Anda di halaman 1dari 64

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang
Pembuatan pulp dan kertas di Indonesia menggunakan kayu hutan seperti pinus sehingga
menimbulkan banyak masalah terutama penggundulan hutan dan isu pemanasan global serta
semakin menipisnya cadangan kayu dan luas hutan di Indonesia (Deperindag dan APKI,
2001, Barr, 2001; Arifin, 2008; Madakadze et al., 1999; Aremu et al., 2015). Laju kerusakan
hutan diperkirakan mencapai 450.000 ha/tahun (Kemenhut, 2013) dimana terjadi penurunan
luasan hutan sebesar 85% atau 10.2 juta ha di Sumatera (Yves et al. 2010) akibat
pengundulan hutan dan dilegalkannya pemanfaatan lahan dan sumberdaya hutan terbatas
(Yamani, 2011). Oleh karena itu, pemerintah perlu mencari alternatif bahan lain yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku pulp dan kertas selain kayu. Salah satu alternatif untuk
mengatasi kelangkaan dan mahalnya bahan baku kertas dari pulp asli (virgin pulp), yaitu
dengan pemakaian kembali kertas bekas sebagai bahan baku kertas (Rismijana et al., 2003).
Kertas koran merupakan limbah yang cukup potensial untuk dimanfaatkan kembali menjadi
kertas.
Keunggulan dari kertas bekas (sekunder) untuk pembuatan kertas cetak antara lain
meningkatkan stabilitas dimensi, dapat meningkatkan opasitas cetak, mengurangi
kecenderungan kertas untuk mengerut atau menggulung, memperbaiki formasi kertas, dan
memperbaiki retensi kertas. Kekurangannya antara lain derajat putih dan kekuatan yang
relatif rendah, mengandung kontaminan yang beragam dan derajat giling yang tidak seragam,
serta seratnya relatif pendek (Mahagaonkar dan Paul, 1995). Koran bekas kontaminan
utamanya adalah tinta cetak yang umumnya terdiri dari pigmen atau butiran tinta yang
berperan sebagai pembawa warna berbentuk partikel padatan kecil. Vehicle atau zat
pembawa pigmen berfungsi mengalirkan pigmen tinta pada kertas selama pencetakan
sehingga dapat berikatan dengan serat. Vehicle umumnya berupa resin, minyak nabati dan
larutan volatil (Paraskevas, 1990). Untuk menghilangkan sisa warna dapat digunakan dengan
cara oksidasi yang diikuti dengan reaksi pemutihan (bleaching). Salah satu oksidator yang
dapat menghilangkan warna adalah asam peroksida di dalam media asam asetat atau yang
dikenal dengan perasetat (Sun et al, 2000).
Berdasarkan sifat dari hidrogen peroksida sebagai bahan pemutih dan kondisi proses
pemutihan maka diharapkan dapat mengurangi kandungan lignin dan meningkatkan derajat
kecerahan pulp dari kertas bekas (Wildan et al, 2010). Tujuan proses pemutihan pada pulp

1
adalah untuk menaikkan derajat putih dengan cara menghilangkan komponen kromofor yang
menyerap sinar di dalam pulp, terutama gugus fungsional lignin yang terdegradasi dan sisa
lignin yang telah diubah. Pemutihan dapat meningkatkan perubahan sifat sifat optic pulp
terhadap penyerapan sinar, penghamburan sinar dan pemantulan yang dinyatakan dalam
derajat putih pulp.(Wildan et al, 2010). Proses pemutihan Proses pemutihan pulp juga dapat
meningkatkan kebersihan pulp dengan cara menghilangkan ekstraktif-ekstraktif dan zat-zat
yang menyebabkan pulp menjadi kotor, yang meliputi kotoran-kotoran anorganik dan sisa
kulit. Di dalam pembuatan pulp sebagai bahan dasar kertas yang bermutu tinggi, keberadaan
hemiselulosa menjadi sangat penting, sementara pada pulp larutan, keberadaan hemiselulosa
ini justru memiliki pengaruh yang buruk. Pemutih kertas biasanya menggunakan oxidizing
agent atau reduching agent yang dapat menghilangkan atau memecahkan senyawa kromofor
aromatic. Oksidan yang digunakan adalah senyawa klorin, hidrogen peroksida, sodium
perborat, potassium permangat dan ozon, sedangkan reduktan yang biasa digunakan
adalah sulfur dioksida dan senyawa sodium (Jayanudin, 2010). Proses pemutihan serat harus
menggunakan bahan kimia yang reaktif untuk melarutkan kandungan lignin yang ada di
dalam serat agar diperoleh derajat kecerahan yang tinggi. Namun demikian, harus dijaga agar
penggunaan bahan kimia tersebut tidak menyebabkan pencemaran lingkungan yang
berbahaya (Batubara, 2006). Proses pemutihan diaplikasikan menggunakan beberapa tahap
(multi tahap) untuk memperoleh pulp yang memiliki derajat putih yang sangat tinggi dan
stabil. Proses pemutihan dengan multi tahap merupakan sebuah metode pemurnian pulp
dengan cara menambahkan bahan kimia pemutih dan pemurni dalam beberapa tahap yang
dipisahkan dengan perlakuan pencucian dengan air atau alkali diantaranya, di mana hasil
reaksi akan dikeluarkan dalam perlakuan pencucian. Retnowati (2008) menggunakan asam
peroksida sebanyak 4% pada pemutihan enceng gondok sedangkan Edahwati (2009)
melaporkan bahwa penggunaan asam peroksida pada konsentrasi 3% menghasilkan derajat
putih sebesar 58.75% dan Fuadi (2008) menunjukkan bahwa pemutihan menggunakan
peroksida 16% adalah yang terbaik untuk pulp dari akasia. Keuntungan menggunakan H2O2
dalam media asam asetat adalah tidak merusak selulosa dan bebas klor sehingga tidak
berbahaya bagi lingkungan (Sofian, 2011). Zuidar et al (2014) melaporkan bahwa
penggunaan konsentrasi H2O2 dalam media asam asetat terbaik pada pulp dari TKKS
diperoleh dari konsentrasi asam peroksida di dalam media asam asetat 15% dengan nilai
rendemen 84.852%, selulosa 84.494%, hemiselulosa 6.319%, lignin 5.691% serta nilai rata-
rata organoleptik warna 4.017 (putih kekuningan).

2
1. 2 Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari makalah ini yaitu mampu mengetahui dan mengedukasi proses pembuatan
pulp dari berbagai limbah yang ada disekitar lingkungan masyarakat.
Manfaat dari makalah ini yaitu dapat mengelolah limbah yanga ada di lingkungan
menjadi bahan jadi yang dapat digunakan kembali, terutama pulp

3
BAB II
MACAM - MACAM PEMBUATAN PULP

2.1 PROSES PEMBUATAN PULP DAN KERTAS

2.1.1 PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara yang yang memiliki hutan hujan tropis dan
memiliki banyak jenis kayu yang bermutu baik. Sehingga pemerintah di Indonesia
mengatakan bahwa industri pulp dan kertas dapat menjadi salah satu andalan ataupun
keunggulan dari Negara Indonesia.
Pulp merupakan hasil pemisahan serat dar bahan baku berserat (kayu maupun non
kayu) melalui berbagai proses pembuatannya. Pulp terdiri dari serat-serat (selulose dan
hemiselulose) sebagai bahan baku kertas. Proses pembutan pulp diantaranya dilakukan
dengan proses mekanis, kimia, dan semikimia. Proses pembuatan pulp secara kimia dikenal
dengan sebutan proses kraft. Disebut kraft karena pulp yang dihasilkan memiliki kekuatan
yang lebih tinggi daripada kedua proses lainnya. Akan tetapi remen yang dihasilkan lebih
kecil daripada keduanya karena komponen terdegradasi lebih banyak (lignin, ekstraktif, dan
mineral).
Bahan baku yang digunakan untuk membuat kertas adalah bahan-bahan yang
mengandung banyak selulosa seperti bamboo, kayu, jerami, merang, dan lain-lain. Jenis jenis
kayu yang banyak digunakan dalam pembuatan kertas adalah:
a. Kayu Lunak (softwood) adalah kayu dari tumbuhan koniver. Contohnya pohon pinus.
Kayu lunak yang memiliki panjang dan kekerasan lebih besar digunakan untuk
memberi kekuatan pada kertas.
b. Kayu Keras (Hardwood) adalah kayu dari tumbuhan yang menggugurkan daunnya
setiap tahun. Kayu keras lebih halus dan kompak sehingga menghasilkan kertas yang
halus. Kayu keras juga lebih mudah diputihkan, sehingga warnanya lebih terang
karena memiliki lebih sedikit lignin.
Kertas umumnya tersusun atas campuran kayu keras dan lunak mencapai kekuatan pada
permukaan cetak yang diinginkan.
Kayu mempunyai berat jenis yang berbeda, yaitu antara 0,2 – 1,8. Berat jenis merupakan
petunjuk penting bagi beberapa sifat kayu, makin berat kayu maka pada umumnya makin
kuat pula kayu tersebut. Berat jenis kayu ditentukan oleh: tebal didinding sel kayu, dan
kecilnya rongga sel kayu yang membentuk pori-pori.

4
Keawetan alami kayu adalah ketahanan kayu terhadap serangan dari unsur-unsur perusak
kayu dari luar seperti jamur, rayap, bubuk, dll. Keawetan kayu tersebut disebabkan adanya
zat ekstraktif didalam kayu yang merupakan unsur racun bagi perusak kayu. Zat ekstraktif
tersebut terbentuk pada asaat kayu gubal berubah menjadi kayu teras sehingga pada
umumnya kayu teras lebih awet dari kayu gubal. Keawetan alami kayu adalah ketahanan
kayu terhadap serangan dari unsur-unsur perusak kayu dari luar, seperti: jamur, rayap, bubuk,
cacing, dan lainnya yang diukur dalam jangka waktu tahunan.
Ada beberapa macam warna kayu, antara lain warna kuning, keputih-putihan, cokelat
muda, cokelat tua, kehitam-hitaman, dan kemerah-merahan. Warna pada kayu disebabkan
oleh zat pengisi warna.
Tekstur adalah ukuran relative sel-sel kayu. Berdasarkan teksturnya, kayu
digolongkan kedalam kayu bertekstur halus (contoh: giam, kulim, dll).
Higroskopik adalah suatu sifat yang dapat menyerap atau melepaskan air atau
kelembapan kayu yang sangat dipengaruhi oleh kelembapan dan suhu udara. Kayu
mempunyai sifat dapat menyerap atau melepaskan air. Makin lembap udara disekitarnya
makin tinggi pula kelembapan kayu sampai tercapai keseimbangan dengan lingkungannya.
Dalam kondisi kelembapan kayu sama dengan kelembaban udara disekelilingnya disebut
kandungan air keseimbangan (EMC = Equilibrium Moisture Content).
Bau dan rasa kayu mudah hilang bila kayu lama tersimpan di udara terbuka. Beberapa jenis
kayu mempunyai bau yang merangsang dan untuk menyatan bau kayu tersebut, seing
digunakan bau sesuatu benda yang umum dikenal misalnya bau bawang (kulim), bau zat
penyamak (jati), bau kamper (kapur), dsb. Distribusi komponen kimia terebut dalam
didinding sel kayu tidak merata. Kadar selulosa dan hemiselulosa banyak terdapat dalam
didinding sekunder. Sedangkan lignin banyak terdapat dalam didinding primer dan lamella
tengah. Zat ekstraktif terdapat diluar diding sel kayu. Komposisi unsur-unsur kimia dalam
kayu adalah:
 Kabron 50%
 Hydrogen 6%
 Nitrogen 0,04 – 0,10%
 Abu 0,20 – 0,50%
 Sisanya adalah oksigen
Lignin merupakan bagian yang bukan karbohidrat, sebagai persenyawaan kimia yang jauh
dari sederhana, tidak berstruktur, bentuknya amorf. Dinding sel tersusun oleh suatu rangka

5
molekul selulosa, antara lain terdapat pula lignin. Kedua bagian ini merupakan suatu
kesatuan yang erat, yang menyebabkan dinding sel menjadi kuat menyerupai beton bertulang
besi. Selulosa laksana batang-bantang besi dan lignin sebagai semen betonnya. Lignin
terletak terutama dalam lamella tengah dan dinding primer. Kadar lignin dalam kayu gubal
lebih tinggi daripada kayu teras. (kadar selulosa sebaliknya).
Hemiselulosa kayu masih mengandung sejumlah zat lain sampai 15 – 25%. Antara lain
hwmiselulosa, semcam selulosa berupa persenyawaan dengan molekul-molekul besar yang
bersifat karbohidrat. Heiselulosa dapat tersusun oleh gula yang bermartabat lima dengan
rumus C5H10O5 disebut pentosan atau gula bermanfaat enam C6H12O6 disebut hexosan. Zat-
zat ini tersapat sebagai bahan bangunan dinding-dinding sel juga sebagai bahan cadangan.
Zat ekstraktif kayu umumnya adlah zat yang mudah larut dalam pelarut seperti: eter, alcohol,
bensin, dan air. Banyaknya rata-rat 3 – 85 dari berat kayu kering tanur. Termasuk didalamnya
minyak-minyakan, resin, lemak, tannin, gula, pati, dan zat warna. Zat ekstraktif tidak
merupakan bagian struktur dinding sel, tetapi terdapat dalam rongga sel. Zat ekstraktif
memiliki arti yang penting dalam kayu karena dapat mempengaruhi sifat keawetan, warna,
bau, dan rasa sesuatu jenis kayu.
Disamping persenyawaan-persenyawaan organik, di dalam kayu masih ada beberapa zat
organic, yang disebut bagian-bagian abu (mineral pembentuk abiu yang tertinggal setelah
lignin dan selulosa habis terbakar). Kadar zat ini bervariasi antara 0,2 – 1% dari berat kayu.
Selulosa, tersusun atas molekul glukosa rantai luruss dan panjang yang merupakan komponen
paling paling disukai dalam pembuatan kertas karena panjang, dan kuat. Hemiselulosa,
tersusun atas glukosa rantai pendek dan bercabang. Hemiselulosa lebih mudah larut dalam air
dan biasanya dihilangkan dalam proses pulping. Lignin, adalah jaringan polimer fenolik tiga
dimensi yang berfungsi merekatkan serat selulosa sehingga menjadi kaku. Pulping kimia dan
proses pemutihan akan menghilangkan lignin tanpa mengurangi serat selulosa secara
signifikan.

Reaksi kimia:
1. Digestion-hydrolisis and solubilization of lignin

R``COONa
R – R` + NaOH
ROH

R – R` + Na2S mercaptans / tiol

6
2. Chemichal recovery from black liquor (wood digestion liquid)
a. Smelting furnace
2NaR (lignin salt) + udara Na2CO3 + CO3
Na2SO4 + 2C (from R) Na2S + 2CO2

b. Causticisizing
Na2CO3(aq) + Ca(OH)2 (s) 2NaOH(aq) + CaCO3
CaCO3 CaO + CO2
CaO + H2O Ca(OH)2

Cairan pemasak yang digunakan adalah campuran dari NaOH dan Na2S dengan perbandingan
komposisi sebagai berikut: NaOH = 75% Na2S = 25%.
Bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatan pulp adalah kayu. Kayu yang
diambil dari hutan kemudian disimpan untuk mengalami pelapukan, kayu yang mengalami
pelapukan itu disebut log. Kemudian log dicuci dan dibersihkan, log yang sudah bersih
kemudian diiris menjadi potongan-potongan yang lebih kecil yang disebut chips.
Chips pada chips bin akan dilakukan pengecilan ukuran kembali yang kemudian masuk ke
continuous digester melalui belt conveyer. Pada continouos digester terjadi proses
pembentukan pulp yang disebut dengan proses kraft dengan menggunakan bahan kimia
pemasak yang berupa larutan NaOH dan NaS yang merupakan kandungan dari white liquor.
Proses ini dilakukan pada suhu 170-180ºC pada proses ini terjadi reaksi.
C6H10O5 – CH3 + NaOH C6H10O5Na + CH3OH
(C5H11O5COH)3 + 3Na2S 3(C5H11O5CSHNa2) + ½O2
Pada reaksi diatas Na berfungsi untuk mengikat lignin sehingga terbentuk black liquor.
Kemudian setelah dilakukan pemasakan hasil yang didapat diteruskan ke strainer. Pada
strainer terjadi pemisahan antara pulp dan black liquor. Black liquor akan di recycle ulang
menuju digester pada suhu 65ºC sedangkan pulp dialirkan menuju blow tank untuk dilakukan
pengeringan dengan menguapkan air. Air hasil blow tank dikembalikan pada alat pemecah
antara yang mengginakan proses basah. Sedangkan pulp kering menuju screen untuk diayak
yang bertujuan untuk mendapatkan pulp yang memiliki kualitas yang lebih baik, ini
dilakukan untuk memisahkan pulp dengan sisa hasil pemasakan (black liquor). Kemudian
black liquor direcycle kembali menuju digester. Sedangkan hasil yang didapat berupa pulp.
Pulp tersebut 30% untuk diputihkan kembali. Sedangkan 70% dikeringkan dan digunakan

7
untuk pembuatan kertas yang lebih kasar black liquor yang terbentuk 15-18% solids masuk
ke dalam six effect evaporator. Pada six effect evaporator terjadi penguapan air
denganbantuan pompa vakum. Kemudian hasil yang didapat berupa 48-54% kemudian
dipanaskan lanjut hingga menjadi 60-65% kemudian teruskan ke dalam mix tank, pada mix
tank terjadi penambahan bahan kimia Na2SO2 dan sulfur. Kemudian pencampuran diteruskan
ke boler section dengan bantuan pompa untuk dilakukan peleburan black liquor dengan
menambahkan dengan udara menjadi green liquor. Reaksi yang terjadi adalah:
2NaR (lignin salt) + air Na2CO3 + CO2
Na2SO4 + 2C (from R) Na2S + 2CO2
Hasil dari peleburan yang berupa green liquor masuk ke dalam dissolve tank untuk
menghomogenisasikan campuran tersebut. Hasil dari dissolve tank yang masih berupa liquor
dialirkan menggunakan pompa menuju clarifier untuk pemisahan, hasil yang berupa green
liquor masuk ke lime slaker sedangkan sisa yang masih mengandung bahan kimia yang tidak
diperlikan di masukkan ke washing tank untuk menghilangkan sisa-sisa kimia tersebut yang
kemudian akan dialirkan kembali pada dissolve tank untuk diproses kembali. Sedangkan
green liquor yang ada dalam lime slaker itu ditambahkan lime Ca(OH)2 kemudian hasil
pencampuran diteruskan kedalam causticizing yang kemudian dengan bantuan steam terjadi
reaksi yang akan mengubah sodium karbonat menjadi sodium hidroksida yang merupakan
kandungan white liquor, reaksi yang terjadi dalam caustisizing:

Na2CO3 + Ca(OH)2 NaOH + CaCO3


CaCO3 CaO + CO2
CaO + H2O Ca(OH)2

Sehingga terbentuk white liquor yang kemudian hasil dari causticizing masuk ke clarifier,
didalam clarifier terjadi pemisahan antara white liquor storage yang akan di alirkan menuju
digester dan CaCO3 yang merupakan hasil reaksi yang berbentuk padat di pompakan menuju
lime kiln, pada lime kiln terjadi proses pembakaran dengan menambahkan gas bahan bakar
sehingga menghasilkan CaO dan CO2. CaO yang dihasilkan akan ditambahkan dengan air
kembali sehingga terbentuk Ca(OH)2 yang kemudian di recycle kembali menuju lime slaker.
Pulp digunakan sebagai bahan untuk pembuatan kertas, tissue, karton, dll. Pulp merupakan
hasil intermadate dari pembuatan kertas.

8
1. PROSES PEMBUATAN PULP

Pulp dalah suspensi serat terpisah yang diperoleh dari hasil; pemisahan sumber serat
lignosellulosa dan merupakan bahan setengah jadi untuk pembuatan kertas, karton, papan
serat atau fiber board dan disolving pulp. Proses pembuatan pulp menggunakan bahan kimia,
panas, penggilingan mekanis, dan atau hydropulping untuk memisah-misahkan serat
sellulosa. Pembutan pulp secara kimia juga mengurangi jumlah serat. Untuk menghilangkan
warna coklat dari pulp, maka pulp dikelantang dengan menggunakan klor, hydrosulfit,
borohidrida, dan atau hidrogen peroksida. Sedang kaustik digunakan untuk produk kelantang
yang menggunakan klorin. Awalnya kertas dibuat dengan memurnikan serat yaitu menyikat
dan memotong masing-masing serat, lalu memasukkan bahan kimia seperti resin, tanah liat
dan titanium oksida sebagai bahan pengisi. Kertas lalu dibentuk diatas ayakan kawat lebar
yang bergerak cepat secara kontinu sambil membiarkan sir terpisah keluar, menekan dan
mengeringkan produknya.

Proses pembuatan pulp dan kertas secara konvensional menggunakan banyak air
sehingga menghasilkan limba dengan kandungan zat padat tersuspensi tinggi dan kadar COD
yang cuup tinggi. Mesin pembuat kertas, seperti fourdriner konvensional, dirancang untuk
menggunakan air untuk mencuci produk yang terdapat pada ayakan kawat secara kontinu.
Tanpa sistem konservasi, akan terjadi banyak kehilangan bahan serat dan pengisi. Karena
banyak bahan perusak lingkungan yang dihasilkan oleh pabrik pulp dan kertas, dimana pulp
dikelentang dengan proses sulfit dan kraft. Pengelantang dengan menggunakan senyawa
klorin akan menimbulkan hidrokarbon klor dengan kadar yang tidak dapat diterima oleh
lingkungan, termasuk dioksin.

Kertas adalah bahan yang tipis dan rata, yang dihasilkan dengan kompresi serat yang
berasal dari pulp. Serat yang digunakan biasanya adalah alami, dan mengandung selulosa dan
hemiselulosa. Kertas dikenal sebagai media utama untuk menulis, mencetak serta melukis
dan banyak kegunaan lain yang dapat dilakukan dengan kertas misalnya kertas pembersih
(tissue) yang digunakan untuk hidangan, kebersihan ataupun toilet. Adanya kertas merupakan
revolusi baru dalam dunia tulis menulis yang menyumbangkan arti besar dalam peradaban
dunia. Tercatat dalam sejarah adalah peradaban Cina yang menyumbangkan kertas bagi
Dunia adalah Tsai Lun yang menemukan kertas dari bahan bambu yang mudah didapat di
seantero China pada atahun 101 Masehi. Penemuan ini akhirnya menyebar ke Jepang dan
Korea seiring menyebarnya bangsa-bangsa China ke timur dan berkembangnya peradaban di

9
kawasan itu meskipun pada awalnya cara pembutan kertas merupakan hal yang sangat
rahasia.

Pada akhirnya, teknik pembuatan kertas tersebut jatuh ketangan orang-orang Arab
pada masa Abbasiyah terutama setelah kalahnya pasukan Dinasti Tang dalam Pertempuran
Sungai Talas pada tahun 751 Masehi dimana para tawanan-tawanan perang mengajarkan cara
pembuatan kertas kepada orang-orang Arab sehingga pada zaman Abbasiyah, muncullah
pusat-pusat industri kertas baik di Baghdad maupun Samarkand dan kota-kota industri
lainnya, kemudian menyebar ke Italia dan India lalu Eropa khususnya setelah perang salib
dan jatuhnya grenada dari bangsa moor ke tangan-tangan orang Spanyol serta ke seluruh
dunia. Pabrik pembuatan pulp biasanya diintegrasikan dengan pabrik kertas. Pulp meskipun
telah dihasikan dalam bentuk-bentuk lembaran tetapi belum memenuhi syarat untuk
pembuatan kertas, pulp masih diproses menjadi kertas dengan dua cara, “beating dan
refining”. Beating agar lebih kuat, uniform, dan refining rapat , pori berkurang.

Pulp adalah hasil pemisahan serat dari bahan baku berserat (kayu maupun non-kayu)
melalui berbagai proses pembuatannya (mekanis, semikimia, kimia). Pulp terdiri dari serat-
serat (selulosa dan hemiselulosa) sebagai bahan baku kertas. Proses pembuatan pulp
diantaranya dilakukan dengan proses mekanis, kimia dan semikimia. Prinsip pembuatan pulp
secara mekanis yakni dengan pengikisan dengan menggunakan alat seperti gerinda. Proses
mekanis yang buiasa dikenal diantaranya PGW (Pine Groundwood), SGW (Semi
Groundwood). Proses semikimia merupakan kombinasi antar mekanis dan kimia. Yang
termasuk ke dalam proses ini diantaranya CTMP (Chemi Thermo Mechanical Pulping)
dengan memanfaatkan suhu untuk mendegradasi lignin sehingga diperoleh pulp yang
memiliki rendemen yang lebih rendah dengan kualitas yang lebih baik daripada pulp dengan
proses mekanis.

Bahan tambahan pembuatan kertas :

c. Tepung tapioka berfungsi untuk sebagai pengikat antara serat yang satu
dengan yang lain
d. Aluminium sulfat berfungsi menambah kepadatan warna dan membentuk
senyawa dengan sizy yang melindungi serat-serat sellulosa sehingga tidak
tembus

10
e. Kaoline berfungsi sebagai bahan pengisi atau pemberat, meratakan permukaan
kertas, membjat kertas tidak tembus cahaya dan menambahkan keputihan
kertas
f. Vesel berfungsi sebagai campuran pulp pada pembuatan kertas bandrol yang
sulit dipalsukan. Juga pada pembuatan kertas uang
g. Pembuatan vesel : pulp diencerkan dengan air membentuk bubur pulp halus +
garam dan zat warna didihkan dan ditambah sizy. Setelah campuran dimasak
ditambah alum sulfat kemudian dikeringkan dan dipres
h. Zat warna berfungsi memberi kenampakan warna yang dikehendaki tanpa
merusak hasil kertas. Zat warna yang dapat dipakai acid dyes, base dyes,
direct dyes dan sulfit dyes dan semua jenis pewarna baik dari alam maupun
sintesis
i. Bahan pengisi yang berfungsi sebagai perata (clay), atau untuk memperbaiki
keputihannya (TiO2, BaCO4, ZnS, CaCl2). Penambahan bahan pengisi ini akan
mengurangi daya lipat kertas.
j. Bahan sizing berfungsi untuk memperbaiki dispersi kertas, menaikkan retensi
pengisian kertas dan untuk mencegah penetrasi zat cair pada pori-pori kertas.
Contohnya resi size, kanji, resin sintetis. Penggunaannya dapat dengan cara
dicampur dengan pulp atau diberikan pada permukaan
k. Aluminium atau tawas (Al2(SO4)3.18H2O) ditambahkan sebagai koagulan
untuk mendapatkan sizing agent diatas permukaan serat.
l. Bahan penambah lainnya seperti zat warna atau resin sintesis untuk
meningkatkan kekuatan kertas basah (resin amino aldehida)

Pulp yang sudah siap, diolah dengan bahan-bahan penolong seperti perekat damar, kaolin,
talk, gips, kalsium karbonat, tawas aluminium, kertas bekas, zat warna dan lain-lain, untuk
kemudian diproses menjadi kertas, melalui mesin pembentuk lembaran kertas, mesin
pengeras dan mesin pengering.

1. Zat-zat tersebut di atas dipakai dalam jumlah kecil sekali, dan bila berlebihan
berbahaya bagi kesehatan.
2. Ada zat pemanis yang dapat menimbulkan kanker pada hewan-hewan percobaan,
sehingga di beberapa negara dilarang.
3. Umumnya zat-zat tersebut di atas adalah sintetis.

11
Sifat fisik seperti ketahanan tarik, ketahanan sobek dan ketahanan retak pulp yang
dihasilkan. Kekuatan tinggi, warna tua, sulit diputihkan, dan tak dapat digunakan sebagai
bahan disolving pulp (pulp berselulosa tinggi). Sifat-sifat kimia meliputi selulosa,
hemiselulosa, lignin. Selain itu diuji juga rendemen dan derajat keputihannya.

Selulosa, tersusun atas molekul glukosa rantai lurus dan panjang yang merupakan
komponen paling disukai dalam pembuatan kertas karena panjang dan kuat. Hemiselulosa,
tersusun atas glukosa rantai pendek dan bercabang. Hemiselulosa lebih mudah larut dalam air
dan biasanya dihilangkan dalam proses pulping. Lignin adalah jaringan polimer fenolik tiga
dimensi yang berfungsi merekatkan serat selulosa sehingga menjadi kaku. Pulping kimia dan
proses pemutihan akan menghilangkan lignin tanpa mengurangi serat selulosa secara
signifikan. Lumpur air yang mengandung 1-7% serat. Sumber kayu berasal dari kayu hutan
berwarna hitam atau abu-abu. Terdiri dari 90% air dan 10% padatan dan berat molekul 2000-
4000 gr/mol.

2. PEMBUATAN KERTAS DENGAN MENGGUNAKAN MESIN FOURDRINIER

Sebelum masuk ke areal paper mesin fourdrinier, bubur kertas (pulp) diolah dulu
dalam proses “stock preparation” atau proses suspensi serat. Proses ini dilakukan dalam
sebuah bak penampung yang disebut beater. Pada beater terdapat sebuah silinder, dimana di
sekeliling tepi silinder terdapat pisau yang berfungsi untuk menghaluskan, menghancurkan
dan menggiling serat dengan tujuan untuk meningkatkan fleksibilitas serat. Stock preparation
ini bertujuan untuk mengkondisikan bubur kertas sedemikian rupa sehingga serat-serat pulp
siap diproses pada mesin kertas sehingga dicapai kualitas kertas yag diinginkan seperti serat
pada kertas yang lebih rapat, pori pada kertas berkurang. Di dalam beaer, terjadi proses
penambahan bahan-bahan tambahan pem buatan kertas seperti Alum sulfat berfungsi ,
menambah kepadatan warna dan membaentuk senyawa dengan iszy yang melindungi serat-
serat sellulosa sehingga tidak tembus.

Kaolin berfungsi sebagai bahan pengisi atau pemberat, meratakan permukaan kertas,
membuat kertas tidak tembus cahaya dan menambah keputihan kertas, menutupi ronhga-
=rongga yang kosong sehingga bisa meningkatkan kualitas kertas. Bahan pengisi, yang
berfungsi sebagai perata (clay), atau untuik memperbaiki keputihannya (TiO2, BaCO4, ZnS,
CaCl2). Bahan sizing berfungsi untuk memperaiki dispersi kertas, menaikkan retensi
pengisian kertas, dan untuk mencegah penetrasi zat cair pada pori-pori kertas, meningkatkan
ketahanan kertas terhadap tinta air ataupun minyak sehingga kertas tidak mudah bolobor

12
ataupun tembus pada saat kena air tau tinta. Contohnya resin size, resin sintetis. Tepung kanji
untuk meningkatkan kekuatan kertas seperti jebol, sobek ataupun tarik selain itu juga untuk
meningkatkan kehalusan permukaan kertas sehingga pada saat di fotocopi atau diprint
hasilnya bagus tinta menempel. Selain itu di dalam beater juga terjadi proses penambahan
make up water, dimana bertujuan untuk melarutkan black liquor dan menghilangkan
kandungannya pada pulp. Black Liquor berupa campuran (cair dari residu pembuatan pulp)
dengan lignin dan hemiselulosa. Jika black liquor masih ada sampai tahapan finished paper,
maka kertas yang dihasilkan beracun. Selain itu, kandungan lignin yang ada pada black liquor
dapat menyembabkan kertas yang dihasilkan menjdai kaku, sehingga daya lipatnya rendah.
Karena adanya penambahan 99,5%. Dengan demikian wujud dari pulp yaitu slurry encer,
untuk mengalirkan slurry encer ke cleaner maka memerlukan tenaga pompa. Saat berada
dalam cleaners (alat pembersih serat), dimana serat pulp yang bersih terangkat ke atas dan
kotoran yang lebih berat akan turun. Kemudian serat yang telah bersih akan masuk ke head
box. Di dalam headbox juga terjadi proses penyusunan serat menjadi lembaran kertas basah
(web). Web kemudian dialirkan ke Wire. Di dalam wire air yang masih ada dibuang lagi.
Hingga kadar airnya berkurang 9,5% jadi hasil dalam proses ini yaitu pulp dengan kandunagn
90%. Kemudian, lembaran menuju roll penekan, terjadi proses penekanan dimana proses ini
dinamakan web forming dan kecepatan roll ini bergantung dari kertas apa yang akan
dihasilkan untuk kertas yang berpermukaan halus dan berkualitas baik kecepatan roll adalah
50 m/menit, sedangkan untuk kertas koran adalah 500 m/menit dalam proses ini kadar air
menurun sampai 20%.

Karena pulp kehilangan banyak kadar air pulp memiliki kekuatan untuk membawa
beratnya yang kemudian dilanjutkan dengan melewati roll penghisap kadar air sehingga
kadar air diserap lagi yang dotandai degan roll penanda air dan proses penyerapan air dibantu
lagi oleh “Drying Blanket” dimana alat ini adalah semacam lapisan kain yang menyerap air
dari pulp yang melewati proses ini dinamakan “Pressing”. Setelah melewati drying blanket
pulp dipanaskan dengan roll panas penguap dimana hal ini bertujuan untuk benar-benar
membuang air di dalam pulp dan menguapkan air-air yang masih terserap di dalam pulp
dalam proses inilah kadar air menurun drastis hingga 6-5%. Air limbah (air yang terbunag di
setiap tahapan proses selama pulp berada dalam mesin fordrinier disebut white water).
Setelah itu pulp melewati roll kalender dimana pada proses ini bertujuan untuk menghasilkan
kertas yang berkualitas baik dan berpermukaan lembut dan halus dan diperhalus kembali
dengan roll pengangin dan agar suhu kertas menurun setelah itu kertas yang dihasilkan

13
disebut “kertas finishing” yang mengandung 5-6% dimana kertas ini masih harus dipotong,
dilapisi dan di pak.

Banyak sekali kegunaan kertas terutama dalam media tulis untuk buku cetak, diktat,
bahkan arsip negara sekalipun media masa, pembungkus makanan dan digunakan pula
sebagai pembungkus rokok serta sebagai alat pembersih seperti tisu muka, tisu toilet dan
kertas dapat pula dijadikan seni melipat kertas atau yang dikenal dengan origami serta
pemanfaatan kertas bekas sebagai hiasan. Akhir-akhir ini pengelantang dengan menggunakan
oksigen dan peroksida mulai digunakan mikroba untuk menggantikan klor, sehingga
menghasilkan buangan lebih sedikit dari pengelantang.

3. PROSES PEMBUATAN BUBUR KERTAS/PULP

1. Penyiapan bahan baku

Proses ini diperlukan sebelum kayu diumpankan ke unit Digester/pemasakan. Prinsip utama
pada proses ini adalah pengulitan kayu (debarking), pembentukan serpih kayu (chping) dan
pengayakan serpih kayu (screening). Dari penyiapan bahan baku ini dihasilkan serpih kayu
yang memenuhi persyaratan dan akan dimasak dalam digester.

2. Pemasakan serpih kayu (Digesting)

Proses pulping yang digunakan adalah proses craft dengan bahan kimia pemasak berupa
larutan NaOH dan Na2S. Dari proses pemasakn ini akan diperoleh pulp yang belum
diputihkan dan masih bercampur dengan larutan lindi hitam.

Proses Pemutihan

1. Pencucian
Proses ini bertujuan memisahkan lindi hitam dari pulp dengan menyemprotkan air
panas dari arah yang berlawanan dengan aliran pulp. Selanjutnya pulp yang telah
dipisahkan dari lindi hitam disaring untuk dipisahkan serat-serat kayu yang tidak terolah
dengan baik. Serat kayu ini kemudian dikirim ke power boiler sebagai bahan bakar,
sedangkan lindi hitam ditampung di tanki penampung black liquor untuk diolah kembali di
recovery unit untuk mendapatkan kembali NaOH dan Na2S.

14
2. Delidnification Oksigen
Proses delidnification menggunakan oksigen untuk mengurangi kandungan lignin
dari pulp coklat, sehingga kan mengurangi pemakain clo2 dalam proses pemutihan.

3. Pemutihan (Bleching)
Pulp yang dihasilkan setelah proses oxygen delignification menggunakan oksigen
unrtuk menghilangkan sisa lignin, warna, kotoran yang masih terdapat dalam pulp. Proses
pemutihan yangakan digunakan adalah proses ECF yaitu teknologi yang tidak
mengguanakan klorin namun menggunakan clo2 100%.

4. Proses Pengeringan Kertas


Pengeringan dan pembentukan lembaran pulp. Proses yang berlangsung
dimesinpengering ini merupakan tahap akhir pembuatan pulp. Proses ini mengubah pulp
menjadi lembaran-lembaran pulp dengan ukuran yang diinginkan.
Hampir semua pabrik pulp dan kertas yang ada di indonesia memproses pulp dan
kertas dengan cara kimia sebagai penghancur serat atau pembuat bubur kertas dan bahan
kimia juag digunakan dalam proses pemutihan kertas.
Adapun jenis bahan kimia yang digunakan yaitu soda kaustik, natrium sulfat,
kapur, klorin, tanah liat, rein, alum dan zat pewarna. Sedangkan bahan baku yang banyak
digunakan pada industri pulp dan kertas di indonesia yaitu kayu, khususnya kertas yang
berkualitas tinggi yaitu yang di hasilkan dari kayu akasia

5. Pulping Proses
Pulping adalah proses untuk memisahkan serabut selilosa dari campuran lignin dan
pentosa dari bentuk balok menjadi serat yang terpisah. Ada empat cara memproses kayu
menjadi pulp yaitu:
1. Pulp mekanik
Pada pembuatan pulp secara mekanik kayu diperlakukan dalam batu asah yang
berputasr dengan diberi semprotan air. Batang kayu dirobek-robek menjadi bentuk serat
sehingga kerusakan secara fisik tidak dapat dihindari yang bertujuan untuk menghasilkan
pulp dengan kekuatan yang lebih baik. Metode ini dikembangkan oleh E.G. Kellen dari
Jerman.

15
2. Pulp Thermomekanik
Merupakan tipe pembuatan pulp secara mekanik, dimana sebelum dilakukan
penggilingan dilakukan pemasakan awal secara bertekanan. Pulp yang dihasilkan
mempunyai sifat dengan kekuatan yang lebih baik, namun kerugiannya ialah memerlukan
energi yang tinggi.
3. Pulp semikimia
Dibuat dengan cara impregnasi larutan encer ( sulfit, sulfat, coustic soda) terlebih
dahulu. Kemudian pulp yang terbentuk disaring, kemudian dilakukan defibrasi secara
mekanik didalam alat penggilingan.
4. Pupl secara kimia
Adalah dimana lignin dihilangkan samasekali sehingga serat-serat kayu mudah delepas.
Proses secara kimia ini terdiri dari 3 bagian yaitu:
1. Proses soda
Sistem pemanasan pada suhu dan tekanan tinggi, dikenalkan oleh C. Watt and H.
Burgees pada tahun 1850, dengan menggunakan larutan NAOH berbanding kayu yaitu
4:1. Namun proses alkali kurang dominan dibandingkan dengan proses sulfit, karena
proses alkali lebih sulit untuk memperoleh kembali zat kimia larutan pemasak.
2. Proses sulfit
Ditemukan oleh Benyamin Tilghman, pembuatan pulp menggunakan larutan kalium
sulfat dan bulerang dioksida dalam sistem bertekanan. Kemudian pada tahun 1969
penggunaan kalsium diganti dengan magnesium/natrium dan ammonium sulfat.
3. Proses sulfat
Yaitu menggunakan NAOH yang ditambah Na2SO4 yang digunakan direduksi didalam
tungku pemutihan menjadi natrium sulfida yang dibutuhkan untuk delignifikasi. Pada
proses ini digunakan bahan pengelantang seperti klorida sehingga pulp kraft mempunyai
derajat putih yang berkualitas tinggi.

6. Prosedur Analisa Karakteristik Pulp


Sifat-sifat yang terdapat pada pulp yaitu berwarna putih, memiliki tingkat keasaman 5-7
dan kandungan air lebih lebih kurang 10%. Untuk mengertahui kadar ekstraksif pada pulp
yang dihasilkan maka dilakukan analisa dengan menyiapkan sampel pengujian melalui
prosedur sebagai berikut:
1. Ambil sampel pada second post. O2,DO dan D2 seksi cooking bleaching
2. Tentukan konsistensi dari tiap sampel

16
3. Persiapan larutan Dispersant A dan B : (dispersant A : wujud cairan, Ph 6,8 dan warna
kuning; Dispersant B : wujud cairan Ph 8,5 warna kekuning-kuningan).
4. Ambil sampel untuk second post o2 sebanyak 30 g, keringkan dioven lalu larutkan
dalam 1 liter air.
5. Panaskan larutan tersebut pada suhu 70 derajat celcius selama 30 menit untuk blanko
6. Saring sampel dan lakukan test ekstraktif pulp

Menentukan nilai ekstraktif pulp


1. Timbang sampel dengan kadar air 10% sebanyak 5 g.
2. Masukkan sampel kedalam ekstraksi tilble lalu masukan kedalam socket pada alat
ekstraksi.
3. Ambil 150 ml pelarut DCM lalu masukan kedalam labu ekstrak yang telah bersih dan
kering.
4. Masukan sampel kedalam alat eksraksi yang telah terpasang
5. Lakukan ekstraksi selama 8 jam
6. Setelah diekstraksi pindahkan pelarut yang mengandung ekstrak kedalam labu yang
telah deketahui berat OD nya (C).
7. Selanjutnya keringkan kembali pelarut DCM tersebut.
8. Setelah kering masukan kembali ke oven selama 2 jam pada suhu 105oC
9. Keluarkan dari oven dan masukan kedalam desikator selama 15 menit
10. Lalu timbang kembali labu yang mengandung zat pengekstrak (D)
11. Tentukan nilai ektraktif dari sampel dengan rumus :

𝐷−𝐶
% ekstraktif x 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑂𝐷

Analisa konsisten pulp


1. Timbang sampel sebanyak 9 g.
2. Masukan sampel kedalam oven selama 1 jam pada suhu 105oC (OD)
3. Keluarkan dari oven lalau timbang kembali (AD)
4. Hitung konsistensi sampel dengan rumus :

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑂𝐷
% konsistensi x 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐴𝐷

17
Adapun spesifikasi kualitas pulp and paper yang dipasarkan oleh PT Tanjung Enim Lestari
berupa lembaran dengan spesisikasi pada tebel berikut

Tabel 7. Spesifikasi pulp


GRADE
PRIME DOWN
PARAMETER UNIT
REPULP
A AB B R
Brightne
Preliminar 5 ISO ≥89 ≥89 ≥89 ≥85
s
y
Dirt ≤2 ≤2 ≤10 ≤10
Not meet
Meet all
Physical all
Standart information
Properties Standart
Parameter
parameter

Sifat-sifat pulp berwarna putih, memiliki kadar asam 5-7 dan kandungan air lebih kurang
10%.

18
a. PEMBUATAN PULP DARI BONGGOL JAGUNG

A. Latar Belakang
Besarnya jumlah kertas yang dibutuhkan oleh masyarakat dunia, memicu industri
kertas untuk meningkatkan produksinya. Saat ini industri kertas di Indonesia semakin
meningkat dan hampir sebagian besar bahan baku pulpnya berasal dari kayu hutan alam.
Bertambahnya kapasitas industri pulp dan kertas, maka kayu-kayu di hutan akan menipis
yang akan menyebabkan kerusakan lingkungan. Oleh karena itu, maka diperlukan bahan
baku alternatif untuk menggantikan peran kayu dalam pembuatan pulp kertas.
Penggunaan bahan baku alternatif dalam industri pulp diyakini dapat menjamin
keberlangsungan industri pulp nasional dan mengantisipasi kerusakan hutan alam.
Biomassa yang dapat dijadikan bahan baku alternatif untuk pembuatan pulp adalah bahan
baku non kayu. Sumber bahan non kayu ini berasal dari rumput-rumputan, limbah
perkebunan dan pertanian. Salah satu limbah pertanian yang dapat digunakan sebagai pulp
bahan baku kertas yaitu limbah tongkol jagung dan kulit jagung.
Jagung (Zea Mays) merupakan tanaman sumber karbohidrat di Indonesia yang
beriklim tropis, dengan total produksi nomor tiga setelah padi dan ketela, dengan siklus
hidup 3 sampai 5 bulan. Produksi jagung di Indonesia pada tahun 2013 tersebar di seluruh
wilayah Indonesia, dengan enam propinsi produsen jagung tertinggi yaitu Jawa Timur,
Jawa Tengah, Lampung, Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara yang menempati posisi
paling potensial sebagai penghasil jagung, sekaligus penghasil tongkol jagung di
Indonesia. Tongkol jagung memiliki potensi sangat besar untuk dapat dimanfaatkan
menjadi berbagai produk yang bermanfaat bagi kehidupan manusia salah satunya sebagai
bahan baku pulp untuk pembuatan kertas.
Kertas merupakan bahan tipis berbentuk lembaran yang sering digunakan oleh
masyarakat seperti menulis, mengGambar, mencetak, membungkus, kerajinan dan
sebagainya. Jenis kertas yang meliputi kertas HVS, kertas buram, kertas buffalo, kertas
tissu, kertas minyak dan kertas seni. Kualitas kertas dilihat dari kekuatan tarik, kekuatan
sobek, gramatur, tekstur kertas, corak kertas dan warna yang dimiliki.
Berdasarkan hasil penelitian (Prasetyawati, 2015) bahwa kertas seni yang memiliki
kekuatan tarik dan kekuatan sobek paling tinggi yaitu perlakuan A3B3 (75g kulit jagung +
25g tongkol jagung + 50g daun jati) dengan rerata 13,7116 N dan 21,9396 N. Kertas seni
yang memiliki kekuatan tarik paling rendah yaitu perlakuan A2B3 (25g kulit jagung + 75g
tongkol jagung + 50g daun jati) dengan rerata 6,9821 N. Kertas seni yang memiliki

19
kekuatan sobek paling rendah yaitu perlakuan A2B1 (25g kulit jagung + 75g tongkol
jagung tanpa daun jati) dengan rerata 7,6681 N.
Kertas serat campuran, atau seringkali dikenal dengan istilah kertas komposit,
merupakan kertas yang terbuat dari campuran dua macam atau lebih pulp kertas dengan
bahan lain, seperti polimer dan kertas bekas yang bertujuan untuk meningkatkan nilai guna
kertas. Pembuatan kertas serat campuran merupakan salah satu cara alternatif pembuatan
kertas yang akan membantu mengurangi limbah kertas dan terutama mengurangi
penggunaan kayu untuk pembuatan kertas.
Menurut penelitian Budiman (2015), bahwa pembuatan pulp dapat dibuat dari
tongkol jagung, tetapi kertasnya tidak berupa lembaran secara utuh. Maka dari itu pada
penelitian ini, peneliti menggunakan kulit singkong sebagai binder atau perekat dalam
pembuatan kertas. Pada penelitian Yosephine.,dkk (2012), menggunakan binder yang
berasal dari bahan alami yaitu kulit pisang, karena kulit pisang mengandung pati yang
merupakan salah satu komponen penting dari binder.
Berbagai limbah hasil pertanian yang mengandung selulosa relatif besar dan dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku kertas seni antara lain batang pisang, jerami, mendong,
batang jagung, batang tembakau dan eceng gondok. Selain itu, untuk menambah kuliatas
kertas menjadi lebih baik peneliti memanfaatkan kulit singkong sebagai campuran bahan
kertas atau binder.
Kulit singkong merupakan limbah hasil pengupasan pengolahan produk pangan
berbahan dasar umbi singkong, jadi keberadaannya sangat dipengaruhi oleh eksistensi
tanaman singkong yang ada di Indonesia. Kulit singkong terkandung dalam setiap umbi
singkong dan keberadaannya mencapai 16% dari berat umbi singkong tersebut.
Berdasarkan data BPS 2008, diketahui produksi umbi singkong pada tahun 2008 adalah
sebanyak 20.8 juta ton, artinya potensi kulit singkong di Indonesia mencapai angka 3,3
juta ton/tahun.
Potensi kulit singkong ini dapat juga dimanfaatkan sebagai binder atau campuran
pada pembuatan kertas, untuk menambah kualitas kertas menjadi lebih baik karena
mengandung banyak pati. Tanaman singkong merupakan tanaman yang sangat familiar
bagi masyarakat Indonesia. Umumnya tanaman singkong hanya dimanfaatkan daun,
batang dan buahnya sedangkan kulitnya hanya dibuang dan akan menjadi limbah tidak
bermanfaat, padahal kulit singkong ini mengandung pati dan α-selulosa cukup tinggi yang
sangat bermanfaat. Menurut Santoso (2012) bahwa berdasarkan analisis laboratorium
diketahui kulit tanaman ini mengandung lignin 21,72%, α-selulosa 56,82% dan panjang

20
serat 0,05–0,5 cm.7 Berdasarkan ketersediaan dan komposisi yang terkandung pada kulit
singkong, dapat berpotensi sebagai bahan tambahan dalam pembuatan kertas sebagai
perekat atau binder untuk menambah kualiatas kertas.
Umumnya pulp yang dihasilkan saat ini adalah pulp kimia. Pulp kimia adalah pulp
yang diperoleh dengan proses kimia, sehingga sebagian besar komponen kimia nonserat
dihilangkan dan serat-serat terpisah tanpa suatu pengerjaan mekanis.
Menurut Joedodibroto (1983) bahwa pembagian pulp kimia berdasarkan bahan
kimia yang digunakan dalam proses pemasakan terdiri atas pulp soda, sulfat dan sulfit.
Proses pulping yang optimal untuk serat tanaman non kayu adalah proses alkali
menggunakan NaOH. Menurut penelitian Surest (2010) bahwa rendemen pulp tertinggi
adalah 54,875% pada konsentrasi NaOH 5%, sedangkan rendemen pulp terendah adalah
48,848% pada konsentrasi NaOH 25%. Kandungan selulosa tertinggi didapat pada
konsentrasi NaOH 10% yaitu sebesar 83,0367% dan kandungan selulosa terendah adalah
75,2367% pada konsentrasi NaOH 20%.
Tinjauan Umum Bahan Baku Pembuatan Kertas
1. Jagung (Zea mays L.)
Jagung merupakan salah satu tanaman pangan penghasil karbohidrat yang
penting di dunia selain gandum dan padi. Secara umum tanaman jagung dapat
tumbuh pada daerah dengan ketinggian 0-1.300 m dari permukaan laut dan dapat
hidup baik di daerah panas maupun dingin.
Kedudukan tanaman famili Graminea ini taksonomi adalah sebagai berikut:
Ordo : Tripsaceae
Famili : Poaceae
Sub Famili : Panicoideae
Genus : Zea
Spesies : Zea mays L.
Tinggi tanaman jagung bervariasi, umumnya tinggi tanaman ini antara 1 m sampai
3 m. Ada varietas yang dapat mencapai tinggi 6 m. Tinggi tanaman biasa diukur dari
permukaan tanah hingga ruas teratas sebelum bunga jantan. Meskipun beberapa varietas
dapat menghasilkan anakan (seperti padi), pada umumnya jagung tidak memiliki
kemampuan ini.
Batang memiliki tiga komponen jaringan utama, yaitu kulit (epidermis), jaringan
pembuluh dan pusat batang. Tanaman jagung mempunyai satu atau dua tongkol tergantung
varietasnya. Tongkol jagung diselimuti oleh daun kelobot.

21
Tongkol pada jagung adalah bagian dalam organ betina tempat bulir duduk
menempel. Istilah ini juga dipakai untuk menyebut seluruh bagian jagung betina (buah
jagung). Tongkol terbungkus oleh kelobot (kulit "buah jagung"). Secara morfologi,
tongkol jagung adalah tangkai utama malai yang termodifikasi. Malai organ jantan pada
jagung dapat memunculkan bulir pada kondisi tertentu. Tongkol jagung muda, dapat
dimakan dan dijadikan sayuran. Tongkol yang tua ringan namun kuat dan menjadi sumber
furfural, sejenis monosakarida dengan lima atom karbon.

Gambar 2.1. Tongkol Jagung


Tongkol jagung yang terlihat pada Gambar 2.1 merupakan limbah padat karena
tongkol jagung tidak dapat dikonsumsi. Tongkol jagung mengandung lignoselulosa yang
terdiri dari lignin, selulosa dan hemiselulosa. Menurut Irawadi (1990), limbah pertanian
(termasuk tongkol jagung), mengandung selulosa (40-60%), hemiselulosa (20-30%) dan
lignin (15-30%). Komposisi kimia tersebut membuat tongkol jagung dapat digunakan
sebagai sumber energi, bahan pakan ternak dan sebagai sumber karbon bagi pertumbuhan
microorganism.
Tabel 2.1. Komposisi tongkol jagung
Komponen Komposisi (%)
Air 9,6
Abu 1,5
Hemiselulosa 36,0
Selulosa 41,0
Lignin 6,0
Pektin 3,0
Pati 0,014

Sumber: Puspita Cinantya (2015)

22
Kandungan selulosa yang cukup tinggi dapat terlihat pada tabel 2.1 maka, tongkol
jagung dapat digunakan sebagai bahan terbarukan yang lebih bermanfaat misalnya
diproses menjadi asam oksalat dan untuk pembuatan pulp. Selulosa merupakan sebuah
polisakarida tersusun dari polimer glukosa yang dihubungkan oleh ikatan glikoksida
membentuk rantai lurus. Selulosa merupakan senyawa polisakarida yang terdapat pada
dinding sel tumbuhan. Disakarida akan dihasilkan dengan hidrolisa parsil dari selulosa dan
pada hidrolisis yang sempurna akan dihasilkan D-glukosa. Selain dari tongkolnya kulit
dari jagung pun dapat dimanfaatkan dalam pembuatan pulp karena juga memiliki
kandungan selulosa.
Kulit jagung merupakan kulit terluar yang menutupi bulir jagung. Kulit jagung ini
juga merupakan lembaran modifikasi daun yang membungkus tongkol jagung. Secara
morfologi, kulit atau klobot jagung ini mempunyai permukaan yang kasar dan berwarna
hijau muda sampai hijau tua seperti pada Gambar 2.2. Jumlah rata-rata kulit jagung dalam
satu tongkol adalah 12-15 lembar.

Gambar 2.2. Kulit jagung

Komposisi kimia dan karakteristik serat dari kulit jagung yang telah
dikeringkan dapat dilihat pada tabel 2.2 dan tabel 2.3 sebagai berikut:

23
Tabel 2.2. Komposisi Kimia Kulit Jagung Kering

Komponen %

Lignin 15
Abu 5.09
Alkohol-cyclohexane
4.57
kelarutan (1:2 v/v)
Selulosa 44.08

Sumber: Gustina (2015)

Kulit jagung memiliki komposisi yang setara dengan bahan baku pulp non kayu
lainnya, karena kulit jagung memiliki selulosa yang cukup tinggi dan ukuran serat dengan
panjang <2 mm (ukuran serat sedang), sehingga kulit jagung juga berpotensi dalam bahan
baku pembuatan kertas.
Tabel 2.3. Karakteristik Serat Kulit Jagung

Bagian serat Ukuran

Panjang serat (mm) 1,71 + 0,5

Diameter serat ( mm ) 21,89 + 5,1

Ketebalan dinding kulit ( mm ) 7,63 +2,3

Sumber: Gustina (2015)

Prosedur Kerja
1) Preparasi sampel
a. Pembuatan serbuk tongkol jagung
Tongkol jagung yang kering dipotong kecil-kecil, dihaluskan dengan blender
dan diayak hingga didapatkan serbuk tongkol jagung. Kemudian diuji kadar air dan
kadar abunya.

24
b. Pembuatan serbuk kulit jagung
Kulit jagung dibersihkan, dipotong kecil-kecil dan dikeringkan di bawah sinar
matahari. Setelah kering dihaluskan dengan blender, diayak hingga diperoleh
serbuk. Kemudian dilakukan uji kadar air dan kadar abunya.
c. Pembuatan serbuk kulit singkong
Kulit singkong dibersihkan, dikeluarkann kulit arinya, dipotong kecil-kecil, dan
dimasukkan ke dalam toples. Ditambahkan natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0,05 M dan
direndam selama 24 jam dalam ruang tertutup. Kemudian dikeringkan kulit
singkong di bawah sinar matahari, dihaluskan dengan blender diayak dan diuji
kadar air dan kadar abunya.

2) Pembuatan Pulp dari Campuran Tongkol Jagung dan Kulit jagung (proses delignifikasi)
Serbuk tongkol jagung dan serbuk kulit jagung ditimbang sebanyak 60 gram
dengan perbandingan serbuk tongkol jagung dan serbuk kulit jagung (1:2), kemudian
dicampurkan serbuk tersebut ke dalam wadah dan diaduk hingga tercampur rata. Ditimbang
campuran serbuk tersebut ke dalam 6 buah wadah ketel besi yang telah disiapkan masing-
masing 10 gram. Ditambahkan larutan pemasak natrium hidroksida (NaOH) 10% 100 mL
ke dalam masing-masing wadah yang berisi serbuk campuran tongkol jagung dan kulit
jagung. Dipanaskan campuran sampel tersebut dengan autoclave pada suhu 120oC selama
60 menit, setelah proses pemasakan selesai didinginkan selama 30 menit, lalu dibilas
dengan air mengalir dan dikeringkan dengan oven.

Hasil Pengamatan
1. Hasil Analisis Uji Pendahuluan
a. Serbuk tongkol jagung dan kulit jagung
Pembuatan serbuk tongkol dan kulit jagung pada penelitian ini dilakukan dengan
memotong kecil-kecil, dikeringkan dan dihaluskan dengan blender sehingga diperoleh
serbuk tongkol dan kulit jagung untuk bahan baku pulp.

b. Binder kulit singkong


Pada penelitian ini menggunakan binder yaitu kulit singkong. Kulit singkong yang telah
dibersihkan, direndam dengan natrium tiosulfat selama 24 jam, dikeringkan dan
dihaluskan, sehingga diperoleh serbuk berwarna putih kecoklatan.

25
c. Hasil uji kadar air dan kadar abu
Penentuan kadar air menggunakan metode oven biasa diperoleh data pada tabel 4.1 berikut:
Tabel 4.1. Analisis Kadar Air dan Kadar Abu
No Sampel Kadar air (%) Kadar abu (%)

1. Tongkol jagung 11,97 2,05

2. Kulit jagung 11,77 0,45

3. Kulit singkong 8,67 3,55

2. Pulp dari Campuran Tongkol Jagung dan Kulit Jagung (1:2) dengan proses
delignifikasi
Pada penelitian ini menggunakan tongkol dan kulit jagung sebagai bahan baku
pulp campuran untuk pembuatan kertas komposit. Sampel tongkol jagung dan kulit
jagung ditimbang dengan perbandingan (tongkol jagung 20 gram : kulit jagung 40 gram).
Proses pembuatan pulp ini dilakukan dengan memasak serbuk dengan autoclave selama
60 menit pada suhu 120oC, sehingga diperoleh bubur pulp campuran berwarna coklat
pekat, kemudian disaring dan dibilas dengan air mengalir, maka diperoleh pulp berwarna
putih kekuningan. Pulp yang diperoleh dikeringkan, dalam setiap pemasakan diperoleh
bubuk pulp sekitar 25 gram dari serbuk campuran tongkol jagung dan kulit jagung (1:2)
sebanyak 60 gram. Selanjutnya bubuk pulp diuji kadar air, kadar abu, kadar lignin dan
bilangan kappanya. Hasilnya dapat dilihat pada tabel dibawah.
Tabel 4.2 menunjukkan hasil analisis kadar air, kadar abu, kadar lignin dan bilangan kappa
pulp campuran
Tabel 4.2. Hasil Analisis Pulp Kertas Komposit
No Parameter Hasil analisis (%)

1. Kadar air total 15,49

2. Kadar abu total 5,01

3. Kadar lignin 1,22

4. Bilangan kappa 0,95

26
3. Hasil Penentuan massa optimum terhadap kuat tarik dan kuat sobek kertas
komposit
Pada penentuan kondisi optimum massa pulp campuran kertas komposit
dengan uji kuat tarik dan kuat sobek terlihat pada tabel 4.3 diperoleh hasil pada
sebagai berikut:
Tabel 4.3. Hasil Analisis Uji Kuat Tarik dan Kuat Sobek dengan Penambahan dan
Tanpa Penambahan Binder

Binder kulit singkong Kuat tarik Kuat sobek


No Massa pulp (gr) (gr) (N/Cm2) (N)

1. 15 35 183,087 4,469
2. 30 35 89,049 3,152

3. 45 35 39,192 2,807

4. 60 35 42,970 2,918

5. 15 0 0,0141 0,0013

Pembahasan
1. Serbuk Tongkol Jagung dan Kulit Jagung
Menurut Prasetyawati (2015: 6), bahwa kulit dan tongkol jagung memiliki
kandungan serat selulosa yang tinggi, sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku pulp
untuk pembuatan kertas komposit. Pada pembuatan serbuk , tongkol jagung dan kulit
jagung dipotong-potong kecil untuk mempermudah proses penghalusan saat diblender dan
dilakukan pengayakan untuk memperoleh serbuk yang lebih halus. Serbuk yang halus ini
akan mempermudah proses delignifikasi pada saat pemasakan pulp.

2. Binder kulit singkong


Binder merupakan perekat yang berfungsi sebagai pembawa pigmen, pengikat
partikel pigmen menjadi satu dan mengikat partikel dengan kertas. Jenis binder yang
biasanya digunakan sebagai bahan perekat yaitu PVAc, lem kanji atau resin yang
digunakan untuk mengikat partikel secara bersama-sama. Selain itu, limbah yang memiliki
kandungan pati dengan amilopektin dan amilosa tinggi dapat digunakan sebagai binder.

27
Menurut Yosphine., dkk (2012), menggunakan perekat (binder) dari bahan alam yaitu kulit
pisang, dimana kulit pisang ini mengandung pati (amilopektin dan amilosa) yang mampu
mengikat bahan penyusun kertas.
Pada penelitian ini menggunakan binder yang berasal dari limbah pertanian yaitu
kulit singkong, karena kulit singkong ini juga memiliki kandungan pati yang tinggi.
Menurut Fauzi., dkk (2013), kandungan pati kulit ubi kayu yang cukup tinggi, dapat
digunakan sebagai pembuatan film plastik biodegradasi. Maka dalam hal ini, kulit
singkong pun dapat dijadikan sebagai binder untuk campuran pulp karena memiliki
kandungan pati cukup tinggi. Kulit singkong yang telah dikeluarkan kulit arinya dan
dibersihkan, dilakukan perendaman dengan natrium tiosulfat 0,05 M. Digunakan natrium
tiosulfat karena merupakan antioksidan yang paling baik, dimana natrium tiosulfat ini
berfungsi sebagai antioksidan untuk mencegah penghitaman pada kulit singkong pada saat
perendaman. Hasil rendaman diperoleh kulit singkong berwarna putih kekuningan.
3. Pulp campuran dari tongkol jagung dan kulit jagung (1:2) dengan proses
delignifikasi
Pembuatan pulp dalam penelitian ini menggunakan proses soda,
dimana proses soda ini merupakan proses pulping menggunakan bahan yang lebih
mudah didegradasi. Proses ini menggunakan larutan pemasak NaOH yang
menghasilkan pulp berwarna coklat dan dapat diputihkan serta bahan baku yang
digunakan dapat bermacam-macam.
Pada proses pembuatan pulp campuran ini, serbuk dari tongkol jagung dan
kulit jagung dipanaskan di dalam autoklaf dengan larutan pemasak natrium
hidroksida (NaOH) 10%. Konsentrasi larutan pemasak yang digunakan pada
proses pulping ini yaitu NaOH 10%, karena pada penelitian (Prasetyawati, 2015),
menggunakan NaOH 10% dengan sampel yang sama dan pada peneliti (Surest,
2010) diperoleh selulosa tertinggi pada konsentrasi NaOH 10%. Salah satu syarat
dalam pembuatan pulp adalah bahan yang digunakan harus mengandung selulosa
(ɑ-selulosa) lebih dari 40%. Dimana ɑ-selulosa ini tidak dapat larut dalam air dan
sukar larut dalam alkali.
Selama berlangsungnya proses pemasakan terjadi penghilangan lignin
(proses delignifikasi). Menurut Prabawati dan Wijaya (2008), semakin rendah
kandungan lignin suatu bahan maka, semakin baik untuk pembuatan pulp. Pada
proses pemasakan polimer lignin akan terdegradasi dan kemudian larut dalam air.
Lignin mudah larut dalam alkali atau asam dan lebih mudah larut dalam air pada

28
proses soda. Larutnya lignin disebabkan oleh terjadinya transfer ion hidrogen dari
gugus hidroksil pada lignin ke ion hidroksil pada NaOH. Larutan NaOH ini
berfungsi untuk melarutkan dan memutuskan ikatan-ikatan strukur pembentuk
lignin sehingga serat pada bahan mudah hancur.
Pada proses pemasakan menggunakan suhu 120oC, karena pada suhu yang
terlalu tinggi akan menyebabkan selulosa terdegradasi lebih banyak karena pada
suhu ini lignin telah habis terlarut sehingga delignifikator yang tersisa akan
mendegradasi selulosa. Sedangkan pada suhu rendah lignin belum terurai dan
masih melindungi selulosa sehingga selulosa masih sulit untuk diakses. Menurut
Bahri (2015), waktu yang diperlukan untuk delignifikasi optimum adalah dalam
rentang 60–120 menit, persen perolehan pulp dan selulosa tidak bertambah setelah
120 menit pemasakan. Sedangkang menurut Singh dan Bishnoi (2012),
melakukan pemanasan pada autoklaf dengan suhu 121oC selama 30 menit yang
merupakan waktu optimum, tetapi menggunakan pelarut dan bahan baku yang
berbeda. Setelah proses pemasakan bubur pulp disaring dan dibilas untuk
menghilangkan lindih hitam pada pulp.

4. Hasil uji kadar air


Kadar air merupakan penentuan banyaknya air yang terkandung dalam
suatu bahan, kadar air sangat berpengaruh pada kualitas suatu bahan. Uji kadar air
sebelum dan setelah perlakuan pada penelitian ini, bertujuan untuk mengetahui
kadar air yang terkandung dalam suatu sampel dan pulp yang dihasilkan. Karena
apabila pulp yang dihasilkan mengandung kadar air yang tinggi maka, pulp yang
dihasilkan cepat rusak, disebabkan karena kadar air dalam pulp dapat mempercepat
tumbuhnya mikroba yang akan mengurai senyawa yang terkandung di dalam pulp.
Penentuan kadar air dilakukan dengan mengoven sampel pada suhu 105oC,
umumnya suhu ini digunakan pada penentuan kadar air dengan waktu pemanasan
selama 2 jam. Pada penentuan kadar air ini penimbangan dilakukan hingga
mencapai bobot konstan.
Hasil analisis yang diperoleh dari penetuan kadar air ini yaitu pada tongkol
jagung 11,97%, nilai ini lebih tinggi dibandingkan dengan kadar air dalam
komposisi tongkol jagung yaitu 9,6%. Hal ini disebabkan pada saat proses
pengovenan, kulit jagung diperoleh 11,77% dan pada kulit singkong 8,67%.
Sehingga diperoleh kadar air pada pulp sebesar 15,49%, nilai ini melebihi kadar

29
yang ditentukan pada syarat bahan baku pulp menurut (Balai Besar Pulp: 1989)
yaiu <10%.

5. Hasil uji kadar abu


Kadar abu merupakan sisa pembakaran pulp kayu atau non kayu pada suhu
500-550oC selama 3 jam atau lebih. Kadar abu pulp berasal dari kandungan anorganik
yang terkandung dalam sampel tongkol jagung dan kulit jagung dari air dan peralatan
yang digunakan selama proses pembuatan pulp. Kandungan kadar abu yang tinggi
dalam pulp dapat menurunkan kualitas kertas.
Pada penelitian ini analisis kadar abu menggunakan metode pengabuan dengan
tanur, penmasan terlebih dahulu dengan oven berfungsi untuk mengurangi kadar air
agar pada saat ditanur tidak berasap. Dilakukan pembakaran pada tanur pada suhu
500oC selama 3 jam. Suhu ini digunakan pada umumnya untuk analisis kadar abu.
Hasil yang diperoleh pada analisis kadar abu total pulp yaitu 5,01%, kadar ini
melebihi nilai untuk standar kadar abu <3% (Balai Besar Pulp: 1989). Penurunan
kadar abu ini disebabkan karena konsentrasi larutan pemasak yang digunakan
semakin tinggi yaitu 10%, semakin tinggi konsentrasi larutan pemasak yang
digunakan maka semakin rendah kadar abu yang terkandung pada pulp. Menurut
penelitian Budiman., dkk (2012: 34) penurunan kadar abu lebih terlihat pada lamanya
waktu perendaman dari masing–masing konsentrasi NaOH. Dimana kadar abu dengan
perendaman 24 jam dengan konsentrasi NaOH 14% hasil lebih rendah di banding
dengan NaOH 7%. Hal ini disebabkan semakin banyaknya NaOH semakin rendah
kadar abunya akibatnya kandungan anorganik dari pulp tongkol jagung dapat
dikeluarkan.
6. Hasil analisis bilangan kappa
Analisis bilangan kappa ini digunakan untuk menentukan tingkat kematangan,
daya terputihkan atau derajat delignifikasi pulp kimia dan semi kimia baik pulp belum
putih maupun setengah putih, dengan rendemen di bawah 70% (SNI 0494: 2008).
Bilangan kappa didefinisikan sebagai jumlah konsumsi permanganat dalam sampel
pulp yang mengandung lignin yang belum bereaksi. Setelah beberapa waktu,
permanganat bereaksi dengan pulp yang ditentukan dengan metode titrasi.
Analisis bilangan kappa pada penelitian ini, pulp yang ditimbang ditambahkan
aquades untuk mengencerkan pulp dan diaduk dengan magnetik stirer agar tercampur
rata, kemudian penambahan larutan KMnO4 0,1 N, dimana larutan ini merupakan

30
larutan oksidator kuat, yang akan mengoksidasi lignin ynag terkandung dalam pulp.
Penambahan larutan H2SO4 4,0 N pada penelitian ini untuk memberikan suasana
asam dalam larutan, untuk mengoptimalkan proses oksidasi reduksi dan
menggunakan larutan KI 0,1 N sebagai reduktor dengan larutan penitar Na2S2O3
untuk larutan standar.
Hasil analisis data diperoleh nilai bilangan kappa sebanyak 1,22%. Nilai ini
rendah karena pulp yang digunakan sudah putih tanpa diputihkan, karena pada
dasarnya bahan yang digunakan berwarna putih kekuningan sehingga pada saat
pencucian dengan aquades lindi hitam akan keluar dan pulp yang dihasilkan berwarna
kuning keputihan. Menurut Rizka Permatasari, menurunnya kadar lignin akan
meningkatkan konsumsi permanganat, jadi semakin banyak natrium thiosulfat yang
digunakan untuk menghilangkan permanganat pada saat titrasi (pada analisa KAPPA)
maka semakin rendah kadar lignin yang terkandung di dalam sampel.

7. Hasil analisis kadar lignin


Lignin merupakan komponen kimia kayu yang sangat tidak diharapkan
kehadirannya dalam produk pulp karena dapat menurunkan ketahanan fisik pulp dan
menyebabkan warna pulp gelap sehingga meningkatkan konsumsi bahan kimia dalam
proses pemutihan.
Pada penelitian ini hasil analisis uji kadar lignin untuk pulp pada penelitian ini
diperoleh nilai sebesar 1,38%. Nilai tersebut memenuhi syarat komposisi pulp yaitu
kadar lignin harus kurang dari 25%. Kandungan lignin dalam pulp dapat
mempengaruhi proses pulping atau pemutihan. Menurut Dermawan (2016), lignin
menyebabkan pulp berwarna gelap, sehingga pada proses pembuatan pulp kadar
lignin harus rendah. Apabila kadar lignin tinggi dalam pulp, maka pulp sulit
diputihkan, memerlukan zat pemutih yang lebih banyak menghasilkan kualitas tarik
kertas yang sangat rendah. Pada penelitian ini bahan baku pulp tidak diputihkan
karena sampel pada dasarnya berwarna putih kekuningan dan memiliki kadar lignin
yang rendah yaitu tongkol jagung 6% dan kulit jagung 15%. Menurut Surest (2010),
kadar lignin untuk bahan baku kayu 20-35% sedangkan untuk bahan non kayu
kadarnya lebih kecil lagi.

31
8. Hasil uji kuat tarik dan kuat sobek kertas komposit dengan penambahan binder
kulit singkong
Pengujian terhadap kekuatan tarik ini bertujuan mengetahui daya tahan kertas dalam
menerima tegangan tarik secara langsung. Kekuatan tarik merupakan daya tahan lembaran
pulp terhadap gaya tarik yang bekerja pada kedua ujungnya, sedangkan ketahanan sobek
adalah gaya dalam gram (gf) yang diperlukan untuk menyobekkan kertas atau karton, diukur
pada kondisi standar SNI 07-0408-1980. Pengukuran dilakukan di Balai Besar Industri Hasil
Perkebunan (BBIHP) Makassar menggunakan alat Tearing Strength Test.
Pada penelitian ini kekuatan tarik tertinggi diperoleh pada variasi massa pulp 15 gram
dan penambahan binder 35 gram yaitu 183,087 N/cm2 dan kuat sobek yaitu 4,469 N, bahwa
kertas putus pada saat beban tarik 36,892 N dengan luas bidang tarik sebesar 0,202 cm2.

Gambar 4.1. Grafik uji kuat tarik dengan massa pulp 15 gram dan binder 35
gram

Pada Gambar 4.1 menujukkan tingginya kuat tarik dipengaruhi oleh perbandingan
massa pulp dengan penambahan binder, dimana massa pulp yang digunakan hanya 15
gram sedangkan binder yang ditambahkan sebanyak 35 gram. Hal ini disebabkan karena
pada saat binder terlalu besar kandungan pati yang terlarut terlalu tinggi, sehingga kertas
menjadi lebih keras, getas dan hasil kertasnya banyak retakan setelah dicetak dan kering.
Menurut Yosephine., dkk (2015), semakin banyak binder yang ditambahkan maka semakin
tinggi kuat tarik. Pada penelitian Nur Jannah (2015), kekuatan tarik paling tinggi pada
perlakuan B3K0 yaitu perbandingan bahan baku bulu ayam 30% dan kulit singkong 70%
tanpa zat warna, jika semakin besar komposisi bahan kulit singkong yang digunakan maka
semakin kuat daya tarik kertas tersebut.
Menurut Ayunda.,dkk (2013) ketahanan tarik berbanding lurus terhadap kepadatan,
artinya semakin tinggi kepadatannya maka akan diikuti kekuatan tarik yang tinggi. Faktor
yang mempengaruhi kekuatan tarik adalah ukuran serat. Sifat serat dan nilai turunannya
menentukan sifat kekuatan lembaran pulp dan kertas. Serat panjang dengan dinding sel

32
tipis dan diameter lumen yang besar cenderung memberikan sifat kekuatan pulp dan kertas
yang baik.
Uji tarik pada massa pulp 30 gram dengan penambahan binder 35 gram terlihat
pada Gambar 4.2, kertas terputus pada beban 17,942 N dengan luas bidang tarik sebesar
0,202 cm2 sehingga diperoleh kuat tarik sebasar 89,043 N/cm2 dan kuat sobeknya 3,152
N. Kekuatan tarik dan kekuatan sobeknya mulai menurun karena perbandingan massa
pulp yang digunakan mulai sebanding dengan binder yaitu 30 gram dan 35 gram,
sehingga serat-seratnya menyatu dengan binder dan menghasilkan kertas yang tidak
terlalu getas, tidak keras dan kertas yang dihasilkan setelah dicetak dan kering sudah
tidak banyak retakan. Menurut Nur Jannah (2015), jika serat rusak, maka pulp tidak
merekat atau terjalin secara sempurna. Rusaknya serat akan mempengaruhi ikatan antar
serat yang terjadi karena jika ikatan antar serat kurang maka kekuatan sobek kertas juga
lemah.
Pada Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa kertas putus pada beban tarik 26,337 N
dengan luas bidang tarik 0,672 cm2 sehingga diperoleh kuat tarik sebesar 39,192 N/cm2
dan kuat sobeknya 2,807 N. Kertas yang dihasilkan pada variasi ini memiliki kuat tarik
yang paling rendah tetapi bentuk kertas yang dihasilkan tidak getas, tidak keras dan pada
saat kertas telah dikeringkan kertasnya tidak retak. Hal ini disebabkan karena labih banyak
serat dan selulosa yang menyatu dengan pati, karena pati yang terlarut tidak terlalu sedikit.
Menurut Yosephine., dkk (2015), pada konsentrasi binder terlalu rendah, binder pati yang
terlarut lebih sedikit akibatnya pati tidak dapat mengikat selulosa dengan baik dan kertas
menjadi rapuh.
Kertas yang dihasilkan tidak getas dan rapuh, hal ini disebabkan karena perekat
yang digunakan lebih sedikit sehingga pati yang terlarut juga lebih sedikit sedangkan
massa pulp yang digunakan terlalu besar. Besarnya massa pulp ini berarti selulosa yang
terkandung juga semakin besar, sehingga kertasnya tidak terlalu retak karena menurut
Hasrini dan Susilowati (2013), selulosa memiliki kemampuan mengikat yang lebih kuat
dan memiliki kekuatan tarik yang tinggi. Perbedaan kekuatan tarik juga dapat disebabkan
tidak ratanya ketebalan kertas pada saat pencetakan, karena pencetakan dilakukan secara
manual.
Kuat tarik tertinggi berada pada massa pulp 15 gram dan binder 35 gram, hal ini
disebabkan karena pati dari binder banyak yang larut sedangkan serat pada pulp sedikit,
sehingga menyebabkan kertas menjadi getas dan keras. Pada penelitian Yosephine., dkk
(2012), menunjukkan bahwa ketahanan sobek dan kuat tarik kertas paling besar pada saat

33
konsentrasi binder 35 gram. Hal ini disebabkan karena pada saat konsentrasi binder terlalu
besar (>35 g), kandungan pati yang terlarut terlalu tinggi, sehingga kertas menjadi lebih
keras dan juga getas. Tingginya kuat tarik dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya
ikatan antar serat, serat yang rusak dan penambahan binder dan proses penggilingan.
Menurut Nur Jannah (2015), rusaknya serat menyebabkan kertas tidak terjalin
sempurna dan mempengaruhi ikatan antar serat, jika serat kurang maka kekuatan tarik
kertas juga lemah. Perekat yang digunakan pada penelitian ini berfungsi untuk merekatkan
ikatan antar serat, sehingga kertas tidak mudah putus pada saat ditarik.
Selain itu, penggilingan juga mempengaruhi kekuatan tarik kertas, karena
penggilingan berfungsi untuk menghomogenkan perekat dan mempengaruhi kualitas
ikatan antar serat. Menurut Nur Jannah (2015), jika pulp semakin tergiling secara
homogen, maka ikatan antar serat semakin tinggi, sehingga ketahan tarik kertas semakin
tinggi pula.
Kuat sobek yang tertinggi juga terdapat pada variasi massa pulp 15 gram dan binder
35 gram, hal ini disebabkan karena adanya perekat yang tinggi akan menyebabkan kertas
menjadi kuat dan tidak mudah disobek, karena pati pada binder lebih besar, dimana pati
memiliki sifat mempengaruhi efektivitas sebagai agen pengikat antar serat, sedangkan
selulosa dan serat pada pulp lebih sedikit sehingga menyebabkan kertas menjadi getas dan
keras. Kuat sobek terendah diperoleh pada massa pulp 45 gram dan binder 35 gram,
menurunnya kekuatan sobek ini disebabkan karena pati pada binder yang terlarut sedikit.
Pada penelitian Yosephine., dkk (2012), konsentrasi binder terlalu rendah (< 35 g), binder
pati yang terlarut lebih sedikit, akibatnya pati tidak dapat mengikat selulosa dengan baik
dan kertas menjadi lebih rapuh. Menurut Ayunda., dkk, faktor-faktor yang mempengaruhi
kekuatan sobek adalah ikatan antara serat dan tingkat atau lamanya penggilingan panjang,
semakin panjang seratnya maka semakin rendah kekuatan sobeknya, karena serat yang
panjang memiliki fleksibelitas yang rendah.

9. Hasil Uji Kuat Tarik Kertas Komposit Tanpa Penambahan Binder Kulit Singkong
Kuat tarik dan kuat sobek pada pulp optimum tanpa penambahan binder,
menunjukkan kuat tarik kertas sangat rendah yaitu 0,0141 N/cm3 dan kuat sobeknya juga
sangant rendah yaitu 0,0013 N, kertas yang dihasilkan pada pulp tanpa penambahan binder
ini, kertasnya tidak berbentuk lembaran. Hal ini disebabkan karena pulp tidak ditambahkan
binder, dimana binder ini memiliki kandungan pati yang bersifat dapat mengikat, sehingga
dapat digunakan sebagai perekat (binder). Menurut Trisnawati (2014), perekat berfungsi

34
untuk merekatkan ikatan antar serat. Adanya perekat ini menyebabkan tiap lembar kertas
menjadi kuat dan tidak mudah putus ketika direntangkan dan ditarik pada sisi-sisinya
secara berlawanan.

2.3 PEMBUATAN PULP DARI ALANG-ALANG

PENDAHULUAN
Alang-alang merupakan tanaman gulma yang jumlahnya cukup besar di Indonesia.
Hingga saat ini pemanfaatan dalam jumlah yang besar terhadap alang-alang di Indonesia
belum ada. Alang-alang mempunyai kandungan selulosa yang cukup tinggi. Pada
penelitian pendahuluan terhadap bahan baku alang-alang mengandung kadar alfa selulosa
sekitar 41,7% dan mempunyai bilangan Kappa sebesar 37,1886. Maka alang-alang bisa
dijadikan sebagai bahan dari pulp untuk pembuatan kertas.
Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh waktu hidrolisis, pengaruh suhu
pemasakan dan pengaruh penambahan larutan pemasakan dengan beda konsentrasi dalam
pembuatan pulp kertas dengan menggunakan proses asetosolv terhadap kadar alfa selulosa
dan bilangan Kappa berdasarkan acuan terhadap pulp yang digunakan sebagai bahan
kertas. Mula-mula, pada penelitian ini dibuat pulp dari alang-alang dengan proses
asetosolv. Pulp alang-alang yang telah dibuat tersebut kemudian diuji nilai KAS untuk
menentukan kadar alfa selulosa dan uji bilangan Kappa untuk menentukan jumlah
ligninnya, dan juga dihitung nilai yield
Dari penelitian yang telah dilakukan didapatkan kondisi terbaik untuk pemasakan
pulp alang-alang dengan proses asetosolv, yaitu dengan kadar asam asetat 90% dan pada
suhu proses 100ºC, dengan waktu proses 1 jam, menghasilkan pulp dengan kadar alfa
selulosa 84,6%, yield 62,8%, dan bilangan Kappa sebesar 23,6628.
Indonesia merupakan negara yang memiliki daratan yang luas. Walaupun luas
negara Indonesia mencapai 1.904.569 km2, tidak seluruh dari luas wilayah tersebut
dimanfaatkan dengan ditanami dengan tanaman yang bermanfaat. Salah satu tumbuhan
yang dirasa kurang bermanfaat adalah rumput alang-alang. Kertas menjadi salah satu
sarana komunikasi secara nonverbal dalam berbagai sektor kehidupan. Indonesia yang
penduduknya berjumlah 237.556.363 (sensus tahun 2010, Badan Pusat Statistik)
menjadikan negara tersebut konsumtif dalam pemakaian jumlah kertas. Sebagai negara
berkembang kebutuhan informasi serta hiburan berkembang pesat di Indonesia. Dalam

35
segala usia, pemakaian kertas dipakai berdasarkan kebutuhan yang berbeda-beda. Maka
dari itu, seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan kertas, industri-industri pembuatan
kertas di Indonesia mengalami peningkatan.
Dengan meningkatnya kebutuhan yang besar akan kertas, dan tuntutan masyarakat
akan teknologi yang ramah lingkungan semakin meningkat, menyebabkan perlunya
pemasokan bahan baku kertas yang besar pula pada sektor industri kertas. Maka tanaman
alang-alang yang mengandung selulosa dapat dijadikan sebagai bahan pembuat pulp,
karena selain persediaannya yang banyak di Indonesia, dan juga dapat menggantikan
bahan baku kayu di hutan sebagai bahan baku pembuatan pulp. Salah satu teknologi
alternatif dalam pembuatan pulp kertas adalah proses organosolv, yaitu proses pemisahan
serat dengan menggunakan bahan kimia organik seperti: metanol, etanol, aseton, asam
asetat, dan lain-lain. Proses ini telah terbukti memberikan dampak yang baik bagi
lingkungan dan sangat efisien dalam pemanfaatan sumber daya hutan. Tanaman alang-
alang yang tidak diharapkan masyarakat dapat diolah dengan menggunakan teknologi yang
ramah lingkungan yaitu proses asetosolv, yang merupakan salah satu proses organosolv,
dengan bahan asam asetat untuk menjadi pulp kertas. Proses acetosolv dalam pengolahan
pulp memiliki beberapa keunggulan, antara lain: bebas senyawa sulfur, daur ulang limbah
dapat dilakukan hanya dengan metode penguapan dengan tingkat kemurnian yang cukup
tinggi. Dan juga bahan pemasak yang digunakan dalam proses acetosolv dapat diambil
kembali, tanpa adanya proses pembakaran bahan bekas pemasak.

TINJAUAN PUSTAKA
 Alang-alang
Pada penelitian ini digunakan bahan baku alang-alang, Alang-alang atau ilalang ialah
sejenis rumput berdaun tajam, yang kerap menjadi gulma di lahan pertanian. Alang-alang
menyebar secara alami mulai dari India hingga ke Asia Timur, Asia Tenggara, Mikronesia,
dan Australia. Kini alang-alang juga ditemukan di Asia Utara, Eropa, Afrika, dan Amerika.
Bahan kering dari alang-alang mengandung abu sebesar 5,42 %, silika 3,6 %, lignin
18,12 %, pentosan 28,58 %, dan kadar alfa selulosa 44,28 %, dan juga mempunyai derajat
polimerisasi berkisar 600-1500
 Selulosa
Selulosa (C6H10O5)n adalah polimer berantai panjang polisakarida karbohidrat, dari beta-
glukosa. Selulosa merupakan komponen utama dalam pembuatan kertas. Selulosa adalah

36
senyawa organik penyusun utama dinding sel dari tumbuhan. Adapun sifat dari selulosa
adalah berbentuk senyawa berserat, mempunyai tegangan tarik yang tinggi, tidak larut dalam
air dan pelarut organik.
DP berkisar 15-90, dapat mengendap bila dinetralkan. Selulosa (Gamma cellulose)
adalah selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan DP
kurang daripada 15.

 Lignin
Lignin adalah zat yang bersama-sama dengan selulosa yang adalah salah satu sel yang
terdapat dalam kayu. Lignin berguna dalam kayu seperti lem atau semen yang mengikat sel-
sel lain dalam satu kesatuan, sehingga bisa menambah support dan kekuatan kayu
(mechanical strength) agar kokoh dan berdiri tegak.

Gambar 1. Rumus Molekul Selulosa


Selulosa merupakan unsur yang penting dalam proses pembuatan pulp. Semakin
banyak selulosa yang terkandung dalam pulp, maka semakin baik kualitas pulp tersebut.
Berdasarkan derajat polimerisasi (DP), maka selulosa dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu:
 Selulosa α (Alpha Cellulose) adalah selulosa berantai panjang, tidak larut dalam larutan
NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan DP (derajat polimerisasi) berkisar 600-1500.
Selulosa α dipakai sebagai penduga dan atau penentu tingkat kemurnian selulosa.
 Selulosa β (Betha Cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH
17,5% atau basa kuat dengan

37
Gambar 2. Struktur Lignin
Lignin memiliki struktur kimiawi yang bercabang-cabang dan berbentuk polimer
tiga dimensi. Molekul dasar lignin adalah fenil propan. Molekul lignin memiliki derajat
polimerisasi tinggi. Oleh karena ukuran dan strukturnya yang tiga dimensi bisa
memungkinkan lignin berfungsi sebagai semen atau lem bagi kayu yang dapat mengikat
serat dan memberikan kekerasan struktur serat. Bagian tengah lamela pada sel kayu,
sebagian besar terdiri dari lignin, berikatan dengan sel-sel lain dan menambah kekuatan
struktur kayu. Dinding sel juga mengandung lignin. Pada dinding sel, lignin bersama-sama
dengan hemiselulosa membentuk matriks (semen) yang mengikat serat-serat halus
selulosa. Lignin di dalam kayu memiliki persentase yang berbeda tergantung dari jenis
kayu.
 Hemiselulosa
Hemiselulosa merupakan senyawa sejenis polisakarida yang terdapat pada semua
jenis serat, mudah larut dalam alkali, dan mudah terhidrolisis oleh asam mineral menjadi
gula dan senyawa lain. Hemiselulosa lebih mudah larut daripada selulosa, dan dapat
diisolasi dari kayu dengan ekstraksi.

Gambar 3. Senyawa Hemiselulosa

38
 Proses Asetosolv
Proses pemisahan serat dengan menggunakan bahan kimia organik seperti misalnya:
metanol, etanol, aseton, asam asetat, dan lain-lain dinamakan dengan proses organosolv.
Proses ini telah terbukti memberikan dampak yang baik bagi lingkungan dan sangat efisien
dalam pemanfaatan sumber daya hutan.
Dengan menggunakan proses organosolv diharapkan permasalahan lingkungan yang
dihadapi oleh industri pulp dan kertas akan dapat diatasi. Proses organosolv memberikan
beberapa keuntungan, yaitu rendemen pulp yang dihasilkan tinggi, daur ulang lindi hitam
dapat dilakukan dengan mudah, tidak menggunakan unsur sulfur sehingga lebih aman
terhadap lingkungan, dapat menghasilkan by-products (hasil sampingan) berupa lignin dan
hemiselulosa dengan tingkat kemurnian tinggi. Ini secara ekonomis dapat mengurangi biaya
produksi, dan dapat dioperasikan secara ekonomis pada kapasitas terpasang yang relatif kecil
yaitu sekitar 200 ton pulp per hari.
Penggunaan asam asetat sebagai pelarut organik disebut dengan proses asetosolv.
Kekuatan tarik pulp asetosolv setara dengan kekuatan tarik pulp kraft. Proses asetosolv dalam
pengolahan pulp memiliki beberapa keunggulan, antara lain: bebas senyawa sulfur, daur
ulang limbah dapat dilakukan hanya dengan metode penguapan dengan tingkat kemurnian
yang cukup tinggi, yaitu dengan distilasi saja daur ulang pemakaian asam asetat sebagai
bahan pemasaknya, dan nilai hasil daur ulangnya jauh lebih mahal dibanding dengan hasil
daur ulang limbah kraft. Keuntungan lain dari proses asetosolv adalah bahwa bahan pemasak
yang digunakan dapat diambil kembali tanpa adanya proses pembakaran bahan bekas
pemasak. Tidak seperti proses pemasakan pulp dengan metode kraft, yang limbah larutan
pemasaknya atau black liquor harus dimasukkan ke dalam furnis yang panas, dan bertekanan
tinggi untuk mendapatkan sisa larutan pemasak yang mengandung senyawa sulfur dalam
bentuk abu, yang kemudian abu ini harus dicampur dengan lime atau CaO untuk
menghilangkan bahan kimia asal seperti NaOH, Na2S, dan Na2CO3 membentuk green liquor.
Lime ditambahkan lagi dalam green liquor untuk mengubah sodium karbonat menjadi
sodium hidroksida agar menjadi white liquor dan baru bisa dipake menjadi larutan pemasak
lagi pada pulp.
Proses asetosolv lebih menguntungkan karena tidak perlu menggunakan dapur untuk
pembakaran daur ulang black liquor, karena hanya dengan pemisahan secara distilasi saja
sudah bisa, tidak terlalu memakan biaya untuk bahan bakar pada pembakaran di dapur.
Dari penelitian dengan penggunaan proses asetosolv, telah dilakukan pembuatan pulp
berbahan ampas tebu dan enceng gondok yang didapatkan nilai KAS untuk ampas tebu

39
sebesar 83,93% dan nilai KAS untuk eceng gondok 75,2%[11]. Nilai KAS yang diperoleh dari
proses acetosolv untuk pemasakan eceng gondok dan ampas tebu masih lebih rendah jika
dibandingkan nilai KAS dari pulp yang dipersyaratkan oleh pabrik kertas yaitu sebesar 86%.
Perbandingan antara data yang digunakan pada enceng gondok terhadap ampas tebu disajikan
pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbandingan Antara Data yang Digunakan pada Enceng Gondok


terhadap Ampas Tebu

Variabel Enceng Ampas tebu


Gondok
Suhu yang 180°C 60-110°C
digunakan
Tekanan yang Tekanan yang Tekanan yang
dipakai terjadi pada terjadi pada
saat suhu saat suhu
Tersebut Tersebut
Dipakai Dipakai
Konsentrasi dengan dengan
asam asetat Kisaran kisaran 60, 80,
sebagai larutan 50-90% 100 %
pemasak
Waktu 120 menit 30-90 menit
pemasakan
Pemakaian Katalis HCl Katalis HCl
Katalis 0,5% 0,5-3%
Kadar alfa 64% 47,7%
selulosa
Kadar lignin 8% 19,6%

40
 Pulp
Pulp adalah hasil pemisahan serat dari bahan baku berserat. Pulp dapat dibuat dari bahan
kayu, non kayu, dan kertas bekas (waste paper). Pulp merupakan bubur kayu sebagai bahan
dasar dalam pembuatan kertas. Bahan baku pulp biasanya mengandung tiga komponen
utama, yaitu: selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Secara umum prinsip pembuatan pulp
merupakan proses pemisahan selulosa terhadap impurities bahan-bahan dari senyawa yang
dikandung oleh kayu di antaranya lignin.
Proses pembuatan pulp di antaranya dilakukan dengan proses: mekanis, kimia, dan
semikimia. Proses pembuatan pulp dengan proses kimia ini akan menghasilkan pulp dengan
kekuatan tarik lebih tinggi daripada proses mekanis dan semi kimia.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Pembuatan Pulp.
Proses pembuatan pulp dipengaruhi oleh kondisi proses antara lain:
1. Konsentrasi larutan pemasak
Dengan konsentrasi larutan pemasak yang makin besar, maka jumlah larutan
pemasak yang bereaksi dengan lignin semakin banyak. Akan tetapi, pemakaian larutan
pemasak yang berlebihan tidak terlalu baik karena akan menyebabkan selulosa
terdegradasi. Asam asetat bisa digunakan sebagai larutan pemasak sampai dengan
konsentrasi 100%.
2. Suhu
Dengan meningkatnya suhu, maka akan meningkatkan laju delignifikasi
(penghilangan lignin). Namun, Jika suhu di atas 160oC menyebabkan terjadinya
degradasi selulosa.
3. Waktu pemasakan
Dengan semakin lamanya waktu pemasakan akan menyebabkan reaksi hidrolisis
lignin makin meningkat. Namun, waktu pemasakan yang terlalu lama akan menyebabkan
selulosa terhidrolisis, sehingga hal ini akan menurunkan kualitas pulp. Waktu pemasakan
yang dilakukan sebelum 1 jam pulp belum terbentuk. Untuk waktu pemasakan di atas 5
jam selulosa akan terdegradasi.
4. Ukuran bahan baku
Ukuran bahan baku yang berbeda menyebabkan luas kontak antar bahan baku
dengan larutan pemasak berbeda. Semakin kecil ukuran bahan baku akan menyebabkan
luas kontak antara bahan baku dengan larutan pemasak semakin luas, sehingga
reaksi lebih baik.
5. Kecepatan pengadukan

41
Pengadukan berfungsi untuk memperbesar tumbukan antara zat-zat yang bereaksi
sehingga reaksi dapat berlangsung dengan baik.

 Penentuan Kualitas Pulp


Secara umum kualitas pulp dapat diukur dengan penentuan:

1. Kadar Alfa Selulosa (KAS)


Kadar Alfa Selulosa (KAS) merupakan parameter yang digunakan untuk menentukan
banyaknya selulosa yang terdapat dalam pulp. Semakin tinggi KAS menunjukkan
semakin banyaknya alfa selulosa yang terkandung dalam pulp dan juga kualitas pulp
yang semakin baik. Kadar alfa selulosa dalam pulp dipengaruhi oleh konsentrasi dan
jenis larutan pemasak, suhu, waktu pemasakan, dan jenis bahan yang digunakan untuk
membuat pulp[8].
2. Kadar Lignin
Kadar lignin dari pulp menunjukkan sisa lignin yang tertinggal dari hidrolisis yang
tidak sempurna. Kadar lignin dapat ditentukan dengan mengoksidasi lignin
menggunakan kalium permanganat dalam suasana asam. Salah satu metode untuk
menentukan jumlah lignin yang tersisa dalam pulp adalah dengan mengukur bilangan
Kappa. Bilangan Kappa adalah volume (dalam mililiter) dari larutan KMnO4 0,1 N yang
dikonsumsi oleh 1 gram pulp kering. Semakin tinggi bilangan Kappa berarti sisa lignin
dalam pulp juga semakin tinggi.

Proses Pembuatan Pulp


Langkah pertama prosesnya yaitu melakukan pembuatan pulp dari alang-alang dengan
menggunakan proses acetosolv, mula-mula bahan baku alang-alang dipotong-potong sekitar
1 cm sebanyak 10 gram. Lalu alang-alang dikeringkan dan dimasak dengan menggunakan
larutan pemasak yaitu Asam Asetat dengan perbandingan 10:1 sebanyak 100 ml untuk 10
gram dengan variasi konsentrasi serta suhu yang berbeda.
Pulp dari alang-alang kemudian dimasak dengan waktu yang berbeda dan terhadap hasil
hidrolisis kemudian dilakukan uji KAS untuk menentukan kadar alfa selulosa dan uji
bilangan Kappa. Pulp yang telah dimasak kemudian diuji karakteristiknya dan dibandingkan
dengan pulp komersial yang biasa dipakai oleh pabrik kertas pada umumnya.

Rangkaian Alat

42
Rangkaian alat yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

Gambar 4. Rangkaian Alat Pemasak Alang-Alang

Produk yang dihasilkan berupa pulp alang-alang yang dipisahkan terlebih dahulu dari
larutan pemasaknya, lalu dimasukkan ke dalam oven, setelah kering terhadap pulp dilakukan
pengukuran kadar alfa selulosa, lignin, dan yield pulp. Analisis variabel yang dipakai
terhadap proses pemasakan produk pulp antara lain: ukuran bahan baku, volume larutan,
kecepatan pengadukan, konsentrasi larutan pemasak, suhu, dan waktu.

Hasil Proses
 Analisis Bahan Baku
Pembuatan pulp dilakukan dengan berbagai variasi waktu hidrolisis, suhu hidrolisis dan
konsentrasi larutan asam asetat yang dipakai. Analisis yang dilakukan terhadap pulp meliputi
kadar alfa selulosa (KAS) dan bilangan Kappa (untuk mengukur kadar lignin) serta yield pulp
hasil dari hidrolisis. Pada proses pemasakan bahan baku, dilakukan penambahan katalis HCl
1%. Penambahan katalis berupa HCl 1% dilakukan untuk mempercepat reaksi serta membuat
konversi reaksi berlangsung lebih baik. Katalis yang digunakan sebesar 1% dari jumlah
volume larutan pemasak yang digunakan. Penambahan katalis tidak dilakukan melebihi
sebesar 1% karena akan menimbulkan korosi sebab larutan katalis yang digunakan bersifat
asam kuat.
Ukuran partikel bahan baku alang-alang dibuat seragam sekitar 80 mesh. Partikel
terlebih dahulu dikecilkan lalu dimaksudkan agar selama pemasakan area dari partikel dapat
terkontak semua dengan larutan pemasak, sehingga proses pemasakan berlangsung lebih

43
baik. Akan tetapi, partikel tidak bisa dikecilkan lagi sebab ketika partikel menjadi sangat
kecil, kandungan dari alfa selulosa akan rusak. Volume asam asetat yang digunakan
pada penelitian kali ini mempunyai perbandingan 10:1 dari massa/berat alang-alang yang
dimasak. Volume yang digunakan tidak lebih kecil daripada perbandingan 10:1 karena dari
penelitian pendahuluan, jika semakin kecil volume asam asetat yang digunakan, luas kontak
permukaan dengan bahan baku akan lebih kecil, serta adanya bahan baku yang menumpuk di
bagian bawah labu leher tiga. Pada penelitian ini digunakan pengadukan dengan kecepatan
150 rpm. Proses ini perlu pengadukan agar bahan baku tidak menumpuk di bagian bawah
serta bahan baku dapat terkontak secara baik dengan larutan pemasak. Kecepatan
pengadukan tidak dilakukan melebihi 150 rpm karena akan menimbulkan vorteks yang
menyebabkan sebagian alang-alang menempel di dinding labu leher tiga.

 Pengaruh Konsentrasi Larutan Asam Asetat (CH3COOH) Terhadap Jumlah Kadar Alfa
Selulosa Yang Dihasilkan
Semakin meningkatnya konsentrasi asam asetat yang digunakan sebagai larutan
pemasak akan mempengaruhi kadar alfa selulosa yang didapat. Semakin besar
konsentrasi larutan asam asetat akan memberikan kadar alfa selulosa yang lebih besar.
Hal tersebut terlihat pada Gambar 5, bahwa pada konsentrasi asam asetat 90% memiliki
titik maksimum kadar alfa selulosa yang lebih tinggi daripada konsentrasi asam asetat
75% dan 60% yaitu sebesar 84,6% pada waktu pemasakan 60 menit dengan suhu 100°C.
Begitu juga dengan konsentrasi asam asetat 75% pada waktu pemasakan 90 menit pada
suhu 100°C memiliki titik maksimum kadar alfa selulosa sebesar 74,3% yang lebih
tinggi daripada titik maksimum konsentrasi asam asetat 60% pada waktu 90 menit suhu
100°C yang hanya menghasilkan kadar alfa selulosa sebesar 65.2%. Hal ini disebabkan
karena dengan semakin tingginya konsentrasi asam asetat yang digunakan, menyebabkan
lebih banyak asam asetat yang dapat mengikat lignin.

44
Gambar 5. Hubungan Antara Waktu terhadap KAS Untuk Berbagai Konsentrasi Asam Asetat
Pada Suhu 100°C

Degradasi dari lignin menyebabkan alfa selulosa yang sebelumnya terikat oleh lignin
akan terlepas dari lignin sehingga didapat kandungan pulp dengan kadar alfa selulosa yang lebih
tinggi[15]. Mekanisme reaksi pemasakan serta degradasi alang-alang dapat dilihat pada persamaan
reaksi berikut:

[C10H10O2]n + n CH3COOH + nH2O nC6H3C4H9O3 + nCH3COOH (1)

Lignin asam asetat air aseto ligninat asam asetat

Pada Gambar 5 dapat dilihat adanya titik maksimum dan penurunan untuk kadar alfa
selulosa yang didapat untuk setiap beda konsentrasi larutan pemasak. Adanya titik maksimum
dan adanya penuruan kadar alfa selulosa disebabkan oleh waktu atau lama proses pemasakan
berlangsung. Penurunan kadar alfa selulosa yang terjadi dikarenakan dengan semakin tinggi
pemakaian konsentrasi asam asetat untuk hidrolisis bahan baku, menyebabkan alfa selulosa yang
sebenarnya mudah untuk terhidrolisis akan mengalami gangguan dalam hidrolisis sehingga kadar
alfa selulosa mengalami penurunan. Ketika larutan pemasak sudah hampir menghidrolisis lignin
sepenuhnya, maka larutan pemasak juga bereaksi dengan ikatan selulosa sehingga merusak
ikatan polimerisasi alfa selulosa dan membuat kadar dari alfa selulosa menurun.

45
 Pengaruh Suhu Proses Pemasakan Terhadap Jumlah Kadar Alfa Selulosa Yang Dihasilkan

Pada Gambar 6 terlihat bahwa dengan semakin meningkatnya suhu pada proses pemasakan
yang dipakai akan mempengaruhi kadar alfaselulosa yang didapat. Semakin besar dari suhu pada
proses pemasakan yang dipakai memberikan kadar alfa selulosa yang lebih besar.
Pada proses pemasakan dengan suhu 100°C memiliki titik maksimum kadar alfa selulosa
yang lebih tinggi daripada proses pemasakan dengan suhu 85°C dan 70°C, yaitu sebesar 84,6%
pada waktu pemasakan 60 menit dengan konsentrasi asam asetat 90%. Begitu juga dengan proses
pemasakan dengan suhu 85°C memiliki titik maksimum kadar alfa selulosa sebesar 81.1% pada
konsentrasi asam asetat 90% selama 60 menit, yang lebih tinggi daripada proses pemasakan
dengan suhu 70°C yang hanya mempunyai titik maksimum kadar alfa selulosa sebesar 78.1%
pada konsentrasi 90% selama 90 menit.
Dari penelitian pendahuluan diketahui bahwa reaksi pemasakan bahan baku dengan asam
asetat berlangsung pada kondisi endotermis, di mana konversi reaksi pada reaksi endotermis
akan dipengaruhi oleh panas yang diterima pada saat proses pemasakan. Besar pemasokan akan
kebutuhan panas bergantung pada perubahan suhu. Semakin besar perubahan suhu akan
menyebabkan semakin besar pula panas yang dihasilkan. Maka dengan penggunaan suhu
pemasakan yang lebih tinggi akan membuat konversi dari reaksi lebih baik. Dengan semakin
baiknya konversi reaski akan menyebabkan lignin yang terdegradasi semakin besar sehingga
kadar alfa selulosa dalam pulp menjadi lebih besar.

 Pengaruh Konsentrasi Larutan Asam Asetat Terhadap Jumlah Yield Pulp Yang Dihasilkan
Yield pulp hasil pemasakan merupakan perbandingan antara jumlah pulp yang dihasilkan
terhadap jumlah bahan baku yang digunakan. Penurunan dari konsentrasi asam asetat yang
digunakan berpengaruh terhadap yield pulp. Yield pulp merupakan hasil yang didapat sebagai
sisa hasil pemasakan dari pengurangan lignin hasil pemasakan. Hubungan antara waktu terhadap
yield pulp untuk berbagai konsentrasi asam asetat pada suhu 1000C bahwa pada konsentrasi
asam asetat 90% pada suhu 100°C pada waktu akhir pemasakan memiliki yield pulp yang lebih
rendah daripada konsentrasi asam asetat 75% dan 60% yaitu sebesar 57,2%. Begitu juga dengan
konsentrasi asam asetat 75% pada suhu 100°C pada waktu akhir pemasakan memiliki yield pulp
sebesar 61,1% yang lebih rendah daripada konsentrasi asam asetat 60% pada suhu 1000C pada

46
waktu akhir pemasakan memiliki yield pulp sebesar 64%. Hal ini dikarenakan pada konsentrasi
asam asetat yang lebih besar, dengan melihat persamaan reaksi pemasakan, mengakibatkan mol
asam asetat yang bereaksi dengan lignin menjadi semakin besar sehingga lignin yang dapat
didegradasi menjadi lebih banyak. Dengan lignin yang semakin banyak didegradasi
menyebabkan sisa hasil reaksi menjadi lebih kecil. Hasil reaksi yang semakin kecil
mengakibatkan yield pulp yang didapatkan menjadi lebih rendah. Penurunan yield pulp juga
dipengaruhi oleh alfa selulosa yang rusak, semakin banyak alfa selulosa yang mengalami
kerusakan pada rantai polimerisasi maka menyebabkan hasil sisa pemasakan lebih kecil pula.

 Pengaruh Suhu Larutan Asam Asetat Terhadap Jumlah Yield Pulp Yang Dihasilkan
Dari hasil penelitian hubungan antara waktu terhadap yield pulp untuk berbagai suhu pada
konsentrasi asam asetat 90% yang disajikan pada Gambar 8 terlihat bahwa perbedaan suhu yang
digunakan dalam pemasakan bahan baku mempengaruhi dari hasil yield pulp yang didapat.
Semakin besar suhu yang digunakan dalam proses pemasakan membuat yield pulp dari alang-
alang semakin berkurang. Proses pemasakan dengan suhu 100°C mempunyai yield pulp yang
lebih rendah daripada proses pemasakan dengan suhu 70 dan 85°C. Begitu juga dengan proses
pemasakan dengan suhu 85°C memiliki yield pulp yang lebih rendah daripada proses pemasakan
dengan suhu 70°C. Lignin yang terdapat pada alang-alang dapat dihidrolisis dengan baik karena
proses berlangsung pada sistem endotermis, di mana pada sistem endotermis semakin banyak
panas yang diterima semakin baik hasil reaksi yang didapat. Dengan lignin yang semakin banyak
didegradasi menyebabkan sisa hasil reaksi menjadi lebih kecil. Hasil reaksi yang semakin kecil
mengakibatkan yield pulp yang didapatkan menjadi lebih rendah. Pengurangan yield pulp juga
dipengaruhi oleh alfa selulosa yang rusak, semakin banyak alfa selulosa yang mengalami
kerusakan pada rantai polimerisasi, akan menyebabkan hasil sisa reaksi yang lebih kecil pula.

 Pengaruh Konsentrasi Larutan Asam Asetat Terhadap Bilangan Kappa Yang Dihasilkan
Dalam penelitian ini, bilangan Kappa menunjukkan seberapa banyak lignin yang masih
terdapat dalam pulp, jika bilangan Kappa tinggi, maka kadar lignin dari pulp juga tinggi, dan jika
bilangan Kappa menurun, maka kadar lignin dalam pulp juga menurun, hal ini disebabkan oleh
penggunaan larutan asam asetat dalam pemasakan. Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa
bilangan Kappa akan mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya persentase konsentrasi

47
asam asetat dan lamanya waktu hidrolisis. Semakin tinggi konsentrasi asam asetat dan semakin
lama waktu hidrolisis, maka semakin banyak lignin yang terhidrolisis. Lignin mempunyai sifat
mengikat selulosa, sehingga semakin banyak lignin terhidrolisis, maka semakin banyak pula
selulosa yang terlepas dari ikatan lignin. Oleh karena itu kadar alfa selulosa dalam pulp
meningkat karena penurunan lignin. Dengan melihat persamaan reaksi pemasakan, bahwa lignin
yang bereaksi dengan asam asetat akan membentuk pulp dan cairan berupa black liquor yang
mengandung aseto ligninat. Banyaknya lignin yang terhidrolisis ini dapat dilihat berdasarkan
jumlah mol aseto ligninat yang diperoleh sebanding dengan jumlah mol asam asetat.
Konsentrasi asam asetat berbanding lurus dengan mol asam asetat, semakin besar
konsentrasi, maka semakin besar pula molnya. Semakin meningkat jumlah mol asam asetat,
maka aseto ligninat yang diperoleh juga semakin meningkat. Sehingga lignin yang tersisa di
dalam pulp semakin kecil.

 Pengaruh Suhu Pemasakan Terhadap Bilangan Kappa Yang Dihasilkan


Hubungan antara waktu terhadap bilangan Kappa untuk berbagai suhu. Bilangan Kappa
menunjukkan banyaknya lignin dalam pulp. Dari hasil penelitian pada Gambar 10, terlihat bahwa
semakin tinggi suhu yang digunakan untuk pemasakan menggunakan asam asetat 90%
menghasilkan hidrolisis lignin yang lebih baik. Pada Gambar 10 juga terlihat bahwa suhu cukup
berperan dalam reaksi hidrolisis lignin, misal pada suhu 70°C hasil degradasi lignin lebih rendah
daripada yang bersuhu 85°C ataupun 100°C. Begitu juga dengan yang bersuhu 85°C hasil
degradasi lignin lebih rendah daripada suhu 100°C. Hal ini disebabkan sifat reaksi yang dipakai
untuk pemasakan lignin adalah reaksi endotermis, yang jika semakin tinggi suhunya, maka
konversi reaksi semakin baik, dan tentunya waktu mengikutinya, semakin lama waktu reaksi,
maka lignin yang terhidrolisis juga semakin meningkat. Reaksi endotermis pada pemasakan ini
akan dipengaruhi oleh panas yang diterima sewaktu pemasakan. Dengan begitu, hasil pemasakan
lignin yang baik adalah pemasakan dengan konversi reaksi yang tinggi, yaitu pada suhu tertinggi.
Jika lignin semakin banyak yang hilang, maka kadar alfa selulosa dalam pulp akan semakin
tinggi. Perbandingan Antara Pulp Dari Alang-alang, Ampas Tebu dan Eceng Gondok Dengan
Pulp Yang Dipersyaratkan Oleh Pabrik Kertas. Asam asetat dengan konsentrasi 90% dan pada
suhu pemasakan 100°C selama 60 menit, memberikan pulp dengan kadar alfa selulosa sebesar
84,6% dan lignin sebesar 23,6628. Jika dibandingkan dengan pulp yang dipersyaratkan oleh

48
pabrik kertas yang mengandung kadar alfa selulosa sebesar 86% dan lignin 19,2041, kadar alfa
selulosa pulp dari alang-alang tersebut masih lebih rendah, sedangkan untuk lignin masih lebih
tinggi. Lebih tingginya kadar alfa selulosa dan lebih rendahnya lignin yang didapat untuk pulp
yang dipersyaratkan oleh pabrik kertas dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pemilihan
jenis bahan baku dan jenis proses pemasakan yang digunakan. Umumnya pabrik menggunakan
bahan baku berjenis hardwood yang mengandung kadar alfa selulosa dan lignin yang lebih besar
dari nonwood, tetapi jenis proses pemasakan pada pabrik yang umumnya memakai proses kraft
memberikan kadar alfa selulosa dan degradasi lignin yang lebih baik. Berdasarkan studi literatur
yang didapat untuk proses pemasakan menggunakan proses asetosolv diketahui kadar alfa
selulosa, lignin dan yield pulp yang didapat untuk bahan baku alang-alang, ampas tebu dan eceng
gondok sebagaimana disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Perbandingan Kadar Alfa Selulosa, Lignin Dan Yield Pulp Untuk Tiap Jenis Bahan
Baku Hasil Dari Proses Asetosolv[18]
Alang- Ampas Eceng
alang Tebu gondok
Kadar
alfa 84,6% 83,93% 75,2%
selulosa
Lignin 23,6628 39,13 8,71
Yield
Pulp 62,8% 64,79% -

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa kadar alfa selulosa dari alang-alang memiliki nilai
tertinggi dibandingkan dengan jenis bahan baku yang lain, dengan kadar alfa selulosa yang
semakin tinggi mengakibatkan daya tarik kertas semakin kuat dan daya hapus juga semakin baik
sehingga kualitas dari kertas yang dihasilkan oleh pulp berbahan baku alang-alang lebih baik jika
dibandingkan dengan pulp dari ampas tebu dan eceng gondok. Akan tetapi pulp dari alang-alang
memiliki intensitas kecerahan kertas yang lebih jelek jika dibandingkan dengan pulp dari eceng
gondok, karena banyak lignin yang terkandung dalam pulp menyebabkan kertas yang dihasilkan
menjadi lebih gelap. Jika ditinjau dari jumlah produk pulp yang dihasilkan, pemasakan dengan

49
menggunakan bahan baku ampas tebu, memiliki yield pulp yang lebih tinggi dari yield pulp
alang-alang, sehingga yield pulp yang dihasilkan menjadi lebih tinggi.

4. PULP DARI JERAMI PADI

Latar belakang
Kebutuhan pulp dan kertas di Indonesia dan pada masa mendatang akan semakin
meningkat begitu juga di dunia. Hal ini tidak lepas dari usaha-usaha untuk meningkatkan
kapasitas dengan menghasilkan produk pulp dan kertas dalam meningkatkan kemampuan untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri dan dapat mengekspor ke berbagai negara yang memerlukan.
Untuk itu diperlukan Iebih banyak bahan baku serat.
Pada tahun 2003 konsumsi kertas mencapai 5,31 juta ton, untuk tahun 2004 kebutuhan
konsumsi kertas mencapai 5,40 juta ton. Sedangkan pada tahun 2005 konsumsi kertas mencapai
5,61 juta ton dan prediksi pada tahun 2009 konsumsi kertas dapat mencapai 6,45 juta ton (Pusat
Grafika Indonesia, 2007).
Humas PT Riau Andalan Pulp dan Papers Fachrunas mengatakan, (Pusat Grafika
Indonesia, 2007) sehingga industri kertas nasional telah melakukan Iangkah-Iangkah antisipasi
terhadap kebijakan pemerintah. Dengan menyiapkan lahan-lahan Hutan Tanaman Industri (HTI),
sehingga pada tahun 2009 nanti bahan baku tidak lagi berasal dan kayu.
Sebagai upaya mendukung program pemerintah dalam mengatasi penyediaan pulp dan
kertas dalam negeri serta mengurangi ketergantungan terhadap kayu sebagai bahan baku pulp
dan kertas, maka telah dilakukan upaya pencarian bahan baku alternatif untuk pembuatan pulp
dan kertas.
Salah satu sumber serat non kayu (non-wood fiber) yang sangat potensial untuk dijadikan
bahan baku alternatif adalah jerami padi. Keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh dengan
memanfaatkan jerami sebagai bahan baku pulp, antara lain:
• Jerami terdapat cukup melimpah
• Jerami sebagai limbah pertanian merupakan sumber serat yang dapat dimanfaatkan dan
relatif murah harganya

50
• Jerami merupakan bahan dengan struktur terbuka dan kandungan ligninnya yang rendah
maka mudah dalam pengolahannya menjadi pulp
• Pengolahan Iimbah pertanian menjadi pulp dapat dilakukan dengan berbagai tingkat
teknologi, mulai dari menggunakan teknologi sederhana sampai dengan teknologi canggih
(Unconventional)

• Dengan memanfaatkan jerami sebagai bahan baku pulp dapat berarti meningkatkan
pendapatan para petani
• Meningkatkan kesejahteraan petani melalui peningkatan produksi, produktifitas, mutu, hasil,
nilai tambah dan pendapatan petani
• Meningkatkan daya saing hasil-hasil pertanian tanaman pangan dan holtikultura serta hasil
olahannya balk di pasar dalam negeri maupun pasar internasional guna menyongsong era
pasar bebas
• Meningkatkan peranan sub sektor tanaman pangan dan holtikultura dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi serta perluasan kesempatan kerja kesempatan berusaha
• Pengembangan industri pulp didorong untuk keluar jawa, diutamakan kawasan Indonesia
timur berintegrasi dengan Hutan Tanaman Industri (HTI) dengan berorientasi lingkungan
• Industri pulp diarahkan pada produk bersih, dengan teknologi pemutihan bebas khlor elemen
(Elemental Chlorine Free)

Pulping adalah pemisahan serat dari bahan bake berserat (kayu maupun non kayu) dari
bahan pencampur (lignin dan pentosan), pelepasan bentuk bulk menjadi serat atau kumpulan
serat melalui berbagai proses pembuatannya. Pulp terdiri dari serat-serat (selulosa dan
hemiselulosa) sebagai bahan baku kertas. Untuk proses pembuatan pulp tersebut ada tiga metode
yang digunakan, yaitu secara rnekanis, semi - kimia, dan kimia. Pada penelitian ini proses
pembuatan gulp menggunakan metode kimia, yaitu pemisahan serat-serat dari bahan pencampur
dengan menggunakan bahan kimia, dimana pada proses ini bahan yang digunakan adalah
Natrium Hidroksida (NaOM. Dalam penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan pulp yang
memiliki kualitas yang memenuhi standar SNI melalul penguiian tarik, indeks sobek dan derajat
putih pulp, sebagai bahan baku utama pembuatan kertas.

51
Pulp adalah bahan berupa serat berwarna putih yang diperoleh melalui proses penyisihan
lingnin dari biomasa. Di negara kita banyak terdapat berbagai jenis tumbuh-tumbuhan seperti
akasia, pinus, bambu, padi dan lain-lain , yang dapat dijadikan sebagai bahan baku untuk
pembuatan pulp, dimana bahan baku yang sebagian besar digunakan adalah dari kayu-kayuan.
Kekurangan pemasokan bahan baku kayu untuk produksi pulp yang disebabkan oleh isu
lingkungan menyebabkan naiknya harga kertas. Untuk mengatasi hal tersebut, maka harus dicari
bahan baku alternatif untuk menghasilakn pulp (Johanson, dkk, 1987).
Jerami Padi adalah salah satu bahan baku utama yang digunakan untuk produksi pupl dan
kertas. Dalam konteks masa depan, jerami padi akan memainkan peranan yang penting dalam
industri pupl, khususnya negara-negara berkembang yang mempunyai suplemen batas kayu,
sementara bahan selain kayu banyak tersedia. Jerami padi merupakan salah satu bahan baku
potensial yang tersedia dibeberapa negara didunia. Penelitian tentang pemanfaatan jerami padi
sebagai bahan baku pulp dan kertas yang telah dilakukan kebanyakan menggunakan
proses organosolv. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas pulp yang dihasilkan
jerami padi tidak kalah dengan pulp dari bahan lainnya. Selain itu juga memiliki beberapa
keuntungan , diantaranya ramah lingkungan (Mierly, dkk, 1981).
Selama ini proses konvensional banyak digunakan dalam pembuatan pulp, dimana proses
tersebut terdiri dari tiga metode, yaitu metode mekanis, metode semi kimia, dan metode kimia.
Diantara ketiga metode tersebut paling sering digunakan adalah metode kimia dengan
menggunakan proses kraft tetapi karena rendeman pulp masih rendah maka dikembangkanlah
proses alternatif lain, proses tersebut adalah proses organosolv, yaitu pemprosesan menggunakan
pelarut organik. Prinsipnya adalah melakukan fraksionasi biomasa menjadi komponen utama
penyusunnya (selulosa, hemiselulosa, dan lignin ) tanpa banyak merusak ataupun mengubahnya
dan dapat diolah lelbih lanjut menjadi produk yang dapat dipasarkan. Kelebihan dari
proses organosolv dibandingkan dengan proses konvensional adalah :
1. Berdampak kecil bagi lingkungan yaitu tidak menimbulkan pencemaran seperti gas-gas
yang disebabkan oleh belerang.
2. Cairan pemasak (pelarut organik) bekas dapat digunakan kembali, setelah dimurnikan
terlebih dahulu.
3. Produk samping mempunyai daya jual seperti glukosa, heksosa, fulfural, adhesive, serta
bahan-bahan kimia ( Jiemenez, dkk, 1997)

52
Berbagai pelarut organik yang dapat digunakan sebagai media delignifikasi antara lain
alkohol, asam amina, glikol, keton, ester, dan turunan penol (Johannes, dkk, 1977).
Salah satu pelarut organik yang dikembangkan pemakaiannya adalah etanol. Pembuatan
pulp dari jerami padi dengan proses etanol diharapkan dapat menghasilkan pulp dengan
kandungan lignin rendah dan kandungan selulosa tinggi.

TINJAUAN PUSTAKA
 Jerami Padi (Oriza sativa)
Jerami adalah bagian vegetatif dari tanaman padi (batang, daun, tangkai malai). Ketiga
unsur ini relatif kuat karena mengandung unsur silika, dan selulosa yang tinggi serta pelapukan
yang memerlukan waktu yang relatif lama. Pada waktu tanaman dipanen, jerami adalah bagian
tanaman yang tidak dipungut. Bobot jerami padi merupakan fungsi dari (a) rejim air, (b) varietas,
nisbah/ gabah jerami, ( c ) cara budidaya, (d) kesuburan tanah, dan (e) musim, iklim, dan tinggi
tempat (Makarim, 2007).

 Natrium Hidroksida (NaOH)


Natrium hidroksida (NaOH) adalah suatu basa yang umum digunakan di laboratorium.
Namun demikian, karena padatan natrium hidroksida sulit diperoleh dalam keadaan murni,
larutan natrium hidroksida harus distandarisasi terlebih dahulu dalam kerja analitis yang
memerlukan keakuratan. Kita dapat menstandarisasi lautan hidroksida dengan menitrasinya
dengan menggunakan larutas asam yang sudah diketahui konsentrasinya secara tepat (Chang,
2003).
Natrium hidroksida (NaOH) sering disebut dengan kaustik soda atau soda api. NaOH
merupakan senyawa alkali yang bersifat basa dan mampu menetralisir asam. Bentuknya kristal
putih dan cepat menyerap kelembaban (Hambali, et al., 2006).

Adapun beberapa sifat dari Natrium Hidroksida (Perry & Green, 1999) yaitu :

 Berat Molekul : 40 gr/mol


 Densitas : 1040 kg/m3
 Titik lebur : 318,4 C

53
 Titik Didih : 1390 C
 Kelarutan dalam air : 111 g/100 ml (20 C)
 Berupa Kristal putih

 Pulp
Pulp adalah produk utama kayu, terutama digunakan untuk pembuatan kertas, tetapi pulp
juga diproses menjadi berbagai turunan selulosa, seperti rayon dan selofan. Pulp sering juga
disebut hasil pemisahan serat dari bahan baku berserat (kayu maupun non kayu) melalui berbagai
proses pembuatannya (mekanis, semikimia, kimia). Tujuan utama pembuatan pulp kayu adalah
untuk melepaskan serat-serat yang dapat dikerjakan secara kimia, atau secara mekanik atau
dengan kombinasi keduanya. Prinsip pembuatan pulp secara mekanis yakni dengan pengikisan
dengan menggunakan alat seperti grinda. Proses mekanis yang biasa dikenal diantaranya PGW
(Pine Groundwood), SGW (Semi Groundwood). Proses semi kimia merupakan kombinasi antara
mekanis dan kimia. Yang termasuk ke dalam proses ini diantaranya CTMP (Chemi Thermo
Mechanical Pulping) , NSSC (Neutral Sulfite Semichemical). Sedangkan yang termasuk proses
kimia yaitu proses kraft yang merupakan bagian proses basa dan proses sulfit yang termasuk
proses asam. Dimana proses kraft ini pertama sekali dikenal di Swedia pada tahun 1885. Disebut
kraft karena pulp yang dihasilkan dari proses ini memiliki kekuatan lebih tinggi dari pada proses
mekanis dan semikimia, akan tetapi rendemen yang dihasilkan lebih kecil diantara keduanya
karena komponen yang terdegradasi lebih banyak (lignin, ekstraktif dan mineral) (wikipedia,
2009).

 Pulping

Pulping adalah hasil pemisahan serat dari bahan baku berserat (kayu maupun non
kayu)melalui berbagai proses pembuatannya (mekanis, semikimia, kimia).Pulp terdiri dari serat
– serat (selulosa dan hemiselulosa) sebagai bahan baku kertas .Proses pembuatan pulp
diantaranya dilakukan dengan proses mekanis , kimia , dan semikimia. Prinsip pembuatan pulp
secara mekanis yakni dengan pengikisan dengan menggunakan alat seperti gerinda. Proses
mekanis yang biasa dikenal diantaranya PGW (Pine Groundwood), SGW (Semi Groundwood).
Proses semi kimia merupakan kombinasi antara mekanis dan kimia. Yang termasuk ke dalam

54
proses ini diantaranya CTMP (Chemi Thermo Mechanical Pulping) dengan memanfaatkan suhu
untuk mendegradasi lignin sehingga diperoleh pulp yang memiliki rendemen yang lebih rendah
dengan kualitas yang lebih baik daripada pulp dengan proses mekanis (Macklin, 2009).

 Kertas
Kertas merupakan alat dokumentasi, komunikasi, administrasi, dan transaksi yang
sampai saat ini tetap menjadi pilihan utama. Pengguna kertas hamper di setiap kota besar,
yang memiliki kegiatan atau lalu lintas perekonomian tinggi. Di kota- kota tersebut terdapat
sejumlah besar pertokoan, perkantoran, lembaga baik profit maupun non profit, sekolah,
Perguruan Tinggi dan sebagainya. Semua komponen tersebut adalah pengguna kertas yang
tinggi (Maulana, ____).

 Limbah Padat Jerami Padi


Jerami Padi merupakan biomassa dengan kandungan selulosa terbesar, disamping
hemiselulosa dan lignin dalam jumlah yang lebih kecil. Perbandingan komposisi kimia
jerami padi dengan beberapa biomassa lainnya dapat dilihat pada komposisi kimia jerami
padi dengan beberapa biomassa lainnya dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Komposisi Kimia beberapa Biomassa
Biomassa Selulosa Hemiselulosa Lignin Abu
lignoselulosa (% Berat) (% Berat) (% (%
Berat) Berat)
Sekam Padi 58,852 18,03 20,9 0,6-1
Jerami gandum 29-37 26-32 16-21 4-9
Jerami Padi 28-36 23-28 12-16 15-20
Tandan Kosong 36-42 25-27 15-17 0,7-6
Kelapa sawit
Ampas tebu 32-44 27-32 19-24 1,5-5
Bambu 26-43 15-26 21-31 1,7-5
Rumput Esparto 33-38 27-32 17-19 6-8
Kayu Keras 40-45 7-14 26-43 1
Kayu lunak 38-49 19-20 23-30 1

55
Sumber : Mierly, (1981)
 Komponen-Komponen Lignoselulosa
Komponen-komponen yang terdapat dalam jerami padi terdiri dari berbagai
komponen penyusun, diantaranya adalah komponen-komponen lignoselulosa yang terdiri
dari komponen-komponen sebagai berikut :
 Selulosa
Selulosa merupakan komponen biomasa terbesar , berfungsi sebagai pembentuk
struktur utama dinding sel tumbuhan. Selulosa adalah polisakarida yang tersusun atas β – D
glukopiranosa yang terikat satu sama lainnya dengan ikatan-ikatan glikosida (C-O-C).
Molekul-molekul selulosa membentuk mikrofibril, yang memiliki bagian yang sangat teratur
(kristalin) dengan diselingi bagian yang kurang teratur (amorft) . Rumus kimia untuk ikatan
1,4 – β – D – Glukopiranosa masing-masing diperlihatkan pada gambar 2.1a dan 2.1b.

Gambar 2.1a . Ikatan 1,4 – β – D – Glukopiranosa

56
Gambar 2.1a . Ikatan 1,6 – β – D – Glukopiranosa

Gambar 2.2 Struktur Selulosa


Permukaan rantai-rantai selulosa penuh dengan gugus-gusu OH. Gugus-gugus –
OH tersebut tidak hanya menentukan struktur supra molekul tetapi juga menentukan sifat fisika
dan kimia selulosa. Sifat-sifat mekanik lembaran pulp atau kertas ditentukan oleh ikatan antar
serat yang dihasilkan oleh ikatan –H antara permukaan –permukaan serat ( Fengel D, 1983).
Sifat-sifat permukaan serat, terutama jumlah gugus-gugus OH yang dapat membentuk ikatan
antar serat menentukan kekuatan suatu lembaran dan tergantung pada proses isolasi ( Fengel D,
1983).
Rumus kimia dari selulosa adalah (C6H10O5)n , dengan n sebagai jumlah pengulangan
unit-unit gula atau ukuran rantai polimer yang dinyatakan dengan derajat polimerisasi (DP) .
Besarnya derajat polimerisasi selulosa bervariasi menurut asal selulosa dan pengolahan yang
dilakukan. Pulp komersial biasanya diperoleh dari bahan kayu dengan selulosa yang memiliki
DP berat rat-rat 600- 1500. Struktur selulosa secara umum diperhatikan pada Gambar 2.2.
Selulosa tidak larut dalam kebanyakan pelarut, tetapi dapat dilarutkan oleh beberapa
asam pekat, seperti : asam sulfat (72%) , asam klorida( 41%), dan asam trifluoro asetat (100%).

57
Asam maupun enzim dapat menghidrolisis selulosa menjadi monosakarida. Umumnya kenaikan
temperatur dan tekanan dapat meningkatkan laju hidrolisis oleh asam. Adanya lignin dan
hemiselulosa di selulosa merupakan penghambat terhidrolisisnya selulosa ( Fengel. D, 1983).
Adapun faktor yang membuat selulosa disenangi untuk produksi pulp dan kertas adalah
(Murugan, 1996) :
a) Jumlahnya berlimpah, dapat melengkapi, dan mudah dipanen dan dipindah-pindahkan dan
akibatnya bahan ini murah harganya.
b) Zat ini umumnya berbentuk serat, dan kekuatan tariknya benar-benar tinggi.
c) Zat ini bisa menarik air, yang mempermudah persiapan mekanik dari serat-serat atau ikatan-
ikatan serat ketika campuaran serat tadi dikeringkan
d) Zat ini tidak dapat larut dalam air dan pelarut-pelarut organic
e) Tahan terhadap sejumlah bahan kimia yang menyebabkan dapat diisolasi dan dimurnikan dari
kayu yang merupakan sumber utama selulosa.

 Hemiselulosa
Hemiselulosa termasuk dalam kelompok polisakarida tetapi berbeda dengan selulosa,
karena memiliki berbagai unit gula, rantai molekul yang lebih pendek, dan adanya percabangan
rantai molekul. Komposisi dan jenis monomer hemiselulosa berbeda-beda untuk berbagai jenis
tanaman. Manosa merupakan monomer terbanyak dalam hemiselulosa kayu lunak, diikuti oleh
selulosa, glukosa, galaktosa, dan arabinosa. Pada kayu keras, selilosa merupakan monomer
utama hemiselulosa, diikuti dengan manosa, glukosa, galaktosa, serta sejumlah kecil arabinosa.
Gula penyusun hemiselulosa sama seperti gula penyusun selulosa yaitu glukosa, manosa,
galaktosa, arabinosa, dan asam glukonat. Beberapa sifat hemiselulosa antara lain sedikit larut
dalam air, larut dalam mineral encer, alkali encer, dan pelarut organik. (Susanto, 1998).

 Lignin
Lignin merupakan komponen makromolekul ketiga yang terdapat dalam biomassa,
berfungsi sebagai pengikat antar serat. Kandungan lignin dalam biomassa bervariasi menurut
spesies dan bagian tanaman. Kebanyakan biomassa kayu mempunyai kandungan lignin antara
20-40%.

58
Struktur molekul lignin terdiri dari sistem aromatik yang tersusun atas unit-unit
fenilpropan. Rumus sturktur lignin dapat digambarkan dengan 16 unit fenilpropan yang
menunjukkan sebagian makromolekul lignin. Berat molekul lignin bisa mencapai 11.000 dengan
kandungan unit fenilpropan sekitar 60.
Pengisolasian lignin dapat dilakukan dengan hidrolisis dan ekstraksi atau dengan
mengubahnya menjadi turunan lignin yang dapat larut. Beberapa sifat lignin antara lignin antara
lain tidak larut dalam air, asam mineral, dan larut parsial dalam asam organik pekat, dan larutan
alkali encer. ( Susanto, 1998),

 Proses Pembuatan Pulp Secara Konvensional


Sebagian besar pulp yang diproduksi didunia pada saat ini (80%) menggunakan proses
kraft, hanya sebagian kecil yang menggunakan proses kraft. Cairan pemasak yang digunakan
pada proses kraft adalah NaOH ditambah dengan pemasak aliran bawah vertikal, pada
temperatur 160- 180oC , tekanan 7-11 bar dan waktu pemasakan 4-6 jam.
Setelah pemasakan , pulp dan lindi pemasak (lindi hitam) dikeluarkan dari bagian bawah
bejana pada tekanan yang diturunkan masuk kedalam tangki penghembus. Kotoran ukuran besar
yang tidak cukup masak (mata kayu) disaring pada penyaring mata kayu dan dikembalikan
kedalam bejana untuk pemasakan ulang, lalu lindi pamasak bekas dikeluarkan . Setelah
pencucian pulp dengan arus yang berlawanan diproses lebih lanjut sedikit dan akhirnya
dikentalkan dan disimpan untuk diproses lebih lanjut.
Keuntungan –keuntungan proses kraft adalah :
 Selektivitas delignifikasi lebih tinggi
 Sifat-sifat pulp lebih baik
 Pemulihan bahan kimia lebih sederhana
Selain itu, kerugian –kerugian dari penggunaan proses kraft adalah :
 Rendemen pulp rendah
 Warna pulp yang gelap
 Memerlukan proses belaching yang sangat efisiensi

 Pembuatan Pulp dengan Pelarut Organik

59
Pembuatan pulp dengan menggunakan pelarut organik telah menjadi metode alternatif :
bagi proses –proses pembuatan pulp konvensional.
Berbagai pelarut organik yang dapat digunakan sebagai delignifikasi anatara lain :
Alkohol, asam amina, glikol, ester, fenol, dan turunan fenol (Johannson, dkk, 1987). Pelarut
organik yang pertama kali digunakan untuk proses pembuatan pulp ialah Etanol-HCl yang
digunakan oleh klason pada tahun 1893, kemudian pulp dengan menggunakan campuran etanol-
air dan metanol-air tanpa penambahan katalis, tetapi dield pulp sangat rendah dan merendukan
temperatur yang tinggi (Jimenez, dkk.1997). Pelestarian terhadap pelestarian lingkungan dan
konservasi sumber daya alam turut mendorong berkembangnya penggunaan pelarut organik
sebagai media delignifikasi. Pembuatan pulp dengan pelarut organik dikembangkan berdasarkan
pemisahan selektif dari komponen utama biomassa (selulosa, hemiselulosa, dan lignin), melalui
perbedaan sifat kimia komponen penyusunnya.
Kemudian sarkanen (1990), mengembangkan proses tersebut dengan penambahan sedikit
katalis NaOH (7-12%), dengan menambahkan katalis tersebut dapat menurunkan temperatur
reaksi sampai 30oC.
Keuntungan proses etanol adalah :
1. Menghasilkan produk samping yang mempunyai daya jauh
2. Ramah lingkungan ( tidak menimbulkan bau;)
3. Cairan pemasak mudah unutk dipulihkan kembali
Disamping proses etanol terdapat juga proses lain yaitu proses asam asetat, dimana
keuntungan dari proses asam asetat itu adalah :
 Keluwesan dalam pengoperasian , dapat dilakukan pada tekanan dan temperatur rendah atau
tinggi dan dapat dilakukan dengan atau tanpa katalis.
 Selektivitas delignifikasi yang baik untuk mempertahankan selulosa. Dibandingkan dengan
proses etanol, proses aam asetat ini tidak jauh berbeda dalam hal keuntungan dibidang
lingkungan. Namun saat ini para peneliti mencoba mengembangkan proses etanol.

BAHAN DAN METODE PRAKTIKUM


 Alat dan Bahan

60
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah parang, talenan, hot plate, gelas
ukur 1000 ml, spatula kaca, aluminium foil, saringan, kertas saring, cawan petri, oven,
blender dan plastik berbentuk lingkaran.
Bahan yang digunakan adalah 100 g jerami dengan panjang + 1 cm, NaOH (natrium
hidroksida), tepung kanji dan H2O (air).

 Prosedur
 Proses pulping (pembuburan)
1. Disiapkan + 100 g bahan baku (jerami kering)
2. Dipotong jerami dengan panjang + 1 cm
3. Disiapkan larutan NaOH 1 L sebanyak 6 %
4. Dimasak selama 3–4 jam sehingga menjadi bubur
 Pengujian kadar air pulp
1. Diambil 2 g jerami kering yang telah dipulping dan dimasukkan dalam cawan petri
2. Dioven pada suhu 103 + 2 0C sampai beratnya konstan sebanyak 5 kali ulangan
3. Dihitung kadar airnya
 Pembuatan lembaran
1. Ditimbang pulp sebanyak 3 g
2. Ditambahkan tepung kanji dengan perbandingan 1:1, 1:2 antara jerami dengan kanji
sebanyak 5 kali ulangan
3. Diaduk dan ditambahkan air secukupnya
4. Diblender sampai halus
5. Dibuat lembaran kertas di atas plastik berbentuk lingkaran
6. Dikeringkan sampai kertas bisa diambil dari plastic

Proses pembuatan pulp sangat sederhana yang bersifat ramah lingkungan serta
mudah dilakukan oleh petani dan masyarakat pedesaan. Jerami hasil panen yang telah
terkumpulkan masukan ke dalam kolam redaman, serta ditambahkan kapur/soda. Hasil
rendaman ditiriskan lalu digiling dengan kneader, hasil gilingan dijemur hingga kadar air
berkurang. Hasil gilingan yang telah dijemur dikemas untuk segera dijual ke perusahaan
pendukung.

61
62
BAB III

3.1 Kesimpulan

Pulp adalah hasil pemisahan serat dari bahan baku berserat (kayu maupun non kayu)
melalui berbagai proses pembuatannya (mekanis, semikimia, kimia). Pulp terdiri dari serat - serat
(selulosa dan hemiselulosa) sebagai bahan baku kertas.

Proses pembuatan pulp diantaranya dilakukan dengan proses mekanis, kimia, dan
semikimia. Prinsip pembuatan pulp secara mekanis yakni dengan pengikisan dengan
menggunakan alat seperti gerinda. Proses mekanis yang biasa dikenal di antaranya PGW (Pine
Groundwood), SGW (Semi Groundwood). Proses semi kimia merupakan kombinasi antara
mekanis dan kimia. Yang termasuk ke dalam proses ini di antaranya CTMP (Chemi Thermo
Mechanical Pulping) dengan memanfaatkan suhu untuk mendegradasi ligninsehingga diperoleh
pulp yang memiliki rendemen yang lebih rendah dengan kualitas yang lebih baik daripada pulp
dengan proses mekanis.

Proses pembuatan pulp dengan proses kimia dikenal dengan sebutan proses kraft. Disebut
kraft karena pulp yang dihasilkan dari proses ini memiliki kekuatan lebih tinggi daripada proses
mekanis dan semikimia, akan tetapi rendemen yang dihasilkan lebih kecil di antara keduanya
karena komponen yang terdegradasi lebih banyak (lignin, ekstraktif, dan mineral).

63
DAFTAR PUSTAKA

Rismijana et al., 2003. Bahan Baku Kertas Dari Pulp. Jakarta


Rahning Asri. 2017. Pembuatan Pulp Bonggol Jagung. Makalah.
Habiburrahman. 2015. Pembuatan Pulp Kayu. Makalah.
Naviga Nafata. 2015. Pemanasan Global. Makalah. Dikutip Dari
Http://Princekevin019.Blogspot.Com/2015/04/Makalah-pembuatan pulp jagung. 1 April.
Lila Muttamimmah. 2016. Komunikasi Antar Pribadi Kost Muslimah. Makalah.
Syafik Adnan. 2013.Tentang Pulp. Makalah.
Inan Nurlina. 2014. Teori Penetrasi Dalam Komunikasi Antarpribadi. Makalah.
Hanan Indah. 2012. Ilmu Pulp. Makalah.
Agung Tri. 2017. Sejarah Pupl. Makalah.
Kasih Intan. 2016.Jurnalistik Dari Masa Ke Masa. Makalah.
Lala Sholehatul. 2017. Bahan-Bahan Pengolahan Limbah. Makalah.

64

Anda mungkin juga menyukai