Anda di halaman 1dari 52

EFEK WAKTU DAN SUHU OPERASI PROSES SILILASI

PADA PEMBUATAN AEROGEL SILIKA PADA


PENGERINGAN TEKANAN ATMOSFERIK
(AMBIENT-PRESSURE DRYING)

SKRIPSI

Ditujukan untuk memenuhi persyaratan


memperoleh gelar Sarjana Teknik

KELVINSIUS JULIO FENIK GUNAWAN


NIM. 135061101111008

ARIF WIDIAMARA
NIM. 135061101111037

JURUSAN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2017
Lembar ini sengaja dikosongkan
LEMBAR PENGESAHAN

EFEK WAKTU DAN SUHU OPERASI PROSES SILILASI


PADA PEMBUATAN AEROGEL SILIKA PADA
PENGERINGAN TEKANAN ATMOSFERIK
(AMBIENT-PRESSURE DRYING)
SKRIPSI

Ditujukan untuk memenuhi persyaratan


memperoleh gelar Sarjana Teknik

KELVINSIUS JULIO FENIK GUNAWAN


NIM.135061101111008

ARIF WIDIAMARA
NIM.135061101111037

Malang, 9 Agustus 2017

Menyetujui,
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Ir. Bambang Poerwadi, MS Rama Oktavian, ST., M.Sc


NIP.196001261986031001 NIP.198610212014041001

Mengetahui,
Ketua Jurusan Teknik Kimia

Ir. Bambang Poerwadi, MS


NIP.196001261986031001
Lembar ini sengaja dikosongkan
IDENTITAS TIM PENGUJI

1. Dosen Penguji I
Nama : Ir. Bambang Poerwadi, MS.
NIP/NIK : 196001261986031001
Jenis Kelamin : Laki-laki
Golongan / Pangkat : IV a / Lektor Kepala
Perguruan Tinggi : Universitas Brawijaya
Alamat Rumah : Jalan Pelabuhan Tanjung Priuk Nomor 1015 Malang
Telp. : (0341) 803241 / 08125229840
Alamat e-mail : bpoerwadi@gmail.com
2. Dosen Penguji II
Nama : Prof. Dr. Ir. Chandrawati Cahyani, MS.
NIP/NIK : 195205041980022001
Jenis Kelamin : Perempuan
Golongan / Pangkat : IV d / Guru Besar
Perguruan Tinggi : Universitas Brawijaya
Alamat Rumah : Jalan Terusan Dieng Nomor 55 Malang
Telp. : (0341) 574948 / 08123301368
Alamat e-mail : ccahyani@yahoo.com
3. Dosen Penguji III
Nama : Juliananda, ST., MSc.
NIP/NIK : 2013048307182001
Jenis Kelamin : Perempuan
Golongan / Pangkat :-
Perguruan Tinggi : Universitas Brawijaya
Alamat Rumah : Jalan Nila Residence B-9 Blimbing Malang
Telp. : 08536039776
Alamat e-mail : nda.julia@gmail.com
PERNYATAAN ORISINALITAS NASKAH SKRIPSI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya dan


berdasarkan hasil penelusuran saya dari berbagai karya ilmiah, gagasan dan masalah ilmiah
yang diteliti dan diulas di dalam naskah skripsi ini adalah asli dari pemikiran saya. Tidak
terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar
akademik di suatu Perguruan Tinggi dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini
dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.

Apabila ternyata di dalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan terdapat unsur unsur jiplakan,
saya bersedia skripsi dibatalkan, serta diproses sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku (UU No. 20 Tahun 2003, pasal 25 ayat 2 dan pasal 70).

Malang, 10 Juli 2017


Mahasiswa

Arif Widiamara
NIM.135061101111037
PERNYATAAN ORISINALITAS NASKAH SKRIPSI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya dan


berdasarkan hasil penelusuran saya dari berbagai karya ilmiah, gagasan dan masalah ilmiah
yang diteliti dan diulas di dalam naskah skripsi ini adalah asli dari pemikiran saya. Tidak
terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar
akademik di suatu Perguruan Tinggi dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini
dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka.

Apabila ternyata di dalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan terdapat unsur unsur jiplakan,
saya bersedia skripsi dibatalkan, serta diproses sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku (UU No. 20 Tahun 2003, pasal 25 ayat 2 dan pasal 70).

Malang, 10 Juli 2017


Mahasiswa

Kelvinsius Julio Fenik Gunawan


NIM.135061101111008
Lembar ini sengaja dikosongkan
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Kelvinsius Julio Fenik Gunawan, lahir di Malang pada tanggal 12 Juli 1996, merupakan
anak pertama dari pasangan Frans Gunawan dan Suningsih, alumni SDK Sang Timur Batu,
SMP Negeri 1 Batu, SMA Negeri 1 Batu, lulus Sarjana Strata 1 Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknik Universitas Brawijaya pada tahun 2017. Pengalaman kerja sebagai Asisten
Praktikum Kimia Analisis di Laboratorium Sains Jurusan Teknik Kimia periode Semester
Genap 2016/2017. Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Pertamina (Persero) Unit Pengolahan
IV Cilacap pada semester genap tahun 2016. Pengalaman berorganisasi di Himpunan
Mahasiswa Teknik Kimia sebagai Staff Departemen Pengembangan Sumber Daya
Mahasiswa (PSDM) periode 2014/2015, sebagai Staff Departemen PSDM periode
2015/2016, sebagai Sekretaris Umum periode 2016/2017, dan di Badan Koordinasi Kegiatan
Mahasiswa Teknik Kimia Indonesia Regional IV (Jawa Timur) sebagai Staff Hubungan
Antar Lembaga periode 2015/2016. Beberapa penghargaan diperoleh, antara lain : menjadi
semifinalis (tim) pada lomba karya tulis ilmiah MIPA Untuk Negeri UI pada tahun 2014,
memperoleh penghargaan Best Race Team pada kompetisi internasional Chemical
Engineering Car (Chem-E-Car) ITS, Indonesia tahun 2015, menjadi Tim Semifinalis pada
kompetisi internasional Chem-E-Car Melbourne, Australia pada tahun 2015, menjadi Tim
Semifinalis pada kompetisi internasional Chem-E-Car Johor Bahru, Malaysia pada tahun
2016, dan menjadi juara 2 (tim) kompetisi nasional Plant Simulation Joint Convex Meeting
pada tahun 2017.

Malang, 14 Agustus 2017

Penulis
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Arif Widiamara, lahir di Bekasi pada tanggal 01 Juni 1995, merupakan anak pertama
dari pasangan Syamsul Arifin dan Endang Widuri Wulandari, alumni SD Tunas
Jakasampurna, SMP Negeri 1 Kota Bekasi, SMA Negeri 6 Kota Bekasi, lulus Sarjana Strata
1 Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Brawijaya pada tahun 2017.
Pengalaman kerja dalam hal Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Pertamina (Persero) Unit
Pengolahan IV Cilacap pada semester genap tahun 2016. Pengalaman berorganisasi di
Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia sebagai Staff Departemen Pengembangan Sumber
Daya Mahasiswa (PSDM) periode 2014/2015, sebagai Anggota Komisi III Dewan
Perwakilan Mahasiswa Teknik Kimia periode 2015/2016, sebagai Koordinator Dewan
Perwakilan Mahasiswa Teknik Kimia periode 2016/2017. Beberapa penghargaan diperoleh,
antara lain : menjadi semifinalis (tim) pada lomba Plant Design Competition Indonesia
Chemical Engineering Challange 2016.

Malang, 14 Agustus 2017

Penulis
RINGKASAN
Kelvinsius Julio Fenik Gunawan dan Arif Widiamara, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas
Teknik, Universitas Brawijaya, Juli 2017, Efek Waktu Dan Suhu Operasi Proses Sililasi
Pada Pembuatan Aerogel Silika Pada Pengeringan Tekanan Atmosferik (Ambient-Pressure
Drying), Dosen Pembimbing: Ir. Bambang Poerwadi, M.S., dan Rama Oktavian, S.T., M.Sc.

Aerogel merupakan suatu bentuk gel dimana cairan yang terdapat didalamnya diganti
dengan udara atau gas lainnya tanpa merusak jaringan solid gel. Aerogel dapat dibentuk
dengan menggunakan berbagai jenis senyawa dasar meliputi karbon, silika, zirkonium,
alumina, dan berbagai jenis oksida lainnya, namun basis senyawa yang sering digunakan
dalam sintesis aerogel adalah silica (Aegerter et al, 2011). Aerogel silika konvensional
umumnya tidak memiliki sifat hidrofobik, sehingga karakteristik tersebut merupakan sifat
tambahan yang didapat dengan cara memodifikasi permukaan aerogel silika menggunakan
metode proses sililasi. Saat ini, penelitian tentang aerogel silika hidrofobik lebih terfokus
pada pengaruh jumlah agen sililasi dan konsentrasi bahan baku yang digunakan terhadap
karakter aerogel.
Pada penelitian ini aerogel silika hidrofobik dibuat menggunakan bahan baku
waterglass melalui metode pengeringan tekanan atmosferik menggunakan agen sililasi
berupa tetra ethyoxy silane (TEOS). Variabel yang ditinjau meliputi waktu operasi proses
sililasi dengan rentang waktu 10 jam, 11 jam, 12 jam, 13 jam, dan 14 jam; dan juga suhu
operasi proses sililasi dengan rentang suhu 30°C, 35°C, 40°C, 45°C, dan 50°C. Karakter
hidrofobisitas aerogel silika hidrofobik akan dihitung berdasarkan nilai sudut kontak air –
aerogel yang dihasilkan. Pada pengujian variabel waktu operasi proses sililasi, sudut kontak
aerogel meningkat dari waktu 10 jam hingga 12 jam lalu menurun pada waktu 13 jam dan
14 jam. Nilai sudut kontak tertinggi pada waktu 12 jam sebesar 145,21°. Pada pengujian
variabel suhu operasi proses sililasi didapatkan bahwa suhu operasi proses siliasi pada
rentang 30°C – 50°C tidak mempengaruhi nilai sudut kontak air-aerogel yang dihasilkan
dengan hasil nilai rata-rata sudut kontak sebesar 144,45°.

Kata kunci : Aerogel silika, Hidrofobik, Waktu, Suhu, dan Sudut kontak.
SUMMARY

Kelvinsius Julio Fenik Gunawan and Arif Widiamara, Chemical Engineering


Departement, Faculty of Engineering, University of Brawijaya, July 2017, Effect of Duration
and Temperature of Silylation Process on Silica Aerogel Synthesis Through Ambient-
Pressure Drying, Academic Supervisor: Ir. Bambang Poerwadi, M.S., and Rama Oktavian,
S.T., M.Sc.

Aerogel is a form of solid gel in which the liquid contained there is replaced by air
or other gases without damaging the solid gel bond structure. Aerogel can be formed by
using various types of basic compounds including carbon, silica, zirconium, alumina, and
various other oxide types, but the basis of the compounds often used in aerogel synthesis is
silica (Aegerter et al, 2011). Conventional silica aerogels generally do not have hydrophobic
properties, so they are additional properties obtained by modifying the silica aerogel surface
using the additional method which called silylation process. Currently, research on
hydrophobic silica aerogels is more focused on the effect of the amount of silylation agents
and the concentration of raw materials on aerogel characters.
In this research, hydrophobic silica aerogel made by waterglass through ambient-
pressure drying method with tetra ethoxy silane (TEOS) silylation agent. The research
variables is silylation operational duration with range of 10 hours, 11 hours, 12 hours, 13
hours, and 14 hours; and silylation operational working temperature with range of 30°C,
35°C, 40°C, 45°C, and 50°C. Hydrophobicity characteristic was calculated by using contact
angle methods from the aerogel. In silylation operational duration variable, the contact angle
raising from 10 hours to 12 hours, then decreasing on 13 hours and 14 hours. The highest
contact angle is 145,21°on 12 hours variable. Silylation operational working temperature in
the range of 30°C – 50°C do not give any significant difference of contact angle value with
the average value of contact angle was 144,45°.

Keywords : Silica aerogel, Hydrophobic, Duration, Temperature, and Contact angle.


Lembar ini sengaja dikosongkan
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan naskah skripsi ini yang berjudul
Efek Waktu Dan Suhu Operasi Proses Sililasi Pada Pembuatan Aerogel Silika Pada
Pengeringan Tekanan Atmosferik (Ambient-Pressure Drying). Naskah skripsi ini kami
ajukan sebagai bentuk pemenuhan salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana teknik.
Dalam penulisan naskah skripsi ini penulis menyadari bahwa sangat banyaknya dukungan
dan bantuan dari berbagai pihak, mulai dari tahap penyusunan proposal skripsi, tahap
penelitian hingga tahap penyusunan naskah skripsi ini dengan lengkap. Oleh karenanya,
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
2. Ayah, ibu, kakak dan adik-adik kami tercinta serta segenap keluarga yang telah
memberikan doa, dorongan moral maupun material, serta kasih sayang.
3. Ir.Bambang Poerwadi, M.S., selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya dan pembimbing utama kami.
4. Rama Oktavian, S.T., M.Sc., selaku pembimbing kedua kami.
5. A.S. Dwi Saptati N.H., S.T., M.T., selaku dosen pembimbing akademik kami.
6. Serta seluruh civitas akademika Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas
Brawijaya dan seluruh rekan-rekan kami yang tidak dapat kami sebutkan satu
persatu, namun telah membantu kami dalam menyelesaikan naskah skripsi ini.

Tak lupa kami sebagai penulis juga mengutarakan permohonan maaf yang sebesar-
besarnya bila ada perkataan atau perbuatan yang kurang berkenan selama mengerjakan
naskah skripsi ini. Akhir kata, penulis menyadari bahwa naskah skripsi ini masih banyak
terdapat kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, sehingga saran dan kritik yang
bersifat membangun akan kami terima dengan terbuka. Semoga naskah skripsi ini dapat
bermanfaat bagi banyak pihak di masa sekarang maupun di masa yang akan datang.

Malang, 30 Juni 2017

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................................... i
DAFTAR TABEL ................................................................................................................ 4
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................... 5
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................... Error! Bookmark not defined.
BAB I PENDAHULUAN ....................................................... Error! Bookmark not defined.
1.1. Latar Belakang ......................................................................Error! Bookmark not defined.
1.2. Perumusan Masalah .............................................................Error! Bookmark not defined.
1.3. Batasan Masalah....................................................................Error! Bookmark not defined.
1.4. Tujuan Penelitian ..................................................................Error! Bookmark not defined.
1.5. Manfaat Penelitian ................................................................Error! Bookmark not defined.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................ Error! Bookmark not defined.
2.1 Aerogel .....................................................................................Error! Bookmark not defined.
2.2 Aerogel Silika .........................................................................Error! Bookmark not defined.
2.2.1 Karakteristik Aerogel Silika.....................................Error! Bookmark not defined.
2.2.2 Bahan-bahan Penyusun Aerogel Silika ..................Error! Bookmark not defined.
2.2.3 Sintesis Aerogel Silika ................................................Error! Bookmark not defined.
2.2.4 Aplikasi Aerogel Silika...............................................Error! Bookmark not defined.
2.3 Karakterisasi Aerogel ...........................................................Error! Bookmark not defined.
2.4 Studi Terdahulu .....................................................................Error! Bookmark not defined.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................ Error! Bookmark not defined.
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ...........................................Error! Bookmark not defined.
3.2 Bahan Penelitian ....................................................................Error! Bookmark not defined.
3.3 Alat Penelitian ........................................................................Error! Bookmark not defined.
3.4 Variabel Penelitian ................................................................Error! Bookmark not defined.
3.4.1 Variabel Tetap .............................................................Error! Bookmark not defined.
3.4.2 Variabel Bebas .............................................................Error! Bookmark not defined.
3.5 Metode Penelitian ..................................................................Error! Bookmark not defined.
3.5.1 Persiapan Kaca sebagai Media ................................Error! Bookmark not defined.
3.5.2 Pembuatan Larutan Sol Silika .................................Error! Bookmark not defined.
3.5.3 Pelapisan Sol Silika pada Kaca ................................Error! Bookmark not defined.
3.5.4 Proses Sililasi dan Pengeringan ...............................Error! Bookmark not defined.
3.5.5 Karakterisasi Aerogel ................................................Error! Bookmark not defined.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................... Error! Bookmark not defined.
4.1. Pengaruh Waktu Operasi Proses Sililasi terhadap Sudut Kontak
Air–Aerogel ...........................................................................Error! Bookmark not defined.
4.2. Pengaruh Suhu Operasi Proses Sililasi terhadap Sudut Kontak
Air–Aerogel ...........................................................................Error! Bookmark not defined.
4.3. Analisis Uji SEM pada Aerogel .........................................Error! Bookmark not defined.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................ Error! Bookmark not defined.
5.1. Kesimpulan .............................................................................Error! Bookmark not defined.
5.2. Saran ........................................................................................Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA ............................................................ Error! Bookmark not defined.
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sifat fisika aerogel silika ..................................................................................... 6

Tabel 2.2 Komposisi berbagai jenis sodium silikat............................................................. 7

Tabel 2.3 Pengaruh pH sol silika terhadap waktu gelasi dan sifat aerogel ......................... 10

Tabel 4.1 Data nilai sudut kontak variabel waktu operasi proses sililasi ............................ 21

Tabel 4.2 Data nilai sudut kontak variabel suhu operasi proses sililasi .............................. 25

Tabel 4.3 Ketahanan hidrofobisitas lapisan aerogel............................................................ 28


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Penampakan aerogel hasil sintesis ...................................................................5

Gambar 2.2 Mekanisme pengukuran sudut kontak aerogel – air ........................................12

Gambar 2.3 Skema sederhana alat spektroskopi FTIR........................................................13

Gambar 3.1 Diagram alir proses persiapan kaca sebagai media .........................................17

Gambar 3.2 Diagram alir proses pembuatan sol silika ........................................................18

Gambar 3.3 Diagram alir proses pelapisan sol silika pada kaca .........................................19

Gambar 3.4 Diagram alir proses sililasi dan pengeringan ...................................................20

Gambar 4.1Grafik pengaruh waktu operasi proses sililasi terhadap sudut kontak
air -aerogel ........................................................................................................21

Gambar 4.2 Skema pertukaran gugus pada proses sililasi...................................................22

Gambar 4.3 Gambar sudut kontak air – aerogel yang terbentuk untuk variabel waktu ......24

Gambar 4.4 Grafik pengaruh suhu operasi proses sililasi terhadap sudut kontak
air - aerogel .......................................................................................................26

Gambar 4.5 Gambar sudut kontak air – aerogel yang terbentuk untuk variabel suhu ........27

Gambar 4.6 Kenampakan Uji SEM pada permukaan aerogel silika ...................................27
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Aerogel merupakan jenis bahan padat yang sangat ringan dan berpori yang digunakan
untuk berbagai macam aplikasi hingga saat ini. Aerogel disintesis dengan melakukan
pertukaran pelarut cair yang terdapat pada struktur gel dengan udara atau CO2. Aerogel
berpotensi untuk diaplikasikan pada berbagai keperluan meliputi insulator panas, penyangga
katalis, dan material dielektrik (Aegerter et al, 2011).
Aerogel dapat dibuat dengan menggunakan berbagai macam basis struktur yang
meliputi silika, zirkonium, titanium, maupun karbon. Namun jenis basis struktur yang paling
mudah dibuat dan paling tidak rawan retak dalam pembuatannya adalah aerogel silika
(Aegerter et al, 2011). Aerogel silika dapat dibuat dengan bahan baku yang beragam
termasuk bahan-bahan yang mudah didapat seperti arang, sekam padi, dan bahan-bahan yang
mengandung banyak silika seperti waterglass. Waterglass merupakan salah satu bahan baku
silika yang berpotensi untuk dijadikan aerogel silika karena dapat langsung digunakan tanpa
perlu melewati proses ekstraksi dari bahan baku (Aegerter et al, 2011).
Pada pembuatan aerogel silika, terdapat dua metode utama yang umum digunakan yaitu
metode pengeringan superkritikal dan metode pengeringan tekanan atmosferik. Keduanya
memiliki alur pembuatan yang berbeda, pada metode pengeringan superkritikal alur
pembuatan yang digunakan adalah pembuatan gel silika lalu diikuti dengan proses
pengeringan secara langsung, sedangkan untuk metode pengeringan tekanan atmosferik
memiliki alur pembuatan yang lebih panjang yaitu pembuatan gel silika, modifikasi gel, lalu
proses pengeringan. Namun metode pengeringan superkritikal memiliki kendala pada
penggunaan kondisi operasi yang cukup ekstrem dibandingan dengan metode pengeringan
tekanan atmosferik. Pada pengeringan tekanan atmosferik hanya menggunakan rentang suhu
mulai dari suhu ruang hingga suhu 200°C, sedangkan pada pengeringan superkritikal
memerlukan suhu diatas 260°C dan tekanan hingga 8 MPa (Aegerter et al, 2011). Oleh
karena itu metode pengeringan tekanan atmosferik lebih banyak digunakan dibandingkan
metode pengeringan superkritikal meskipun membutuhkan proses yang relatif lebih panjang.
Pada metode pengeringan tekanan atmosferik, tahap-tahap utama yang harus

1
2

dilakukan adalah proses hidrolis bahan baku menjadi sol silika, proses pembentukan sol
silika menjadi gel silika, proses modifikasi gel, dan proses pengeringan.
Proses modifikasi gel yang dilakukan beragam bergantung pada jenis karakter aerogel
silika yang diinginkan. Untuk mendapatkan karakter hidrofobisitas aerogel yang tinggi,
maka proses modifikasi gel yang harus dilakukan adalah menukar gugus fungsi Si – OH
(hidrofilik) pada aerogel silika dengan gugus Si – R (hidrofobik). Untuk mencapai keadaan
tersebut, terdapat tiga teknik yang dapat digunakan, meliputi teknik fase uap, teknik ko-
prekursor, dan teknik sililasi. Teknik yang biasa digunakan dalam metode pengeringan
tekanan atmosferik adalah teknik sililasi (Aegerter et al, 2011).
Aegerter (2011) melakukan penelitian mengenai pengaruh jumlah agen sililasi dan lama
waktu proses sililasi terhadap karakter aerogel, namun jenis agen sililasi yang digunakan
adalah Tri Methyl Chloro Silicate (TMCS) dan Hexa Methyl Disilazane (HMDS) dan
penjelasan mengenai pengaruh waktu sililasi hanya terbatas pada pengaruhnya terhadap
densitas dari aerogel yang dihasilkan. Selain itu Hamidah (2012) juga melakukan penelitian
mengenai pelapisan aerogel silika hidrofobik dengan mempelajari mengenai pengaruh
konsentrasi TMCS, lama modifikasi, dan konsentrasi bahan baku waterglass terhadap
hidrofobisitas.
Penelitian-penelitian sebelumnya lebih banyak menekankan pada penggunaan Tetra
Ethyl Ortho Silika (TEOS) sebagai bahan baku aerogel, pengaruh konsentrasi agen sililasi
terhadap karakter aerogel, dan penggunaan zat aditif lainnya sebagai penunjang karakter
aerogel, namun masih dibutuhkan penelitian mengenai pengaruh kondisi operasi proses
sililasi, terutama pada penggunaan TEOS sebagai agen sililasi. Oleh karena itu, pada
penelitian ini akan dikaji mengenai pengaruh kondisi operasi (berupa waktu dan suhu) proses
sililasi terhadap sudut kontak aerogel yang dapat dihasilkan.

1.2. Perumusan Masalah


1. Perlunya kajian penelitian mengenai waktu optimum proses sililasi yang
dibutuhkan untuk menghasilkan aerogel silika dengan sudut kontak air–aerogel
terbesar.
2. Perlunya kajian penelitian mengenai pengaruh suhu proses sililasi pada waktu
optimum proses terhadap sudut kontak air–aerogel yang dihasilkan.
3

1.3. Batasan Masalah


Batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut,
1. Bahan baku yang digunakan adalah waterglass dengan grade pro analis dengan
rasio SiO2 : Na2O = 3,02
2. Asam yang digunakan pada proses hidrolisis pembentukan asam sililik dari SiO2
adalah larutan asam asetat dengan konsentrasi 1M.
3. Katalis basa yang digunakan untuk pembentukan sol silika adalah larutan
ammonium hidroksida dengan konsentrasi 1M.
4. Proses pembentukan gel menjadi alkogel menggunakan alkohol jenis metanol
dengan grade pro analis.
5. Proses sililasi menggunakan campuran larutan TEOS (Tetraethoxysilane) dan n-
heksana dengan rasio volume 1 : 2.
6. Pengujian waktu optimum proses sililasi dilakukan pada suhu 30°C.
7. Proses pengeringan menggunakan metode pengeringan tekanan atmosferik.
8. Proses pengeringan dilakukan pada suhu 100°C selama 2 jam.

1.4. Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mempelajari waktu optimum proses sililasi aerogel silika terhadap karakter
hidrofobisitasi aerogel silika ditinjau dari sudut kontak air–aerogel yang dihasilkan.
2. Untuk mempelajari pengaruh suhu proses sililasi aerogel silika pada waktu
optimum terhadap karakter hidrofobisitas aerogel silika ditinjau dari sudut kontak
air–aerogel yang dihasilkan.

1.5. Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi mengenai pengaruh
parameter kondisi operasi proses sililasi terhadap karakter aerogel silika yang dihasilkan
ditinjau dari sudut kontak air–aerogel. Selain itu diharapkan penelitian ini juga dapat
dijadikan referensi untuk perkembangan penelitian terkait sintesis aerogel silika dari bahan
baku waterglass pada pengeringan tekanan atmosferik.
4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Aerogel
Aerogel dapat diartikan sebagai salah satu bentuk gel dimana cairan yang terdapat
didalamnya diganti dengan udara atau gas lainnya tanpa merusak jaringan solid gel. Aerogel
konvensional dapat dibuat dengan metode Kistler. Metode ini dilakukan menggunakan
teknik sol-gel dengan pengeringan superkritis, dimana metode ini membutuhkan pemanasan
yang tinggi dan pengeringan pada kondisi superkritis. Dalam praktiknya, pengeringan
superkritis dilakukan dengan pemanasan gel dalam autoklaf, sampai tekanan dan temperatur
melebihi titik kritis dari cairan yang terdapat dalam pori-pori gel (Aegerter et al, 2011)
Secara umum aerogel memiliki karakteristik yang meliputi densitas yang rendah (0,003
– 0,35 g/cm3), porositas yang tinggi (90 – 99%), konduktivitas termal yang rendah (0,005 –
0,1W/m.K), cenderung tidak berwarna akan tetapi pada beberapa basis aerogel seperti
karbon maupun silika akan cenderung menghasilkan aerogel yang berwarna keruh seperti
ditunjukkan pada Gambar 2.1, tidak bereaksi dengan logam pada suhu <950˚C, serta
memiliki luas permukaan yang besar (10 – 2000 m2/g) (Ratke, 2011).

(a) (b)
Gambar 2.1 Penampakan aerogel hasil seintesis dimana (a) aerogel berbasis
silika, dan (b) aerogel berbasis karbon (Sarawade et al, 2010)
1.2 Aerogel Silika
Aerogel dapat dibentuk dengan menggunakan berbagai jenis senyawa dasar meliputi
karbon, silika, zirkonium, alumina, dan berbagai jenis oksida lainnya. Salah satu basis
senyawa yang sering digunakan dalam sintesis aerogel adalah silika (Aegerter et al, 2011).

5
6

1.2.1 Karakteristik Aerogel Silika


Aerogel silika memiliki banyak karakteristik, yang biasanya tidak jauh berbeda dengan
karakteristik dari aerogel secara umum. Karakteristik tersebut meliputi luas permukaan yang
besar, massa jenis yang rendah, konduktivitas termal yang rendah, serta transparansi optik
yang baik (Aegerter et al, 2011).
Tabel 2.1 Sifat Fisika Aerogel Silika (Aegerter et al, 2011)
No. Sifat Fisika Nilai
1. Densitas 0,003 – 0,35 g/cm3
2. Luas Permukaan Internal 600 – 1000 m2/g
3. Rata-rata Diameter Pori 20 nm
4. % Solid 0.13 – 15%
Saat ini aerogel mengalami pengembangan (modifikasi) karakteristik dalam hal
resistansi terhadap air. Aerogel modifikasi umumnya dapat dibuat dari dua macam
prekursor, tetramethoxysilane (TMOS) atau tetraethoxysilane (TEOS), dimana dua bahan
tersebut memiliki sifat hidrofobik. Akan tetapi, jenis aerogel ini memiliki ketidakstabilan
struktural apabila diletakkan pada lingkungan yang lembab. Sehingga, saat ini banyak
dilakukan penelitian dan pengembangan lebih jauh tentang aerogel berbasis material
hidrofobik (Aegerter et al, 2011).

1.2.2 Bahan-bahan Penyusun Aerogel Silika


Bahan baku yang digunakan dalam pembuan aerogel silika adalah waterglass,. Water
Glass merupakan nama dagang untuk natrium silikat. Natrium silikat yang digunakan
diperoleh dari hasil penggabungan atau fusi beberapa senyawa seperti soda abu (Na2CO3)
dan silika dioksida (SiO2) dalam rasio tertentu, yang nantinya akan di bakar dalam furnace
yang suhunya mencapai 1300˚C (Oxychem, 2011).
Water Glass atau kaca alkali silikat berbentuk kristal putih yang dapat larut dalam air
(soluble glass) menghasilkan larutan alkalin. Waterglass selalu stabil dalam larutan murni
dan alkalin. Dalam larutan asam, ion silikat bereaksi dengan ion hidrogen untuk membentuk
asam silikat, yang bila dipanaskan atau dibakar akan membentuk silika gel yang keras,
bening seperti zat kaca yang dapat menyerap air dengan cepat (Fairus, 2009).
Seperti telah dijelaskan diatas bahwa water glass dibuat dengan rasio tertentu antara
soda abu dan silika dioksida, yang mana tiap rasio tersebut akan menghasilkan larutan water
glass dengan sifat-sifat fisik tertentu seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.2 (Fairus, 2009).
7

Banyaknya jenis water glass yang ada dipasaran membuat material ini juga mempunyai
rentang penggunaan yang luas. Menurut Fairus (2009) water glass dapat digunakan mulai
dari pelindung kabel listrik, detergen, peroksida bleaching tekstil, aditif semen, pelarut
adhesive, pembuatan white carbon, dan gel silika.
Tabel 2.2 Komposisi berbagai jenis sodium silikat (Fairus, 2009)
Komposisi (% berat) Spesific
Grade
SiO2 Na2O Solid Gravity
A-60 37-38 18-19 55 1,711
A-58 35-36 17-18 54 1,672
A-50 31-32 11-13 46 1,530
A-42 23-25 15-17 37 1,420
B-58 37-38 16-17 53 1,672
B-45 28-29 12-13 40 1,453
C-42 28-30 9-10 36 1,410
Cullet 75,5 24 99,5 2,5

Sedangkan, bahan-bahan penunjang lain yang digunakan dalam sintesis aerogel silika
meliputi metanol, n-heksana, tetraethoxysilane (TEOS), asam asetat dan amonium
hidroksida.
Metanol (CH3OH) atau metil alkohol merupakan senyawa alkohol tidak berwarna
yang memiliki titik didih 64,5˚C. Metanol banyak diaplikasikan sebagai pelarut, bahan
bakar, campuran parfum, campuran bahan peledak, dan keperluan rumah tangga (Othmer,
1998).
Metanol termasuk dalam alkohol alifatik yang paling sederhana dimana senyawa ini
hanya memiliki satu atom karbon. Tidak seperti alkohol yang lebih tinggi, metanol tidak
dapat membentuk olefin melalui reaksi dehidrasi. Namun, metanol dapat mengalami reaksi
khas lainnya yang melibatkan pemutusan ikatan C – H atau ikatan O – H dan perpindahan
gugus – OH. Akan tetapi energi disosiasi homolitik dari ikatan C – H dan O – H dalam
metanol relatif tinggi, oleh sebab itu katalis sering digunakan untuk mengaktifkan ikatan dan
untuk meningkatkan selektivitas terhadap produk yang diinginkan (Kung, 1994).
N-heksana merupakan senyawa hidrokarbon dengan rumus kimia C6H14. N-heksana
memiliki titik didih 68°C. Senyawa ini dapat larut dalam alkohol, dietil eter, aseton,
chloroform, dan ether (Sciencelab, 2013). N-heksana biasa digunakan sebagai pelarut,
8

campuran pernis, agen pembersih, dan juga digunakan untuk cairan pada termometer suhu
rendah (Vazquez, 2011).
Tetraethoxysilane (TEOS) merupakan material dengan rumus molekul C8H20O4Si.
Senyawa ini merupakan senyawa beracun dan mudah terbakar. Dalam dokumen keamanan
dikatakan bahwa TEOS dapat menyebabkan masalah serius apabila terhirup dalam sistem
pernapasan. TEOS umumnya berbentuk cairan tak berwarna dengan kemurnian paling tinggi
sekitar 95% (Reagentworld, 2011). Tetraethoxysilane adalah senyawa trialkoksilan yang
memiliki berbagai kegunaan seperti produksi zat organosilikon, aditif senyawa pelapis
(coating) seperti pernis atau cat, preparasi senyawa non-polimer, produksi ban, reagen pada
laboratorium. Sebagian besar penggunaan TEOS terdapat di industri dengan kondisi yang
terkendali sehingga dapat menghasilkan berbagai macam produk (Reagentworld, 2011).
Asam asetat (CH3COOH) merupakan jenis asam tidak berwarna dan berbau seperti cuka
(vinegar) karena asam ini merupakan bahan aktif dalam cuka, dimana isinya berkisar antara
4 sampai 5% asam asetat. Asam asetat mudah mengeras dari bentuk cair ke bentuk padat
karena memiliki titik beku hanya 16,7°C. Asam asetat tersedia secara komersial dalam
beberapa konsentrasi: (1) asetat glasial (kemurnian 99,7%); (2) asetat kelas reagen
(kemurnian 36%); dan (3) larutan asetat (kemurnian 28% – 56%). Asam asetat merupakan
salah satu jenis asam lemah yang diklasifikasikan sebagai asam monobasat lemah (-CO2H),
hal ini disebabkan karena asam ini tidak sepenuhnya terdisosiasi menjadi ion-ion apabila
dilarutkan dalam air. Dewasa ini, asam asetat lebih banyak dimanfaatkan dalam pembuatan
asam tereftalat, yang merupakan monomer untuk sintesis polietilena tereftalat, poliester dari
industri tekstil. (Speight, 2002).
Amonium hidroksida merupakan material dengan rumus kimia NH4OH. Senyawa ini
umumnya berbentuk cairan tak berwarna yang memiliki bau mirip seperti amoniak. Senyawa
ini tidak mudah terbakar tapi berbahaya bagi tubuh karena bersifat karsiogenik. (Othmer,
1998). Amonium hidroksida dapat diklasifikasikan sebagai basa lemah. Senyawa ini akan
terionisasi hampir seluruhnya dalam air, berbeda dengan basa kuat seperti natrium
hidroksida. Hal ini tercermin dari pH yang biasanya ditemui dalam larutan amonia, dimana
biasanya pH larutan amonia akan berkisar antara 11 dan 12, sangat berbeda dengan pH
natrium hidroksida yang berkisar 14. Amonium hidroksida dapat bereaksi dengan beberapa
senyawa, dimana jika bereaksi dengan asam organik atau anorganik, maka dapat membentuk
garam dan senyawa ammonium; bereaksi dengan logam-logam tertentu dapat membentuk
garam komplekst; bereaksi dengan halogen dapat membentuk haloamina; dan apabila
bereaksi dengan perak dan merkuri pada kondisi ekstrem dapat membentuk senyawa azida
9

yang umum digunakan sebagai peledak. Amonium hidroksida memiliki aplikasi penggunaan
yang cukup luas, dimana senyawa ini dapat digunakan sebagai pendingin (refrigerant),
pupuk, bahan peledak, dan sebagai bahan pembersih atau pemutih (Patnaik, 2003).

1.2.3 Sintesis Aerogel Silika


Ada sejumlah tahap proses yang digunakan untuk mempersiapkan aerogel hidrofobik.
Secara umum proses tersebut meliputi pembentukan sol gel, pertukaran pelarut dan sililasi,
dan pengeringan.
2.2.3.1 Pembentukan Sol Gel
Sol gel umumnya terbentuk melalui reaksi hidrolisis dan polikondensasi prekursor silika
dengan adanya katalis asam dan/atau basa. Proses yang biasa dilakukan untuk membentuk
material nanopartikel berpori adalah proses sol-gel. Proses sol-gel merupakan proses transisi
dari fase liquida (larutan maupun koloid) menjadi fase gel (gel dua fase maupun gel
multifase) (Milea, 2011). Tahap pertama pada proses sol-gel silika adalah hidrolisis dari
senyawa yang mengandung silika melalui proses kondensasi membentuk silika nanopartikel.
Bergantung pada kondisi reaksi, partikel silika tersebut dapat berkembang dan membentuk
sol yang dapat terakumulasi pada sebuah media membentuk lapisan film (contohnya dengan
cara dip-coating atau spin-coating) (Milea, 2011). Matriks silika yang dihasilkan dari reaksi
ini akan sangat berpori, dimana pori-pori tersebut akan diisi dengan produk samping reaksi
hidrolisis dan polimerisasi. Jika campuran pelarut ini dapat dikeluarkan dari gel sol basah
tanpa merusak struktur substansial, maka aerogel akan terbentuk (Aegerter et al, 2011).
Pada proses pembentukan sol gel, prekursor silika yang berupa waterglass direaksikan
dengan menggunakan asam untuk melakukan proses gelasi (Aegerter et al, 2011). Reaksi
antara waterglass dengan asam asetat ditunjukkan dengan reaksi berikut,
Na2SiO3 + 2H+  H2SiO3 + 2Na+ (2-1)
H2SiO3 + H2O  Si(OH)4 (2-2)
Sol silika yang terbentuk akan dikondensasi dengan bantuan basa kuat untuk
membentuk ikatan Si – O – Si. Basa kuat dalam hal ini berfungsi sebagai katalis untuk
mempercepat terjadinya proses hidrolisis dan kondensasi dari Si(OH)4 menjadi ≡Si – O –
Si≡ (Aegerter et al, 2011). Reaksi yang terjadi ditunjukkan sebagai berikut,
≡Si – OH + ≡Si – OH  ≡Si – O – Si≡ + H2O (2-3)
Proses pelapisan sol silika pada kaca dilakukan dengan metode dip-coating. Metode dip-
coating merupakan metode pelapisan film tipis yang paling tua digunakan. Paten pertama
untuk proses ini dikeluarkan oleh Jenaer Glaswek Scott & Gen. pada tahun 1939 untuk
10

pelapisan film berbasis silika (Schneller, 2013). Metode dip-coating dibagi menjadi tiga
tahap yang meliputi tahap Immersion & Dwell Time dimana media dicelupkan pada larutan
prekursor pada kecepatan konstan dan diikuti dengan pendiaman pada beberapa waktu untuk
membentuk dan memberikan interaksi antara media dengan larutan prekursor, selanjutnya
tahap Deposition & Drainage dimana larutan prekursor akan terdeposisi pada media dan
larutan yang berlebih akan turun dan terlepas dari media, dan tahap terakhir adalah tahap
Evaporation dimana pelarut pada larutan prekursor akan ter-evaporasi dan membentuk
lapisan tipis yang terdeposit (Schneller, 2013).
Pada bembentukan sol silika, pH sol yang harus dibentuk bervariasi bergantung
kebutuhan. Aegerter et al (2011) telah melakukan penelitian mengenai pengaruh pH
terhadap lama waktu proses gelasi dan sifat dari aerogel sebagai berikut,
Tabel 2.3 Pengaruh pH sol silika terhadap waktu gelasi dan sifat aerogel
(Aegerter, 2011)

pH tg (menit) Densitas (g/cm3) Porositas (%) Tampak Visual


3 32 0,25 82 Transparan
4 12 0,15 92 Transparan
Kurang
5 5 0,1 95
Transparan
6 2,5 0,05 97,5 Semi Transparan
7 1,6 0,06 97 Buram
8 1,2 0,065 97 Buram

2.2.3.2 Pertukaran Pelarut dan Sililasi


Untuk membentuk aerogel hidrofobik, maka ditambahkan satu proses lagi yaitu proses
surface modification atau proses sililasi. Proses sililasi berlangsung untuk mengubah ikatan
– OH (hidrofilik) pada struktur ≡Si – O – Si≡ dengan ikatan – CH3 (hidrofobik).
Pori dari hidrogel perlu ditukar dengan menggunakan pelarut organik, karena agen
hidrofobisasi yang umum digunakan merupakan senyawa yang tidak larut dalam air dan
bereaksi dengan air dan alkohol membentuk produk samping (Aergerter et al, 2011). Ketika
menukar medium protik menjadi medium aprotik (hidrokarbon), dibutuhkan alkohol sebagai
pelarut intermediet. Alkohol cocok digunakan sebagai pelarut intermediet karena alkohol
memiliki gugus bifungsional (polar dan non-polar) yang dapat melarutkan air sekaligus
pelarut organik. Isopropanol dan metanol merupakan alkohol yang dapat menghasilkan
aerogel dengan karakter yang paling baik (Aegerter et al, 2011).
11

Dalam pembentukan aerogel silika hidrofobik, terdapat tiga jenis teknik untuk menukar
gugus hidrofilik pada permukaan aerogel menjadi gugus hidrofobik. Teknik pertama adalah
teknik Methoxylation dimana aerogel dipanaskan pada lingkungan metanol uap untuk
menukar gugus Si – OH menjadi gugus Si – OCH3, proses ini memakan waktu 10 hingga 40
jam. Teknik kedua adalah teknik Co-Precursor dimana prekursor akan direaksikan dengan
sejumlah bahan organosilikat dan selanjutnya dikeringkan. Teknik yang ketiga adalah teknik
Silylation dimana prekursor, pelarut air, dan katalis dicampurkan lalu didiamkan hingga
membentuk gel, lalu gel diangkat dan direndam dalam larutan sililasi, kemudian gel diangkat
dan dikeringkan pada tekanan atmosferik (Aegerter et al, 2011).
2.2.3.3 Pengeringan
Setelah terjadinya proses pertukaran pelarut, maka tahap akhir yang dilakukan adalah
pengeringan. Secara umum, proses pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa teknik seperti pengeringan beku, modifikasi permukaan dengan pengeringan pada
tekanan atmosferik, atau ekstraksi superkritis (Anderson dan Mary, 2011).
Metode pengeringan pada tekanan atmosferik merupakan teknik pengeringan gel basah
pada kondisi tekanan atmosfer. Metode ini akan melibatkan proses kimia dimana terjadi
pertukaran pelarut dalam waktu yang cukup panjang. Hal ini bertujuan baik untuk
mengurangi gaya kapiler yang bekerja pada struktur nano dalam gel, atau untuk
meningkatkan kemampuan struktur nano guna menahan kekuatan yang akan dihasilkan, atau
untuk membuat strukturnya menjadi lebih fleksibel (Anderson dan Mary, 2011).

1.2.4 Aplikasi Aerogel Silika


Aerogel silika dapat digunakan untuk berbagai keperluan, karena sifat konduktifitas
termalnya yang rendah, maka aerogel silika dapat digunakan sebagai bahan untuk insulasi
termal. Selain itu, aerogel silika dapat digunakan sebagai pelapis kaca jendela karena
sifatnya yang transparan dan hidrofobik. Kekuatan mekaniknya yang tinggi juga dapat
dimanfaatkan sebagai shock absorber energi kinetik (Aegerter et al, 2011).
Selain itu, aerogel juga dapat digunakan untuk mengekstrak polutan dari air, sehingga
nantinya dapat memungkinkan untuk menangkap partikel-partikel berbahaya sebelum
memasuki ekosistem. Para ilmuwan telah menyadari gagasan tersebut dan sekarang mereka
sedang melakukan pengembangan lebih dalam untuk menghasilkan teknologi yang
mendukung gagasan tersebut (Sedlacek, 2009)
Aplikasi lebih lanjut daripada aerogel silika menunjukan bahwa aerogel silika dapat
digunakan sebagai pengumpul partikel aerosol. Lebih lanjut disebutkan bahwa
12

pengembangan aerogel telah sampai pada ranah antariksa, dimana aerogel dilapisi pada kaca
pesawat luar angkasa (Aegerter et al, 2011). Sedlacek (2009), juga mengungkapkan bahwa
pengembangan aerogel telah memasuki tahap untuk teknologi eksplorasi luar angkasa,
dimana aerogel telah diteliti sebagai bahan untuk tangki penyimpanan bahan bakar, tangki
penyimpanan kriogenik, dan telah diimplementasikan untuk aplikasi pesawat luar angkasa
NASA.
1.3 Karakterisasi Aerogel
Karakterisasi aerogel dilakukan untuk mengetahui beberapa sifat aerogel seperti
hidrofobisitas aerogel, massa jenis aerogel, porositas, dan luas permukaan aerogel.
Karakterisasi sifat hidrofobik suatu aerogel dapat dilakukan dengan beberapa metode. Secara
umum metode tersebut dibagi menjadi 2 (dua) jenis yaitu metode langsung dan metode
spektroskopis. Metode langsung dapat dilakukan dengan teknik pengukuran kadar air
aerogel. Teknik ini dilakukan dengan cara mengekspos aerogel pada lingkungan lembab dan
memonitor kandungan air yang terserap. Jika derajat hidrofobisitasnya baik maka difiusi air
kedalam aerogel akan rendah (Aegerter et al, 2011). Teknik lainnya adalah dengan
mengukur sudut kontak yang terbentuk antara tetesan air dengan permukaan aerogel.

Gambar 2.2 Mekanisme pengukuran sudut kontak aerogel – air (Hamidah, 2012)
Permukaan hidrofobik akan membuat sudut kontak diatas 90˚, bahkan dapat mencapai
150˚ diukur dari permukaan aerogel. Sudut kontak air-aerogel diukur dengan menghitung
sudut yang terbentuk ketika terdapat tetesan air di permukaan aerogel. Sudut yang terbentuk
dihitung dengan menggunakan data ketinggian tetesan air dan panjang permukaan air yang
bersentuhan dengan air melalui persamaan berikut (Hamidah dkk, 2012),
2h
θ = 2tan−1 ( w ) (2-4)

Sedangkan metode spektroskopis dapat dilakukan dengan teknik Scanning Electron


Microscope (SEM). Metode ini akan memberikan informasi spektroskopis dalam sampel
aerogel. Scanning Electron Microscope (SEM) merupakan suatu metode karakterisasi yang
digunakan untuk mengamati permukaan suatu objek dengan menggunakan bantuan dari
radiasi elektron pada permukaan objek tersebut. Metode spektroskopi ini dapat
13

mengidentifikasi suatu permukaan objek dalam bentuk 2 (dua) dimensi. Pada metode SEM,
pembentukan image merupakan proses fisika yang merupakan interaksi korpuskular antara
elektron sumber dengan atom pada bahan. Proses pengambilan gambar dengan metode SEM
sangatlah dipengaruhi oleh jenis sampel, berikut cara penanganannya dan teknik
preparasinya, disamping kemampuan operasional dari operator nya (Sujatno dkk, 2015).
Skema alat spekstroskopi Scanning Electron Microscope (SEM) secara sederhana dapat
ditunjukan pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Skema sederhana alat Scanning Electron Microscope (SEM)

1.4 Studi Terdahulu


Dalam beberapa penelitian sebelumnya, Nafikah dkk (2013) melakukan pengujian sifat
hidrofobisitas aerogel silika melalui pengaruh temperatur penggantian pelarutnya. Pada
penelitian ini dibandingkan mengenai sifat hidrofobisitas aerogel silika dengan temperatur
penggantian pelarut pada temperatur ruang dan pada 50°C. Dari penelitian tersebut
didapatkan bahwa temperatur 50°C menghasilkan aerogel silika dengan sifat hidrofobisitas
yang lebih baik berdasarkan dari spektra infra merah yang dihasilkannya.
14

Selain itu Zulfikar (2014) melakukan pengujian karakteristik aerogel silika melalui
pengaruh pH dan konsentrasi TMCS. Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa dengan
konsentrasi TCMS kurang dari 6% akan menghasilkan aerogel silika yang bersifat hidrofilik,
sedangkan pada pH rendah akan menghasilkan gugus – OH yang lebih banyak sehingga
aerogel silika yang terbentuk akan semakin hidrofilik. Sudut kontak yang terbentuk paling
baik dihasilkan pada pH 6 dan TCMS 33% dengan nilai sebesar 145°..

Sarawade (2010) melakukan penelitian produksi silika aerogel hidrofobik dengan


menggunakan metode pengeringan tekanan atmosferik. Bahan baku yang digunakan adalah
waterglass dengan katalis asam berupa asam asetat dan agen gelasi berupa ammonium
hidroksida. Proses sililasi dilakukan dengan menggunakan campuran larutan n-heksana /
ethanol / TMCS. Pada penelitian ini tidak dikaji mengenai sudut kontak air – aerogel yang
dihasilkan melainkan ditinjau dari jumlah air dan jumlah minyak yang dapat diserap oleh
aerogel. Variabel yang digunakan adalah persentase TMCS untuk proses sililasi. Dari
penelitian tersebut didapatkan hasil penyerapan air terbesar pada 10% volume TMCS dengan
jumlah serapan minyak sebesar 3.60 ml/gr.
Li (2016) melakukan penelitian dengan menggunakan agen sililasi TMCS dengan
penambahan TEOS sebagai co-prekursor menggunakan metode pengeringan tekanan
atmosfer. Li menggunakan rasio volume TMCS : n-heksana sebagai variabel dan
menghasilkan sudut kontak 133.6° - 147.3°. Penambahan TEOS sebagai co-prekursor dapat
mempengaruhi waktu gelasi menjadi lebih cepat.
Hamidah (2012) melakukan penelitian mengenai pelapisan hidrofobik pada kaca
menggunakan prekursor waterglass. Pada penelitiannya dikaji mengenai pengaruh lama
waktu proses modifikasi permukaan kaca terhadap sudut kontak yang terbentuk. Variasi
dilakukan pada lama waktu 9 – 17 jam pada suhu 50°C. Pada waktu modifikasi 9 – 13 jam
cenderung didapatkan kenaikan sudut kontak hingga mencapai nilai 118°, namun pada lama
waktu 14 – 17 jam didapatkan sudut kontak yang relatif konstan pada nilai 110°.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2017 - Juni 2017 di Laboratorium Operasi
Teknik Kimia, Jurusan Teknik Kimia, Universitas Brawijaya Malang.

3.2 Bahan Penelitian


Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut,
1. Waterglass dengan grade pro analis (PA) (Rasio molar SiO2 : Na2O = 3.02)
diproduksi oleh Merck
2. Asam asetat (glasial) dengan grade pro analis (PA) dengan kemurnian 100%
diproduksi oleh Merck
3. Amonium hidroksida dengan grade pro analis (PA) dengan kemurnian extra pure
32% diproduksi oleh Merck
4. Metanol dengan grade pro analis (PA) dengan kemurnian 99,9% diproduksi oleh
Merck
5. Larutan metanol dengan grade teknis dengan kemurnian 96%
6. Larutan aseton dengan grade teknis
7. Larutan tetraethoxysilane (TEOS) dengan kemurnian 98,0% diproduksi oleh
Aldrich
8. n-heksana dengan grade pro analis (PA) dengan kemurnian 99,0% diproduksi oleh
Merck
9. Air de-ionized

3.3 Alat Penelitian


Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut,
1. Magnetic Stirrer (Cole Parmer 800-323-4340)
2. Peralatan Gelas
3. Waterbath
4. Oven (Red Line – Binder)
5. Scanning Electron Microscope (SEM) (Phenom G2Pro)

15
16

3.4 Variabel Penelitian


3.4.1 Variabel Tetap
Produk : Aerogel Silika
Bahan Baku : Waterglass dengan grade pro analis (Rasio molar SiO2 : Na2O = 3.02)
Kondisi Proses Aging : 50°C , 1 jam
Kondisi Proses Pengeringan : 100°C , 2 jam

3.4.2 Variabel Bebas


Waktu Proses Sililasi (pada 30°C) : 10 Jam, 11 Jam, 12 Jam, 13 Jam, dan 14 Jam.
Suhu Proses Sililasi (pada waktu optimum) : 30°C, 35°C, 40°C, 45°C, dan 50°C.

3.5 Metode Penelitian


3.5.1 Persiapan Kaca sebagai Media
Persiapan kaca sebagai media dilakukan melalui 4 tahap proses, yaitu pencucian dengan
sabun, perendaman dalam metanol, perendaman dalam aseton, dan pemanasan. Kaca yang
digunakan pada penelitian ini adalah kaca preparat dengan ukuran 3 cm x 4 cm. Metanol
yang digunakan adalah metanol dengan konsentrasi 96% dan aseton yang digunakan adalah
aseton dengan grade teknis. Perendaman pada metanol dilakukan selama 15 menit, lalu
dilanjutkan dengan perendaman pada aseton selama 15 menit. Proses pemanasan dilakukan
selama 1 jam pada suhu 105°C menggunakan oven (Hamidah, 2012). Kaca yang telah
dipanaskan didinginkan hingga suhu ruang dan selanjutnya media kaca telah siap digunakan.
Diagram alir proses persiapan media kaca ditunjukkan pada gambar 3.1.
17

Kaca ukuran Pencucian dengan


3 cm x 4 cm Sabun

Perendaman pada
Metanol 96%

Perendaman pada
Aseton

Pemanasan pada
Oven
T = 105°C
t = 1 jam

Pendinginan
Kaca yang
hingga
Siap digunakan
T = suhu ruang

Gambar 3.1. Diagram Alir Proses Persiapan Kaca sebagai Media

3.5.2 Pembuatan Larutan Sol Silika


Pada tahap ini, sebanyak 2 ml waterglass dengan grade PA dicampurkan dengan 18 ml
air de-ionized untuk menghasilkan 20 ml larutan waterglass 10%. Pencampuran dilakukan
sambil dilakukan pengadukan pada magnetic stirrer selama 5 menit untuk mendapatkan
larutan yang homogen. Larutan asam asetat dengan konsentrasi 1M dibuat dengan
mencampurkan asam asetat (glasial) dengan kemurnian 100% dengan air de-ionized dengan
perbandingan volume 1:17, selanjutnya larutan asam asetat dengan konsentrasi 1M
diteteskan perlahan pada larutan waterglass 10% dengan menggunakan buret hingga
didapatkan perubahan pH dari pH 12 menjadi pH 4. Penetesan asam asetat dilakukan sambil
dilakukan proses pengadukan. Larutan pH 4 ditetesi kembali dengan menggunakan larutan
ammonium hidroksida dengan konsentrasi 1M secara perlahan menggunakan buret hingga
didapatkan perubahan pH dari pH 4 menjadi pH 6. Larutan amonium hidroksida dengan
konsentrasi 1M dibuat dengan mencampurkan amonium hidroksida grade pro analis dengan
kemurnian 32% dengan air de-ionized menggunakan perbandingan volume 1:7. Diagram
alir untuk proses pembuatan larutan sol silika ditunjukkan pada gambar 3.2.
18

2 ml Waterglass
PA
Pencampuran
pada magnetic
stirrer selama 5
menit
pH awal = 13
18 ml Air
De-ionized

Penetesan
menggunakan
Asam Asetat 1M buret sambil
diaduk hingga
pH 4

Penetesan
menggunakan
Amonium Hidroksida
buret sambil Sol Silika
1M
diaduk hingga
pH 6

Gambar 3.2. Diagram Alir Proses Pembuatan Sol Silika

3.5.3 Pelapisan Sol Silika pada Kaca


Pada tahap ini, sol silika dilapiskan pada kaca dengan menggunakan metode dip-
coating. Proses dip-coating dilakukan dengan cara mencelupkan kaca pada larutan sol silika,
lalu dilakukan penarikan dengan kecepatan 8 cm/menit secara manual. Selanjutnya
dilakukan proses aging pada lapisan dengan melakukan pemanasan pada suhu 50°C selama
1 jam menggunakan oven. Kaca yang telah di-aging direndam dalam metanol dengan grade
PA selama 1 jam pada suhu ruang (Hamidah, 2012) di dalam wadah tertutup. Diagram alir
proses pelapisan sol silika pada kaca ditunjukkan pada gambar 3.3
19

Larutan Sol silika

Dip-Coating
Media Kaca yang
dengan kecepatan
siap digunakan
8 cm/menit

Pemeraman pada
oven pada
T = 50oC
t = 1 jam

Perendaman pada
metanol PA Lapisan Silika
T = suhu ruang pada Kaca
t = 1 jam

Gambar 3.3. Diagram Alir Proses Pelapisan Sol Silika pada Kaca

3.5.4 Proses Sililasi dan Pengeringan


Pada tahap ini dilakukan perendaman lapisan silika pada kaca menggunakan campuran
antara larutan TEOS dengan larutan n-heksana. Rasio volume antara TEOS dan n-heksana
adalah 1 : 2 (Hamidah, 2012). Proses sililasi dilakukan di dalam waterbath dengan
menggunakan erlenmeyer dan kondensor untuk melakukan refluks. Pada penentuan waktu
optimum proses sililasi, suhu operasi yang digunakan adalah 30°C. Sedangkan untuk
pengujian pengaruh suhu operasi proses sililasi, waktu yang digunakan adalah waktu
optimum yang didapatkan. Selanjutnya dilakukan proses pengeringan dengan memanaskan
lapisan silika yang telah dimodifikasi dalam oven pada suhu 100°C selama 2 jam (Hamidah,
2012:2). Diagram alir proses sililasi dan pengeringan ditunjukkan pada gambar 3.4.
Rangkaian alat untuk proses sililasi ditunjukkan pada lampiran 3.
20

TEOS PA

Pencampuran
dengan rasio
volume TEOS : n-
heksana = 1 : 2

n-heksana PA

Lapisan Silika Proses sililasi


pada Kaca pada waterbath

Pengangkatan
kaca dari larutan
TEOS –
n-heksana

Pengeringan pada
oven Lapisan Aerogel
T = 100oC Hidrofobik
t = 2 jam

Gambar 3.4. Diagram Alir Proses Sililasi dan Pengeringan

3.5.5 Karakterisasi Aerogel


Karakterisasi aerogel yang dilakukan meliputi pengukuran sudut kontak dan analisis
SEM.
3.5.5.1 Pengukuran Sudut Kontak
Pengukuran sudut kontak dilakukan untuk mendapatkan nilai sudut kontak dari tiap
sampel yang didapatkan. Pengukuran sudut kontak dilakukan dengan meneteskan satu tetes
air ke atas lapisan aerogel hidrofobik menggunakan syringe, lalu dilakukan pemotretan
menggunakan perbesaran (zoom) sebanyak 4x dengan posisi sejajar dengan permukaan
bawah butiran air. Setelah itu dilakukan pengukuran tinggi tetesan air yang terbentuk dan
panjang permukaan air yang bersentuhan dengan permukaan lapisan aerogel hidrofobik.
Perhitungan nilai sudut kontak dihitung dengan menggunakan persamaan 2.4 (Hamidah,
2012).
3.5.5.2 Analisis SEM
Analisis SEM dilakukan untuk mengetahui morfologi dari permukaan lapisan aerogel.
Perbesaran yang dilakukan adalah 500x dan 2500x.
21
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengaruh Waktu Operasi Proses Sililasi terhadap Sudut Kontak Air–Aerogel
Pada penelitian ini proses sililasi dilakukan selama rentang waktu 10 jam sampai 14
jam. Variabel yang dikaji adalah pada lama proses sililasi 10 jam, 11 jam, 12 jam, 13 jam,
dan 14 jam. Dari masing-masing variabel tersebut dihitung sudut kontak yang dihasilkan.
Proses sililasi pada variabel tersebut bertujuan untuk mendapatkan waktu optimum proses
sililasi yang dapat menghasilkan nilai sudut kontak air–aerogel tertinggi. Waktu optimum
yang didapatkan akan digunakan untuk menjadi basis waktu pada pengujian pengaruh suhu
operasi proses sililasi terhadap sudut kontak air–aerogel.
Proses sililasi dengan variabel waktu menggunakan suhu operasi 30°C sebagai variabel
tetap. Didapatkan nilai sudut kontak untuk masing masing variabel waktu tertera pada tabel
4.1 dan gambar 4.1.
Tabel 4.1. Data Nilai Sudut Kontak Variabel Waktu Operasi Proses Sililasi
Waktu Sililasi (Jam) Sudut Kontak (°) Beda Nyata (°)
10 131.55 ± 0.878 -
11 139.39 ± 0.179 7.84
12 145.21 ± 0.580 5.82
13 143.50 ± 0.422 1.71
14 141.70 ± 0.432 1.80
Beda Nyata Terkecil (Untuk 13 Jam & 14 Jam) = 1.483°

150,00
145,00
140,00
Sudut Kontak, °

135,00
130,00
125,00
120,00
115,00
110,00
105,00
100,00
10 11 12 13 14
Waktu Sililasi, Jam

Gambar 4.1. Grafik Pengaruh Waktu Operasi Proses Sililasi terhadap Sudut Kontak
Air-Aerogel

21
22

Selama proses pembentukan lapisan aerogel hidrofobik, lapisan hidrofobik pada aerogel
didapatkan dari pertukaran gugus hidroksil dengan gugus alkil yang terjadi pada saat proses
sililasi berlangsung. Penyedia gugus alkil pada saat proses sililasi berlangsung adalah TEOS.
TEOS merupakan senyawa berbasis silika yang memiliki 4 gugus alkil yang terikat pada
silika. Skema pertukaran gugus hidroksil dengan gugus alkil ditunjukkan pada gambar 4.2.

TEOS
Aerogel Silika

Etanol

Aerogel Silika
Hidrofobik

Gambar 4.2. Skema Pertukaran Gugus pada Proses Sililasi

Pada proses sililasi, gugus alkil pada senyawa TEOS akan terus bertukar dengan gugus
hidroksil pada aerogel sampai semua lapisan pada permukaan aerogel tertukar dengan gugus
alkil. Gugus alkil yang bersifat non-polar menyebabkan gaya tolak pada air yang bersifat
polar sehingga terbentuklah lapisan yang hidrofobik. Dibutuhkan waktu tertentu untuk
menukar seluruh gugus hidroksil pada permukaan aerogel dengan gugus alkil. Dari hasil
penelitian ini, didapatkan waktu operasi yang dibutuhkan untuk pertukaran seluruh gugus
hidroksil pada permukaan aerogel adalah 12 jam. Waktu ini diidentifikasi melalui nilai sudut
kontak lapisan aerogel yang meningkat dari 131,55° hingga 145,21° pada waktu 10 jam
hingga 12 jam, namun selanjutnya nilai sudut kontak mengalami penurunan pada 13 jam
sampai 14 jam menjadi 143,50° dan 141,70°. Data sudut kontak untuk variabel waktu 13
jam dan 14 jam dinyatakan mengalami penurunan berdasarkan uji beda nyata terkecil dengan
nilai BNt sebesar 1,483°. Mulai pada jam ke-10, lapisan aerogel yang terbentuk telah
23

tergolong lapisan hidrofobik dan pada posisi tertinggi pada variabel waktu 12 jam lapisan
aerogel yang terbentuk masih tergolong hidrofobik, belum tergolong sebagai aerogel
superhidrofobik karena nilai sudut kontak masih berada dibawah nilai 150°.
Hasil penelitian ini sama dengan hasil dari Hamidah (2012). Menurut Hamidah (2012),
nilai sudut kontak pada lama modifikasi 9 – 13 jam akan menunjukkan peningkatan, namun
pada lama modifikasi 14 – 17 jam akan mengalami penurunan. Penurunan nilai sudut kontak
ini diduga disebabkan oleh terbentuknya alkohol sebagai produk reaksi dari hasil pertukaran
gugus hidroksil dengan gugus alkil pada proses sililasi. Terbentuknya alkohol diduga akan
menyebabkan struktur hidrofobik aerogel yang melemah karena TEOS dapat larut dalam
alkohol (Matheson, 2009). Pelarutan TEOS dalam alkohol dapat melemahkan struktur dari
aerogel karena apabila pori-pori aerogel masih terisi alkohol pada saat proses pengeringan,
meskipun etanol dan n-heksana memiliki nilai tegangan permukaan yang hampir sama yaitu
22,4 dyne/cm untuk etanol dan 18,4 dyne/cm untuk n-heksana, namun secara fisika n-
heksana tidak saling melarutkan TEOS (Matheson, 2009) sehingga pada saat proses
pengeringan berlangsung, penguapan etanol akan merusak struktur silika pada aerogel
sedangkan n-heksana tidak. Dengan banyaknya kandungan etanol dalam sistem yang
dihasilkan dari produk reaksi pertukaran gugus hidroksil dengan gugus alkil, maka
kemungkinan terjadinya perusakan struktur silika pada aerogel akan semakin tinggi. Hal
inilah yang diduga dapat menurunkan nilai sudut kontak dari aerogel yang dihasilkan pada
variabel waktu 13 jam dan 14 jam karena semakin lama reaksi berlangsung maka semakin
banyak produk etanol yang dihasilkan sehingga pada titik tertentu nilai sudut kontak yang
dihasilkan akan mengalami penurunan.
Selain itu Shi (2014) juga menyatakan bahwa nilai sudut kontak yang terbentuk pada
aerogel berbanding terbalik dengan nilai densitas dari aerogel tersebut, semakin tinggi
densitas dari aerogel maka semakin rendah nilai sudut kontak yang dihasilkan. Berhubungan
dengan waktu proses sililasi, Aegerter (2014) menyatakan bahwa semakin lama proses
sililasi berlangsung, maka densitas dari aerogel akan semakin menurun, hingga waktu 30
jam, setelah 30 jam densitas dari aerogel akan kembali meningkat. Dari kedua pernyataan
ditarik hubungan bahwa semakin lama proses sililasi berlangsung, maka akan meningkatkan
sudut kontak dari aerogel, namun akan turun pada titik waktu tertentu. Fenomena ini
menunjukkan hal yang sama dengan yang terjadi pada penelitian ini dimana nilai sudut
kontak yang terbentuk memiliki titik balik pada waktu 12 jam. Perbedaan waktu sililasi
antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya dari Aegerter et al dikarenakan
perbedaan luas permukaan aerogel yang digunakan. Pada dasarnya untuk membentuk
24

hirofobisitas pada aerogel diperlukan proses difusi dari agen sililasi ke dalam pori pori dari
aerogel. Semakin kecil luas permukaan dari aerogel maka akan semakin cepat waktu yang
dibutuhkan untuk melakukan difusi agen sililasi secara sempurna.Gambar kenampakan
sudut kontak air-aerogel pada pengujian variabel waktu ditunjukkan pada gambar 4.3.

131.55° 139.39°

(a) (b)

145.21°
143.50°

(c) (d)

141.70°

(e)

Gambar 4.3. Gambar Sudut Kontak Air-Aerogel yang Terbentuk untuk Variabel
Waktu
(a) 10 Jam (b) 11 Jam (c) 12 Jam (d) 13 Jam (e) 14 Jam
25

4.2. Pengaruh Suhu Operasi Proses Sililasi terhadap Sudut Kontak Air–Aerogel
Pada pengujian pengaruh suhu operasi proses sililasi terhadap sudut kontak
air–aerogel, variabel yang digunakan adalah 30°C, 35°C, 40°C, 45°C, dan 50°C. Dari
masing-masing variabel tersebut, diuji sudut kontak air-aerogel yang terbentuk. Pada
pengujian variabel tersebut digunakan waktu 12 jam sebagai waktu optimum yang telah
ditentukan pada pengujian variabel sebelumnya. Didapatkan nilai sudut kontak untuk
masing-masing variabel suhu tertera pada tabel 4.2 dan gambar 4.4.
Tabel 4.2. Data Nilai Sudut Kontak Variabel Suhu Operasi Proses Sililasi
Suhu Sililasi (°C) Sudut Kontak (°) Beda Nyata (°)
30 145.21 ± 0.572 -
35 144.77 ± 0.234 0.44
40 144.31 ± 0.004 0.46
45 144.28 ± 0.028 0.03
50 143.66 ± 0.117 0.62
Beda Nyata Terkecil = 0.795°
Dari gambar 4.4 didapatkan bahwa tidak terjadi perubahan yang signifikan pada sudut
kontak air-aerogel yang terbentuk seiring dengan meningkatnya suhu operasi proses sililasi,
hal ini dibuktikan secara statistika menggunakan uji beda nyata terkecil dan menghasilkan
nilai BNt sebesar 0,795 dengan nilai persen probabilitas 5%. Suhu operasi proses sililasi
diduga tidak berpengaruh secara langsung pada nilai sudut kontak yang dihasilkan antara
air-aerogel. Rata-rata nilai sudut kontak untuk variabel suhu adalah 144,45°. Diduga laju
reaksi pertukaran gugus dan laju difusi agen sililasi ke dalam pori-pori aerogel tidak berubah
secara signifikan pada rentang suhu 30°C – 50°C. Selain itu pada waktu operasi proses
sililasi yang sama dan pada suhu operasi yang berbeda, diduga proses yang berlangsung
tidak jauh berbeda dan karakter hidrofobik dari lapisan aerogel mencapai puncaknya pada
waktu yang sama yaitu 12 jam sehingga pada pengujian variabel suhu tidak didapatkan
perbedaan yang signifikan antar masing masing variabel suhu. Merujuk pada pernyataan
Aegerter et al (2011) bahwa lama laju difusi akan mempengaruhi lama waktu dari proses
sililasi berlangsung, maka dapat dikatakan bahwa pada pengujian pengaruh suhu operasi
proses sililasi tidak mempengaruhi nilai sudut kontak maksimum yang dapat dihasilkan pada
waktu operasi yang sama, namun suhu operasi proses sililasi dapat mempengaruhi lama
waktu proses sililasi yang dibutuhkan untuk mencapai proses difusi yang optimal.
26

150,00
145,00
140,00
135,00
Sudut Kontak

130,00
125,00
120,00
115,00
110,00
105,00
100,00
30 35 40 45 50
Suhu Sililasi, °C

Gambar 4.4. Grafik Pengaruh Suhu Operasi Proses Sililasi terhadap Sudut Kontak
Air-Aerogel
Gambar kenampakan sudut kontak air-aerogel yang terbentuk pada pengujian variabel
suhu ditunjukkan pada gambar 4.5.

145.22° 144.77°

(a) (b)

144.31°
144.28°
145.22°
144.31
°

(c) (d)
27

143.66°
145.22°

(e)
Gambar 4.5. Gambar Sudut Kontak Air-Aerogel yang Terbentuk untuk Variabel Suhu
(a) 30°C (b) 35°C (c) 40°C (d) 45°C (e) 50°C

4.3. Analisis Uji SEM pada Aerogel


Pada penelitian ini, uji SEM pada aerogel dilakukan untuk melihat morfologi dari
aerogel sebagai bahan pendukung penelitian. Uji SEM yang dilakukan pada aerogel
menggunakan perbesaran 2500x dan 500x. Gambar hasil uji SEM pada aerogel ditunjukkan
pada gambar 4.6.

(a) (b)

Gambar 4.6. Kenampakan Uji SEM pada Permukaan Aerogel Silika pada Perbesaran
(a) 2500x dan (b) 500x

Dari hasil uji SEM yang dilakukan pada permukaan aerogel, didapatkan banyak retakan
pada permukaan aerogel silika yang dihasilkan. Hal ini disebabkan oleh penggunaan TEOS
sebagai agen sililasi. Fungsi agen sililasi selain sebagai penyedia gugus hidrofobik, juga
seharusnya berperan sebagai pengisi pori-pori aerogel dengan gugus silika pada agen sililasi
yang akan memperkuat struktur dari aerogel tersebut. TEOS tidak dapat berperan dengan
28

optimal karena TEOS tergolong sebagai agen sililasi tetra-fungsional, dimana silika diikat
dengan 4 gugus alkil. Agen sililasi tetra-fungsional lebih stabil jika dibandingkan dengan
agen sililasi tri-fungsional seperti TMCS dimana silika diikat dengan 3 gugus alkil dan 1
gugus klorin dimana gugus klorin dapat dengan mudah menyebabkan ikatan silika menjadi
tidak stabil dan cenderung berikatan dengan gugus silika yang terdapat pada pori-pori
aerogel. Penggunaan TEOS disini tidak memberikan ikatan silika pada pori semakin
menguat sehingga akhirnya terbentuk retakan setelah proses pengeringan berlangsung.

Retakan yang terbentuk pada aerogel ini juga menyebabkan ketahanan hidrofobisitas
dari aerogel menjadi turun. Sifat hidrofobik pada aerogel yang terbentuk hanya bertahan
selama 4 hari. Pada hari ke-4 nilai sudut kontak dari aerogel turun hingga nilai 80,04°. Hal
ini diduga disebabkan oleh pembentukan struktur pori oleh TEOS yang kurang kuat sehingga
ikatan gugus alkil pada permukaan aerogel menjadi tidak kuat. Gugus alkil pada permukaan
aerogel yang tidak kuat akan menyebabkan gugus alkil mudah terputus akibat paparan
dengan lingkungan yang lembab sehingga hidrofobisitas dari aerogel juga ikut berkurang.
Data penurunan nilai sudut kontak pada uji ketahanan hidrofobisitas dari hari pertama hingga
hari keempat ditunjukkan pada tabel 4.3.

Tabel 4.3. Ketahanan Hidrofobisitas Lapisan Aerogel

Hari ke- Sudut Kontak (°) Persen Penurunan (%)


1 145,21 9,841
2 130,92 17,400
3 108,14 25,985
4 80,04 -
29
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
1. Waktu operasi optimum proses sililasi yang didapatkan untuk pembuatan lapisan
aerogel hidrofobik pada penelitian ini adalah 12 jam dengan nilai sudut kontak sebesar
145,21° dimana semakin tinggi waktu operasi maka semakin tinggi nilai sudut kontak
lapisan aerogel, namun akan menurun setelah waktu operasi optimumnya.
2. Suhu operasi proses sililasi pada rentang 30°C – 50°C tidak berpengaruh pada nilai
sudut kontak lapisan aerogel hidrofobik. Nilai rata-rata sudut kontak untuk variabel suhu
operasi adalah 144.45°.

5.2. Saran
1. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh suhu operasi proses sililasi
terhadap aspek-aspek lain selain sudut kontak dalam aerogel untuk mengkaji lebih lanjut
mengenai pengaruh suhu operasi proses sililasi terhadap aerogel hidrofobik secara lebih
mendalam.
2. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai metode peningkatan ketahanan
hidrofobisitas aerogel tanpa menurunkan nilai sudut kontak secara signifikan.

29
DAFTAR PUSTAKA

Aegerter, Michel A., Michel Prassas, Nicholas Leventis, dan Mathias M. Koebel. 2011.
Aerogel Handbook. London: Springer Science Business Media
American Society for Testing and Materials. 1994. Compilation of ASTM Standard
Definitions 8th Edition. Philadelphia: American Society for Testing and Materials
Anderson, Ann M. & Marry K. Carroll. 2011. Hydrophobic Silica Aerogels: Review of
Synthesis, Properties and Application. New York: Union College.
Fairus, Sirin, Haryono, Mas H. Sugita & Agus Sudrajat. 2009. Proses Pembuatan
Waterglass dari Pasir Silica dengan Pelebur Natrium Hidroksida. Jurnal Teknik Kimia
Indonesia. Vol. 8 No. 2 : 56-62
Hamidah, N., Meta Fitri R., Heru Setyawan & Samsudin Affandi. 2012. Pelapisan
Hidrofobik Pada Kaca Melalui Metode Sol-Gel Dengan Precursor Waterglass.
JURNAL TEKNIK POMITS. Vol. 1 No. 1 : 1-4.
Kung, Harold H. 1994. Methanol Production and Use Chemical Industries. New York:
Marcel Dekker, Inc.
Li, Ming, Hongyi Jiang, Dong Xu, Ou Hai & Wei Zheng. 2016. Low Density and
Hydrophobic Silica Aerogels Dried Under Ambient Pressure Using a New Co-
precursor Method. Journal Of Non-Crystalline Solids. Vol. 452 : 187-193.
Matheson. 2009. Material Safety Data Sheet : Tetra Ethyl Ortho Silicate. United State :
Matheson Tri Gas
Milea, C.A., C. Bogatu & A. Duta. 2011. The Influence of Parameters in Silica Sol-Gel
Process. Bulletin of the Transilvania University of Brasov. Vol. 4 : 53
Nafikah, Fifi, Tjahjanto, Rachmat T., Purwonugroho, Danar. 2013. Pengaruh Temperatur
Penggantian Pelarut terhadap Hidrofobisitas Aerogel Silika. Kimia Student Journal. I
(1) : 112-118
Othmer, Kirk. 1998. Encyclopedia Of Chemical Technology. USA : John Wiley & Sons.
Inc.
Oxychem. 2011. The OxyChem Sodium Silicates Handbook. Texas : Occidental Chemical
Corporation

31
Patnaik, Pradyot. 2003. Handbook of Inorganic Chemicals. New Jersey: The McGraw-Hill
Companies.
Ratke, Lorentz. 2011. Aerogels – Structure, Properties and Applications. Koln: Deutsches
Zentrum Luft und Raumfahrt (DLR) e.v
Reagentworld. 2011. Material Safety Data Sheet: Tetraethoxysilane. California: Reagent
World, Inc.Sarawade, Pradip B., Jong-Kil Kim, Askwar Hilonga & Hee Taik Kim.
2009. Production of Low-density Sodium Silicate-based Hydrophobic Silica Aerogel
Beads by a Novel Fast Gelation Process and Ambient Pressure Drying Process. Solids
State Science. Vol. 12 : 911-918
Sciencelab. 2013. Material Safety Data Sheet: n-heptane. Texas: Sciencelab.com, Inc.
Schneller, T. 2013. Chemical Solution Deposition of Functional Oxide Thin Films. USA :
Springer-Verlag Wien.
Sedlacek, Daniel. 2009. Aerogel Synthesis and Application. Kutipan dari tesis. Claremont :
Departement of Physics Pomona College, Claremont, USA.
Speight, James G. 2002. Chemical And Process Design Handbook. New York: The
McGraw-Hill Companies
Sujatno, Agus., Rohmad, Salam., Bandriyana. & Dimyanti, Arbi. 2015. Studi Scanning
Electron Microscopy (Sem) Untuk Karakterisasi Proses Oxidasi Paduan Zirkonium.
Jurnal Forum Nuklir (JFN), Vol. 9 (2) : 44-50.
Vazquez, Laura O.A., Dominguez, Jose L.C.,Garcia, Enelio T. & Ibarra, Jose R.V. 2011.
Industrial Aplication of Catalytic Systems for n-Heptane Isomerization. Mexico :
Molecules, Inc.
Zulfikar, M. Abrianto, Rachmat T. Tjahjanto, dan Darjito. 2014. Pengaruh pH dan
konsentrasi TMCS pada sintesis aerogel silika dari waterglass. Kimia.Student Journal.
Vol. 1 (1) : 78-84,

32

Anda mungkin juga menyukai