Anda di halaman 1dari 95

LAPORAN KEGIATAN

PRAKTIK KERJA LAPANG


PERUM PERHUTANI KPH SARADAN

DISUSUN OLEH

KETUA : ALFI SAHRIN C1L016005


ANGGOTA: ASTI RAHMAWATI C1L016015
DODI ALFAYED C1L016025
GEO IRA THREE W. C1L016033
NURLITA FITRIANI C1L016080

JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MATARAM
2019
ii

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Praktik Kerja Lapang yang diajukan oleh:


NamaKelompok :Perhutani 3
ProgramStudi :Kehutanan
Jurusan :Kehutanan

Telah diterima sebagai salah satu syarat untuk melakukan kegiatan PKL.Laporan
kegiatan ini telah diperiksa dan disetujui oleh dosen pembimbing.

Menyetujui:

PantiaPKL, PembimbingPKL,
(Ketua)

Dr. Sitti Latifah, S.Hut, M.Sc.F Dr. Sitti Latifah, S.Hut, M.Sc.F
NIP.19720923 199512 2 000 1 NIP.19720923 199512 2 000 1

Mengetahui:

KetuaJurusanKehutanan, Ketua Program StudiKehutanan,

Muhammad Husni Idris S.P.,M.Sc.,Ph.D Dr. Andi ChairilIchsanS.Hut.,M.SiNIP.


19701231 199612 1002 NIP.19831216 2008121003

Tanggal Pengesahan:
1

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Proses pendidikan sarjana kehutanan sejatinya ditempuh melalui
serangkaian kegiatan dan menerapkan metode pembelajaran yang saling
berkesinambungan satu sama lain untuk menghasilkan keluaran yang unggul
secara teori dan praktik. Universitas Mataram dalam hal ini khususnya Program
Studi Kehutanan memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk melaksanakan
Praktik Kerja Lapang (PKL) di perusahaan atau institusi yang bergerak di bidang
kehutanan dengan harapan ilmu yang diperoleh selama di perkuliahan dapat
diterapkan di dunia kerja.
Praktik Kerja Lapang (PKL) adalah salah satu bentuk kegiatan kurikulum
Program Studi Kehutanan Universitas Mataram yang menjadi salah satu
persyaratan akademik yang wajib dipenuhi oleh mahasiswa kehutanan setelah
menyelesaikan 110 SKS dengan beban kredit 3 SKS yang berbasis
kompetensi.Kompetensi diartikan sebagai suatu rangkaian kegiatan penerapan
ilmu pengetahuan kehutanan mahasiswa secara langsung di lapangan.Mahasiswa
melakukan pengamatan, pengukuran, wawancara, analisis, peragaan, perancangan
dan uji coba yang mencakup seluruh aspek pengelolaan hutan berbasis kelestarian
ekosistem.
Selain itu PKL berbasis kelestarian ekosistem ini diharapkan menjadi
jembatan antara perguruan tinggi dengan lembaga mitra Perhutani pada khususnya
untuk menjawab tantangan isu kompetensi dan sertifikasi SDM pengelola
hutan.Agar harapan dapat tercapai diperlukan komitmen yang kuat dan
konsistensi dari belah pihak yang terlibat langsung dalam penyelenggaraan praktik
ini.Pihak Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidik berkewajiban
mempersiapkan calon lulusannya memiliki kemampuan dasar di bidang kehutanan
yang memiliki soft skill, sehingga pihak dunia kerja (Perhutani khususnya) dapat
dengan mudah mentransformasikan kompetensi profesional yang dibutuhkan oleh
peserta PKL.
2

Perum Perhutani dirasakan mampu untuk mentransformasikan keilmuan


dari perguruan tinggi untuk mencetak rimbawan yang profesional, mengingat
wilayah kerja yang dikelola sebesar 2.566.889 ha yang terdiri atas Hutan Produksi
seluas 1.454.176 ha (57%), Hutan Produksi Terbatas seluas 428.795 ha (16%),
dan Hutan Lindung seluas 683.889 ha. Selain itu Perum Perhutani dihadapi
dengan tantangan status revitalisasi sebagai pengelola hutan excellent yang terdiri
dari manajemen hutan, produktivitas (potensi jenis, sistem silvikultur, penanaman
dan pemeliharaan) dan perlindungan dan pengamanan hutan serta pengembangan
ekowisata yang selaras dengan kegiatan dari praktik kerja lapang.
1.2 Tujuan
Tujuan dari kegiatan Praktik Kerja Lapang (PKL) secara umum adalah
sebagai berikut:
1. Pengalaman dalam mengimplemantasikan ilmu dan teori pengelolaan
hutan lestari dalam dunia kerja, khususnya di bidang manajemen
hutan, produktivitas (silvikultur), pemanenan, perlindungan dan
pengamanan hutan, pengembangan ekowisata, kesehatan dan
keselamatan kerja, pemanfaatan hutan, rehabilitasi hutan,
pemberdayaan masyarakat, dan administrasi kehutanan.
2. Pengalaman kerja dalam kegiatan-kegiatan pengelolaan hutan sehingga
mahasiswa mengerti, mampu menganalisa, dan mengkomunikasikan
konsep-konsep dan praktekdalam pengelolaan hutan lestari.
3. Pengalaman kehidupan bersama dengan menginterpretasikan nilai-nilai
dasar korsa rimbawan.
1.3 Manfaat
Manfaat yang diperoleh setelah mengikuti kegiatan praktek kerja lapang yaitu:
1. Data hasil kegiatan praktek kerja lapang dapat menjadi masukan
kepada lembaga mitra untuk dijadikan dasar pengelolaan hutan lestari
agar menjadi lebih baik lagi
2. Menjadi sarana pengembangan kemampuan dan penguasaan keilmuan
bagi mahasiswa terutama dalam bidang pengelolaan hutan lestari.
3

3. Mahasiswa dapat mengimplementasikan kehidupan bermasyarakat


terutama dengan orang dan pihak yang bergelut dibidan kehutanan

1.4 Output
Kegiatan Keluaran atau hasil yang akan diperoleh dengan terlaksananya
kegiatan ini adalah laporan hasil kegiatan PKL, baner dan film dokumenter dari
setiap kelompok mahasiswa, serta artikel Ilmiah yang merupakan tugas individu.
4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keselamatan Kerja


Keselamatan kerja dapat diartikan sebagai keselamatan kerja yang
berkaitan dengan alat kerja, mesin proses pengolahan tempat kerja, lingkungannya
serta system melakukan pekerjaan. Sama’mur ( Ratih& Bambang, 2017). Ratih &
Bambang (2017) menyebutkan bahwa keselamatan kerja adalah situasi dimana
pekerja merasa aman dan nyaman dengan lingkungan kerja dan berpengaruh
kepada produktivitas dan kualitas bekerja.
Kesehatan, Keselamatan dan Keamanan Kerja (K3K) Para pekerja hutan
anatara lain pemasangan tanda peringatan pada daerah penebangan, penyaradan,
pengankutan, penggunaan alat tebang dan pemakain kelengkapan alat pengaman
dan disediakan P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan). Alat perlindungan
diri dalam pekerjaan tebangan perlu dilengkapai peralatan sebgai berikut:
a. Helm untuk melindungi kepala dari benuran benda keras seperti
ranting atau cabang pohon yang jatuh
b. Kacamata untuk melindungi mata dari percikan serbuk gergaji atau
serpihan kayu yang terlontar pada saat dilakukan penebangan pohon
atau pemotongan kayu
c. Penutup telinga untuk melindungi lubang tellingan dari percikan
serbuk gergaji atau serpihan kayu terlontar pada saat dilakuakan
penebebangan pohon atau pemotongan kayu serta mengurangi
kebisingan drai gergaji mesin (chainsaw) yang dapat merusak gendang
telinga, sehingga dapat menimbulkan ketulian.
d. Masker untuk mencegah masuknya percikan serbuk gergaji kedalam
paru-paru melalui hidung yang akan menyebabkan gangguan
pernafasaan dan penyakit paru-paru
e. Sarung tangan digunakan untul mencegah lecet atau luka pada jari,
telapak tangan akibat gesekan dnegan mesin gergaji danlogam lainnya
atau akibat tertusuk serpihan kayu, duri dan sebagainnya.
5

f. Sapatu lars atau sepatu jungle boot digunakan untuk mencegah lecet
atau luka pada jari, telaak kaki, hingga betis akibat tertimpa benda
keras, tertusuk serpihan kayu, duri, kunus dan gigitan binatang berbisa
(ular, kalajengking) dan sebagainnya.
Disarankan untuk tenaga tebang (mandor dan blandong tebang) sebaiknya
mengenakan celana panjang yang terbuat dari bahan jins atau kain tebal dan
mengenakan baju lengan panjang pada saat emlaksanakan tebangan (Mawardana,
2013).Menurut Soepomo (1985 cit. Ratih & Bambang, 2017) “Kesehatan Kerja
digambarkan sebagai bentuk usaha-usaha dan aturan-aturan untuk menjaga tenaga
kerja/karyawan dari kejadian atau keadaan yang bersifat merugikan kesehatan saat
buruh/karyawan tesebut melakukan pekerjaan dalam suatu hubungan kerja”. Ratih
& Bambang (2017) menyebutkan bahwa Kesehatan kerja adalah merupakan usaha
yang diterapkan sebuah aturan-aturan untuk menjaga kondisi karyawan/tenaga
kerja dari kejadian atau keadaan yang dapat merugikan kesehatan
buruh/karyawan, baik keadaan yang sehat fisik atau sosial sehingga akan didapat
kemungkinan bekerja lebih optimal dan produktf.

2.2 Perencanaan Hutan


2.2.1 Penataan dan Pengorganisasian Kawasan Hutan
Keberadaan kawasan hutan dalam suatu wilayah merupakan bagian
dari ruang wilayah provinsi maupun kabupaten/kota yang bersangkutan
sehingga kebijakan penataan ruang wilayah provinsi dan
kabupaten/kotaakan memberikan implikasi luas terhadap keberadaan
kawasan hutan tersebut (Epi Syahadat & Subarudi, 2012).
Dalam Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor :
P.43/Menhut-II/2013 tentang Penataan batas Areal Kerja Ijin Pemanfaatan
Hutan, persetujuan Prinsip Pengunaan Kawasan Hutan Dan Pengelolaan
Kawasan Hutan ada Kesatuan Pengelolaan Hutan Dan Kawasan Hutan
Dengan Tujuan Khusus Bab I pasal I ayat 4, Pengelola kawasan hutan
adalah adalah Kesatuan Pengelolaan Hutan dan Kawasan Hutan Dengan
Tujuan Khusus.
6

2.2.2 Inventarisasi Hutan


Andhi Trisna Putra (2015) Menyatakan bahwa Inventarisasi Hutan
merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengetahui dan memproleh data
serta informasi mengenai potensi, karakteristik, bentang alam serta informasi
lainnya.Data-data Inventarisasi Hutan perlu dianalisa sehingga dapat
menghasilkan informasi berupa struktur, komposisi dan potensi tegakan
yang dapat digunakan sebagai dasar penyusunan tata hutan dan rencana
pengelolaan KPH.
2.2.3 Perhitungan Etat, Uji Jangka Waktu Penebangan dan Pembuatan
Bagan Tebang
Etat adalah Jatah Tebangan Tahunan (JTT) yang diperkenankan dan
disesuaikan dengan rotasi atau daur tebang yang telah ditetapkan. Selama ini
kebijakan nilai FE yang diberikan kementerian kehutanan untuk penetapan
Jatah Produktif Tahunan (JPT) diberlakukan sama untuk semua kondisi
IUPHK-HA, yaitu sebesar 0,70 (Soenarno et al, 2013)
Rohman (2008) menyatakan bahwa kelas yang digunakan dalam
perhitungan etat adalah kelas hutan produktif yang terdiri dari KU, Miskin
Riap (MR), dan Masak Tebang (MT).
2.2.4 Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH)
Di dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan
Bab IV Pasal 11 Perencanaan Kehutanan meliputi 1.)Inventarisasi Hutan;
2.)Pengukuhan Kawasan Hutan; 3.)Penatagunaan Kawasan Hutan;
4.)Pembentukan Wilayah Pengelolaan Hutan dan 5.) Penyusunan Rencana
Kehutanan.Dalam Kehutanan Tradisional, Hutan normal yang diatur dengan
pengalokasian luas yang seragam tiap periode telah ditetapkan sebagai
tujuan jangka panjang yang ingin dicapai Salo dan Tahvonen ( Rohmanet al,
2013 ). Menurut Osmaston (1968 cit.Rohman et al, 2013) Hutan normal
adalah Hutan yangtelah mencapai (dan dapat dipertahankan) keadaan yang
hampir sempurna sesuai tujuan pengelolaan.
7

2.3 Produktivitas Hutan/ Pembinaan Hutan


2.3.1 Perencanaan atau Persiapan Lapangan
Soeranggadjiwa (1991, Agustinus et al, 2013). Agustinus et al (2013)
menyatakan Perencanaan atau persiapan lapangan program rehabilitas hutan
dan lahan melalui kegiatan reboisasi dan yang kritis dengan fokus pada
penanaman dengan melibatkan peranserta masyarakat dalam
pelaksanaannya. Dan juga didalamnya termasuk Inventarisasi Hutan,
Penataan Hutan, Pengukuhan Hutan, Pemetaan Hutan dan Pengaturan
Produksi serta juga dilakukannya Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) yang
dimana pelaksanaannya sebagai berikut
1. Organisasi Pelaksanaan
2. Teknik Pelaksanaan
3. Realisasi Pelaksanaan
4. Pemantauan dan Pengendalian
5. Pemeliharaan
2.3.2 Pengadaan Benih
Didalam Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor
P.1/Menhut-II/2009 Tentang Penyelangaraan Perbenihan Tanaman Hutan
Bab I Pasal 1 ayat 1, 2 dan 4 disebutkan bahwa :
1. Perbenihan Tanaman Hutan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan
pembangunan sumberdaya genetik, pemuliaan tanaman, pengadaan dan
pengedaran benih dan bibit dan sertifikasi.
2. Benih tanaman hutan yang selanjutnya disebut benih adalah bahan
tanaman yang berupa bahan generatif (biji) atau bahan vegetatif yang
digunakan untuk mengembangbiakan tanaman hutan.
4. Sumber benih adalah suatu tegakan didalam kawasan hutan dan diluar
kawasan hutan yang dikelola guna memproduksi benih berkualitas.
Didalam Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor
P.28/Menhut-II/2010 Tentang Pengawasan Peredaran Benih Tanaman Hutan
Bab II Pasal 2 disebutkan bahwa: Pengaturan pengawasan peredaran benih
dan bibit tanaman hutan bertujuan untuk :
8

a. Menjamin terlaksananya pengendalian peredaran benih dan bibit sesuai


dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
b. Melindungi pengguna benih dan/atau bibit dari benih dan/atau bibit yang
tidak berkualitas, dan
c. Menjamin kepastian usaha bagi pengada benih serta pengedar benih
dan/atau bibit terhadap produk usahanya yang memenuhi standar.
Pengadaan benih meliputi :
1. Kebun benih dan tegakan benih
2. Seleksi dan penyimpanan benih
3. Kebutuhan benih
4. Perlakuan benih
2.3.3 Pembuatan Persemaian
Pembuatan persemaian merupakan salah satu upaya untuk upaya untuk
memperoleh bibit dalam jumlah yang cukup tersedia pada saat diperlukan
serta bermutu baik sehingga akan menunjang keberhasilan di lapangan (Ria
Sari Ramadhani &Reine Suci Wulandari, 2018). Pembuatan persemaian
meliputi :
1. Luas dan persyaratan lokasi
2. Lay-out persemaian
3. Pembuatan unit persemaian
4. Pembuatan bedeng tabur
5. Kontainer, selokan dan jalan pemeriksaan
6. Penaburan
7. Pemeliharaan
8. Administrasi persemaian
2.3.4 Sistem Pembuatan Tanaman
Sistem tanam tumpangsari adalah salah satu usaha sistem tanam dimana
terdapat dua atau lebih jenis tanaman yang berbeda ditanam secara bersamaan
dalam waktu relatif sama atau berbeda dengan penanaman berselang‐seling dan
jarak tanam teratur pada sebidang tanah yang sama (Warsana, 2009
cit.Permanasari dan Kastono 2012). Gomez dan Gomez (1983) cit.Permanasari
dan Kastono (2012), secara tradisonal tumpangsari digunakan untuk
9

meningkatkan diversitas produk tanaman dan stabilitas hasil tanaman.


Keuntungan yang diperoleh dengan penanaman secara tumpangsari diantaranya
yaitu memudahkan pemeliharaan, memperkecil resiko gagal panen, hemat
dalam pemakaian sarana produksi dan mampu meningkatkan efisiensi
penggunaan lahan Beets (1982, cit..Permanasari dan Kastono (2012)
Sistem Cemplongan adalah suatu teknis penanaman dengan pembersihan
lapangan tidak secara total, yaitu dilakukan disekitar lobang yang akan ditanam
yang diterapkan pada lahan miring yang tanahnya peka erosi.(P.22/Menhut-
V/2007).
2.3.5 Teknik Penanaman Dan Pengaturan Pola Tanam.
Ada banyak pengertian pola tanam secara global pola tanam dapat
didefinisiakan sebagai urutan tahunan dan pengaturan spasial tanaman pada
satu unit lahan pertanian (Chandrasekaran et al 2010, cit. Banjarnahor dan
Simanjutak 2015).Pola tanam sebagai sub-sistem dari budaya tanaman
adalah salah satu bentuk pengaturan pertanaman untuk mencapai efektivitas
dan efesiensi produksi pada kondisi lingkungan budayanya (Banjarnahor
dan Simanjutak 2015).Umumnya ketrbatasan persediaan air adalah alasan
utama yang mendasari penyusunan pola tanam dalam periode waktu tertentu
(Suryadi, 2011 cit..Banjarnahor dan Simanjutak 2015).

2.4 Perlindungan dan Pengamanan Hutan


2.4.1 Pengendalian Hama Dan Penyakit
Pengetahuan pengendalian hama berpengaruh positif dan signifikan
terhadap buruk tidaknya perilaku petani dalam pengendalian hama. Artinya
perilaku petani yang baik dalam pengendalian hama yaitu yang sesuai
dengan prinsip pengendalian hama terpadu, meskipun menggunakan
pestisida namun dilaksanakan secara benar.
2.4.2 Pengendalian Kebakaran
Penyebab kebakaran hutan dan lahan didefinisikan sebagai sesuatu
yang bersifat alami maupun perbuatan manusiayang menyebabkan
terjadinya proses penyalaan serta pembakaran bahan bakar hutan dan lahan.
10

Dilihat dari faktor penyebab kebakaran hutan dan lahan di Indonesia, faktor
alam tampaknya hanya memegang peranan kecil, sedangkan faktor manusia
menyebabkan hampir 100% dari kejadian kebakaran hutan dan lahan, baik
sengaja maaupun tidak disengaja, contohnya api digunakan dalam
pembukaan lahan.
Kebakaran hutan dan lahan 1997/1998 merupakan malapetaka yang
sangat hebat, sampai pemerintah Indonesia menyatakan sebagai Bencana
Nasional.Kebakaran hutan dan lahan saat ini telah menjadi salah satu bentuk
gangguan terhadap pengelolaan hutan dan lahan.Akibat negatif yang
ditimbulkan cukup besar misalnya kerusakan ekologis, menurunnya estetika,
merosotnya nilai ekonomi hutan dan produktifitas tanah, perubahan iklim
mikro maupun global, menurunkan keanekaragaman sumberdaya alam
hayati dan ekosistemnya yang merupakan sumber plasma nutfah yang tak
ternilai. Kebakaran hutan merupakan masalah yang krusial dan perlu
penanganan yang sungguh-sungguh, karena kebakaran ini disamping
menyebabkan terjadinya gangguan lingkungan hidup dari asap yang timbul
juga berakibat hilangnya potensi hutan dan penurunan keanekaragaman
hayati. Oleh sebab itu perlu dilakukan suatu strategi pengendalian kebakaran
hutan yang efektif dan efisien.Kegiatan pengendalian kebakaran hutan
merupakan semua aktivitas untuk melindungi hutan dari kebakaran
liar.Aktivitas tersebut mencakup kegiatan pencegahan, pra-pemadaman dan
pemadaman kebakaran hutan (Zulkifli, 2017).
2.4.3 Pengendalian Perladangan Berpindah
Perladangan berpindah (shifting cultivation) merupakan suatu sistem
pertanian lahan kering, umumnya di daerah tropis yang dilakukan
berdasarkan pengalaman masyarakat secara turun temurun dalam mengolah
lahan.Berbagai penelitian menghasilkan pandangan negatif dan positif
tentang perladangan berpindah.Pandangan negatif menyebutkan perladangan
berpindah menyebabkan penggundulan hutan dan erosi tanah. Pernyataan
lain yang terekspose bahwa kebakaran hutan di berbagai daerah disebabkan
adanya sistem perladangan berpindah ( Yuminartiet al, 2018).
11

Pernyataan lain yang terekspose bahwa kebakaran hutan di berbagai


daerah disebabkan adanya sistem perladangan berpindah. Menurut
Houghton et al (1991cit. Yuminarti et al (2018) sistem ladang berpindah ini
juga disalahkan karena hilangnya 10 persen kawasan hutan di Amerika.
Pendapat yang sama dinyatakan oleh Serrao et al (1996cit. Yuminarti et al,
(2018) bahwa 30 persen sampai 35 persen dari hutan di Amazon hilang
karena perladangan berpindah. Demikian pula menurut Jong (2001cit.
Yuminarti et al (2018), luas lahan pada sistem perladangan berpindah
disalahkan atas hilangnya 50 persen kawasan hutan di Indonesia. Selain itu,
produktivitas perladangan berpindah juga dianggap sangat rendah dan boros
sumber daya, bila dibandingkan dengan risiko lingkungan yang akan terjadi.
Pertanian perladangan berpindah pada umumnya dilakukan oleh
masyarakat tradisional pada suatu daerah dengan tingkat kepadatan
penduduk rendah.Semakin berkembang suatu wilayah dan semakin banyak
jumlah penduduk, artinya tingkat kepadatan semakin tinggi sistem ini tidak
dapat diterapkan.Hal ini sebagai faktor penyebab masyarakat petani merasa
perlu mulai menerapkan sistem usahatani menetap, sehingga pemanfaatan
lahan usahatani menjadi lebih efisien, dan menghindarkan dari pembukaan
hutan primer (Yuminarti et al, 2018).
2.4.4. Pencegahan Perambahan Hutan
Peraturan mengenai perambahan hutan yakni terdapat pada UUD N0
41 Tahun 1999 pada pasal 50 ayat 3 a dan b
3.a.Mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan
hutan secara tidak sah; Yang dimaksud dengan mengerjakan kawasan
hutan adalah mengolah tanah dalam kawasan hutan tanpa mendapat izin
dari pejabat yang berwenang, antara lain untuk perladangan, untuk
pertanian, atau untuk usaha lainnya. Yang dimaksud dengan
menggunakan kawasan hutan adalah memanfaatkan kawasan hutan
tanpa mendapat izin dari pejabat yang berwenang, antara lain untuk
wisata, penggembalaan, perkemahan, atau penggunaan kawasan hutan
yang tidak sesuai dengan izin yang diberikan.
12

3.b.Merambah kawasan hutan; yang dimaksud dengan merambah adalah


melakukan pembukaan kawasan hutan tanpa mendapat izin dari pejabat
yang berwenang.
2.4.5 Pencegahan Penggembalaan Ternak
Menurut Denyyl dan Day praktik penggembalaan mengganggu proses
regenerasi secara alami. Namun demikian, ternak tersebut dapat dikontrol
sehingga tidak merusak regenerasi pohon(Garrett et al. (2004), cit.kurniadi
(2017).Penggembalaan liar sering terjadi pada hutan lindung di daerah
tropis.Intensitas penggembalaan liar berbanding terbalik dengan kerapatan
tajuk. Penggembalaan liar dengan intensitas tinggi menyebabkan hutan
berubah menjadi padang penggembalaan secara permanen (Piana &
Marsden (2014cit.Kurniadi, 2017).
2.4.6Pencegahan pencurian kayu
Illegal loging merupakan kejahatan yang merugikan rakyat dan
negara.Penanganan kasus Illegal Loging oleh Pemerintah tidak berjalan
dengan baik, terutama jika melibatkan elit politik, birokrat maupun aparat
polisi atau anggota Tentara Nasional Indonesia.Padahal, Pemerintah telah
menyatakan bahwa illegal loging harus diberantas secara konsisten siapapun
pelakunya.Ilegal loging merupakan salah satu bentuk kejahatan di bidang
kehutanan, yakni melakukan penebangan ilegal terhadap kayu-kayu di
hutan-hutan milik negara atau dalam bahasa sehari-hari dikenal sebagai
pencurian kayu kehutanan sampai saat ini belum berjalan efektif seperti
yang diharapkan oleh masyarakat banyak (Tihirang, Indra Ch.R. 2013).

2.5 Konservasi Sumberdaya Hutan


2.5.1 Inventarisasi Jenis-Jenis Kawasan Lindung Dan Upaya Penetapan,
Pelestarian Dan Pengendalian Pemanfaatannya
Menurut Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1990
Tentang Pengelolaan Kawasan Lindung Pasal 1, 2 dan 3 adalah sbegai
berikut :
1. Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi
13

utama melindungi kelestarian Lingkungan Hidup yang mencakup


sumber alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya
bangsa guna kepentingan Pembangunan berkelanjutan.
2. Pengelolaan kawasan lindung adalah upaya penetapan, pelestarian
dan pengendalian pemanfaatan kawasan lindung.
3. Kawasan Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat
khas yang mampu memberikan lindungan kepada kawasan sekitar
maupun bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegah banjir dan
erosi serta memelihara kesuburan tanah.
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2013
Tentang Pedoman Pelestarian Dan Pengendalian Pemanfaatan Kawasan
Lindung Pasal 9 (1) berbunyi Tata cara penetapan kawasan lindung dan
pola ruang kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan
Pasal 8, dilakukan melalui tahapan:
a. inventarisasi dan identifikasi rencana kawasan lindung;
b. penyusunan rencana kawasan lindung; dan
c.penetapan kawasan lindung, meliputi: 1. jenis dan lokasi kawasan
lindung; 2.ekosistem yang harus dilindungi; dan 3. fungsi kawasan
lindung.
2.5.2 Inventarisasi Keanekaragaman Hayati(Flora Dan Fauna)
Keanekaragaman hayati ialah suatu istilah yang mencakup semua
bentuk kehidupan yang mencakup gen, spesies tumbuhan, hewan dan
mikroorganisme serta proses-proses ekologi (Sutoyo, 2010).Menurut
Peraturam Direktur Jenderal Perlindungan Hutan Dan Konservasi Alam P.
12/IV-SET/2014 Pasal 1 Butir 12 menyebutkan bahwa Keanekaragaman
jenis tumbuhan dan satwa liar adalah segala sesuatu yang diberikan oleh
potensi keanekaragaman jenis dan atau keindahan yang dihasilkan dari
fisik dan perilaku jenis tumbuhan dan/atau satwa liar.
2.5.3 Pelestariasn Spesies-Spesies Tumbuhan Langka Atau Dilindungi
Yang Ditemukan Dipetak Kehutanan Di Perum Perhutani
IUCN Red List adalah daftar yang membahas status konservasi
berbagai jenis makhluk hidup seperti satwa dikeluarkan oleh IUCN.Daftar
14

ini dikeluarkan pertama kali pada tahun 1948 dan merupakan panduan
paling berpengaruh mengenai status keanekaragaman hayati. Tujuan
IUCN adalah untuk memperingatkan betapa pentingnnya masalah
konservasi kepada publik dan pembuat kebijakan untuk memperbaiki
status kelangkaan suatu spesies (Aristides et al, 2016).

2.6 Pemenan Hasil Hutan Kayu


2.6.1 Rencana dan Pelaksanaan Pembukaan Wilayah Hutan
Perencanaan dilakukan melalui kegiatan inventarisasi dan
identifikasi (pemetaan lahan), disain kebun, dan penyusunan rencana kerja
tahunan. Inventarisasi dan identifikasi dilakukan oleh lembaga
berkompeten melalui kegiatan survei tanah dan evaluasi lahan yang
mencakup pengumpulan dataPembukaan lahan dilakukan tanpa bakar dan
menerapkan kaidah tata air (hidrologi) yang baik. Pengelolaan air secara
khusus bertujuan untuk menghindari kerusakan lahan (Peraturan Menteri
Pertanian Nomor : 14/Permentan/PL.110/2/2009).
Tahapan kegiatan penebangan pohon meliputi perencanaan,
persiapan dan pelakasanaan tebang. Selanjutnya hasil tebangan diangkut,
dikapling di TPK, dipasarkan serta dicatat/diadministrasikan/
ditatausahakan kedalam blanko-blanko tertentu. Rangkaian kegiatan
penatausahaan hasil hutan disebut TUHH(Tata Usaha Hasil Hutan)
Tahapan perencanaan tebang habis dilaksanakan 2 tahun sebelum
pelaksanaan tebang habis (T-2) meliputi kegiatan pembuatan batas, petak
danblok rencana tebangan, klem dan tere pohon jati, sedangakan untuk
hutan rimba hanya diklem. Jika kan dilaksanakan tebang habis tahun 2017
maka T-2 berarti jatu pada tahun 2015 (Mawardana, 2013).
2.6.2 Teknik Pemanenan Kayu
Sistem Silvikultur adalah sistem pemanenan sesuai tapak/tempat
tumbuh berdasarkan formasi terbentuknya hutan yaitu proses klimatis dan
edaphis dan tipe-tipe hutan yang terbentuk dalam rangka pengelolaan
hutan lestari atau sistem teknik bercocok tanaman hutan mulai dari
15

memilih benih atau bibit, menyemai, menanam, memelihara tanaman dan


memanen (Pasal 1 Peraturan Mentri Kehutanan Nomor P.11/MENHUT-
II/2009
Untuk memperoleh kayu hasil tebangan dnegan volume sebesar
besarnya dan kualitas kayu setinggi tinggintya, diupayakan dilaksanakan
kegiatan panca usaha tebangan yang terdiri dari “a-ta-tung-gi-tong”yaitu
akronomi/singkatan dari : a(Arah rebah), ta(takik rebah,takik balas),
tung(tunggak rendah), gi(pembagian batang cermat), tong (pemotongan
siku) (Mawardana, 2013).

2.7 Pemanenan Hasil Hutan Non Kayu


2.7.1 Identifikasi Jenis HHBK
Menurut FAO tanaman HHBK adalah tanaman yang tumbuh
alami, bukan tanaman budidaya, sedangkan menurut Kementerian
Kehutanan, tanaman HHBK adalah tanaman yang tumbuh alami dan
tanaman budidaya (Triyono Puspitojati, 2011)
2.7.2 Potensi HHBK
(Desi Indrasari et al, 2017) menyatakan bahwa Jangka waktu
panen HHBK yang lebih singkat sangat besar peranannya dalam
mempertahankan eksistensi hutan karena petani tetap mempunyai sumber
pendapatan dari lahan hutan.Selain itu, juga dapat memberikan
pengetahuan kepada masyarakat lokal, bahwa pemanfaatan hutan tidak
hanya dari kayunya saja, melainkan dengan pemanfaatan buah-buahan
seperti durian, mangga, alpukat, serta hasil hutan lainnya seperti karet,
atau rotan dan lain sebagainya. Pemanfaatan HHBK yang lebih optimal
didapatkan dengan jenis HHBK yang lebih beragam, sehingga akan lebih
banyak produk yang dapat dipasarkan.
2.7.3 Teknik Pemanenan HHBK (Alat, Produktivitas, Periode Panen)
Didalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan
Republik Indonesia Nomor : P.42/Menlhk-Setjen/2015 Tentang
Penatausahaan Hasil Hutan Kayu Yang Berasal Dari Hutan Tanaman Pada
16

Hutan Produksi pasal 1 ayat 27 Pemanenan adalah kegiatan


penebangan/pemotongan pohon hasil penanaman yang berasal dari areal
hutan tanaman. Contoh yang diambil ialah pemanenan Buah Rotan
Jernang, Rotan tanaman penghasil jernang mulai berbuah pada umur
empat tahun. Tandan buah akan keluar daripangkal ruas bagian atas
setelah itu tandan buah akan keluar terdiri dari sejumlah calon buah dalam
jumlah yang dipengaruhi oleh umur pohon. Masa proses pembuahan
hingga buah dalam satuan tandan akan masak memerlukan waktu antara
11 sampai 13 bulan. Secara umum antara satu sampai dua bulan sebelum
buah masak, potensi resin yang terbentuk sangat optimal.Waktu panen
jernang dalam satu tahun adalah dua kali yaitu pada bulan April dan
September Winarni et al. (2005 cit Juang Rata Matangaran & Lana
Puspitasari, 2012).
2.7.4 Biaya Produksi HHBK Termasuk Upah Dan Tenaga Kerja HHBK
Biaya produksi adalah akumulasi dari semua biaya-biaya yang
dibutuhkan dalam proses produksi dengan tujuan untuk menghasilkan
suatu produk atau barang. M. Agus Kurniawan et al (2016) menyatakan
bahwa dalam perhitungan biaya produksi suatu dari suatu barang
terkhusus HHBK dalam hal ini Biaya pengrajin anyaman rotan, dapat
dihitung dengan rumus :
Bp = Ac + Tc + Pc
Dimana :
Bp = Biaya Produksi (Rp/th)
Ac = Biaya Akomodasi (Rp/th)
Tc = Biaya Transportasi (Rp/th)
Pc = Biaya Peralatan (Rp/th)

2.7.5 Penanganan Pasca Panen(Pengumpulan dan Pengangkutan)


Pascapanen adalah tahap penanganan hasil tanaman pertanian
segera setelah pemanenan. Penanganan pascapanen mencakup
pengeringan, pendinginan, pembersihan, penyortiran, penyimpanan, dan
17

pengemasan. Dalam hal mengambil contoh pasca panen dari Saninten atau
Castanopsis argentea, Yang dimana menurut Muhammad Imam Surya et
al (2017) pasca panen yang dilakukan adalah dengan melakukan metode
sterilisasi, terdiri atas persentase hidup, awal berkecambah, muncul akar,
tunas dan kalus dari eksplan biji dan tunas. Hasil penelitian awal untuk
tahap inisiasi jenis saninten tidak tampak signifikan pada parameter
pertumbuhan akar, kalus dan tunas. Hal ini dikarenakan pada penelitian ini
belum dilakukan proses subkultur. Hutami dan Purnamaningsih (2003, cit
Muhammad Imam Surya et al 2017) menyatakan beberapa faktor yang
berpengaruh dari satu eksplan pada kultur jaringan sangat ditentukan oleh
media kultur, jenis tanaman dan frekuensi subkultur. Persentase hidup
didasarkan pada jumlah eksplan saninten yang tidak mengalami kematian
pada umur 8 minggu setelah ditanam.
2.7.6 Pemasaran HHBK
Pemasaran merupakan proses aliran produk atau jasa dari produsen
ke konsumenmelalui lembaga-lembaga pemasaran. Sistempemasaran yang
efisien adalah sistempemasaran yang mampu menyampaikan hasilhasildari
produsen ke konsumen dengan biayayang semurah-murahnya dan mampu
mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang harus
dibayar konsumen terakhir kepada semua pihak yang terlibat dalam
produksi dan pemasaran suatu produk Mubyarto (1998, cit Juang Rata
Matangaran& Lana Puspitasari, 2012).Fungsi fungsi pemasaran yang
dilaksanakan oleh lembaga-lembaga pemasaran menurut Sudiyono (2001,
cit Juang Rata Matangaran& Lana Puspitasari, 2012).Pada prinsipnya
digolongkan ke dalam tiga tipe fungsi pemasaran sebagai berikut: 1).
Fungsi pertukaran, adalah kegiatan memperlancar perpindahan hak milik
dari barang atau jasa yang dipasarkan. Fungsi ini terdiri dari dua fungsi
yaitu fungsi pembelian dan fungsi penjualan; 2).Fungsi fisik, adalah semua
tindakan yang langsung berhubungan dengan barang dan jasa sehingga
menimbulkan kegunaan tempat, bentuk, dan waktu.Fungsifisik meliputi
fungsi penyimpanan, fungsi pengolahan, dan fungsi pengangkutan;
18

3).Fungsi penyediaan fasilitas, adalah semuakegiatan yang bertujuan untuk


memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen ke
konsumen. Fungsi ini terdiri dari fungsi standarisasi dan , fungsi
penanggungan resiko, fungsi pembiayaan, dan fungsi informasi pasar.

2.8 Pengembangan Masyarakat Desa Hutan (PMDH)


2.8.1 Identifikasi dan Pendataan Kondisi Potensi Serta Masalah Social
Ekonomi Masyarakat
Menurut Kamus besar bahasa Indonesia identifikasi adalah tanda
kenal diri, penentu atau penetapan identitas seseorang, benda, dan
sebagainya. Identitas sosial pertama kali didefinisikan oleh Tajfel
(Haslam, 2001) sebagai bagian dari pengetahuan individu tentang
keanggotaanya dalam kelompok atau kelompok sosial yang disertai
pentingnya nilai dan emosi sebagai anggota kelompok.Unsur kelompok
berdasarkan definisi tersebut memiliki pengaruh yang cukup signifikan
dalam menjelaskan konsep identitas sosial, dimana kelompok menjadi
tempat untuk mengkonstruk kognitif, perasaan dan perilaku anggotanya.
Selain itu kelompok dianggap sebagai kumpulan dari distribusi orang yang
sama identitas sosialnya, dan melakukan persaingan dengan orang lain
dalam mencapai keunikan yang positif (Huda, 2014).
Kondisi sosial ekonomi masyarakat ditandai adanya saling kenal
mengenal antar satu dengan yang lain, paguyuban, sifat kegotong-
royongan dan kekeluargaan. Kehidupan sosial masyarakat Desa Srigading
terdiri dari interaksi sosial, nilai sosial, dan tingkat pendidikan, sedangkan
gambaran kehidupan ekonomi masyarakat Desa Srigading ini terdiri dari
kepemilikan rumah tempat tinggal, luasnya tanah garapan atau tanah yang
dimilikinya (Basrowih dan Siti Jurawiyah, 2010).
2.8.2 Kebijakan dan Program Pemberdayaan Masyarakat Oleh
Pemerintah Desa
Kebijakan adalah sebuah keputusan politis yang diambil oleh
pemerintah sebagai bagian dari sikap pemerintah untuk memecahkan
19

sebuah persoalan publik.Pada prinsipnya sebuah kebijakan tidak terlepas


dari keterlibatan seluruh element yang ada baik itu masyarakat sebagai
bagian yang terikat dalam hasil putusan kebijakan sampai pada tahap
pemerintah sebagai badan pembuat kebijakan tersebut.Kebijakan memiliki
beragam definisi, yang masing-masing memiliki penekanan berbeda, hal
ini tidak terlepas dari latar belakang seorang ilmuan tersebut. Namun
demikian, satu hal yang perlu diingat dalam mendefinisikan kebijakan,
adalah bahwa pendefinisian kebijakan tetap harus mempunyai pengertian
mengenai apa yang sebenarnya dilakukan, ketimbang apa yang diusulkan
dalam tindakan mengenai suatu persoalan tertentu (Winarno,
2012cit.Afifah, 2016).
Mustangin, (2017) menyatakan Makna pemberdayaan dipandang
sebagai upaya untuk memampukan individu atau komunitas.Dimana
pemberian wewenang atau kekuasaan tersebut bertujuan untuk membuat
masyarakat menjadi mandiri.Dari segi bahasa pemberdayaan berasal dari
kata “Daya” yang berarti kekuatan atau kemampuan untuk melakukan
usaha.Anwas (2013cit.Mustangin, 2017), menyebutkan bahwa
pemberdayaan (empowerment) merupakan konsep yang berkaitan dengan
kekuasaan (power).
2.8.3 Persepsi dan Harapan Pemerintah Desa Terhadap Perum Perhutanai
Dan Program Kehutanan Yang Ada Diperum Perhutani
Persepsi dan perilaku seseorang adalah bentuk karakteristik sosial
yang banyak dipertimbangkan untuk mengelola kawasan hutan berbasis
masyarakat (Irawan dkk, (2017cit.Wulandari,2010). Irawan dkk, (2017)
menyatakan bahwa persepsi merupakan suatu proses yang memberikan
kesadaran kepada individu tentang suatu obyek atau peristiwa di luar
dirinya melalui panca indra. Perum Perhutani adalah perusahaan Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberikan kewenangan oleh negara
untuk melakukan pengelolaan hutan produksi di Indonesia sejak tahun
1972 (Prasetyo dan kliwon, 2016).
20

2.8.4 Kelembagaan Kelompok Tani


Kelembagaan merupakan aturan yang berlaku dalam masyarakat
(arena) yang yang menentukan siapa yang berhak membuat keputusan,
tindakan apa yang boleh dan idak boleh dilakuakan, aturan apa yang
berlaku umum dimasyrakat, prosedur apa yang harus diikuti, informasi apa
ynag mesti atau tiddak boleh disediakan dan keuntungan apa ynag individu
akan terima sebagai sebagai buah dati tindakan yang
dilakukannya(Fauziyah (2017 cit. Ostrom 2002)). Terjadinya institusi atau
lembaga sosial, bermula dari tumbuhnya suatu kekuatan ikatan hubungan
antar manusia tersebut sangat erat kaitannya dengan keberlakuan suatu
norma sebagai patokan dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya,
seperti kebutuhan akan rasa keindahan, keadilan, pendidikan, ketentraman
keluarga dan lain sebagainya (Noviasi, 2015).

2.9 Pengelolaan Das dan Rehabilitas Hutan dan Lahan


2.9.1 Lahan Kritis
Pengertian lahan kritis antara suatu lembaga dengan lembaga lainya
berbeda-beda, adanya perbedaan sudut pandang dari masing-masing
pengguna, dari sudut pandang pertanian memandang lahan kritis dikaitkan
dengan produksinya (produksi) sedangkan dari sudut pandang kehutanan
memandang lahan kritis dikaitkan dengan fungsi sebagai media pengatur
tata air, media produksi hasil hutan dan sebagai media proteksi banjir
dan/atau sedimentasi bagian hilir (Didu, 2001cit.Indrihastuti dkk, 2016).
2.9.2Daerah Aliran Sungai
DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan
dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung,
menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau
atau ke laut secara alami.Batas di darat berupa pemisah topografi dan batas
di laut hingga daerah perairan masih terpengaruh aktivitas daratan. Sub DAS
adalah bagian dari DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya
21

melalui anak sungai ke sungai utama, sehingga DAS terbagi habis di dalam
Sub-sub DAS (Menurut UU Nomor 7 Tahun2004).
2.9.3 Rehabilitasi Lahan
Syahrizal(2015 cit. Ruhimat, 2004) menyatakan bahwa masyarakat
Indonesia sesungguhnya sudah sejak lama mengenal program Konservasi
dan Rehabilitasi Lahan seperti program penghijauan, penanaman sejuta
hektar, rehabilitasi lahan kritis, reboisasi dan Agroforestry. Syahrizal(2015
cit. Zain (1998) menyatakan rehabilitasi lahan adalah upaya memulihkan
lahan dengan melakukan penanaman pohon dan konservasi tanah.
2.9.4 Konservasi
Kata “konservasi“ mengandung makna pengawetan atau usaha
menuju kearah perbaikan. Menurut Dephut (1985 dan 1990), konservasi
berarti upaya pengelolaan sumber daya alam secara bijaksana dengan
berpedoman pada azas kelestarian. Berdasarkan Surat Keputusan Bersama
Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan dan Menteri Pekerjaan Umum
No.19/1984, No. 059/Kpts-II/84 dan No.124/Kpts/84, Konservasi tanah
adalah upaya untuk mempertahankan atau memperbaiki daya guna lahan
termasuk kesuburan tanah dengan cara pembuatan bangunan teknik sipil
disamping tanaman (vegetatif), agar tidak terjadi kerusakan tanah dan
kemunduran daya guna dan produktifitas lahan.
22

BAB III. KONDISI UMUM LOKASI PKL

3.1 Sejarah Kawasan


Pada periode 1990-an, telah diterbitkan sertifikat Well Managed Forest
oleh FSC-SW kepada Perum Perhutani. Sekitar tahun 1997 pemberian sertifikasi
tersebut dibekukan (suspended) untuk diubah dengan pendekatan penilaian di
tingkat distrik. Pada tahun 1998, dilakukan proses penilaian untuk 3 KPH
(Kesatuan Pemangkuan Hutan) di wilayah Unit I Jawa Tengah yakni KPH Cepu,
KPH Mantingan, dan KPH Kebonharjo dengan luas total sekitar 67.000 hektare.
Proses yang dilalui dalam penilaian 3 KPH itu adalah sebagai berikut:
a) Juni-Agustus Konsultasi para pihak (stakeholders)
b) 29 Juni-12 Juli Penilaian KPH-KPH oleh tim assesor
c) 13-16 Juli Penyusunan draft laporan
d) 17 Juli-15 Agustus Penyelesaian laporan
e) 16 Agust-15 Sept Review oleh SW-HQ
f) 16 Sept-15 Okt Peer review dan diskusi
g) 15 Oktober Keputusan sertifikasi
h) Akhir Oktober Finalisasi persetujuan/tandatangan kontrak
sertifikasi
i) 2-11 Desember 1999 Audit tahunan
j) 19-23 Juni 2000 Audit CAR
Sejak tahun 1999, diinisiasikan proses penilaian untuk 8 KPH yang lain,
meliputi 3 KPH di wilayah Unit I Jawa Tengah (Kendal, Banyumas Timur, dan
Gundih) dan 5 KPH di wilayah Unit II Jawa Timur (Ngawi, Padangan, Saradan,
Madiun, dan Lawu DS). Proses yang dilalui adalah sebagai berikut:
a) 8 Maret-2 April Penilaian lapangan KPH-KPH
b) 5 April-10 April Menyusun laporan dan dihasilkan draft rancangan
c) 12 April-16 April Perbaikan laporan dan input berbagai pihak yang
berkepentingan
d) 19 April-30 April Penyampaian draft laporan ke SW-HQ
23

e) 3 Mei-7 Mei Draft laporan dikirim ke Perhutani untuk di-review


f) 10Mei -21 Mei Penyusunan laporan akhir di SW-HQ dengan
mempertimbangkan feedback dari Perum Perhutani
g) 24 Mei-4 Juni Peer review
h) 14-18 Juni Keputusan sertifikasi oleh Panel Eksekutif SW
i) Audit tahunan

3.2 Letak dan Luas


Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Saradan adalah
salah satu unit manajemen di Wilayah Divisi Regional Jawa Timur Luas
Wilayahnya 37.936,6 Ha, terdiri dari Hutan Lindung 6 % dan Hutan Produksi
94%.Wilayah kawasan hutan KPH Saradan seluas 37.936,6 Ha terletak pada 4
(Empat) Wilayah Administratif pemerintahan yaitu : Kabupaten Madiun 24.869,0
Ha (66 %); Kabupaten Ngawi 5.200,9 Ha (14 %); Kabupaten Nganjuk 566,9 Ha
(1 %) dan Kabupaten Bojonegoro 7.299,8 Ha (19 %).
Secara geografis wilayah KPH Saradan terletak pada: 4°45′ sampai
dengan 5°1’BT dan 7°22′ sampai dengan 7°42°LS dengan tipe iklim Wilayah
Hutan KPH Saradan adalah tipe D dengan nilai Q sebesar 94 %. KPH Saradan
terdiri dari 2 (dua) Daerah Aliran Sungai (DAS) :
1. Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan solo seluas 24.797,2 Ha
2. Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas seluas 13.139,9 Ha.
Sementara berdasarkan keadaan topografinya kawasan hutan di KPH Saradan
datar s/d miring (0% – 25 %).Kisaran ketinggian 125 mdpt s/d 650 mdpt.

3.3 Kelembagaan
KPH Saradan terdiri dari 3 Sub Kesatuan Pemangkuan Hutan(SKPH), 12
Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) dan 34 ResortPemangkuan Hutan
(RPH).Berikut Adalah pembagian dan luas masing-masing kawasan
Sub KPH Saradan Barat :
1. BKPH Bringin : 2.054,00. Ha
2. BKPH Rejuno : 2.757,40. Ha
24

3. BKPH Kaliklampok : 2.481,50. Ha


4. BKPH Notopuro : 6.106,63. Ha
Sub KPH Saradan Timur :
1. BKPH Kedungbrubus : 3.759,43. Ha
2. BKPH Tulung : 4.189,20. Ha
3. BKPH Pajaran : 4.204,90 .Ha
4. BKPH Petung : 3.073,60. Ha
Sub KPH Saradan Selatan :
1. BKPH Wilangan Utara : 3.228,20. Ha
2. BKPH Wilangan Selatan: 3.088,30. Ha
3. BKPH Jatiketok Selatan : 1.904,90. Ha
4. BKPH Jatiketok Utara : 2.110,10. Ha
Menurut Bagian Hutannya, KPH Saradan terbagi menjadi 6 (Enam) Bagaian
Hutan sebagai berikut :
1. Bagian Hutan Rejuno
2. Bagian Hutan Notopuro
3. Bagian Hutan Tulung
4. Bagian Hutan Pajaran
5. Bagian Hutan Wilangan
6. Bagian Hutan Jatiketok

Struktur organisasi Devisi Regional secara umum adalah sebagai berikut:

Gambar 1 Struktur Organisasi KPH


Sumber :http://www.perhutani.co.id/wp-content/uploads/2015/06/smd-1.jpg
25

Gambar 2 Struktur Organisasi KPH Saradan

3.4 Peta Kawasan

Gambar 3Peta Kawasan Hutan KPH Madiun


26

BAB IV METODE KERJA

4.1 Waktu dan Lokasi Pengamatan


Praktik Kerja Lapangan dilaksanakan pada tanggal 22 Juli – 31 Agustus
2019 diBKPH Wilangan Utara, KPH Saradan, Perum Perhutani Regional II Jawa
Timur

4.2 Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan untuk pengambilan data adalah sebagai
berikut:
1. ATK(Alat Tulis Kantor)
2. Kuisioner
3. Kamera
4. Perekam suara (recorder atau handphone)

4.3 Metode pengambilan Data

Tabel 1 Daftar Kegiatan Terencana Dan Terlaksanan

KEGIATAN
NO ASPEK LOKASI
DIRENCANAKAN WAKTU TERLAKSANA WAKTU
Keselamatan
Pengelolaan Jati Ketok Utra
dan Pengamatan
1 keselamatan dan 2 hari 2 hari dan Waduk
Kesehatan Penggunaan alat K3
kesehatan kerja Bening
Kerja

Penataan dan
Penyampaian Materi
pengorganisasian
Risalah/Inventarisasi
kawasan hutan
Penyampaian materi
Inventarisasi hutan penyusunan RPKH
Perencanaan dan RTT
2 Penghitung etat, uji 5 Hari 1 Hari Kantor PHW II
Hutan
jangka waktu Penyampaian materi
penebangan dan pengukuran dan
pembuatan bagan pemetaan
tebang
Rencana pengaturan
kelestarian hutan
(RPKH)
27

Perencanaan atau
Pengadaan Benih
persiapan lapangan

Sistem pembuatan
Pengadaan Benih
Tanaman Lokasi
Produktivitas Teknik penanaman
Pembuatan Persamaian di
3 Hutan/Pembi 6 Hari dan Pengaturan Pola 7 Hari
persemaian BKPH
naan Hutan Tanam Wilangan Utara
Sistem Pembuatan
Tanaman
Teknik Penanaman
dan pengaturan Pola
Tanam

Pengendalian Hama Pengendalian Hama


penyakit Penyakit

Pengendalian Pengendalian
Kebakaran Kebakaran
Pengendalian BKPH
Perlindungan Pencegahan
perladangan Wilangan Utara
4 dan 5 Hari Pencurian Kayu 1 Hari
berpindah (Petak 34 dan
Pengamanan
pencegahan 33)
perambahan hutan

pencegahan
pengembalaan hutan
pencegahan
pencurian kayu

Inventarisasi jenis-
jenis kawasan
lindungan dan Studi Literatur(Buku
upaya penetapan, Diktat Perhutani)
pelestarian dan Materi Konservasi
pengendalian
pemanfaatannya
Konservasi
5 sumber daya inventarisasi 3 Hari Pengamatan Ke 2 Hari Padjaran
hutan keanekaragaman Tempat Hutan
hayati Lindung di Padjaran
Pelestarian spesies-
spesies tumbuhan
langka atau
dilindungi yang
ditemukan dipetak
kehutanan di Perum
Perhutani
Rencana dan
pelaksanaan
Pembagian Sortimen
pembukaan wilayah
Pemanenan hutan
6 Hasil Hutan Teknik pemanenan 4 Hari 3 Hari Jati Ketok Utra
Kayu Pengisian blanko
kayu
Manejemen
Pemanfaatan Hasil Penimbunan Kayu
Hutan Kayu
28

Identifikasi jenis Identifikasi jenis


HHBK HHBK

Potensi HHBK Potensi HHBK


Teknik Pemanenan Teknik Pemanenan
HHBK HHBK
Pemanenan
7 hasil hutan Biaya Produksi 6 Hari Biaya Produksi 2 Hari Klangon
kayu HHBK termasuk HHBK termasuk
upah dan tenaga upah dan tenaga kerja
kerja HHBK HHBK

Penanganan Pasca Penanganan Pasca


Panen(Pengumpulan Panen(Pengumpulan
dan pengangkutan dan pengangkutan

Pemasaran HHBK Pemasaran HHBK


Identifikasi dan
Identifikasi dan
pendataan kondisi
pendataan kondisi
potensi serta
potensi serta masalah
masalah social
social ekonomi
ekonomi
masyarakat
masyarakat
Kebijakan dan Kebijakan dan
program program
pemberdayaan pemberdayaan
masyarakat oleh masyarakat oleh
pemerintah desa pemerintah desa
Pengembanga Persepsi dan Persepsi dan harapan BKPH
n masyarakat harapan pemerintah pemerintah desa Wilangan Utara
8 5 Hari 1 Hari
desa hutan desa terhadap perum terhadap perum (LMDH Sugih
(PMDH) perhutanai dan perhutanai dan Waras)
program kehutanan program kehutanan
yang ada diperum yang ada diperum
perhutani perhutani
Persepsi dan Persepsi dan harapan
harapan pemerintah pemerintah desa
desa terhadap perum terhadap perum
perhutanai dan perhutanai dan
program kehutanan program kehutanan
yang ada diperum yang ada diperum
perhutani perhutani

Pemahaman konsep
Pengamatan Lahan
rehabilitasi hutan dan
Kritis
Pengelolaan lahan
DAS dan KPH Saradan,
9 Rehabilitas 6 Hari 3 Hari Waduk Bening
Hutan dan Pemahaman konsep dan Klangon
Lahan rehabilitasi hutan Pemantauan DAS
dan lahan
Analisis Aspek-
aspek konservasi
tanah dan air
29

Pemahamanan
dinamika Sosial
masyarakat tentang
lahan
Pengamatan terkait
kondisi sosial yang
berhubungan
dengan DAS
Pemantauan DAS
Adminstrasi Adminstrasi
10 1 Hari Struktur Organisasi 1 Hari KPH Saradan
Kehutanan Kehutanan

Data Primer Diolah Tahun 2019

Berdasarkan data diatas dapat ditentukan beberapa metode atau teknik dalam
pengambilan data :

1. Metode Wawancara
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian
dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan
informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan
pedoman (guide) wawancara, di mana pewawancara dan informan terlibat
dalam kehidupan sosial yang relatif lama (Bungin, 2007 cit. Afifah, 2016)
2. Studi Pustaka
Studi pustka yaitu pengumpulan data yang bersumber pada buku-buku,
literatur, serta peraturan perundang-undangan yang memiliki relevansi dengan
topik tersebut (Afifah, 2016)
3. Observasi atau Studi Lapangan
yaitu dengan cara mengumpulkan data dan menyeleksi data yang diperoleh
dilokasi penelitian (Afifah, 2016)

4.4 Analisis Data


Penelitian ini bersifat kualitatif, yaitu penelitian yang digunakan untuk
memahami fenomena mengenai apa yang dialami subjek penelitian, seperti
perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll, secara holistik, dan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konsteks khusus yang
30

alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2008cit.


Irkhamiyati, 2017).
31

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Keselamatan Kerja


Pengamatan Kegiatan K3 dilakukan pada tanggal 26 Juli 2019dan 12
Agustus 2019, bertempat dilokasi penebangan Jati Ketok Utara dan Waduk
Bening, dengan tujuan untuk mengetahui implementasi K3 di areal penebangan
dan DAS. Sebagaimana diketahui K3 ( Keamanan& keselamatan Kerja ) yakni
usaha mencegah terjadinya kecelakaan akibat kerja seperti:kebakaran, ledakan &
pencemaran lingkungan.Selain itu K3 terkait dengan kesehatan, keselamatan, dan
kesejahteraan manusia yang bekerja disebuah instusi maupun lokasi proyek.
Perum Perhutani menyediakan berbagai alat pengaman seperti helm, jaket,
kacamata,masker, penutup telinga, sarung tangan, sepatu larsatau sepatu boot dan
sebagainya untuk melindungi para pekerjanya.Seluruh alat yang ada seharusnya
wajib digunakan untuk melindungi diri, namun hal tersebut berbeda dengan
keadaan dilapangan.Diareal lokasi pengamatan yang berada didaerah tebangan
Jati Ketok Utara, para pekerja tidak menggunakan alat pengaman diri (K3).Salah
satu contohnya adalah seperti pekerja Chainsaw. Para Pekerja merasapenggunaan
K3 cendrung menghambat pekerjaan mereka. Para pekerja lebih nyaman
menggunakan pakaian sederhana dan ringan, yang terpenting cukup untuk
melindungi diri dari panas matahari.Berdasarkan penuturan dari salah satu pihak
KPH, perlengkapan alat K3 sudah disediakan dan cukup lengkap.Akan tetapi para
pekerja cendrung lebih nyaman bekerja dengan perlengkapan seadanya.
Dalam kunjungan ke DAS Waduk Bening mahasiswa diberikan
kesempatan untuk menggunakan peralatan keselamatan K3. Alat yang kami
gunakan seperti helm, rompi dan sepatu boot.Alat keselamtan tersebut biasa
digunakan oleh pekerja lapangan biasa, perbedaan jenis pekerjaan membuat
berbeda juga jenis alat keselamatan yang digunakan.Sebagai perbandingan adalah
table di bawah ini.

Tabel 2 Perbandingan Penggunaan Alat K3 dibeberapa Bidang


32

Pekerja Las Pekerja Proyek Pekerja Air

Data diolah 2019

Gambar 4 Contoh Model Penggunaan Alat Keselamatan Kerja


Sumber : DAS Waduk Bening
Menurut ILO 2013 Penggunaan mesin-mesin pengolah/pemotong kayu banyak
dipergunakan pada industry-industri kecil (mebel, bangunan dll) dan industry
besar (play wood) dapat mengakibatkan kecelakaan kerja.
Asas-asas keselamatan kerja yang umum dan harus dikontrol sebelum atau selama
bekerja berlangsung adalah:
a. Penanganan lingkungan dan bahan
1) Tata letak mesin
2) Lantai harus dirawat dan dibersihkan dengan baik
33

3) Harus cukup rung kerja diantara mesin-mesin


4)Mesin-mesin harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga mendapatkan
penerangan alami atau buatan dengan cukup sesuai setandar yang
berlaku
5)Harus ditentukan tempat membuang debu gergajian dan potongan
potongan kayu.
b. Konstruksi Mesin
1)Semua mesin harus dibuat, dipelihara dan diservis sedemikian rupa
sehingga bebas dari kebisingan yang berlebihan dan getaran-getaran
yang membahayakan
2)Permukaan kerja mesin harus pada ketinggian yang benar sehingga
tenaga kerja dapat mengunakan secara tepat/pas (ergamomis) dan dapat
disesuaikan dengan ketinggian operatornya
3)Semua ban (belts) pens (sault) log pin dan bagian yang bergerak harus
ditutup seluruhnya dan diberi pengamansedemikian rupa sehingga
seorang pekerja tidak dapat menyentuhnya.
c. Kelistrikan
1)Pentanahan (grounding) mesin-mesin yang mapan adalah yang
terpenting
2)Harus ada saklar listrik untuk memutuskan arus listrik apabila terjadi
kejadian darurat dan on nya dijalankan dengan manual (tangan).
3)Setiap mesin harus mempunyai satu atau lebih saklar “berhenti” yang
ditempatkan secara tepat untuk dipergunakan oleh operator dan untuk
pekerja lainnya yang bersangkutan
4)Kabel dan saklar harus sesuai dengan persyaratan dan standar yang
berlaku.
d. Pemeliharaan dan Pengawasan
1)Harus diusahakan suatu system pemeliharaan dan pengawasan secara
berkala oleh pengurus meliputi pemeriksaan harian, mingguan, bulanan
dan tahunan yang dilakukan oleh pihak yang berwenang.
34

2)Aturan harus ditaati ialah melarang untuk mengadakan perbaikan mesin


yang sedang dioperasikan.
3)Setiap pergantian alat, operator harus mengadakan pemeriksaan terlebih
dahulu terhadap mesinnya.
4)Checklist untuk operator harus ditempatkan dekat dengan bangku
operator.
e. Kesehatan
1)Kebisingan dan debu yang membahayakan adalah resiko/bahaya
kesehatan dari mesin-mesin pengolahpemotong kayu
2)Bilamana operasi mesin cenderung bising, harus diambil alat pengukur
kebisingan.
3)Bila melabihi tingkat kebisingan 85 dBA diperlukan perhatian akan :
Tutup/peredam mesin Jam kerja lebih pendek Alat pelindung
telinga
4)Jumlah debu halus yang tersebar dalam lokasi tempat kerja harus
diukur dan dianalisa untuk mengetahui tingkat bahayanya bagi
kesehatan juga bisa mengakibatkan peledakan atau kebakaran.

5.2 Perencanaan Hutan


Kegiatan perencanaan hutan dilakukan pada hari Senin, 19 Agustus 2019,
bertempat di kantor PHW II(Perencanaan Hutan Wilayah) Madiun. Kegiatan yang
dilakukan yakni berupa pemberian materi dari pihak PHW terkait dengan
perencanaan kehutanan.Pemberian materi terbagi kedalam 3 subpokok yaitu
inventarisasi (pembuatan risalah), Penyusunan RPKH (Rencana Pengaturan
Kelestarian Hutan), dan materi mengenai pengukuran dan perpetaan dari para
narusumber. Selain itu mahasiswa juga aktif dalam kegiatan tanya jawab dengan
para narasumber.
5.2.1 Pembuatan Risalah dan Penentuan Kelas Hutan
Risalah atau inventarisasidalah kegiatan untuk memperoleh gambaran
yang jelas mengenai potensi dan keadaan hutan, sasarannya yakni: tegakan,
keadaan lapangan, tanah, dan tumbuhan bawah. Dalam kegiatan
35

inventarisasi yang menjadi komponen utama yakni:Pembuatan PU (Petak


Ukur), Pengukuran dan perhitungan, Deskripsi wilayah, Analisa, Penentuan
kelas hutan dan Penentuan/penandaan batas anak petak.
1) Pembuatan PU(Petak Ukur)
1. Menentukan letak petak ukur (PU) dilapangan.
2. MenetukanTitikTengah(AS)danpohondatadalampetakukur(PU)
3. Mengukurtinggitempat(mDPL)dankelerengan
4. Menetapkan panjang jari-jari PU
5. Ukuran PU ditentukan oleh umur tegakan. Semakin tua tegakan
digunakan ukuran PU yang lebih luas seacra lengkap adalah sebagai
berikut:
Tabel 3 Luas dan Jari-jari Petak Ukur (PU)
Tabel : Luas dan Jari-jari Petak Ukur (PU)
Kelas Umur Luas (ha) Jari-jari (m) Intensitas
Sampling (%)
KU I - KU II 0.02 7.98 0.5
KU III - KU IV 0.04 11.28 1.0
KU V – Up 0.10 17.80 2.5
6. MenentukanpohonmasukdalamPU(ndalamPU)
7. MemberiTandapadaPohonTepi
8. MenghitungdanMenomoriPohon
9. Mengukur KelilingPohon
10. Mengukurpeninggi
11. Menulisdanmemberitandapadapohondata
2) Pengamatan dan pendataan tumbuhan bawah, keadaan tanah, kondisi
lapangan, dan keterangan lainnya:
1) Tumbuhan bawah meliputi: pendataan jenis dan kerapatan.
2) Keadaan tanah, meliputi: jenis tanah, pH, Warna, tingkat erosi.
3) Lapangan meliputi: kemiringan/slope (rata, landau, curam, sangat
curam), arah lereng, kerataan (rata, berombak, berbukit).
36

4) Pencatatan lainya mencakup pengamatan okuler adanya gejala


gangguan alami, seperti pencuriandan sebagainya.
3) Pengisian Buku Tally Sheet
1) SemuadataPUdicatatpadablankotallysheetmodel1
2) Melengkapi blanko tallysheet model 2 dengan menempelkan potongan
peta yang
sesuaidengancaraterlebihdahulumenstratifikasiPUperanakpetak.
3) Pengisianblankotallysheetmodel2dilakukansetelah1petakselesaidirisalah
.
4) Menetapkanbonitadengancaramembaca table bonitaberdasarkandata
peninggi danumur.
4) Penentuan Kelas Hutan
Kelas hutan ditentukan dari hasil pelaksanaan inventarisasi hutan yang
dituangkan dalam Ekstrak Hasil Inventarisasi Hutan dan telah
mendapatkan persetujuan Kepala Biro Perencanaan Kepala Seksi
Perencanaan SDH. Kelas hutan dibedakan berdasarkan fungsi hutan dan
tujuan pengelolaannya sebagai berikut:
A. Hutan Lindung
Hutan lindung ditetapkan oleh Menteri Kehutanan.Selain hutan
lindung sebagai fungsi, dalam Inventarisasi Hutan ditetapkan sebagai kelas
hutan HL (Hutan Lindung).Kondisi vegetasi hutan lindung dijelaskan
dalam variabel klasifikasi khusus.
B. Hutan Produksi
Berdasarkan tujuan pengelolaannya, Hutan Produksi terbagi menjadi
induk kelas hutan :
a. Kawasan Untuk Perlindungan,
Kawasan Untuk Perlindungan adalah kawasan hutan pada hutan
produksi yang ditetapkan dengan fungsi utama perlindungan
lingkungan sumberdaya alam, sumberdaya buatan dan nilai sejarah
serta budaya bangsa sehingga kegiatan produksi dapat tetap menjaga
37

fungsi hutan secara seimbang dan berkelanjutan. Kawasan


perlindungan terbagi kedalam 4 (empat) kelas hutan, yaitu :
1. Kawasan Perlindungan Setempat (KPS)
2. Hutan Alam Sekunder (HAS)
3. Kawasan Perlindungan Khusus (KPKh)
4. Tak Baik Untuk Produksi (TBP)
b. Kawasan Untuk Produksi,
Kawasan untuk produksi adalah kawasan yang menurut
keadaaanalamnya dapat diusahakan untuk menghasilkan hasil hutan
kayumaupun hasil hutan bukan kayu. Kawasan ini terbagi kedalam
dua bagian, yaitu :
 Kawasan Kelas Perusahaan
Kawasan ini meliputi area-area yang saat dilakukan inventarisasi
berupa tegakan untuk jenis kelas perusahaan dan kondisi
lahannya sesuai untuk pertumbuhan jenis kelas perusahaan dan
dapat diterapkan sistem silvikultur tebang habis dan sistem
silvikultur lainnya (tebang pilih dan atau tebang jalur) dengan
permudaan buatan.
i. Produktif Dalam Kawasan Kelas Perusahaan
1. Kelas Umur
2. Masak Tebang
3. Miskin Riap
ii. Tidak Produktif Dalam Kelas Perusahaan
1. Lapangan Tebang Habis Jangka Lalu (LTJL)
2. Tanah Kosong (TK)
3. Tanah Bertumbuhan Kurang (TBK)
 Kawasan Bukan Kelas Perusahaan
Kelompok hutan ini memiliki luasan yang lebih kecil
dibandingkan kelompok kawasan yang sesuai dengan jenis
tanaman kelasperusahaan.
i. Produktif dalam kawasan bukan kelas perusahaan
38

1. Tanaman Kayu Lain (TKL)


2. Tanaman Jenis Kayu Lain (TJKL)
ii. Tidak Produktif dalam kawasan bukan kelas perusahaan
1.Tanaman Kayu Lain Rusak (TKLR).
2. Tanaman Jenis Kayu Lain Rusak (TJKLR)
3. Tanah Kosong Tak Baik untuk Kelas Perusahaan
(TKTBKP).
c. Kawasan untuk penggunaan Lain.
1. Lapangan Dengan Tujuan Istimewa (LDTI)
2. Hutan dengan Tujuan Khusus (HTKh).
3. Wana Waist (WW)
4. Kawasan dengan Masalah Tenerual (KTn).

5.2.2 Pembuatan RPKH dan RTT


PenyususananRPKH(RencanaPengaturanKelestarianHutan)Perumper
hutanijugamenyelenggarakanpengelolaanhutansebagaiekosistemsesuai
dengankarakteristikwilayahsecaralestaridengantujuanuntukmendapatkanm
anfaat optimaldariaspekekologi,ekonomi, social
danbudayabagiperusahaandanmasyrakat serta sejalan dengan tujuan
pembangunan nasional. Guna mencapai tujuan pengelolaan tersebut, perlu
ada perencnaan kelola sumberdaya hutan yang mengacu kepada Rencana
IndukyangdikenaldenganRencanaPengaturanKelestarianHutan(RPKH).Bu
kuRPKH
Mendasarirencanateknisyanglebihdetailyangdibuatdanberlakudatatahunya
ng disebutdanberlakusatutahunyangdisebutRencanaTeknisTahunan(RTT).
5.2.2.1 Penyusunan RKPH
Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH) adalah dokumen
yang berisirencana
pengelolaanhutanselama10tahununtukdaurmenegah/panjangdan5tahununt
uk daur pendek, yang berazaskan kelestarian sumberdaya hutan dengan
mempertimbangkankeseimbanganlingkungandan social
39

yangdisusunmenurut kelas perusahaan


padasetiapbagianhutan.PenyusunanRPKHmerupakantahapanterakhirdalam
proseskegiatanpenataanhutan yangdisusundalamsatuanKPHuntukmasing-
masing perusahanpadasetiapbagian hutan.
Dasar hukum Penyusunan Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan
(RPKH) mengacu kepada peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
1. Undang-undangnomor41tahun1999tentangkehutanan
2. Undang-undangnomor32tahun2004undang-
undangno12tahun2008tentang pemerintahdaerah.
3. Undang-undang no 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan
pengelolaan lingkunganhidup.
4. Peraturanpemerintahnomor44tahun2004tentangperencanankehutanan
5. Peraturan pemerintah nomor 6 tahun 2007 tentang tata hutan dan
penyusunan rencana pengelolaanhutan.
6. Peraturanpemerintahnomor72tahun2010tentangperusahaanumum(Peru
m) Kehutanan Negara(Perhutani).
7. Peraturan Menhut No. P-60/Menhut-II/2011 Tentang Penyusunan
Rencana
PengaturanKelestarianHutan(RPKH)danRencanaTeknikTahunan(RTT
)diWilayah PerumPerhutani.
Komponen kegiatannya:Perhitungan (dari hasil risalah/inventarisasi),
Evaluasi, Analisa, Penyusunan Buku.
I. Kelas perusahaan (KP):
Penetapan suautu wilayah kawasan hutan untuk ditanami jenis
tanaman pokok berdasarkan kesesuaian lahan, iklim, ekologi dan
keadaan sosial daerah yang
bersangkutan.RPKHDisusunBerdasarkanKelasperusahaan(KP)pad
asetiapbagianhutan(BH)darisuatuKPH,dan
diajukankepadaMenteriKehutanan(KementerianLingkunganHidup
danKehutanan/KLHK).Direktur
JenderalBinaUsahaKehutanan(BUK)dalambentukRingkasanRPKH
40

.RPKHdiajukanolehDireksiPaling lambat3bulansebelumberikutnya
RPKH.RPKH disusun berdasarkan:
1. Hasil PenataanHutan
2. PerhitunganPengaturanHasilHutan
3. Peta Kelas Perusahaan
RPKHpaling sediktmemuat:
1. Tujuan
2. Sasaran
3. StrategiPengelolaan
4. Penataan ArealKerja
5. SystemSilvikultur
6. PengaturanHasil
7. RencanaPengelolaan
RPKH disamping memuat hal diatas juga harus memperhatikan
aspek sosial dan lingkungan.

Gambar 5 Flow Chart Pengelolaan Data Dokumen RKPH


Keterangan :
PDE-2 : Register Risalah Hutan
41

PDE-3 : Iktisar Register Kelas Hutan


PDE- 4 : Register lapangan bukan untuk penghasila
PDE-6 :Volumepadaumurtebangrata-
rata(UTR)SebelumujiEtat
PDE-7 :VolumepadaUTRpadaujiterakhir
PDE-8 :Daftarjangkawaktupenebangandanetat
PDE-9 :Bagantebanghabisseluruhdaur.
PDE-10 :IkhtisarPembagianTebanghabis
PDE-11 :RencanaTeresan
PDE- 12 :Rencana Tanaman Umum.

Gambar 6 Flow Chart Proses Penyusunan, Penilaian, Pengesahan Dan


Persetujuan RPKH

II. Pengumpulan Data Untuk Menyusun RPKH meliputi:


A. Database SDH dari hasil inventarisasi hutan (ekstrak
inventarisasi hutan) yang dilakukan oleh SPH, dan telah
mendapat koreksi kepala biro Perencanaan dan pengembangan
42

Perusahaan. Kepala Seksi Perencanaan SDH dan telah


dikonfirmasikan kebenarannya kepada pejabat daerah
(Asper,KRPH).
B. Data tanah perusahaan, sumbernya dari register Tanah
Perusahaan dan berita acara
perubahannyadariSP2SH(SeksiPengukuran,PerpetaandanSarpr
aHutan).
C. Datapengelolaanhutanbeberapajangkayanglalusesuai dengan
kebutuhan.
D. Data agrarian termasukperubahannyadarilaporanKPH.
E. DataSosial,ekonomi,danlingkunganyangdapatdiambildariDPPL
,KajianSosial,Kajian
Lingkungan,BukuStatistikDaerah(KabupatendalamAngka)danl
ain-lain.

Gambar 7 Flow chart Pengumpulan Data untuk menyusun RPKH

III. Pengelolaan Data


a) Melakukan entry data ke SISDH yang meliputi entry data base
SDH yang bersumber dari manual database SDH dan entry data
base Tanah perusahaan yang bersumber dari register tanah
43

perusahaan yang disusun SP2SH (Seksi Pengukuran, Perpetaan


Dan Sarpra Hutan)
b) Selanjutnya dilakukan validasi /pencocokan terhadap entry data
dengan manual database SDH, Risalah Pelengkap, Hasil
Penilaian Tanaman Tahun III, Dan Luas Definitif Hasil
pengukuran dari SP2SH (Seksi Pengukuran, Perpetaan Dan
Sarpra Hutan).
c) Hasil entry data selanjutnya diproses melalui SISDH menjadi
RPKHPDE.
d) Untuk Penyusunan PDE-9, PDE-10, PDE-11, PDE-12, PDE-13
(Rimba), dan PDE-14 harus dilakukan editing secara manual
setelah dilakukannya perhitungan etat.
e) Penyusunan Rencana Kelola Lingkungan dilakukan secara manual
berkordinasi dengan KPH. Penyusunan Rencana Kelola
Lingkungan Meliputi Kegiatan- Kegiatan Yang Mendukung
Terjaminnya Kelestarian Sumber Daya Hutan Antara Lain:
Pengamatan Satwa Dan Vegetasi, Penanganan KPS Dan KPKh,
Pemberantasan Hama Penyakit, Pemantauan Bahan Berbahaya
Dan Beracun.
f) Penyusunan rencana kelola sosia dilakukan secara manual
berkoordinasi dengan KPH. Penyusunan Rencana Kelola Sosial
meliputi kegiatan-kegiatan social yang dapat mendukung
pengelolaan sumberdaya hutan antara lain:
1) Peningkatan perekonomian desa (menyediakan sumber mata
pencahrian MDH)
2) Peningkatan fasilitas desa/ekonomi kelembagaan (penguatan
pola hubungan antara Perhutani dan masyarakat).
3) Ketenagakerjaaan (penyediaan lapangan kerja, pelatihan bagi
pekerja perhutani).
4) Perlindungan (pengamanan hutan dan penanganan tenurial).
5) Perlindungan ketenagakerjaan.
44

IV. Penyusunan Dokumen RPKH


DokumenRPKHdisusunberdasarkanHasilKegiatanPenataanH
utandanPerhitunganPengaturan
HasilHutan,PetaKelasPerusahaan,KajianSosialdanKajianLingkun
ganpadasetiapBagianHutan
darisuatuKPH.DokumendiajukankepadaMenteri.DirekturJenderal
dalambentukRingkasan RPKH yang harus mencerminkan isi
RPKH, paling lambatbulan September sebelum berlakunya RPKH
(T-1). Sistematika ringkasan dan naskah RPKH mengacu pada
Peraturan Menteri Kehutanan Republik
IndonesiaNomor:P.60/Menhut-
II/2011tentangPedomanPenyusunanRencanaPengaturan
KelestarianHutandanRencanaTeknikTahunandiWilayahPerumPer
hutanidanPeraturanDirektur
JenderalBinaUsahaKehutananNo.P.01/VI-
BUHT/2012tentangPetunjukTeknisPenataanHutan
danPenyusunanRencanaPengaturanKelestarianHutan(RPKH)diWi
layahPerumPerhutani.
V. PenilaiandanPersetujuanRPKH
BerdasarkanUsulanRPKHtersebut,DirjenBUKatasnamaMent
eriLHKmenilaiusulanRPKH.Dalam
halhasilpenilaiandimanausulanRPKHMemenuhipersyaratan,direkt
urJenderalatasnama
MenteriLHKmemberikanpersetujuanRPKH.ApabilausulanRPKHt
ersebuttidakmemenuhi
persyaratan,makausulanRPKHtersebutdikembalikankepadaPerusa
haan(Perhutani).DirjenBUK
dapatmendelegasikankewenangankepadaDirekturBinaUsahaHutan
TanamandalamPenilaian dan PersetujuanRPKH.
VI. Proses Pengesahan RPKH
Disusun oleh PHW, yang kemudian dinilai oleh pihak DEP
45

PPB dan SAR, yang diketahui oleh KADIVRE, dokumen RPKH


disyahkan oleh Direktur Utama (DIRUT), dan disetujui oleh
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DIRJEN BUK), dan
Direktur Utama Perum Perhutani.

5.2.2.2 Penyusunan RTT(Rencana Teknins Tahunan)


RTT Berisi rincian pengelolaan Hutan Untuk jangka waktu satu
tahun yang merupakan penjabaran dari Rencana Pengaturan Kelestarian
Hutan (RPKH) dan rencana-rencana induk lainnya, dengan
memperhatikan perubahan-perubahan yang terjadi di lapangan antara lain
Berupa Perubahan KelasHutan,
TanamanGagal,Pencurian,BencanaAlamdll),ketersediantenagakerja/kemaj
uandaerah,saranadan prasarana.

Gambar 8 skema penyusunan RTT (Rencana Teknis Tahunan)

5.2.3 Pengukuran dan Pembuatan Peta


5.2.3.1. Pengukuran
Pengukuran yang dilakukan dalam kegiatan perencanaan yakni
persiapan alat dan bahan seperti data peta GPS, Theodolit, rambu ukur,
46

patok, spidol, peta, dan buku ukur. Setelah dilakukan persiapan alat dan
bahan maka dilakukan kegiatan pengukuran yakni sebagai berikut:
a) Persiapan data peta GPS
b) Dilakukan koordinasi dengan petugas BKPH
c) Pengukuran dengan Theodolit.
d) Menuliskan data hasil pengukuran pada patok ukur dan di pasang pada
titik ukur. Pencatatan hasil pengukuran di buku ukur.
5.3.2.2 Pembuatan Peta
Pada pembuatan peta hal yang dilakuakanyakni sebagai berikut:
1. Persiapan data hasil pengukuran risalah/inventarisasi hutan dan data base
statistic. Mengolah data dengan software Arcgis.
2. Setelah selesai dan layout peta siap untuk di cetak sebagai draft yang
nantinya akan dikoreksi oleh korektor sebelum dicetak masal.
3. Proses Reproduksi gambar peta
Menyiapakan kertas outsame untuk mentransfer gambar, proses transfer
dilakukan dengan alat sinar UV. Dilanjutkan dengan penguapan amoniak
di tempat khusus. Setelahitu peta siap untuk dilakukan proses
pengamplasan untuk peta kerja.Hasil reproduksi yang sudah di potong
sesuai dengan lipatan peta.Direkatkan kepada kain dengan lem khusus
secara merata. Kemudain peta dikeringkan dengan cara diangin-
anginkan.

5.3 Produktivitas/Pembinaan Hutan


Kegiatan produktivitas hutan/pembinaan hutan dilaksanakan selama seminggu
terhitung dari Hari Selasa 23 Juli hinggaRabu 31 Juli 2019 yang bertempat di
BKPH Wilangan Utara. Kegiatan yang dilakukan Secara garis besar adalah
pengadaan benih dengan pengambilan stek batang Jati dikebun benih, pembuatan
sungkup, penanda/palangnama, mengisi tanah pada polibag, penyiraman bibit, dan
lain-lain.
5.3.1 Perencanaan atau Persiapan Lapangan
47

Dimana kita menggambarkan dimuka hal-hal yang harus dikerjakan


dan cara mengerjakannya dalam rangka mencapai tujuan yang ditentukan.
dalam pekerjaan persemaian, perencanaan dasar meliputi unsur-unsur
kegiatan yang mencakup pemilihan jenis persemaian, lokasi persemaian,
kebutuhan bahan, kebutuhan peralatan, dan tenaga kerja yang diperlukan,
serta tata waktu penyelenggaraan persemaian. Umumnya penyediaan semai
pertahun sebanyak 20.000 batang merupakan kebutuhan minimum untuk
emulai persemaian berukuran kecil.
5.3.2 Pengadaan benih
Perolehan bibit jati dilakukan dengan cara steck pucuk. Steck
diperoleh dari kebun benih dengan luas 1 ha.Umur pohon yang dijadikan
bibit sekitar ± 10 tahun. Pohon bibit memiliki ukuran tidak lebih dari 2 m,
hal itu dikarenakan pohon bibit tetap dipangkas batangnya. Pemilihan steck
pucuk yang baik adalah memiliki bentuk daunnya silindris, daunnya masih
berbulu, batangnya lunak, memiliki pucuk yang berwarna merah, panjang
batangnya ± 5-7 cm. Diusahakan untuk memperoleh steck yang masih muda.
Steck yang sudah tua diduga dapat tumbuh namun diperkirakan memiliki
waktu yang relativ lama. Pada musim Hujan perolehan steck pucuk relativ
lebih banyak dibandingkan dengan musim kemarau. Pada tahun ini
berdasarkan Surat Perintah target kebutuhan bibit adalah sebanyak 159.000
pucuk. Target tersebut harus diselesaikan sebelum bulan 8 dan sekarang
kebutuhan yang masih harus dipenuhi adalah sekitar 40.000 pucuk bibit lagi.
5.3.3 Pembuaatan Persemaian
48

Gambar 9Papan Informasi Persemaian Tahun 2019

Gambar 10Lay Out Persemaian


Persemaian adalah tempat atau areal untuk kegiatan memproses
benih (atau benih lain dari tanaman) menjadi bibit/semai yang siap
ditanam dilapangan. Syarat Persemaian adalah tersediannya Sumber
Daya Manusia Perhutani yang menguasai teknik-teknik persemaian,
tersediannya sumber air dan mencukupi kebutuhan sepanjang tahu,
topograffi relative datar, ketinggian (alttitude) 0-600 mdpl, drainase baik,
bebas dari banjir, dan angin kencang, cukup terkena sinar matahari,
49

aksesibilitas mudah baik untuk kepentingan angkutan bibit, sarana


prasarana, maupun pengawasan, tersedia tenaga kerja baik jumlah maupun
keterampilan dan diutamakan tenaga kerja dari sekitar lokasi persemaian,
kemampuan staf mandor dalam pengelolaan persemaian sebanyak 800.000
plc dan terakhir lokasi bebas dari serangan hama dan penyakit.
Kegiatan di persemaian merupakan kegiatan awal dilapangan dari
kegiatan penanaman hutan karena itu sangat penting dan merupakan kunci
pertama didalam upaya mencapai keberhasilan penanaman hutan. Benih
yang telah diperoleh dari kebun benih kemudian dikumpulkan dan
dipotong bagian daunnya dan disisakan ¾ daun. Pucuk bibit tidak
dilakukan penyimpanan karena ditakutkan daun yang telah dipetik akan
menguning dan rusak. Pucuk daun yang ada jangan sampai diganggu dan
dipegang karena pucuk mudah patah dan akan terjadi pembusukan. Setelah
dipotong kemudian bagian paling bawah dari steck pucuk diperbarui
(dipotong lagi sedikit) sebagai tempat munculnnya akar.Setelah seluruh
bibit siap, bibit dibawa ketempat induksi (penanaman).Bibit terlebih
dahulu direndam dengan WBA yaitu zat pemacu pertumbuhan akar selama
± 5 menit.Kemudian ditanam ditempat induksi dan dibiarkan selama 2
bulan.Tempat induksi diusahakan selembab mungkin agar sesuai dengan
kondisi pertumbuhan.
Pembuatan bedeng tabur, Bedeng tabur dibuat sesuai dengan
rencana tapak yang telah ditetapkan bedeng harus dibuat ditempat terbuka
(bebas naungan) agar bisa mendapatkan sinar matahari penuh sepanjang
hari.Arah bedeng tabur memanjang dari arah utara ke selatan. Letak
bedeng tabur diutamakan pada posisi paling mudah mendapatkan sinar
matahari pagi sampai sore serta bebas naungan karena penaburan
memerlukan cahaya matahari penuh untuk mempercepat proses
perkecambahan dan lokasi bedeng tabur berdekatan dengan lokasi bedeng
sapih.
Terletak pada posisi depan atau terluar dari lokasi persemaian, hal
ini dimaksudkan untuk memperpendek jarak langsir bibit dan jarak antara
50

bedeng sapih dengan jalan sehingga kendaraan pengangkut bibit tidak


terlalu jauh masuk ke lokasi persemaian dan akan menekan biaya
pemeliharaan jaringan jalan arah bedeng sapih memanjang dari utara ke
selatan, maka sisi naungan yang lebih tinggi berada pada sisi timur agar
terkena sinar matahari pagi secara efektif. Bedeng sapih yang digunakan
berukuran 5x1 m dengan tinggi 10 cm, frame bisa dibuat dari bambu, kayu
atau batu bata.
Penaburan dan penyapihan bibit, Penaburan benih merupakan
upaya untuk memperolehkecambah yang normal dan sehat sesuai dengan
viabilitas (daya kecambah) benih yang ditabur Penyapihan bibit
merupakan memindahkan tanaman dari tempat persemaian ke tempat
persemaian lain. Tujuannya untuk mencegah pertumbuhan yang berdesak-
desakan agar bibit dapat tumbuh lebih baik.Meningkatkan daya
adaptasinya terhadap lingkungan sehingga bibit lebih kuat pada saat
ditanam kemudian mengurangi kerusakan akar pada saat pemindahan,
memperendah tingkat kematian bibit, menyeragamkan pertumbuhan, dan
mempercepat waktu penananam.
Pemeliharaan bibit, bibit jati siap tanam pada umur 3-4 bulan
setelah penyapihan agar menghasilkan bibit yang berkualitas dalam jangka
waktu tersebut serta untuk meminimalisasi kematian bibit perlu dilakukan
pemeliharaan yang meliputi:
a. Penyiraman: frekuensi penyiraman 2 kali sehari pagi sebelum jam
09.00 dan sore setalah jam 15.00 atau tergantung tingkat kebasahan
media
b. Penegakan batang dilakuakan khusus pada bibit yang miring atau
bengkok, pada umur 10 hari atau apabila bibit sapihan condong akibat
penyiraman perlu ditegakkan dengan cara menekan media sapih
sedemikian rupa sehingga bibit berdiri tegak lurus dan kokoh
c. Pemupukkan jenis yang digunakkan adalah NPK, diberikkan pada bibt
berumur 1 bulan dan diulangi pada umur 2 bulan. Dosis yang
51

diberikkan 0.2 gram/plc dan dilakuakan secara hati hati jangan sampai
mengenai batang atau daun
d. Seleksi atau penjarangan bibit, wiwil daun dilakukan saat bibit
berukuran 20 cm, umur bibit ± 2 bulan, kegiatan ini dilakukan
bersamaan dengan pengambilan daun yang gugur atau kering. Jumlah
daun yang ditinggalkan minimal 3 pasang daun, tujuannya untuk
mengurangi persaingan dalam memperoleh cahaya, mengurangi
penguapan yang berlebihan, mencegah serangan hama dan jamur,
memepercepat pertumbuhan tinggi, mempercepat pembentukan kayu
atau penuaan batang, penyiraman tidak terhalang oleh daun sehingga
langsung menuuju media.
e. Penyiangan adalah penghilangan gulma untuk menghindarkan
persaingan unsur hara.
Administrasi persemaian, Dasar pelaksanaan administrasi
persemaian adalaah Surat Perintah Pelaksanaan Kerja (SPK) yang
diterbitkan oleh kepala dari unit kerja dimana kegiatan persemaian
dilaksanakan (Kapuslitbang, Administrasi/KKPH dan lain-
lainnya).Kelengkapan administrasi berdasarkan sumber buku diktat
persemaian yang harus dilengkapi adalah sebagai berikut:
a. Peta lokasi persemaian skala 1:10.000
b. Papan kemajuan pekerjaan
c. Buku mutasi barang gudang (penerimaan benih, polybag, kompos,
topsoil, dan lain-lain)
(Diberikan oleh perhutani)
d. Buku mutasi bibit (penaburan, penyapihan, kematian, pengangkutan,
dan lain-lain)
(Diberikan oleh perhutani)
e. Buku tamu
f. Buku catatan harian hujan
g. Daftar catatan suhu harian
h. Daftar hadir pekerja
52

i. Daftar inventarisasi alat-alat kerja


j. Buku harian mandor/pengelola persemaian
k. Laporan kemajuan pekerjaan mingguan, periodik dan bulanan
Dari beberapa uraian diatas rata-rata dokumen yang seharusnya
terpenuhi tidak ada dilokasi sehingga untuk kelengkapan administrasi
sendiri masih dirasa kurang
5.3.4 Sistem Pembuatan Tanaman
Sistem pembuatan tanaman di BKPH Wilangan Utara terdiri dari dari
2 jenis yaitu:
a) Tumpang sari: Kegiatan yang melibatkan seorang petani atau
penggarap di sekitar tanaman jati diperboleh untuk menanam
tanaman lain seperti palawija ( Jagung, padi, dan ketela). Untuk hasil
yang didapatkan dari palawija ini diberikan seluruhnya kepada
masyarakat
b) Cemplongan/borongan: Merupakan suatu sistem pemberian upah
kepada masyarakat dengan mengikutsertakan masyarakat dalam
kegiatan pembabatan jalur, pembuatan ajir, pembuatan lubang tanam,
sampai kegiatan penanaman (tidak diperkenankan adanya tanaman
tumpang sari). Lokasi yang dibutuhkan jauh dari pemukiman.
5.3.5 Teknik Penanaman dan Pengaturan Pola Tanam
Teknik penanaman di BKPH Wilangan Utara terdiri dari 3 metode yaitu:
teknik penanaman menggunakan biji (tanaman yang digunakan adalah
Kepuh Kesambi, dan Johar), teknik penanaman untuk stek pucuk (tanaman
yang digunakan adalah Jati), sedangkan teknik penanaman stek batang
(tanaman yang digunakan adalah gliriside).
a. Teknik penanaman untuk biji
Tanaman yang digunakan adalah biji kepuh. Dimulai dengan disiapkan
ember untuk merendam biji yang akan ditanam kemudian pengisian
kantong polybag yang diisi dengan tanah selanjutnya dilakukan
penaburan benih. Saat penaburan dilakukan penyiraman pada polybag
yang sudah berisi tanah hingga basah sampai bawah setelah itu biji
53

kepuh yang sudah mulai berkecambah ditanam di polybag yang sudah


berisi tanah posisi biji kepuh yang mulai berkecambah menghadap
bawah agar akar langsung mengarah bagian bawah polybag. Biji kepuh
diletakkan di ruang yang terbuka yang diatapi dengan paranet, saat
pengambilan kecambah menggunakan soled (kayu yang digunakan
untuk mengambil kecambah pada polybag agar akar tidak mudah patah)
biji kepuh disiram setiap hari
b. Teknik penanaman untuk stek pucuk
Tanaman yang digunakan adalah jati.Stek pucuk jati dilakukan selama 3
hari sekali stek pucuk yang digunakan berupa daun dan batang yang
masih muda dan memilik tunas.Jati yang digunakan yang sudah berumur
10 tahun. Tahapan stek pucuk berawal dari pemilihan stek pucuk yang
masih muda, setelah dikumpulkan kemudian stek pucuk di pilih yang
paling muda dan yang paling bagus kemudian stek pucuk daun dipotong
kembali batangnya dengan jumlah daun 4 helai dan yang masih memiliki
tunas saat pemilihan stek pucuk jati tunas jati tidak boleh dipegang yang
akan mengakibatkan busuk, selanjutnya ujung daun di gunting setelah
itu stek pucuk jati dicuci dan diberikan WBA( zat penumbuh akar)
direndam selama 5 menit, sebelum di tanam media tanah disiram terlebih
dahulu agar mudah ditanam.. Stek pucuk membutuhkan waktu 2 bulan
untuk mengeluarkan akar dan untuk batang yang lebih tua membutuhkan
waktu yang lebih lama.Setelah 3 bulan stek pucuk dibersihkan atau
diseleksi.Daun dibersihan dan dibuang kemudian disisakan 4 helas
beserta pucuknya. Kemudian ujung daun digunting
c. Teknik penanaman stek batang
Tanaman yang digunakan adalah tanaman griliside.Batang griliside yang
masih muda di potong sepanjang 20cm. Kemudian Disiapkan polybag
yang sudah berisi tanah selanjutnya polybag tersebut disiram hingga
tanah bagian bawah basah.saat penanman bagin pangkal berada di
bawah.
54

5.4 Pengendalian dan Pengamanan Hutan


Pelaksanaan kegiatan perlindungan dan pengamanan hutan dilakukan pada
hari kamis 25 Juli 2019 yang bertempat di BKPH Wilangan Utara.Kegiatan yang
dilakukan yaitu berpatroli bersama polhut menelusuri hutan yang ada di sekitar
BKPH Wilangan Utara.Kegiatan ini dilakukan pada siang dan malam. Malam
harinya dilakukan kegiatan ronda berjaga di post dan menelusuri hutan untuk
menghindari pencurian pada pukul 20.00-23.00 WITA kegiatan ini khusus
dilakukan oleh para lelaki
5.4.1 Pengendalian Hama Penyakit
Pada saat kegiatan ditemukanhama yang menyerang Pohon Jati.Hama
tersebut adalah rayap yang yang menyerang dan membuat sarang pada
batang jati.Informasi yang diperoleh dari pihak Polhut inveksi rayap tidak
terlalu menggangu dan berbahaya. Untuk pengendaliannya sendiri tidak ada
dan hanya dibiarkan saja karena hama tersebut tidak mengganggu pohon jati
itu sendiri. Selain itu berdasarkan informasi yang diperoleh dari Asisten
Perhutani ada hama lain berupa “ireng-ireng” atau dalam bahasa latinnya
Lepidiota stigma.Hama ini menyerang dan membuat tanaman jati menjadi
growing atau lubang.Hama ini cepat menginveksi sehingga apabila ada
tanaman jati yang terserang langsung ditebang dan dimatikan.

Gambar 11Serangan Rayap


5.4.2 Pengendalian kebakaran
55

Saat dilakukannya Patroli banyak ditemukan sisa-sisa kebakaran lahan.


Kebakaran tersebut diduga karena kesengajaan masyarakat yang membakar
lahan yang ada disekitar kawasan sangat kering sehingga apabila ada
percikan api akan cepat memicu kebakaran dan kemudian merembes
menjadi besar. Kabakaran diwilayah BKPH Wilangan ini sangat sering
terjadi, berdasarkan informasi yang diperoleh dari salah satu polhut,
kebakaran lahan telah terjadi selama 3 kali dalam bulan Juli 2019. Untuk
mengendalikan kebakaran para polhut hanya memadamkan api seadanya
dengan cara menepuk-nepukan ranting jati yang masih basah keareal sekitar
api. Kurangnya alat bantu dan sulitnya akses membuat pemadaman hanya
dilakukan seadannya. Dalam hal pencegahan kebakaran hutan sendiri para
mandor dan polhut membuat Sekat Bakar.Sekat Bakar memiliki kegunaan
untuk mencegah api agar tidak menyebar lebih luas ke wilayah lain.

.
Gambar 12 Kegiatan Pemadaman Kabakaran Lahan
5.4.3 Pencegahan Pencurian Kayu
Seringnya terjadi pencurian kayu di hutan untuk mencari keuntungan
yang lebih banyak bagi para pelaku yang tidak bertanggung jawab.Untuk
mengantisipasi terjadinya pencurian kayu para polhut selalu patroli dengan
bergantian shift. Satu polhut memiliki waktu 2x24 jam untuk berpatroli.

5.5 Konservasi Sumber Daya Hutan


Pelaksanaan kegiatan konservasi sumber daya dilaksanakan pada hari
Sabtu, 10 Agustus 2019 yang dilaksanakan di RPH Klangon BKPH Pajaran. Dari
56

persiapan hingga pelaksanaan yang dilakukan maka hasil yang diapatkan yakni
untuk Kegiatan konservasi sumber daya hutan di kawasan hutan lindung adalah
sebagai berikut :
5.5.1 Inventarisasi Jnis-Jenis Kawasan Lindung dan Upaya Penetapan,
Pelestarian Dan Pengendalian Pemanfaatannya.
Hutan lindung merupakan kawasan yang telah ditetapkan sebagai
kawasan untuk perlindungan keanekaragaman hayati untuk inventarisasi
pada kawasan unutk perlindunngan dilakukan untuk mengetahui gambaran
keanekaragaman jenis, kerapatan tegakan, serta tindakan yang akan
datang. Inventarisasi pada KPS, KPKh (Kawasan Perlindungan Khusus),
dan TBP (Tidak Baik Untuk Produksi) dilaksanakan sebagaimana
inventarisasi pada kawasan produksi kecuali:
a. Pada KPS sungai yang lebar sempadannya 20 m dibuat PU dengan
jari-jari 7,94 m.
b. Pada KPS Waduk/danau dibuat PU dengan jari-jari 17,8 m, Dengan
Intensitas Sampling 1%.
c. Sedangkan Inventarisasi Hutan pada HAS mengacu pada PK
pengelolaan HAS (Hutan Alam Sekunder).
Inventarisasi pada hutan lindung mengacu pada Pedoman
Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Lindung.Untuk upaya penetapan
kawasan lindung yakni ditetapkan oleh Menteri Kehutanan, selain hutan
lindung sebagai fungsi dalam inventarsasi hutan ditetapkan sebagai kelas
hutan HL (Hutan Lindung).Kondisi Vegetasi hutan lindung dijelaskan
dalam variabel klasifikasi khusus.Sedangkan untuk pelestarian dan
pengendalian pemanfaatannya yakni dilakukan dengan pemasangan tanda
larangan berburu dalam kawasan hutan lindung tersebut, sementara untuk
pemanfaatan lainnya oleh masyarakat yakni dengan mengembangkan
ekowisata. Di Desa Klangon terdapat situs-situs sejarah yang dijaga oleh
masyarakat desa setempat yang pada setiap tahunnya di desa klangon
mengadakan acara bersih desa yang salah satu acaranya yakni dengan
melakukan doa untuk meminta keselamatan agar terhidar dari tanah
57

longsor pada salah satu situs budaya yakni makam Kaman Dowo, selain
itu juga melakukan doa untuk meminta hujan jika hujan tidak turun dalam
jangka waktu yang lama. Dengan keberadaan situs-situs budaya yang
terdapat pada kawasan tersebut masyarakat mengembangkan ekowisata,
salahsatu ekowisata yang dikembangkan oleh masyarakat yakni Makam
Kaman Dowo, Mata Air Andong Wilis, Makam Joko Tuwo, Dan Watu
Bayang.
5.5.2 Inventarisasi Keanekaragaman Hayati
Untuk inventarisasi fauna yakni dengan menggunakan metode
transek garis (line transect) sedangkan untuk inventarisasi flora yakni
dengan melakukan pengumpulan data tumbuhan pada areal tipe penutupan
lahan berupa kawasan lindung dilakukan dengan menggunakan metode
yang sama dengan inventarisasi fauna yakni metode transek garis (Line
Transect) dengan panjang jalur setiap unit contohnya antara 300-500 m.
Metode analisis vegetasi ini dilakukan pada suatu petak yang dibagi-bagi
ke dalam petak-petak. Pengumpulan data untuk tumbuhan bawah
dilakukan dengan menggunakan unit contoh yang didasarkan atas
pendekatan metode garis berpetak. Setiap unit contoh memiliki dimensi
panjang 100 m dan lebar 1,0 m. Setiap unit contoh akan dibagi-bagi dalam
petak beruukuran 1x1 m2 yang akan diletakkan pada setiap jarak 10mdari
titik pusat petak. Untuk teknik identifikasi jenis dapat dilakukan dengan
melihat penciri utama, vegetasi (berupa bentuk daun, bentuk petualangan
daun, tekstur daun dll) dan untuk satwa (berupa warna bulu, paruh suara,
ekor, mata, kepala).Pencocokkan dibuku panduan lapangan atau melalui
studi literatur berdasarkan hasil penelitian terdahulu ataupun teori-teori
yang sudahada.Informasi atau data-data dapat diperoleh dari lembaga-
lembaga atau pusat-pusat studi yang memiliki berbagai literatur tentang
satwaliar. Untuk keperluan pengenalan jenis disarankan menggunakan
buku petunjuk identifikasi jenis ataupun buku penuntun untuk pengamatan
lapangan serta panduan lapangan pengenalan burung-burung di jawa dan
bali. Untuk identifikasi status satwa dilindungi atau tidak dapat dilihat
58

pada peraturan pemerintah No 7 Tahun 1999 tentang pengawetan jenis


tumbuhan dan satwa.Sedangkan untuk mengetahui status satwa dalam
perdagangan dunia internasional dapat menggunakan buku “Pelaksanaan
Konversi CITES di Indonesia” yang memuat daftar satwa dan tumbuhan
yang masuk kategori Apendiks I, II, dan III. Pengelolaan Data yakni
memuat komposisi dan struktur Vegetasi yakni komposisi jenis
diperhitungkan berdasarkan nilai-nilai parameter kuantitatif tumbuhan
yang mencerminkan tingkat penyebaran, dominansi, dan kelimpahnannya
di alam untuk mengetahui nilai-nilai tersebut maka dilakukan perhitungan
yakni mengenai Kerapatan, Kerapatan Relativ, Frekuensi, Frekuensi
Relative, Dominansi, Dominansi Relativ, Dan Indeks Nilai Penting.
5.5.3 Pelestarian spesies-spesies tumbuhan langka atau dilindunggi yang
ditemukan di petak tebanan sesuai dengan hasil ITSP
Pelestarian spesies tumbuhan langka yang ditemukan pada petak
tebangan sesuai dengn hasil ITSP dilakukan pelestarian, hal ini untuk tetap
menjaga keseimbangan ekosistem.Sebab ketika vegetasi tersebut dapat
hidup pada kawasan tersebut dapat menjadi indikasi bahwa hutan itu
lestari.Dalam pengelolaan hutan lestari strategi yang diterapkan perhutani
adalah memperhatikan aspek-aspek konservasi baik flora maupun fauna
yang terdapat pada kawasan tersebut.
5.5.4 Pelestarian Satwa Langka dan Upaya Pelestarian
Untuk pelestarian satwa-satwa langka yang berada dalam kawasan
lindung yakni seperti Rusa, tupai, kucing hutan, dan spesies burung lainnya.
Sedangkan untuk upaya pelestarian satwa yang beradaa dalam kawasan
lindung yakni dengan diberlakukannya larangan perburuan dalam kawasan
lindung tersebut sehingga kelestarian satwa tetap terjaga Perburuan yang
dilakukan baik untuk koleksi atau diperjualbelikan merupakan ancaman
utama terhadap keberlangsungan berbagai jenis satwa .nilai ekonomi yang
tinggi dari satwa-satwa tersebut menyebabkan masarakat terus melakukan
perburuan sehingga populasi satwa menurun. Selain itu upaya lain yang
dilakukan oleh pihak perhutani yakni dengan membuat penangkaran untuk
59

hewan-hewan seperti Rusa, Merak, dan lain-lain. Dengan adanya


penangkaran populasi satwa tetap terjaga atau bahkan bisa bertambah.
5.5.5 Dampak Lingkungan Kegiatan-Kegiatan Kehutanan Di Perum
Perhutani
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan narasumber
untuk dampak lingkungan dari kegiatan yang dilaksanakan oleh perum
perhutani tentu memiliki dampak terhadap lingkungan disekitar kawasan
tersebut, seperti :
A. Dampak pada komponen Fisik-Kimia seperti perubahan laju erosi tanah,
perubahan debit dan sedimentasi, perubahan kesuburan tanah, penggunaan
bahan kimia dan limbah bahan kimia dan perubahan kualitas air. Dampak
pada Komponen Biologi seperti perubahan struktur, komposisi,
penyebaran, dan keragaman populasi vegetasi, danperubahan Struktur,
komposisi dan penyebaran populasi satwa.
B. Dampak pada Sosial-Ekonomi-Budaya Masyarakat seperti perubahan
tingkat pendapatan masyarakat desa hutan, tingkat penyerapan tenaga
kerja lokal dan pendidikan masyarakat desa hutan.
C. Dampak pada kesehatan masyarakat seperti perubahan kondisi sanitasi
lingkungan, produksi dan jenis sampah, dan ketersediaan air bersih.
Walaupun dampak tersebut memiliki efek yang tidak besar namun
tetap dirasakan oleh lingkungan disekitarnya terutama oleh masyarakat
disekitarnya kawasan hutan. Namun perlu dilakukan evaluasi dampak
lingkungan yakni evaluasi pada saat penyusunan RKL&RPL proses
evaluasi ini dilakukansebagai alat untuk penentuan alternativ rencana
kegiatan dalam rangka pengambilan keputusan serta untuk menyusun RKL
dan RPL. Evaluasi pada saat implementasi yakni proses evaluasi ini
digunakan untuk mengukur efektifitas RKL yang telah disusun dapat
dilakukan dengan:
A. Evaluasi tingkat kritis, yakni evaluasi terhadap potensi resiko dimana
suatu kondisi akan melebihi baku mutu atau standar, baik periode saat
ini atau akan datang.
60

B. Evaluasi kecenderungan, evaluasi ini membutuhkan data hasil


pemantauan dari waktu ke waktu (time series data), karena penilaian
perubahan kecenderungan hanya dapat dilakukan dengan data waktu
pemantauan yang berbeda.
C. Evaluasi Penataan, merupakan ketentuan yang terdapat dalam izin
atau pelaksanaan dari ketentuan yang terdapat dalam dokumen
pengelolan lingkungan hidup (RKL dan RPL).
Penyusunan rencana pengelolaan dilakukan untuk menghidari
meminimalisir dan memulihkan dampak lingkungan dan memastikan
dampak yang terjadi masih dalam batas toleransi. Penyusunan rencana
pengelolaan ini mempertimbangkan dari hasil evaluasi yang
dilakukan.Rencana pemantauan lingkungan dilakukan untuk mengetahui
penyebab terjadinya penyimpangan dan menyusun tindakan korektif agar
penyimpangan dapat diminimalisir.Pemantauan dilakukan terhadap
lingkungan yang terkena dampak.

5.6 Pemanenan Hasil Hutan Kayu


Pelaksanaan kegiatan dilakukan selama tiga hari Tanggal 26 Juli 2019,
dilakukan kegiatan penebangan. Tanggal 29 Juli 2019, dilakukan kegiatan
administrasi penebangan seperti pembuatan blanko, terakhir tanggal 6 Agustus
2019 dilakukan kunjungan ke TPK Saradan. Sebelum kegiatan dilaksanakan kami
melakukan perizinan terlebih dahulu agar kegiatan berlangsung dengan lancar.
Hari pertama dilakukan dilokasi penebangan dengan kegiatan pembagian
sortimen dan penjelasan tentang tahap awal dalam penebangan(saat dilapangan
contoh pohon yang digunakan adalah pohon Tectona grandis yang sudah rebah).
Hari kedua di lakukan dirumah dinas KRPH Wilangan Utara dengan kegiatan
pembelajaran membuat blanko, dan hari ketiga dilakukan di TPK Jati Ketok Utara
melihat tempat penimbunan kayu.
5.6.1 Pembagian Sortimen
Pemanenan hasil hutan kayu yaitu proses pemindahan hasil hutan
berupa kayu dari hutan ketempat pemasaran. Hari pertama dilakukan di
61

BKPH Jati Ketok Utara.Saat tiba dilokasi praktik banyak terlihat pohon
Tectona grandis yang bagian bawahnya sudah di teres.Teres adalah kegiatan
untuk mematikan pohon agar diperoleh tegakan yang kering secara alami
atau mengurangi kadar air didalam pohon sehingga dapat meminimalkan
kerusakan pada saat di tebang (Pecah atau Retak). Kegiatan Teres dilakukan
dua tahun sebelum penebangan (T-2), berdasarkan penuturan dari pihak
KPH tentang informasi terbaru bahwa untuk saat ini kegiatan peneresan
dilakukan T-1.Hal itu untuk menghindari pencurian kayu. Pelaksanaan
kegiatan penebangan kayu yang pertama adalah harus menentukan arah
rebah.Penentuan arah rebah tersebut ditujukan agar kayu tidak mudah pecah
atau rusak ketika di tebang, arah rebah di upayakan menghindari benturan
seperti bebatuan, pohon lain dan menghindari para pekerja lainnya agar
tidak terjadinya kecelakaan.Setelah menentukan arah rebah selanjutnya di
lakukan penebangan pada pohon tersebut.Sayangnya pada kegiatan praktik
pohon yang didapatkan sudah rebah sehingga kegiatan yang dilakukan
adalah langsung kepada pembagian sortimen kayu.

Gambar 13bagian bawah pohon Tectona grandis yang di Teres

Setelah pohon rebah para mandor akan menentukan bagian kayu


yang akan dipotong menjadi sortimen-sortimen kecil dengan melihat fisik
kayu apakah batang lurus atau bengkok menggunakan crayon sebagai
penanda. Dari hasil kegiatan pembagian panjang kayu, didapatkan 18 ukuran
sortimen dengan panjang yang berbeda. Setiap garis pembatas akan
diberikan jarak 2 cm kiri dan kanan untuk menghindarkan kesalahan
pemotongan yang akan mengurangi nilai volume kayu. Setelah dipotong
62

kayu diukur diameter dan panjangnya. Untuk ukuran diameter akan


dikurangi 2 cm dari hasil yang terbaca karena masih terdapat kulit pohon
yang menempel. Kayu dengan diameter min 30 cm termasuk dalam kelas
AIII, diameter min 21-29 cm termasuk dalam kelas AII, dan diameter min 4
cm dengan panjang 2 m termasuk dalam kelas AI,

Gambar 14Model Penandaan Garis Penentuan Sortimen

Gambar 15Kegiatan Plateran Pada Kayu

Masing-masing sortimen diberikan tanda sebagai pengingat atau


disebut dengan istilah plateran.Plateran dilakukan menggunakan palu yang
disebut slahamer. Palu ini berisi angka-angka yang akan dipukul ke kayu
sebagai penanda. Setiap kelas kayu memiliki nomor plateran yang berbeda,
untuk Kayu Kelas AIII (Divre {Kode Jawa Timur 3123, Kode BKPH 203},
Petak, Nomor Pohon, Panjang, Diameter dan Volume), Kayu Kelas
AII(Petak, Nomor Pohon, Panjang dan Diameter), dan untuk Kayu Kelas
AI(Petak, Panjang dan Diameter).
63

Gambar 16 Contoh Plateran Pada Batang Kayu


Setelah kegiatan pelateran, kayu diangkut menggunakan
truck.Pengangkutan dibagi menjadi 2 kloter, kloter pertama adalah
pengakutan jenis kayu AIIIdan selanjutnya kayu yang diangkut adalah AII
dan AI.Kayu diangkut menuju TPK, kemudian kayu diperiksa dan disortir
kembali.
5.6.2 Pengenalan dan Pengisian Blanko
Banyak sekali model dan jenis blanko.Masing masing blanko
memiliki jenis dan fungsi yang berbeda. Blanko bertujuan sebagai bukti atau
arsip yang nanti akan dibawa ke TPK atau menjadi Arsip. Blanko 304b
(daftar pengangkutan biasa kayu tak bernomor dan kayu
bakar/brongkol/afval/sortimen lain), 304 (daftar kayu bulat DKB Sortimen
AIII), 301 (buku penerimaan kayu bernomor), 302 (buku ukur kayu sortimen
AII, AI, kayu bakar/brongkol), 305 (daftar gabungan penerimaan kayu
bernomor), Nota/Kwintansi harga kayu untuk pekerja Chainsaw, 305a
(Gabungan daftar kayu bulat DKB sortimen AII, AI, kayu bakar/brongkol),
dan 311 Laporan Mutasi Kayu Hasil Produksi (LMKHP).
5.6.3 Tempat Penimbunan Kayu
64

Gambar 17 Alur kegiatan di TPK


Dari petak tebangan kayu akan diangkut menggunakan truk menuju
lokasi TPK. Saat tiba dilokasi kayu dibongkar muat. Kemudian dilakukan
pengujian oleh tenaga ahli dan professional untuk melihat kualitas dan kelas
kayu. Apabila kayu lolos pengujian dan diterima, maka akan keluar Net
DKB (Daftar Kayu Bulat) yang berisi mutu kayu tersebut. Daftar tersebut
kemudian akan ditanda tangani oleh kepala TPK yang sifatnya mengetahui.
Setelah mendapat pengesahan maka dilaksanakan emtry DKB
(D304) dan di Approvel oleh penguji. Laporan tersebut akan menjadi dasar
dalam pembutaan LHP(Laporan Hasil Pemanenan) oleh operator SIPHH
(Sistem Informasi Penata Usaha Hasil Hutan). Data dari hasil tersebut akan
dibuatakan SIPNBP(Sistem Informasi Pendapatan Negara Bukan
Pajak),setalahnya akan muncul tagihan. Perhutani akan membayar nilai
nominal pajak tersebut. Ketika pajak tersebut dibayarkan akan muncul
barcode (sebagai bukti lunas). Kementrian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan akan mengeluarkan dokumen penjualan, dan Kayu kemudian
siap dipasarkan.
65

5.7 Pemanenan Hasil Hutan Bukan Kayu


Kegiatan pemanenan hasil hutan bukan kayu dilaksanakan pada hari kamis 1
Agustus 2019 di Desa Klangon, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun di
kawasan hutan Perhutani.Dari kegiatan tersebut didapatkan beberapa informasi
sebagai berikut:
5.7. 1Identifikasi Jenis Hasil Hutan Bukan Kayu
Ada beberapa jenis HHBK yang dapat ditemuinamun komoditi yang
paling terkenal adalah Porang.Porang (Amorphophallus oncophyllus)
merupakan tanaman sejenis umbi-umbian yang biasa hidup di dataran yang
relatif tinggi, porang memiliki tinggi tanaman berkisar 0,5 m sampai dengan
1 meter. Porang dapat tumbuh di hutan, pinggir jalan, dibawah rumpun
bambu, di semak belukar, di tepian sungai dan khususnya untuk
meningkatkan produktivitas porang alangkah baiknya menanam porang
dibawah naungan.Porang walaupun ditanamnya dibawah naungan namun
porang membutuhkan 50% cahaya matahari untuk kelangsungan
hidupnya.Porang dapat tumbuh di hutan dengan kondisi tanah yang sedikit
gembur dan mengandung banyak unsur hara dan cadangan air lumayan
banyak. Tanaman Porang ini merupakan tanaman yang tidak sulit untuk
berkembang, jika batang sampai daun porang sudah mengalami kematian
atau sudah tumbang maka porang sudah siap untuk diambil dan juga dari
tanaman yang sudah mati tersebut ada katak (sejenis buah namun bukan
buah yang ada dibagian tanaman porang) yang akan jatuh ke tanah yang
nantinya akan tumbuh menjadi tanaman porang yang baru.
5.7.2 Potensi Hasil Hutan Bukan Kayu (vol/ha)
Sebagai tanaman yang tumbuh dan berkembang dengan baik di
berbagai kondisi lingkungan.Porang merupakan tanaman yang
menjanjikan keuntungan yang terbilang besar tak heran jika porang
menjadi tanaman yang paling sering dicari untuk dikembangkan oleh
banyak orang di Jawa Timur bahkan sampai ke luar negeri yaitu
pengusaha yang berasal dari Cina juga memanfaatkan porang. Di kawasan
Desa Klangon, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun, Jawa Timur atau
66

khususnya di RPH Klangon lahannya hampir semuanya ditanami tanaman


porang yang berada di lahan Perhutani dibawah tegakan jati dan tanaman
rimba lainnya. Porang yang ditanam oleh masyarakat sekitar pertama kali
yang berasal dari biji porang itu akan menghasilkan katak, dari katak itu
nantinya akan dilakukan pemanenan setelah 3 tahun dari katak yang
dihasilkan sejumlah 350 kg/Ha. Sedangkan untuk tanaman setelah 3 tahun
dilakukan pemanenan rutin setiap tahun yakni dengan jumlah 15 Ton/Ha
dari porang porang yang ada di lahan yang diberikan kepada masyarakat
itu sendiri.Pernyataan salah satu pengembang Porang yaitu Pak Hartoyo
selaku petani porang yang menyatakan bahwa dengan jumlah yang
demikian membuat para petani tidak merasa rugi malah para petani merasa
antusias dengan potensi yang diberikan oleh tanaman porang periode
panen yang relatif singkat dan dengan harga yang menjanjikan membuat
porang menjadi tanaman yang paling dicari.
5.7.3 Teknik pemanenan Hasil Hutan Non Kayu (Alat, Produktivitas,
PeriodePanen)
Dalam proses pengambilan/pemanenan hasil hutan memiliki berbagai
macam cara teknik dan berbagai persiapan yang harus dilakukan, dalam hal
ini pemanenan hasil hutan non kayu diambil yaitu porang. Pertama untuk
porang yang sudah siap untuk di panen biasanya berkisar berumur 3 tahun
yang berasal dari katak porang itu sendiri, sedangkan untuk setelah katak
yang tersebar dilakukannya panen setiap sekali dalam setahun, adapun
perlengkapan atau alat yang biasanya digunakan untuk memanen porang
sederhana yakni dengan menggunakan skop atau cangkul yang biasanya
digunakan di sawah atau di kebun. Porang yang memang tanaman porang
yag telah mengalami kematian/keringnya (tidak termasuk umbi yang akan
dipanen) biasanya ditandai dengan kondisi tanah disekitarnya atau pada
tempat tanaman itu mati akan di cangkul atau digalikarena
mati/mengeringnya tanaman porang menandai sudah waktunya porang
untuk dipanen. Teknik yang digunakan memang sangat sederhana hanya
dicangkul saja. Porang yang diambil berukuran besar dan memiliki massa
67

sekitar 2 kg lebih, jika masih berukuran kecil maka biasanya petani akan
menanam kembali porang tersebut demi untuk mendapatkan hasil yang
diinginkan. Porang termasuk tanaman yang tidak mudah terserang penyakit
dan tidak mudah kematian sebelum waktunya itulah alasan mengapa sangat
dimanfaatkan, sesuai dengan pernyataan Pak hartoyo selaku petani porang
yang telah mengembangkan porang.Porang juga terbilang tanaman yang
periode panennya tidak tergantung pada cuaca karena porang mampu
menjaga kandungan air yang dimiliki sehingga porang tidak mudah mati
sebelum waktunya (pada saat panen) pemanenan porang biasanya dilakukan
sesuai dengan penjelasan sebelumnya yakni setiap satu tahun
sekalidilakukan pada bulan November–Desember.Tanaman porang ialah
tanaman yang sederhana yang bernilai jual relatif tinggi.

Gambar 18pemanenan porang


5.7.4 Biaya Produksi Hasil Hutan Non Kayu Termasuk Upah Dan Tenaga
Kerja Hasil Hutan Non Kayu
Porang yang di telah dipanen biasanya dibersihkan dan diproses
kembali untuk produksi porang hanya dalam 2 bentuk saja yaitu porang
yang masih utuh dalam bentuk umbi-umbian dan porang yang sudah dalam
bentuk potongan pipih kering. Untuk biaya produksi porang itu sendiri untuk
yang basah dan kering sama saja tenaga kerja yang ada berjumlah 5-8 orang
perhari dengan upah yang diberikan kepada pekerja Rp.80.000/hari termasuk
dengan konsumsi yang diberikan pada siang hari. Untuk hari bekerja setiap
hari untuk dilakukannya proses pemotongan dan lain sebagainya. Dengan
jumlah upah tenaga kerja Rp.80.000/hari nilainya terbilang sudah cukup
68

tinggi untuk tenaga kerja harian.Upah demikian diberikan demi untuk


menunjang lebih cepatnya produksi porang dan meningkatkan daya jual
porang yang ada.
5.7.5 Penanganan Pasca Panen
Porang setelah dilakukan pemanenan tidak semerta-merta langsung
dijual atau dipasarkan namun masih ada perlakuan lagi. Setelah pemanenan
porang dari tempatnya kemudian dimasukkan kedalam karung yang akan
diangkut ke tempat pengumpulan porang. Ditempat pengumpulan porang
biasanya porangakan dijemur untuk waktu yang relatif singkat dibersihkan
dan dikemas kembali kedalam karung untuk dijual yang dimana itu untuk
porang masih dalam keadaan utuh atau biasanya masyarakat menyebutnya
porang basah. Selain itu ada perlakuan yaitu dibersihkan porang yaitu hanya
bagian serabut akar-akarkecil porang dan kemudian porang dipotong-potong
tipis menjadi beberapa bagian menggunakan alat pemotong manual yang
dibuat masyarakat yang terbuat dari besi dan memiliki tempat duduk guna
untuk mempermudah untuk kegiatan pemotongan, setelah dilakukan
pemotongan porang diangkut menggunakan alat angkut sejenis artco ke
tempat yang telah disediakan untuk dilakukan pengeringan. Pengeringan
biasanya dilakukan dalam kurun waktu 1-3 hari guna untuk menghilangkan
kandungan air yang ada pada porang dan itu merupakan perlakuan untuk
penjualan porang dalam bentuk porang kering.Selain pemotongan dengan
manual ada juga pemotongan dengan menggunakan mesin didalam mesin
tersebut telah tersedia juga alat untuk membersihkan porang, dengan mesin
pemotong porang tersebut mempermudah pemotongan porang dan
mempercepat pemotongan porang.
69

Gambar19 pembersihan porang secara manual

Gambar 20pemotongan porang

Gambar 21proses pengeringan porang


5.7.6 Pemasaran
Pada tahapan terakhir untuk pemanenan porang adalah dijual
sebelum tahapan penjualan atau pemasaran pengemasan porang dilakukan
dengan menggunakan karung. Dari porang yang sudah dikemas dalam
karung selanjutnya akan dijual, pemasaran porang terbilang sangat baik
mulai dari pasar dalam negeri hingga negara seperti Cina juga membeli
70

porang yang berasal dari daerah Klangon. Biasanya juga porang yang sudah
dikemas dalam karung tersebut dibeli ditempatnya sebelum dibawa ke
surabaya oleh para pembeli untuk dijual kembali. Pasar porang yang
terbilang sudah mulai baik tersebut membuat porang sering dicari oleh
pembeli dari dalam maupun luar negeri.

5.8 Pengembangan Masyarakat Desa Hutan


Pengembangan masyarakat desa hutan dapat dimaknai sebagai proses yang
bertujuan untuk memberi kapasitas lebih dalam mengelola dan memanfaatkan
hutan kepada masyarakat khususnya yang berada dekat dengan hutan atau desa
hutan. Pada praktiknya dilakukan berbagai macam identifikasi diantaranya kondisi
sosial ekonomi masyarakat, keadaan pemerintah desa hutan, kelompok tani.
5.8.1 Identifikasi dan Pendataan Kondisi Potensi Serta Masalah Sosial
Ekonomi Masyarakat
Berbagai jenis potensi yang ada di BKPH Wilangan Utara KPH
Saradan yang dikembangkan oleh masyarakat yakni diberikannya
tanah/lahan garapan yang didalamnya ditanami tanaman palawija/tanaman
semusim pada tanaman palawija/tanaman semusim ini ditanam pada sekitar
kawasan hutan bermaksud untuk memberi pemasukan kepada masyarakat.
Karena masyarakat dalam penanaman tanaman khususnya Jati nantiya
diberikan hasil yakni jika presentasenya 100% maka pembagiannya adalah
25% untuk masyarakat dan 75% untuk perhutani. Untuk hasil dari potensi
yang didapatkan masyarakat tersebut nantinya akan diatur sendiri oleh ketua
LMDH entah dibagikan perorang yang berkontribusi/anggota ataupun
dimasukkan kedalam kas LMDH itu sendiri. Selain tanaman palawija ada
juga potensi tanaman seperti empon-empon (sejenis tanaman akar-akaran),
Kunir, Temugiring dan lain sebagainya akan tetapi untuk tanaman tersebut
diberikan sepenuhnya kepada masyarakat khususnya LMDH dalam
pengelolaannya. Dan juga yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat
didalam lahan yang digarap ataupun dilahan lainnya yakni sering mengambil
rencek atau ranting-ranting (berukuran diameter kurang dari 4 cm) entah itu
71

hasil dari bekas penebangan oleh pencuri ataupun yang jatuh dari pohon itu
sendiri.Rencek biasanya dimanfaatkan untuk kayu bakar karena dengan
diameternya kecil memudahkan masyarakat menjadikan rencek sebagai
kayu bakar.
Permasalahan sosial ekonomi masyarakat yang seringkali dihadapi
oleh masyarakat didalam memanfaatkan hutan atau dalam mengelolanya
adalah tentang kurang pemahaman masyarakat dalam memanfaatkan lahan
yang disediakan Perhutani sehingga masyarakat hanya menunggu arahan
terlebih dahulu atau hanya melaksanakan suatu pengelolaannya yang didapat
informasi mengenai mamanfaatkan hutan sebenarnya masyarakat berhak
memanfaatkan hutan untuk bercocok tanam akan tetapi masyarakat belum
memiliki pemahaman tentang bagaimana jika dilakukan penanaman
tanaman (bersumber dari diskusi dengan Mandor atau pendamping LMDH).
Selain itu permasalahan yang sering dihadapi masyarakat kurang
mengetahui bagaimana ukuran untuk rencek yang harus diambil sehingga
seringkali masyarakat salah dalam memanfaatkan rencek untuk kepentingan
mereka. Dalam pengembangan perekonomian masyarakat desa hutan juga
mengalami permasalahan khususnya dalam menjual hasil dari hutan itu
sendiri, sehingga pada setiap kali panen dilakukan harga untuk hasil
tanaman mereka mengalami penurunan harga setiap tahunnya, entah
disebabkan oleh pasar ataupun diluar dari itu, oleh karena itu masyarakat
seringkali mengeluhkan tentang permasalahan tersebut.
5.8.2 Kebijakan dan Program Pemberdayaan Masyarakat Oleh Pemerintah
Desa
Didalam meningkatan keahlian masyarakat desa untuk membantu
mengelola hutan tentu memiliki berbagai cara dan aturan sehingga
masyarakat memiliki pengetahuan yang lebih akan bagaimana membantu
mengelola hutan, memanfaatkan hutan dengan baik. Ada berbagai kebijakan
dan program pemberdayaan yang diberikan oleh Perhutani, yakni
memberikan pinjaman lunak tanpa bunga kepada LMDH guna untuk
digunakan sebagai modal LMDH untuk sekiranya membeli perlengkapan
72

yang digunakan untuk bercocok tanam, meningkatkan bibit di hutan dan lain
sebagainya. Pemberian modal ini juga bukan tanpa alasan, karena
pemerintah desa dan perhutani menganggap masyarakat desa hutan sangat
memberi pengaruh yang besar dalam pengelolaan menjaga agar hutan tidak
selalu dieksploitasi. program pemberdayaan masyarakat desa hutan yang
juga diberikan oleh perhutani yaitu program pengembangan empon-empon
di areal hutan sekitar desa atau di lahan yang telah diberikan oleh Perhutani
agar dari program tersebut juga dapat memberi pengetahuan tentang
bagaimana memanfaatkan empon-empon dan juga dapat memberi
pemasukan dari pengembangan empon-empon itu sendiri. Selain itu juga ada
program pelatihan study banding yang dilakukan guna memberikan
pengetahuan, ilmu dan program pelatihan study banding dilakukan biasanya
ke daerah seperti Malang dan Surabaya yang dimana daerah tersebut di Jawa
Timur merupakan daerah yang maju dari segi memanfaatkan sumber daya
yang ada, dari program tersebut masyarakat atau tokoh yang dikirim untuk
program study banding nantinya bisa mengimplementasikan ilmu yang
didapat di masyarakat desa hutan yang tergabung kedalam LMDH guna
untuk mengembangkan keahlian masyarakat desa hutan bahkan sampai
meningkatkan pemasukan dan kesejahteraan anggota. Pada program-
program tersebut masih belum mampu menggerakkan masyarakat dalam
membuat inovasi baruakan tetapi dalam mengelola hutan bersama dinilai
sudah sangat baik.
5.8.3. Persepsi dan Harapan Pemerintah Desa Terhadap Perum Perhutani
Dan Program Kehutanan Yang Ada Di Perum Perhutani
Perhutani dan Kelembagaan desa sudah lama menjalin kerjasama
demi untuk memberdayakan masyarakat dengan memberikan pemasukan
baik dari pelatihan program-program yang akan membantu mengembangkan
keahlian bahkan sampai diberikan lahan garapan bagi masyarakat desa
hutan. Dari masyarakat yang tergabung didalam LMDH sudah merasa puas
dan sangat terbantu dengan adanya perhutani yang telah memberikan lahan
untuk digarap sehingga masyarakat dapat menambah pemasukannya.
73

Menurut pak Samsuri (70 tahun) selaku ketua LMDH Wono Subur
mengungkapkan berbagai macam upaya dan program yang telah diberikan
perhutani kepada masyarakat desa hutan khususnya juga untuk anggota
LMDH itu sendiri, program yang banyak memberikan pengetahuan tentang
memanfaatkan lahan garapan tanaman yang cocok lahan tersebut dan lain
sebagainya. Program-program yang telah diberikan bukan tanpa alasan
mengingat kurang pengetahuan masyarakat untuk mengelola dan menjaga
hutan lebih baik lagi atas semua yang telah perhutani berikan, LMDH
merupakan wadah yang sekaligus sebagai wakil masyarakat desa hutan
berharap untuk kerjasama yang terjalin mampu membuat masyarakat
semakin baik lagi dalam bagaimana mengelola dan memanfaatkan hutan
serta membantu perhutani dalam mengelola hutan juga.

Gambar 22 Diskusi bersama Ketua dan Pengurus LMDH Wono Subur


5.8.4 Kelembagaan Kelompok Tani Meliputi :
5.8.4.1 Masalah Kontrak Kerjasama Antara Penggarap dan Perum
Perhutani
Didalam hutan masyarakat diberikan kebijakan pengelolaan lahan hutan
entah untuk ditanami tanaman hutan ataupun tanaman yang membawa
keuntungan bagi masyarakat ataupun untuk perhutani sistem bagi hasilnya
juga sesuai dengan yang sudah dijelaskan yaitu 25% untuk masyarakat
yaitu untuk jati 75% untuk perhutani dan sedang untuk tanaman yang
ditanam masyarakat diberikan sepenuhnya kepada masyarakat. Didalam
74

lahan yang digarap oleh masyarakat dilakukan kesepakatan kontrak


kerjasama pengelolaan hutan yakni berlangsung selama 2 tahun dalam
kurun waktu 2 tahun tersebut jikalau nantinya penggarap dan perhutani
merasa sangat diuntungkan dengan kerjasama tersebut maka tidak
menutup kemungkinan kalau kontrak tersebut akan diperpanjang lagi demi
untuk mendapatkan keuntungan bersama akan tetapi jikalau nantinya
sebelum 2 tahun malah penggarap ataupun merasa mendapat kerugian
ditelaah dulu sumber permasalahan, jikalau permasalahan sangat buruk
tidak menutup kemungkinan sebelum masa kontrak habis perhutani akan
menghentikan kerjasama yang sebelumnya sudah terjalin. Oleh karena itu
baik dan buruk nantinya yang akan terjadi akan menjadi bahan evaluasi
dalam melakukan kerjasama.

5.8.4.2 Organisasi dan Aturan Main Kelompok Tani


Didalam melakukan pengelolaan oleh kelompok tani yang juga sebagai
penggarap di lahan yang telah diberikan oleh perhutani dan sesuai dengan
kerjasama yang telah terjalin, dalam mengatur segala apa yang ada di lahan
yang sudah diberikan sudah memiliki kesepakatan sebelumnya dengan
pihak perhutani itu sendiri kesepakatan atau ultimatum tersebut adalah
kelompok tani atau penggarap boleh boleh saja menanam tanaman palawija
yang notaben kurang bagus untuk tanaman jati akan tetapi kondisi hutan
tidak boleh mengalami penurunan kualitas khususnya untuk tanaman
produksi yakni Jati. Didalam kesepakatan atau ultimatum tersebut
kelompok tani atau penggarap harus mensiasati agar dengan memperoleh
keuntungan atau sama untung dengan perhutani lahan yang digarap tidak
menjadi buruk entah dengan berbagai cara dengan menanam tanaman lain
atau palawija diganti juga dengan tanaman yang memiliki periode panen
sama dan juga tidak kalah dengan tanaman palawija. Aturan main tersebut
yang masih dipegang dalam menggarap hutan yang telah diberikan.
5.8.4.3 Upaya Penguatan Kelompok Tani
75

Kelompok tani adalah kelompok yang berada dibawah atau dinaungi


oleh LMDH yang membantu dalam menjaga dan mengelola hutan yang
berikan lahan untuk digarap oleh perhutani. Khususnya di kawasan KPH
saradan tepatnya di Sugihwaras ada 12 kelompok tani atau kelompok tani
hutan dibawah naungan LMDH Wono Subur, kelompok - kelompok tani
mempunyai peranan yang sangat penting dalam menjaga, mengelola hutan
bahkan untuk memberi pemasukan bagi masyarakat yang tergabung didalam
kelompok tani tersebut. Berbagai macam upaya dilakukan untuk para
anggota masyarakat yang tergabung ke dalam kelompok tani, mulai dari
diberikannya lahan garapan kepada masing-masing anggota, diberikannya
bibit tanaman untuk ditanam di lahan garapan dan juga menanami dengan
tanaman yang sekiranya lebih cepat dipanen untuk dijual. Juga oleh
kelompok tani dalam upaya penguatan pengelolaan hutan oleh kelompok
tani biasanya jika terdapat berbagai macam hambatan dan kendala
permasalahan untuk mengatasinya biasanya semua kelompok tani yang
tergabung didalam LMDH Wono Subur akan bersama berdiskusi untuk
mendapatkan titik terang untuk mengatasi permasalahan yang ada. Biasanya
juga berbagai macam upaya dilakukan kelompok tani untuk penguatan
organisasi mereka salah satunya rutin melakukan diskusi yang tujuannya
untuk mengetahui berbagi cara mengelola hutan dengan baik agar kelompok
tani tidak merasa rugi dan juga demikian untuk perhutani. Penguatan
kelompok tani membuat lahan garapan yang diberikan masih terbilang baik.

5.9 Pengelolaan DAS dan Rehabilitasi Tanah dan Lahan


Kegiatan Pengelolaan DAS dan Rehabilitasi Hutan dan Lahan dilaksanakan
dalam 3 hari yaitu pada tanggal 7 Agustus 2019, tanggal 10 Agustus 2019 dan 12
Agustus 2019. Hari pertama yaitu kunjungan ke kantor KPH Saradan di Madiun.
Hari Kedua dilaksanakan di Klangon, Padjaran dan Hari Ketiga dilaksanakan
Waduk Bening.Hari pertama, kami menjadwalkan bertemu dengan salah satu
pihak dari KPH yang menangani urusan DAS. Dalam diskusi Tanya jawab yang
dilakukan, kami diarahkan untuk mengunjung beberapa tempat untuk melihat
76

langsung pengelolaan DAS dan RHL yang ada. Untuk DAS kami diarahkan
langsung mengambil data ke Waduk Bening dan untuk konsep tekait RHL kami
diberikan pemaparan konsepnya. Hari kedua kami menjadwalkan ke Salah satu
tempat RHL (Klangon, Padjaran).Disana kami melakuakan observasi tempat KPS
(Kawasan Perlindungan Setempat) yang berupa tempat mata air dan Hutan
Lindung.Hari ketiga merupakan waktu kunjungan ke Waduk Bening tujuannya
untuk melakukan sesi wawancara dan pemantauan DAS.
5.9.1 Pemaparan Konsep RHL
Pertanyaan inti yang kami ajukan pada sesi diskusi tersebut adalah
tentang RHL(Rehabilitasi Hutan dan Lahan) dan DAS (Daerah Aliran
Sungai). Untuk Pengelolaan DAS pihak KPH melakukan kerjasama dengan
PT. Jasa Tirta. Jasa Tirta diberikan izin (Pinjam Pakai) pengeloaan perairan .
Lahan yang diizinkan untuk kelola berada pada wilayah waduk (Waduk
Bening). Model kerjasama yang dilakukan adalah sharing atau pembagian
hasil. Selain dengan pihak Jasa Tirta, mitra lain yang diikutsertakan adalah
pihak Dinas Pariwisata. Ketiga pihak tersebut membuat kesepakatan kerja
(MoU) dari total 646 ha luas lahan waduk, ±100 ha digunakan untuk
wisata.Persyaratan lainnya dimana pihak pengelola (Jasa Tirta) diberikan
60% dari keseleuruhan hasil yang didapat. Sementara 2 pihak lainnya
masinng –masing 20%.Pihak pengelola diberikan hasil yang lebih besar
dikarenakan memiliki tanggung jawab yang lebih banyak (keamanan,
pengurusan, dll). Namun sayangnya kami belum dapat kesempatan untuk
melihat dokumen surat perjanjian (MoU) dari ketiga pihak tersebut. Selain
informasi tentang DAS kamipun memperoleh beberapa informasi terkait
tentang RHL.
RHL merupakan salah satu program Kementrian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan. Dimana seluruh biaya ditanggung oleh pemerintah.Konsep
RHL sendiri adalah menanam ditutupan lahan yang kosong
(Rehabilitasi).Syarat lokasi tidak boleh adanya kegiatan penggarapan, banjar
harian dan tanaman tumpang sari KPH sebagai pengelola ditingkat tapak
diberikan beban untuk mengurus program RHL sendiri (Rehabilitasi Hutan
77

dan Lahan). Program RHL diKPH Saradan dikerjasmakan dengan pihak


BPDAS Solo (Brantas) dan tentunya tetap mengikutsertakan LMDH. Mulai
dari penyusunan dan penentuan lokasi seluruh kegiatan berpedoman pada
RTT(Rencanan Teknis Tahunan). Jenis Tanaman yang ditanam adalah Jenis
Tanaman Rimba (Kapuh, Sengoh, Juwet dan Gliriside) dan tanaman MPTS
dengan presentasi 60% untuk jenis rimba dan 40%untuk MPTS, untuk jarak
pola tanaman di KPH Saradan yaitu 5x5m (Tidak dispesifikan saat
pemaparan). Terdapat 4 lokasi yang dijadikan sebagai tempat penanaman
Program RHL.Daerah tersebut adalah BKPH Rejuno, BKPH Kalikklampok,
BKPH Tulung, BKPH Kedungbrubus.Dari informasi yang diperoleh
persemaian khusus RHL berada di BKPH Kedungbrubus (masih persiapan
penanaman).RHL merupakan proyek pertama pada tahun 2019.
Kawasan RHL Kaman Dowo Klangon merupakan salah satu
kawasan Hutan Lindung yang sudah terbentuk secara alami. Luas kawasan
ini adalah 258,10 Ha yang berada pada petak 94 A, Jenis tanaman yang
berada disekitar kawasan ini adalah tanaman rimba contohnya mahoni, ipik,
bendo, kemiri dan masih banyak lagi lainnya. Pada petak ini terdapat situs
budaya, salah satunya adalah makam “Kaman dowo”.Makam ini biasanya
dijadikan tempat mediasi masyarakat.Penduduk setempat sering
mengadakan bersih desa dan ritual untuk meminta hujan (membawa
beberapa seserahan berupa gula, kelapa muda, ketupat, dll).Selain itu
masyarakat juga memiliki “adat doabersama” yang bertujuan untuk
menghindari adanya longsor. Informasi Narasumber mengatakan bahwa
untuk penanaman pohon RHL sudah ditentukan petak mana yang akan
ditanamai. Ada petak yang ditanami khusus RH (Rehabilitasi Hutan)
jenisnya tanaman rimba dan ada yang Produksi dengan jenis tanaman
JPP(Jati Plus Perhutani). Perencana kegiatan sudah dilakukan H-2
Tahun.Setalah adannya kegiatan penebangan, perhutani langsung melakukan
rehabilitasi hutan.
5.9.2 Kunjungan Ke KPS(Kawasan Perlindungan Setempat)
78

Hari kedua kami melakukan kunjungan ke KPS (Kawasan


Perlindungan Setempat).KPS ini masih berada dalam satu wilayah dengan
RHL Kaman Dowo, berjarak hanya ±900 m yang berada pada petak
94E.Pada kawasan ini terdapat mata air yang digunakan untuk kebutuhan
sehari hari. Masyarakat menyebut mata air tersebut dengan nama Andong
Wilis. KPS Andong Wilis memiliki nilai HCV 5 maksud dari nilai tersebut
adalah bahwa Kawasan hutan yang fundamentaldalam memenuhi
kebutuhanmendasar masyarakat local (contohnya sebagai sumber mata
pencaharian,kesehatan, nutrisi, air) Setiap tahun mata air tersebut
dibersihkan oleh penduduk setempat dengan syarat yang membersihkannya
harus orang yang belum menikah. Setalah dilakukannya pembersihan
dalam sumur mata air harus dilepaskan ikan gabus. Dikatakann bahwa jika
tidak dilepaskanya ikan gabus kedalam sumur maka air tidak akan keluar.
Untuk penjelasan secara ilmiah sendiri belum diketahui mengapa hal
tersebut dapat terjadi hal ini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan
penelitian lanjutan. Berikut dibawah adalah beberapa perbandingan nilai
NKT 1 sampai dengan 5 berdasarkan buku panduan umum nilai konservasi
tinggi oleh team HCV Resurch Network tahun 2013:
79

Gambar 23Perbedaan Dan Maksud Nilai NKT

5.9.3 Salah Satu Bentuk pengelolaan DAS


80

Lokasi yang dituju adalah Waduk Bening. Waduk bening dibangun


pada tahun 1978 dan selesai tahun 1992, terletak di Dukuh Petung, Desa
Pajaran, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun, Jawa Timur.Jasa tirta
merupakan sebuah BUMN yang bergerak dibidang kelola sumberdaya
air.waduk bening merupakan bentuk salah satu kerjasama antara Perum
Perhutani dengan Jasa Tirta dalam pengelolaan DAS. Waduk bening
membawai lima sungai, kali wedas,kali kedungsopo, kali brantas, kali kuncir
dan kali ulo. wadukini berada dikawasan kabupaten Madiun namun
alirannya mengarah ke Kabupaten Nganjuk waduk di Kabupaten Madiun
tapi alirannya mengalir ke Kabupaten Nganjuk. Data teknis terkait Waduk
Bening adalah sebagai berikut :

Luas Genangan :5,7 Km


Debit Banjir Genangan :550 m3 detik
Volume efektif :28,4 Juta3(tahun 1981)
23,9 Juta3 (tahun 2007)
Tyoe Bendungan :timbunan tanah homogen
Volume Timbunan :800.000 m3
Muka Air Rendah :Elevasi 96,40 M
Muka Tinggi Air :Elevasi 108,60 M
Muka Air Banjir :Elevasi 109,40 M
Tujuan dari pembentukan waduk ini sendiri adalah menyediakan
Air Irigasi Untuk wilayah seluas 9.120 Ha (terdiri dari Kecamatan Nganjuk,
kecamatan, Gondang, dan Kecamatan Rejoso), Pengendalian banjir,
pariwisata dan perikanan darat. Tugas pokok dari pengelola (Jasa Tirta)
Waduk ini adalah melaksanakan pengusahaan Sumber Daya Air Di Wilayah
Sungai Kali Brantas Dan Bengawan Solo, Melaksanakan Sebagian Tugas dan
Tanggung Jawab Dibidang Pengelolaan Sumberdaya Air, Melaksanakan
Operasi Atas Prasarana Sumber Daya Air, Melaksanakan Tugas Preventif
(Rutin, Berkala, Darurat Dan Perubahan Kecil), Sumber Air dan Prasaranan
Sumber Daya Air. Selain tugas pokok manfaat lain dari waduk bening adalah
81

sebagai pengendalian banjir, irigassi, PLTA(sudah tidak beroperasi),


perikanan darat dan pariwisata. Uuntuk pemanfaatan secara komersil missal
seperti Pabrik dan PLTN dibebebankan BJPSDA atau BiayaJasa Pengelolaan
SumberDaya Air yang didasarkan pada PP NO 46 Tahun 2010 Perusahaan
Umum Jasa Tirta I. Dari hasil wawancara dengan salah satu nara sumber
kisaran biaya yang dibayarakan oleh stakeholder adalah Rp 249.000/m3aliran
(permintaan ketingian muka air).
Berikut dibawah adalah beberapa contoh dokumen atau papan
informasi terkait dengan pengelolaan DAS (Waduk Bening). Inflow adalah
total volume air yang masuk kedalam waduk dalam m3/detik, diperoleh dari
beberapa anak sungai yang ada disekitar kawasan. Outflow adalah total
volume air yang keluar dari waduk dalam m3/detik ditujukan guna irigasi
pertanian. Elevasi sendiri adalah ketinggian muka air waduk.

Gambar 24 Menunjukan Tentang Pola Operasi Dan Alokasi Air Waduk Bening
Sumber : Waduk Bening
.
82

Gambar 25Papan Informasi Terkait Data Volume Dan Elevasi Air Bulan Agustus
2019
Sumber : Waduk Bening
.

Gambar 26Papan Informasi Terkait Data Volume Dan Elevasi Air Bulan Agustus
2019
Sumber : Waduk Bening
.
83

Gambar 27Kegiatan Pemantauan DAS


Sumber : Waduk Bening
5.10 Administrasi Kehutanan
KPH Saradan adalah salah satu unit manajemen di Wilayah Divisi
Regional Jawa Timur. KPH Saradan dipimpin oleh NOOR ROCHMAN sebagai
seorang Adm/KKPH. Wilayah Saradan terbagi dalam 3 Sub Kesatuan
Pemangkuan Hutan (SKPH) yaitu Saradan Barat, Saradan Timur dan Saradan
Selatan.Dimana masing masing wilayah tersebut dikepalai oleh
Wk.Adm/KSKPH.Dari SKPH terbagi lagi kedalam 12 wilayah Bagian Kesatuan
Pemangkuan Hutan (BKPH) yang dikepalai oleh seorang Asper dibantu dengan
Kaur TK (Kepala Urusan Teknis kehutanan dan Kaur TU) (Kepala Urusan Tata
Usaha). Dari 12 wilayah BKPH tersebut dipecah kembali ke dalam 34 Resort
Pemangkuan Hutan (RPH) yang dikepalai oleh seorang mantra/KRPH. Ada
beberapa Biro yang membantu dalam terselenggaranya manajemen tata kelola di
KPH Saradan. Biro tersebut adalah Bidang kelembagaan, SDH dan Persed,
Bidang SDM, Keungan dan Umum, Bidang Perencanaan dan Bang, Bis dan
Manager bisnis.
84

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari Hasil Kegiatan PKL di KPH Saradan terdiri dari
kesimpulan umum dan kesimpulan khusus yakni:
6.1.1 Tujuan Umum
Berdasarkan pengalaman yang didapatkan pada saat PKl, Mahasiswa
menjadi lebih tau akan ilmu ilmu baru. Perbedaan karakteristik hutan
dilokasi PKL(Sebagian besar Hutan Produksi Jati) menjadi gambaran bahwa
cakupan dunia kehutanan begitu luas dan beragam. Dalam bidang
management hutan, mahasiswa dapat mengetahui bagaimana mengatur
hutan agar memiliki kelestarian hasil (perencanaan). Dibidang konservasi
mahasiswa dapat mengetahui bahwa tidak semua lokasi dapat dirambah
karena ada beberapa situs budaya, biodiversity yang harus dijaga
keberadaannya (Pemantauan KPS Andong Wilis), dan dalam bidang
budidaya hutan dan teknologi hasil hutan mahasiswa mampu mengetahui
bahwa, ada hasil hutan lain (non kayu) yang memiliki nilai jual yang
tinggi(Porang) serta mengetahui bagaimana pekerjaan pembibitan
dilapangan (steck jati, kepuh, dan gliriside). Selain itu interaksi antara
mahasiswa dengan petani pembibtan dan beberapa pihak bawahan lain,
membuat mahasiswa mengetahui keluh kesah yang dirasakan oleh orang
teknis lapangan. Mereka berpesan bahwa kelak ketika nanti adek-adek
mahasiswa ini menjadi seorang pimpinan, jangan terlalu keras kepada
bawahan. Terkadang kondisi lapangan dengan apa yang menjadi teori itu
berbeda. Maka dari hal ini, pengalaman kehidupan bersama dengan orang
disekitar dapat terlaksana
6.1.2 Tujuan Khusus
1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan kompenen utama yanng
harus dipenuhi oleh suatu perusahaan maupun lembaga yang berkaitan dengan
85

dunia lapangan. Perlengkapan K3 di KPH Saradan sudah dipenuhi oleh


perusahaan.Namun penggunaanya dilapangan jarang digunakan.Para pekerja
menganggap bahwa Alat keselamatan K3 cendrung memperlambat
produktivitas dalam bekerja (Pekerja di Daerah Penebangan). Terkadang
perbedaan jenis pekerjaan membuat berbeda juga jenis alat keselamatan kerja
yang digunakan (Alat keselamatan di Waduk Bening.
2. Perencanaan Hutan
Dalam perencanaan ada beberapa komponen yang disampaikan oleh pihak
PHW. Komponen Pertama adalah risalah/inventarisasi hutan, tujuannya untuk
megumpulkan data terkait potensi hutan yang ada sehingga dapat ditentukan
kelas hutannya.Informasi yang diperoleh dari hasil inventarisasi kemudian
dientry dan diekstrak.Data tersebut dijadikan sebagai dasar dalam pembuatan
RKPH.Komponen kedua adalah penyusunan RKPH dan RTT. RKPH adalah
adalah dokumen yang berisi rencana penglolaan hutan selama (10 Tahun) dan
RTT adalah dokumen yang berisi rencana teknis yang lebih detail selama (1
Tahun). Terakhir adalah kegiatan Pembuatan
3. Produktivitas/Pembinaan Hutan
Kegiatan produktivitas hutan meliputi perencanaan atau persipan
lapangan, pengadaan benih (Tectona grandis), pembuatan persemaian, system
pembuatan tanaman (terdiri dari dua jenis yaitu tumpang sari dan cemplongan),
Teknik penanaman dan pengaturan pola Tanam (Teknik penanaman
menggunakan biji, teknik penanaman untuk stek pucuk, dan teknik penanaman
stek batang)
4. Pengendalian dan Pengamanan Hutan
Ada tiga kegiatan yang dilakukan dalam pengendalian dan pengamanan
Hutan, Pertama adalah pengendalian hama penyakit(mahasiswa dapat mendata
hama apa saja yang menggangu pertumbuhhan tanaman jati), kedua kegiatan
pengendalian kebakaran hutan(mahasiswa dapat mengetahui teknik
memadamkan kebakaran hutan), ketiga mahasiswa dapat mengetahui cara
pencegahan pencurian kayu (dilakukan patrol oleh tim polhut 2x24 jam/polhut
dan bergantian shift).
86

5. Konservasi Sumber Daya Hutan


Untuk kegiatan konservasi sumber daya hutan mahasiswa hanya
melakukan kegiatan pengamatan ke kawaan hutan lindung (Padjaran).Untuk
kegiatan lainnya seperti inventarisasi, pelestarian satwa, tumbuhan langka situs
budaya serta dampak lingkungaan kegiatan kehutanan, mahasiswa diberikan
buku pedoman atau petunjuk dasar sebagai acuan dalam bahan laporan
6. Pemanenan Hasil Hutan Kayu
Kegiatan yang dilakukan pada saat pemanenan hasil hutan kayu adalah
yang pertama melakukan pembagian sortimen.Kebetulan ketika sedang
dilakukannya pengamatan, pohon yang dijadikan sebagai sample sudah rebah.
Kedua adalah pengenalan dan pengisian blanko dan terkahir adalah Penjelasan
alur kegiatan di tempat penimbunan kayu (TPK)
7. Pemanenan Hasil Hutan non kayu
Kegiatan yang dilakukan pertama kali adalah mengidentifikasi jenis hasil
hutan non kayu (Porang), kedua menduga potensi HHBK tersebut (jumlah
panen ± 15 Ton/Ha), Teknik pemanenan Hasil Hutan Non Kayu, Menganalisis
biaya produksi (upah tenaga kerja Rp80.000/hari), Penanganan pasca panen,
(Dicuci, dan dipotong menjadi ukuran chip) dan Terakhir Pemasaran (dijual
langsung ke pengepul di Surabaya atau di Impor ke China).
8. Pengembangan Masyarakat Desa Hutan
Pemberdayaan masyarakat yang ditemukan pada Perum Perhutani adalah
kemitraan dengan LMDH (Lembaga Masyarakat Sekitr Hutan). Pemberdayaan
ditujukan untuk mensejahterakan sosial masyarakat yang dekat dengan
kawasan hutan.
9.Pengelolaan DAS dan Rehabilitasi Tanah dan Lahan
Pengamatan dilakuakan di tiga tempat.Tempat pertama yaitu KPH
sARadAN, untuk meminta sedikit pengantar terkait DAS dan RHL.Kedua
melakukan pengamatan diWaduk Bening yang merupakan model percontohan
pengelolaan DAS dan Ketiga dilakuakan observasi ketempat KPS (Kawasan
Perlindungan Setempat) yang berupa tempat mata air dan Hutan Lindung.
10. Administrasi Kehutanan.
87

Terkait dalam bidang Adminnistrasi yang Berkaitan dengan struktur


organisasi dan kepengurusannya.
6.2 Saran
Saran yang dapat diberikan dalam PKL yang bertempat di KPH Saradan
adalah sebagai berikut:
1. PKL selanjutnya diharapkan, mempunyai persiapan yang lebih baik lagi.
Sehingga mahasiswa ketika ditempat PKL tidak terlantar dan mengetahui
kemana arah dan tujuannya.
2. Diharapkan PKL selanjutnya tidak mendadak. Sehingga mahasiswa
mempunyai waktu yang lebih banyak untuk persiapan biaya maupun
pengetahuan saat bimbingan.
88

DAFTAR PUSTAKA

Afifah, Dian Fitrianid dan Neneng Yani Yuningsih. 2016 ANALISIS


KEBIJAKAN PEMERINTAH TENTANG PENCEGAHAN DAN
PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN (TRAFFICKING)
PEREMPUAN DAN ANAK DI KABUPATEN CIANJUR.Jurnal
CosmoGov, Vol.2 No.2, Oktober 2016
Agustinus Dkk. 2013.Implementasi Kegiatan Penghijauan Dalam Program
Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) Di Kecamatan Sekolaq darat
Kabupaten Kutai Barat.Jurnal AGRIFOR Volume XII Nomor 2
Andi Trisna Putra. 2015. Analisa Potensi Tegakan Hasil Inventarisasi Hutan di
KPHP Model Berau Barat.Jurnal AGRIFOR Volume XIV No.2
Aristides, Yoshua.,Agus Purnomo., Fx. Adji Samekto. 2016. PERLINDUNGAN
SATWA LANGKA DI INDONESIA DARIPERSPEKTIF CONVENTION
ON INTERNATIONAL TRADEIN ENDANGERED SPECIES OF FLORA
AND FAUNA (CITES). DIPONEGORO LAW JOURNAL.Volume 5, Nomor
4, Tahun 2016
Banjarnahor, Dina dan Bistok Hasiholan Simanjutak. 2015. Pola tanam kabupaten
sumba tengah yang sesuai dengan curah hujan setempat. p.97-107.
Basrowi dan Siti Juariyah., 2010.ANALISIS KONDISI SOSIAL EKONOMI
DAN TINGKAT PENDIDIKANMASYARAKAT DESA SRIGADING,
KECAMATAN LABUHAN MARINGGAI,KABUPATEN LAMPUNG
TIMUR. Jurnal Ekonomi & Pendidikan, Volume 7 Nomor 1, April 2010
Desi Indrasari et al. 2017. Pengembangan Potensi Hasil Hutan Bukan Kayu Oleh
Kelompok Sadar Hutan Lestari Wana Agung Di Register 22 Way Waka
Kabupaten Lampung Tengah. Jurnal Sylva Lestari Vol. 5 No.1, Januari 2017
(81-91)
Epi Syahadat, Subarudi. 2012. Permasalahan Penataan Ruang Kawasan Hutan
Dalam angka Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi.Jurnal
Analisis Kebijakan Kehutanan Vol.9 No.2
89

Huda, Muhammad Johan N. 2014. DINAMIKA PENCAPAIAN IDENTITAS


SOSIAL POSITIF ATASKEISTIMEWAAN YOGYAKARTA.Jurnal
Psikologi Integratif, Vol. 2, No. 1, Juni 2014, Halaman 30 - 41
Indrihastuti, Dinik., Kukuh Murtilaksono, Boedi Tjahjono2. 2016. ANALISIS
LAHAN KRITIS DAN ARAHAN REHABILITASI LAHAN DALAM
PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KENDAL JAWA
TENGAHVOLUME 18 NOMOR 3, AGUSTUS BIRO PENERBIT
PLANOLOGI UNDIP P ISSN 0852-7458- E ISSN 2356-0266
Irawan, Arif., Iwanuddin ., Jafred E,. Halawane dan Sulistya
Ekawati2.2017.ANALISIS PERSEPSI DAN PERILAKU MASYARAKAT
TERHADAPKEBERADAAN KAWASAN KPHP MODEL POIGAR. Jurnal
Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 14 No.1.ISSN 1979-6013e-
ISSN 2502-4221
Irkhamiyati. 2017. EVALUASI PERSIAPAN PERPUSTAKAAN STIKES
'AISYIYAH YOGYAKARTA DALAM MEMBANGUN
PERPUSTAKAAN DIGITAL. Berkala Ilmu Perpustakaan dan Informasi,
Vol. 13, No. 1, Juni 2017. ISSN 2477-0361
Juang Rata Matangaran, Lana Puspitasari. 2012. Potensi dan Pemanenan Buah
Rotan Jernang. Jurnal Silvikultur Tropika Vol. 03 No. 01 April 2012, Hal.
65 – 70
Juang Rata Matangaran, Lana Puspitasari. 2012. Potensi dan Pemanenan Buah
Rotan Jernang. Jurnal Silvikultur Tropika Vol. 03 No. 01 April 2012, Hal.
65 – 70
Keputusan Presiden Republik IndonesiaNomor 32 Tahun 1990TentangPengelolaan
Kawasan Lindung
Kurniadi et al., 2017. Model Pengelolaan Ternak di Sekitar Hutan Gunung Mutis
dan Dampaknya terhadap Kelestarian Hutan. Jurnal Ilmu Kehutanan. 2:156-
172.
Kurniawanet al. 2016.AnalisisPendapatan Masyarakat Pengrajin Anyaman Rotan
Di Desa Benuis Kecamatan Selimbau Kabupaten Kapuas Hulu.JURNAL
HUTAN LESTARI (2016)Vol. 4 (4) : 663 – 671
Kusmanaa,Cecep., Agus Hikmatb. 2015. KeanekaragamanHayatiFlora Di
IndonesiaJurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Vol. 5No.
2
90

Muhammad Imam Surya et al. 2017.Perbanyakan Castanopsis argentea secara in


vitro.PROS SEM NAS MASY BIODIV INDON Volume 3, Nomor 1, Februari
2017 Halaman: 10-15

Mustangin, Desy Kusniawati, Nufa Pramina Islami, Baruna Setyaningrum, Eni


Prasetyawati. 2017. Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Potensi Lokal
Melalui Program Desa Wisata di Desa Bumiaji. Jurnal Pemikiran dan
Penelitian Sosiologi, Vol. 2, No.1, Desember 2017
Noviasi,Ni Kadek Putri., Grace J. Waleleng., Johny R. Tampi. 2015. FUNGSI
BANJAR ADAT DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT ETNIS BALI DI
DESA WERDHI AGUNG, KECAMATAN DUMOGA TENGAH,
KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW PROVINSI SULAWESI
UTARA e-journal “Acta Diurna” Volume IV. No.3. Tahun 2015
Peraturam Direktur Jenderal Perlindungan Hutan Dan Konservasi Alam Nomor:
P. 12/IV-SET/2014 Tentang Tata Cara Penyelenggaraan Promosi Pemanfaatan
Jasa Lingkgngan Di Kawasan Konservasi Dan Hutan Lindung
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pedoman
Pelestarian Dan Pengendalian Pemanfaatan Kawasan Lindung
Peraturan Menteri KehutananNomor P.11/Menhut-Ii/2009Tentang Sistem
Silvikultur Dalam Areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu
Pada Hutan Produksi
Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.1/Menhut-II/2009
Tentang Penyelangaraan Perbenihan Tanaman Hutan Bab I Pasal 1 ayat 1, 2
dan 4
Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.28/Menhut-II/2010
Tentang Pengawasan Peredaran Benih Tanaman Hutan Bab II Pasal 2
Peraturan Menteri Kehutanan. No. 22 tahun 2007 tentang Pedoman Teknis
Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan Dan Lahan (Gn-Rhl/Gerhan)
Jakarta.Depdiknas.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan KehutananRepublikIndonesiaNomor
:P.42/Menlhk-Setjen/2015 TentangPenatausahaan Hasil Hutan Kayu Yang
BerasalDari Hutan Tanaman Pada Hutan Produksi pasal 1 ayat 27
91

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR :


14/Permentan/PL.110/2/2009 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN
LAHAN GAMBUT UNTUK BUDIDAYA KELAPA SAWIT
Permanasari, Indah., dan Dody Kastono. 2012. Pertumbuhan Tumpangsari Jagung
Dan Kedelai Pada Perbedaan Waktu Tanam Dan Pemangkasan Jagung. Jurnal
Agroteknologi. 3(1): 13-20.
Prastyo, Eko Edi dan Kliwon Hidayat. 2016. Pola Kemitraan Antara Perum
Perhutani Dengan Masyarakat Desa Hutan (Studi Kasus Program PKPH di
Desa Kucur Dau, Kabupaten Malang)JURNAL HABITAT ISSN: 0853-
5167 (p); 2338-2007 (e), Volume 27, No. 3, Desember 2016,
Ratih Dwi Kartikasari, Bambang Swasto. 2017. Pengaruh Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Karyawan Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Pada
Karyawan Bagian Produksi PT. Surya Asbes Cement Group Malang).Jurnal
Administrasi Bisnis (JAB) Vol.44 No.1
Ria Sari Ramadhani, Reine Suci Wulandari. 2018. Pengaruh Proporsi Campuran
media Sapih Pada Pertumbuhan Bibit Mahoni (Swietania mahagoni) Di
Persemaian.Jurnal Hutan lestari Vol.6 (4) :1009-1019
Rohman Dkk. 2013.Normalitas Tegakan Berbasis Resiko untuk Pengaturan
Kelestarian Hasil Hutan Tanaman Jati di Perum Perhutani.Jurnal Ilmu
Kehutanan Volume VII No.2
Rohman. 2008. Casualty Per Cent Dalam Perhitungan Etat Hutan Tanaman jati
Perum Perhutani. JMHT Vol.XIV (2):54-60
Soenarno, Dulsalam, Wesman Endom. 2013. Faktor Eksploitasi Pada Hutan
Produksi Terbatas di IUPHK-HA PT Kemakmuran Berkah Timber. Jurnal
Penelitian Hasil Hutan Vol.31 No.2:151-160
Tihirang, Indra Ch.R. 2013.Penegakan hokum terhadap terhadap kejahatan di
bidang kehutanan.Jurnal Lex Crime. 2(6): 129.
Triyono Puspitojati. 2011. Persoalan Definisi Hutan Dan Hasil Hutan Dalam
Hubungannya Dengan Pengembangan HHBK Melalui Hutan Tanaman.
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 8 No. 3, Desember 2011 : 210 -
227
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Bab IV Pasal 11
92

Undang-Undang Republik inonesia No. 41 tahun 1999.Tentang kehutanan.


Jakarta. Depdiknas.
Yuminarti, Umi et al., 2018. Studi Komparasi Praktik Perladangan Berpindah Dan
Pertanian Menetap Untuk Mendukung Ketahanan Pangan Masyarakat (Studi
Pada Usahatani Kentang di Kabupaten Pegunungan Arfak, Provinsi Papua
Barat). Jurnal Ketahanan Nasional. 24(2):215-238.
Zulkifli et al,.2017. Studi Pengendalian Kebakaran Hutan Di Wilayah Kelurahan
Merdeka Kecamatan Samboja Kalimantan Timur. Jurnal AGRIFOR
16(1):141-150.
93

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai