SKRIPSI
Oleh :
AKBAR TRI FAJAR WIDODO
13/345599/KT/07422
i
Variasi Kadar Ekstraktif, Kadar Fenolat dan Keasaman Kayu
Mangium (Acacia mangium Willd)
SKRIPSI
Diajukan Kepada
Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat
Guna Memperoleh Derajat
Sarjana Kehutanan UGM
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah ﷻ, Rabb semesta alam. Pencipta langit dan bumi dan
pengatur segala sesuatu. Shalawat dan salam kita curahkan kepada nabi Muhammad ﷺ
yang telah membawa kita dari masa jahiliyah hingga masa sekarang yang terang
benderang sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan pada waktunya.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana kehutanan
di Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada. Kemudian penulis ingin
mengucapkan terima kasih atas berbagai macam bantuan, doa, motivasi, masukan baik
moril maupun materil kepada:
1. Kedua orang tuaku, Bapak Mokhamad Chabib Widodo dan Ibu Tulus
Handayani atas doa dan semangat dalam penyusunan skripsi ini
2. Bapak Dr. Ganis Lukmandaru selaku dosen pembimbing skripsi atas berbagai
macam saran, bantuan dalam penelitian dan penyusunan skripsi
3. Bapak Dr. Joko Sulistyo Selaku dosen pembimbing akademik atas masukan
selama proses perkuliahan
4. Bapak Dr. Sigit Sunarta dan Bapak Tomy Listyanto, Ph.D selaku dosen penguji
skripsi atas berbagai masukan dalam perbaikan penyusunan skripsi
5. Mbak Yuni, Mbak Tyas, Mas Masendra, Mas Rizki, Mba Monik, Dipta,
Pormando, Abris, Fuad, Vatra, Brandon, Fatimah anggota Laboratorium
Konversi Kimia dan Biomaterial, Fakultas Kehutanan UGM
6. Afiq, Zuhry, Geosalma, dan teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu-satu
dan ikut andil dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini,
namun semoga skripsi ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya.
Yogyakarta, November 2018
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman Judul..................................................................................................... ii
Halaman Pengesahan .........................................................................................iii
Halaman Pernyataan........................................................................................... iv
Kata Pengantar .................................................................................................... v
Daftar Isi............................................................................................................. vi
Daftar Tabel ....................................................................................................... ix
Daftar Gambar..................................................................................................... x
Daftar Lampiran ................................................................................................. xi
Intisari ............................................................................................................... xii
Abstract ............................................................................................................xiii
vi
2.2.5.Keasaman kayu ........................................................................... 22
2.2.6.Variasi radial dan aksial kayu .................................................... 24
2.2.6.1. Faktor radial kayu .............................................................. 24
2.2.6.2. Faktor aksial kayu .............................................................. 25
vii
BAB V HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS ............................................ 39
5.1. Kadar ekstraktif kayu mangium ........................................................... 39
5.2. Kadar ekstraktif terlarut diklorometana ............................................... 39
5.3. Kadar ekstraktif terlarut etanol............................................................. 40
5.4. Kadar ekstraktif terlaarut air panas ..................................................... 41
5.5. Kadar ekstraktif total (KTL) ................................................................ 42
5.6. Kadar fenoat total ................................................................................. 45
5.7. Kadar flavonoid total............................................................................ 46
5.8. Kadar flavanol total ............................................................................. 47
5.9. Kadar bilangan stiasny ......................................................................... 48
5.10. Nilai pH .............................................................................................. 49
5.11. Hubungan korelasi antar parameter ................................................... 49
viii
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
No Gambar Judul Halaman
x
DAFTAR LAMPIRAN
xi
Variasi Kadar Ekstraktif, Kadar Fenolat, dan Keasaman Kayu Mangium
(Acacia mangium Willd)
INTISARI
Kayu mangium merupakan salah satu fast growing spesies yang banyak
ditanam di Indonesia. Penggunaan kayu mangium digunakan untuk pulp dan kertas,
kayu konstruksi dan kayu perkakas lainnya. Sifat kimia seperti kadar ekstraktif,
kadar fenolat dan keasaman kayu sangat berpengaruh pada ketahanan kayu,
keawetan kayu, perubahan warna, dan bioaktivitas. Untuk itu, penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui variasi kadar ekstraktif, kadar fenolat dan keasaman
kayu mangium dalam satu pohon.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kayu mangium berumur
25 tahun dari Hutan Pendidikan Wanagama, Gunung Kidul, Yogyakarta sebanyak
2 pohon. Penelitian ini menggunakan 2 variabel yaitu arah radial (kayu gubal, kayu
teras dalam, dan kayu teras luar), dan arah aksial (ketinggian pohon 0%, 20%, 40%,
60% dan 80%). Dari setiap bagian diambil sampel serbuk berukuran 40-60 mesh
untuk diukur kadar ekstrak (diklorometana, etanol dan air panas) dan nilai pH.
Kadar fenolat total, flavonoid, flavanol, bilangan Stiasny diukur dari ekstrak etanol.
Analisis korelasi antar parameter menggunakan uji korelasi Pearson.
Hasil penelitian ini menunjukkan kadar diklorometana, etanol dan air panas
berkisar 0,55-3,2%, 1,44-22,7% dan 0,83-7,12% secara berurutan. Ekstraktif total
didapatkan dari jumlah total ekstraksi berturutan berkisar 4,6-27,3%. Secara umum
kadar ekstraktif kayu gubal lebih rendah dibanding kayu teras dalam dan teras luar
dibandingkan pada arah aksial cenderung naik dari pangkal ke ujung. Kadar fenolat,
flavonoid, flavanol dan bilangan Stiasny berkisar 5,78 – 76,18%, 0,73 – 8,19%,
0,31 – 12, 56%, dan 0,0-4,28%, secara berturutan. Hasil menunjukkan kadar
fenolat, flavonoid naik dari kayu gubal ke teras luar dan teras dalam, dan naik dari
pangkal ke ujung, dan tidak ada pola untuk kadar flavanol dan bilangan Stiasny.
Nilai pH berkisar 4,6-5,96 dan menurun dari teras dalam ke teras luar, variasi aksial
cenderung turun dari pangkal ke ujung. Analisis korelasi Pearson menunjukkan
kadar fenolat berkorelasi dengan kadar ekstraktif total (KTL) di kayu gubal dan
teras, nilai pH berkorelasi negatif dengan kadar flavonoid, dan kadar flavanol
berkorelasi negative dengan bilangan Stiasny di kayu teras.
1
Mahasiswa Departemen Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan UGM
2
Dosen Departemen Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan UGM
The Contents of Extractive, Phenolic, and Acidity of Mangium Wood (Acacia
mangium Willd)
ABSTRACT
Mangium wood is one of the fast growing species that is widely planted in
Indonesia. Mangium wood is utilized for pulp and paper, wood construction and
other tools. Chemical properties i.e. extractive, phenolic, and acidity of wood there
affect on wood resistance, durability, color change, and bioactivity. This study aims
to determine the intra-tree variation of extractive contents, phenolic contents, and
acidity of mangium wood.
The materials of this study were two logs of 25 year old mangium wood
from Wanagama Educational Forest in Gunung Kidul, Yogyakarta. This study used
2 variables: radial direction (sapwood, inner heartwood, and outer heartwood), and
the axial direction (0%, 20%, 40%, 60%, and 80% of tree height). From each
section, the samples were grounded into 40-60 mesh powder for measuring the
extractive contents (dichloromethane, ethanol and hot water), and pH value. Total
phenolics, flavonoids, flavanols, and Stiasny number were measured from the
ethanol extracts. Correlation analysis between parameters was calculated using
Pearson correlation analysis.
The results of this study showed that dichloromethane, ethanol and hot
water levels ranged from 0.55 to 3.2%, 1.44 to 22.7% and 0.83 to 7.12%,
respectively. The total extractive was obtained from the total of successive
extractions ranged from 4.6 to 27, 3%. In general, extractive levels of the sapwood
were lower than those in inner heartwood and outer heartwood. Those values in the
axial direction tend to increase from the bottom to the top. Total phenolic,
flavonoids, flavanol and Stiasny number ranged from 5.78- 76.18%, 0.73-8.19%,
0.31-12,56% and 0.0-4.28%, respectively. The results showed that the phenolic and
flavonoid contents increased from the sapwood to the outer and inner heartwood
and rise from the bottom to the top. There was no pattern for flavanol contents and
Stiasny number. The pH values ranged from 4.6 to 5.96 and they decreased from
the inner heartwood to the outer heartwood, and in the axial direction decreased
from the bottom to the top. Pearson correlation analysis showed that phenolic
contents significantly correlated with the total extractives contents (TEC) in a
sapwood and heartwood, where is the pH value was negatively correlated with
flavonoid, and flavanol correlated with Stiasny number.
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Pohon mangium merupakan salah satu fast growing spesies yang saat ini
tanaman. Kayu mangium termasuk ke dalam kelas kuat II – III dan kelas awet III
(Muslich dan Sumarni, 1989). Saat ini penggunaan kayu mangium lebih banyak
pada pulp dan kertas, papan partikel, dan mebel. Cabang dan daunnya dapat
digunakan sebagai salah satu energi alternatif. Hasil non kayu dapat berupa madu
utama baik pembuatan pulp dan kertas maupun mebel. Kenaikan penggunaan
kayu mangium karena pertumbuhan kayu yang relatif lebih cepat dibanding kayu
jati. Secara umum kayu mangium tumbuh dengan cepat mencapai diameter15 cm
dan diameter akan berada ukuran 25 cm di bawah umur 8 tahun. Pada tahun ke 2-
(Krisnawati, 2011).
dari metabolisme sekunder pada kayu yang tidak berhubungan langsung dengan
1
dalam dinding sel dan lumen dalam bentuk polifenol, gum, resin, tannin,
kayu mangium (Barry et al, 2006), kestabilan termal pada jenis kayu akasia
(Shebani et al, 2008), dan ketahanan terhadap perubahan warna (Pandey, 2005).
Pada spesies lain ekstraktif akan memberi pengaruh yang berbeda-beda terutama
pada jenis spesies daun jarum yang sangat berbeda komponen ekstraktifnya.
Salah satu sifat yang berpengaruh terhadap sifat kayu yaitu komponen
fenolat. Fenolat pada kayu berfungsi sebagai antioksidan dan warna yang
terbentuk pada kayu teras, dan sebagai fungsi bioaktivitas di kayu mangium
(Barry et al, 2005; Lange dan Hashim, 2001). Komponen antioksidan dan warna
yang pada kayu Acacia spp dapat digunakan sebagai sumber antioksidan alami
dan menunda perubahan warna pada kayu (Chang et al, 2010; Lin dan Chang,
2013), di lain pihak keasaman pada kayu berpengaruh pada perubahan warna,
kemudahan direkat pada papan serat atau papan partikel, pengikatan zat-zat
pelindung kayu, perlakuan permukaan serta karat logam bila kontak dengan kayu
sehari-hari baik pulp dan kertas, kayu konstruksi, dan kayu perkakas, akan tetapi
belum banyak diketahui variasi ekstraktif fenolat dan keasaman di dalam satu
pohon. Beberapa penelitian sebelumnya (Barry et al, 2005; Hoong et al, 2010;
Nawawi, 2002; Lukmandaru et al, 2011) membahas fenolat dan keasaman kayu
mangium pada sampel yang terbatas sedangkan variasi di dalam pohon sendiri
2
belum banyak diteliti. Mengetahui variasi kadar ekstraktif, fenolat dan keasaman
menjadi sangat penting terutama pada industri pulp dan kertas sebab variasi kadar
kimia yang akan digunakan dan kualitas hasil sehingga dengan mengetahui variasi
ini diharapakan akan membantu dalam peningkatan industri terutama pulp dana
kertas.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui variasi kadar ekstraktif kayu mangium dari arah aksial
dan radial.
2. Untuk mengetahui variasi kadar fenolat kayu mangium dari arah aksial
dan radial
3. Untuk mengetahui variasi nilai pH kayu mangium dari arah aksial dan
radial.
4. Untuk mengetahui korelasi antara kadar ekstraktif, kadar fenolat dan nilai
pH di kayu mangium.
1.3 Manfaat
sifat kimia kayu kayu mangium terutama ekstraktif pada arah aksial dan radial,
industri kehutanan.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Fabales
Family : Fabaceae
Genus : Acacia
mencapai setengah tinggi pohon. Diameter pohon dapat mencapai 60 – 90 cm, kayu
cm pada hutan tanaman. Kulit mangium memiliki permukaan yang kasar, berkerut
arah longitudinal dengan variasi warna dari coklat muda sampai coklat (Pedley,
1975). Proporsi kayu gubal lebih tipis dibanding kayu teras. Kayu gubal mangium
berwarna terang, berbeda dengan kayu teras yang berwarna coklat sampai coklat tua,
4
keras, kuat dan tahan lama pada ruangan yang berventilasi baik. Serat kayu lurus
Pohon mangium secara umum dapat tumbuh pada berbagai macam jenis tanah
dari tanah yang miskin hara, tanah asam, tanah dengan sedikit salinitas, daerah rawa,
daerah sungai maupun tanah yang terdegradasi (Eldoma dan Awang, 1999). Namun
pohon mangium dapat tumbuh baik pada tanah laterit yaitu dengan kandungan oksida
besi dan alumunium yang tinggi (Otsamo, 2002). Pohon mangium pada umumnya
tumbuh di dataran rendah dari ketinggian air laut sampai ketinggian 450 m namun
dapat tumbuh sampai 800 m (Hall et al, 1980; Atipanumpai, 1989). Curah hujan
tahunan yang dibutuhkan sangat bervariasi dari curah hujan yang rendah 1000 mm
sampai curah hujan tinggi 2100 mm dengan suhu 18 - 32º C (Eldoma dan Awang,
1999). Persebaran pohon mangium secara alami tumbuh di Australia bagian timur
laut, Papua Nugini, dan Kepulauan Maluku di Indonesia, dan kini menurut
Malaysia, Bangladesh, India, Filipina, Sri Langka, Thailand dan Vietnam, dan
5
2.1.3 Sifat dan Kegunaan Kayu Mangium
Kayu mangium memiliki berat jenis 0,4 - 0,45 dengan kerapatan kayu
berkisar 450 – 690 kg/m3 sehingga dimasukkan ke dalam kelas kuat II – III dan kelas
awet III sedangkan penyusutan kayu berkisar 1,4% - 6,4% (Abdul-kader dan Sahri,
1993). Berat jenis kayu mangium naik dari tengah empulur sampai mendekati kulit,
dan berat jenis turun dari pangkal ke ujung pohon (Anonim, 2011).
selulosa serat pendek untuk pembuatan kertas namun kayu mangium juga berpotensi
sebagai kayu gergajian, papan partikel, bahan pembuatan kayu bakar dan arang.
Kegunaan lain yaitu penggunaan kulit mangium sebagai bahan perekat, serbuk kayu
mangium dapat digunakan sebagai substrat untuk produksi jamur (Lemmens, 1995)
dalam (Krisnawati, 2011). Adapun komposisi dan sifat kimia kayu mangium seperti
6
Sumber: Anonim, 2011; Pinto et al, 2005; Lukmandaru, 20121; Lukmandaru, 20112; Tham et al,
2013; Nawawi, 2002
metabolit primer akan menghasilkan komponen primer seperti dinding sel, dengan
rendah seperti terpena, lemak, asam lemak, fenol, tanin, resin, alkohol, flavonoid, dan
kebanyakan dalam bentuk monomer, dimer dan polimer dan secara umum komponen
ekstraktif lebih tinggi pada kayu jarum dibanding pada kayu daun lebar. Kebanyakan
komponen ekstraktif pada kayu daun jarum dan kayu daun lebar berada pada kayu
teras dan berperan terhadap warna kayu, bau, dan keawetan kayu (Rowell, 2005).
Jumlah dan komposisi ekstraktif tergantung pada spesies, di dalam dan antar
pohon, umur pohon, dan kondisi lingkungan tempat tumbuh. Namun secara umum 5 -
10% pada jenis kayu di daerah iklim sedang sedangkan beberapa kayu tropis
ditemukan dengan jumlah ekstraktif yang lebih tinggi. Sebagian besar komponen
yang spesifik dibatasi oleh jenis kayu. Ciri khusus ini merupakan dasar
7
Ekstraktif merupakan konstituen kayu yang dapat diekstraksi dengan pelarut
netral dan dapat diperoleh dengan mengekstrak serbuk kayu dengan pelarut organik
atau air dengan destilasi uap atau beberapa ekstraktif diperoleh dengan melukai
pohon (Umezawa, 2001). Metode penentuan kadar ekstraktif didasarkan pada tingkat
diikuti dengan ekstraksi menggunakkan etanol dalam soxhlet, dan ekstraksi terakhir
dengan beberapa jenis pelarut untuk menentukan kadar ekstraktif yaitu menggunakan
petroleum eter, dietil eter, aseton-air 9:1, etanol-air 8:2, dan air panas. Kadar
Perbedaan polaritas pada pelarut akan menghasilkan zat yang berbeda pada
ekstrak, secara umum pelarut-pelarut non polar akan melarutkan lemak, namun
seperti lilin, lemak, minyak, resin dan senyawa yang sejenis. Etanol akan melarutkan
senyawa-senyawa semi polar, seperti fenolat dan pemberi warna pada air panas akan
8
2.2.2 Klasifikasi ekstraktif
seperti fenolat dan konstituenya, lignin, tanin terkondensasi, dan tanin terhidrolisis
(Hillis, 1987). Sjöström (1993) membagi ekstraktif menjadi empat komponen yaitu
terpenoid dan steroid, komponen lemak dan lilin, konstituen fenol, dan komponen
anorganik. Fengel dan Wegener (1995) menyebutkan ekstraktif pada kayu lunak
dibagi menjadi beberapa komponen yaitu terpena dan terpenoid, lemak dan lilin,
senyawa fenolat dan senyawa lain, sedangkan ekstraktif pada kayu keras terbagi
menajadi terpena dan terpenoid, komponen lemak dan lilin, senyawa fenol, lignan
dan quinon, senyawa tanin dan flavonoid, dan senyawa lain terdapat pada Gambar 1.
berbeda seperti senyawa alifatik, alisiklik, fenolat dan senyawa lainnya. Struktur
a. Lipofilat
Lemak didefinisikan sebagai ester asam karbonat tinggi (asam lemak) dengan
gliserol sedangkan lilin adalah ester asam lemak dengan alkohol tinggi. Lemak dan
lilin dapat diekstraksi menggunakan pelarut organik (dietil eter, petroleum eter,
aseton dan sebagainya). Kandungan lemak berkisar 0,3 – 0,4 %, sedangkan lilin 0,08-
9
0,09 % (didasarkan pada kayu kering). Kebanyakan asam lemak yang berada
dalam ekstraktif kayu merupakan gabungan, yang dominan adalah esterifikasi dengan
gliserol diantara gliserida (lemak) maka trigliserida merupakan yang dominan bila
dibandingkan dengan mono dan digliserida. Persentase asam lemak lebih tinggi
dalam kayu teras dibandingkan dengan kayu gubal (Fengel dan Wegener, 1995).
Lemak dan lilin merupakan bagian dari lipofilat. Lemak merupakan ester
asam karbonat tinggi (asam lemak) dengan gliserol sedangkan lilin adalah asam
lemak dengan alcohol tinggi. Lemak dan lilin berada di sel-sel parenkim (Sjöström,
1993). Lemak dalam bentuk asam lemak sangat berperan penting dalam proses
lipofilat seperti resin berperan dalam proteksi dan perlindungan dari serangan
tumbuhan dan binatang, beberapa zat dari bunga dan rempah-rempah memiliki bau
dan rasa yang berasal dari senyawa ini (Fengel dan Wegener, 1995). Terpenoid dan
Berdasarkan sejarah nama terpena diberikan kepada hidrokarbon yang terbentuk dari
Sjöström (1993):
10
Gambar 1. Klasifikasi Ekstraktif dengan contoh-contoh sesuai dengan
11
1. Monoterpenoid. Senyawa-senyawa dalam kelompok ini adalah terbesar dalam
fraksi terpenoid yang mudah menguap (dalam minyak atsiri) yang dapat
diperoleh sebagai terpentin dari bagian-bagian kayu yang berbeda dari kayu
lunak, baik sebagai hidrokarbon atau turunannya sedangkan pada kayu keras
dari sistem alisklik dan terasiklik. Komponen yang jarang ditemukan pada
kayu teras yaitu α-β-santalol yang jumlahnya 90% dari minyak kayu cendana
Diterpenoid terbatas pada spesies kayu lunak terutama dalam bentuk asam
resin. Hanya ada dua senyawa diterpenoid dari kayu keras tropika (Fengel dan
Wegener, 1995).
12
Biosintesis triterpenoid berawal dari squalena, kemudian berlangsung jalur-
dalam banyak kayu teras tropika dan daerah sedang. Triterpenoid yang
dalam lateks spesies karet (Hevea sp.), asam sumaresinolat dalam benzoin
Sumatera, dan asam elemolat dalam resin alami (Fengel dan Wegener, 1995).
Gambar 2 Squalena
13
Gambar 4. Struktur dan penomoran atom karbon steroid.
b. Lignan
kopling fenilpropana dari C3-C6 dan banyak ditemukan pada kayu teras kayu
keras maupun kayu lunak, selain itu lignan memiliki aktivitas biologi seperti
14
c. Norlignan
atom C. Norlignan tersusun atas fenilpropana dan fenilitan yang terhubung pada C8-
C7 (contoh: hinokiresinol) dan pada beberapa kasus terhubung pada C8-C8 (contoh:
yateresinol) dan C9-C8 (contoh: Sequirin D). Norlignan pada kayu berpengaruh pada
d. Stilbena
Stilbena secara historis merupakan komponen yang tersusun dari struktur 1,2
difeniletan, tetapi saat ini telah ditemukan bibenzyls dan penanthrenes yang tersusun
dari C6-C2-C6 (Umezawa, 2001). Norin (1989) dalam Obst (1998) menyebutkan
stilbena terbentuk dari asam sinamat (cinnamic acid) dan umumnya ditemukan pada
family Pinaceae, Moraceae, Leguminosae dalam bentuk fenol hidroksil, metil, atau
glikosida.
15
Gambar 7. Contoh struktur stilbena
e. Diarilheptanoid
Diarilheptanoid tersusun dari dua cincin fenil yang tersambung dengan raintai
karbon C7. Banyak dari komponen ini di isolasi dari tumbuhan seperti famili
Betulaceae, dan Zingiberaceae. Saat ini sifat kimia dan aktivitas biologi
diarilheptanoid telah diteliti (Cleason et al, 1994; Kaseru dan Nogradi, 1995) dalam
Umezawa (2001).
f. Quinon
quinon di beberapa famili tumbuhan, dan kebanyakan dari tipe quinon yaitu
16
berpengaruh pada warna dan ketahanan kayu (Hillis, 1987). Quinon dibiosintesis
dari beberapa jalur seperti jalur sikimat, mevalonat dan asetat-malonat. Quinon
memiliki ativitas biologi seperti anti iritasi kulit, dan anti rayap (tektoquinon), dan
g. Flavanoid
yang terbentuk dari C6-C3 (fenilpropana). Fragmen yang terkandung rantai B, dan
17
Flavonoid ditemukan pada bagian bunga, kulit dan komponen pada kayu teras
konifer maupun daun lebar, dan diklasifikasikan menjadi flavonoid, isoflavonid, dan
pada penyerapan nitrogen, juga berperan dalam melindungi dari sinar ultra-viiolet
yang berlebih. Beberapa sintesis flavonoids merespon gangguan dari sinar ultra-
Pembentukan flavonoid pada kayu teras meupakan salah satu ciri dari
terjadi perubahan yang signifikan, dan hasil metabolit sekunder yang disebut
ekstraktif kayu seperti flavonoid, stilbena, lignan, dan norlignan. Hasil ekstraktif kayu
dipengaruhi dari perubahan musim dan tempat tumbuh, serta sintesis chalcone yang
a. Tanin terkondensasi
resorsinol, berdasarkan pola oksidasi pada cincin A. Pertama yaitu unit flavonoid
18
Proantosianidin (tipe floroglusinol) tersebar pada spesies kayu jarum, dan
jumlh yang besar berada di kulit. Proantosianidin terdapat pada hampir seluruh kayu
dikotil dan beberapa pada monokotil, berbeda dengan resorsinol yang terbatas pada
Tanin terkondensasi menyebar luas lebih luas dari pada tanin terhidrolisis
bentuk oligomer. Tipe struktur tanin terkondensasi yaitu pada cincin A dan B.
cincin A. Oleh karena itu, prosianidin dan prodelpinidin dengan floroglukosinol tipe
cincin A lebih reaksi dari pada profisetinidin dan prorobinetinidin yang memiliki
rendah atau derajat polimerisasi (DP) pada komponen di atas berpengaruh pada sifat
alaminya; oleh karena itu tanin terkondensasi DP rendah larut dalam air dan
berpelarut polar. Sebagian besar polifenol pada konifer larut dalam ekstraksi alkalin
meliputi ekstraksi dengan alkalin meliputi ekstrasi pelarut netral ekstrak yang didapat
dulu biasa disebut sebagai “asam fenolat” diketahui dengan derajat polimerisasi
19
b. Tanin terhidrolisis
Tanin merupakan ekstraktif yang dapat larut air dalam air dengan berat molekul
500 – 3000, merupakan ester dari asam fenolat (seperti asam galat dan asam
heksahidroteni) dan gula (Umezawa, 2001). Asam galat terbentuk dari hidrolisis
ikatan glukosidik. Tanin berupa asam galat dari hidrolisis disebut gallotanin,
dihidrolisis menghasilkan asam galat dan asam elegat serta gula sebagai produk
utama.
20
2.2.4 Komponen Ekstraktif Kayu Mangium
. Komponen ekstraktif kayu akasia pada sebagian besar spesies akasia telah
dikarakterisasi, sebagian besar komponen yang ada pada kayu teras akasia yaitu
tetrahydroxyflavanone;
4,7,8-trihydroxyflavanone;
Teracacidin;
proanthocyanidin
prorobinetinidin;
prodelphinidin
isomelacacidin;
melacacidin;
21
4-O-methyl-melacacidin;
2,3-trans-3,7,8,3-4-
pentahydroxydihydroflavone;
2,3-cis-3,7,8,3,4-
pentahydroxydihydroflavone;
melanoxetin;
transilitin;
okanin
22
2.2.5 Keasaman kayu
dan digunakan untuk menentukan sifat-sifat keasamannya, netral atau basa. Nilai pH
kayu sangat penting untuk berbagai penggunaan kayu. Logam yang berhubungan
dengan kayu dapat mengalami korosi, daya rekat lem dan fiksasi pelindung kayu
produksi pulp, produksi papan serat dan papan partikel dan plastifikasi (Sanderman,
Rothkamm 1959; Kehr, Schilling 1965; Labsky 1974) dalam (Fengel dan Wegener
1995).
kebanyakan kayu disebabkan oleh gugus asam bebas dan gugus yang bersifat asam
yang mudah terurai, yaitu masing-masing asam asetat dan gugus asetil. Asam-asam
lain terutama dalam kayu tropika juga dapat mempengaruhi nilai pH. Hanya terdapat
perbedaan yang sedikit nilai pH antara kayu gubal dan kayu teras.
Nawawi (2002) menggunakan 20 g serbuk kayu yang di rendam di dalam 200 ml air
panas selama satu jam dan suhu dijaga tetap 80 ºC, kemudian disaring dan diukur
dengan berat kering tanur yang direndam dalam 20 ml air selama 24 jam yang
23
Nilai dari kadar ekstraktif pada kayu teras kemungkinan menjadi faktor
keasaman pada kayu teras. Keasaman kayu ditentukan oleh kandungan asam pada
kayu seperti asam organik, ekstraktif, dan komponen polifenol. Ekstraktif dari kayu
teras memiliki komponen asam bebas, kelompok asam dan polifenol yang tinggi
subtropik memiliki kisaran pH antara 3,3 – 6,4 sedangkan kayu yang berasal dari
daerah tropis memiliki pH antara 3,7 – 8,2 (Fengel dan Wegener, 1995). Bagian dari
kayu seperti kayu gubal dan kayu teras juga memilliki kandungan kimia yang berbeda
yang dapat mempengaruhi drajat keasaman kayu dalam kedua bagian kayu tersebut.
deglupta memiliki pH antara 4,84 - 5,56; 4,43 - 5,67; 4,15 - 4,65. Krisdianto (2012)
juga mengukur nilai pH dari kayu tambui dan manggis hutan, keduanya memiliki
menunjukan pada kadar ekstraktif terlarut n-heksana bagian kayu teras dalam dan
teras luar memiliki kadar yang lebih tinggi dibandingkan bagian kulit dan kayu
gubalnya, sedangkan pada kadar ekstraktif terlarut metanol di bagian kulit lebih
tinggi dibanding pada bagian kayu teras luar, teras dalam dan di bagian gubal untuk A
24
mangium pada 5 jenis provenans (Lukmandaru, 2012). Moya et al (2012) juga
melaporkan kadar ekstraktif terlarut etanol-toluena dan air panas pada kayu gubal dan
dan kadar total flavonoid lebih tinggi pada bagian kulit dibandingkan dengan kayu
teras, sedangkan kadar flavanon lebih tinggi pada bagian kayu teras dibandingkan
bagian kulit (Tham, 2014). Kandungan fenol terlarut etanol-tolunea dan air panas
juga menunjukkan kenaikan dari kayu gubal ke kayu teras, namun kandungan fenol
terlarut air panas lebih tinggi di bandingkan fenol terlarut etanol-toluena (Moya et al,
2012).
oleh Krisdianto (2012) menunjukan bahwa kayu teras memiliki nilai keasaman yang
lebih tinggi daripada kayu gubal. Penelitian Nawawi (2002) pada 5 jenis kayu tropis
yang ada di Indonesia menyebutkan bahwa nilai pH pada jenis Acacia mangium lebih
tinggi tingkat keasamannya pada bagian kayu teras dibandingkan pada bagian kayu
gubal. Namun, pengukuran keasaman pada 5 jenis provenans kayu mangium yang
ada di Gunungkidul menunjukkan nilai pH pada arah radial naik dari kayu gubal
menuju kayu teras luar dan kayu teras dalam (Lukmandaru 2011). Rendahnya nilai
pH pada kayu gubal tersebut diduga adanya ion-ion hidronium yang dihasilkan dari
25
2.2.6.2 Faktor aksial kayu
menunjukkan adanya variasi pada arah aksial yaitu cenderung turun dari kayu bagian
pangkal ke kayu bagian ujung pada kayu teras, sedangkan pada kayu gubal
menunjukkan nilai kadar ekstraktif yang naik dari bagian pangkal ke bagian ujung
namun turun di bagian tengah pohon (Gominho, 2015). Nilai ekstraktif kayu
Eucalyptus regnans pada arah aksial dimana nilai ekstraktif cenderung turun di
bagian tengah dan naik di bagian ujung, sedangkan pada umur tua ekstraktif naik dari
pangkal ke bagian ujung pohon (Hillis, 1962). Penelitian Gominho (2001) pada jenis
kayu hybrid yaitu Eucalyptus urograndis pada arah aksial menunjukkan perbedaan
yang sedikit pada kadar ekstraktif terlarut diklorometana dari kayu bagian pangkal ke
bagian ujung, sedangkan pada kadar ekstraktif terlarut etanol dan air panas turun dari
Kadar ekstraktif terlarut etanol-toluena dan kadar ekstraktif terlarut air panas
pada arah aksial naik dari kayu bagian pangkal ke kayu bagian ujung, sedangkan
kadar ekstraktif terlarut air dingin bervariasi dari kayu bagian pangkal ke kayu bagian
ujung untuk 3 jenis Shorea sp yang ada di Kalimantan (Yunanta et al, 2014). Kadar
ekstraktif terlarut etil asetat pada kayu teras Larix sibrica (±1,0 % - ±2,0 %) untuk
ketinggian setiap 2 m cenderung turun dari bagian pangkal pohon ke bagian tengah
pohon dan naik dari bagian tengah pohon ke bagian ujung pohon. Begitu juga pada
kadar ekstraktif Picea abies pada kayu gubal (1,12% – 0,97%) dan kayu teras (1,68%
26
bagian pangkal ke bagian tengah dan naik ke bagian ujung pohon (Caron et al, 2013).
Kadar flavonoid pada arah aksial kayu Larix sibirica (0,33 – 2,09%) cenderung turun
ke bagian tengah, kemudian naik dan turun ke bagian ujung, sedangkan pada kadar
tanin cenderung fluktuatif dari kayu bagian pangkal ke bagian ujung (Neverova et al,
2011).
nilai pH sangat bervariasi seperti S. retusa (7,16 – 8,39), S. macroptera (4, 69 – 7,12),
S. macrophylla (6,40 – 7,48) dimana secara umum pada arah aksial nilai pH
cenderung naik dari bagian pangkal pohon ke bagian ujung pohon. Krisdianto (2012)
melaporkan nilai pH kayu tumbui dan kayu manggis pada arah aksial cenderung naik
dari bagian pangkal pohon ke bagian ujung pohon. Legrand et al (1996) pada kayu
Silver fir (4,04 – 4,76) dan Norway Spruce (3,98 – 4,55) juga melaporkan kenaikan
27
BAB III
HIPOTESIS DAN RANCANGAN PENELITIAN
3.1 Hipotesis
Mengacu pada tinjauan pustaka yang ada, maka dalam penelitian ekstraktif
kayu mangium variasi dalam pohon ini dapat diajukan hipotesis sebagai berikut:
yang lebih tinggi pada kayu gubal dibandingkan kayu teras luar dan teras
2. Kayu mangium pada kayu gubal memiliki nilai kadar terlarut etanol yang
lebih rendah dibandingkan bagian teras, begitupun pada nilai kadar tannin
3. Kayu mangium pada kayu gubal memiliki ekstraktif terlarut air panas yang
lebih rendah dan naik pada kayu teras luar dan teras dalam dan menurun
4. Nilai pH juga menunjukan nilai yang lebih rendah dari kayu gubal ke teras
Variabel arah radial pohon yang digunakan untuk variasi dalam dan antar
28
Variabel arah aksial variasi dalam pohon jati terdiri dari 5 ketinggian:
4. Kadar fenolat
5. Kadar flavonoid
6. Kadar flavonol
7. Bilangan Stiasny
8. Nilai pH
Analisis data
29
Secara sistematis, langkah penelitian dapat disajikan dalam skema berikut:
Komposisi ekstraktif
Kayu mangium
Faktor radial Faktor aksial
Serbuk kayu
40 – 60 Nilai pH
mesh
Ekstraksi dengan Kadar fenolat
Diklorometana total
Bilangan
Fraksi air Residu Stiasny
Panas
Gambar 13. Diagram alur penelitian
30
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
Mada. Penelitian dimulai dari bulan Februari sampai bulan Juli 2017.
5. AlCl3_6H2O
6. Gelas piala 50 ml, 100 ml, 400 ml, dan 1000 ml,
31
8. Penangas air, termometer, pendingin tegak, alat pemanas (kompor),
untuk mengetahui perbedaan sifat kimia maka digunakan dua pohon yang diambil
lima bagian yaitu 0%, 20%, 40%, 60%, dan 80% dari panjang batang bebas
cabang (Gambar. 4.1). Log yang sudah terbagi dipotong masing-masing menjadi
disk. Pada setiap penampang melintang disk, dibagi menjadi tiga bagian, yaitu G
(gubal, ± 0,5 cm dari dekat kulit), teras dalam (TED, ±1 cm dari hati), dan teras
luar (TEL, ±1 cm dari perbatasan gubal teras). Setiap bagian kayu kemudian
diberi tanda untuk kemudian diceriping dan digerinda sampai diperoleh ukuran 40
– 60 mesh.
32
Gambar 14. Skema pengambilan sampel kayu mangium
berdasarkan arah aksial dan radial
4.3.2. Penentuan kadar air kayu
Kadar air serbuk kayu ditentukan dari serbuk kayu seberat 1,0±0,1 g yang
33
4.3.4. Ekstraksi
Soxhlett dan diatur sehingga cawan saring lebih tinggi dari ujung sifon dan
sampel di dalamnya lebih rendah dari titik ini. Cawan ditutup dengan kapas
ekstraktif dinyatakan dalam persen dari berat kering tanur dan dapat dihitung
Bkt (1 Ka)
Kadar ekstraktif diklorometana (%) = x100%
Bb
Keterangan:
dalam Soxhlett sehingga cawan saring lebih tinggi dari ujung sifon. Pemanasan
diatur sehingga kecepatan keluar masuknya pelarut ke dalam cawan saring sama.
34
selama 6 – 8 jam. Setelah ekstraksi selesai, untuk mendapatkan hasil ekstrak maka
menggunakan rumus;
Bkt (1 Ka)
Kadar ekstraktif terlarut etanol (%) = x100%
Bb
Keterangan:
4.3.4.3. Kadar ekstraktif terlarut air panas (ASTM D 1110 – 56, 1985)
dipanaskan dalam penangas air pada suhu 100 ºC. Setelah pemanasan selama tiga
jam, kemudian disaring dan diuapkan sampai tersisa ekstrak terlarut air panas dan
ditimbang sampai beratnya konstan. Berat ekstraktif terlarut air panas dinyatakan
dalam persen dari berat serbuk semula kering tanur sebagai kadar ekstraktif larut
air panas.
ekstraktif larut diklorometana, kadar ekstraktif terlarut etanol, dan kadar ekstraktif
35
4.3.4.5 Kadar fenolat total
Penentuan kadar fenolat ditentukan menggunakan metode Nunes et al,
spektrofotometri dibuat kurva standar larutan asam galat dengan kelarutan (100
ppm) sebanyak 0; 0,2; 0,4; 0,8 ml dan masing-masing ditambahkan 2.5 ml reagen
7,5% sebanyak 2 ml dan larutan ditunggu selama satu jam untuk diukur
Na2CO3 dengan volume yang sama. Kadar fenolat dibandingkan dengan kurva
(AlCl3) menurut Brighente (2007) dalam Diouf (2009). Ekstrak etanol sebanyak 2
ekstrak).
36
4.3.4.7. Kadar flavanol total
al., 1978). Prosedurnya adalah menggunakan 0,5 ml ekstrak etanol (0,25 mg/ml)
dan 3 ml vanillin (4% vanillin metanol) yang dimasukan ke dalam botol ukuran 9
ml, kemudian ditambahkan 1,5 ml HCl dan diinkubasi selama 15 menit. Sebagai
penambahan HCL dengan konsentrasi dan volume yang sama. Absorbansi dibaca
selama satu jam dan disaring ke erlenmayer ukuran 100 ml. Setelah tersaring,
aquades 100 ml untuk di refluks selama satu jam dan disaring kembali ke dalam
erlenmeyer 100 ml. Serbuk kemudian dicuci dengan 100 ml aquades dan
kemudian didinginkan sampai suhu 18º C setelah itu larutan di pindahkan ke labu
37
formaldehida dan direfluks selama 30 menit. Selanjutnya larutan kemudian di
dioven ±103º C sampai beratnya konstan kemudian cawan saring diuapkan dan
persamaan:
Ax 5 x100
Kadar tanin-formaldehid (%) =
W
Keterangan:
A: Berat ekstak
W: Berat sampel
4.3.4.9.Nilai pH
merendam serbuk kayu di air. Penyiapan sampel nilai pH rendaman air dingin
mengetahui keeratan hubungan antara parameter yang di uji dan dalam pengujian
38
BAB V
Kisaran nilai KED, KET, dan KEAP (Gambar 15-17) adalah 0,55-3,2%,
secara umum KET mendominasi pada kadar ekstraktif total (KTL) dengan kisaran
ekstraktif total di kayu gubal (7,1% - 10,3%) memiliki nilai yang lebih rendah
dibandingkan kayu teras (4,6% - 27,3%), sedangkan kayu teras luar cenderung
memiliki nilai yang lebih tinggi (11,2% - 27, 34%) dibandingkan kayu teras dalam
(4,6% - 23,08%). Kecenderungan ekstraktif pada arah aksial kayu gubal, kayu
teras luar dan kayu teras dalam memiliki nilai yang cenderung naik dari level
Nilai KED pada kayu mangium pada arah aksial dan radial disajikan
dalam Gambar 15. Grafik secara umum menunjukkan KED pada pohon 1 dan
pohon 2 hampir sama yaitu dalam kisaran 0,5-1,8% dan 0,5-3,2% dan pada arah
radial tidak begitu terlihat perbedaan antara kayu gubal dan kayu teras. Demikian
juga antara teras luar dan teras dalam. Pada arah aksial menunjukkan variasi yang
hampir linear kecuali pada teras luar pohon 1 ketinggian 40%, 60% dan teras
dalam pohon 2, teras luar pohon 2 pada ketinggian 40 dan 60%. Nilai tertinggi
didapatkan pada teras luar pohon 2 pada ketinggian 80% yaitu 3,2%
39
4.0 4.0
Diklorometana (%)
Diklorometana (%)
3.5 3.5
Kadar Ekstraktif
Kadar Ekstraktif
3.0 3.0
2.5 2.5
2.0 2.0
1.5 1.5
1.0 1.0
0.5 0.5
0.0 0.0
0% 20% 40% 60% 80% 0% 20% 40% 60% 80%
Level Ketinggian Level Ketinggian
GP1 TLP1 TDP1
GP2 TLP2 TDP2
Gambar 15. Kadar ekstraktif kayu mangium terlarut dalam diklorometana KED
(%) berdasarkan berat kering kayu pada arah aksial dan radial. GP1 (gubal pohon
1), TLP1 (teras luar pohon1), TDP1 (teras dalam pohon 1), GP2 (gubal pohon 2),
TLP2 (teras luar pohon 2), TDP2 (teras dalam pohon 2).
Nilai KET pada kayu mangium disajikan pada Gambar 16. Variasi KET
pohon 1 dan pohon 2 tidak jauh berbeda yaitu dalam kisaran 2,04 % - 22,76% dan
1,44% - 17,9%. Variasi pada arah radial, kayu gubal (2,98-4,6% dan 3,4-7,8%)
menunjukkan nilai yang rendah pada kedua pohon bila dibandingkan pada kayu
teras, sedangkan bagian teras luar dan teras dalam memiliki kisaran yang hampir
sama yaitu 2,04-22,7% dan 1,4-17,9%. Nilai KET pada arah aksial kayu gubal
menunjukkan variasi yang tidak begitu berbeda dari bagian pangkal ke bagian
ujung pada kedua pohon. Nilai di teras dalam menunjukkan nilai yang fluktuatif
dari bagian pangkal ke bagian ujung dengan KET terendah diamati pada
ketinggian 40% sebesar 2,04% dan 1,4%. Nilai di teras luar menunjukkan
kenaikan KET dari bagian pangkal ke bagian ujung dimana nilai tertinggi diamati
pada ketinggian 80% pada teras luar pohon 1 (22,7%) dan 60 % pada teras dalam
pohon 2 (17,9%).
40
24 24
Kadar Ekstraktif Etanol
(%)
9
6 6
3 3
0 0
0% 20% 40% 60% 80% 0% 20% 40% 60% 80%
Level Ketinggian Level Ketinggian
GP1 TLP1 TDP1 GP2 TLP2 TDP2
Gambar 16. Kadar ekstraktif kayu mangium terlarut etanol KET berdasarkan berat
kering kayu (%) pada arah aksial dan radial. GP1 (gubal pohon 1), TLP1 (teras
luar pohon1), TDP1 (teras dalam pohon 1), GP2 (gubal pohon 2), TLP2 (teras luar
pohon 2), TDP2 (teras dalam pohon 2)
Variasi dalam pohon kadar ekstraktif terlarut air panas (KEAP) (%) pada
kayu mangium disajikan dalam Gambar 17. Kadar ekstraktif terlarut air panas
(KEAP) pohon 1 dalam kisaran 0,8% - 7,1% dan pohon 2 adalah 1% - 5,3%.
Kayu gubal (0,8-3,8%) menunjukkan nilai yang lebih rendah dibandingkan kayu
teras pada arah radial, dan diamati perbedaan yang kecil antara teras luar yaitu
kisaran 1,06-5,3% dan bagian teras dalam yaitu dengan kisaran 1,47-7,12%.
KEAP pada variasi aksial gubal, teras luar, dan teras dalam cenderung turun dari
bagian pangkal ke bagian ujung dengan sedikit perbedaan pada teras dalam
ketinggian 40% dan 60%. Nilai tertinggi diamati pada level ketinggian 60% pada
pohon 1 (7,1%) dan level ketinggian 0% pada pohon 2 dengan nilai (5,3%).
41
8 8
Kadar Ekstrak Air Panas
(%)
3
2
1 2
0 1
0
0% 20% 40% 60% 80%
Level Ketinggian 0% 20% 40% 60% 80%
Level Ketinggian
GP1 TLP1 TDP1 GP2 TLP2 TDP2
Gambar 17. Kadar ekstraktif kayu mangium terlarut air panas KEAP berdasarkan
berat kering kayu (%) pada arah aksial dan radial. GP1 (gubal pohon 1), TLP1
(teras luar pohon1), TDP1 (teras dalam pohon 1), GP2 (gubal pohon 2), TLP2
(teras luar pohon 2), TDP2 (teras dalam pohon 2).
etanol (KET), dan kadar ekstraktif terlarut air panas (KEAP) dengan kisaran nilai
yang tidak jauh berbeda antara pohon 1 (6,18-27,34%) dan pohon 2 (4,64-21,5%).
Selanjutnya grafik total ekstraktif disajikan pada Gambar (18-19). Dari Gambar
18 secara umum menunjukkan nilai KTL pada kayu gubal (6,19-8.62% dan 7,1-
10,3%) lebih rendah dibandingkan kayu teras di kedua pohon, sedangkan di teras
luar (12,2-27,3% dan 11,2-19,1%) nilainya sedikit lebih tinggi dibanding di teras
dalam (7,7-23,4% dan 4,6-21,5%). Nilai di arah aksial untuk KTL pada kayu
gubal cenderung linear dari pangkal ke ujung, sedangkan pada kayu teras dalam
lebih fluktuatif dari pangkal ke ujung dengan nilai terendah di ketinggian 40%
untuk kedua pohon. Nilai di teras dalam naik dari bagian pangkal ke ujung pada
pohon 1 dan cenderung turun pada pohon 2. Nilai tertinggi berada pada ketinggian
80% pada pohon 1 dan 60% pada pohon 2 dengan nilai 27,3% dan 23,4%.
42
Selanjutnya pada Gambar 19 menunjukkan % proporsi pengaruh KED, KET dan
30 30
27
24 24
21 21
18 18
15 15
12 12
9 9
6 6
3 3
0 0
0% 20% 40% 60% 80% 0% 20% 40% 60% 80%
Level Ketinggian Level ketinggian
GP1 TLP1 TDP1 GP2 TLP2 TDP2
Gambar 18. Total ekstraktif kayu mangium ada arah aksial dan radial didasarkan
pada berat kering kayu (%). GP1 (gubal pohon 1), TLP1 (teras luar pohon1),
TDP1 (teras dalam pohon 1), GP2 (gubal pohon 2), TLP2 (teras luar pohon 2),
TDP2 (teras dalam pohon 2).
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
G 0% TL TD G TL TD G TL TD G TL TD G TL TD
0% 0% 20% 20% 20% 40% 40% 40% 60% 60% 60% 80% 80% 80%
KED KET KEAP (Pohon 1)
43
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
G 0% TL TD G TL TD G TL TD G TL TD G TL TD
0% 0% 20% 20% 20% 40% 40% 40% 60% 60% 60% 80% 80% 80%
KED KET KEAP (Pohon 2)
Gambar 19. Kadar ekstraktif total (pelarut diklorometana, etanol dan air panas)
pada pohon 1 dan pohon 2 di kayu gubal (G), teras luar (TL) dan teras dalam
(TD).
Gambar 19. Terlihat bahwa secara keseluruhan KET mendominasi pada nilai KTL
dengan kisaran 26,3-84,0% dari berat kering ekstrak. Prosentase nilai KED dan
proporsi KED di gubal dan teras relatif sama kecuali pada pohon 2 di bagian TD
40%. Proporsi KEAP pada Gambar 19 dapat dihubungkan dengan proporsi KET.
Seperti pada kayu gubal dan teras kenaikan KEAP dicirikan dengan penurunan
lebih tinggi dibandingkan dengan kayu teras, sedangkan proporsi KEAP dari teras
luar ke teras dalam tidak menunjukkan adanya pola tertentu. Perlu dicatat bahwa
KEAP pada TD 40% pohon 1 memiliki proporsi yang sangat besar yaitu mencapai
66,5%.
44
5.6 Kadar fenolat total
Kadar fenolat total dari ekstrak terlarut etanol (KET) disajikan pada
Gambar 20. Variasi kadar fenolat total pada pohon 1 dalam kisaran 5,78 % –
70,52 % dan pohon 2 adalah 10,4 % –76,18%. Variasi fenolat pada arah radial
menunjukkan kadar pada kayu gubal pohon 1 (5,78-18,2%) dan pohon 2 (10,4-
20,7%) lebih rendah dibandingkan kayu teras di kedua pohon. Kisaran fenolat
teras luar pohon 1 (24,2-70,5%) dan pohon 2 (38,3-76,1%) dan teras dalam pohon
pada pohon 1 dan pohon 2. Variasi pada arah aksial baik pada kayu gubal, teras
luar, dan teras dalam menunjukkan nilai yang semakin meningkat dari bagian
pangkal ke bagian ujung pohon, kecuali pada kayu gubal pohon 1. Nilai tertinggi
pohon muncul pada teras luar level ketinggian 20% dan 80% yaitu (68,09% dan
70,5%) dan level ketinggian 40% pada teras dalam adalah 66,04%, sedangkan
pada pohon 2 nilai tertinggi pada level ketinggian 80% baik teras luar dan teras
80 80
Kadar Fenolat Total (%)
70 70
Kadar Fenolat Total (%)
60 60
50 50
40 40
30 30
20 20
10 10
0 0
0% 20% 40% 60% 80% 0% 20% 40% 60% 80%
Level Ketinggian Level Ketinggian
GP1 TLP1 TDP1 GP2 TLP2 TDP2
Gambar 20. Kadar fenolat total ekstrak terlarut etanol (KET) dalam (%) pada arah
aksial dan radial. GP1 (gubal pohon 1), TLP1 (teras luar pohon1), TDP1 (teras
dalam pohon 1), GP2 (gubal pohon 2), TLP2 (teras luar pohon 2), TDP2 (teras
dalam pohon 2).
45
5.7 Kadar flavonoid total
dalam Gambar 21. Kadar flavonoid total ekstrak terlarut etanol pohon 1 dan
pohon 2 memiliki kisaran yang hampir sama yaitu dalam kisaran 0,72-8,19% dan
0,51-8,19%. Variasi flavonoid total kedua pohon pada arah radial menunjukkan
nilai kayu gubal (0,7-1,9% dan 0,5-1,2%) yang lebih rendah dibandingkan dengan
kayu teras luar dan teras dalam. Perbedaan yang kecil diamati pada kayu teras luar
dan teras dalam pada pohon 1 yaitu dalam kisaran 3,2-7,4% dan 4,9-8,19% dan
pohon 2 yaitu 7,5-8,19% dan 8,19%. Variasi aksial menunjukkan kadar flavonoid
kayu gubal cenderung linear dari bagian pangkal ke bagian ujung, namun
kecenderungan yang berbeda pada pohon 1 dimana kayu teras luar dan teras
dalam cenderung naik dari bagian pangkal ke bagian ujung, sedangkan pada
pohon 2 cenderung linear pada kayu teras dalam dan sedikit menurun pada bagian
9 9
Kadar Flavonoid Total (%)
8 8
7 7
6 6
5 5
4 4
3 3
2 2
1 1
0 0
0% 20% 40% 60% 80% 0% 20% 40% 60% 80%
Level ketinggian Level ketinggian
GP1 TLP1 TDP1 GP2 TLP2 TDP2
Gambar 21. Kadar flavonoid total dari ekstrak terlarut etanol (KET) dalam (mg/ g
ekstrak) pada arah aksial dan radial. GP1 (gubal pohon 1), TLP1 (teras luar
pohon1), TDP1 (teras dalam pohon 1), GP2 (gubal pohon 2), TLP2 (teras luar
pohon 2), TDP2 (teras dalam pohon 2)
46
5.8 Kadar flavanol total
Kadar flavanol total dari ekstrak terlarut etanol (KET) disajikan dalam
Gambar 22. Kadar flavanol total dari ekstrak etanol pohon 1 dan pohon 2
memiliki kisaran yang hampir sama yaitu dalam kisaran 0,61 – 10,9% dan 0,3-
12,5%. Secara umum variasi kadar flavanol pada arah radial kayu gubal lebih
menunjukkan perbedaan dimana pada pohon 1 teras luar nilainya sedikit lebih
tinggi dibandingkan teras dalam atau berlawanan pada pohon 2. Variasi pada arah
aksial kisaran nilai tidak menunjukkan adanya pola tertentu dan cenderung
fluktuatif dari bagian pangkal ke ujung pohon baik pada kayu gubal, teras luar,
14 14
Kadar Flavanol Total (%)
Kadar Flavanol Total (%)
12 12
10 10
8 8
6 6
4 4
2 2
0 0
0% 20% 40% 60% 80% 0% 20% 40% 60% 80%
Level Ketinggian Level ketinggian
GP1 TLP1 TDP1 GP2 TLP2 TDP2
Gambar 22. Kadar flavonol total dari ekstrak terlarut etanol (KET) dalam (mg/g
ekstrak) pada arah aksial dan radial. GP1 (gubal pohon 1), TLP1 (teras luar
pohon1), TDP1 (teras dalam pohon 1), GP2 (gubal pohon 2), TLP2 (teras luar
pohon 2), TDP2 (teras dalam pohon 2)
47
5.9 Nilai Bilangan Stiasny
Nilai bilangan Stiasny pada arah aksial dan radial disajikan dalam Gambar
23. Secara umum kadar bilangan Stiasny kayu mangium pohon 1 dan pohon 2
dalam kisaran yang hampir sama yaitu 0,12-3,83% pada pohon 1, pohon 2 yaitu
0,0-4,28%. Variasi pada arah radial, kayu gubal pohon 1 0,12-1,16% dan pohon 2
0,0-0,81% menunjukkan nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan kayu teras
luar dan teras dalam untuk kedua pohon. Teras luar dan teras dalam sedikit lebih
pada pohon 2 (0,0-4,28% dan 1,06-2,47%). Nilai bilangan Stiasny pada arah
aksial tidak menunjukkan adanya pola tertentu pada kedua pohon, baik pada kayu
gubal, kayu teras luar dan kayu teras dalam. Nilai terendah kadar bilangan Stiasny
tercatat pada pohon 2 kayu gubal ketinggian 80% dan kayu teras luar ketinggian
20% yaitu 0,0% dan tertinggi pada pohon 2 teras luar ketinggian 60% yaitu
4,28%.
5 5
Kadar Bilangan Stiasny
4 4
3 3
(%)
(%)
2 2
1 1
0 0
0% 20% 40% 60% 80% 0% 20% 40% 60% 80%
Level Ketinggian Level Ketinggian
GP1 TLP1 TDP1 GP2 TLP2 TDP2
Gambar 23. Kadar tanin-formaldehid kayu mangium pada arah aksial dan radial.
GP1 (gubal pohon 1), TLP1 (teras luar pohon1), TDP1 (teras dalam pohon 1),
GP2 (gubal pohon 2), TLP2 (teras luar pohon 2), TDP2 (teras dalam pohon 2).
48
5.10 Nilai pH
Variasi nilai pH dalam pohon disajikan pada Gambar 24. Secara umum
kisaran nilai pH 5,41-5,96 dan pohon 2 yaitu 4,6-5,41. Variasi pada arah radial
kayu gubal pohon 1 (5,5-5,8) dan pohon 2 (4,8-5,38) menunjukkan nilai pH yang
lebih tinggi dibandingkan kayu teras di kedua pohon Begitu pun pada teras luar
pohon 1 yaitu 5,57-5,84 dan pohon 2 adalah 4,8-5,41 yang menunjukkan nilai
sedikit lebih tinggi dibandingkan teras dalam pohon 1 dengan kisaran pH 5,41-
5,96 dan pohon 2 yaitu 4,6-5,19. Pada arah aksial, terdapat kecenderungan
menurun dari bagian pangkal pohon ke bagian ujung pada pohon 1 dan pohon 2.
6.0 6.0
5.8 5.8
5.6 5.6
5.4
Nilai pH
5.4
Nilai pH
5.2 5.2
5.0 5.0
4.8 4.8
4.6 4.6
4.4 4.4
4.2 4.2
4.0 4.0
0% 20% 40% 60% 80% 0% 20% 40% 60% 80%
Level ketinggian Level ketinggian
GP1 TLP1 TDP1 GP2 TLP2 TDP2
Gambar 24. Variasi nilai pH kayu mangium pada arah aksial dan radial. GP1
(gubal pohon 1), TLP1 (teras luar pohon1), TDP1 (teras dalam pohon 1), GP2
(gubal pohon 2), TLP2 (teras luar pohon 2), TDP2 (teras dalam pohon 2).
Hubunngan antar parameter uji berupa KED, KET, KEAP, KTL, kadar
fenolat total, flavonoid, flavanol dan bilangan Stiasny diuji menggunakan korelasi
49
Pearson yang disajikan pada Tabel 5.1-5.3. Hasil pengujian korelasi didapatkan
hubungan kuat positif (r) antara KET dan KTL pada kayu gubal dan teras
berturut-turut 0,82; dan 0,95 pada taraf uji 99%. Pengujian korelasi pada kayu
gubal dan teras menunjukkan parameter fenolat dan KTL memiliki korelasi positif
sebesar 0,73 dan 0,45 pada taraf uji 99% dan 95%. Selanjutnya, pengujian
korelasi pada kayu teras (lihat Tabel 5.2) menunjukkan parameter flavonoid dan
pH berkorelasi negatif sebesar -0,46 pada taraf uji 95%. Secara keseluruhan
(gubal dan teras) kadar fenolat berkorelasi dengan kadar flavonoid, flavanol, dan
Diagram pencar hasil analisis korelasi Pearson disajikan pada Gambar 25-
30. Dari diagram tersebut menunjukkan hubungan antara kadar ekstraktif total
(KTL) dengan kadar flavonoid di kayu gubal berkorelasi positif dengan nilai r =
0,73 dan terlihat tiga titik berada di luar garis yang titik tersebut berasal dari
pohon 1 ketinggian 0% dan 40% dan pohon 2 ketinggian 80%. Kemudian di kayu
teras didapatkan perbedaan nyata antara kadar flavonoid dengan nilai pH, kadar
fenolat dengan KTL, kadar fenolat dengan kadar flavonoid dan kadar flavanol
dengan kadar bilangan Stiasny (lihat Gambar 26-29) dengan nilai r = -0,46; 0,45;
Apabila di gabung antara kayu gubal dan teras maka banyak korelasi yang
diamati. Salah satu yang terkuat yaitu antara kadar fenolat dan kadar flavonoid
(Gambar 30), dan kadar fenolat total dengan KTL dengan nilai r – 0,87 dan 0,71.
berada di luar garis yang semua titik tersebut berasal dari teras luar.
50
Tabel 5.1. Koefisien korelasi Pearson (r) kayu gubal untuk setiap variabel uji
Tabel 5.2. Koefisien korelasi Pearson (r) kayu teras untuk setiap variabel uji
51
Tabel 5.3. Koefisien korelasi Pearson (r) kayu gubal dan teras untuk setiap
variabel uji
25
Kadar Fenolat Total (%)
20 y = 2.9224x - 10.836
R² = 0.5417
15
10
0
0 2 4 6 8 10 12
KTL (%)
Gambar 25. Diagram pencar antara KTL dan kadar fenolat total pada kayu gubal.
7 y = -0.1016x + 6.0343
R² = 0.2237
6
5
Nilai pH
4
3
2
1
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kadar Flavanoid (%)
52
Gambar 26. Diagram pencar antara kadar flavonoid dan pH kayu teras
80
Kadar Fenolat Total (%) 70
60
50 y = 1.5438x + 28.843
40 R² = 0.2037
30
20
10
0
0 5 10 15 20 25 30
KTL (%)
Gambar 27. Diagram pencar antara KTL dan kadar fenolat total kayu teras
80
Kadar Fenolat Total (%)
70
60
y = 6.1945x + 11.294
50 R² = 0.384
40
30
20
10
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kadar Flavanoid (%)
Gambar 28. Diagram pencar antara kadar fenolat total dan kadar flavonoid kayu
teras
53
14.0
12.0 y = 1.3624x + 4.2003
Gambar 29. Diagram pencar antara kadar flavanol dan kadar bilangan Stiasny
kayu teras
80
Kadar Fenolat Total (%)
70
60
y = 6.7655x + 7.0952
50
R² = 0.7547
40
30
20
10
0
0 2 4 6 8 10
Kadar Flavanoid (%)
Gambar 30. Diagram pencar antara kadar flavanoid dan kadar fenolat total kayu
gubal dan kayu teras.
54
BAB VI
PEMBAHASAN
pada kadar air 8,14% digunakan untuk ekstraksi kadar ekstraktif terlarut diklorometana,
etanol, dan air panas berturut-turut nilainya 0,55 - 3,27%, 1,44 - 22,72%, dan 0,83 -
menyerupai minyak, sedangkan berwarna hitam dan merah gelap pada ekstrak etanol
dan air panas. Hasil penelitian ini juga menunjukkan nilai yang tinggi, dimana
Umezawa (2001) menyebutkan kadar ekstraktif kayu umumnya kurang dari 5%,
namun terdapat kemungkinan bahwa kayu di daerah tropis memiliki kadar ekstraktif
lebih dari 5% seperti dalam penelitian ini. Hal ini juga didukung dengan penelitian
sebelumnya pada jenis A. mangium ekstrak petroleum ether, diethyl ether, aseton/air
9:1, etanol/air 8:2 dan air panas berurutan nilainya yaitu 0,35-0,65%, 0,62-2,63%, 1,41-
9,63% dan 0,41-1,44% serta 1,9-2,8% (Lange dan Hashim, 2001). Lukmandaru (2012)
mengamati sampel mangium pada ekstrak heksana dan metanol dengan nilai sebesar
0,9-5% dan 3-18% secara berurutan. Hasil penelitian ini juga sedikit lebih tinggi bila
dibandingkan penelitian Moya et al (2012) pada ekstrak etanol dan air panas dengan
nilai sebesar 2,18-6,29% dan 9,18-14,41%. Perbedaan nilai tersebut diduga karena
55
perbedaan tempat tumbuh, umur, musim, iklim, pelarut dan metode yang digunakan
untuk ekstraksi berpengaruh pada kadar ekstraktif (Fengel dan Wegener, 1995).
berdasarkan arah radial (lihat Gambar 15-17) menunjukkan nilai yang hampir sama,
demikian pula pada arah aksial dari pangkal ke ujung. Penelitian sebelumnya
pada kayu gubal yaitu 0,34% dan kayu teras 0,69%, spesies lain E. globulus pada kayu
gubal sebesar 0,2-0,5%, kayu teras luar 0,3-0,4% dan teras dalam 0,3-0,5% (Gominho
et al, 2001; Gominho et al, 2015). Secara umum pelarut non polar akan melarutkan
senyawa seperti lemak, asam lemak, lilin, wax, dan resin (Fengel dan Wegener, 1995;
ASTM, 1989). Komponen tersebut berfungsi sebagai energi untuk melakukan proses
komponen tersebut hampir sama baik pada arah aksial dan radial. Penelitian yang lain
menunjukkan pada arah radial juga terdapat ekstrak diklorometana kulit P. oocarpa
4,5%, P. pinea 2,1%, P. nigra 3,3% (Nunes et al, 1999; Masendra, 2016; Hafizoglu et
al, 2002) yang lebih tinggi dibandingkan ekstrak pada kayu gubal dan teras. Hal ini
diduga komponen tersebut juga berperan dalam sistem perlindungan dari serangan atau
Moya et al (2012) membandingkan nilai ekstrak etanol dan air panas spesies A.
mangium dan Vochiyase guatemalensis pada arah radial dimana kadar ekstrak pada A.
mangium kayu teras lebih tinggi dibandingkan kayu gubal, berbeda pada V.
guatemalensis menunjukkan kadar yang hampir sama pada kayu gubal dan teras.
56
Beberapa penelitian lain juga menyatakan ekstrak etanol dan air panas pada kayu teras
lebih tinggi dibandingkan pada kayu gubal (Lange dan Hashim, 2001; Moya et al 2012;
Yunanta et al, 2014; Gominho et al 2001; Gominho et al, 2015). Nilai KET dan KEAP
(lihat Gambar 16-17) pada kayu teras luar dan teras dalam menunjukkan hal yang
berlawanan, dimana KET lebih tinggi pada kayu teras luar dibandingkan kayu teras
dalam, sedangkan nilai KEAP lebih tinggi pada kayu teras dalam dibandingkan dengan
teras luar. Diduga perbedaan tersebut akibat perbedaan pembentukan kayu juvenil dan
kayu dewasa. Lukmandaru dan Sayudha (2012) meneliti kadar ekstraktif kayu juvenil
umur 7 tahun pada kayu jati (Tectona grandis) dan dibandingkan dengan kayu jati
dewasa umur 65 tahun menunjukkan bahwa kayu juvenil mempunyai kadar ekstraktif
yang lebih rendah baik pada kayu gubal maupun kayu teras. Hal tersebut diduga karena
sedangkan nilai KEAP pada penelitian tersebut menunjukkan tidak adanya hubungan
terkondensasi, dan polimer flavonoid. Air panas akan banyak melarutkan gula, pati,
getah dan zat berwarna pada kayu (ASTM, 2002). Dengan perkiraan semakin gelap
warna kayu, maka akan semakin banyak gula-gula dan zat warna yang terlarut sehingga
kadarnya akan lebih tinggi. Nilai kadar etanol dan air panas penelitian ini pada arah
radial menunjukkan nilai yang sedikit lebih tinggi pada kayu teras luar dan teras dalam
57
ke bagian ujung pada kayu teras dan menurun dari pangkal ke ujung pada kadar air
panas. Hillis (1967) menyebutkan kadar ekstraktif pohon dapat bervariasi baik secara
radial maupun aksial, ditinjau dari sisi pertumbuhan, ekstraktif secara radial akan
meningkat dari teras luar ke teras dalam dan menurun seiring tinggi pohon akibat
akumulasi ekstraktif. Dalam penelitian ini tidak menunjukkan hal demikian dimana
ekstrak etanol lebih banyak terakumulasi pada bagian ujung yang diduga komponen
Kadar ekstraktif penelitian ini pada arah radial menunjukkan hasil yang hampir
sama jika dibandingkan dengan penelitian Lange dan Hashim, 2001; Moya et al, 2012;
Yunanta et al, 2014; Gominho et al, 2001; dan Gominho, et al, 2015 dimana komposisi
ekstraktif pada kayu teras lebih tinggi dibandingkan dengan kayu gubal. Hal ini sesuai
dengan sifat kayu pada umumnya, yaitu teras luar mempunyai nilai yang tertinggi.
Namun pada arah aksial penelitian ini menunjukkan hasil yang hampir sama pada
komposisi ekstraktif cenderung naik dari bagian pangkal ke bagian ujung terutama
pada KET (Yunanta et al, 2014; Gominho et al, 2001). Hal ini menandakan komponen
Korelasi antar parameter di kayu gubal, dan teras pada bab sebelumnya (lihat
Tabel 5.1-5.3) memperlihatkan hubungan antar parameter uji. Diagram pencar (lihat
Gambar 25-30) menunjukkan korelasi yang kuat pada kayu gubal, dan teras. Secara
58
umum korelasi KET dan KTL menunjukkan korelasi positif yang kuat baik di kayu
gubal, kayu teras maupun keseluruhan dengan nilai 0,82; 0,95; dan 0,96 secara
berurutan. Hal tersebut sesuai dengan Gambar 19 dimana persentase KET dapat
mencapai 84% dari berat kering ekstrak. Secara keseluruhan KEAP di kayu gubal dan
teras juga menunjukkan adanya korelasi positif terhadap KTL dengan nilai kuat
korelasi 0,44. Hal ini mengindikasikan dalam penelitian ini KET dan KEAP sangat
berpengaruh pada KTL dimana semakin tinggi nilai KET dan KEAP akan semakin
tinggi KTL.
Hasil pengujian korelasi di kayu gubal (lihat Tabel 5.1) menunjukkan kadar
fenolat total dapat diprediksi dengan kenaikan KTL dengan nilai r = 0,73 tetapi hal
tersebut tidak dijumpai pada ekstrak yang lain. Kemudian diamati korelasi pada kayu
teras (lihat Tabel 5.2) juga menunjukkan korelasi antara kadar fenolat dan KTL
meskipun dengan nilai r = 0,61 dimana tidak sekuat pada kayu gubal. Apabila digabung
antara kayu gubal dan kayu teras diperoleh korelasi dengan nilai r = 0,71. Perbedaan
perbedaanya jika dibandingkan persentase KTL di kayu teras yang berkisar 4,6-27,3%
sehingga menjadikan kisaran nilai r lebih lebar. Tingginya korelasi antara fenolat dan
KTL di kayu gubal mengindikasikan fenolat terbentuk di kayu gubal dalam bentuk
glikosida (Sakakibara dan Sano, 2001) dan berbanding lurus dengan kadar ekstraktif.
59
6.2. Analisis Komposisi Ekstraktif
etanol (KET) secara spektrofotometris. Analisis fenolat total, flavonoid, flavanol dan
HCl dan tanin formaldehid secara berurutan. Flavanoid, flavanol, dan tanin merupakan
golongan senyawa yang masuk ke dalam golongan fenolat. Fenolat merupakan hasil
dari metabolisme yang muncul secara alami dari jalur sikimat yang menghasilkan
fenolpropanoid atau berasal dari jalur mevalonat yang menghasilkan fenol sederhana.
Perbedaan antara fenolat, flavonoid, flavanol dan tanin dapat dibedakan secara stuktur
kimianya, fenolat atau fenol merupakan senyawa kimia yang memiliki cincin aromatik
(benzene) yang berikatan dengan satu atau lebih gugus hidroksil (OH) atau
salah satu turunan flavonoid yaitu flavanol dimana flavanol mengikat gugus hidroksil
pada struktur C6-C3-C6. Tanin memiliki struktur oligomer atau polimer dari fenolat
Pengukuran pada kadar fenolat total, flavonoid dan flavanol (lihat Gambar 20-
24) pada arah radial menunjukkan kecenderungan nilai kadar kayu teras lebih tinggi
dibandingkan kayu gubal. Nilai tersebut juga sedikit lebih tinggi nilai pada kayu teras
dalam untuk fenolat, flavonoid, dan teras luar untuk flavanol bila dibandingkan dengan
60
gubalnya. Pada arah aksial, kecenderungan nilai kadar fenolat dan flavonoid meningkat
dari pangkal ke ujung baik pada kayu gubal maupun kayu teras luar dan dalam, kecuali
pada nilai kadar flavanol yang tidak memiliki pola tertentu dari bagian pangkal ke
ujung untuk gubal, teras luar dan teras dalam. Dari hasil tersebut juga menunjukkan
nilai kadar fenolat total kayu mangium berkisar antara 5,7-76,1% dimana nilai tersebut
menunjukkan kisaran yang hampir sama pada kayu teras A. mangium (42-74%) dan A.
auriculiformis (14-75%) (Lange dan Hashim, 2001; Tham dan Kang, 2014). Hasil
tersebut menunjukkan hal yang sama dengan penelitian Moya et al (2012) dimana kayu
teras memiliki fenolat yang lebih tinggi dibandingkan dengan kayu gubal. Tingginya
kadar fenolat pada kayu teras menunjukkan perbedaan akumulasi ekstraktif pada kayu
gubal akibat perbedaan fungsi fisiologis dimana kayu teras lebih banyak berperan
dalam kekuatan dan ketahanan kayu, aktivitas biologi seperti antioksidan, anti jamur
ataupun serangan dari serangga (Mitsunaga et al., 1997; Shimizu et al., 1998;
Juntheikki and Julkunen-Titto, 2000; Chang et al., 2001; Willfo¨r et al., 2003; Kishino
ditemukan pada tumbuhan dan lebih spesifik pada kulit, kayu teras, bunga, buah, biji
dan akar. Flavonoid juga dapat ditemukan dalam bentuk glikosida. Secara umum, hasil
menunjukkan nilai kandungan flavonoid kayu gubal lebih rendah dibandingkan kayu
teras, seperti halnya dengan pengamatan Moya et al (2012). Namun dalam penelitian
ini juga menunjukkan sedikit perbedaan antara kayu teras luar dan teras dalam.
61
Selanjutnya secara aksial terdapat perbedaan antara pohon 1 dan pohon 2 dimana pohon
menunjukkan kadar flavonoid yang hampir sama dari pangkal ke ujung. Hasil ini juga
menunjukkan perbedaan dengan penelitian Neverova (2013) pada kayu Larix sibrica
Selanjutnya, salah satu turunan dari flavonoid yaitu flavanol dimana flavanol
juga ditemukan dalam bentuk polimer berupa tanin terkondensasi, dimana tanin lebih
banyak ditemukan pada kulit dibandingkan kayu (Rowell, 2005; Sakai, 2001). Secara
umum, hasil penelitian ini menunjukkan nilai kadar flavanol kayu teras luar lebih tinggi
dibandingkan kayu teras dalam dan kayu gubal. Tingginya kadar flavanol pada kayu
teras luar dan teras dalam diduga merupakan mekanisme pertahanan untuk mengurangi
serangan jamur pembusuk dimana kayu teras sangat rentan terhadap serangan jamur
tersebut. Secara aksial, nilai kadar flavanol tidak menunjukkan adanya pola tertentu
antimikroba dan sifat antioksidan (Scalbert, 1991; Field dan Lettinga, 1992; Mila et
al.,1996; Hagerman et al.,1998; Eyles et al., 2004) dalam Mihara et al (2005). Tachi et
al (2005), Lange dan Hashim, (2001) dan Barry et al (2005) melaporkan adanya
62
memiliki kandungan flavonoid, flavanol yang cukup tinggi, dan senyawa tersebut dapat
disebabkan oleh degradasi komponen fenolat yang berasosiasi dengan jamur pembusuk.
Salah satu bentuk lain dari fenolat yaitu berupa tanin terkondensasi. Tanin
terkondensaasi, dalam penelitian ini tanin diukur dalam bilangan Stiasny. Fungsi tanin
di dalam pohon berperan dalam aktivitas biologi dan juga sumber antioksidan (Sakaai,
2001). Berkaitan dengan kadar tanin, secara umum tanin lebih banyak dihasilkan di
bagian kulit (Sakai, 2001; Rowell, 2005). Melihat hasil yang didapat juga menunjukkan
nilai kadar tanin pada arah aksial maupun radial, dimana kadar menunjukkan hasil
dengan kisaran 0-4,28%. Nilai itu jauh berbeda dengan kadar tanin pada bagian kulit
pada beberapa spesies Acacia spp berkisar 2,6- 19,2% (Sakai, 2001). Sehingga dalam
hal ini bagian kayu baik gubal, teras luar dan teras dalam pada penelitian ini kurang
berpotensi sebagai sumber bahan perekat berbahan dasar tanin ataupun sumber
antioksidan.
Nilai kadar bilangan Stiasny pada penelitian ini (lihat Gambar 23)
menunjukkan hasil yang lebih rendah dibandingkan dengan penelitian lain seperti
Guangcheng (1991) pada 6 jenis kulit spesies Acacia spp dimana nilai bilangan Stiasny
berkisar 70– 88%. Selanjutnya, bilangan Stiasny yang diperoleh dapat dikorelasikan
dengan kadar flavanol (lihat Tabel 5.1-5.3) karena penyusun dari tanin dalam hal ini
tanin terkondensasi yaitu berupa flavanol (Fengel dan Wegener, 1995; Sakai, 2001;
Rowell, 2005).
63
Pengujian korelasi parameter kadar fenolat total, flavonoid, flavanol dan
bilangan Stiasny pada Tabel 5.1-5.3 di kayu gubal dan kayu teras menunjukkan hal
yang berbeda pada keduanya. Pengamatan korelasi di kayu gubal hanya terjadi antara
KTL dengan kadar fenolat dengan nilai korelasi 0,73, kemudian di kayu teras
menunjukkan kadar fenolat berkorelasi positif di parameter KTL dan kadar flavanoid
dengan nilai korelasi 0,45; 0,61; secara berurutan. Hal ini menandakan semakin tinggi
kadar fenolat total akan semakin tinggi KTL dan kadar flavonoid. Pengamatan pada
parameter lain juga terjadi korelasi antara parameter kadar flavanol dengan kadar
bilangan Stiasny (lihat Tabel 5.2), dimana kadar bilangan Stiasny dapat diprediksi
dengan kenaikan kadar flavanol. Kedua parameter tersebut berkorelasi dengan nilai r
= 0,45. Hal ini wajar sebab secara umum penyusun dari tanin terkondensasi berasal
dari flavanol, namun demikian nilai korelasi yang dihasilkan pada penelitian ini tidak
setinggi yang diharapkan, sehingga ada kemungkinan bahwa fenolat yang ada di kayu
Hasil pengujian korelasi antara kayu gubal dan teras (lihat Tabel 5.1-5.3)
menunjukkan perbedaan setelah digabung antara kayu gubal dan teras terutama pada
hampir berkorelasi kecuali pada parameter nilai pH dan KED. Hal tersebut diduga
karena perbedaan kisaran antara kayu gubal dan kayu teras, sehingga apabila digabung
64
6.2.2. Nilai pH
dengan merendam kayu di dalam air selama 24 jam, kemudian diukur menggunakan
pH meter. Hasil pengukuran (lihat Gambar 24) menunjukkan nilai pH kedua pohon
dari arah aksial dan radial menunjukkan nilai pH pada kayu teras (4,6-5,96) lebih
rendah dibandingkan pada kayu gubal (4,8-5,88) begitu juga dengan nilai pH pada kayu
teras dalam (4,6-5,96) yang menunjukkan nilai yang lebih rendah dibandingkan kayu
teras luar (4,8-5,84). Nilai pH dalam penelitian ini menunjukkan nilai pH asam lemah
dimana Fengel dan Wegener (1995) menyatakan bahwa nilai pH kayu berada pada
kisaran asam lemah hingga sedang (3,3 – 6,4), sedangkan kayu tropika berada dalam
Penelitian sebelumnya Nawawi (2002) pada lima jenis kayu (A. mangium, G.
lebih rendah pada kayu teras dibanding nilai pH pada kayu gubal. Selain itu, akumulasi
ekstraktif pada kayu teras juga lebih tinggi dibanding kayu gubal pada penelitian
tersebut. Pada variasi aksial (lihat Gambar 24) juga menunjukkan penurunan nilai pH
dari bagian pangkal ke bagian ujung baik pada kayu gubal, teras luar dan teras dalam
dari kedua pohon. Hal serupa juga dilaporkan pada beberapa penelitian sebelumnya
65
Dari hasil sebelumnya (lihat Gambar 15-24) dilakukan pengujian korelasi (lihat
Tabel 5.1-5.3) untuk menentukan parameter uji yang mempunyai pengaruh terhadap
nilai pH. Dari hasil pengujian menunjukkan hanya parameter kadar flavonoid total
yang berkorelasi negatif terhadap nilai pH di bagian kayu teras pada taraf uji 95% yaitu
dengan nilai korelasi -0,46. Secara teori senyawa fenolat, flavonoid, flavanol maupun
bilangan Stiasny mengindikasikan adanya gugus hidroksil yang akan berpengaruh pada
pada keasaman kayu. Selain parameter tersebut, terdapat unit lain seperti hemiselulosa
dan abu pada kayu yang juga memiliki gugus hidroksil (Saka, 2001; Sakakibara dan
Sano, 2001). Hal ini juga menandakan fenolat terutama flavonoid tidak begitu
berpengaruh dan ada faktor lain yang diduga berpengaruh pada pH kayu mangium.
66
BAB VII
7.1 Kesimpulan
sebagai berikut:
1. Kadar ekstraktif terlarut diklorometana kayu mangium secara berurutan pada kayu
gubal adalah 1,37 – 1,85%, teras luar 0,9 – 3,27% dan teras dalam 1,24-1,82%
dengan perbedaan yang sedikit baik pada variasi radial maupun aksial.
Kadar ekstraktif terlarut etanol kayu mangium secara berurutan pada kayu gubal
adalah 2,98 – 7,8%, teras luar 9,19 – 22,76%, dan teras dalam 1,44 – 15,03%
dengan kecenderungan pada variasi radial naik dari gubal ke teras luar dan turun
ke teras dalam, sedangkan pada variasi aksial cenderung naik dari pangkal ke
bagian ujung.
Kadar ekstraktif terlarut air panas kayu mangium secara berurutan pada kayu gubal
adalah 0,83 - 3,86%, teras luar 1,06 – 5,34%, dan teras dalam 1,41 – 7,12% dengan
kecenderungan meningkat dari kayu gubal ke teras luar dan teras dalam pada variasi
radial, dan cenderung menurun dari pangkal ke ujung pohon pada variasi aksial.
2. Kadar fenolat total, flavonoid, flavanol, dan bilangan Stiasny secara berurutan
adalah 5,78 – 76,18%, 0,73 – 8,19%, 0,31 – 12, 56%, dan 0,12-1% dengan
kecenderungan nilai kadar kayu teras lebih tinggi dibandingkan kayu gubal secara
radial, dan sedikit lebih tinggi nilai pada kayu teras dalam untuk kadar fenolat total,
flavonoid, bilangan Stiasny dan teras luar untuk kadar flavanol total. Variasi pada
67
arah aksial memiliki kecenderungan naik dari pangkal ke ujung untuk fenolat,
flavonoid dan bilangan Stiasny, dan cenderung fluktuatif pada kadar flavanol.
3. Nilai pH kayu mangium secara berurutan dari kayu gubal 4,8 – 5,88, teras luar 4,8-
5,84, dan teras dalam 4,6 – 5,96. Variasi radial nilai pH cenderung turun dari kayu
gubal ke teras luar dan teras dalam, sedangkan pada variasi aksial nilai pH turun
4. Terdapat korelasi positif antara kadar flavonoid dan KTL Terdapat korelasi positif
antara kadar fenolat total dengan KTL dan kadar flavonoid serta kadar flavanol
dengan kadar bilangan Stiasny. Terdapat korelasi negatif antara kadar flavonoid
7.2 Saran
masing ekstrak, terutama pada ekstrak terlarut etanol (KET) dan ekstrak terlarut air
panas (KEAP).
2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan pada kadar hemiselulosa dan kadar abu untuk
68
DAFTAR PUSTAKA
Abdul-Kader, R., dan M.H. Sahri. 1993. Properties and Utilization. Dalam:
Awang, K. dan Taylor, D. (ed.) Acacia mangium: Growing and
Utilization. 225-241. MPTS Monograaph Series No 3. Winrock
International dan Food and Agriculture Organization of The United
Nations, Bangkok, Thailand.
69
Dumanauw, J.F. 1982. Mengenal Kayu. PT Gramedia.Jakarta
Eldoma, A. dan Awang, K. 1999. Site adaptability of Acacia mangium, Acacia
auliculiformis, Acacia crassicarpa and Acacia aulacocarpa. APAFRI
Publication Series No. 3. Asia Pacific Associationof Forestry Research
Institutions, Kuala Lumpur, Malaysia.
Hart, J.H. 1989. Role of wood exudates and extractives in protecting wood from
decay in: Rowe JW (eds) Natural products of woody plants, Vol II.
Springer. Berlin Heidelberg New York. 861-878
Ho, Chi-Tang. 1992. Phenolic Compounds in Food and Their Effects on Health I.
ACS Symposium Series; American Chemical Society. Washington D.C
70
Hoong, Y.B, A. Pizi, P. M. Tahir, dan H. Pasch. 2010. Characterisation od
Acacia mangium polyflavanoid tannins by MALDI mass spectrometry and
CP-MAS 13C NMR. European Polymer Journal. 46: 1268-1277.
Humphreys, F.R, dan P.J. Martin. 1956. A survey of the tannin content of the bark
of plantation-grown Pinus radiata from Jenolan State Forest, N.S.W.
Australian Forestry 20: 96-101.
Krisdianto. 2012. Variasi keasaman dan kapasitas penyangga kayu Tampui Beras
dan Manggis Hutan. Jurnal penelitian Hasil Hutan. 31(4): 242- 249.
71
Masendra. 2016. Komposisi Kimia Ekstraktif Kulit Kayu (Pinus merkusii).
Skripsi. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
72
Pinto, P. C, D.V. Evtuguin, C.P. Neto. 2005. Chemical composition and structural
features of the macromolecular components of plantation Acacia mangium
wood. J. Agric Food Chem,53(20): 7856-7862.
Pinyopusarerk, K, S.B. Liang, dan B.V. Gunn. 1993.Taxonomy, distribution,
biology and use as an exotic. Dalam: Awang, K. dan Taylor, D. (ed.) Acacia
mangium: growing and utilization. Winrock International dan Food and
Agriculture Organization of the United Nations, Bangkok,Thailand.
73
Yunanta, K, G. Lukmandaru, A. Fernandes. 2014. Sifat Kimia dari Kayu Shorea
retusa, Shorea macroptera dan Shorea macrophylla. Jurnal Penelitian
dipterokarpa 8: 15-24.
Zabel, R. A dan J.J Morell. 1992. Wood microbiology, decay and its prevention.
Academic press. London.
74
LAMPIRAN
75
Lampiran 1. Kadar Air Kayu
76
Lampiran 2. Tabel Kadar Ekstraktif Terlarut Diklorometana
77
Lampiran 3. Tabel Kadar Ekstraktif Terlarut Etanol
78
Lampiran 4. Tabel Kadar Ekstraktif Terlarut Air Panas
Berat
Berat Kadar
botol +
Berat ekstrak Air
NO Kode Berat botol ekstrak
sampel (kering) Panas
(kering)
(g) (%)
(g)
1 P1D1G 3.2488 132.3499 132.48 0.1256 3.8660
2 P1D1TeL 3.1526 96.5809 96.661 0.0800 2.5376
3 P1D1Ted 3.2549 88.8374 88.912 0.0743 2.2827
4 P2D2G 3.2583 83.9055 83.96 0.0549 1.6849
5 P2D2TeL 3.25 125.9831 126.04 0.0616 1.8954
6 P2D2TeD 3.2439 115.4817 115.54 0.0615 1.8959
7 P1D3G 3.245 115.5579 115.6 0.0431 1.3282
8 P1D3TeL 3.245 109.5532 109.63 0.0745 2.2958
9 PID3TED 3.249 90.1364 90.305 0.1682 5.1770
10 PID4G 3.24 142.4087 142.44 0.0270 0.8333
11 P1D4TeL 3.248 113.76 113.79 0.0346 1.0653
12 P1D4TeD 3.2437 79.7562 79.987 0.2310 7.1215
13 P1D5G 3.245 164.2056 164.29 0.0822 2.5331
14 P1D5TeL 3.249 165.9571 166.05 0.0902 2.7762
15 P1D5TeD 3.2533 168.4803 168.56 0.08 2.4590
16 P2D1G 3.2586 161.7329 161.81 0.0751 2.3047
17 P2D1TeL 3.243 96.5604 96.734 0.1733 5.3438
18 P2D1TeD 3.2497 79.7394 79.846 0.1068 3.2865
19 P2D2G 3.2405 83.8801 83.928 0.0479 1.4782
20 P2D2TeL 3.2405 132.3254 132.38 0.051 1.5738
21 P2D2TeD 3.2476 88.7013 88.848 0.1471 4.5295
22 P2D3G 3.2487 110.8042 110.88 0.0732 2.2532
23 P2D3TeL 3.2479 116.3186 116.39 0.0704 2.1676
24 P2D3TeD 3.2425 118.1311 118.18 0.0477 1.4711
25 P2D4G 3.2480 116.6003 116.63 0.0333 1.0252
26 P2D4TeL 3.2442 112.5492 112.59 0.038 1.1713
27 P2D4TeD 3.2416 114.068 114.14 0.0682 2.1039
28 P2D5G 3.2472 125.9403 125.99 0.0531 1.6353
29 P2D5TeL 3.2451 129.1512 129.24 0.0893 2.7518
30 P2D5TED 3.2437 113.7335 113.79 0.0608 1.8744
79
Lampiran 5. Tabel Serapan Fenolat Total
80
Lampiran 6. Kurva Kalibrasi Asam Galat
Absorbansi Konsentrasi
0.063 0.0078125
0.14 0.015625
0.269 0.03125
0.539 0.0625
0.989 0.125
2.12 0.25
0.3
y = 0.119x + 0.0003
0.25
R² = 0.9985
0.2
Absorbansi
0.15
0.1
0.05
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5
Konsentrasi
81
Lampiran 7. Tabel Serapan Flavonoid Total
82
Lampiran 8. Kurva Kalibrasi Standar Quersetin
Absorbansi Konsentrasi
0.1 0.003906
0.233 0.007813
0.533 0.015625
1.032 0.03125
2.301 0.0625
0.07
y = 0.0267x + 0.0018
R² = 0.9979
0.06
0.05
Absorbansi
0.04
0.03
0.02
0.01
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5
Konsentrasi
83
Lampiran 9. Tabel Serapan Flavanol Total
84
Lampiran 10. Kurva Kalibrasi (+) Katekin
Absorbansi Konsentrasi
0.026 0.007813
0.074 0.015625
0.269 0.0625
0.07
0.06 y = 0.2295x + 0.0004
R² = 0.997
0.05
Absorbansi
0.04
0.03
0.02
0.01
0
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3
Konsentrasi
85
Lampiran 11. Tabel Kadar Tanin-Formaldehid (Bilangan Stiasny)
Berat
Berat
botol +
Berat Berat ekstrak
NO Kode ekstrak % Tanin
sampel botol (kering)
(kering)
(g)
(g)
1 P1D1G 2.1622 32.468 32.4688 0.0008 0.18
2 P1D1TeL 2.1654 32.5908 32.5972 0.0064 1.48
3 P1D1Ted 2.1692 32.078 32.0887 0.0107 2.47
4 P2D2G 2.1631 29.9649 29.9699 0.005 1.16
5 P2D2TeL 2.1604 32.4513 32.4574 0.0061 1.41
6 P2D2TeD 2.1692 30.702 30.7186 0.0166 3.83
7 P1D3G 2.1646 30.6459 30.6464 0.0005 0.12
8 P1D3TeL 2.1628 30.5902 30.5987 0.0085 1.97
9 PID3TED 2.1628 30.4948 30.4972 0.0024 0.55
10 PID4G 2.1628 29.9985 30.0028 0.0043 0.99
11 P1D4TeL 2.1672 29.7773 29.782 0.0047 1.08
12 P1D4TeD 2.1699 30.3013 30.3103 0.009 2.07
13 P1D5G 2.1604 31.1064 31.1104 0.004 0.93
14 P1D5TeL 2.1655 30.7885 30.802 0.0135 3.12
15 P1D5TeD 2.1679 29.8495 29.8548 0.0053 1.22
16 P2D1G 2.1633 32.203 32.2065 0.0035 0.81
17 P2D1TeL 2.1627 30.7028 30.7142 0.0114 2.64
18 P2D1TeD 2.1691 30.6503 30.661 0.0107 2.47
19 P2D2G 2.162 30.4568 30.4574 0.0006 0.14
20 P2D2TeL 2.1655 26.2775 26.2775 0 0.00
21 P2D2TeD 2.1644 29.9003 29.9108 0.0105 2.43
22 P2D3G 2.167 26.7860 26.7861 0.0001 0.02
23 P2D3TeL 2.1696 26.5365 26.547 0.0105 2.42
24 P2D3TeD 2.1698 26.2334 26.238 0.0046 1.06
25 P2D4G 2.1601 27.3959 27.3986 0.0027 0.62
26 P2D4TeL 2.1627 25.6477 25.6662 0.0185 4.28
27 P2D4TeD 2.1659 31.0133 31.0238 0.0105 2.42
28 P2D5G 2.1603 32.6079 32.6079 0 0.00
29 P2D5TeL 2.1613 30.7129 30.7235 0.0106 2.45
30 P2D5TED 2.164 30.7287 30.738 0.0093 2.15
86
Lampiran 12. Tabel Nilai pH
Kode pH
P1D1G 5.88
P1D1TeL 5.84
P1D1Ted 5.52
P1D2G 5.78
P1D2TeL 5.66
P1D2TeD 5.7
P1D3G 5.74
P1D3TeL 5.79
PID3TED 5.96
PID4G 5.65
P1D4TeL 5.64
P1D4TeD 5.41
P1D5G 5.5
P1D5TeL 5.57
P1D5TeD 5.74
P2D1G 5.25
P2D1TeL 5.41
P2D1TeD 5.03
P2D2G 5.34
P2D2TeL 5.28
P2D2TeD 5.15
P2D3G 5.38
P2D3TeL 4.8
P2D3TeD 5
P2D4G 5.14
P2D4TeL 5.03
P2D4TeD 5.19
P2D5G 4.8
P2D5TeL 4.9
P2D5TED 4.6
87
Foto Eksperimen
88
Gambar pengujian fenolat
89