Anda di halaman 1dari 3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hutan merupakan salah satu kawasan yang memiliki nilai dan manfaat yang
sangat penting bagi kehidupan manusia, baik manfaat ekologi, sosial, budaya maupun
ekonomi. Oleh karena itu, keberadaan hutan harus dipertahankan dan pemanfaatan
hasil hutannya harus diatur sedemikian rupa sehingga produktivitas hutan tersebut
dapat terjaga dengan baik dan bernilai maksimal serta dampak negatif dari pemanfaatan
hutan tersebut dapat ditekan serendah mungkin. Perencanaan pemanenan penting
karena untuk dapat memanen kayu harus dikumpulkan beberapa informasi mengenai
hutan yang akan dipanen, besar kecilnya perusahaan (kegiatan yang akan
dilaksanakan). Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kelancaran pemanenan kayu,
dan akhirnya dapat disusun dan ditetapkan metode dan peralatan yang digunakan untuk
dapat mencapai target yang telah direncanakan. Salah satu caranya dengan membuat
perencanaan pemanenan hutan. Perencanaan pemanenan hutan adalah serangkaian
proses yang melibatkan hutan, manusia, peralatan dan dana untuk dapat memanfaatkan
hutan secara lestari guna mendapat nilai ekonomis hasil hutan dengan memperhatikan
kerusakan lahan dan sekitarnya dengan nilai seminimal mungkin akibat dari proses
pemanenan yang dilakukan. Menurut Conway (1976), perencanaan merupakan
kegiatan yang menempati urutan pertama yang menunjukan pentingnya kegiatan ini
dengan diiringi kombinasi kegiatan lainnya dalam system pemanenan. Adapun isi dari
perencanaan kayu secara umum adalah deskripsi tentang faktor input yang tersedia
meliputi kondisi hutan (potensi hutan, topografi, geologi dan tanah, iklim dan areal-
areal yang spesifik perlu dilindungi) serta peralatan yang meliputi jenis dan jumlah
yang tersedia, tingkat kehandalan alat dan jumlah serta tingkat keahlian tenaga kerja
yang dimiliki, catatan tentang standar biaya, peraturan terkait, rancangan volume
produksi, pemilihan metode alternatif, rancangan petak tebang dan urutan
pengerjaannya, jenis dan tingkat keahlian tenaga kerja, sistem pengorganisasiannya,
jadwal pengerahan alat, tenaga kerja dan dana yang dilibatkan, serta estimasi
keuntungan (Muhdi 2006). Salah satu fungsi perencanaan pemanenan kayu adalah
menentukan tingkat produksi kayu lestari, baik lestari sumberdaya hutannya maupun
pengusahanya. Untuk kelestarian sumberdaya hutannya, maka kayu yang dipanen
harus tidak melebihi produktivitas (riap) hutan yang akan dipanen. dikeluarkan (Muhdi
2006). Sedangkan menurut Mujetahid (2009), menyatakan bahwa dengan adanya
perencanaan pemanenan hutan merupakan salah satu kunci utama dalam usaha
mengeluarkan potensi hutan. Dengan adanya rencana, maka kegiatan akan berjalan
dengan teratur dan dapat diukur. Selain itu untuk mengidentifikasi hambatan dan
kendala yang akan terjadi (risk management) dengan tidak melibatkan aspek sosial.
Sebagai kegiatan produksi fungsi perencanaan pemanenan kayu memegang peranan
yang sangat penting dalam rangka mencapai tujuan usaha. Terkait dengan bidang
kehutanan saat ini, tujuan usaha tersebut tidak hanya memaksimalkan keuntungan
secara finansial, melainkan juga harus melestarikan hasil dan lingkungannya.
Pemilihan pohon untuk ditebang dilakukan setelah melakukan inventarisasi
sumberdaya hutan di lahan yang akan ditebang (Wahyudi 2013). Syarat pohon layak
tebang yaitu, memiliki umur yang tua di atas 40 tahun atau dapat ditentukan dengan
diameter lebih dari 40 cm dan tergolong pohon yang sehat dan merupakan pohon
komersil.
Pohon komersial adalah pohon yang mempunyai nilai ekonomi yang cukup
berarti bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan telah dikenal cukup luas dalam
dunia perdagangan contohnya Jati dan Meranti. Jenis komersial berperan sebagai stok
pohon yang akan ditebang pada rotasi tebang selanjutnya. Pohon non komersil adalah
pohon yang tidak memiliki nilai jual atau tidak difokuskan untuk mencari keuntunga.
Jenis-jenis hasil hutan bukan kayu yang non komersil biasanya diambil secara langsung
di hutan untuk konsumsi keluarga, tetapi perlu diperhatikan jenis pohonnya termasuk
ke dalam pohon yang dilindungi atau tidak, sebab pohon yang dilindungi adalah pohon
yang tidak boleh ditebang karena pohon tersebut langka. Jenis non komersil memiliki
peran dalam mempertahankan kestabilan keanekaragaman hayati. Oleh karena itu,
jenis non komersil juga berperan penting dalam menentukan kelestarian pengelolaan
hutan alam (Andini 2013).

Bedasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor 42 Tahun


2014 tentang Penatausahaan Hasil Hutan Kayu Yang Berasal Dari Hutan Tanaman
pada Hutan, TPn adalah tempat untuk pengumpulan kayu-kayu hasil pemanenan di
sekitar petak kerja tebangan yang bersangkutan. TPn harus dipastikan dapat
menampung semua kayu hasil pemanenan yang dibawa dari jalan sarad, jalan cabang
dan jalan utama. Adapun syarat-syarat TPn adalah luas, datar, tidak miring, tidak
terkena banjir, dan tidak berada di lereng yang curam. Hal ini bertujuan untuk menjaga
kualitas kayu dan keamanan kayu sehingga kegiatan proses pemanenan hutan
selanjutnya dapat berjalan dengan baik dan tidak ada gangguan.

Untuk mengangkut kayu ke TPn dibutuhkan suatu jalan. Jalan utama


merupakan jalan yang menghubungkan TPn menuju TPK dengan memperhatikan
kondisi lahan agar memudahkan pengangkutan kayu bersifat permanen dan diperkeras.
Syarat jalan utama yaitu lebar jalan termasuk bahu (shoulders) bisa 10 meter dengan
jalan dukungnya (carriageway) 8 meter. Maksimum tanjakan tidak lebih dari 6 %
sedang dari arah berlawanan tidak lebih dari 8 % (Sukirman 1999). Semisal letak TPn
jauh dari jalan utama terdapat jalan cabang sebagai penghubung antara jalan utama
dengan TPn. Jalan sarad merupakan merupakan jalan hutan yang menghubungkan
antara tungga kayu dengan tepi jalan ranting atau jalan cabang atau tempat
pengumpulan kayu (TPn), bersifat tidak permanen (Istiqomah 2011). Untuk jalan sarad
diperlukan daerah yag tidak curam, didesain selurus mungkin mengikuti kontur, dan
tidak diperbolehkan memasuki area yang dilindungi dan daerah penyangga (Elias et al.
2001).

Daftar pustaka
Conway S. 1976. Logging Practice : Principle of Timber Harvesting System. New
York (US) : Miller Freeman Publication.
Muhdi . 2006. Pemanenan Hasil Hutan. Medan (ID) : Universitas Sumatera Utara.

Mujetahid A. 2009. Produktivitas penebangan pada hutan jati (Tectona grandis).


Jurnal Perennial 5(1): 53-58.
Wahyudi. 2013. Sistem Silvikultur di Indonesia : Teori dan Implementasi. Palangka
Raya (ID) : Universitas Palangka Raya.

Andini S. 2013. Kerusakan tingkat tiang dan pohon jenis non komersial akibat
penebangan intensitas rendah di PT Inhutani II Malinau [skripsi].
Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.

Elias, Applegate G, Kartawinata K, Machfudh, Klassen A. 2001. Pedoman Reduce


Impact Logging Indonesia. Bogor (ID) : Center for Internasional Forestry
Research (Cifor).

Istiqoma M. 2011. Kualitas pembukaan wilayah hutan pada pengelolaan hutan alam
produksi lestari PT. INHUTANI 1 unit manajemen hutan sambrata [Skripsi].
Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Sukirman S. 1999. Dasar Dasar Perencanaan Geometrik Jalan. Bandung (ID) :


Penerbit Nova.

Anda mungkin juga menyukai