PENDAHULUAN
1
2
BAB II
PERKEMBANGAN SEMEN
membangun suatu bangunan yang tahan terhadap air laut yang disebut dengan
Eddystone-Light-House, pada tahun 1756.
oleh James Frost pada tahun 1811 dan didirikan pula suatu pabrik di distrik
London.
Tanggal 21 Oktober 1824, semen Portland Joseph mendapat hak paten dari
raja Inggris. Walau pun demikian ia tetap merahasiakan bahan campuran yang ia
temukan, dan ia tidak memproduksi nya secara masal. Setelah ia wafat,
pengembangan dan pemasaran secara masal semen ini di teruskan oleh anaknya
yang bernama William Joseph di Jerman. Pada tahun 1877, Jerman melakukan
penelitian lebih lanjut terhadap semen Portland, hingga membentuk asosiasi
pengusaha dan ahli semen. 30 tahun kemudian asosiasi tersebut menyebar hingga
ke Inggris.
Semen merupakan hasil industri yang sangat kompleks, dengan campuran
serta susunan yang berbeda-beda. Semen dapat dibedakan menjadi dua kelompok,
yaitu: Semen non-hidrolik dan semen hidrolik.
7
semen portland yang dicampur dengan kapur padam. Namun karena dianggap
kurang praktis maka diperkanalkan Semen Masonry.
Klin pertama pabrik semen Indarung selesai dibangun pada 1911 dengan
kapasitas produksi 76,5 ton sehari. Klin kedua dibangun setahun kemudian,
dengan kapasitas yang sama.
portland berkolaborasi dengan bahan lain. Jika bertemu air (minus bahan-bahan
lain), misalnya, memunculkan reaksi kimia yang sanggup mengubah ramuan jadi
sekeras batu. Jika ditambah pasir, terciptalah perekat tembok nan kokoh. Namun
untuk membuat pondasi bangunan, campuran tadi biasanya masih ditambah
dengan bongkahan batu atau kerikil, biasa disebut concrete atau beton. Beton bisa
disebut sebagai mahakarya semen yang tiada duanya di dunia. Nama asingnya,
concrete diambil dari gabungan prefiks bahasa Latin com, yang artinya bersama-
sama, dan crescere (tumbuh). Maksudnya kira-kira, kekuatan yang tumbuh karena
adanya campuran zat tertentu. Dewasa ini, nyaris tak ada gedung pencakar langit
berdiri tanpa bantuan beton. Meski bahan bakunya sama, "dosis" semen
sebenarnya bisa disesuaikan dengan beragam kebutuhan. Misalnya, jika kadar
aluminanya diperbanyak, kolaborasi dengan bahan bangunan lainnya bisa
menghasilkan bahan tahan api. Ini karena sifat alumina yang tahan terhadap suhu
tinggi. Ada juga semen yang cocok buat mengecor karena campurannya bisa
mengisi pori-pori bagian yang hendak diperkuat.
b. Mineral Semen
17
Umumnya, stock pile dibagi menjadi 2 bagian yaitu sisi kanan dan siosi
kiri. Hal ini dilakukan untuk menunjang proses, jika stock pile bagian kanan
sedang digunakan masukan proses, maka sisi bagian kiri akan diisi bahan baku
dari crusher. Begitu juga sebaliknya, untuk mengatur letak penyimpanan bahan
baku, digunakan reclaimer. Reclaimer ini berfungsi untuk memindahkan atau
mengambil raw material dari stock pile ke belt conveyor dengan kapasitas
tertentu, sesuai dengan kebutuhan proses, alat ini sendiri berfungsi untuk
menghomogenkan bahan baku yang akan dipindahkan ke belt conveyor.
Selanjutnya bahan baku dikirim dengan menggunakan belt conveyor menuju
tempat penyimpanan kedua, yang bias dikatakan merupakan awalan masukan
proses pembuatan semen, yaitu bin. Umumnya ada 4 buah bin yang diisi oleh
masing-masing 4 material bahan baku, yaitu limestone, clay, pasir silica, dan pasir
besi. Semua bin dilengkapi dengan alat pendeteksi ketinggian atau level indikator
sehingga apabila bin sudah penuh, maka secara otomatis masukan material ke
dalam bin akan terhenti.
sebagai media pembawa bahan-bahan yang telah halus menuju alat proses
selanjutnya.
3. Proses Pembakaran
a. Pemanasan Awal (Pre-heating)
Alat utama yang digunakan untuk proses pemanasan awal bahan baku
adalah suspension pre-heater, sedangkan alat bantunya adalah kiln feed
bin. Setelah mengalami homogenisasi di blending silo, material terlebih dahulu
ditampung ke dalam kiln feed bin. Bin ini merupakan tempat umpan yang akan
masuk ke dalam pre-heater. Suspension pre-heater merupakan suatu susunan 4-5
buah cyclone dan 1 buah calciner yang tersusun menjadi 1 string. Suspension pre-
heater yang digunakan terdiri dari 2 bagian, yaitu In-Line Calciner (ILC) dan
Separate Line Calciner (SLC). Material akan masuk terlebih dahulu pada cyclone
yang paling atas hingga keluar dari cyclone kelima. Setelah itu, material akan
masuk ke dalam rotary kiln.
b. Pembakaran (Firing)
Alat utama yang digunakan adalah tanur putar atau rotary kiln. Di dalam
kiln terjadi proses kalsinasi (hingga 100%), sintering, dan clinkering. Temperatur
material yang masuk ke dalam tanur putar adalah 800900C, sedangkan
temperatur clinker yang keluar dari tanur putar adalah 1100-1400C. Kiln berputar
(rotary kiln) merupakan peralatan utama di seluruh unit pabrik semen, karena di
dalam kiln akan terjadi semua proses kimia pembentukan klinker dari bahan
bakunya (raw mix). Secara garis besar, di dalam kiln terbagi menjadi 3 zone yaitu
zone kalsinasi, zone transisi, dan zone sintering (klinkerisasi). Perkembangan
teknologi mengakibatkan sebagian zone kalsinasi dipindahkan ke suspension
preheater dan kalsiner, sehingga proses yang terjadi di dalam kiln lebih efektif
ditinjau dari segi konsumsi panasnya. Proses perpindahan panas di dalam kiln
sebagian besar ditentukan oleh proses radiasi sehingga diperlukan isolator yang
baik untuk mencegah panas terbuang keluar. Isolator tersebut adalah batu tahan
20
api dan coating yang terbentuk selama proses. Karena fungsi batu tahan api di tiap
bagian proses berbeda maka jenis batu tahan api disesuaikan dengan fungsinya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan coating antara lain:
1. Komposisi kimia raw mix
2. Konduktivitas termal dari batu tahan api dan coating
3. Temperatur umpan ketika kontak dengan coating
4. Temperatur permukaan coating ketika kontak dengan umpan
5. Bentuk dan temperatur flame
Pada zone sintering fase cair sangat diperlukan, karena reaksi klinkerisasi
lebih mudah berlangsung pada fase cair. Tetapi jumlah fase cair dibatasi 20-30 %
untuk memudahkan terbentuknya coating yang berfungsi sebagai isolator kiln.
Pada kiln tanpa udara tertier hampir seluruh gas hasil pembakaran maupun untuk
pembakaran sebagian bahan bakar di calciner melalui kiln. Karena di dalam kiln
diperlukan temperatur tinggi untuk melaksanakan proses klinkerisasi, maka
kelebihan udara pembakaran bahan bakar di kiln dibatasi maksimum sekitar 20
30%, tergantung dari bagaimana sifat rawmeal mudah tidaknya dibakar
(burnability of the rawmix). Dengan demikian maksimum bahan bakar yang
dibakar di in-line calciner adalah sekitar 20 25%. Pada umumnya calciner jenis
ini bekerja dengan pembakaran bahan bakar berkisar antara 10% hingga 20% dari
seluruh kebutuhan bahan bakar, karena pembakaran di calciner juga akan
menghasilkan temperatur gas keluar dari top cyclone yang lebih tinggi yang
berarti pemborosan energi pula. Sisa bahan bakar yang berkisar antara 80%
hingga 90% dibakar di kiln. Untuk menaksir seberapa kelebihan udara
pembakaran di kiln dalam rangka memperoleh operasi kiln yang baik akan
dilakukan perhitungan tersendiri. Kiln tanpa udara tertier dapat beroperasi dengan
cooler jenis planetary sehingga instalasi menjadi lebih sederhana dan konsumsi
daya listrik lebih kecil dibanding dengan sistem kiln yang memakai cooler jenis
grate.
Pada kiln dengan udara tertier, bahan bakar yang dibakar di kiln dapat
dikurangi hingga sekitar 40% saja (bahkan dapat sampai sekitar 35%), sedangkan
sisanya yang 60% dibakar di calciner. Dengan demikian beban panas yang
diderita di kiln berkurang hingga tinggal sekitar 300 kkal/kg klinker. Karena
21
dimensi kiln sangat bergantung pada jumlah bahan bakar yang dibakar, maka
secara teoritis kapasitas produksi kiln dengan ukuran tertentu menjadi sekitar 2,5
kali untuk sistem kiln dengan udara tertier dibanding dengan kiln tanpa udara
tertier. Sebagai contoh untuk kapasitas 4000 Ton Per Hari (TPD), kiln tanpa udara
tertier membutuhkan diameter sekitar 5,5 m. Sedangkan untuk kiln dengan ukuran
yang sama pada sistem dengan udara tertier misalnya sistem SLC dapat beroperasi
maksimum pada kapasites sekitar 10.000 TPD. Namun kiln dengan udara tertier
harus bekerja dengan cooler jenis grate cooler sehingga diperlukan daya listrik
tambahan sekitar 5 kWh/ton klinker dibanding kiln dengan planetary cooler.
c. Pendinginan (Cooling)
Alat utama yang digunakan untuk proses pendinginan clinker adalah
cooler. Selanjutnya clinker dikirim menuju tempat penampungan clinker (clinker
silo) dengan menggunakan alat transportasi yaitu pan conveyor. Laju kecepatan
pendinginan klinker menentukan komposisi akhir klinker. Jika klinker yang
terbentuk selama pembakaran didinginkan perlahan maka beberapa reaksi yang
telah terjadi di kiln akan berbalik (reverse), sehingga C 3S yang telah terbentuk di
kiln akan berkurang dan terlarut pada klinker cair yang belum sempat memadat
selama proses pendinginan. Dengan pendinginan cepat fasa cair akan memadat
dengan cepat sehingga mencegah berkurangnya C3S.
Fasa cair yang kandungan SiO2-nya tinggi dan cair alumino-ferric yang
kaya lime akan terkristalisasi sempurna pada pendinginan cepat. Laju pendinginan
juga mempengaruhi keadaan kristal, reaktivitas fasa klinker dan tekstur klinker.
Pendinginan klinker yang cepat berpengaruh pada perilaku dari oksida
magnesium dan juga terhadap soundness dari semen yang dihasilkan. Makin cepat
proses pendinginannya maka kristal periclase yang terbentuk semakin kecil yang
timbul pada saat kristalisasi fasa cair. Klinker dengan pendinginan cepat
menunjukkan daya spesifik yang lebih rendah. Hal ini disebabkan proporsi fasa
cair yang lebih besar dan sekaligus ukuran kristalnya lebih kecil.
material sebagai pengganti clay dan sebagian limestone (batu kapur). Adapun
Prosesnya sebagai berikut:
1. Preprocessing
Raw material (incineration ash dan endapan air kotor rumah tangga) diproses
terlebih dahulu, seperti dengan pengeringan (drying), crushing, dan logam yang
masih terkandung dalam raw material dipisahkan dan direcycle.
4. Firing
Setelah itu dimasukkan ke dalam rotary klin, untuk kemudian dibakar pada
suhu di atas 1,350C. Pada proses ini, dioksin dan senyawa berbahaya lainnya
yang terkandung pada inceneration ash akan terurai dengan aman. Gas limbah
dari rotary klin kemudian didinginkan secara cepat hingga suhu 200C untuk
mencegah terbentuknya dioksin kembali. Pada proses ini pula logam berat yg
masih terkandung dipisahkan dan dikumpulkan ke dalam bag filter sebagai debu
yang mengandung chlorine. Debu ini kemudian dialirkan ke Heavy Metal
Recovery Process. Pada proses ini, chlorine yang masih terkandung akan
dihilangkan dan menghasilkan sebuah articial ore seperti tembaga dan timbal
yang kemurniannya mencapai 35 % atau lebih.
26
Pada proses firing ini akan menghasilkan clinker (intermediate stage pada
industri semen) yang kemudian dikirim ke clinker tank.
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapatkan pada makalah ini adalah:
27