beji
23 Destri 37 P SMA Dukuh Dusun 500 m
Natalia Duren
24 Kardiman 62 L SMP Ketua Kelompok 450 m
Tani Sumber
Rejeki
25 Sutiman 61 L SMP Pengurus 400 m
Kelompok Tani
Sumber Rejeki
26 Supatno 63 L SMP Ketua RW 9 100 m
Dusun Duren
27 Sunaryo 58 L SMA Ketua RW 10 300 m
Dusun Sidorejo
28 Arisno 56 L SMP Masyarakat biasa 500 m
29 Karsiyo 47 L SD Masyarakat biasa 400 m
30 Salim 67 L SD Masyarakat biasa 150 m
Siswanto
31 Sri 39 P SMA Masyarakat biasa 500 m
Hidayanti
35

3.6 Analisis Data

Analisis data merupakan salah satu proses upaya untuk memperoleh

jawaban yang kritis terkait dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai. Analisi

hasil penelitian dilakukan dengan metode deskriptif yang dilengkapi dengan

pendekatan kualitatif sehingga mampu menggambarkan kondisi pengelolaan

Hutan Wonosadi secara faktual dan akurat.

Data dan informasi yang didapatkan kemudian dianalisis sesuai dari tujuan

penelitian dengan analisa deskriptif yang menggambarkan secara faktual tentang

motivasi dan partisispasi masyarakat dalam membangun Hutan Wonosadi.

Analisis data model Miles dan Huberman (1984) dalam Sugiyono (2010)

menyatakan bahwa aktivitas dalam analisi data kualitatif dilakukan secara

interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas, sehingga datanya

sudah jenuh.

Gambar 3.1 Model Analisis Interaktif Milles dan Hubberman (Sumber:


Sugiyono, 2010. Buku: Metode Penelitian Kualitatif)
36

Proses analisis kualitatif, terdapat empat komponen utama yang harus

benar-benar dipahami oleh setiap penelitim kualitatif. Empat komponen utama

analisis tersebut adalah :

1. Pengumpulan Data

Yaitu mengumpulkan data di lokasi studi dengan melakukan

observasi, wawancara mendalam, dan mencatat dokumen dengan

menetukan strategi pengumpulan data yang dipandang tepat dan

menentukan fokus serta pendalaman data pada proses pengumpulan data

berikutnya. Dalam penelitian ini pengumpulan dilakukan dengan observasi

lapangan, Wawancara tak berstruktur secara mendalam (in depth

interview) terhadap key informan dan dokumentasi. Pengumpulan data dari

hasil wawancara disimak dan dicatat oleh peneliti sebagai informasi dalam

bentuk traskrip.

2. Reduksi Data

Yaitu dapat diartikan sebagai proses seleksi, pemfokusan,

pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang ada dalam lapangan

langsung dan diteruskan pada waktu pengumpulan data. Dengan demikian,

reduksi data dimulai sejak peneliti memfokuskan tentang kerangka

konseptual wilayah penelitian. Dalam penelitian ini reduksi data dilakukan

dengan menyempurnakan data kasar dalam bentuk transkrip untuk diolah

kembali sehingga diterapkan pada sekelompok kata atau paragraf. Semua

data tidak langsung diolah, akan tetapi dipilih data manakah yang layak
37

dan tidak untuk diolah. Dari semua hasil wawancara maupun observasi

disaring agar memperoleh data yang benar-benar sesuai fokus kajian dari

tujuan penelitian.

3. Sajian Data

Penyajian data adalah sejumlah data atau informasi yang tersusun

dan memberikan kemungkinan-kemungkinan adanya penarikan

kesimpulan dan tindakan secara lebih lanjut. Penyajian data digunakan

peneliti untuk mendapat pemahaman tentang apa yang sedang terjadi dan

apa yang harus dilakukan selanjutnya. Penyajian data cenderung mengarah

pada penyederhanaan data kompleks ke dalam bentuk yang sederhana dan

selektif sehingga mudah dipahami. Pada penelitian ini data disajikan

dengan bahasa dan deskripsi yang sederhana sehingga mudah dipahami

namun tetap pada fokus permasalahan yang dikaji.

4. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan merupakan langkah akhir dalam pembuatan

suatu laporan. Penarikan kesimpulan adalah usaha untuk mencari atau

memahami makna, keteraturan pola-pola penjelasan, dan alur sebab akibat

atau proposi. Kesimpulan yang ditarik harus segera diverifikasi dengan

cara melihat catatan lapangan agar memperoleh pemahaman yang lebih

tepat.. Dalam penelitian ini data-data yang telah mengalami pengolahan

dan siap disajikan dapat diambil kesimpulan. Penarikan kesimpulan


38

dilakukan dengan akurat agar terjadi kesesuaian antara rumusan awal

dengan hasil dari penelitian yang disajikan dalam kesimpulan (Sugiyono,

2010).
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Kondisi Umum Wilayah

Secara administratif Hutan Wonosadi terletak di Desa Beji, Kecamatan

Ngawen, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, kode pos:

55853. Orbitrasi Desa Beji yaitu 3 km dari pusat pemerintahan Kecamatan

Ngawen. Jarak dari ibu kota Kabupaten Gunungkidul 22 km, jarak dari ibu kota

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 65 km. Luas wilayah Desa Beji 725.8815

Ha yang terdiri dari 14 Padukuhan yakni

1. Dusun Tegalrejo 8. Dusun Tungkluk

2. Dusun Bendo 9. Dusun Duren

3. Dusun Banaran 10. Dusun Sidorejo

4. Dusun Bejono 11. Dusun Serut

5. Dusun Grojogan 12. Dusun Beji

6. DusunDaguran Lor 13. Dusun Ngelo Lor

7. Dusun Daguran Kidul 14. Dusun Ngelo Kidul

Dengan jumlah total 43 Rukun Warga (RW) dan 47 Rukun Tetangga (RT).

Batas-batas wilayah Desa Beji adalah sebagai berikut :

 Sebelah Utara : Desa Kampung Kecamatan Ngawen

 Sebelah Selatan : Desa Watusigar Kecamatan Ngawen

 Sebelah Barat : Desa Natah Kecamatan Nglipar

39
40

 Sebelah Timur : Desa Kalitekuk Kecamatan Semin

Nama Hutan Wonosadi diartikan sebagai hutan yang penuh rahasia. Hal

tersebut dikarenakan Wonosadi berasal dari penggalan 2 kata, yaitu kata “Wono”

yang berarti hutan dan “sadi” yang berasal dari kata sandi berarti “rahasia”

karena merupakan tempat persembunyian keluarga Raja Brawijaya dari kerajaan

pasukan Demak.Wonosadi juga bisa diartikan Wonouusodo yang artinya hutan

yang banyak menyimpan obat-obatan.

Lokasi Hutan Wonosadi juga berbatasan langsung dengan Kabupaten

Klaten Jawa Tengah. Adapun batas-batas administrasi Hutan Wonosadi adalah

sebagai berikut :

1. Sebelah timur berbatasan dengan Dusun Sidorejo yang termasuk

administrasi Desa Beji.

2. Sebelah selatan dan barat berbatasan dengan pemukiman, hutan rakyat

dan tegalan penduduk Dusun Duren.

3. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Kampung, Kecamatan Ngawen.

Hutan Wonosadi memiliki panjang garis luar batas sepanjang 1778 m.

Kawasan Hutan Wonosadi mempunyai 2 kawasan hutan, yaitu kawasan hutan inti

yang luasnya kurang lebih 25 Ha dan areal penyangga yang luasnya 28,70 Ha

terdapat dalam satu bukit yang sama dengan hutan inti. Hutan inti adalah hutan

milik Pemerintah Desa Beji yang tidak boleh digunakan masyarakat sekitar hutan

untuk memenuhi kebututuhan sehari-hari. Hutan inti dengan luas 25 Ha tersebut,

tersebar di wilayah Dusun Duren seluas 15 Ha dan di Dusun Sidorejo seluas 10


41

ha. Sedangkan areal penyangga sendiri merupakan hutan sumbangan masyarakat

dari hak milik masyarakat Desa Beji yang berada di sekitar Hutan Wonosadi. Di

areal penyangga ini bisa dimanfaatkan masyarakat sekitar untuk memenuhi

kebutuhan sehari-hari (Octatry, 2011).

4.2 Kondisi Umum Fisik

Wilayah Desa Beji terbelah oleh sungai (Kali Gede) dimana setengah

wilayah ada di sebelah utara Kali Gede yang merupakan area sawah dan

pegunungan dan setengahnya lagi berada di selatan Kali Gede yang berupa area

sawah dan tegalan yang relatif datar. Desa Beji termasuk dalam Kecamatan

Ngawen yang memiliki ketinggian sekitar 600 mdpl dengan suhu berkisar antara

25 sampai 32 derajat Celcius. Curah hujan di Kecamatan Ngawen rata-rata

berkisar antara 538 sampai 1256 mm/tahun Musim hujan dimulai bulan

November dan berakhir pada bulan Maret-April dengan puncak hujan bulan

Desember-Februari. Dilihat dari bentuk wilayahnya sebagian besar merupakan

perbukitan dengan kemiringan antara 0-40 %, dari luas keseluruhan yang

berbentuk dataran hanya mencapai 15 %.

4.3 Pengunaan Lahan

Lahan di Desa Beji seluas 725.8815 Ha terdiri dari sawah tadah hujan

seluas 202,35 Ha, tanah tegalan seluas 274,34 Ha dan pemukiman penduduk dan

lainnya seluas 276,34 Ha. Tanaman palawija yang disuahakan masyarakat Desa

Beji, seperti: padi, kedelai, kacang-kacangan, jagung ,ketela pohon. Sedangkan


42

untuk sayur-mayur seperti: bayam, terung, kacang panjang, cabai atau lombok dan

sawi. Untuk buah-buahan masyarakat Desa Beji menanam seperti: mangga,

rambutan, pepaya, belimbing, melinjo dan pisang.

4.4 Kependudukan

Jumlah penduduk yang ada di Desa Beji dapat disajikan dalam tabel

sebagai berikut :

Tabel 4.1 Kependudukan Desa Beji

no Jenis Kelamin jumlah (orang) persentase (%)

1 Laki-laki 2280 49,8

2 perempuan 2298 50,2

total jumlah 4578 100

Sumber : Monografi Desa Beji 2015

Persentase jumlah laki-laki dan perempuan tidak jauh berbeda. Untuk jumlah

kepala keluarga (KK) Berjumlah 1247 KK.

4.5 Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan masyarakat Desa Beji dapat disajikan pada tabel

sebagai berikut :
43

Tabel 4.2 Tingkat Pendidikan Desa Beji

No Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 Taman Kanak-Kanak 197 7,54

2 Sekolah Dasar / Sederajat 563 21,54

3 SMP 1067 40,82

4 SMA / SMU / SMK 702 26,86

5 Akademi / D1-D3 32 1,22

6 Sarjana 50 1,91

7 Pascasarjana Master S2 2 0,08

8 Pascasarjana Doktor S3 1 0,04

Total Jumlah 2614 100

Sumber : Monografi Desa Beji 2015

Masyarakat Desa Beji yang sebagian besar mayoritas bekerja sebagai

petani umumnya mempunyai tingkat pendidikan yang rendah, yaitu yang paling

banyak lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang jumlahnya 1067 hampir

setengah semua jumlah penduduk Desa Beji, lalu di susul lulusan SMA / SMU /

SMK sebanyak 702 orang atau 26,86% lalu sekolah dasar atau sederajat sebanyak

563 orang atau 21,54%. Sedangkan yang lulusan sarjana jumalahnya sangat

sedikit hanya 50 orang atau 1,91% saja. Pentingya pendidikan membuat para

petani menyekolahkan anaknya minimal 12 tahun belajar atau jenjang SMA /

SMU / SMK, dengan harapan bahwa anak mereka sukses dan sejahtera hidupnya

di masa depan.
44

4.6 Pekerjaan atau Mata Pencaharian

Pekerjaan atau mata pencaharian masyarakat Desa Beji dapat disajikan

pada tabel sebagai berikut:

Tabel 4.3 Mata Pencaharian Penduduk Desa Beji

Persentase
No Pekerjaan atau Mata Pencaharian Jumlah (Orang)
(%)

1 Pegawai Negeri Sipil (PNS) 36 1,58

2 TNI/Polri 4 0,18

3 Pegawai Karyawan Swasta 288 12,67

4 Wiraswasta atau pedagang 30 1,32

5 Petani 1375 60,49

6 Tukang 106 4,66

7 Buruh Tani 104 4,58

8 Pensiunan 23 1,01

9 Jasa 11 0,48

10 Pengrajin 296 13,02

Sumber : Monografi Desa Beji 2015

Sebagian besar masyarakat Desa Beji mempunyai pekerjaan atau mata

pencaharian sebagai petani yaitu sebesar 60,49 %, setengah lebih bekerja sebagai

petani, sehingga perlu lahan dan air yang cukup banyak untuk bercocok tanam.

Sedangkan pekerjaan seperti Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan TNI/Polri sangat

kecil persentasenya, PNS hanya 1,58 % sedangkan TNI/Polri hanya 0,18.


45

Berdasarkan data di atas maka dapat digambarkan bahwa masyarakat yang

bekerja sebagai petani sangat mendominasi dikarenakan tingkat pendidikan

masyarakat Desa Beji yang cukup rendah yang meneruskan lahan atau sawah

milik orang tuanya.

4.7 Sarana Prasarana

Sarana dan prasarana untuk penunjang pendidikan Desa Beji dapat

disajikan pada tabel sebagai berikut:

Tabel 4.4 Sarana dan Prsarana Pendidikan Desa Beji

No Sarana Prasarana Pendidikan Jumlah

1 Perpustakaan Desa 1

2 Gedung Sekolah PAUD 7

3 Gedung Sekolah TK 3

4 Gedung Sekolah SD 3

5 Gedung Sekolah SMP 1

6 Gedung Sekolah SMA 0

Sumber : Monografi Desa Beji 2015

Prasarana untuk penunjang ibadah Desa Beji dapat disajikan pada tabel

sebagai berikut:
46

Tabel 4.5 Prasarana Ibadah Desa Beji

No Prasarana Ibadah Jumlah


1 Masjid 15
2 Mushola 3
3 Gereja 1
4 Pura 1
5 Vihara 0
6 Klenteng 0

Sumber : Monografi Desa Beji 2015

Sarana dan prasarana penunjang pendidikan masih kurang, kebanyakan

hanya PAUD sejumlah 7, untuk Sekolah dasar hanya 3, SMP hanya ada 1 dan

SMA tidak ada di Desa Beji, hal tesebut sangat berpengaruh tingkat pendidikan

yang rendah karena jika ingin sekolah harus menempuh jarak yang jauh pergi ke

sekolah di wilayah lain. Prasarana Ibadah hampir semua agama mempunyai

tempat Ibadah dengan jumlah masjid yang paling banyak sebanyak 13 masjid dan

Mushola sebanyak 3. Hal tersebut karena di Desa Beji orang yang menganut

Agama Islam lebih banyak dibandingkan dengan agama lain.


BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Pengelolaan Hutan Wonosadi

Zonasi area di Hutan Wonosadi dibagi menjadi hutan inti dan zona

penyangga. Hutan inti merupakan Hutan Wonosadi seluas 25 Ha. Status

tanah di hutan inti adalah tanah o.o. (oro-oro) yang dikelola oleh

masyarakat Desa Beji.. Keberadaan hutan ini, menurut hasil penuturan

masyarakat telah ada sejak jaman akhir Kerajaan Majapahit. Sampai saat

ini, upaya pemeliharaan dan pelestarian hutan telah dilakukan oleh

masyarakat sendiri secara turun-menurun dengan menggunaka nilai-nilai

kearifan lokal (lokal indegeneous). Sedangkan area hutan yang melindungi

Hutan Wonosadi ditetapkan sebagai zona penyangga. Zona penyangga ini

mempunyai luas 28,70 Ha. Zona penyangga berada di Dusun Duren dan

Sidorejo. Status tanah di zona penyangga adalah tanah milik dan dikelola

secara hutan rakyat oleh masyarakat Desa Beji (Octatry, 2011).

Hutan Wonosadi bukan merupakan hutan adat dalam artian yuridis.

Ditinjau secara yuridis, hutan supaya dapat masuk kategori hutan adat

memerlukan beberapa persyaratan subtantif maupun administratif.

Berdasarkan (Pasal 67, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999)

menyatakan untuk dapat dikatakan sebagai masyarakat hukum adat

sehingga berhak mengelola hutan secara adat harus memenuhi ketentuan

sebagai berikut:

47
48

1. Masyarakat masih dalam bentuk paguyuban (rechtsgemeenschap);

2. Ada kelembagaan dalam bentuk perangkat penguasaan adatnya

3. Ada wilayah hukum adat yang jelas

4. Ada pranata dan perangkat hukum, khususnya peradilan adat, yang

masih ditaati

5. Masih mengadakan pemungutan hasil hutan di wilayah hutan

sekitarnya untuk pemenuhan hidup sehari-hari.

Hutan Wonosadi tidak memenuhi kualifikasi yuridis sebagai hutan

adat, karena tidak memenhi bebarapa persyaratan formal tersebut. Struktur

kelembagaan perangkat penguasaan adat yang tersusun secara rinci,

definitif dan lengkap tidak ada. Sanksi adat yang merupakan unsur hakiki

dari perangkat hukum untuk melakukan peradilan adat belum ada. Salah

satu ciri khas membedakan antara norma hukum dengan norma lain

terletak pada adanya sanksi yang bersifat tegas bagi para pelanggar yang

diputuskan oleh otoritas pemangku adat. Jenis dan bentuk saksi adat bagi

para pihak yang terbukti secara sah mencuri dan atau merusak Hutan

Wonosadi belum dirumuskan. Pemangku adat tidak memiliki kewenang

menjatuhkan saksi adat bagi para pihak yang terbukti mengambil maupun

merusak hutan (Wibowo, 2014).

Hutan Wonosadi pernah mengalami gundul karena pengrusakan

yang dilakukan oleh PKI tahun 1964-1965, sehingga berdampak negatif

pada masyarakat Desa Beji yang memunculkan berbagai bencana alam

seperti: tanah di lereng perbukitan longsor, kelangkaan air, debit sumur


49

menurun, flora dan fauna di hutan banyak pergi menghilang dan hasil

panen menurun drastis. Dari pengalaman negatif kejadian tersebut warga

tergugah kesadaran moral untuk melestarikan dan menghutankan kembali

Hutan Wonosadi. Proses penghutanan kembali melibatkan partisipasi

sebanyak mungkin warga supaya timbul rasa tanggung jawab dan

kesadaran kebersamaan gotong royong.

Dalam Pengelolaan hutan yang baik harus mempertimbagkan

aspek-aspek kelestarian hutan, seperti aspek ekologi/lingkungan

(enviromental sustainability), aspek ekonomi (economicl sustainability)

dan aspek sosial budaya (sosial sustainability) masyarakat sekitar hutan.

Pada umumnya pengelolaan Hutan Wonosadi yang dilakukan oleh

masyarakat Desa Beji khususnya Dusun Duren dan Sidorejo dilakukan

dengan konsep pengelolaan yang sederhana tinggalan nenek moyang

kearifan lokal budaya setempat yaitu dengan cara masyarakat Desa Beji

menanami Hutan Wonosadi yang gundul dengan tanaman berkayu lalu

tumbuh dan berkembang dengan sendirinya, selain itu pengelolaan dengan

di jaga karena ada sesuatu yang disakralkan di dalam Hutan Wonosadi.

Dalam perkembangannya kemudian pengelolaan Hutan Wonosadi

sudah mulai mengalami perbaikan-perbaikan, seperti: pembangunan areal

penyangga, penyuluhan lingkungan hidup khususnya untuk kalangan

muda-mudi warga Desa Beji, pembuatan papan himbauan dan

pembentukan kelompok-kelompok pengelola yang mempunyai tugas


50

pokok, fungsi dan program masing-masing untuk kemajuan Hutan

Wonosadi. Kelompok-kelompok tersebut antara lain :

a. Kelompok Jagawana Penjaga Hutan Ngudi Lestari

b. Kelompok Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) Hutan

Wonosadi

c. Kelompok Air

d. Kelompok Kehati (Keanekeragaman Hayati)

Kelompok-Kelompok pengelola tersebut mempunyai tugas pokok

dan program kerja masing-masing, yaitu sebagai berikut :

a. Kelompok Penjaga Hutan Jagawana Ngudi Lestari

 Diketuai oleh Ibu Sri Hartini

 Menjaga keamanan dan pelestarian Hutan Wonosadi dilakukan

dengan pengawasan

 Sebulan sekali diadakan pertemuan anggota penjaga hutan

untuk mengevaluasi tugas

 Melakukan patroli atau keliling bergilirian untuk menjaga

Hutan Wonosadi

 Menanam tanaman secara swadaya

 Melakukan penyulaman, penyiangan dan pendangiran di Hutan

Wonosadi
51

 Memberikan kesadaran kepada semua masyarakat yang tinggal

di sekitar hutan untuk melestarikan Hutan Wonosadi yang

berfungsi sebagai daerah tangkapan air

 Mengajak masyarakat yang mempunyai lahan sekitar Hutan

Wonosadi untuk menanam penghijauan terutama kayu-kayuan

keras

b. Kelompok Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) Hutan Wonosadi

 Diketuai oleh Bapak Kardi Yudianto

 Memajukan Hutan Wonosadi untuk Wisata

 Mencanangkan Desa Beji menjadi Desa wisata

 Turut aktif dalam pelaksanaan Upacara Adat Tradisional

Sadranan setahun sekali di Hutan Wonosadi bersama

masyarakat Desa Beji

 Menjadi tour guide wisatawan maupun peneliti, jika ingin ada

yang masuk ke Hutan Wonosadi sampai ke Pohon Ngenuman

 Jika ingin masuk Hutan Wonosadi harus membayar uang

retribusi sebesar Rp 2.500,00/orang yang dikelola oleh

Pokdarwis

c. Kelompok Air

 Diketuai oleh Bapak Sugeng Suparjo

 Pertemuan dilakukan sebulan sekali

 Penanaman pohon supaya debit air naik

 Pembersihan jalan ke bak / saluran air


52

 Memanfaatkan air dari Hutan Wonosadi untuk kebutuhan

seluruh masyarakat

d. Kelompok Kehati (Keanekaragaman Hayati)

 Diketuai oleh Bapak Sarija

 Mengelola 5 ha dari pintu masuk seperti tanaman buah di

bawah tegakan

 Menampung aspirasi dari pendatang untuk kemajuan Hutan

Wonosadi, ex: ada mahasiwa yang mempunyai ide untuk

menanam tanaman yang cocok di tanam di Hutan Wonosadi

 Merawat tanaman yang ada di Hutan Wonosadi khususnya di

zona Kehati

Gambar 5.1 Papan Penujuk Taman Keanekaragaman Hayati


(Sumber: Dokumentasi Pribadi).
Peran pengelola hutan dalam dalam memberikan motivasi kepada

masyarakat untuk mengelola dan melestarikan sangatlah besar, pengelola-

pengelola tersebut di fungsikan sebagai acuan masyarakat untuk berdiskusi

dan bertukar informasi serta pengetahuan akan pentingnya Hutan

Wonosadi untuk kehidupan sehari-hari, selain manfaat pokoknya sebagai


53

Sumber daya air, Hutan Wonosadi juga berfungsi untuk menhindarkan

dari bencana alam, oleh karena itu adanya pengelola tersebut menjadi

batasan masyarakat dalam bertindak untuk tidak melakukan pengrusakan

Hutan Wonosadi, justru memotivasi masyarakat yang tidak terlibat di

dalam pengelola tetap sadar dan peduli untuk melestarikan Hutan

Wonosadi.karena memang manfaatnya sangat besar, seperti hasil kutipan

wawancara Bapak Purwanto (57 tahun)

“Sing ora dadi Jagawana tetep melu njogo lan sadar pentinge Hutan,
manfaate di enggo masyarakat dewe, neg ono sing uwong nindake
perilaku ora bener yo melu ngawasi lan ngelike”, artinya “Yang bukan
menjadi anggota Jagawana (Ngudi Lestari) tetap ikut menjaga dan sadar
akan pentingnya hutan yang bermanfaat untuk masyarakat sendiri, jika ada
orang yang berbuat tidak benar, ikut mengawasi dan mengingatkan”.
Sesuai prinsip yang di pegang yaitu “Ikut merasa memiliki dan

intropeksi diri” (“Rumangsa Handarbeni, Wajib Hangrukebi, Mulat

Sarira Hangrasawani”) yang berarti Kelestarian Hutan Wonosadi dapat

dilihat dari kesadaran bersama (kolektif) warga Desa Beji khususnya

Dusun Duren dan Sidorejo. Hutan Wonosadi merupakan milik bersama

sehingga semua pihak harus tumbuh kesadaran moral untuk saling merasa

memiliki yang diharapkan muncul tanggung jawab untuk ikut menjaga,

mengamankan dan melestarikan Hutan Wonosadi.

Hutan Wonosadi sampai sekarang ini terus mengalami perubahan

ke arah yang baik ditunjukan sudah tidak gundulnya Hutan Wonosadi

yang dilakukan oleh masyarakat Desa Beji yang mengelola dengan

sukarela dan partisipatif yang berasal dari motivasi diri seseorang untuk
54

mencapai tujuan yang ingin dicapai. Tanpa ada motivasi yang kuat dari

dalam diri seseorang maupun bantuan orang lain untuk berbagai tujuan

yang ingin dicapai tentu akan sulit terlaksana.

Gambar 5.2 Kondisi Hutan Wonosadi (Sumber: Dokumentasi Pribadi).

5.2 Motivasi Masyarakat Desa Beji dalam Mengelola Hutan Wonosadi

5.2.1 Faktor – faktor yang Mendorong Masyarakat Mengelola Hutan

Wonosadi

Perkembangan hutan akan dipengaruhi masyarakat yang tinggal di sekitar

hutan tersebut, di dalam hidup bermasyarakat tentu mempunyai perbedaan antara

masyarakat satu dengan yang lainnya yang dapat mempengaruhi dalam

pengelolaan Hutan Wonosadi. Adanya motivasi dipengaruhi faktor yang berasal


55

dari dalam masyarakat Desa Beji (faktor intrinsik) maupun dari luar masyarakat

Desa Beji (faktor ekstrinsik).

5.2.1.1 Faktor–Faktor dari Dalam Masyarakat Desa Beji (Intrinsik)

Faktor Intrinsik merupakan keadaan yang berasal dari dalam masyarakat

Desa Beji itu sendiri, tanpa ada pengaruh apapun dari pihak luar yang menjadi

dorongan untuk mengelola Hutan Wonosadi yang dapat dipengaruhi oleh

beberapa hal – hal, sebagai berikut:

1. Umur

Dalam pengelolaan Hutan Wonosadi dilakukan oleh kalangan tua

maupun muda, terlihat dari Penjaga Hutan Ngudi Lestari yang bertugas,

ada yang masih muda kisaran 35 tahun, ada juga yang sudah tua umur 80

tahun. Umur ini pengaruhnya pada sisi psikologis manusia, yang tentu

kemapuan emosional, rasionalitas berpikir dan analisis atau pandangan

hidup terhadap berbagai masalah yang muncul akan, berbeda.

Dari wawanacara yang dilakukan kepada Penjaga Hutan Jagawana

Ngudi Lestari di kalangan umur yang tua mengetahui seluk beluk

pengelolaan Hutan Wonosadi sudah lama, seperti hasil wawancara Bapak

Tukimin Siswanto yang berumur 80 tahun, beliau mengetahui saat Hutan

Wonosadi ini gundul sekitar tahun 1960an, dan membangun serta

menghijaukan kembali, karena mengalami secara langsung peristiwa

tersebut. Berbeda dengan Penjaga Hutan Ngudi Lestari di kalangan umur

yang muda, mengetahui Hutan Wonosadi ini hanya dari cerita Orang Tua
56

mereka, seperti hasil wawancara Bapak Sartono (35 tahun), melakukan

pengelolaan setelah di tunjuk jadi Penjaga Hutan Ngudi Lestari tahun

sekitar 2008 dan mengetahui seluk-beluk Hutan Wonosadi dari orang

tuanya Bapak Nardi (80 tahun). Di lihat dari motivasinya, tentu kalangan

yang tua lebih termotivasi dalam pengelolaan Hutan Wonosadi, karena

menjadi saksi sejarah langsung rusaknya Hutan Wonosadi di sekitar tahun

1960an dan membangun Hutan Wonosadi saat gundul yang hasilnya

menjadi hijau dan rimbun kembali.

2. Pendidikan

Masyarakat Desa Beji sebagaian besar masih berpendidikan rendah

di lihat dari Monografi Desa Beji tahun 2015, lulusan SMP (Sekolah

Menengah Pertama) mendominasi dengan 1067 orang, dan lulusan SD

(Sekolah Dasar) sebanyak 563 orang, sedangkan yang merasakan bangku

kuliah total hanya 85 orang dengan rincian 32 orang lulusan D1-D3,

Sarjana 50 orang dan Pascasarjana hanya 3 orang, ini sangat

mempengaruhi dalam pengeloaan Hutan Wonosadi yang dilakukan secara

sederhana karena terbatasnya tingkat pengetahuan dan ketrampilan.

Dari hasil wawancara tingkat pendidikan informan yang ditemui di

dominasi lulusan SD dan SMP sebanyak 18 orang dari 31 informan dan

hasilnya masyarakat mengelola hutannya menggunakan cara-cara

tradisonal yang diajarkan nenek moyang mereka dan dalam pengelolaanya

perencanaan masih belum baik, hanya dikelola saja namun belum ada

kelanjutannya, namun saat ini sudah di bentuk kelompok-kelompok


57

pengelola yang anggota masyarakat Desa Beji, sehingga sudah jelas dan

lebih fokus mengelola hutan.

3. Pekerjaan

Masyarakat Desa Beji sebagaian besar bekerja sebagai petani, di

lihat dari Monografi Desa Beji sebanyak 1375 orang bekerja sebagai

petani, dibandingkan yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil sebanyak

36 orang, TNI/Pori sebanyak 4 orang dan wiraswasta sebanyak 30 orang,

tentu pekerjaan sebagai petani sangat mendominasi. Tingkat pendidikan

yang rendah membuat peluang kerja masyarakat yang semakin sempit,

sulit mencari pekerjaan yang mapan dan lebih baik, oleh karena itu mereka

memilih bekerja sebagai petani yang sudah turun-menurun dilakukan

orang tuanya.

Dari hasil wawancara hampir semua informan bekerja sebagai

petani maupun buruh tani, oleh karena itu motivasi utama mengelola

Hutan Wonosadi ini untuk pengairan lahan pertaniannya untuk sawah,

bahkan di Dusun Duren dan Sidorejo saat musim kemaraupun masih bisa

bercocok tanam karena air masih tersedia.

4. Keinginan, Asa atau Harapan Masa Depan

Harapan adalah bentuk dasar dari kepercayaan akan sesuatu yang

diinginkan akan didapatkan atau suatu kejadian akan bebuah kebaikan di

waktu yang akan datang. Adanya harapan merupakan bentuk dorongan

motivasi dari dalam diri seseorang untuk mencapai tujuan yang ingin

dicapai dan cita-citakan.


58

Dari hasil wawancara masyarakat mempunyai harapan tinggi untuk

Hutan Wonosadi ini kedepannya hal itu menandakan bahwa masyarakat

mempunyai motivasi yang tinggi untuk terus menjaga dan mengelola

Hutan Wonosadi. Harapan masyarakat satu dengan yang lainnya hampir

sama untuk Hutan Wonosadi ke depan yaitu Hutan Wonosadi bisa tetap

lestari yang bisa di manfaatkan sumber daya airnya dan berhasilnya Desa

Wisata Hutan Wonosadi yang menarik wisatawan untuk berkunjung, yang

nanti akhirnya bisa memajukan ekonomi masyarakat Desa Beji, khususnya

Dusun Duren dan Sidorejo.

5. Kearifan Lokal Budaya

Dalam mengelola dan memanfaatkan hutan, masyarakat

mempunyai cara tersendiri (kearifan lokal) dengan tatanan aturan atau

norma yang di turunkan dari nenek moyang mereka dan sudah diterapkan

selama bertahun-tahun lalu. Pengetahuan tradisonal yang diikuti tekad dan

kemamuan untuk mengelola Hutan Wonosadi akan melahirkan kearifan

lokal yang berkembang dan dilestarikan. Sebagian besar masyarakat Desa

Beji mempercayai Hutan Wonosadi merupakan tempat yang angker,

keramat dan sakral yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia

menjalankan kehidupan sehari-hari. Roh Pangeran “Onggoloco”

dipercayai masih tinggal (terdapat petilasan) di Hutan Wonosadi yang di

sakaralkan sebagai tokoh pendiri Desa Beji.

Terdapat wasiat dari pangeran “Onggoloco” yang dipercayai

masyarakat Desa Beji supaya Hutan Wonosadi dilestarikan demi


59

kesejahteraan anak cucu beserta masyarakat sekitar di masa mendatang,

sehingga masyarakat tidak boleh bertingkah laku sembarangan dan

sewenang-wenang terhadap Hutan Wonosadi, yang dapat diketahui dari

hasil wawancara “Orang yang masuk berniat jahat akan memperoleh

musibah, sedangkan yang masuk dengan niat yang baik dan tulus akan

memdapatkan berkah”.

Dari hasil wawancara Bapak Tukimin Siswanto (80 tahun)

menceritakan kesakrakalan Hutan Wonosadi sebagai berikut:

“Jaman biyen ono uwong sing gunake kayu seko Wonosadi di enggo gawe
omah, ono kedadean lha ben wayah surup Magrib omahe mesti di hoyak
hoyak anti ambruk”, artinya “Jaman dahulu ada orang yang menggunakan
kayu dari Hutan Wonosadi untuk membuat rumah,ada kejadian pada
waktu setiap petang Magrib rumahnya di goyang-goyang samapai rubuh”

Setiap tindakan manusia dalam berinteraksi dengan hutan harus

dilakukan dengan hati-hati karena selalu diawasi oleh roh halus yang

bertindak sebagai “penjaga hutan”. Kontrol atas perilaku manusia dalam

berinteraksi dengan hutan harus dilakukan dengan hati-hati sehingga

masyarakat menjadi tidak bersikap rakus dan sewenang-wenang terhadap

hutan. Masyarakat tidak berani bertindak dan berperilaku sembarangan

terhadap tempat-tempat yang disakralkan. Masyarakat sudah sadar untuk

tidak mengambil kayu karena sudah ada larangan yang berkembang dari

budaya kerifan lokal serta kejadian-kejadian masa lampau yang membuat

masyarakat takut. Kearifan Lokal ini mempunyai kekuatan untuk

memotivasi masyarakat warga untuk menjaga, mengelola dan melestarikan

Hutan Wonosadi.
60

5.2.1.2 Faktor dari Luar Masyarakat Desa Beji (Ekstrinsik)

Faktor ekstrinsik merupakan faktor dari luar masyarakat Desa Beji yang

mempengaruhi motivasi dalam mengelola Hutan Wonosadi. Adanya faktor

ekstrinsik ini sangat berpengaruh untuk meningkatkan motivasi masyarakat dalam

mengelola Hutan Wonosadi yang dapat dilihat dari bagaimana motivasi

masyarakat diperkuat oleh pihak luar. Faktor-faktor ekstrinsik tersebut, antara

lain, sebagai berikut :

Dukungan dari Stakeholder dan Dinas terkait untuk pengembangan Hutan

Wonosadi

Dari hasil wawancara dukungan yang pernah diterima oleh pengelola

Hutan Wonosadi dari beberapa stakeholder dan dinas-dinas terkait yang ada di

Kabupaten Gunung Kidul, seperti yang pernah dilakukan oleh Dinas Lingkungan

Hidup dan Kehutanan Kabupaten Gunung Kidul yang di jelaskan salah satu staf di

dinas tersebut Bapak Taufik menjelaskan

“Pengelolaan di Hutan Wonosadi ini memang unik, karena dikelola masyarakat


sendiri dan Pemerintah Desa Beji dengan sukarela dan budaya adat kearifan
lokal yang berkembang dari nenek moyang mereka. Kementrian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan tidak pernah mengeluarkan SK (Surat Keputusan) tentang
Hutan Wonosadi, Dukungan dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Kabupaten Gunung Kidul berperan sebagai pendamping saja dan bantuan-
bantuan yang berupa bibit, infrastruktur dll. Saat ini Hutan Wonosadi diusulkan
dijadikan Taman Hutan Raya namun hal tersebut masih dalam tahap
pengusulan”.

Dari Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan Pemerintah Kabupaten

Gunungkidul juga ikut berperan dalam mengembangkan pengelolaan Hutan

Wonosadi, salah satunya kegiatan dalam Pengembangan dan Pemeliharaan Sarana


61

Distribusi Pariwisata yaitu pembangunan penataan kawasan Hutan Wonosadi

berupa fasilitas jalan menuju Lembah Ngenuman yang dilakukan pada bulan Juni

2016.

Gambar 5.3 Bantuan dari Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan (Sumber:


Dokumentasi Pribadi).

Gambar 5.4 Jalan setapak menuju Lembah Ngenuman Bantuan dari Dinas
Kebudayaan dan Kepariwisataan (Sumber: Dokumentasi Pribadi).
Dari Instansi Universitas Gadjah Mada juga memberikan bantuan, salah

satunya dilakukan oleh Dosen Fakultas Kehutanan UGM Ibu Winastuti

memberikan bantuan bibit buah jambu yang di tanam di Hutan Wonosadi, di


62

tanami jambu supaya untuk persediaan makanan hewan satwa di dalam hutan,

khususnya monyet, supaya hewan-hewan tersebut tidak turun dan merusak

tanaman pertanian warga. Selain itu juga pernah ada dukungan dari mahasiwa

KKN UGM membuat ayunan dan papan penunjuk arah untuk menambah

infrastruktur

.
Gambar 5.5 Ayunan yang di Buat Oleh Tim KKN-UGM 2016 (Sumber:
Dokumentasi Pribadi).

Gambar 5.6 Papan Penunjuk Petilasan Roro Resmi Onggo dan Loco yang di
buat Fakultas Filsafat UGM 2015 (Sumber: Dokumentasi Pribadi).
63

Gambar 5.7 Papan Penunjuk yang di Buat Oleh Tim KKN-UGM 2016
(Sumber: Dokemntasi Pribadi).

Dari dukungan-dukungan yang dilakukan oleh pihak luar masyarakat Desa

Beji baik pemerintah maupun stakeholder lainnya untuk membantu

mengembangkan Hutan Wonosadi yang bisa berdampak terhadap pembangunan

pedesaan ke arah yang lebih maju, akan menjadi motivasi yang besar masyarakat

itu sendiri untuk mengelola Hutan Wonosadi yang tujuannya untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat desa dan kelestarian Hutan Wonosadi.

5.2.2 Motivasi Masyarakat dalam Mengelola Hutan Wonosadi

Hubungan antara motivasi dan kebutuhan yaitu motivasi merupakan hasrat

yang muncul atau dorongan yang terdapat dalam diri seseorang untuk berusaha

mengadakan perubahan tingkah laku yang lebih baik dalam memenuhi


64

kebutuhannya. Motivasi mempengaruhi masyarakat untuk bertindak sesuai

dengan kepentingan atau tujuan yang ingin dicapai. Karena tanpa motivasi tidak

akan ada suatu kekuatan yang mengarahkan masyarakat untuk berperilaku.

Motivasi ada karena kebutuhan (need). Kebutuhan membangkitkan motivasi dan

motivasi ini pada akhirnya mengaktifkan atau memunculkan perilaku masyarakat

untuk memenuhi kebutuhannya.

Menurut Maslow (1993) terdapat lima tingkat kebutuhan pokok manusia,

dimulai dari kebutuhan biologis dasar sampai motif psikologis yang lebih

kompleks..Manusia terlebih dahulu akan memenuhi kebutuhan yang paling bawah

sebelum berusaha untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi. Kebutuhan

fisiologis dan rasa aman dideskripsikan sebagai kebutuhan tingkat bawah (lower-

order needs); kebutuhan sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri sebagai

kebutuhan tingkat atas (higher-order needs).

5.2.2.1 Motivasi untuk Memenuhi Kebutuhan Fisiologis

Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan

tubuh manusia untuk mempertahankan hidup yaitu kebutuhan untuk makan,

minum, tempat tinggal, tidur dan oksigen (sandang, pangan papan). Manusia akan

muncul motivasi untuk menekan kebutuhannya sedemikian rupa agar kebutuhan

fisiologis (dasar)nya tercukupi untuk mengelola Hutan Wonosadi. Dengan adanya

motivasi tersebut maka masyarakat melakukan berbagai usaha-usaha agar hutan

yang dikelola menghasilkan berbagai komoditi yang dapat di jual (ekonomi) dan

dikonsumsi sendiri untuk keperluan rumah tangga sehari-hari.


65

Dari hasil manfaat Hutan Wonosadi yang dikonsumsi sendiri untuk

kebutuhan dan keperluan rumah tangga sehari-hari yaitu yang paling besar adalah

kebutuhan air yang digunakan masyarakat Desa Beji khususnya Dusun Duren dan

Sidorejo untuk makan, minum, mandi yang dialirkan menggunakan pipa-pipa

sampai bak penampungan warga supaya semua dapat merasakan langsung

manfaat Hutan Wonosadi. Ada juga juga yang membuat sumur bor yang pada

dasarnya memperoleh manfaat secara tidak langsung dari keberadaan Hutan

Wonosadi, karena sumur bor pada dasarnya merupakan hasil serapan akar

pepohonan Hutan Wonosadi yang meresap secara perlahan-lahan ke lahan warga.

Warga hendaknya menghindari peggunaan air yang bersifat pemborosan. Air yang

dialirkan secara langsung melalui pipa-pipa hanya dipergunakan untuk hal-hal

pokok saja.

Gambar 5.8 Bak Penampung Air dan Pipa di Rumah Bapak Tukimin Siswanto
(Sumber: Dokumentasi Pribadi).
66

Gambar 5.9 Selokan dan Pipa yang Di Buat Warga Desa Beji Untuk
Mengalirkan Air (Sumber: Dokumentasi Pribadi).

Dari segi komoditi ekonomi untuk mempertahankan hidup manfaat yang

di ambil dari Hutan Wonosadi adalah dari sektor pertanian, perikanan dan

pertenakan. Sebagian besar masyarakat Desa Beji bekerja sebagai petani, dalam

bertani tentu memerlukan air untuk hidup tanaman pertaniannya. air tersebut

diperoleh dari sumber air yang berada di Hutan Wonosadi, seperti kutipan

wawancara ketua Kelompok Tani di Dusun Duren Bapak Kardiman (62 tahun)

“Semua petani di Dusun Duren dan Sidorejo bercocok tanam dari air Hutan
Wonosadi, malah mongso ke tigo tetep biso nandur”, artinya “Semua petani di
Dusun Duren dan Sidorejo bercocok tanam dari air Hutan Wonosadi, pada musim
kemaraupun masih bisa menanam”.

Ada juga kutipan wawancara pengurus Kelompok Tani, Bapak Sutiman

(61 tahun)

“pembagian banyu untuk pertanian ora ono iren petani siji karo liane, sebabe
ngalirke banyu gentian, sabine sing neng duwur ngalirke sikik, neg wes ora di
enggo gantian karo sabin sing ngisore, sabinku pas neng duwur cedak hutan, dadi
67

sing pertama entuk banyu, dadi kesadaran ora buang-buang banyu”, artinya
“Pembagian air tidak ada iri anatara satu petani dengan petani lainnya, karena
mengalirkan air itu gantian, yang di atas mengalirkan dulu, jika sudah tidak
digunakan gantian lahan sawah yang di bawanya, Lahan sawah saya di atas dekat
Hutan, jadi pertama yang mendapat air, ada kesadaran untuk tidak membuang
air”.

Gambar 5.10 Sawah Untuk Pertanian di Sekitar Areal Hutan Wonosadi


(Sumber: Dokumentasi Pribadi).

Selain digunakan untuk pertanian, air dari Hutan Wonosadi untuk sektor

perikanan, banyak terdapat kolam-kolam di sekitar Hutan Wonosadi, bahkan ada

juga yang membuat pemancingan untuk menambah penghasilan. Komoditi

ekonomi juga dari sektor pertenakan, masyarakat yang bekerja sebagai petani,

sebagian besar juga mempunyai hewan ternak seperti sapi, kambing. Untuk

memenuhi hijauan makanan ternak (HMT) petani memanfaatkan sekitar lahan

pertaniannya untuk menanam pakan ternak tersebut, HMT tersebut juga

memanfaatkan air dari Hutan Wonosadi. Selain itu ada juga yang masih

mengambil rumput di sekitar areal Hutan Wonosadi seperti yang dijelasakan .juru

kunci Hutan Wonosadi Mbah Yatmo Sugito (80 tahun)

“masyarakat ijih sok ngerumput neng Hutan Wonosadi, tur ora oleh ngerusak
tanaman pokok” artinya “Masyarakat kadang masih ada yang mencari rumput di
Hutan Wonosadi, namun tidak boleh merusak tanaman pokok”.
68

Gambar 5.11 Penunjuk Arah Pemancingan Moro Seneng yang di Buat Warga
Dusun Duren di Sekitar Hutan Wonosadi yang Memanfaatkan Air dari Hutan
Wonosadi (Sumber: Dokumentasi Pribadi).

Gambar 5.12 Kolam yang Ada di Sekitar Hutan Wonosadi Kepemilikan Warga
Dusun Duren (Sumber: Dokumentasi Pribadi).

Jika dikaitkan dengan teori Abraham Maslow motivasi masyarakat Desa

Beji untuk kebutuhan fisiologis (dasar) terpenuhi yang menduduki tingkatan

paling bawah (lower-order needs) dalam piramida Maswlow (tingkat kebutuhan


69

pokok manusia atau Hirarki kebutuhan), kebutuhan tersebut berupa sumber daya

air yang bisa di manfaatkan sebagai komoditi ekonomi maupun keperluan rumah

tangga. Masyarakat sangat bergantung dengan sumber daya air dari Hutan

Wonosadi yang merupakan kebutuhan dasar untuk mempertahankan hidup.

Gambar 5.13 Bak penampung Air di Areal Hutan Wonosadi (Sumber:


Dokumentasi Pribadi)

Gambar 5.14 Pipa Penyalur Air di Areal Hutan Wonosadi (Sumber:


Dokumentasi Pribadi).
70

5.2.2.2 Motivasi untuk Memenuhi Kebutuhan Akan Rasa Aman

Kebutuhan fisiologis dan keamanan pada dasarnya adalah kebutuhan

mempertahankan kehidupan. Kebutuhan fisiologis adalah pertahanan hidup

jangka pendek, sedang keamanan adalah pertahanan hidup jangka panjang.

Kebutuhan ini adalah kebutuhan tingkat kedua yang merupakan kebutuhan

perlindungan bagi fisik manusia, perlindungan dari udara panas/dingin, cuaca

jelek, kecelakaan, infeksi, alergi, terhindar dari pencurian dan mendapatkan

perlindungan hukum.

Setelah kebutuhan dasar fisiologi tercukupi maka akan muncul motivasi

yang didasari rasa aman yang membuat masyarakat menjadi tenang untuk

mengelola Hutan Wonosadi dapat berupa aman dari pencurian pohon dan

pemburuan hewan satwa di areal Hutan Wonosadi, itu terjadi karena adanya

kearifan lokal yang terus di jaga dan dilestarikan di Desa Beji, sehingga

masyarakat sadar akan pentingnya Hutan Wonosadi untuk kehidupan, seperti

kutipan wawancara Ketua 2 Pokdarwis, budayawan dan Wakil Juru Kunci Hutan

Wonosadi Bapak Sugimo (60 tahun)

“Masyarakat di sini sudah sadar untuk tidak mencuri kayu, menebang pohon dan
memburu hewan, karena kesakralan Hutan Wonosadi, bahkan pohon yang
tumbangpun masyarakat tidak berani mengambil, dulu pernah kejadian pohon
tumbang, kemudian diambil orang digunakan untuk membuat rumah, tapi
rumahnya tidak nyaman ditempat, setiap surup (Magrib) rumah tersebut selalu di
ganggu (di goyang-goyang) sampai akhirnya rubuh”
Masyarakat mengelola Hutan Wonosadi dengan cara menjaga dan

merawat tanaman yang ada dengan melakukan penyiangan, pendangiran serta

melakukan penyulaman menanam pohon di bagian sela-sela pohon yang tumbang

yang digerakan oleh pengelola kelompok Penjaga Hutan Jagawana Ngudi Lestari
71

dan swadaya masyarakat. Masyarakat sadar mengelola hutan tersebut untuk

kebaikan masyarakat sendiri yang dapat terhindar dari bencana alam seperti

mencegah erosi, tanah longsor dan banjir agar saat mengelola hutan timbul rasa

tenang dan aman terhindar dai bencana alam.

Selain terhindar dari bencana alam manfaat keberadaan pohon-pohon yang

rimbun di areal Hutan Wonosadi sebagai pengasil Oksigen untuk udara segar dan

sebagai wadah penyimpanan air saat musim kemarau sehingga tidak terjadi

kekurangan air (kekeringan) membuat timbulnya motivasi masyarakat Desa Beji

untuk mengelola Hutan Wonosadi.

Jika dikaitkan dengan teori Abraham Maslow motivasi masyarakat Desa

Beji untuk kebutuhan rasa aman terpenuhi yang menduduki tingkatan kedua dari

bawah yang berarti masuk (lower-order needs) dalam piramida Maswlow (tingkat

kebutuhan pokok manusia atau Hirarki kebutuhan), kebutuhan tersebut berupa

rasa aman adanya pohon di areal Hutan Wonosadi sebagai pengasil Oksigen untuk

udara segar dan sebagai wadah penyimpanan air saat musim kemarau sehingga

tidak kekeringan serta terhindar dari bencana alam membuat masyarakat dapat

mengelola Hutan Wonosadi dengan tenang.

5.2.2.3 Motivasi untuk Memenuhi Kebutuhan Sosial

Apabila kebutuhan fisiologis dan rasa aman (lower-order needs) cukup

terpenuhi, maka akan muncul kebutuhan sosial (akan rasa memiliki dan rasa cinta)

yang termasuk kebutuhan tingkat atas (higher-order needs). Motivasi ini sesuai

dengan prinsip yang di pegang masyarakat Desa Beji yaitu “Ikut merasa memiliki

dan intropeksi diri” (“Rumangsa Handarbeni, Wajib Hangrukebi, Mulat Sarira


72

Hangrasawani”) yang berarti kelestarian Hutan Wonosadi dapat dilihat dari

kesadaran bersama (kolektif) warga Desa Beji khususnya Dusun Duren dan

Sidorejo. Hutan Wonosadi merupakan milik bersama sehingga semua pihak harus

tumbuh kesadaran moral untuk saling merasa memiliki yang diharapkan muncul

tanggung jawab untuk ikut ikut mengelola dengan cara menjaga, mengamankan

dan melestarikan Hutan Wonosadi.

Masyarakat Desa Beji melakukan berbagai usaha untuk mewujudkan sikap

bertanggung jawab terhadap kelestarian Hutan Wonosadi, usaha tersebut antara

lain membuat papan himbauan larangan-larangan merusak hutan dan memberikan

pendikikan lingkungan sejak usia dini. Masyarakat sadar tindakan merusak hutan

merupakan perbuatan tercela karena dapat merugikan kepentingan masyarakat

banyak. Kearifan Lokal menjadi landasan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan

sosial. Kontrol atas perilaku manusia dalam berinteraksi dengan hutan harus

dilakukan dengan hati-hati sehingga masyarakat menjadi tidak bersikap rakus dan

sewenang-wenang terhadap hutan. Masyarakat tidak berani bertindak dan

berperilaku sembarangan terhadap tempat-tempat yang disakralkan. Kearifan

lokal mempunyai kekuatan efektif untuk memotivasi masyarakat untuk

mengelola, menjaga dan melestarikan Hutan Wonosadi.

Jika dikaitkan dengan teori Abraham Maslow motivasi masyarakat Desa

Beji untuk kebutuhan Sosial (Kebutuhan akan Rasa Memiliki dan Rasa Cinta)

cukup terpenuhi yang menduduki tingkatan ketiga dari bawah yang berarti masuk

tingkat atas (higher-order needs) dalam piramida Maswlow (tingkat kebutuhan

pokok manusia atau Hirarki kebutuhan). Di lihat dari mengelola kelestarian hutan
73

tidak lebih ringan dari kegiatan menanam pohon menghutankan kembali

Wonosadi, seperti prinsip moral orang jawa yang di pegang masyarakat Desa

Beji“Sepi ing pamrih rame ing gawe” yang berarti “sedikit mengharapkan

imbalan, banyak bekerja”. Ungkapan tersebut mengandung arti yang menjunjung

nilai luhur dimana kita diberi nasehat untuk tidak selalu mendasarkan pekerjaan

karena imbalannya. Jika kita mempunyai pekerjaan yang lebih banyak, secara

tidak langsung, akan mendatangkan rejeki lebih banyak dengan sendirinya.

Masyarakat Desa Beji giat bekerja bergotong royong untuk mengelola Hutan

Wonosadi tidak untuk kepentingan pribadi, namun untuk kepentingan dan

kesejahteraan bersama.

5.2.2.4 Motivasi untuk Memenuhi Kebutuhan Akan Pengharagan

Kebutuhan akan penghargaan muncul setelah terpenuhinya kebutuhan

dasar (psikologis), rasa aman dan kebutuhan Sosial (Kebutuhan akan rasa

memiliki dan rasa cinta). Saat ini masyarakat Desa Beji khususnya Dusun Duren

dan Sidorejo mulai memasuki tahapan awal dalam pemenuhan kebutuhan akan

pengharagan dilihat dari pencapain prestasi dan reputasi Masyarakat Desa Beji

dalam membangun dan mengelola Hutan Wonosadi. Pencapain prestasi Hutan

Wonosadi menurut Octatry (2011) antara lain:

1. Menjadi daerah percontohan dalam lomba-lomba pembangunan baik tingkat

kecamatan, kabupaten, provinsi bahkan tingkat nasional.

2. Mengikuti lomba-lomba kelompok baik di tingkat desa, kecamatan,

kabupaten, provinsi maupun tingkat nasional.


74

3. Juara II tingkat provinsi lomba perkebunan tahun 1982.

4. Juara I tingkat nasional lomba konservasi alam tahun 1989.

5. Juara III tingkat Daerah Istimewa Yogyakarta untuk lomba lingkungan

hidup.

Selain dari pencapaian prestasi kebutuhan akan penghargaan juga bisa

dilihat dari reputasi pengelolaan Hutan Wonosadi dalam hal pengembangan

pariwisata. Menurut Egha (2015) reputasi adalah suatu nilai yang diberikan

kepada individu, institusi atau negara. Reputasi tidak bisa diperoleh dalam waktu

singkat karena harus dibangun bertahun-tahun untuk menghasilkan sesuatu yang

bisa dinilai oleh publik. Reputasi juga baru bertahan dan sustainable apabila

konsisten dalam semua hal.

Dahulu Hutan Wonosadi tidak di rancang untuk kegiatan pariwisata, hanya

dikelola saja untuk memenuhi kebutuhan dasar fisiologis; namun seiring

berjalannya waktu, hasrat masyarakat yang ingin dihormati, dihargai dan diakui

atas kerja kerasnya dalam mengelola sumber daya alam berupa hutan yang sudah

mulai dikenal masyarakat luas baik dalam negeri maupun luar negeri dan telah

mendapat bantuan-bantuan yang diberikan dinas maupun stakeholder; sehingga

pengelolaan Hutan Wonosadi tersebut mulai dikelola menjadi hutan wisata untuk

menarik wisatawan dibuktikan dengan kunjungan pariwisata yang mulai banyak

tidak hanya untuk penelitian namun juga untuk rekreasi alam.

Oleh karena itu Pemerintah Desa membentuk Pokdarwis (Kelompok Sadar

Wisata) sebagai wadah untuk mengurus semua pengelolaan tentang pariwisata


75

dan menyalurkan aspirasi masyarakat akan kemajuan pariwisata Hutan Wonosadi.

Pokdarwis akan mencanangkan program-program Desa Beji sebagai desa wisata

dengan ciri khas atau icon Hutan Wonosadi seperti kutipan wawancara dengan

ketua 11 Pokdarwis ibu Titik Sularni (50 tahun)

“Desa Beji akan di buat desa wisata yang menonjolkan Hutan Wonosadi, oleh
karena itu dibentuklah Pokdarwis untuk menggantikan BALADEWI (Badan
Pengelola Desa Wisata) yang sudah lama tidak ada kegiatan. Program kerja
Pokdarwis yang akan direncanakan adalah membuat kolam renang,
pemancingan, sanggar budaya dan home stay di sekitar Hutan Wonosadi, untuk
menarik wisatawan baik dalam negeri maupun luar negeri”

Gambar 5.15 Pemancingan Bawal yang di Buat warga Desa Beji di Areal
Hutan Wonosadi Untuk Menarik Wistawan Berkunjung (Sumber:
Dokumentasi Pribadi).

Gambar 5.16 Sarana dan prsarana Penunjuk Arah Desa Wisata Hutan
Wonosadi (Sumber: Dokumentasi Pribadi).
76

Gambar 5.17 Jalan Konblok Untuk Menambah Sarana dan Prasarana Wisata
Hutan Wonosadi (Sumber: Dokumentasi Pribadi).

Gambar 5.18 Gazebo di areal Hutan Wonosadi Untuk Menarik Wistawan


Berkunjung (Sumber: Dokumentasi Pribadi).
77

Jika dikaitkan dengan teori Abraham Maslow motivasi masyarakat Desa

Beji untuk kebutuhan akan penghargaan cukup terpenuhi yang menduduki

tingkatan kedua dari atas yang berarti masuk tingkat atas (higher-order needs)

dalam piramida Maswlow (tingkat kebutuhan pokok manusia atau Hirarki

kebutuhan). Adanya pencapaian prestasi-prestasi dan reputasi pariwisata yang

masih berkembang di Hutan Wonosadi merupakan kesempatan bagi masyarakat

untuk menunjukan hasil kerja kerasnya dalam mengelola Hutan Wonosadi dan

dihargai masyarakat luas bila ada wisatawan yang datang di Hutan Wonosadi

untuk menikmati pariwisata hasil jerih payah dalam mengelola hutan selama ini.

Keinginan dan harapan masyarakat Desa Beji adalah Hutan Wonosadi memiliki

reputasi baik (penilain baik) yang dapat menjadi salah satu objek wisata menarik

di kawasan Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta yang dapat

menarik kunjungan wisatawan domestik maupun mancanegara.

Gambar 5.19 Lima Tingkat Kebutuhan Pokok Manusia (Hirarki Kebutuhan).


(Sumber: Maslow, 1993. Buku: Motivasi dan Kepribadian)
78

Menurut piramida Maslow (tingkat kebutuhan pokok manusia atau Hirarki

kebutuhan), masyarakat Desa Beji sudah memenuhi kebutuhan paling dasar yaitu

kebutuhan fisiologi dilihat dari kebutuhan sumber daya air yang bisa di

manfaatkan sebagai komoditi ekonomi maupun keperluan rumah tangga untuk

mempertahankan hidup, lalu juga sudah tercapai kebutuhan akan rasa aman di

tinjau dari adanya pohon di areal Hutan Wonosadi sebagai pengasil Oksigen

untuk udara segar dan sebagai wadah penyimpanan air saat musim kemarau

sehingga tidak kekeringan serta terhindar dari bencana alam, disusul kebutuhan

sosial (akan rasa memiliki dan rasa cinta) dapat dilihat dari masyarakat Desa Beji

giat bekerja bergotong royong untuk mengelola Hutan Wonosadi tidak untuk

kepentingan pribadi, namun untuk kepentingan dan kesejahteraan bersama, lalu

yang terakhir kebutuhan akan penghargaan yang dapat dilihat dari adanya

pariwisata yang masih berkembang di Hutan Wonosadi merupakan kesempatan

bagi masyarakat untuk menunjukan hasil kerja kerasnya dalam mengelola Hutan

Wonosadi dan dihargai masyarakat luas bila ada wisatawan yang datang di Hutan

Wonosadi. Masyarakat Desa Beji yang mengelola hutannya dapat memenuhi

kebutuhannya sampai tingkat kebutuhan akan pengharagaan, sedangkan

kebutuhan aktualisasi diri belum memenuhi karena belum terwujudkannya secara

maksimal seluruh bakat dan kemampuann potensi masyarakat dan Hutan

Wonosadi serta keinginan untuk memperoleh kepuasan dengan dirinya sendiri

(Self fullfilment) belum tercapai.


79

5.3 Partisipasi Masyarakat Desa Beji dalam Mengelola Hutan Wonosadi

Dalam mengelola Hutan Wonosadi melibatkan semua prinsip yaitu

kelestarian lingkungan (enviromental sustainability), kelestarian ekonomi

(economicl eustainability) dan kelestarian sosial (sosial sustainability). Tujuan

utama dari pengelolaan Hutan Wonosadi adalah dari lingkungan atau ekologinya

yaitu kelestarian hutannya, namun juga di manfaatkan untuk kesejahteraan

ekonomi yaitu berupa pariwisata dan yang di ambil hasil ekologinya berupa air

untuk pertanian, pemancingan dll. Dalam pengelolaannya pasti melibatkan sosial

yaitu masyarakat Desa Beji khususnya Dusun Duren dan Sidorejo.

Dalam pengelolan Hutan Wonosadi di bentuk kelompok-kelompok

pengelola yang mempunyai tugas, fungsi dan program masing-masing, kelompok

tersebut beranggotakan warga Desa Beji tanpa ada campur tangan dari pihak

manapun. Pengelolaan Hutan Wonosadi tidak mungkin berhasil hanya

mengandalkan kelompok-kelompok pengelola tersebut, namun harus ada

partisipasi dan dukungan dari masyarakat yang bukan sebagai anggota pengelola.

Menurut Cohen dan Uphoff (1977) membedakan patisipasi menjadi empat jenis,

yaitu pertama, partisipasi dalam pengambilan keputusan berupa berkaitan dengan

gagasan atau ide yang menyangkut kepentingan bersama. Kedua, partisipasi

dalam pelaksanaan berupa keterlibatan masyarakat meliputi tenaga Ketiga,

partisipasi dalam pengambilan pemanfaatan. Dan Keempat, partisipasi dalam

evaluasi berkaitan dengan pelaksanaan pogram yang dilakukan pengelola Hutan

Wonosadi.
80

5.3.1 Partisipasi dalam Pengambilan Keputusan

Dalam partisipasi pengambilan keputusan dilakukan saat rapat atau

pertemuan masyarakat Desa Beji, seperti pertemuan pengelola Hutan Wonosadi

(Jagawana penjaga hutan Ngudi Lestari, Pokdarwis, kelompok air dan kelompok

Kehati). Pertemuan-pertemuan tersebut bertujuan untuk membahas ide dan

gagasan menjadikan Hutan Wonosadi lebih baik, maju dan bermanfaat untuk

kepentingan bersama bukan hanya untuk pengelola saja.

Partisipasi ide dan gagasan anggota Pokdarwis membahas tentang

kemajuan pariwisata yang akan dicanangkan, seperti kutipan ketua 1 Pokdarwis

Bapak Kardi Widiyanto (45 tahun)

“Ide dan gagasan saya untuk kemajuan Hutan Wonosadi adalah, pertama di buat
dulu sekertariat, di dekat Watu Gendong, supaya ada tempat khusus untuk
pertemuan, dan bisa tempat TPR (Tempat penarikan retribusi), untuk rencana
jangka panjang rencana akan di buat kolam renang di bawah Hutan Wonosadi
dan menjadikan Hutan Wonosadi ini menjadi TAHURA (Taman Hutan
Raya),yang sekarang baru diusulkan ke pemerintah”

Ide dan gagasan Bapak Kardi sesuai dengan ide yang dikemukakan oleh ibu Titik

Sularni (50 tahun) selaku ketua II Pokdarwis

“Program kerja Pokdarwis yang akan direncanakan adalah membuat kolam


renang, pemancingan, sanggar budaya dan home stay di sekitar Hutan Wonosadi,
untuk menarik wisatawan baik dalam negeri maupun luar negeri”
Dari 2 hasil wawancara tersebut maka dapat diketahui partisipasi masayarakat

Desa Beji yang masuk dalam pengelola Pokdarwis bertujuan untuk memajukan

wisata untuk menambah ekonomi masyarakat, selain itu Pokdarwis juga

mencanangkan kearifan lokal berupa kesenian dan budaya yang berkembang sejak
81

dahulu kala yang ada di Desa Beji harus tetap dipertahankan dan dilestarikan

jangan sampai punah yang digunakan dalam sanggar budaya untuk menarik

wisatawan untuk datang ke Desa Beji.

Hasil wawancara dengan ketua Kehati Bapak Sarija, pertemuan kelompok

Kehati membahas tentang masukan-masukan dari anggota seperti tanaman apa

yang cocok di tanam dan cara perawatan tanaman di 5 ha areal Kehati, cara

penanggulangan monyet yang turun di rumah warga, jika ada aspirasi dan bantuan

yang datang untuk kemajuan Hutan Wonosadi dari luar masyarakat Desa Beji

akan di bahas di pertemuan Kehati.

Partispasi ide dan gagasan yang dilakukan anggota kelompok Penjaga

Hutan Jagawana Ngudi Lestari di bahas saat pertemuan yang dilakukan sebulan

sekali, ide dan gagsan yang sedang dibahas yaitu karena anggota mempunyai

pekerjaan yang tidak bisa di tinggalkan harus ada cara yang efektif untuk menjaga

Hutan Wonosadi supaya tidak ada yang iri dan ide menanam tanaman secara

swadaya dengan mengajak masyarakat yang peduli terhadap Hutan Wonosadi..

Dalam pengelola kelompok air partisipasi pendapat ide dilakukan sebulan

sekali berbarengan dengan arisan anggota. Kutipan wawancara dengan Bapak

Sugeng Suparjo (59 tahun) selaku ketua pengelola kelompok air. Anggota

kelompok air merupakan masayarakat yang memakai air dari Hutan Wonosadi

secara langsung. Pendapat ide dari anggota saat pertemuan seperti membahas

tentang tanaman yang bisa membuat debit air naik, penjadwalan perawatan pipa

air (kerja bakti air), kemarin ada bantuan dari dosen Fakultas Kehutanan
82

Universitas Gadjah Mada, Ibu Winastuti untuk pipa air yang digunakan

menyalurkan air dari Hutan Wonosadi ke rumah warga, lalu di musyawarahkan

saat pertemuan kelompok air, hasil musyawarah tersebut memutuskan yang

menerima dan memanfaatkan bantuan tersebut di daerah RT 1, Dusun Duren,

Desa Beji.

5.3.2 Partisipasi dalam Pelaksanaan Pengelolaan

Partisipasi dalam pelaksanaan berupa keterlibatan masyarakat meliputi

tenaga untuk mengelola Hutan Wonosadi. Dalam partisipasi ini tidak hanya

dilakukan pengelola saja, namun melibatkan partispasi semua warga Desa Beji,

selaras dengan prinsip gotong royong yang masih dikembangkan masyarakat Desa

Beji. Gotong royong menuntut partispatif aktif dari semua pihak untuk

meningkatkan kesejahteraan ekonomi, sosial budaya dan kelestarian hutan. Dari

hasil wawanacara hampir semua masyarakat peduli dan sadar Hutan Wonosadi

merupakan tinggalan nenek moyang yang harus tetap dijaga, dikelola dan

dilestarikan untuk kehidupan. Kepedulian dan kesadaran tersebut ditunjukan

masyarakat Desa Beji dengan mengelola secara sukarela tanpa imbalan dan

partisipatif. Bentuk-bentuk partispasi masyarakat warga Desa Beji dalam

pelaksanan berupa tenaga mengelola Hutan Wonosadi antara lain, sebagai berikut:

 Menjaga keamanan Hutan Wonosadi, bila ada yang melakukan tindakan

yang tidak benar seluruh masyarakat ikut mengawasi dan mengingatkan

 Jika ada bantuan bibit, ikut bergotong-royong menanam bibit tersebut di

Hutan Wonosadi
83

 Menanam tanaman yang bisa menambah debit air secara swadaya

 Melakukan pembersihan jalan ke arah bak atau saluran air secara rutin

 Melakukan penyulaman pohon pada areal yang kosong secara sukarela

 Melakukan penyiangan dan pendangiran di Hutan Wonosadi bila ada

waktu luang

 Merawat pipa dan bak saluran air

 Pembersihan dan merawat sumber mata air

 Membuat papan himbauan yang berguna untuk Hutan Wonosadi

 Melakukan Upacara Sadranan setiap tahun

 Melakukan Upacara Rasulan (bersih atau merti desa)

5.3.3 Partipasi dalam Pengambilan Manfaat

Motivasi pengelolaan Hutan Wonosadi yang dilakukan masyarakat Desa

Beji selain untuk melestarikan hutannya namun juga keinginan masyarakat untuk

mengambil manfaat dari Hutan Wonosadi. Dari hasil wawancara hampir semua

masyarakat sudah tau dan sadar batasan pengambilan maanfat dari Hutan

Wonosadi, jika berupa kayu tidak diperbolehkan, karena sudah ada larangan yang

berkembang dari budaya kerifan lokal serta kejadian-kejadian masa lampau yang

membuat masyarakat takut untuk memanfaatkan kayunya secara langsung.

Partisipasi dalam pengambilan manfaat tidak lepas dari hasil pelaksanaan

pengelolaan yang telah dicapai. Partisipasi pengambilan manfaat tersbut antara

lain sebagai berikut :


84

 Memanfaatkan air sesuai dengan kebutuhan untuk rumah tangga (mandi,

nyuci, minum dll)

 Memanfaatkan air sesuai dengan kebutuhan ekonomi berupa pengairan

irigasi untuk pertanian, perikanan (kolam pemancingan)

 Sebagai cadangan air di musim kemarau

 Mencegah terjadinya erosi dan kerusakan lingkungan di sekitar Hutan

Wonosadi

 Mencegah terjadinya bencana alam berupa tanah longsor dan banjir

 Jika ada yang sakit, bisa mencari obat tradisional di dalam Hutan Wonosadi

 Merumput untuk pertenakan

 Mencari rencekan untuk kayu bakar

 Menjaga kesejukan udara

 Untuk pariwisata alam dan penelitian yang menambah penghasil warga

Desa Beji
85

Gambar 5.20 Sungai di Areal Hutan Wonosadi Untuk Menglirkan Air


(Sumber: Dokumentasi Pribadi).

5.3.4 Partisipasi dalam Evaluasi

Dalam partisipasi evaluasi dilakukan saat rapat atau pertemuan masyarakat

Desa Beji, seperti pertemuan pengelola Hutan Wonosadi (Jagawana penjaga hutan

Ngudi Lestari, Pokdarwis, kelompok air dan kelompok Kehati). Pertemuan-

pertemuan tersebut bertujuan untuk membahas evaluasi-evaluasi program

pelaksanaan ataupun evaluasi pengelolaan Hutan Wonosadi yang belum berjalan

dengan baik dan maksimal.

Partisipasi evaluasi anggota Pokdarwis membahas tentang pengubahan

nama dari Baladewi (Badan Pengelola Desa Wisata) menjadi Pokdarwis

(Kelompok Sadar Wisata) Desa Beji serta pembentukan kepengurusan anggota

baru menggantikan anggota lama Baladewi, anggota baru ini lingkupanya Desa
86

Beji tidak hanya di Dusun Duren dan Sidorejo. Pembentukan Pokdarwis bertujuan

untuk mengelola Hutan Wonosadi yang berfokus menangani pengelolaan dalam

hal wisata Hutan Wonosadi yang dilakukan pada tahun 2016 sesuai dengan

Keputusan Kepala Desa Beji No: 10/KPTS/2016 yang berisi penetapan sebagai

berikut :

 Menunjuk dan menetapkan personal Pokdarwis (Kelompok Sadar

Wisata) periode 2016-2018.

 Pokdarwis bertugas :

o Melaksanakan Pengelolaan Wisata Desa Beji

o Melaporkan dan mempetanggungjawabkan hasil kegiatan yang

telah dilaksanakan kepada Kepala Desa

 Keputusan Kepala Desa ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Susunan personal Pordawis yang baru periode 2016-108 dapat dilihat pada

tabel berikut:

Tabel 5.1 Personal Pokdarwis periode 2016-2018


No Nama Jabatan Jabatan dalam Tim
1 Suparno, S.Sos Kepala Desa Penanggung Jawab
2 Kardi Widiyanto Tokoh Masyarakat Ketua 1
3 Titik Sularni Tokoh Masyarakat ketua 2
4 Hermawan D.P Tokoh Masyarakat Sekretaris 1
5 Sri Widodo Tokoh Masyarakat sekretaris 2
6 Dwi Susilowati Tokoh Masyarakat Bendahara 1
7 Saman Tokoh Masyarakat bendahara 2
Sumber : SK Kepala Desa Beji 2016 tentang Pokdarwis
87

Kutipan hasil wawancara dengan Kepala Desa Beji Bapak Suparno, S.Sos (61

tahun) :

“Evaluasi pengelola Hutan Wonosadi yang baru saja dilakukan adalah dengan
mengganti nama pengelola yang menangani wisata Hutan Wonosadi dari
Baladewi menjadi Pokdarwis. Penggantian nama tersebut dilakukan karena
hampir semua di daerah Gunungkidul pengelola wisata bernama Pokdarwis,
maka di Desa Beji ini juga mengganti nama menjadi Pokdarwis, selain itu
anggota Pokdarwis yang awalnya hanya di 2 Dusun yaitu Dusun Duren dan
Sidorejo, saat ini di evaluasi, anggotanya menjadi lingkup Desa Beji tidak hanya
di 2 dusun tersebut. Pokdarwis ini di bentuk juga supaya menjadikan Hutan
Wonosadi tidak hanya sebagai wisata penelitian, namun juga wisata untuk
rekreasi di waktu mendatang”
Hasil wawancara dengan ketua Kehati Bapak Sarija, pertemuan kelompok

Kehati yang membahas evaluasi yaitu tentang tidak hidupnya beberapa tanaman

yang di tanam di areal Kehati, dalam hal perawatan dari anggota Kehati harus

ditingkatkan lagi supaya jika ada tanaman yang di tanam di areal Kehati akan bisa

hidup dengan baik. Untuk kelompok penjaga Hutan Jagawana Ngudi Lestari

dalam hal evaluasi membahas tentang patroli keliling menjaga hutan semakin

menurun karena kesibukan pekerjaan pokok perlu adanya evaluasi untuk

meningkatkan penjagaan hutan.

Motivasi dan partisipasi merupakan komponen yang erat di dalam

masyarakat mengelola hutan. Dari motivasi masyarakat akan timbul rasa ingin

berpartisipasi terlibat dalam suatu kegiatan pengelolaan Hutan Wonosadi dengan

tujuan untuk memperoleh manfaat yang diinginkan dari Hutan Wonosadi. Jika ada

motivasi namun tidak ada keterlibatan partisipasi dari masyarakat maka tujuan

akan sulit terealisasi. Hubungan motivasi dan partisipasi dapat dilihat di tabel

berikut:
88

Tabel 5.2 Hubungan Motivasi dengan Partisipasi Masyarakat dalam Mengelola


Hutan Wonosadi

No Motivasi Bentuk Partisipasi Tujuan dan


Harapan
1 Memenuhi Penjadwalan perawatan pipa air Mendapatkan
Kebutuhan Kerja bakti membersihkan sumber air sumber air
Fisiologis Menanam tanaman yang bisa menambah yang
debit air secara swadaya digunakan
Pembersihan jalan ke arah bak atau saluran untuk
air secara rutin kebutuhan
Merawat pipa dan bak saluran air rumah tangga
sehari-hari
Memanfaatkan air sesuai dengan kebutuhan
dan untuk
untuk rumah tangga (mandi, nyuci, minum
komoditi
dll)
ekonomi
Memanfaatkan air sesuai dengan kebutuhan
berupa
ekonomi berupa pengairan irigasi untuk
pertanian dan
pertanian dan perikanan
perikanan
Pembentukan kelompok air untuk mengelola
sumber daya air
2 Memenuhi Merawat tanaman di Hutan Wonosadi Hutan
Kebutuhan Menjaga keamanan Hutan Wonosadi secara Wonosadi
Akan Rasa partisipatif tetap lestari
Aman Melakukan penyulaman pohon pada areal dan hijau
yang kosong secara sukarela tidak gundul
Melakukan penyiangan dan pendangiran di sehingga
Hutan Wonosadi bila ada waktu luang masyarakat
Mencegah terjadinya erosi dan kerusakan Desa Beji
lingkungan di sekitar Hutan Wonosadi terhindar dari
Mencegah terjadinya bencana alam berupa bencana
tanah longsor dan banjir alam, seperti
Pembentuk kelompok Jagawana Ngudi erosi yang
Lestari untuk menjaga Hutan Wonosadi menjadi
tanah longsor
dan
kekeringan
89

Tabel 5.2 Lanjutan

No Motivasi Bentuk Partisipasi Tujuan dan


Harapan
3 Memenuhi Masyarakat bertanggung jawab untuk Kebutuhan
Kebutuhan ikut ikut mengelola Hutan Wonosadi sosial berupa
Sosial (akan Melakukan Upacara Sadranan setiap kearifan lokal
rasa memiliki tahun bisa tetap
dan rasa Melakukan Upacara Rasulan (bersih atau lestari yang
cinta) merti desa) digunakan
Masyarakat tidak berani bertindak sebagai kontrol
sembarangan di tempat-tempat yang dan batasan
disakralkan masyarakat
Masyarakat menjadi tidak bersikap rakus Desa Beji
dan sewenang-wenang terhadap hutan untuk
Membuat papan himbauan larangan- bertindak dan
larangan merusak hutan berperilaku
Memberikan pendikikan lingkungan terhadap Hutan
sejak usia dini Wonosadi
4 Memenuhi Rencana pembuatan kolam renang di Pencapaian
Kebutuhan areal Hutan Wonosadi prestasi
Akan Rencana pembuatan Home Stay di areal masyarakat
Penghargaan Hutan Wonosadi Desa Beji
(pencapaian Rencana pembuatan sanggar budaya di dapat
dan reputasi) areal Hutan Wonosadi meningkat dan
Membuat pemancingan yang cantik Desa Beji bisa
supaya menarik minat wisatawan menjadi desa
Masyarakat mencari bantuan dari wisata dengan
dinas/investor swasta untuk membangun icon Hutan
Hutan Wonosadi Wonosadi
Pemerintah Desa Beji mencari bantuan yang memiliki
dari dinas/investor swasta untuk reputasi
membangun Hutan Wonosadi (penilaian
Bantuan-bantuan yang membuat Hutan baik) yang bisa
Wonosadi lebih menarik untuk di kunjungi
dikunjungi untuk rekerasi
Membentuk Pokdarwis untuk mengelola tidak hanya
pariwisata di Hutan Wonosadi penelitian
namun juga
Masyarakat Desa Beji Mengikuti lomba- rekreasi alam
lomba kelompok baik di tingkat desa,
kecamatan, kabupaten, provinsi maupun
tingkat nasional untuk mencapai prestasi
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil analisis data lapangan, maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut :

1. Motivasi masyarakat Desa Beji dalam mengelola Hutan Wonosadi

dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal masyarakat Desa Beji.

Faktor intenal berupa umur, pendidikan, pekerjaan dan keinginan, asa atau

harapan masa depan dan kearifan lokal budaya. Sedangkan faktor

eksternal berupa dukungan dari stakeholder dan dinas terkait untuk

pengembangan Hutan Wonosadi. Motivasi masyarakat Desa Beji dalam

mengelola Hutan Wonosadi yaitu untuk memenuhi kebutuhan fisiologi

berupa sumber daya air, motivasi untuk memenuhi kebutuhan rasa aman

berupa terhindar dari bencana alam, motivasi untuk memenuhi kebutuhan

sosial berupa rasa tanggung jawab untuk ikut mengelola dengan cara

menjaga, mengamankan dan melestarikan Hutan Wonosadi, motivasi

memenuhi kebutuhan akan penghargaan berupa pencapaian prestasi dan

Desa Beji bisa menjadi desa wisata dengan icon Hutan Wonosadi yang

memiliki reputasi (penilaian baik) yang bisa di kunjungi untuk rekerasi

tidak hanya penelitian namun juga rekreasi alam.

2. Partisipasi Masyarakat Desa Beji dalam mengelola Hutan Wonosadi

berupa parisipasi dalam pengambilan keputusan dengan memberikan ide

dan gagasan yang direncanakan dan dicanangkan untuk kemajuan Hutan

90
91

Wonosadi, partispasi dalam pelaksanaan berupa tenaga mengelola Hutan

Wonosadi yang dilakukan dengan sukarela dan partisipatif, kemudian

partisipasi dalam pengambilan manfaat dan partisipasi dalam evaluasi

program-program yang dilaksanakan kelompok pengelola ataupun

evaluasi kendala pengelolaan


3.

6.2 Saran
1. Selain dari aspek sosial berupa motivasi dan partisipasi, perlu ada kajian

lebih dalam dari segi aspek ekonomi dan ekologi.

2. Perlu dilakukannya penyuluhan kepada pemuda-pemudi yang ada di Desa

Wonosadi untuk menambah motivasi dan partisipasi dalam mengelola

Hutan Wonosadi.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1999. Undang-undang Kehutanan No.41/1999. Sekretariat Negara.


Jakarta.
_______.2007. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tentang Tata Hutan dan
Penyusunan Pengeloaan Hutan Serta Pemanfaatan Hutan. PP No.6 Tahun
2007. Sekretariat Negara. Jakarta.
_______.2016. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik
Indonesia tentang Perhutanan Sosial. No P.83/MENLHK/
SETJEN/KUM.1/ 10/2016. Sekretariat Negara. Jakarta.
Arnstein, Sherry. 1969. A Ladder of Citizen Participation. Journal of the
American Institute of Planners.
Benazir, S Marzian. 2013. Skripsi: Motivasi Masyarakat Dalam Mengelola Hutan
Rakyat Di Desa Nglanggeran, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunung
Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Fakultas Kehutanan. Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.
Cohen and Uphoff. 1977. Rural Development Participation. Cornell University.
New York.
Djalal Fasli dan Supriadi Dedi (eds). 2001. Reformasi Pendidikan dalam Konteks
Otonomi Daerah. Adicita Karya Nusa. Yogyakarta.
Egha Amalia. 2015. Manajemen Reputasi.
https://prezi.com/oh5b1kz3rk45/manajemen-reputasi/. (diakses tanggal 7
Januari 2017)
Hadari, H Nawawi. 1998. Metode Penelitian Bidang Sosial. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Kalesaran, F. Rantung Ventje V. Pioh Novi R. 2015. Partisipasi dalam Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan Kelurahan Taas
Kota Manado. E-Jurnal Acta Diurna
Kusuma, F Wardani., Suartini F., Permatasari I., Yolanda V., Wasilah N., Dwi,
T.P Safira. 2016. Teori Dan Penerapan Teori Motivasi: Hierarki
Kebutuhan Abraham Maslow. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

92
93

Kusuma, N Nico. 2012. Motivasi Masyarakat Dalam Mengelola Sumberdaya


Hutan Di Desa Tondomulo Kecamatan Kedungadem Kabupaten
Bojonegoro Provisi Jawa Timur. Fakultas Kehutanan. Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta.
Maslow, A.H. 1993. Motivasi dan Kepribadian. Pustaka Binaman Pressindo.
Jakarta.
Nurdiani Nina. 2014. Teknik Sampling Snowball Dalam Penelitian Lapangan.
Universitas Bina Nusantara. Jakarta.
Ridwan, A Nurma. 2007. Landasan Keilmuan Kearifan Lokal. Ibda` | Vol. 5 | No.
1 | Jan-Jun 2007 |27-38 P3M STAIN Purwokerto.
Octatry, G Dian. 2011. Tesis: Kajian Kelestarian Hutan Wonosadi Dengan
Pendekatan Analytical Hierarchy Process. Sekolah Pascasarjana.
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Affandi Oding 2010. Perspektif Sosiologis Pelibatan Masyarakat Lokal Dalam
Pembangunan Kehutanan. http://fkkm.org/web/artikel/perspektif-
sosiologis-pelibatan-masyarakat-lokal-d/. (diakses tanggal 17 September
2016).
Rosyida Isma dan Tonny, N Ferdian. 2011. Partisipasi Masyaraat dan Stekholder
Dalam Penyelengaraan Program Corporate Social Responsibility (CSR)
Dan Dampaknya Terhadap Komunitas Perdesaan. Fakultas Ekologi
Manusia, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sardjono, M.A. 2004. Mosaik Sosiologi Kehutanan: Masyarakat Lokal, Politik
Dan Kelestarian. Debut Press Yogyakarta.
Sartini. 2014. Eksistensi Hutan Wonosadi Di Antara Mitos dan Kearifan Lokal
(The Existence Of Wonosadi Forest: Between Myth And Echological
Wisdom). Jurnal Filsafat Wisdom. Fakultas Filsafat. Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta.
Siagian, S.P. 1995. Teori Motivasi dan Aplikasinya. PT. Rineka Cipta. Jakarta.

Somantri, G.R. 2005. Memahami Metode Kualitatif. Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, Universitas Indonesia. Jakarta.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D. Alfabeta.
Bandung.
Sundariningrum. 2001. Klasifikasi Partisipasi. Grasindo. Jakarta.

Sutoro, Eko. 2004. Reformasi Politik dan Pemberdayaan Masyarakat. APMD


Press. Yogyakarta.
94

Uno, B, Hamzah. 2008. Teori Motivasi dan Pengukuran. PT Bumi Aksara.


Jakarta.
Tanjung, B.N dan Ardia. 2005. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Preanadamedia
Group. Jakarta.
Wibowo, S Bernadus. Disertasi: Etika Ekofeminis Vandana Shiva Dan Karen J.
Warren Sebagai Landasan Untuk Merekontruksi Etika Lingkungan Di
Indonesia (Studi Kasus Pengelolaan Hutan Wonosadi di Kabupaten
Gunung Kidu)l. Sekolah Pascasarjana. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
95

LAMPIRAN
96

ITERVIEW GUIDE / GUIDELINE

MOTIVASI DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DESA BEJI


DALAM PENGELOLAAN HUTAN WONOSADI
DI KECAMATAN NGAWEN, KABUPATEN GUNUNGKIDUL

1. Indentitas Informan

Nama :

Umur :

Jenis kelamin :

Pendidikan formal terakhir :

Pekerjaan pokok/utama :

Pekerjaan sampingan :

Jabatan Informan :

Jumlah tanggungan keluarga :

Alamat :

Jarak tempat tinggal dengan Hutan Wonosadi :

2. Bagaimana intensistas interaksi informan dengan Hutan Wonosadi?

3. Interaksi apa saja yang dilakukan pada Hutan Wonosadi?

4. Bagaimana cara pandang masyarakat terhadap pengelolaan Hutan

Wonosadi?

5. Seberapa penting arti hutan bagi masyarakat?

6. Apa motif dan motivasi masyarakat dalam mengelola Hutan Wonosadi?

7. Bagaimana bentuk pengelolaan Hutan Wonosadi tersebut?


97

8. Apa manfaat yang diperoleh dari mengelola Hutan Wonosadi?

9. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pengelolaan Hutan

Wonosadi?

10. Seberapa sering mengikuti pertemuan-pertemuan yang diadakan pengelola

Hutan Wonosadi?

11. Sumbangan/iuran ide/gagasan apa yang diberikan untuk pengelolaan

Hutan Wonosadi untuk menjadi lebih baik?

12. Kegiatan apa yang pernah yang diikuti dalam pengelolaan Hutan

Wonosadi, berupa keterlibatan meliputi tenaga?

13. Kegiatan apa yang pernah diikuti dalam pengawasan dan evaluasi

pengelolaan Hutan Wonosadi?

14. Upaya apa saja yang dilakukan dalam pelestarian daerah penyagga air di

Hutan Wonosadi?

15. Bagaimana harapan pengelolaan Hutan Desa Wonosadi di masa yang akan

datang?
98

Dokumentasi Pengambilan Data

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)


99

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)


100

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)


101

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)


102
103
104

Anda mungkin juga menyukai