Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

DRAINASE SISTEM POLDER

Laporan ini diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Sistem Drainase

Dosen Pengampu:
Eddy Nashrullah, S.T., M.T.
NIP. 19910708 202203 1 005

Disusun Oleh:
Kelompok 2

Erina Febriyanti 2010811220032


Muhammad Maulana Arief 2010811210016
Normildawati 2010811220034
Nurhaliza Febriyani 2010811220036
Tania Valentina 2010811220081

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK SIPIL
BANJARBARU
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga penulis dapat menyusun makalah yang
berjudul “DRAINASE SISTEM POLDER” dengan baik dan tepat waktu.
Dalam penyusunan karya tulis ini, penulis menyadari tidak dapat bekerja
seorang diri melainkan bekerja sama dengan berbagai pihak. Maka atas
terselesaikannya makalah ini, penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Eddy Nashrullah, S.T., M.T. yang menjadi dosen pengampu mata kuliah
Sistem Drainase.
2. Kelompok 4 yang telah berusaha menyelesaikan makalah ini dengan baik.
3. Teman-teman dan seluruh pihak yang telah membantu dalam pengerjaan
makalah ini hingga selesai.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kami sebagai penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun
demi kesempurnaan makalah ini.

Banjarbaru, 24 Desember 2022


Hormat Kami,

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii


DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................... 2
1.3 Tujuan ........................................................................................................................ 2
1.4 Manfaat ...................................................................................................................... 2
BAB II DASAR TEORI ........................................................................................ 3
2.1 Drainase Sistem Polder ............................................................................................ 3
2.2 Karakteristik Sistem Polder ..................................................................................... 5
2.3 Fungsi Polder ............................................................................................................ 5
2.4 Elemen Sistem Polder .............................................................................................. 5
2.4.1 Jaringan Drainase ................................................................................................... 5
2.4.2 Tanggul .................................................................................................................... 7
2.4.3 Kolam Retensi ........................................................................................................ 7
2.4.4 Pompa .................................................................................................................... 11
2.5 Penggunaan Sistem Polder .................................................................................... 13
2.6 Konsep Pengeringan Sistem Polder Dengan Pompa ......................................... 14
2.7 Contoh-contoh Drainase Sistem Polder ............................................................... 15
BAB III PETUNJUK TEKNIS PERENCAANAN DRAINASE POLDER ... 17
3.1 Pengertian ................................................................................................................ 17
3.2 Sistem Polder .......................................................................................................... 17
3.3 Sifat-Sifat Polder .................................................................................................... 17
3.4 Komponen-Komponen Sistem Polder ................................................................. 17
3.5 Aspek Teknis Sistem Polder ................................................................................. 18
3.6 Langkah Perencanaan Teknik dan Perhitungan Kolam Retensi dan Polder ... 18
BAB IV PENUTUP ............................................................................................. 20
4.1 Kesimpulan .............................................................................................................. 20
4.2 Saran ......................................................................................................................... 20

iii
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 21
LAMPIRAN ......................................................................................................... 22

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Sistem Polder .................................................................................................. 4


Gambar 2.2 Skema Jaringan Drainase pada Sistem Polder ................................................ 7
Gambar 2.3 Contoh Kolam Retensi Tawang, Semarang .................................................... 9
Gambar 2.4 Kolam Retensi Tipe di Samping Badan Sungai .............................................. 9
Gambar 2.5 Kolam Retensi Tipe di Dalam Badan Sungai................................................ 10
Gambar 2.6 Kolam Retensi Tipe Storage Memanjang ..................................................... 11
Gambar 2.7 Pompa Air Modern........................................................................................ 12

v
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semakin berkembangnya suatu daerah atau tempat, lahan kosong untuk meresapkan
air secara alami akan semakin berkurang. Permukaan tanah tertutup oleh beton dan aspal, hal
ini akan menambah kelebihan air yang tidak terbuang. Kelebihan air ini jika tidak dapat
dialirkan akan menyebabkan genangan. Dalam perencanaan saluran drainase harus
memperhatikan tata guna lahan daerah tangkapan air saluran drainase yang bertujuan
menjaga ruas jalan tetap kering walaupun terjadi kelebihan air, sehingga air permukaan tetap
terkontrol dan tidak mengganggu pengguna jalan.
Saluran drainase adalah salah satu bangunan pelengkap pada ruas jalan dalam
memenuhi salah satu persyaratan teknis prasarana jalan. Saluran drainase jalan raya berfungsi
untuk mengalirkan air yang dapat mengganggu pengguna jalan, sehingga badan jalan tetap
kering. Pada umumnya saluran drainase jalan raya adalah saluran terbuka dengan
menggunakan gaya gravitasi untuk mengalirkan air menuju outlet. Distribusi aliran dalam
saluran drainase menuju outlet ini mengikuti kontur jalan raya, sehingga air permukaan akan
lebih mudahmengalir secara gravitasi. Salah satu sistem drainase yang juga dapat mencegah
banjir adalah drainase sistem polder.
Penerapan sistem polder dapat memecahkan masalah banjir perkotaan. Suatu
subsistem-subsistem pengelolaan tata air tersebut sangat demokratis dan mandiri sehingga
dapat dikembangkan dan dioperasikan oleh dan untuk masyarakat dalam hal pengendalian
banjir kawasan permukiman mereka. Unsur terpenting di dalam sistem polder adalah
organisasi pengelola, tata kelola sistem berbasis partisipasi masyarakat yang demokratis dan
mandiri, serta infrastruktur tata air yang dirancang, dioperasikan dan dipelihara oleh
masyarakat. Sedangkan pemerintah hanya bertanggung jawab terhadap pengintegrasian
sistem-sistem polder, pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan sungai-sungai utama.
Hal tersebut merupakan penerapan prinsip pembagian tanggung jawab dan koordinasi dalam
good governance.

1
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan drainase sistem polder?
2. Bagaimana teknis perencanaan drainase sistem polder?
3. Apa saja elemen sistem polder?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengertian drainase sistem polder.
2. Memaparkan teknik perencanaan drainase polder.
3. Menjabarkan elemen sistem polder.

1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini adalah pembaca diharapkan mampu memahami,
merancang dan melakukan Perencanaan sistem Polder dan Kolam Retensi, berdasarkan
standar yang ditentukan, sehingga memberikan manfaat dalam penyelenggaraan sistem
drainase di daerah.

2
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Drainase Sistem Polder


Sesuai Peraturan Menteri Pekerjaaan Umum Republik Indonesia Nomor 12/
PRT/M/2014 Tentang Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan Sistem Polder adalah
sistem penanganan drainase perkotaan dengan cara mengisolasi daerah yang dilayani dari
pengaruh limpasan air hujan / air laut serta limpasan dari prasarana lain (jalan, jalan kereta
api), yang terdiri dari kolam penampung, sistem drainase serta perpompaan.
Sistem polder adalah sistem penanganan drainase perkotaan dengan cara mengisolasi
daerah yang dilayani (catchment area) terhadap masuknya air dari luar sistem baik berupa
limpasan (overflow) maupun aliran di bawah permukaan tanah (gorong-gorong dan
rembesan), serta mengendalikan ketinggian muka air banjir di dalam sistem sesuai dengan
rencana kebutuhan (Al Falah, 2008).
Polder adalah sekumpulan dataran rendah yang membentuk kesatuan hidrologis
artifisial yang dikelilingi oleh tanggul (dijk/dike). Pada daerah polder, air buangan (air kotor
dan air hujan) dikumpulkan di suatu badan air (sungai, situ) lalu dipompakan ke sungai atau
kanal yang langsung bermuara ke laut. Tanggul yang mengelilingi polder bisa berupa
pemadatan tanah dengan lapisan kedap air, dinding batu, bisa juga berupa konstruksi beton
dan perkerasan yang canggih. Polder juga bisa diartikan sebagai tanah yang direklamasi,
artinya semula basah dikeringkan (Wahyudi & Adi, 2016).
Polder identik dengan negeri kincir angin Belanda yang seperempat wilayahnya
berada di bawah muka laut dan memiliki lebih dari 3000 polder. Sebelum ditemukannya
mesin pompa, kincir angin digunakan untuk menaikkan air dari suatu polder ke polder lain
yang lebih tinggi, untuk selanjutnya dipompa ke sungai, muara dan laut (Wahyudi & Adi,
2016).
Sistem polder adalah sistem penanganan drainase perkotaan dengan cara
mengisolasi daerah yang dilayani (catchment area) terhadap masuknya air dari luar
sistem baik berupalimpasan (overflow) maupun aliran di bawah permukaan
tanah (gorong-gorong dan rembesan), serta mengendalikan ketinggian muka air
banjirdi dalam sistem sesuai denganLokasi PengembanganSistem Polder rencana
kebutuhan (Al Falah, 2008). Drainase sistem polder digunakan untuk kondisi
sebagai berikut:

3
a. Elevasi/ketinggian muka tanah lebih rendah dari elevasi muka air laut
pasang.
b. Elevasi/ketinggian muka tanah lebih rendah dari elevasi muka air banjir
sungai yangmerupakan outlet dari saluran drainase kota.
c. Daerah yang mengalami penurunan (land subsidence) sehingga daerah
yang semula lebih tinggi dari muka air laut pasang atau muka air
banjir di sungai menjadi lebih rendah (Rahmawati dkk., 2017).

Gambar 2.1 Sistem Polder


(Sumber: Wahyudi & Adi, 2016)
Latar belakang dikembangkannya sistem Polder antara lain:
1. Pengembangan kota-kota pantai di Indonesia seperti Jakarta dan Semarang seringkali
lebih didasarkan pada kepentingan pertumbuhan ekonomi.
2. Pengembangan kawasan-kawasan ini menimbulkan banjir yang menunjukkan ketidak
seimbangan pembangunan.
3. Perlu upaya peningkatan / Pengembangan aspek Teknologi dan Manajemen, untuk
pengendalian banjir dan ROB di kota-kota pantai di Indonesia, untuk itu Sistem Polder
dikembangkan dengan menggunakan paradigma baru, yaitu :
• Berwawasan lingkungan (environment oriented),
• Pendekatan kewilayahan (regional based),
• Pemberdayaan masyarakat pengguna (community partisipatory)
(Wahyudi & Adi, 2016).

4
2.2 Karakteristik Sistem Polder
Polder adalah suatu kawasan yang didesain sedemikian rupa dan dibatasi dengan
tanggul sehingga limpasan air yang berasal dari luar kawasan tidak dapat masuk. Dengan
demikian hanya aliran permukaan atau kelebihan air yang berasal dari kawasan itu sendiri
yang akan dikelola oleh sistem polder. Di dalam polder tidak ada aliran permukaan bebas
seperti pada daerah tangkapan air alamiah, akan tetapi dilengkapi dengan bangunan
pengendali pada pembuangannya dengan penguras atau pompa yang berfungsi
mengendalikan kelebihan air. Muka air di dalam sistem polder tidak bergantung pada
permukaan air di daerah sekitarnya karena polder mempergunakan tanggul dalam
operasionalnya sehingga air dari luar kawasan tidak dapat masuk ke dalam sistem polder.

2.3 Fungsi Polder


Pada awalnya polder dibuat untuk kepentingan pertanian. Tetapi beberapa dekade
belakangan ini sistem polder juga diterapkan untuk kepentingan pengembangan industri,
permukiman, fasilitas umum serta untuk kepentingan lainnya dengan alasan keamanan.
Fungsi utama polder adalah sebagai pengendali muka air di dalam sistem polder tersebut.
Untuk kepentingan permukiman, muka air di dalam Sistem dikendalikan supaya tidak terjadi
banjir/genangan. Air di dalam sistem dikendalikan sedemikian rupa sehingga jika terdapat
kelebihan air yang dapat menyebabkan banjir, maka kelebihan air itu dipompa keluar sistem
polder.

2.4 Elemen Sistem Polder


Sistem polder terdiri dari jaringan drainase, tanggul, kolam retensi dan badan pompa.
Keempat elemen sistem polder harus direncanakan secara integral, sehingga dapat bekerja
secara optimal.

2.4.1 Jaringan Drainase


Drainase adalah istilah yang digunakan untuk sistem penanganan kelebihan air.
Khusus istilah drainase perkotaan, kelebihan air yang dimaksud adalah air yang berasal dari
air hujan. Kelebihan air hujan pada suatu daerah, dapat menimbulkan masalah yaitu banjir
atau genangan air, sehingga diperlukan adanya saluran drainase yang berfungsi menampung
air hujan dan kemudian mengalirkan air hujan tersebut menuju kolam penampungan. Dari

5
kolam penampungan tersebut, untuk mengendalikan elevasi muka air, kelebihan air tersebut
harus dibuang melalui pemompaan.
Pada suatu sistem drainase perkotaan terdapat jaringan saluran drainase yang
merupakan sarana drainase lateral berupa pipa, saluran tertutup dan saluran terbuka.
Berdasarkan cara kerjanya saluran drainase terbagi dalam beberapa jenis, yaitu saluran
pemotong, saluran pengumpul dan saluran pembawa.
a) Saluran Pemotong (interceptor) adalah saluran yang berfungsi sebagai pencegah
terjadinya pembebanan aliran dari suatu daerah terhadap daerah lain di bawahnya.
Saluran ini biasanya dibangun dan diletakkan pada bagian yang relatif sejajar dengan
bangunan kontur.
b) Saluran Pengumpul (collector) adalah saluran yang berfungsi sebagai pengumpul debit
yang diperoleh dari saluran drainase yang lebih kecil dan akhirnya akan dibuang ke
saluran pembawa. Letak saluran pembawa ini di bagian terendah lembah ini suatu
daerah sehingga secara efektif dapat berfungsi sebagai pengumpul dari anak cabang
saluran yang ada.
c) Saluran Pembawa (conveyor). adalah saluran yang berfungsi sebagai pembawa air
buangan dari suatu daerah ke lokasi pembuangan tanpa membahayakan daerah yang
dilalui. Sebagai contoh adalah saluran banjir kanal atau sudetan-sudetan atau saluran by
pass yang bekerja khusus hanya mengalirkan air secara cepat sampai ke lokasi
pembuangan. Untuk menjamin berfungsinya saluran drainase secara baik, diperlukan
bangunan-bangunan pelengkap di tempat-tempat tertentu. Jenis bangunan pelengkap itu
adalah:
• Bangunan Silang; misalnya gorong-gorong atau siphon
• Bangunan Pintu Air; misalnya pintu geser atau pintu otomatis
• Bangunan peresap (infiltrasi) misalnya sumur resapan
Semua bangunan yang disebutkan di atas tidak selalu harus ada pada setiap jaringan drainase.
Keberadaannya tergantung pada kebutuhan setempat yang biasanya dipengaruhi oleh fungsi
saluran, tuntutan akan kesempurnaan jaringannya, dan kondisi lingkungan. Gambar ilustrasi
mengenai jaringan drainase dalam sistem polder dapat dilihat pada Gambar 2.2.

6
Gambar 2.2 Skema Jaringan Drainase pada Sistem Polder
(Sumber: Basic concepts of polders, Prof.dr.E.Schultz)

2.4.2 Tanggul
Tanggul merupakan suatu batas yang mengelilingi suatu badan air atau
daerah/wilayah tertentu dengan elevasi yang lebih tinggi daripada elevasi di sekitar kawasan
tersebut, yang bertujuan untuk melindungi kawasan tersebut dari limpasan air yang berasal
dari luar kawasan. Dalam bidang perairan, laut dan badan air merupakan daerah yang
memerlukan tanggul sebagai pelindung di sekitarnya. Jenis – jenis tanggul, antara lain :
tanggul alamiah, tanggul timbunan, tanggul beton dan tanggul infrastruktur. Tanggul alamiah
yaitu tanggul yang sudah terbentuk secara alamiah dari bentukan tanah dengan sendirinya.
Contohnya bantaran sungai di pinggiran sungai secara memanjang.
Tanggul timbunan adalah tanggul yang sengaja dibuat dengan menimbun tanah atau
material lainnya, di pinggiran wilayah. Contohnya tanggul timbunan batuan di sepanjang
pinggiran laut. Tanggul beton merupakan tanggul yang sengaja dibangun dari campuran
perkerasan beton agar berdiri dengan kokoh dan kuat. Contohnya tanggul bendung, dinding
penahan tanah (DPT).
Tanggul infrastruktur merupakan sebuah struktur yang didesain dan dibangun secara
kuat dalam periode waktu yang lama dengan perbaikan dan pemeliharaan secara terus
menerus, sehingga seringkali dapat difungsikan sebagai sebuah tanggul, misal jalan raya.

2.4.3 Kolam Retensi


Kolam Retensi adalah kolam/waduk penampungan air hujan dalam jangka waktu
tertentu. Fungsinya untuk memotong puncak banjir yang terjadi dalam badan air/sungai.
Kolam retensi merupakan suatu cekungan atau kolam yang dapat menampung atau
meresapkan air didalamnya, tergantung dari jenis bahan pelapis dinding dan dasar kolam.
Kolam retensi dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu kolam alami dan kolam non alami.

7
Kolam alami yaitu kolam retensi yang berupa cekungan atau lahan resapan yang sudah
terdapat secara alami dan dapat dimanfaatkan baik pada kondisi aslinya atau dilakukan
penyesuaian.
Pada umumnya perencanaan kolam jenis ini memadukan fungsi sebagai kolam
penyimpanan air dan penggunaan oleh masyarakat dan kondisi lingkungan sekitarnya.
Kolam jenis alami ini selain berfungsi sebagai tempat penyimpanan, juga dapat meresapkan
pada lahan atau kolam yang pervious, misalnya lapangan sepak bola ( yang tertutup oleh
rumput ), danau alami, seperti yang terdapat di taman rekreasi dan kolam rawa Kolam non
alami yaitu kolam retensi yang dibuat sengaja didesain dengan bentuk dan kapasitas tertentu
pada lokasi yang telah direncanakan sebelumnya dengan lapisan bahan material yang kaku,
seperti beton. Pada kolam jenis ini air yang masuk ke dalam inlet harus dapat menampung
air sesuai dengan kapasitas yang telah direncanakan sehingga dapat mengurangi debit banjir
puncak (peak flow) pada saat over flow, sehingga kolam berfungsi sebagai tempat
mengurangi debit banjir dikarenakan adanya penambahan waktu kosentrasi air untuk
mengalir dipermukaan. Kapasitas kolam retensi yang dapat menampung volume air pada
saat debit banjir puncak, dihitung dengan persamaan umum seperti di bawah ini :

𝑡
𝑉 = ∫𝑡0(𝑄𝑖𝑛 − 𝑄𝑜𝑢𝑡)𝑑𝑡 (2.1)

Dengan:
V = volume kolam
t = waktu awal air masuk ke dalam inlet
t0 = waktu air keluar dari outflow
Qin = debit inflow
Qout = debit outflow

8
Gambar 2.3 Contoh Kolam Retensi Tawang, Semarang
(Sumber: Modul 4 Perencanaan Sistem Polder & Kolam Retensi)

Air yang dibuang dari kolam retensi dapat dialirkan secara gravitasi, namun untuk
sungai/laut yang mempunyai elevasi lebih tinggi diperlukan pompa (non gravitasi).Beberapa
tipe Kolam retensi antara lain:
a) Kolam retensi yang terletak di samping badan sungai
Tipe ini memiliki bagian-bagian berupa kolam retensi, pintu inlet, bangunan pelimpah
samping, pintu outlet, jalan akses menuju kolam retensi, ambang rendah di depan pintu
outlet, saringan sampah dan kolam penangkap sedimen. Kolam retensi jenis ini cocok
diterapkan apabila tersedia lahan yang luas untuk kolam retensi sehingga kapasitasnya
bisa optimal. Keunggulan dari tipe ini adalah tidak mengganggu sistem aliran yang ada,
mudah dalam pelaksanaan dan pemeliharaan.

Gambar 2.4 Kolam Retensi Tipe di Samping Badan Sungai


(Sumber: Modul 4 Perencanaan Sistem Polder & Kolam Retensi)

9
b) Kolam retensi yang terletak di samping badan sungai
Kolam retensi jenis ini memiliki bagian-bagian berupa tanggul keliling, pintu outlet,
bendung, saringan sampah dan kolam sedimen. Tipe ini diterapkan bila lahan untuk
kolam retensi sulit didapat. Kelemahan dari tipe ini adalah kapasitas kolam yang
terbatas, harus menunggu aliran air dari hulu, pelaksanaan lebih sulit dan pemeliharaan
lebih mahal.

Gambar 2.5 Kolam Retensi Tipe di Dalam Badan Sungai


(Sumber: Modul 4 Perencanaan Sistem Polder & Kolam Retensi)

c) Kolam retensi storage memanjang


Kelengkapan sistem dari kolam retensi tipe ini adalah saluran yang panjang dan dalam
serta cek dam atau bendung setempat. Tipe ini digunakan apabila lahan tidak tersedia
sehingga harus mengoptimalkan saluran drainase yang ada. Kelemahan dari tipe ini
adalah kapasitasnya terbatas, menunggu aliran air yang ada dan pelaksanaannya lebih
sulit. Ukuran ideal suatu kolam retensi adalah dengan perbandingan panjang/lebar lebih
besar dari 2:1. Sedang dua kutub aliran masuk (inlet) dan keluar (outlet) terletak kirakira
di ujung kolam berbentuk bulat telor itulah terdapat kedua “mulut” masuk dan keluarnya
(aliran) air. Keuntungan yang diperoleh adalah bahwa dengan bentuk kolam yang
memanjang semacam itu, ternyata sedimen relatif lebih cepat mengendap dan interaksi
antar kehidupan (proses aktivitas biologis) di dalamnya juga menjadi lebih aktif karena
terbentuknya air yang ‟terus bergerak, namun tetap dalam kondisi tenang. Tanaman
tetentu dapat menstabilkan dinding kolam dan mendapat makanan (nutrient) yang larut
dalam air.

10
Gambar 2.6 Kolam Retensi Tipe Storage Memanjang
(Sumber: Modul 4 Perencanaan Sistem Polder & Kolam Retensi)

2.4.4 Pompa
Pompa Drainase Perkotaan (Stormwater Pumping) adalah pompa air yang umum
dipakai untuk membantu mengalirkan aliran dari satu bidang ke bidang lainnya yang lebih
tinggi. Jenis Pompa yang ada dan biasa dipergunakan adalah sebagai berikut :
• Poros tegak (Vertical propeller and mixed flow)
• Pompa dalam air (Submersible vertical and horizontal)
• Centrifugal (Horizontal non-clog)
• Skrup (Screw)
• Volute or Angle flow (Vertical)
Secara umum pompa-pompa tersebut adalah pompa yang menggunakan tenaga listrik, tetapi
ada juga yang menggunakan diesel.
Pengoperasian pompa pada sistem folder lebih ditentukan oleh kondisi Muka Air di
waduk/long storage /kolam yang disebabkan oleh hujan atau buangan domestik. Beberapa
kondisi keduanya adalah sebagai berikut:
1. Pemompaan dari polder ke laut
Kondisi muka air di area polder sebagai berikut:
• Muka Air Rendah (normal) pada kondisi tidak hujan, pompa diistirahatkan untuk
dilakukan pengecekan ringan, pemberian pelumas, pengecekan kelancaran arus
listrik dari sumber dan panel.
• Muka Air naik karena buangan air domestik masuk biasanya waktu pagi dan sore
hari. Pompa dioperasikan sampai muka air di waduk kembali normal.

11
• Terjadi hujan ringan pompa dioperasikan jika tinggi muka air terjadi kenaikan
melebihi ambang tinggi yang sudah ditentukan.
• Terjadi hujan lebat di area polder otomatis tinggi muka air akan naik maka pompa
harus dioperasikan secara maksimal untuk mengembalikan kondisi tinggi muka air
menjadi normal kembali.
• Untuk menjaga agar supaya pompa tidak memompa sampai kering dan akan
merusak baling-baling (propeller) maka harus ditentukan batas tinggi muka air
terendah. Tinggi muka air terendahjuga difungsikan supaya saluran tidak kotor dan
tidak kering.
• Tinggi muka air normal berada pada level tinggi muka air tanah. Sekalipun kolam
retensi dibuat dalam, setelah dipompa muka air akan kembali ke level normal lagi.
Volume retensi yang operasional untuk musim kemarau dimulai dari muka air
normal sampai muka air maksimal. Untuk musim hujan volume retensi
dioperasionalkan mulai dari muka air terendah sebab volume tampungan
dibutuhkan lebih besar sesuai besarnya debit yang masuk lewat inlet.
2. Pemompaan ke kanal (Sungai)
Pemompaan ke badan air berupa kanal atau sungai prosedurnya sama dengan ke laut.
Hanya saja terkadang untuk meletakkan pompa terkendala oleh adanya tanggul. Apalagi
kalau diameter pompanya besar dapat mengganggu lalu lintas di atasnya jika pompa harus
diletakkan di atas tanggul.Ketinggian tanggul diperhitungkan terhadap tinggi air laut
pasang dan muka air banjir di kanal.

Gambar 2.7 Pompa Air Modern


(Sumber: Wahyudi & Adi, 2016)

12
2.5 Penggunaan Sistem Polder
Penerapan sistem polder dapat memecahkan masalah banjir perkotaan. Sistem polder
adalah suatu subsistem-subsistem pengelolaan tata air yang diharapkan demokratis dan
mandiri yang dikembangkan dan dioperasikan oleh dan untuk masyarakat dalam hal
pengendalian banjir kawasan permukiman mereka. Unsur terpenting di dalam sistem polder
adalah organisasi pengelola, tata kelola sistem berbasis partisipasi masyarakat yang
demokratis dan mandiri, serta infrastruktur tata air yang dirancang, dioperasikan dan
dipelihara oleh masyarakat. Adapun pemerintah hanya bertanggung jawab terhadap
pengintegrasian sistem-sistem polder, pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan
sungai-sungai utama.Hal tersebut merupakan penerapan prinsip pembagian tanggung jawab
dan koordinasi dalam good governance (Rosdianti, 2009).
Untuk menerapkan sistem polder, sebagai contoh di Semarang ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan, yaitu :
a) Pemanfaatan lahan di sekitar tanggul harus dikontrol seketat mungkin, paling tidak
sepanjang bantaran sungai dan tanggul kanal harus bebas dari bangunan dan permukiman
liar. Daerah ini memiliki resiko tertinggi bila terjadi banjir. Alternatif pemanfaatannya
bisa berupa taman ataupun jalan. Berkait dengan tata ruang secara umum, penegakan
ketentuan tata ruang seperti guna lahan (land use) dan koefisien dasar bangunan (KDB)
juga harus benar-benar dilaksanakan.
b) Ketika semua air buangan dialirkan ke laut, ancaman banjir dari laut juga perlu
diperhatikan. Dimungkinkan gelombang pasang akan membanjiri kota melalui kanal
banjir yang ada. Untuk itu dalam beberapa kondisi diperlukan pintu atau gerbang kanal
yang bisa dibukatutup sewaktu-waktu.
c) Sistem polder amatlah bergantung pada lancarnya saluran air, kanal, sungai, serta kinerja
mesin-mesin yang memompa air keluar dari daerah polder. Aspek perawatan (sumber
daya manusia dan peralatan) perlu mendapat perhatian dalam bentuk program kerja dan
anggaran. Yang terjadi selama ini kita lebih pandai mengadakan sarana dan prasarana
publik ketimbang merawatnya.
d) Resapan air hujan perlu lebih dimaksimalkan melalui daerah resapan mikro seperti taman,
kolam, perkerasan yang permeabel, dan sumur resapan. Prinsipnya adalah mengurangi
buangan air hujan ke sungai dan memperbanyak resapannya ke dalam tanah. Disini, peran
arsitek, kontraktor, dan pemilik properti amatlah penting untuk mengalokasikan sebagian

13
lahannya untuk fungsi resapan seperti taman rumput (bertanah) dan sumur resapan.
Daerah resapan yang tidak terlalu luas namun jika banyak jumlahnya dan tersebar di
seluruh penjuru kota tentu akan memberikan kontribusi yang signifikan untuk
meresapkan air hujan ke dalam tanah.
e) Sistem polder merupakan upaya struktural penanggulangan banjir yang konsekuensinya
jelas adalah biaya yang besar dan waktu yang lama, baik untuk pembebasan tanah,
pembangunan fisik, maupun untuk pengadaan dan perawatan mesin-mesin dan
peralatan.Selain itu, yang tak kalah pentingnya adalah upaya non-struktural yang
berkaitan dengan pendidikan publik. Upaya membangun kesadaran seperti tidak
membuang sampah di saluran air, memperbanyak penanaman pohon, menggunakan
perkerasan grass-block dan paving-block yang permeable, atau bahkan bagaimana
bersikap ketika banjir datang akan jauh lebih berguna untuk mencegah banjir dan
meminimalisir kerugian akibat banjir yang bisa datang setiap tahun.

Sistem polder merupakan salah satu alternatif rekayasa yang dinilai tepat dan efektif untuk
mengendalikan banjir dan mendukung pengembangan kawasan perkotaan di daerah
dataran rendah rawan banjir. Sistem polder terdiri atas tanggul, kolam retensi, sistem
drainase, pompa dan komponen lainnya yang merupakan satu sistem, dan dirancang
sesuai dengan lokasi dan permasalahan yang dihadapi.

Pembangunan sistem polder tidak dapat dilakukan secara sendiri-sendiri, melainkan perlu
direncanakan dan dilaksanakan secara terpadu, disesuaikan dengan rencana tata ruang
wilayah dan tata air secara makro. Kombinasi kapasitas pompa dan kolam retensi harus
mampu mengendalikan muka air pada suatu kawasan polder dan tidak menimbulkan
dampak negatif terhadap sistem drainase secara makro (Pusair, 2007).

2.6 Konsep Pengeringan Sistem Polder Dengan Pompa


Di dalam stasiun pompa terdapat pompa yang digunakan untuk mengeluarkan air
yang sudah terkumpul dalam kolam retensi atau junction jaringan drainase ke luar cakupan
area. Prinsip dasar kerja pompa adalah menghisap air dengan menggunakan sumber tenaga,
baik itu listrik atau diesel/solar. Air dapat dibuang langsung ke laut atau sungai/banjir kanal
yang bagian hilirnya akan bermuara di laut. Biasanya pompa digunakan pada suatu daerah

14
dengan dataran rendah atau keadaan topografi atau kontur yang cukup datar, sehingga
saluran-saluran yang ada tidak mampu mengalir secara gravitasi. Jumlah dan kapasitas
pompa yang disediakan di dalam stasiun pompa harus disesuaikan dengan volume layanan
air yang harus dikeluarkan. Pompa yang menggunakan tenaga listrik, disebut dengan pompa
jenis sentrifugal, sedangkan pompa yang menggunakan tenaga diesel dengan bahan bakar
solar adalah pompa submersible.

2.7 Contoh-contoh Drainase Sistem Polder


Berikut merupakan contoh-contoh bangunan drainase sistem polder yang terdapat di
Indonesia, yaitu:
1. Polder Tawang, Semarang

2. Polder Banger, Semarang

15
3. Polder Mentaren, Pulang Pisau, Kalimantan Tengah

4. PLG Sejuta Hektar, Kalimantan Tengah


PLG Sejuta Hektar, Kalteng

5. Polder Alabio, Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan

(sumber: Modul 4 Perencanaan Sistem Polder & Kolam Retensi)

16
BAB III
PETUNJUK TEKNIS PERENCAANAN DRAINASE POLDER

3.1 Pengertian
Polder ialah suatu kawasan atau lahan reklamasi dengan kondisi awal mempunyai
muka air tanah tinggi yang diisolasi secara hidrologis dari daerah di sekitarnya dan kondisi
muka air (air permukaan dan air tanah) dapat dikendalikan. Kondisi lahannya sendiri
dibiarkan pada elevasi asalnya atau sedikit ditinggikan Polder ialah sebidang tanah yang
rendah, dikelilingi oleh embankment / timbunan atau tanggul yang membentuk semacam
kesatuan hidrologis buatan, yang berarti tidak ada kontak dengan air dari daerah luar selain
yang dialirkan melalui perangkat manual.

3.2 Sistem Polder


Elevasi dibiarkan pada ketinggian aslinya, sedangkan airnya diturunkan atau
dikeringkan dengan sistem pengontrolan dengan tanggul dan pompa atau manajemen
lainnya. Artinya bidang tanah tersebut harus diisolasi dari pengaruh pemberatan air di
sekitarnya yaitu dengan membuat tanggul keliling. Satu-satunya jalan untuk mengeringkan
lahan tersebut dengan demikian harus di pompa. Namun sebaliknya tidak boleh terjadi
drainase berlebihan karena inipun akan menyebabkan kerusakan tanah.

3.3 Sifat-Sifat Polder


Polder merupakan daerah yang dibatasi dengan baik, dimana air yang berasal dari luar
kawasan tidak boleh masuk, hanya air hujan (dan kadang-kadang air rembesan) pada
kawasan itu sendiri yang dikumpulkan. Dalam polder tidak ada aliran permukaan bebas
seperti pada daerah tangkapan air alamiah, tetapi dilengkapi dengan bangunan pengendali
pada pembuangannya (dengan penguras atau pompa) untuk mengendalikan aliran ke luar.
Muka air di dalam polder (air permukaan maupun air bawah permukaan) tidak bergantung
pada permukaan air di daerah sekitarnya dan dinilai berdasarkan elevasi lahan, sifat-sifat
tanah, iklim, dan tanaman.

3.4 Komponen-Komponen Sistem Polder


Adapun komponen komponen terkait sistem polder ialah :
1. Tanggul keliling dan atau pertahanan laut (sea defense) atau konstruksi isolasi lainnya
2. Sistem drainase lapangan (field drainage system)

17
3. Sistem pembawa (conveyance system)
4. Kolam penampung dan stasiun pompa (outfall system)
5. Badan air penerima (reciving waters)

3.5 Aspek Teknis Sistem Polder


Adapun Teknis atau tahapan dalam perencanaan Sistem Polder ialah :
1. Pembangunan Tanggul Laut
• Tanggul laut dalam sistem polder merupakan pembatas hidrologi yang melindungi
daerah di dalam sistem polder dari pengaruh air laut (pasang surut dan gelombang).
• Pembuatan tanggul laut harus memperhatikan kondisi tanah setempat. Banyak
tanggul laut harus dibuat pada lokasi yang kondisi tanahnya sangat lunak, sehingga
resiko kegagalan lereng (slope failure) sering terjadi
2. Penurunan Tanah
Banyak sistem polder yang dikembangkan di daerah endapan alluvial, dengan
kondisi tanah lunak yang cukup tebal, sehingga penurunan jangka panjang akibat proses
konsolidasi sangat berpengaruh terhadap elevasi akhir, dan dapat menyebabkan
kerusakan pada bangunan-bangunan.
3. Konservasi Pantai
Kawasan pantai merupakan daerah yang sangat potensial untuk
dikembangkan.Keanekaragaman pemanfaatan kawasan pantai yang melibatkan berbagai
pihak dapat menimbulkan konflik dan permasalahan bagi pengguna maupun pengambil
keputusan.Perencanaan setiap prasarana harus dilakukan secara terpadu/integral.
4. Manajemen Polder
Sistem polder merupakan bangunan yang beresiko tinggi, sehingga perlu
manajemen yang memadai. Manajemen polder yang menyangkut operasi dan
pemeliharaan, ditujukan untuk mencegah penurunan fungsi dari semua elemen yang ada
di dalam sistem polder, yang meliputi tanggul, jaringan drainase, kolam tandon, stasiun
pompa, dan receiving waters.

3.6 Langkah Perencanaan Teknik dan Perhitungan Kolam Retensi dan


Polder
1. Penelitian Daerah Polder
• Lokasi Kolam Retensi

18
• Batas Kolam Retensi
• Daerah Genangan
• Elevasi Muka Air Muara dan Daerah Genangan
2. Penelitian Hidrologi
• Data Curah Hujan Minimal 10 Tahun
• Tinggi Curah Hujan Rata-rata metode arithmatic,thiessen, isohyt
• Kala Ulang Metode Gunbell
• Koefisien Peng ( C) dan Koef Peng Ekuivalen (Ceq)
• Waktu Konsentrasi (tc)
• Intensitas Curah Hujan (I)
• Debit Banjir Maksimum Rencana (Qp) metode rational praktis, rational ,
IMP Rational
3. Penelitian Hidrolika
• Profil basah meliputi Bulat, Trapesium, Segiempat
• Keliling basah meliputi Bulat, Trapesium, Segiempat
• Jari-jari hidraulis
• Kemiringan dasar saluran rata-rata
• Koef Manning
• Kecepatan rata-rata
• Debit Existing
4. Penelitian Kapasitas Kolam Retensi dan Pompa
• Unit Hidrograf
• Volume Kumulatif Air
• Mass Curve Kumulatif Air
• Volume Kumulatif pompa
• Volume Kolam Retensi
• Luas Kolam Retensi
• Kapastitas Pompa

19
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Polder ialah suatu kawasan atau lahan reklamasi dengan kondisi awal mempunyai
muka air tanah tinggi yang diisolasi secara hidrologis dari daerah di sekitarnya dan kondisi
muka air (air permukaan dan air tanah) dapat dikendalikan. Kondisi lahannya sendiri
dibiarkan pada elevasi asalnya atau sedikit ditinggikan Polder ialah sebidang tanah yang
rendah, dikelilingi oleh embankment / timbunan atau tanggul yang membentuk semacam
kesatuan hidrologis buatan, yang berarti tidak ada kontak dengan air dari daerah luar selain
yang dialirkan melalui perangkat manual.
Polder merupakan daerah yang dibatasi dengan baik, dimana air yang berasal dari luar
kawasan tidak boleh masuk, hanya air hujan (dan kadang-kadang air rembesan) pada
kawasan itu sendiri yang dikumpulkan. Dalam polder tidak ada aliran permukaan bebas
seperti pada daerah tangkapan air alamiah, tetapi dilengkapi dengan bangunan pengendali
pada pembuangannya (dengan penguras atau pompa) untuk mengendalikan aliran ke luar.
Muka air di dalam polder (air permukaan maupun air bawah permukaan) tidak bergantung
pada permukaan air di daerah sekitarnya dan dinilai berdasarkan elevasi lahan, sifat-sifat
tanah, iklim, dan tanaman. Adapun Teknis atau tahapan dalam perencanaan Sistem Polder
ialah Pembangunan Tanggul Laut, Penurunan Tanah,Konservasi Pantai, Manajemen Polder

4.2 Saran
Dalam pembuatan sistem drainase polder tentu saja memerlukan ketelitian dalam hal
perhitungan oleh karena penulis menyarankan dalam hal perencanaan ini harus berhati-hati
serta mengikuti peraturan yang ada terkait yang sudah ditetapkan oleh pihak berwenang
sehingga sistem drainase polder yang dibuat dapat berhasil atau tidak mengalami kegagalan.

20
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia. 2018. Modul 4 Perencanaan Sistem


Polder dan Kolam Retensi, Satuan Kerja Pusat Pendidikan dan Pelatihan Jalan,
Perumahan, Permukiman dan Pengembangan Infrastruktur Wilayah
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Rahmawati, E., Rahmawati, A. W., Suripin, S., & Kurniati, D. (2017).
Pengembangan Drainase Sistem Polder Sungai Sringin Kota Semarang. Jurnal
Karya Teknik Sipil, 6 (1), 281-290.
Wahyudi, S. I., & Adi, H. P. (2016). Drainase Sistem Polder. Semarang: EF Press
Digimedia.

21
LAMPIRAN

Link video
https://drive.google.com/file/d/1vkI7b-
BgzNrH365ekIMOneEqEe0XKKyb/view?usp=share_link

22

Anda mungkin juga menyukai