Anda di halaman 1dari 28

BAB I PENDAHULUAN

I. 1 Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup. Bagi manusia, hewan dan tumbuhan, hutan menjadi bagian terpenting yang tak dapat dipisahkan dan tergantikan dalam menunjang kelangsungan hidupnya. Selain sebagai sumber air tanah dan penghasil oksigen, hutan juga berfungsi untuk menyerap karbon dioksida. Karbon dioksida sangat dibutuhkan oleh tumbuhan untuk melakukan fotosintesis. Tak hanya itu, keberadaannya di alam ini juga berfungsi untuk mencegah banjir, longsor maupun erosi. Selain sebagai sumber kehidupan, hutan juga menyediakan banyak manfaat lain yang salah satunya yaitu mensejahterakan kehidupan masyarakat. Bagaimana caranya? Tentu saja cara mensejahterakan kehidupan

masyarakatnya dengan melimpahnya hasil hutan yang tersedia. Dalam makalah ini, kami akan membahas hasil-hasil hutan yang tersedia di hutan tersebut. I. 2 Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah selain untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah Pengantar Ilmu Kehutanan juga agar kami sebagai mahasiswa juga lebih mengerti dan mendalami hasil-hasil yang dapat dikelola dan diperoleh dari hutan selain peran-peran penting hutan dalam kehidupan itu sendiri. I. 3 Metode Penulisan Dari banyak metode yang kamitim penyusunketahui, penulisan makalah ini menggunakan metode kepustakaan. Pada zaman modern ini metode
1

kepustakaan tidak hanya berarti pergi ke perpustakaan guna mencari bahan dan materi makalah tapi dapat pula dilakukan dengan pergi ke warung internet (warnet). Kami menggunakan metode ini karena jauh lebih praktis, efektif, efisien, murah serta sangat mudah untuk mencari bahan dan datadata tentang topik ataupun materi yang kami gunakan untuk makalah ini. I. 4 Ruang Lingkup Mengingat keterbatasan waktu dan kemampuan yang kamitim penyusun miliki serta sesuai rujukan materi yang harus dibahasa dalam makalah ini yang diberikan oleh dosen pengasuh mata kuliah Pengantar Ilmi Kehutanan yang juga sebagai pemberi tugas, maka ruang lingkup makalah ini terbatas pada pembahasan peran penting hutan, khususnya sebagai sumber kehidupan.

BAB II PEMBAHASAN

II.1 Hasil Hutan Hayati II.1.a Hasil Hutan Kayu 1) Kayu Bulat Sumberdaya hutan yang luasnya diperkirakan 143 juta ha yang berpotensi sangat besar, perlu dikelola dengan baik agar dapat memberikan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia di masa kini dan di masa akan datang. Potensi sumber daya hutan ini sebagian besar merupakan hutan alam yang tersebar di seluruh kepulauan Indonesia. Salah satu hasil hutan alam yang sangat besar dihasilkan adalah kayu. Kayu merupakan salah satu komoditi non migas yang memberi pemasukan devisa yang tidak sedikit bagi negara. Melalui kebijakan pembatasan ekspor kayu bulat yang berlaku sejak tahun 1980, usaha pemerintah untuk mengembangkan industri pengolahan kayu menampakkan hasil yang sangat nyata. Pesatnya perkembangan industri pengolahan kayu bulat pada tahun 1985, yang dimaksudkan untuk mencapai tiga sasaran pokok di bidang pengolahan kayu, yakni peningkatan ekspor olahan. Sulawesi Selatan merupakan suatu daerah yang memiliki potensi kayu masih perlu penanganan dan pemanfaatan secara maksimal. Produksi kayu bulat di Sulawesi Selatan dari tahun ke tahun berfluktuasi. Pada tahun 1994, produksi kayu bulat di Sulawesi Selatan sebanyak 498.381,00 m 3 dan pada tahun 1996 produksi kayu bulat mengalami peningkatan hingga 591.663,74 m 3,
3

serta pada tahun 1998 terjadi penurunan produksi hingga 400% dari total produksi tahun 1996, yaitu sebesar 111.680,54 m3 (Kanwil Dephutbun, 1998). Hal ini disebabkan oleh (1) semakin kurangnya produksi kayu bulat pada masing-masing HPH, HTI, IPK, dan IPKTM di Sulawesi Selatan, dan (2) banyaknya kayu bulat yang dipasarkan ke luar Sulawesi Selatan. 2) Kayu Industri a.) Vinir Vinir merupakan lembaran tipis kayu yang dihasilkan melalui beberapa proses mesin. Ketebalannya pun bervariasi tergantung dari fungsi dan pemakaiannya. Vinir yang digunakan untuk lapisan akhir sebuah plywood (multipleks) atau papan buatan lainnya biasanya cukup tipis namun berkualitas baik terutama dari sisi estetika atau keindahan.

Arah serat kayu dan jenis permukaan vinir yang diperlukan oleh konsumen mempengaruhi metode penyayatan kayu menjadi vinir. Oleh karena itulah saat ini terdapat beberapa metode untuk mendapatkan bentuk serat kayu tertentu dan juga untuk memperoleh nilai ekonomisnya.

Dari sebatang log vinir harus melalui beberapa proses sebagai berikut: Debarking Proses pertama untuk vinir adalah pengupasan kulit kayu hingga bersih. Conditioning Log 'direbus' atau disteam dengan uap air panas atau air panas sehingga menjadi lunak untuk memudahkan penyayatan vinir.. Charging Batang log di masukkan ke mesin yang berfungsi untuk membuat log sebundar mungkin. Termasuk pemangkasan bagian-bagian log agar didapat rendemen yang baik.
4

Lathing Proses pengupasan Log. Terdapat berbagai metode penyayatan antara lain rotary slice, quarter slice, flat slice, plain slice, half-round slice dan rift slice.

b.) Kertas (pulp) Proses pembuatan pulp ada dua macam yaitu secara kimia (chemical pulping) dan proses mekanikal (mechanical pulping). Tapi di sini akan dibahas secara garis besar saja agar lebih mudah dipahami. Kertas yang sering kita gunakan itu terbuat umumnya terbuat dari kayu atau lebih tepatnya dari serat kayu dicampur dengan bahan-bahan kimia sebagai pengisi dan penguat kertas. Kayu yang digunakan di Indonesia umumnya jenis Akasia. Kayu jenis ini berserat pendek sehingga kertas menjadi rapuh. Di mesin pembuat kertas (paper machine), serat kayu ini dicampur dengan kayu yang berserat panjang contohnya pohon pinus. Proses pembuatan pulp dimulai dari penyediaan bahan baku, dengan cara mengambil dari hutan tanam industri kemudian disimpan dengan tujuan untuk pelapukan dan persediaan bahan baku. Kayu yang siap diolah ini disebut dengan Log. Kemudian log di kupas kulitnya dengan alat yang berbentuk drum disebut Drum barker. Setelah itu log melewati stone trap (alat yang berbentuk silinder berfungsi untuk membuang batu yang menempel pada log), setelah itu log dicuci. Log yang sudah bersih ini kemudian di iris menjadi potongan-potongan kecil yang di sebut dengan chip. Chip kemudian dikirim ke penyaringan utama untuk memisahkan chip yang bisa dipakai (ukuran standar

25x25x10mm) dengan yang tidak. Chip yang standar disimpan ditempat penampungan. Dari tempat penampungan chip dibawa dengan konveyor ke bejana pemasak (digester). Steam dimasak dengan beberapa tahap. Pertama di kukus (presteamed), kemudian baru dipanaskan dengan steam di steaming vessel. chip di masak dengan cairan pemasak yang disebut dengan cooking liquor. Tahap selanjutnya setelah setelah bubur kertas siap kemudian dicuci dengan tujuan untuk memisahkan cairan sisa hasil pemasakan dan mengurangi dampak terhadap lingkungan. Proses selanjutnya pulp di saring (screaning) agar terbebas dari bahanbahan pengotor yang dapat mengurangi kualitas pulp. Proses penyaringan ini ada dua tahap, yaitu penyaringan kasar dan penyaringan halus. Proses akhir dari penyaringan berada pada sand removal cyclones yang berfungsi untuk memisahkan pasir dari pulp. Kemudian bubur kertas dicampur dengan oksigen (O2) dan sodium hidroksida (NaOH) di dalam delignification tower sebelum di cuci didalam washer. Tujuan dari pencampuran ini adalah untuk mengurangi pemakaian bahan-bahan kimia pada tahap pengelantangan (bleacing), mengurangi kandungan lignin, serta memutihkan pulp. Bubur kertas ini kemudian dikelantang (bleacing) dengan bahan kiia di dalam proses bleacing untuk mencapai derajat keputihan sesuai standar ISO. Pulp kemudian disimpan atau dikirim ke paper machine untuk diolah menjadi kertas.

c.) Rayon Rayon atau kain rayon adalah kain yang dibuat dari serat hasil

regenerasi selulosa. Serat yang dijadikan benang rayon berasal dari polimer organik, sehingga disebut serat semisintesis karena tidak bisa digolongkan sebagai serat sintetis atau serat alami yang sesungguhnya. Dalam

industri tekstil, kain rayon dikenal dengan nama rayon viskosa atau sutra buatan. Kain ini biasanya terlihat berkilau dan tidak mudah kusut. Serat rayon memiliki unsur kimia karbon, hidrogen, dan oksigen. Kain rayon digunakan secara luas dalam industri garmen untuk

bahan pakaian dan perlengkapan busana, seperti daster, jaket, jas, pakaian dalam, syal, topi, dasi, kaus kaki, dan kain pelapis sepatu. Kain jenis ini juga dipakai sebagai kain alas dan pelengkap perabot rumah tangga

(seprai, selimut, tirai) dan alat-alat kebutuhan industri (kain untuk perabot rumah sakit, benang ban), serta barang kesehatan pribadi (pembalut wanita dan popok). Di Indonesia, kain rayon merupakan bahan baku untuk industri kain dan baju batik. II.1.b Hasil Hutan Bukan Kayu 1) Hasil Tumbuhan a) Rotan Rotan yang dijadikan sebagai bahan baku industri produk jadi rotan adalah rotan yang yang telah melalui pengolahan. Kegiatan pengolahan adalah pengerjaan lanjutan dari rotan bulat (rotan asalan) menjadi barang setengah jadi dan barang jadi atau siap dipakai atau dijual. Tahapan pengolahan rotan adalah sebagai berikut :

Penggorengan Tujuan penggorengan adalah untuk menurunkan kadar air agar cepat

kering dan juga untuk mencegah terjadinya serangan jamur. Cara penggorengannya adalah potongan-potongan rotan diikat menjadi suatu bundelan, kemudian dimasukkan ke dalam wadah yang sudah disiapkan campuran solar dengan minyak kelapa. Penggosokan dan Pencucian Setelah rotan digoreng, ditiriskan beberapa menit, kemudian digosok dengan kain perca (sabut kelapa) atau karung goni yang dicampur dengan serbuk gergaji, agar sisa kotoran terutama getah yang masih menempel pada kulit rotan dapat dilepaskan, sehingga kulit rotan menjadi bersih dan akan dihasilkan warna rotan yang bewarna cerah dan mengkilap. Pengeringan Setelah rotan dicuci lalu dikeringkan dengan cara dijemur pada panas matahari sampai kering dengan kadar air berkisar 15% 19%. Hasil penelitian Basri dan Karnasudirja (1987) dalam Jasni et al., (2005) pada rotan manau (Calamus manan Miq.) dan rotan semambu (Calamus scipionum Burr.), menunjukkan bahwa lama pengeringan secara alami dari kedua jenis rotan tersebut berkisar 22 hari sampai 65,3 hari. Pengupasan dan Pemolisan Pengupasan dan pemolisan umumnya dilakukan pada rotan besar pada keadaan kering, gunanya adalah untuk menghilangan kulit rotan tersebut, sehingga diameter dan warna menjadi lebih seragam dan merata. Pengasapan
8

Pengasapan dilakukan agar warna rotan menjadi kuning merata dan mengkilap. Pengasapan dilakukan pada rotan kering yang masih berkulit (alami) Pengasapan pada dasarnya adalah proses oksidasi rotan dengan belerang (gas SO2) agar warna kulit rotan menjadi lebih putih. Waktu pengasapan sekitar 12 jam dan menghabiskan sekitar 7,5 kg belerang atau 1,8 gr/batang rotan (Rachman 1990 dalam Jasni et al., 2005). Pengawetan Pengawetan rotan adalah proses perlakuan kimia atau fisis terhadap rotan yang bertujuan meningkatkan masa pakai rotan. Selain berfugsi untuk mencegah atau memperkecil kerusakan rotan akibat oganisme perusak, juga memperpanjang umur pakai rotan. Bahan pengawet yang digunakan harus bersifat racun terhadap organisme perusak baik pada rotan basah maupun rotan kering, permanen dalam rotan, aman dalam pengangkutan dan penggunaan, tidak bersifat korosif, tersedia dalam jumlah banyak dan murah. Pembengkokan Pembengkokan atau pelengkungan rotan dilakukan pada rotan

berdiameter besar sesuai dengan pengunaannya. Cara pembengkokan ini dilakukan dengan cara rotan tersebut dilunakkan dengan uap air panas yang disebut steaming dengan tabung berbentuk silinder (steamer) agar jaringan rotan menjadi lunak sehingga mudah dibengkokan. Hasil penelitian (Jasni, 1992 dalam Jasni et al., 2005), menunjukkan bahwa pengrajin di industri rumah tangga, proses pembengkokan dilakukan dengan cara memanaskan langsung bagian yang akan dibengkokkan pada api (kompor minyak tanah dan gas LPG). Kemudian bagian tersebut dibengkokkan dengan bantuan alat pembengkok pada waktu rotan masih
9

panas. Cara ini mempunyai beberapa kelemahan yaitu prosesnya lambat dan kadang-kadang bagian yang dipanaskan dapat terbakar, sehingga bewarna hitam. b) Gaharu Gaharu merupakan komoditi elit Hasil Hutan Bukan Kayu yang saat ini banyak di minati oleh konsumen, baik dalam negeri maupun luar negeri. Gaharu adalah kayu berwarna kehitaman dan mengandung resin khas yang dihasilkan oleh sejumlah spesies pohon dari marga Aquilaria, terutama A. malaccensis. Resin ini digunakan dalam industri wangi-wangian (parfum dan setanggi) karena berbau harum. Gaharu sejak awal era modern (2000 tahun yang lalu) telah menjadi komoditi perdagangan dari Kepulauan Nusantara ke India, Persia, Jazirah Arab, serta Afrika Timur. Gaharu dihasilkan tanaman sebagai respon dari masuknya mikroba yang masuk ke dalam jaringan yang terluka. Luka pada tanaman berkayu dapat disebabkan secara alami karena adanya cabang dahan yang patah atau kulit terkelupas, maupun secara sengaja dengan pengeboran dan penggergajian. Masuknya mikroba ke dalam jaringan tanaman dianggap sebagai benda asing sehingga sel tanaman akan menghasilkan suatu senyawa fitoaleksin yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap penyakit atau patogen. Senyawa fitoaleksin tersebut dapat berupa resin berwarna coklat dan beraroma harum, serta menumpuk pada pembuluh xilem dan floem untuk mencegah meluasnya luka ke jaringan lain. Namun, apabila mikroba yang menginfeksi tanaman dapat mengalahkan sistem pertahanan tanaman maka gaharu tidak terbentuk dan bagian tanaman yang luka dapat membusuk. Ciri-ciri bagian tanaman yang telah menghasilkan gaharu adalah kulit batang menjadi lunak, tajuk tanaman menguning dan rontok, serta terjadi pembengkakan, pelekukan, atau
10

penebalan pada batang dan cabang tanaman.Senyawa gaharu dapat menghasilkan aroma yang harum karena mengandung senyawa guia dienal, selina-dienone, dan selina dienol. Untuk kepentingan komersil, masyarakat mengebor batang tanaman penghasil gaharu dan memasukkan inokulum cendawan ke dalamnya. Setiap spesies pohon penghasil gaharu memiliki mikroba spesifik untuk menginduksi penghasilan gaharu dalam jumlah yang besar. Beberapa contoh cendawan yang dapat digunakan sebagai inokulum adalah Acremonium sp., Cylindrocarpon sp., Fusarium nivale, Fusarium solani, Fusarium fusariodes, Fusarium roseum, Fusarium lateritium

dan Chepalosporium sp. Gaharu adalah bahan aromatik termahal di dunia. Harga gaharu kualitas baik di tingkat konsumen di pasar internasional, sekitar US $ 5 sd. 15 per gram, (Rp 45.000,- sd. 135.000,-). Sedemikian tingginya nilai produk gaharu, hingga penjualannya menggunakan bobot gram. Bukan ons atau kg. Gaharu adalah bahan parfum, kosmetik dan obat-obatan (farmasi). Parfum diperoleh dari hasil ekstraksi resin dan kayunya. Gaharu sudah dikenal sebagai komoditas penting, semenjak jaman Mesir Kuno. Mumi mesir, selain diberi rempah-rempah (kayumanis, cengkeh), juga diberi cendana dan gaharu. Dalam injil, disebutkan bahwa kain kafan Yesus (Isa Al Masih), diberi Aloe. Istilah ini bukan mengacu ke Aloe vera (lidah buaya), melainkan kayu gaharu. Itulah sebabnya kayu gaharu juga disebut sebagai aloeswood (kayu aloe). Nama dagang lainnya adalah agarwood, heartwood, dan eaglewood. Di pasar internasional, gaharu murni diperdagangkan dalam bentuk kayu, serbuk dan minyak (parfum). Kayu gaharu bisa dijadikan bahan kerajinan bernilai sangat tinggi, atau untuk peralatan upacara keagamaan. Serbuk gaharu digunakan untuk dupa/ratus, dan minyaknya merupakan parfum kelas atas. Serbuk gaharu sebagai dupa akan dibakar langsung dalam ritual keagamaan. Baik Hindu, Budha, Konghucu, Thao, Shinto, Islam dan Katolik.
11

Kayu gaharu disebut sebagai kayu para dewa. Aroma gaharu karenanya dipercaya mampu menyucikan altar dan peralatan peribadatan lainnya. Selain itu dupa gaharu juga dimanfaatkan untuk mengharumkan ruangan, rambut dan pakaian para bangsawan. Aroma gaharu akan digunakan sebagai aromaterapi di spa-spa kelas atas. Selain untuk ritual keagamaan, parfum dan kosmetik, produk gaharu juga sering dikaitkan dengan hal-hal yang berbau mistik. Baik pemanfaatannya, terlebih lagi proses pencariannya dari alam. Pengambilan gaharu dari hutan, memang selalu dilakukan secara tradisional, dengan berbagai ritual dan kebiasaan setempat. Pencarian gaharu di lokasi sulit, harus menggunakan pesawat terbang atau helikopter. Beberapa kali pesawat terbang dan heli pencari gaharu, hilang di hutan belantara di Kalimantan, hingga memperkuat kesan mistis produk gaharu. c) Sagu Di wilayah Indonesia Bagian Timur, sagu sejak lama dipergunakan sebagai makanan pokok oleh sebagian penduduknya, terutama di Maluku dan Irian Jaya. Hingga saat ini belum ada data yang pasti yang mengungkapkan kapan awal mula sagu ini dikenal. Teknologi eksploitasi, budi daya dan pengolahan sagu yang paling maju saat ini adalah di Malaysia sedangkan untuk wilayah Indonesia penggunaan sagu belum banyak dan lebih. Oleh karena itu tanaman sagu masih memiliki potensi untuk dikembangkan serta keberadaannya yang relatif terbatas memunculkan potensi peluang usaha tersendiri. Permintaan dalam negeri mulai mengalami peningkatan, seiring dengan perkembangan industri makanan, farmasi, maupun industri lainnya. Pasar ekspor yang potensial adalah Jepang, Kanada, Amerika Serikat, Inggris, Thailand dan Singapura. Tanaman sagu dikenal dengan nama Kirai di Jawa Barat, bulung, kresula, bulu, rembulung, atau resula di Jawa Tengah; lapia atau napia di Ambon;
12

tumba di Gorontalo; Pogalu atau tabaro di Toraja; rambiam atau rabi di kepulauan Aru.

d) Tanaman Obat Di hutan terdapat beberapa tanaman yang bisa di jadikan obat-obatan tradisional, yaitu : a. TEBADU Tanaman ini adalah sumber air bagi orang-orang yang bekerja di hutan. Jika sudah kehausan maka orang akan mencari batang tanaman ini lalu memotong batang di bagian atas baru batang bawahnya, dan air yang menetes itulah yang diminum. Air ini tidak hanya semata-mata menghilangkan haus. Ternyata warga dayak di sini memanfaatkan air atau batang tersebur untuk pengobatan tradisional. Tebadu atau akar\batang merah airnya digunakan untuk menyembuhkan demam. Mirip paracetamol. Selain itu tanaman ini dipercaya juga untuk menangkal demam pada anak yang kena keteguran atau saki karena gangguan makhluk halus. Untuk warga dayak di pedalaman yang memang jauh dari fasilitas kesehatan maka tanaman obat ini memang sangat berguna. Demam yang sering dialami anak-anak baik karena infeksi atau flu atau karena gangguan makhluk halus biasanya akan segera reda jika diberi air dari batang tebadu. b. DENGKEK Batang akar kuning (dengkek) dipercaya bisa menyembuhkan hepatitis atau saki kuning di masyarakat dayak. Selain menggunaka air yang menetes dari batangnya, pohon tersebut juga bisa dimanfaatkan batangnya dengan
13

cara direbus batangnya lalu diminum air hasil rebusan yang dipercaya dan sudah terbukti mampu menyembuhkan penyakit hepatitis. Beberapa literatur memang menyebutkan bahwa akar kuning mengandung zat yang biasa disebut hepatoprotektor. Selain untuk menyembuhkan hepatitis, air rebusan ini juga bisa menyembuhkan malaria. Beberapa kolega saya yang menderita penyakit hepatitis ternyata bisa sembuh setelah meminum air rebusan batang akar kuning secara rutin kurang lebih 1-3 bulan setiap hari 1 gelas. Akar kuning (dengkek) dan akar merah (tebadu) tersedia melimpah di daerah hutan-hutan di pulau Kalimantan. Manfaatnya sangat banyak dan jelas sangat berguna terutama untuk pengobatan tradisional dengan menggunakan tanaman atau herbal. Jika tidak dilestarikan atau tidak segera diteliti manfaatnya, maka kedua tanaman itu bisa punah dan tahu-tahu nanti kedua tanaman obat tersebut akan diakui oleh negara tetangga dan dijual ke Indonesia karena memang banyak warga negara Indonesai di

pedalaman\perbatasan yang menderita hepatitis dan membutuhkan obat untuk menyembuhkan penyakit itu.

2) Hasil Hewan a) Madu

Madu adalah cairan yang menyerupai sirup, madu lebih kental dan berasa manis, dihasilkan oleh lebah dan serangga lainnya darinektar bunga. Jika Tawon madu sudah berada dalam sarang nektar dikeluarkan dari kantung madu yang terdapat pada abdomen dan dikunyah dikerjakan bersama tawon lain, jika nektar sudah halus ditempatkan pada sel, jika sel sudah penuh akan ditutup dan terjadi fermentasi.

14

Rasa manis madu disebapkan oleh unsure monosakarida fruktosa dan glukosa, dan memiliki rasa manis yang hampir sama dengangula. Madu memiliki ciri-ciri kimia yang menarik, dioleskan jika dipakai untuk pemanggangan. Madu memiliki rasa yang berbeda daripada gula dan pemanis lainnya. Kebanyakan mikroorganisme tidak bisa berkembang di dalam madu karena rendahnya aktivitas air yang hanya 0.6. Sejarah penggunaan madu oleh manusia sudah cukup panjang. Dari dulu manusia menggunakan madu untuk makanan dan minuman sebagai pemanis atau perasa. Aroma madu bergantung pada sumber nektar yang diambil lebah.

b) Sutra Budidaya sutera alam dan industri sutera merupakan industri tradisional yang sudah dikembangkan sejak tahun 1950 an di masyarakat Sulawesi Selatan. Pemeliharaan ulat sutera ini disukai rakyat karena budidayanya yang relatif mudah dan dapat dikerjakan oleh segenap anggota keluarga. Demikian pula dengan pertenunan rakyat (gedogan), dengan cepat berkembang karena tradisi masyarakat yang suka menenun dan masyarakat memakai sarung sutera untuk berbagai macam upacara adat seperti perkawinan, pesta panen.Budidaya sutera alam dan industri sutera dengan cepat disukai oleh masyarakat karena pengerjaannya yang mudah dikerjakan oleh segala lapisan masyarakat dan sesuai dengan budaya masyarakat. Budidaya alat sutera di sulawesi selatan berkembang hingga ke 12 kabupaten namun pengembangan sutera mulai dari hulu hingga hilir yaitu Kabupaten Soppeng, Kabupaten Enrekang, dan Kabupaten Wajo. Kabupaten Enrekang sekarang merupakan penghasil kokon dan benang sutera terbesar di Sulawesi Selatan. Selain ditunjang oleh sumberdaya alam, juga oleh sumberdaya manusia yang mengerjakan pemeliharaan ulat sutera sebagai pekerjaan pokok. Lokasi pengembangan persuteraan alam di Kabupaten Enrekang tersebar di 6 kecamatan dan 16 desa. Di Kecamatan
15

Alla, terdapat pada Kelurahan Kalosi, Desa Mata Allo, Sumilan, dan Bolang. Pada Kecamatan Curio, tersebar pada Desa Buntu Barana, Pebaloran, Mekkala, Tallung Ura. Pada Kecamatan Anggeraja, tersebar pada Desa Saludewata, Tampo. Pada Kecamatan Malua tersebar pada Desa Tallung Tondok, Rante Mario. Pada Kecamatan Baraka, terdapat pada kelurahan Baraka dan Desa Tiro Wali. Petani di Kabupaten Enrekang lebih dominan dalam pemeliharaan ulat, produksi kokon dan pemintalan benang. Petani ulat sutera di Enrekang melakukan proses budidaya persuteraan alam mulai dari penanaman murbei. Penanaman murbei pada umumnya menggunakan jenis Morus indica dan Kanva II yang mempunyai produktivitas yang tinggi. Sedangkan ulat sutera menggunakan bibit dari Perum Perhutani. Rata-rata pemeliharaan 35 40 hari sampai panen. Masa pemeliharaan yang lama disebabkan oleh ketinggian tempat rata-rata 700 m dpl. Karena masa pemeliharaan yang lama mengakibatkan berat kokon rata-rata 1,9 gram. Meskipun waktu pengokonan agak lama tetapi benang yang dihasilkan lebih baik karena lebih panjang.Kegiatan persuteraan alam di Kab. Tana Toraja, kegiatan persuteraan alam di Kabupaten Tana Toraja masih belum berkembang secara luas dan masih terbatas pada beberapa kecamatan saja. Kondisi biofisik dan agroklimat di Tana Toraja sangat cocok dikembangkan kegiatan persuteraan alam. Namun masyarakat yang mengembangkan persuteraan alam masih sangat terbatas hanya satu kecamatan mengingat masyakat umumnya lebih menyukai tanaman padi dan kopi karena factor kebiasaan turun menurun, Pembinaan teknis kegiatan persuteraan alam, kelembagaan usaha persuteraan alam di Kab. Tana Toraja masih sangat terbatas dilakukan oleh pemerintah daerah setempat.

16

II.2 Hasil Hutan Non-hayati II.2.a Air Peran hutan terhadap pengendalian daur air dimulai dari peran tajuk menyimpan air sebagai air intersepsi. Sampai saat ini intersepsi belum dianggap sebagai faktor penting dalam daur hidrologi. Bagi daerah yang hujannya rendah dan kebutuhan air dipenuhi dengan konsep water harvest maka para pengelola Daerah Aliran Sungai (DAS) harus tetap

memperhitungkan besarnya intersepsi karena jumlah air yang hilang sebagai air intersepsi dapat mengurangi jumlah air yang masuk ke suatu kawasan dan akhirnya mempengaruhi neraca air regional. Dengan demikian pemeliharaan hutan yang berupa penjarangan sangat penting dilaksanakan sesuai frekuensi yang telah ditetapkan. Ketergantungan masyarakat yang tinggal di kawasan sekitar hutan terhadap keberadaan hutan sangat tinggi. Kemampuan hutan sebagai regulator air mampu memberikan kontribusi dalam penyediaan air bagi masyarakat sekitar hutan. Hutan Pinus di DTA Rahtawu memiliki potensi yang cukup besar dalam penyediaan sumberdaya air. Potensi sumberdaya air di DTA Rahtawu dapat didekati dengan mengetahui debit bulanan dan volume aliran bulanan, sedangkan untuk memprediksi debit andalan yang selalu tersedia setiap saat dan dapat dipergunakan untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan masyarakat sekitar didekati dengan pengolahan data sekunder dari hidrograf aliran untuk memperoleh debit minimumnya (debit andalan). Dari hasil penelitian diperoleh nilai debit andalan yang dapat dipergunakan pada musim kemarau sebesar 1,82 liter/detik yang terjadi pada bulan Agustus dan September, sedangkan pada musim penghujan debit yang dapat dimanfaatkan sebesar 29,82 67,55 liter/detik (Suryatmojo, H., 2004). Masyarakat desa Ngambarsari yang terletak di sekitar kawasan hutan pinus
17

membutuhkan air bersih rata-rata/orang/hari adalah 0,0014 liter/detik atau 122 liter/orang/hari. Apabila potensi sumberdaya air tersebut akan dimanfaatkan oleh masyarakat desa Ngambarsari, maka potensi air dari hutan pinus seluas 101,79 ha mampu untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi 900 2.000 orang atau 19 42% dari jumlah penduduk Desa Ngambarsari yang berjumlah 4.749 orang. Dari hasil penelitian diatas, nampak bahwa sesungguhnya peran hutan sangat besar dalam menyokong kehidupan manusia, salah satu diantaranya dari kemampuan sebagai regulator air melalui berbagai proses dalam siklus hidrologi yang berlangsung di dalamnya. II.2.b Oksigen Hutan merupakan penghasil oksigen dan menjadikan bumi tetap bertahan sampai sekarang ini. Hutan merupakan penghasil oksigen yang mana menjadi kebutuhan kita sebagai makhluk hidup, khususnya manusia untuk proses respirasi bersama hidrogen akan membentuk air yang merupakan cairan utama dalam struktur penyusunan tubuh. Dalam satu hari sebatang pohon menyerap CO2 antara 20 dan 36 gram per hari. Bila di pekarangan rumah anda terdapat 10 buah pohon, maka dalam sebulan pekarangan anda memberikan kontribusi menyerap CO2 sebanyak 5,6 10,08 kg atau menyimpan 750 kg karbon selama tanaman itu tumbuh di sana. Kalau di sekitar rumah anda ada 99 KK yang memiliki jumlah pohon sama dengan di rumah anda, maka jumlah CO2 yang diserap menjadi 0,5 1,008 ton atau karbon yang disimpan sebanyak 75 ton. Hasil estimasi ilmiah menunjukkan bahwa dalam sejam satu lembar daun memperoduksi oksigen sebanyak 5 ml. Dengan mengambil contoh pekarangan rumah anda dan sekitarnya yang ditanami pepohonan tadi dan bila rata-rata
18

jumlah daun per pohon 200 lembar, maka pohon-pohon di tempat tinggal anda dan sekitarnya akan menyumbang oksegen sebanyak 10 x 100 x 200 x 5 ml = 1.000 liter per jam. Angka ini setara dengan jumlah kebutuhan oksigen untuk pernapasan sebanyak 18 orang (kebutuhan oksigen untuk satu orang bernapas adalah 53 liter per jam). Akhir-akhir ini kita sudah tak bisa lagi atau jarang menjumpai langit cerah berwarna kebiru-biruan. Bahkan cuaca sangat tidak bersahabat. Terik mentari sangat mendidih. Penulis sendiri sangat malas ke luar rumah bila siang hari dikarenakan teriknya mentari yang sangat menyengat. Beberapa penyebab timbulnya perubahan iklim di kota Medan khususnya dan dunia umumnya disebabkan karena naiknya kadar CO2 (karbondioksida) dan CFC

(chlorofluorocanbon) yang berasal dari bahan penyemprot, bahan alat pendingin, asap knalpot yang berasal dari mesin, asap industri, asap pembakaran kayu atau hutan, dan perubahan tata guna lahan. Konsentrasi CO2 (karbondioksida) diatmosfir telah naik dari 290 ppm menjadi 350 ppm selama seratus tahun terakhir dan diperkirakan akan mencapai 400 ppm hingga 550 ppm pada tahun 2030. Jumlah ini diperkirakan tidak akan berkurang selama tumbuh-tumbuhan dan hutan semakin ramping dan semakin banyaknya CO2 (karbondioksida) yang dihasilkan oleh industri, kendaraan, dan lain sebagainya. Terakhir kita harus menyadari bahwa betapa pentingnya peranan hutan atau tumbuh-tumbuhan dalam menyerap gas CO2 (karbondioksida). Jangan sampai kita baru tersadarkan setelah dampak nyata yang benar-benar buruk terjadi atau kita alami. Maka penting bagi kita menjaga hutan. Memang kita tak bisa menjaganya sendirian dan membutuhkan peranan pemerintah. Namun tak ada salahnya kita memulai dari diri sendiri dengan menanam pohon atau tumbuh-tumbuhan di sekitar rumah kita. Sekali lagi hutan adalah paru-paru
19

dunia, jangan sampai hutan gundul meluluhlantakkan dan bencana datang menyapa. II.3 Jasa Hutan II.3.a Ekotusrisme Merujuk kamus KBBI menuliskan pengertian ekoturisme secara apik. Ekoturisme merupakan wisata yang dilaksanakan di hutan atau di mana saja dengan memanfaatkan lingkungan alam sebagai objeknya. Artinya, ekoturisme adalah wisata alam dengan semua kondisi alam untuk memenuhi kebutuhan akan ketenangan dan keindahan alami yang bisa dinikmati semua orang. Dalam ekoturisme terdapat berbagai panorama alam yang bisa dinikmati. Seperti, hutan, gunung atau bukit, sungai, dan pantai, disebut sebagai objek utama dalam wisata alam. Tentu alam yang dimaksudkan ialah alam yang tidak terjamah atau tidak dieksploitasi oleh manusia. Namun, dewasa ini sangatlah sulit menemukan alam yang kemurniannya masih terjaga, yang ada hanyalah alam telah dieksploitasi oleh tangan-tangan tak bertanggungjawab hanya untuk memenuhi kantong pribadinya. Apa sebenarnya maanfaat perlunya perlindungan terhadap wisata alam? Manfaat keberadaan wisata alam memang beragam. Bagi masyarakat yang tinggal di kaki bukit atau di daerah pegunungan manfaat yang diperoleh bisa berupa terpenuhinya air bersih. Bagi masyarakat yang tinggal di areal pegunungan tentu bisa terhindar dari amukan binatang hutan gajah, harimau, babi hutan ketika kelertarian hutan masih sempurna. Biasanya jika hutan telah rusak hal itu telah mengusik keberadaan binatang liar yang hidup di dalamnya, dan kemungkinan besar binatang liar tersebut akan memasuki perkampungan setempat dan merusak tanaman warga. Sungai dan pantai

20

menghasilkan indahnya pemandangan air serta tangkapan ikan yang bisa diperoleh. Inti dari semuanya ini menjadi berguna sebagai objek wisata. Ketika objek wisata bisa digunakan dengan baik, maka akan menambah pemasukan daerah setempat dengan kemungkinan kesempatan kerja di daerah sendiri terbuka lebar. Mendirikan penginapan, menjajakan makanan, penyedia fasilitas kegiatan yang bisa dinikmati, maupun sebagai penuntun bagi para turis lokal dan mancanegara. II.4 Hasil Turunan Hutan II.4.a Getah Damar Komoditas yang menjadi unggulan Kabupaten Lampung Barat hingga dikenal ke dunia Internasional adalah Damar Mata Kucing (Shorea Javanica) dengan areal luas tanaman seluas 17.500 Ha dengan Produksi 5000 ton /tahun, dimana hampir 80% damar mata kucing Indonesia berasal dari Lampung Barat, karena merupakan damar terbaik didunia dan digunakan sebagai stabilizer pada industri cat, tinta, pharmasi, kosmetik. Hampir diseluruh wilayah pesisir Lampung Barat yakni di Kecamatan Lemong, Pesisir Utara, Karya Penggawa, Pesisir Tengah, Pesisir Selatan, Ngambur, Bengkunat dan Bengkunat Belimbing terdapat hutan damar. Negara tujuan ekspor damar mata kucing meliputi : India, Jerman, Philipina, Perancis, Belgia, Uni Emirat Arab, Bangladesh, Pakistan dan Italia. Sebagai Kabupaten yang menyimpan potensi besar getah Damar Mata Kucing (Shorea Javanica). Getah damar bisa menjadi komoditas unggulan Lampung dari Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK). Bahkan, getah Damar Mata Kucing bisa jadi ikon Lampung.

21

Getah Damar Mata Kucing di Krui sangat potensial untuk dikembangkan. Budidaya damar punya dua manfaat sekaligus yaitu pelestarian hutan dan ekonomi. Potensi damar yang cukup besar, membuat Lampung Barat menjadi penghasil damar terbesar di dunia. Harga damar kualitas asalan mencapai Rp.6.500, kualitas AC Rp8.500/kg, kualitas AB Rp10.500/kg dan kualitas ekspor ABC Rp13.000/kg. Kabupaten Lampung Barat merupakan penghasil utama damar mata kucing di Lampung, termasuk di Indonesia. Produksi damar Kabupaten Lampung Barat tahun 2004 mencapai 6.503 ton, tahun 2005 sebanyak 3.992 ton, tahun 2006 sebanyak 6.518 ton, tahun 2007 mencapai 6.250 ton, tahun 2008 sekitar 5.850 ton dan Januari sampai Mei 2009 telah mencapai 2.469 ton. Bagi masyarakat Lampung Barat terutama di daerah Krui, mengumpulkan getah damar tidak hanya pekerjaan laki-laki tetapi juga untuk perempuan. Damar Pinus (Shorea javanica) telah diolah di Krui sejak ratusan tahun yang lalu. Kawasan alami pohon damar telah dikenal di luar negeri sudah sejak lama. Para penguasa Belanda pada masa penjajahan menggunakannya sebagai bahan baku untuk memproduksi berbagai produk seperti pernis, cat, tinta, kemenyan dan kosmetik. Hingga kini, masyarakat Krui terus melindungi warisan mereka, nuansa hijau pepohonan Damar Pinus mengisi bukit dan peternakan di wilayah pesisir. Masyarakat krui dalam mengelola perkebunan repong damar mempunyai hukum adat untuk melindungi Damar Pinus. Pohon Damar Pinus tidak boleh ditebang dan setiap orang yang melanggar hukum tersebut menerima hukuman dalam bentuk penanaman pohon Damar baru, Bahkan setiap orang yang akan menjadi calon pengantin harus menanam pohon sebelum menikah. Sebuah survei yang dilakukan oleh Pusat Riset Kehutanan Internasional menunjukkan bahwa dengan harga jual sekitar Rp 6.000 per kg, petani Damar
22

bisa memperoleh sekitar Rp 10 juta setahun. Jumlah itu tidak termasuk dengan hasil panen pohon-pohon lain yang tumbuh diantara perkebunan Damar tersebut. Panen repong damar dapat memberikan pendapatan yang relatif baik. II.5 Hindari Mengelola Hutan Secara Berlebih Pemanfaatan hutan yang berlebihan (seperti kesalahan pengelolaan dan illegal loging) bila tidak dihentikan, maka dalam waktu singkat akan terjadi penggurunan (desertification), yaitu perubahan ekologi secara perlahan ke arah lahan kering yang berkarakterisitik seperti gurun. Luasan lahan kritis di Kalsel sudah mengarah pada penggurunan, sementara kerusakan hutan yang tersisa masih terus berlangsung, yang terkesan hanya ditangani oleh pihak kepolisian dalam pemberantasanillegal loging. Ke mana pemerintah daerah dalam mengupayakan dan mencarikan alternatif dalam melindungi hutan dan masyarakat yang ada di dalam dan di sekitar hutan tersebut? Pemerintah daerah hanya berupaya dalam mengejar target pendapatan asli daerah (PAD), dengan mengandalkan kekayaan sumber daya alam layaknya sebagai warisan untuk dinikmati segelintir orang yang hidup saat ini. Peringatan bahaya perusakan ekologi yang disebabkan oleh penggunaan lahan sudah banyak dinyatakan oleh para ahli. Para ahli ekologi

memperkirakan bahwa pada tahun 1960-an adalah periode kekeringan di sabuk Sahel dan Sub-Sahel (Afrika), karena tanah dan rezim air tidak dilindungi dan dipelihara, terutama karena hilangnya vegetasi normal. Perkiraan tersebut tidak didengarkan, namun setelah terjadi kekeringan yang melanda Sahel dan daerah sekitarnya di Afrika pada tahun 1960-an dan 1970-an baru menarik perhatian pemerintah-pemerintah yang bersangkutan dan menganggap sebagai masalah yang sangat besar (Kai Curry-Lindahl dalam Nicholas Polunin (Ed.), 1997).
23

Konferensi PBB tentang Penggurunan dilaksanakan di Nairobi, Kenya, pada tahun 1977 yang menyatakan penyebab utama penggurunan ialah interaksi antara manusia dan lingkungan yang rapuh pada ekosistem lahan kering; manusia merupakan penyebab dan korban penggurunan; praktik penggunaan lahan yang tidak layak derajatnya maupun jenisnya merupakan penyebab langsung penggurunan di wilayah-wilayah kritis. Aktivitas manusia yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan yang dianggap sebagai penyebab utama penggurunan. Tiap wilayah memiliki daya dukung yang tidak boleh dilampaui, sehingga sudah seharusnya tidak menimbulkan kerusakan, penurunan kualitas dan penurunan produktivitas sebagai kaidah ekologi yang tidak beloh dilupakan dalam penggunaan lahan. Berdasarkan Facts about Deserts and Desertification (www.unep.org ), sebesar 41 persen area lahan bumi merupakan lahan kering (drylands) dan merupakan tempat tinggal lebih dari 2 milyar orang. Setengah dari manusia yang hidup dalam kemiskinan berada pada lahan kering. Mereka sangat tergantung pada sumber daya alam yang tersedia untuk kebutuhan dasar mereka. Manusia yang tinggal di lahan kering (drylands), 90 persen dari mereka ada di negara berkembang, yang berada jauh di bawah taraf hidup dan indikator pembangunan. Di negara berkembang, kematian bayi di lahan kering (drylands) rata-rata sekitar 54 anak per 1.000 kelahiran, dua kali lebih tinggi dari area non-dryland, dan 10 kali tingkat kematian bayi di negara maju. Penggurunan (desertification) didefinisikan oleh the UN Convention to Combat Desertification sebagai degradasi lahan pada area arid, semi-arid and dry sub-humid yang disebabkan dari bermacam-macam faktor, termasuk perubahan iklim dan kegiatan manusia. Degradasi lahan di lahan kering secara jelas ditunjukkan dengan berkurangnya bahkan kehilangan produktivitas pada lahan kering tersebut secara biologi atau ekonomi. Hal ini berpengaruh terhadap sepertiga permukaan bumi dan lebih dari 1 milyar
24

manusia. Konsekuensi

terjadinya

penggurunan

dan

kekeringan

adalah

kemiskinan absolut. Di samping itu, ketegangan-ketegangan sosial, ekonomi dan politik dapat menciptakan konflik-konflik, yang menyebabkan lebih berbahaya dan selanjutnya meningkatkan degradasi lahan. Pertambahan lahan kritis yang menuju penggurunan di seluruh dunia menyebabkan jutan orang miskin terpaksa mencari hunian baru. Lahan kering yang mengalami degradasi di seluruh dunia antara 10 dan 20 persen dari lahan kering yang ada, masalah yang lebih buruk terjadi di negaranegara berkembang. Jumlah wilayah lahan yang mengalami penggurunan diperkirakan antara 6 dan 12 juta kilometer persegi (sebagai perbandingan, negara Brasil, Kanada, dan Cina seluruhnya antara 8 dan 10 juta kilometer persegi). Lahan kering merupakan 43 persen dari lahan tanaman dunia. Degradasi lahan menyebabkan kerugian yang diperkirakan 42 milyar dolar setahun dari produksi pertanian. Di samping itu, setiap tahun 20 juta hektar lahan pertanianmengalami degradasi untuk tanaman produksi atau menjadi hunian urban. Pertambahan penduduk menyebabkan peningkatan tekanan terhadap lahan untuk dijadikan lahan pertanian dan sumber-sumber air. Penggurunan ditemukan pada beberapa tingkatan, yaitu: 30 persen pada lahan irigasi, 47 persen pada lahan pertanian tadah hujan, dan 73 persen pada lahan perternakan. Setiap tahunnya, diperkirakan 1,5 2,5 juta hektar pada lahan irigasi, 3,5 4 juta hektar pada lahan pertanian tadah hujan, dan kira-kira 35 juta hektar pada lahan peternakan hilang seluruhnya atau sebagian dari produktivitasnya menurun karena degradasi lahan. Oleh karena itu, The UN General Assembly (Pertemuan Tingkat Tinggi Badan Dunia) menyatakan bahwa tahun 2006 sebagai the International Year of Deserts and Desertification. Penggurunan mempunyai konsekuensi25

konsekuensi, diantaranya: (1) mengurangi produksi makanan, mengurangi produktivitas tanah, dan menurunkan kelenturan alami lahan, (2) meningkatkan banjir di dataran rendah, mengurangi kualitas air, sedimentasi pada sungai dan danau, (3) memperburuk masalah kesehatan karena debu, seperti infeksi mata, alergi, dan mental stres, dan (4) kehilangan penghidupan mendorong orang melakukan migrasi. Sebelum terjadinya penggurunan, lahan kering (drylands) sendiri

sebenarnya mempunyai beberapa masalah, antara lain: (1) orang miskin di lahan kering, khususnya wanita, tidak mempunyai kekuatan secara politik dan sering kurang menerima pelayanan-pelayanan yang penting, seperti kesehatan, penyuluhan pertanian dan pendidikan; wanita juga mengalami diskriminasi dalam peraturan kepemilikan lahan, (2) hunian di lahan kering sering kurang dalam perlengkapan pertanian, seperti peralatan, pupuk, air, pestisida dan bibit, mereka tidak cukup mempunyai akses pasar dan produk mereka sering dihargai rendah karena alasan kualitas rendah, (3) komunitas-komunitas lokal sering tidak mendapatkan keuntungan dari sumberdaya-sumberdaya lokal, seperti pertambangan, wildlife, dan kegiatan tourist, (4) akses terhadap air dan hak terhadap sumberdaya ini sering tidak mencukupi, dan sumberdaya air sering dikelola dengan jelek, lebih mengarah pada overuse dan salinisasi, (5) lahan sering digarap berlebihan, cenderung mengalami penurunan produktivitas, dan (6) komunitas lahan kering khususnya rentan pada kekeringan, mereka sering tergantung yang disediakan alam atau subsistem dan kurang persediaan makanan, uang, asuransi atau bentuk lainnya dari jaring pengaman sosial untuk menghadapi tahun-tahun sulit.

26

BAB III PENUTUP


III.1 KESIMPULAN Hutan merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup. Bagi manusia, hewan dan tumbuhan, hutan menjadi bagian terpenting yang tak dapat dipisahkan dan tergantikan dalam menunjang kelangsungan hidupnya. Selain itu hutan juga dapat berfungsi memajukan kesejahteraan rakyat sekitarnya dengan hasil-hasil hutan yang dia miliki. Namun, hasil-hasil itu harus dimanfaatkan dan dikelola seperlunya saja, karena jika berlebihan maka fatal masalah yang diakibatkannya. Adapun hasil-hasil hutan yang sempat dibahas dalam makalah ini, yaitu : 1 HASIL HUTAN HAYATI 2 HASIL HUTAN NON-HAYATI 3 JASA HUTAN 4 HASIL TURUNAN HUTAN III.2 SARAN Hutan memiliki banyak fungsi termasuk fungsi untuk mensejahterakan kehidupan masyarakat disekitar dengan tersedianya hasil-hasil hutan yang melimpah. Di dunia ini Allah swt telah menyediakan fasilitas-fasilitas yang tiada batasnya. Sungguh bijaksana bila kita menggunakan fasilitas itu seperlunya saja. Jadi, sudah jadi kewajiban kita untuk mengambil dan mengelola hasil-hasil hutan tersebut dengan bijaksana. Jika hasil hutan tidak dikelola secara bijaksana, maka hutan yang memberi kita kehidupan ini akan dengan mudah lenyap dari permukaan bumi ini ( desertifikasi ) dan lenyaplah kehidupan dibumi ini.
27

DAFTAR PUSTAKA

Nopianti, E.,_____,. Pengelolaan Hasil Hutan Non Kayu (http://www.scribd.com/doc/34139637/9-PHH-Hasil-Hutan-Non-Kayu, diakses pada 15 September 2012) Benyamine, H.E.,_____,. Penggurunan, Pemanfaatan SDA Berlebihan (http://hebenyamine.blog.com/2009/11/01/hari-lingkungan-hidup-2006penggurunan-pemanfaatan-sda-berlebihan/, diakses pada 15 September 2012) Sudirman, S.,_____,. Mengenal Jenis dan Peran Hasil Hutan (http://pengamananhutan.blogspot.com/2012/05/mengenal-jenis-dan-peranhasil-hutan.html, diakses pada 15 September 2012) Haygreen dan Bowyer. 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu.

Gajah MadaUniversity Press. Suryatmojo, H., 2004. Peran Hutan Pinus Sebagai Penyedia Jasa Lingkungan Melalui Penyimpanan Karbon dan Penyediaan Sumberdaya Air. Hasil Penelitian, Yogyakarta. Rahman, A.,____,. Hutan Sebagai Penghasil Oksigen (http://www.analisadaily.com/news/read/2012/05/27/52737/hutan_sebagai_ penghasil_oksigen/#.SrpMHpcXQoE, diakses pada tanggal 16 September 2012)

28

Anda mungkin juga menyukai