Anda di halaman 1dari 15

TUGAS 1

MAKALAH
PERENCANAAN PEMANENAN HUTAN

OLEH:
NAMA : M. SUAIB
NIM : M011201147
KELAS : PEMANENAN HUTAN B

LABORATORIUM PEMANENAN HASIL HUTAN


FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt. yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Makalah yang
berjudul “Perencanaan Pemanenan Hutan”.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak
dapat saya sebutkan semua, terima kasih atas bantuannya sehingga sehingga saya
dapat menyelesaikan tugas ini.

Kemudian, saya menyadari bahwa tugas yang saya tulis ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun kami butuhkan
demi kesempurnaan laporan ini.

Makassar, 20 September 2022

Penulis
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hutan merupakan suatu potensi sumberdaya alam yang sangat penting


bagi kehidupan manusia. Hutan dipandang sebagai suatu ekosistem
dikarenakan hubungan antara masyarakat tumbuh-tumbuhan pembentuk hutan,
binatang liar,dan lingkungannya tidak berdiri sendiri, tetapi saling
memengaruhi dan sangat erat kaitannya, serta tidak dapat dipisahkan, hal ini
seiring dengan terjadinya penurunan fungsi hutan. Maka pemanfaatan hasil
hutan kayu harus dilakukan dengan penuh pertimbangan ekologis dan dengan
berpegang pada prinsip pembangunan yang berkelanjutan (Lekitoo, 2017).
Pembangunan kehutanan yang berkelanjutan adalah pembangunan yang
melestarikan di masa yang akan datang. Hutan juga merupakan bagian yang tidak
dapat terpisahkan dalam suatu ekosistem alam yang mempunyai peran sebagai
sistem penunjang kehidupan makhluk hidup serta dalam mengatur keadaan
udara dan cuaca setempat. Berbagai komoditas yang dapat dikembangkan pada
sub-sektor kehutanan antara lain meliputi kayu, rotan, dan kulit kayu yang
dapat diolah menjadi plywood, blockboard, veneeer, lumber-core, kayu
gergajian dan poliyester (Hariyadi 2011).
Sektor kehutanan memberikan sumbangan yang sangat besar dalam
menunjang pertumbuhan ekonomi daerah dan masyarakat. Besarnya
sumbangan pada tahun 2010 menunjukan bahwa sektor kehutanan memberikan
kontribusi yang sangat besar bagi daerah jika dianalisa berdasarkan luas
keseluruhan hutan kabupaten keerom, sehingga perlu di lakukan
penggelolaan hutan yang lebih optimal. Fakta yang terjadi sekarang
menunjukan bahwa masyarakat tidak memanfaatkan hasil hutan dengan baik.
Di samping hutan menyediakan beragam kebutuhan bagi masyarakat seperti
obat-obatan, makanan, dan kehidupan lainnya, kenyataan di lapangan tidak
seperti yang kita pikirkan bahwa masyakat yang ada di dalam dan sekitar hutan
masih tergolong miskin. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan pembangunan
daerah masih salah atau belum berpihak kepada masyarakat (Benamen B, 2018).

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari makalah ini yaitu :


1. Mengetahui apa itu pemanenan hutan
2. Mengetahui teknik penebangan yang sebaiknya dilakukan.
II. PEMBAHASAN

2.1. Pemanenan Hasil Hutan

Kegiatan pemanenan hasil hutan merupakan salah satu kegiatan terpenting


dalam pengelolaan dan pengusahaan hutan. Pemanenan hasil hutan merupakan
usaha pemanfaatan kayu dengan mengubah tegakan pohon berdiri menjadi
sortimen kayu bulat dan mengeluarkannya dari hutan untuk dimanfaatkan sesuai
peruntukannya. Adapun tujuan dari pemanenan hasil hutan yaitu memaksimalkan
nilai kayu, mengoptimalkan pasokan kayu industri, meningkatkan kesempatan
kerja serta mengembangkan ekonomi regional. Maksimalnya nilai hutan dapat
dinilai dari jumlah produksi dan mutu kayu yang tinggi serta tegakan sisa bernilai
tinggi pula. Kegiatan pemanenan yang selama ini dilakukan, masih belum
sepenuhnya mencerminkan tingkat efisiensi. Hal ini dapat dilihat dari tingginya
biaya pemanenan. Efisiensi biaya pemanenan hasil hutan erat kaitannya dengan
efisiensi biaya pada setiap tahapan pemanenan hasil hutan dan efisiensi
pemanfaatan hasil tebangan. Makin tinggi tingkat efisiensi penebangan kayu,
maka limbah yang terjadi makin kecil. Dengan demikian biaya yang dikeluarkan
per satuan volume dapat lebih rendah (Mujetahid A, 2010).
Dalam kegiatan pemanenan kayu, hal yang perlu diperhatikan adalah arah
rebah yang benar sehingga pemanfaatan kayu lebih efisien dan biaya yang
dikeluarkan menjadi lebih rendah. Pemanenan hasil hutan yang dilakukan
memiliki tujuan untuk mengoptimalkan pasokan kayu, memaksimalkan nilai kayu
serta meningkatkan nilai tambah bagi pihak perusahaan dan juga devisa Negara.
Peningkatan nilai tambah bagi pihak perusahaan dapat dilihat dari hasil analisis
biaya pemanenan. Berdasarkan analisis biaya pemanenan tersebut maka dapat
dilihat tingkat efisiensi dari kegiatan pemanenan. Kegiatan pemanenan dimulai
dari penebangan, pembagian batang, penumpukan, pengupasan, penyaradan dan
pemuatan serta menganalisis produktivitas pemanenan kayu (Jesica, 2019).
Pemanenan pohon yang dilakukan pada hutan rakyat monokultur biasanya
secara tebang habis, sedang tebang pilih dilakukan pada lahan yang ditanami
pohon lebih dari satu jenis. Terdapat 3 faktor yang mempengaruhi pemanenan
tegakan pada hutan rakyat, yaitu Faktor teknis, dimana pemanenan kayu
didasarkan aas tebang pilih dan tebang butuh; Faktor sosial, dimana keberadaan
pembeli dan pedagang kayu disekitar pemukiman memilki peran mendorong cepat
atau lambatnya dilakukan pemanenan, kebutuhan keluarga seperti memperbaiki
rumah atau menyelenggarakan hajatan; dan Faktor ekonomi meliputi kebutuhan
pokok yang sudah tidak dapat terpenuhi, adanya kebutuhan mendadak yang tidak
tercukupi. Teknik pemanenan yang digunakan pada lahan milik hutan rakyat
berbeda dengan teknik pemanenan di hutan alam atau hutan tanaman industri.
Perbedaan ukuran dimensi kayu yang dipanen, luas lahan dan pola pengelolaan
menjadi dasar pertimbangan utama (Sukadaryati, dkk 2018).
1. Penebangan merupakan kegiatan awal dalam pemanenan kayu dengan
tujuan untuk menghasilkan bahan baku kayu industri. Dalam kegiatan
pemanenan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, seperti topografi atau
kelerengan lahan. Hal tersebut dapat berpengaruh terhadap hasil dari
penebangan, karena apabila operator chainsaw tidak memahami kondisi
topografi maka hasil dari penebangan tidak efisien.
2. Penumpukan kayu merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk
menumpuk kayu setelah ditebang menjadi beberapa tumpukan kayu yang
rapi.
3. Pembagian batang merupakan kegiatan untuk memotong kayu dengan
panjang yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
4. Pada kegiatan ini kulit pada batang dipisahkan dari batang dengan cara
memasukkan batang ke dalam sampan kupas (sampan goreng), kemudian
kayu tersebut dilepaskan kulitnya dengan bantuan excavator. Untuk
mengupas kulit ekaliptus membutuhkan waktu yang berbeda-beda
tergantung pada banyaknya batang yang dimasukkan dalam sampan kupas.
5. Penyaradan merupakan proses pemindahan kayu yang telah dikupas dari
dalam areal hutan (in field) menuju TPn (tempat pengumpulan kayu
sementara). Pemindahan kayu ini dilakukan untuk mempermudah pada saat
proses pemuatan kayu ke atas truk (loading to truck). Penyaradan kayu
dilakukan dengan menggunakan sampan tarik, dimana sortimen-sortimen
(potongan kayu) dimuat ke atas sampan tarik kemudian sampan tersebut
akan ditarik dengan bantuan excavator menuju TPn.
6. Bongkar muat sarad merupakan kegiatan dimana sortimen-sortimen yang
berada di alat sarad dikeluarkan dari TPn kemudian disusun di TPK
(Tempat Pengumpulan Kayu). Pada proses bongkar muat sarad
menggunakan alat bantu excavator untuk menyusun sortimen.
7. Tahapan terakhir pada pemanenan di areal tanah kering (dry land) adalah
loading to truck (muat kayu). Pada tahapan ini kayu yang berada di TPK
dimuat ke atas truk, yang nantinya potongan kayu tersebut dibawa ke
pabrik. Truk yang digunakan untuk mengangkut kayu dibagi menjadi 2
jenis, yaitu tronton dan trinton. Tronton merupakan truk yang memiliki 2
stik dan dapat memuat kayu sekitar 25 – 30 ton kayu, sedangkan trinton
merupakan truk yang memiliki 3 stik dan dapat memuat kayu sekitar 35 –
40 ton kayu sehingga muatannya lebih besar dibandingkan dengan tronton
(Jesica, 2019).

Tahapan kegiatan pemanenan kayu berupa penebangan (merobohkan pohon


dan pembagian batang) dan pengeluaran kayu di dalam areal hutan rakyat. Sistem
pemanenan kayu dilakukan oleh regu panen kayu yang dibawa oleh bandar, yaitu
sebutan bagi orang yang membeli kayudi kawasan hutan rakyat. Sebelum
penebangan pohon, terlebih dahulu dilakukan persiapan yang terdiri dari
perencekan dahanatau ranting pohondan memasang tali tambang untuk membantu
proses robohnya pohon. Pembuatan takik rebah dan takik balas dilakukan dengan
alat chainsaw, sedang pemotongan ranting dan dahan dilakukan menggunakan
parang (Sukadaryati, 2018).
Penebangan merupakan kegiatan awal dalam pemanenan kayu dengan
tujuan untuk menghasilkan bahan baku kayu industri. Dalam kegiatan pemanenan
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, seperti topografi atau kelerengan lahan.
Hal tersebut dapat berpengaruh terhadap hasil dari penebangan, karena apabila
operator chainsaw tidak memahami kondisi topografi maka hasil dari penebangan
tidak efisien (Jesica, 2019).
Adanya perbedaan dalam hal waktu potong disebabkan oleh besarnya
diameter suatu batang, sehingga semakin besar diameter pohon tersebut maka
waktu yang dibutuhkan untuk memotong atau menebang pohon akan lebih lama
dibandingkan dengan menebang pohon yang memiliki diameter yang lebih kecil
(Jesica, 2019).
Dari hasil pengamatan responden di lapangan, diperoleh informasi
bahwa teknik penebangan pohon diawali dengan penentuan arah rebah pohon.
Arah rebah yang benar akan menghasilkan rebahnya pohon sesuai dengan
yang diinginkan. Selain itu kecelakaan kerja dan kerusakan lingkungan juga
dapat ditekan. Setelah arah rebah ditentukan dilanjutkan dengan membuat takik
rebah yang meliputi alas takik dan atap takik. Kemudian membuat takik balas
untuk merebahkan pohon. Pembuatan takik rebah diusahakan serendah
mungkin. Hal ini dikarenakan dapat mempengaruhi efisiensi proses
pemanenan dan pemanfaatan kayu secara keseluruhan. Efisiensi yang
dimaksud meliputi produktivitas kerja, pemanfaatan kayu, dan biaya
penebangan. Peralatan yang digunakan dalam menebang kayu terdiri dari
chainsaw untuk menebang (Benamen B, 2018).
Kegiatan penebangan pohon dimulai dengan mencatat kondisi awal di lokasi
penebangan meliputi jumlah pohon, jenis pohon, diameter dan tinggi pohon,
kondisi tanah dantopografi lapangan. Selanjutnya melaksanakan penebangan
pohon oleh regu tebang sesuai kebiasaan setempat, aspek yang diamati dan
dicatat: pembuatan/tidak takik rebah/balas, alat utama/bantu penebangan yang
digunakan, persiapan penebangan (melakukan pemangkasan/ tidak terhadap
dahan/ranting pohon pemangkasan banir atau tanaman lain yang menempel
pohon), mencatat waktu kerja (mulai dari persiapan, penebangan hingga pohon
roboh) (Sukadaryati, 2018).

Penyaradan merupakan proses pemindahan kayu yang telah dikupas dari


dalam areal hutan (in field) menuju TPn (tempat pengumpulan kayu sementara).
Pemindahan kayu ini dilakukan untuk mempermudah pada saat proses pemuatan
kayu ke atas truk (loading to truck). Penyaradan kayu dilakukan dengan
menggunakan sampan tarik, dimana sortimen-sortimen (potongan kayu) dimuat
ke atas sampan tarik kemudian sampan tersebut akan ditarik dengan bantuan
excavator menuju TPn (Jesica, 2019).
Penyaradan kayu merupakan salah satu tahap dari serangkaian kegiatan
pemanenan kayu yang bertujuan untuk memindahkan kayu dari tempat tebangan
ke tempat pengumpulan sementara (TPn). Penyaradan kayu di luar Pulau Jawa
pada hutan produksi alam dilakukan secara mekanis yaitu dengan menggunakan
jenis traktor berban ulat (clawer tractor) maupun traktor beroda karet (rubber
tired tractor). Penggunaan alat penyarad kayu ini mengakibatkan kerusakan pada
pohon-pohon di sekitarnya. Demikian pula kontak yang terjadi antara tapak atau
roda traktor dan kayu yang disarad dengan tanah hutan dapat mengakibatkan
kerusakan struktur tanah tersebut. Pelaksanaan penyaradan yang tidak mengikuti
standar prosedur operasional dapat merugikan bagi pihak perusahaan itu sendiri
(Hasanah, 2016).

Pengangkutan adalah proses yang dimulai dari memuat, memasukkan, atau


membawa hasil hutan ke dalam alat angkut dan alat angkut yang membawa hasil
hutan bergerak ke tempat tujuan dan membongkar, menurunkan, atau
mengeluarkan hasil hutan dari alat angkut. Pada tahapan ini kayu yang berada di
TPK dimuat ke atas truk, yang nantinya potongan kayu tersebut dibawa ke pabrik.
Truk yang digunakan untuk mengangkut kayu dibagi menjadi 2 jenis, yaitu
tronton dan trinton. Tronton merupakan truk yang memiliki 2 stik dan dapat
memuat kayu sekitar 25 – 30 ton kayu, sedangkan trinton merupakan truk yang
memiliki 3 stik dan dapat memuat kayu sekitar 35 – 40 ton kayu sehingga
muatannya lebih besar dibandingkan dengan tronton (Jesica, 2019).
Selain itu, pengangkutan kayu juga merupakan kegiatan pelaku usaha untuk
memindahkan kayu dari tempat pengumpulan sementara di tepi hutan ke tenpat
pengolahan kayu atau tempat pemasaran melalui jalan yang telah dipersiapkan
secara optimal, namun pada kenyataannya banyak pelaku usaha di bidang kayu
olahan yang melakukan kegiatan usahanya namun tidak mengikuti prosdur atau
tatacara yang telah ditetapkan oleh pemerintah bahkan banyak kegiatan
pengangkutan kayu yang tidak dilengkap dengan surat keterangan sahnya hasil
hutan dalam hal ini faktur angkutan kayu olahan untuk jenis produk kayu olahan
sehingga tentunya sangat meresahkan karena selain melanggar aturan hukum juga
disinyalir bahwa kegiatan penebangan pohon di hutan untuk mendapatkan kayu
yang dapat di olah menjadi produk kayu bulat ataupun kayu olahan dilakukan
secara illegal dan berdampak pada rusaknya ekosistem dan rusaknya lingkungan
di sekitar lahan hutan yang dikelolah oleh pelaku usaha. Tentunya hal ini menjadi
suatu masalah yang dihadapi oleh pemerintah dan aparat penegak hukum dalam
menertibkan setiap kegiatan yang dilakukan oleh pelaku usaha di bidang
kehutahan khususnya pengangkutan kayu olahan dengan maksud memperoleh
keuntungan yang sebesar-besarnya (Upara, 2015).

Alat utama dalam pengelolaan (pemanenan dan pengolahan) hutan rakyat


adalah gergaji baik itu gergaji mesin (chainsaw) atau bukan. Untuk mendukung
penggunaan alat tersebut, perlu adanya buku pegangan bagi pengguna, mencakup
pengenalan bagian-bagian gergaji, cara pemeliharaan, berbagai alat bantu
pemeliharaan gergaji dan cara mengoperasikannya serta cara-cara penggunaan
gergaji yang benar. Peralatan yang dapat digunakan dalam pengelolaan hutan
rakyat sebenarnya cukup banyak jenis dan variasinya dari satu tempat ke tempat
lain (Tinambunan, 2010).
Peralatan Pemanenan Hutan Rakyat dibagi atas 3 yakni Peralatan
penebangan, Peralatan Penyaradan dan Peralatan untuk Pengangkutan.

Alat dan perlengkapan yang dibawa dalam kegiatan penebangan terdiri dari
sebuah chainsaw, sebuah parang atau mandau, peralatan pemeliharaan chain saw
terutama gergaji rantai yang sudah ditajamkan, bahan bakar dan pelumas.
Penebangan merupakan kegiatan pengambilan kayu dari pohon-pohon dalam
tegakan yang berdiameter sama atau lebih dari diameter batas yang ditentukan.
Kegiatan penebangan dilakukan sedemikian rupa, sehingga dapat menjamin hasil
kayu yang maksimal serta membatasi kerusakan-kerusakan kayu hasil penebangan
dan kerusakan permukaan tanah. Untuk keperluan tersebut, yang perlu
dipersiapkan yaitu arah rebah, pelaksanaan penebangan tinggi tunggak yang
serendah-rendahnya, pembagian batang, penyaradan, pengupasan kulit dan
pengangkutan kayu dari tempat pengumpulan kayu (TPn) ke tempat penimbunan
kayu (TPk) (Wulan, 2020).
Kegiatan penebangan di hutan tanaman rakyat menggunakan chainsaw yang
berukuran kecil menguntungkan karena menghemat tenaga, memudahkan
membuat takik rebah dan takik balas, meninggal kantunggak yang rendah, biaya
pengadaan, operasional, dan pemeliharaan alat lebih murah serta praktis dibawa
berpindah-pindah. Pembuatan takik rebah dan takik balas dilakukan dengan alat
chainsaw,sedang pemotongan ranting dan dahan dilakukan menggunakan parang.
Gergaji mesin yang digunakan untuk menebang pohon biasanya merk Husqvarna
type 36 dengan daya2 HP (Wulan, 2020).
Peralatan yang dalam kondisi baik dan memadai akan meningkatkan
prestasi kerja. Oleh sebab itu perlu dilakukan pemeriksaan alat tebang chainsaw
secara kontinue. Selain itu apabila chainsaw yang digunakan telah melewati masa
umur pakai alat maka akan mengurangi prestasi kerja (Wulan, 2020).
Proses penyaradan dapat didefinisikan sebagai kegiatan memindahkan kayu
dari petak tebang ke tempat pengumpulan kayu sementara (TPn) atau ke tepi jalur
angkutan. Penyaradan dapat dibedakan berdasarkan tenaga yang digunakan,
yaitu :
a. Penyaradan dengan tenaga manusia tanpa peralatan, seperti memikul.
b. Penyaradan dengan menggunakan tenaga manusia yang dibantu dengan
peralatan non mekanis seperti lori dan penyaradan dengan gaya berat.
c. Penyaradan dengan menggunakan tenaga hewan.
d. Penyaradan secara mekanis, penyaradan ini kebanyakan menggunakan sistem
traktor dan sistem kabel (Wulan, 2020).
System penyaradan secara manual lebih baik daripada system secara semi
mekanis maupun mekanis, namun system secara manual tidak akan efektif karena
sulitnya tenaga kerja tidak efektif pada skala produksi besar. Secara umum
kegiatan penyaradan yang dilakukan pada pengusahaan hutan rakyat khususnya
dipulau jawa menggunakan jasa hewan dan para buruh tani (Wulan, 2020).
Pengangkutan kayu merupakan kegiatan memindahkan kayu yang telah
dipotong-potong sesuai sortimen yang dikehendaki, dari TPn ke TPk dengan
menggunakan alat angkut truk atau alat angkut lainnya. Selanjutnya ke tempat
tujuan penjualan.

2.2 Teknik Penebangan


Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan penebangan adalah
penentuan takik balik, takik rebah dan arah rebah. Kesalahan yang diakibatkan
pada saat penentuan arah rebah tersebut bisa menyebabkan penurunan kualitas
dan kuantitas hasil kegiatan penebangan. Setelah pohon rebah, kegiatan
selanjutnya adalah pembersihan cabang dan ranting serta pembagian batang.
Pembersihan cabang dilakukan dengan chain saw, sedangkan ranting dibersihkan
dengan parang. Selanjutnya batang dipotong sepanjang batang bebas cabang,
kemudian dibagi-bagi dalam potongan sesuai kebutuhan (Wulan, 2020).
Untuk bahan pulp-kertas, papan partikel, papan serat, dan produk serat
lainnya, panjang batang bebas cabang berkisar 10,5-17,5 m dapat dipotong-potong
lagi menjadi 3-4 bagian. Sedangkan sebagai bahan baku kayu olahan, Plywood
dan sebagainya pemotongan disesuaikan dengan ukuran kayu olahan yang
diijinkan dan disepakati bersama dengan pembeli (Wulan, 2020).
III. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah


1. Pemanenan hasil hutan merupakan usaha pemanfaatan kayu dengan
mengubah tegakan pohon berdiri menjadi sortimen kayu bulat dan
mengeluarkannya dari hutan untuk dimanfaatkan sesuai peruntukannya.
Adapun tujuan dari pemanenan hasil hutan yaitu memaksimalkan nilai kayu,
mengoptimalkan pasokan kayu industri, meningkatkan kesempatan kerja
serta mengembangkan ekonomi regional.
2. Teknik penebangan dalam pemanenan hutan rakyat yaitu menentukan takik
balik, takik rebah dan arah rebah. Kesalahan yang diakibatkan pada saat
penentuan arah rebah tersebut bisa menyebabkan penurunan kualitas dan
kuantitas hasil kegiatan penebangan.

4.2 Saran

Diharapkan dapat melakukan pengontrolan alat-alat penebangan


Chainsaw secara berkala, untuk memaksimalkan umur pakai alat. Diharapkan
dapat menghindari waktu kelambatan yang dapat mempengaruhi waktu efektif
penebangan
DAFTAR PUSTAKA

A. Mujetahid .Analisis Biaya Penebangan Pada Hutan Jati Rakyat Di Kabupaten


Bone. Jurnal Perennial, 6(2) : 108-115 July 2010

Abdian R. Pengelolaan Hutan Rakyat Oleh Kelompok Pemilik Hutan Rakyat Di


Desa Bandar Dalam Kecamatan Sidomulyo Kabupaten Lampung Selatan.
Jurnal Sylva Lestari Issn 2339-0913 Vol. 3 No. 2, Mei 2015 (99—112)

Adrayanti S, Gunawan P. Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat Dan Pengaruhnya


Terhadap Pendapatan Masyarakat. Journal Of Food And Forest Vol. 01 No.
01, Juli 2019.

Amshari M.M, Analisis biaya dan efisiensi produksi ekonomi. Jurnal ekonomi
dan bisnis Islam. Vol 1 No 1 (2019)

Benamen B, Inventarisasi Potensi Dan Bentuk Pemanenan Hasil Hutan Kayu Di


Das Tami Dan Bewan Dataran Arso Kabupaten Keerom .Jurnal Kehutanan
Papuasia 4 (2): 86–93 (2018)

Hariyadi 2011. Respons daerah dalam pelaksanaan LoI Indonesia – Norwegia


tentang kerjasama REDD+ (Studi di Provinsi Papua). Kajian, Vol 16
(2): 331-355.

Hasanah. 2016. Produktivitas Dan Analisis Biaya Rangkaian Penebangan dan


Penyaradan Menggunakan Sampan Darat Di PT. Mitra Kembang Selaras
Provinsi Riau. [skripsi]. IPB. Bogor.
Jesica S.F, Emy Sadjati, Muhammad Ikhwan/Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan
Vol 14 No 02/2019
Krisnawati. 2011. Acacia mangium Willd. Ekologi, Silvikultur Dan Produktivitas.
Cifor, Bogor

Lekitoo K, Peday HFZ, Panambe N and Cabuy RL. 2017. Ecological and
ethnobotanical facet of ‘Kelapa Hutan’ (Pandanus spp.) and perspectives
towards its existence and benefit. International Journal of Botany, 13:
103-114.

Linggi, M., Ulum, S., & Darwis, D. (2019). Fabrikasi dan Karakterisasi Briket
Limbah Buah Pinus dengan Perekat Limbah Kulit Pohon Pinus. Gravitasi,
18(2), 128-136.

Sukadaryati, Yuniawati, & Dulsalam. Pemanenan Kayu Hutan Rakyat (Studi


Kasus di Ciamis, Jawa Barat). Jurnal Ilmu Kehutanan 12 (2018) 142-155

Upara A.R. Proses Penyidikan Tindak Pidana Pengangkutan Kayu Olahan Tanpa
Dilengkapi Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan. Jurnal Legal Pluralism :
Volume 5 Nomor 1, Januari 2015

Wulan D.R, Itta D, Rezekiah A.A. Analisis Waktu Efektif Penebangan Jenis
Akasia (Acacia mangium) Di Areal Iuphhk-Ht Pt Inhutani Ii Pulau Laut
Kalimantan Selatan. Jurnal Sylva Scienteae Vol. 03 No. 1 Februari 2020

Anda mungkin juga menyukai