Anda di halaman 1dari 26

Nama : Vinanda Arum Tri Kurniawan

NPM : 2014151001
Identitas jurnal :
Judul : Studi Penerapan Metode Pohon Contoh (Tree Sampling) Dalam Pendugaan Potensi
Tegakan Hutan Tanaman Ekaliptus
Judul jurnal : Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan
Penulis : Arland S, Emy Sadjati, Muhammad Ikhwan
Volume : Vol. 13 No. 2
Halaman : 132-143
Tahun : 2018

Kegiatan pengelolaan hutan memerlukan suatu perencanaan yang bersifat berkesinambungan dengan
tetap memperhatikan aspek kelestarian. Aspek kelestarian tersebut antara lain fungsi produksi, fungsi
sosial serta fungsi ekologis. Untuk mencapai hal tersebut maka diperlukan inventarisasi hutan yang tepat.
Untuk mencapai hal tersebut maka diperlukan data yang tepat untuk menyajikan informasi mengenai
potensi tegakan hutan yang ada melalui kegiatan inventarisasi hutan. Untuk menghasilkan data yang
tepat dan akurat maka kegiatan inventarisasi harus dilakukan dengan terencana dan terukur

Akan tetapi pada kegiatan inventarisasi ditemukan beberapa masalah yang dihadapi baik pada segi
biaya, waktu, geografis dan sumber daya manusia yang dibutuhkan. Faktor-faktor penghambat tersebut
dapat diatasi dengan membuat serangkaian upaya menggunakan beberapa metode yang telah
dikembangkan baik pada teknik pengambilan data maupun pengolahan datanya. Dari beberapa metode
tersebutpada umumnya metode sampling diketahui sebagai metode yang sesuai dan efektif mengingat
beberapa faktor alasan seperti, efisiensi waktu dan biaya, adanya resiko kerusakan yang ditimbulkan
pada pengamatan, ketelitian dalam pelaksanaan pengamatan dan ekonomi atau nilai manfaat

Metode sampling yang digunakan pada kegiatan inventarisasi adalah metode konvensional dengan
menggunakan plot petak ukur atau plot lingkaran (circular plot) dengan luas dan intensitas sampling yang
telah ditentukan sesuai kelas umur tegakan. Selain menggunakan metode konvensional tersebut ada
metode lain yang dianggap mempunyai keunggulan lain dan mampu memberikan hasil yang baik dan
cukup akurat yaitu metode tree sampling .Keunggulan pada metode ini adalah penerapannya dilapangan
yang lebih sederhana, akurat, cepat, dan lebih mudah dipahami khususnya untuk masyarakat. Namun
metode ini perlu adanya pengembangan lebih lanjut agar menjadi alternatif yang lebih baik sehingga
metode tree sampling ini dapat dijadikan pembanding khususnya metode konvensional yang selama ini
digunakan
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji tingkat efisiensi, efektivitas dan ketelitian antara
metode tree sampling dan metode circular plot, sehingga diharapkan diperoleh metode inventarisasi
hutan yang bersifat efisien, efektif dan teliti di wilayah kerja kawasan hutan tanaman khususnya pada
wilayah kerja PT. Manfaat Penelitian Pada penelitian ini diharapkan metode tree sampling dapat
diterapkan bagi instansi dan peneliti lainnya dalam kegiatan inventarisasi hutan untuk memperoleh data
secara efektif, efisien dan akurat. Alat dan Bahan penelitian yang akan digunakan adalah Tegakan Hutan
Tanaman Industri Ekaliptus (Eucalyptus pellita) satu tahun sebelum tebangan, sedangkan alat -alat yang
digunakan untuk pengambilan data yaitu phi band, meteran, vertex, kompas, stopwatch, alat tulis,
kalkulator, tally sheet dan clinometers....

Pada pengambilan unit contoh yang terpilih akan dilakukan dengan menggunakan dua metode
penentuan bentuk unit contoh dalam inventarisasi hutan, yaitu metode sampling dimana metode sampling
ini terbagi atas circular plot dan metode tree. Pada metode circular plot dilakukan pengukuran diameter
setinggi dada (1,30 m diatas tanah) semua pohon yang masuk dalam petak ukur seluas 0,02 hektar,
sedangkan untuk metode tree sampling, pengukuran hanya dilakukan pada pohon-pohon yang terdekat
dengan titik pusat pengukuran saja, dalam hal ini pengukuran diameter hanya dilakukan pada 6, 8 dan 10
pohon terdekat dari titik pusat pengukuran.

Berdasarkan intensitas sampling (IS) yang sudah ditetapkan, maka jumlah unit petak ukur dapat
ditentukan dengan rumus : n = IS x N dimana : n = jumlah unit contoh IS = intensitas sampling (%) N =
jumlah unit populasi N diperoleh dengan menggunakan rumus : N = ( ) ( ) Dari rumus tersebut dapat
diketahui jumlah unit contoh yang dibutuhkan adalah 25 dengan luas areal 0,02 ha. b. Untuk metode tree
sampling jumlah dan penempatan petak ukur disesuaikan dengan metode circular plot. Pengukuran
dilakukan pada pohon-pohon terdekat dari pusat pengukuran (6, 8, dan 10 pohon)....

Dalam hal ini, jumlah pohon yang diukur adalah 6, 8, dan 10 pohon. Untuk metode sensus dengan
menghitung jumlah populasi yang tersisa dari metode sampling sebelumnya secara menyeluruh. Data
sekunder yang diperlukan meliputi peta kerja dan sumber referensi lainnya tentang inventarisasi hutan.
Jarak dan diameter pohon diukur dengan menggunakan meterandan phi band. Pengukuran waktu
tersebut menggunakan stopwatch.

Identitas jurnal :
Judul : Inventarisasi Jenis-Jenis Pohon Di Hutan Wisata Dumai
Judul jurnal : Jurnal Ilmu-Ilmu Kehutanan
Penulis : Defri Yoza
Volume : Vol. 1 No. 1
Halaman : 53-58
Tahun : 2017
Istilah inventarisasi hutan diterjemah-kan dari bahasa Inggris "Forest Inventory" dan dari bahasa Belanda
"Bosch Inventarisatie" yang diterjemahkan menjadi Inventarisasi Hutan. Inventarisasi hutan merupakan
suatu kegiatan mengumpulkan data dan informasi tentang sumberdaya hutan, potensi kekayaan hutan
serta lingkungannya secara lengkap yang mencakup survei mengenai status dan keadaaan fisik hutan,
flora dan fauna, sumberdaya manusia serta kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan. Menurut
Shiver dan Borders (1996) inventarisasi hutan adalah suatu deskripsi tentang kuantitas dan kualitas dari
pepohonan serta organisme lainnya yang hidup di dalam hutan serta tentang lahan yang merupakan
tapak dari hutan itu sendiri

Dengan demikian, tujuan dari inventarisasi hutan dapat mencakup estimasi terhadap volume atau nilai
dari kayu yang ada di dalam suatu kawasan hutan, jumlah satwa tertentu, jumlah flora langka yang ada
dalam suatu kawasan, panjang jalan hutan dalam wilayah tertentu, jenis-jenis tanah atau objek-objek
lainnya yang menjadi tujuan survei. Inventarisasi hutan sebagai salah satu cabang ilmu kehutanaan juga
berasal dari Negara-negara Eropa. Oleh karena itu juga, tidak mengherankan bila akhirnya Amerika
Utara mempunyai sumbangan yang cukup dominan dalam ikut mempercepat perkembangan teknik
inventarisasi hutan

Inventarisasi hutan merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting dalam perencanaan hutan. Hasil
inventarisasi hutan sangat diperlukan dalam kegiatan pengukuhan hutan, penatagunaan hutan,
pembentukan wilayah pengelolaan serta dalam rangka penyusunan rencana kehutanan. Guna
mewujudkan suatu pengelolaan hutan yang memberikan manfaat yang sebesar-besarnya serta serba
guna bagi kemakmuran rakyat, diperlukan suatu pengurusan hutan yang baik. Penatagunaan hutan
adalah kegiatan penetapan fungsi dan penggunaan kawasan hutan. Oleh karena proses pengukuhan
hutan memerlukan waktu yang relatif lama, maka kegiatan penatagunaan hutan ini tidak mutlak harus
didahului dengan kegiatan pengukuhan hutan.

Penatagunaan hutan umumnya diatur oleh suatu peraturan pemerintah yang memuat tentang kriteria dan
persyaratan kawasan hutan sesuai dengan fungsi pokoknya. Hutan wisata Dumai merupakan salah satu
hutan konservasi yang merupakan Hutan Pelestarian Alam.. Hutan Wisata Dumai merupakan kawasan
yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber
alam, sumberdaya buatan dan nilai sejarah, serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan
berkelanjutan Dalam mempertimbangkan fungsi utama hutan wisata Dumai, kegiatan inventarisasi hutan
bertujuan antara lain: 1. Mengidentifikasi jenis flora dan fauna yang ada di hutan wisata dumai 2.
Menganalisis kelimpahan jenis flora dan fauna yang ada di hutan wisata dumai bahan dan metode
Inventarisasi dilakukan pada bulan Desember berlokasi di Hutan Wisata Kota Dumai
Hutan wisata ini memiliki 2 tipe vegetasi berhutan dan vegetasi semak belukar. Obyek yang digunakan
sebagai bahan inventarisasi adalah fauna yang terdiri atas berbagai jenis vertebrata (mamalia dan aves)
di kawasan sekitar hutan wisata dumai. Data biotik meliputi data jenis dan fauna dan vegetasi serta
kelimpahan masing-masing jenis. Lokasi Kegiatan Alat-alat yang digunakan dalam inven-tarisasi dan
pengumpulan data meliputi: 1. Binokuler (teropong) 7x50 mm 2. Tambang plastik sepanjang 20 m 3. Pita
ukur, phiband dan meteran berukuran 50 m 4. Peta kerja /lokasi dan potret udara/citra satelit. Kompas
Suunto Untuk pendelinasian kawasan studi tim pelaksana dibantu dengan peta Kawasan Hutan Wisata
Kota Dumai yang diperoleh dari Badan Konservasi Sumberdaya Hutan Provinsi Riau. Kemudian data
kawasan tersebut dioverlaykan dengan Citra IKONOS kawasan Dumai Kota yang juga meliputi kawasan
hutan wisata

Citra IKONOS diperoleh dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota Dumai, yang direkam pada
tanggal 26 Agustus 2004, memiliki resolusi spasial 1 x 1 meter dan kemam-puannya dalam membeda
nilai spektal adalah sedalam 16 bit (65536 gradari warna) serta memiliki tiga kombinasi saluran warna
yaitu merah, hijau dan biru (RBG) .Kegiatan inventarisasi ini dibagi atas; 1) identifikasi diversitas flora di
kawasan hutan wisata Kota Dumai, 2) menghitung nilai penting dari flora yang terdapat di kawasan hutan
wisata Kota Dumai

Adapun metode yang digunakan untuk masing-masing kegiatan dapat dijelaskan sebagai berikut;
Identifikasi Diversitas Flora di Kawasan Hutan Wisata Kota Dumai Penelitian ekologi tumbuhan bertujuan
untuk mempertelakantipe komunitas, kompo-sisi flora, struktur hutan, persebaran jenis-jenis
bernilaiekonomi dan untuk mengetahui pola demografi hutan. Transek fauna dan vegetasi ditentukan
pada peta kerja dengan meletakkan jalur pada vegetasi yang dianggap mewakili dengan sampling
(sratified sampling).

Data yang dikumpulkan untuk tingkat tiang dan pohon adalah jenis, jumlah individu setiap jenis dan
diameter setinggi dada dan untuk anak pohon diukur 50 cm dari perukaan tanah, yinggi batang dan posisi
pohon. Untuk tingkat semai dan pancang, data yang dikumpulkan hanya jenis dan jumlah individu. Nilai
INP tersebut merupakan penjumlahan nilai-nilai kerapan relatif(KR), frekuensi relatif (FR), untuk tingkat
semai dan pancang sedang untuk tingkat tiang dan pohon ditambah nilai dominasi relatif (DR).perhitungn
nilai-nilai tersebut: Berdasarkan hasil survei dan identifikasi jenis di hutan wisata Dumai didapatkan 2
kategori hutan yakni hutan rawa (selalu berair) dan hutan kering dengan posisi yang lebih tinggi
disbanding hutan rawa.Hutan rawa ini terdapat di sekitar sungai dan rumah singgah.

Identitas jurnal :
Judul : Keanekaragaman Jenis dan Simpanan Karbon Pohon di Resort Pemerihan, Taman
Nasional Bukit Barisan Selatan
Judul jurnal : Jurnal Sylva Lestari
Penulis : Hasbiyan Erly, Christine Wulandari, Rahmat Safe’I , Hari Kaskoyo, Gunardi Djoko
Winarno
Volume : Vol. 7 No. 2
Halaman : 139-149
Tahun : 2019

Resort ini memiliki potensi keanekaragaman jenis dan simpanan karbon yang besar. Saat ini keberadaan
keanekaragaman hayati di Resort Pemerihan terancam akibat ulah manusia. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui tingkat keanekaragaman jenis dan besarnya simpanan karbon pohon di Resort
Pemerihan. Plot yang digunakan adalah plot (National Forest Inventory atau NFI) atau Inventarisasi
Hutan Nasional sebanyak 5 plot klaster dengan luas masing-masing plot 1 ha

Pengambilan data sampel pohon dilakukan secara sensus terhadap seluruh pohon dalam plot klaster
dengan mengukur diameter dan tinggi. Pohon yang diukur adalah yang berdiameter ≥ 20 cm. Analisis
keanekaragaman jenis pohon menggunakan Indeks Shannon-Whiener. Simpanan karbon pohon
dianalisis mengunakan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang mengacu pada Intergovermental Panel on
Climate Change (IPCC). Hasil penelitian menunjukan bahwa Resort Pemerihan memiliki tipe ekosistem
Dipterocaparceae campuran dan bertipe hutan normal. Resort Pemerihan memiliki 611 individu pohon
dalam 99 jenis pohon dan 38 suku pohon.

Indeks keanekaragaman jenis (H´) sebesar 2,70 yang dikategorikan sedang dan memiliki lingkungan
yang sangat stabil. Simpanan karbon pohon adalah sebesar 277,64 ton c/ha. Kategori hutan lahan kering
primer dan Kerapatan Tinggi (HK 3)....

Salah satu dari lima puluh taman nasional yang ada di Indonesia adalah Taman Nasional Bukit Barisan
Selatan (TNBBS). Resort Pemerihan merupakan bagian wilayah pengelolaan Balai Besar TNBBS.
Kawasan Resort Pemerihan merupakan bagian dari ekosistem hutan hujan tropis dataran rendah.
Sebagai bagian dari TNBBS, Resort Pemerihan teridentifikasi mempunyai keanekaragaman jenis flora
dan fauna yang tinggi (Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan 2017b) .Keanekaragaman
hayati yang tinggi dan mewakili kelompok hutan penting di Sumatera serta mempunyai panorama alam
yang indah merupakan ciri khas dan keunikan yang dimiliki TNBBS.

Tahun 2004, United Educational, Scientific and Cultural Organization (Unesco) menetapkan sebagai The
Tropical Rainforest Heritage of Sumatera (THRS) bersama Taman Nasional Gunung Leuser dan Taman
Nasional Kerinci Seblat (Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan 2017. Kenyataan di lapangan
menunjukkan bahwa wilayah kelola TNBBS juga tidak lepas dari kerusakan hutan akibat campur tangan
manusia berupa perambahan, pembukaan jalan, dan pembalakan liar atau penebangan liar. Kegiatan-
kegiatan tersebut mengakibatkan perubagan tutupan lahan hutan primer menjadi hutan sekunder bahkan
semak belukar dan lahan terbuka (Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan 2017.

.Hutan tropis Indonesia teridentifikasi memiliki keanekaragaman hayati penting dan simpanan karbon
yang tinggi .Kerusakan hutan mengancam kelestarian jenis bahkan menimbulkan kepunahan dari jenis
yang langka dan dilindungi. Perdagangan karbon menjadi salah satu alternatif peningkatan nilai jasa
lingkungan dalam upaya melestarikan kawasan hutan. Menuju perdagangan karbon yang dapat diterima
dunia diperlukan data yang tepat, akurat dan dasar ilmiah yang kuat.. Penelitian dilakukan untuk
mengetahui tingkat keanekaragaman jenis pohon dan besarnya simpanan karbon pohon di Resort
Pemerihan TNBBS

Taman hutan raya untuk mengetahui kondisi di lapangan yang sebenarnya dan kemampuan hutan
konservasi dalam dalam menghadapi gangguan termasuk perambahan dan menentukan jenis upaya
konservasi yang akan dilakukan. Penelitian ini dilakukan di 5 (lima) plot klaster National Forest Inventory
(NFI) atau Inventarisasi Hutan Nasional (IHN) dalam wilayah Resort Pemerihan. NFI adalah program
inventarisasi dari Departemen Kehutanan (sekarang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan)
yang bertujuan untuk mengetahui data dan informasi mengenai potensi sumber daya hutan

Wilayah Resort Pemerihan termasuk dalam Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) II Bengkunat,
Bidang Pengelolaan Taman Nasional (BPTN) Wilayah I Semaka pada Kawasan Hutan TNBBS, Provinsi
Lampung. Resort Pemerihan secara geografis terletak antara 104' 21' 05,539" Bujur Timur sampai
dengan 104' 29' 34,305" Bujur Timur dan 05' 26' 38,566" Lintang Selatan sampai dengan 05' 41' 55,111"
Lintang Selatan. Menurut klasifilasi Schmidt dan Ferguson, tipe hujan di Resort Pemerihan adalah tipe A,
curah hujan sebesar 2.500 - 3.000 mm per tahun (Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan
2017a). Jenis tanah didominasi oleh Podsolik Merah Kuning dan Aluvial.

Identitas jurnal :
Judul : Inventarisasi Tegakan Tinggal Wilayah Hph Pt. Indexim Utama Di Kabupaten Barito
Utara Kalimantan Tengah
Judul Jurnal : Jurnal Hutan Tropis Borneo
Penulis : Muhammad Helmi
Volume : Vol. 26 No. 1
Halaman : 185-189
Tahun : 2009
UU nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan, yaitu hutan mempunyai 3 fungsi, yaitu fungsi lindung, fungsi
konservasi dan fungsi produksi. Departemen Kehutanan dan Perkebunan (1999) menerangkan hutan
lindung adalah hutan yang diperuntukkan bagi perlindungan tata tanah dan air bagi kawasan
disekitarnya. Hutan konservasi adalah kawasan hutan yang mempunyai cirri khas tertentu yang
diperuntukkan bagi perlindungan alam, pengawetan jenis flora dan fauna, wisata ala dan keperluan ilmu
pengetahuan. Sedangkan hutan produksi adalah hutan yangdiperuntukkan bagi produksi kayu dan hasil
hutan lainnya untuk mendukung perekonoian Negara dan perekonoian masyarakat.

Berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan No. 485/Kpts/II/1989 tentang pengelolaan hutan menerapkan
antara lai mengenai pengelolaan hutan produksi dilakukan dengan system TPTI, THPB, THP.
Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 200/Kpts-IV/1994, hutan alam bekas tebangan yang tidak
produktif apabila pohon inti < 25 batang/Ha, Tiang 75 batang/Ha, Pancang < 240 batang/Ha, dan semai
<1000 batang/Ha. Tujuan yang ingin dicapai oleh inventarisasi hutan dapat bermacammacam dimana
pada intinya inventarisasi hutan akan mencatat berbagai macam informasi hutan. Namun penekanan
terhadap informasi yang diperlukan tersebut adalah berbeda tergantung pada tujuan inventarisasi itu
sendiri. Sampling adalah cara pengumpulan data kalau hanya elemen sample yang diteliti, hasilnya
merupakan data perkiraan atau estimate.

Data perkiraan berbeda dengan parameter, perbedaan ini disebut dengan kesalahan sampling. Semakin
kecil kesalahan sampling suatu perkiraan, makin teliti perkiraan INVENTARISASI TEGAKAN..(26):185-
189 Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 26, Edisi Juni 2009 186 tersebut dan nilainya makin dekat dengan
nilai sebenarnya (Supranto, 1998). Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi potensi tegakan
tinggal pada berbagai tingkat permudaan di wilayah HPH PT. Indexim Utama Di Kabupaten Barito Utara
Kalimantan Tengah dan dapat menghitung jumlah individu per hektar (batang/Ha), potensi volume per
hektar (m3/Ha) dan juga potensi ratarata keseluruhan batang/Ha. Manfaat penelitian ini adalah sebagai
masukan data potensi hutan produksi bekas tebangan bagi pihak HPH. PT.

Indexim Utama dalam rangka menjaga kelestarian sumberdaya hutan, juga sebagai informasi bagi
Pemerintah Kabupaten Barito Utara Khususnya Dinas Kehutanan agar bias menjadi pertimbangan dalam
pengelolaan dan juga dalam menentukan pemanfaatan kawasan hutan wilayah oleh HPH PT. Indexim
Utama dimasa yang akan datang. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di areal hutan HPH
PT. Indexim Utama Kecamatan Gunung Purai Di Kabupaten Barito Utara Kalimantan Tengah dengan
waktu yang diperlukan ± 3 bulan yaitu bulan Mei sampai dengan Juli 2008, termasuk pengolahan data
dan penulisan laporan penelitian. Objek penelitian ini adalah keadaan tegakan baik tingkat semai,
pancang, tiang dan pohon yang terdapat di petak pengamatan di areal HPH PT. Indexim Utama.
Peralatan yang digunakan, peta kerja, kompas, GPS, Haga meter, pita ukur, tali rafia, parang, tally sheet,
alat tulis, kalkulator, kamera dan tenaga bantu sekitar 3 orang.
Pengumpulan data, yaitu data primer dan sekunder. Pengambilan sample, yaitu pengambilan secara
purposive sampling, berdasarkan keterwakilan tipe penutupan lahan. Plot sample yang digunakan adalah
jalur berpetak yaitu kombinasi antara jalur dan petak. Analisis data, untuk perhitungan,diameter pohon π
d = k volume pohon V= 1/4π .d2 x T. f Jumlah individu dalam satu petak dikalikan dengan konstanta
merupakan jumlah individu dalam satu petak dengan satuan batang/Ha dan jumlah volume dalam satu
petak dikalikan dengan konstanta meerupakan jumlah volume dalam satu petak dengan satuan m3/Ha.
Rata-rata Volume, Σ xi x = n Keragaman volume tegakan Σ xi - ( Σ xi)2/n S2xi = n -1 Keragaman
simpangan baku (Standard deviasi), Sxi = S2xi Galat baku (Standard Error), S x i = S 2xi/n Kesalahan
penarikan sample t x S x i SE = x 100 % x Nilai kisaran α = 0,05 INVENTARISASI TEGAKAN..(26):185-
189 Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 26, Edisi Juni 2009 187 CI = x ± t x S x i Potensi rata-rata
keseluruhan = x a. la + x b. lb (la + lb) Keterangan : x a = Nilai rata-rata bekas tebangan x b = Nilai rata-
rata semak belukar La = Luas areal bekas tebangan Lb = Luas areal semakbelukar HASIL DAN
PEMBAHAHASAN Hasil penafsiran peta penutupan lahan dan hasil penelitian di lapangan dengan
penentuan titik koordinat yang merupakan titik ikat diketahui bahwa keadaan vegetasi atau penutupan
lahan areal kerja HPH PT.

Indexi Utama terdiri dari hutan primer seluas 35.220 Ha (67,11%), hutan bekas tebangan seluas 15.756
Ha (30,02%), dan non pohon seluas 1.504 Ha (2,87%) dan luas hutan produksi terbatas seluas 45.500
Ha serta hutan produksi 6.980 Ha. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan pada lokasi penelitian dari
lia jalur pengamatan terdapat tingkat semai sebanyak 54 jenis, pancang 47 jenis, tiang 46 jenis, dan
pohon 44 jenis. Jenis yang paling mendominasi yaitu Shorea sp yaitu dari jenis meranti, disusul jenis
hopea sp yaitu bangkirai, kemudian dari jenis Dipterocarpus sp yaitu jenis keruing. Potensi jumlah
individu yang ditemukan dari lima jalur pengamatan, jumlah yang terbanyak terdapat pada tingkat semai
10157500 batang/Ha, disusul tingkat pancang 1380400 batang/Ha, tiang 111800 batang/Ha dan pohon
26600 batang/Ha. Perbedaan banyaknya jumlah individu dari setiap jalur disebabkan oleh adanya system
eksploitasi hutan yang digunakan, yaitu system konvensional dan RIL.

Hasil analisii potensi jumlah individu per hektar dari keseluruhan jalur pengamatan menunjukkan bahwa
pada tingkat pohon lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah individu per hektar tingkat semai, pancang
serta tiang. Hal ini dikarenakan jumlah besarnya diameter pohon berbanding terbalik dengan jumlah jenis
atau dengan kata lain pohon dengan diameter yang besar dalam kawasan hutan jumlahnya sedikit bila
dibandingkan dengan jumlah semai, pancang dan tiang. Kesalahan penarikan sample merupakan
perbedaan kemungkinan antara nilai taksiran dengn nilai parameter populasi. Ukuran ketelitian atau
kecermatan suatu penarikan sample dapat dilihat dari besar kecilnya kesalahan penarikan sample yang
didapat. Nilai kesalahan penarikan sample yang besar berarti ketelitiannya kecil dan sebaliknya. Hasil
analisis kesalahan penarikan sample dengan tingkat kepercayaan, ketelitian 95% menunjukkan bahwa
teknik penarikan sample dengan metode kombinasi jalur berpetak memiliki ketelitian yang cukup tinggi.
Jumlah volume tegakan yang diperoleh dari setiap jalur dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Jumlah
volume tegakan setiap jalur No Jalur Pengamatan Jumlah Volume (m3/petak) 1 2 3 4 5 RKT Tahun 2001
RKT Tahun 2003 RKT Tahun 2006 RKT Tahun 2004 RKT Tahun 2004 32,145 44,079 17,99 32,162
29,598 INVENTARISASI TEGAKAN..(26):185-189 Jurnal Hutan Tropis Borneo No. 26, Edisi Juni 2009
188 Tabel 2. Potensi Rata-rata Keseluruhan berdasarkan Tingkat Pertumbuhan No Tingkat Pertumbuhan
Potensi Rata-rata Keseluruhan (batang/ha)1 1 Semai 451,44 2 Pancang 61,35 3 Tiang 4,97 4 Pohon 1,18
RKT pada tahun 2001 jumlahnya sedikit disbanding dengan RKT tahun 2003, hal ini disebabkan pada
RKT 2001 sistem eksploitasinya menggunakan system konvensional jadi kemungkinan terjadi penurunan
potensi.

Selain itu, pada areal ini akses jalan yang lancer dan baik serta arealnya sangat dekat dengan
pemukiman penduduk, sehingga sangat mungkin areal tersebut dirambah oleh illegal loging, mengingat
pada tahun itu terjadi perambahan hutan yang luar biasa. Potensi rata-rata keseluruhan berdasarkan
hasil penelitian diperoleh taksiran potensi rata-rata keseluruhan dari setiap pertumbuhan pada tabel 2.
Taksiran potensi rata-rata keseluruhan di wilayah HPH PT. Indexim Utama diperoleh dengan cara
mengalikan jumlah batang per hektar dengan luas keseluruhan areal bekas tebangan kemudian
dibagikan dengan luas areal bekas tebangan keseluruhan

Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan di lapangan, secara umum dapat dinyatakan bahwa
besarnya luasan sample cukup untuk mewakili karakteristik atau menggambarkan parameter populasi
dari keseluruhan areal bekas tebangan. Metode kombinasi jalur dan petak sangat efesien digunakan
karena ketelitian dan kecermatannya dan pengambilan sample. Namun untuk tingkat ketelitian atau
kecermatan pada kondisi lapangan atau alam yang berbeda perlu penelitian dan pengkajian karena bias
saja terjadi kesalahan dan tidak bias hanya mengacu pada hasil penelitian ini saja. Besar kemungkinan
kondisi lapangan yang berbeda mempengaruhi nilai ketelitian dari suatu penelitian. PENUTUP
Kesimpulan. Berdasarkan hasil dan pembahasan tentang Inventarisasi Tegakan Tinggal di Wilayah HPH
PT. Indexim Utama , maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Potensi jenis di wilayah HPH PT. Indexi
Utama pada areal bekas tebangan terdapat 79 jenis vegetasi dari seluruh tingkat pertumbuhan.

Identitas jurnal :
Judul : Inventarisasi Palem Di Hutan Bodogol, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
Judul Jurnal : Buletin Kebun Raya
Penulis : Imay M Alandana, Himmah Rustiami, Pudji Widodo
Volume : Vol. 18 No. 2
Halaman : 81-98
Tahun : 2015
Pada kegiatan inventarisasi palem di Hutan Bodogol, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP)
telah menemukan sebanyak 19 jenis palem yang terdiri atas sembilan marga. Kesembilan belas jenis
tersebut adalah dua jenis Arenga, tiga jenis Calamus, dua jenis Caryota, lima jenis Daemonorops, satu
jenis Korthalsia, satu jenis Nenga, dua jenis Pinanga, satu jenis Plectocomia dan dua jenis Salacca,
dimana satu jenis salak masih belum dapat diidentifikasi. Kajian lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui
status taksonominya. Kunci identifikasi, sinopsis tiap jenis dan peta persebarannya di Hutan Bodogol
disajikan dalam naskah ini. Adapun status konservasi disertakan dalam tiap jenis.

Salah satu keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia adalah palem. Palem merupakan tumbuhan
yang menarik dari segi bentuk, keragaman jenis dan manfaatnya. Palem tumbuh tersebar di hutan-hutan
Indonesia, baik di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua, hingga pulau-pulau kecil. Dari seluruh jenis
yang di temukan di Indonesia, I. M. Alandana et al. Inventarisasi Palem di Hutan Bodogol, Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango 82 | terdapat sekitar 225 jenis atau sebesar 47% merupakan jenis
palem endemik (Mogea, 1991). Palem menempati kedudukan yang agak terpisah dan membentuk garis
kekerabatan yang khas dalam kelompok tumbuhan berkeping tunggal (Monokotil), yaitu kelompok besar
suku-suku tumbuhan berbunga yang meliputi rumput, anggrek, lili, pisang dan jahe.

Anggota palem-paleman telah dijumpai sejak zaman cretaceus, kurang lebih 120 juta tahun yang lalu.
Memang ada beberapa kelompok tumbuhan lain yang memiliki tampilan mirip palem yang dapat
menimbulkan kerancuan, seperti pakis haji, pandan, pisang, bambu, paku tiang dan jahe-jahean. Meski
demikian, palem sangat mudah dikenali melaui tampilan dedaunan yang berbentuk kipas atau bulu
burung, tumbuh tunggal, berumpun dan merambat (Baker & Dransfield, 2006). Dransfield et al., (2008)
mengemukakan bahwa di Asia Tenggara diperkirakan terdapat lebih dari 516 jenis rotan yang berasal
dari sembilan marga, yaitu Bejaudia, Calamus, Calosphata, Ceratolobus, Daemonorops, Korthalsia,
Myrialepis, Plectocomia, dan Plectocomiopsis.

Kawasan hutan alam Bodogol merupakan salah satu kawasan hutan alami yang berlokasi di kaki Gunung
Pangrango bagian utara-barat di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) (Sadili et al.,
2007). TNGGP secara administratif termasuk dalam tiga wilayah kabupaten yaitu Bogor, Cianjur dan
Sukabumi (Jawa Barat), dan mencakup luasan wilayah 15.196 ha (Departemen Kehutanan, 2000). Pusat
Pendidikan dan Konservasi Alam Bodogol (PPKAB) diresmikan Menteri Kehutanan pada tahun 1998
silam, dengan tujuan untuk memberikan pendidikan tentang alam Indonesia, khususnya hutan tropis
serta aneka satwa yang hidup di dalamnya. Secara ekosistem, kawasan ini merupakan perwakilan
ekosistem hutan hujan tropis pegunungan dataran rendah di Pulau Jawa.

Hutan Bodogol memegang peranan penting sebagai pusat pendidikan konservasi alam sehingga
diperlukan suatu usaha untuk mendapatkan informasi terbaru tentang keanekaragaman alam hayati yang
ada. Penelitian flora di kawasan taman nasional ini cukup banyak dilakukan oleh peneliti dari Pusat
Penelitian Biologi-LIPI maupun lembaga lainnya, umumnya mengungkapkan kajian ekologi, kekayaan
keanekaragaman hayati dan pemanfaatannya. Penelitian tersebut antara lain dilakukan oleh Alhamd, et
al. (2008) dan Sadili et al. (2007). Namun demikian, keanekaragaman palem di dalam kawasan Bodogol
belum pernah dilaporkan sampai saat ini. Oleh karena itu, diperlukan kegiatan penelitian mengenai
keanekaragaman jenis palem diantaranya eksplorasi dan identifikasi.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Wiriadinata (2002) bahwa untuk mengungkap keanekaragaman
tumbuhan hutan perlu dilakukan survei eksplorasi ke beberapa tipe hutan dan dalam setiap kali survei
penelitian selalu akan mendapatkan catatan baru. Kegiatan inventarisasi keanekaragaman palem yang
dilakukan di Hutan Bodogol, menghasilkan informasi ilmiah mengenai keanekaragaman jenis palem yang
terdapat di lokasi penelitian. Indonesia sangat kaya dengan keragaman jenis palem, namun belum semua
jenis palem yang tumbuh di wilayah Indonesia dikenal namanya secara ilmiah. Oleh karena itu, masih
ada peluang untuk menemukan jenis baru maupun rekaman baru.
Bahan dan metode penelitian dilaksanakan di PPKAB, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa
Barat. Secara geografis PPKAB terletak antara 106'51'30,9" BT dan 06'46'39,3" LS pada ketinggian
sekitar 800-1000 m dpl. Topografi bergelombang, berbukit dan bergunung dengan kemiringan lereng
sangat bervariasi, berkisar antara 300-400. Hutan Bodogol terletak di Kabupaten Bogor dan Sukabumi,
meliputi Desa Benda dan Purwasari Kecamatan Cicurug; Desa Watesjaya dan Sorogol Kecamatan
Caringin (Alhamd et al., 2008). Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode eksploratif dan koleksi
flora dilakukan dengan cara jelajah, yaitu menjelajahi setiap sudut lokasi yang dapat mewakili tipe-tipe
ekosistem Buletin Kebun Raya Vol. 18 No. 2, Juli 2015 [81-98] | 83 ataupun vegetasi di kawasan yang
diteliti (Rugayah et al., 2004). Jalur-jalur penjelajahan diantaranya jalur rasamala (1500 m), jalur DAM
(1100 m), jalur tepus (700 m), jalur afrika (700 m), jalur kanopi (1500 m), jalur pinus (500 m) dan jalur
Cipadaranten (1600 m) (PPKAB, 1999). Koleksi palem di tiap-tiap lokasi tersebut di atas dilakukan
mengikuti metode Dransfield (1986).

Koleksi tumbuhan dengan bunga dan buah diproses untuk spesimen herbarium, baik koleksi kering,
basah, maupun karpologi. Seluruh data lapangan yang tidak akan terawetkan dalam spesimen herbarium
dicatat mencakup nama daerah, manfaat, habitat, ekologi, perawakan (habit), warna, bau dan rasa dari
bagian-bagian tumbuhan tertentu (seperti daun, bunga, buah, dan lain-lain), ketinggian tempat, dan
tanggal koleksi. Guna melengkapi dan mendukung data, pengambilan dokumentasi (foto berwarna)
dilakukan. Identifikasi palem dilakukan menggunakan koleksi herbarium yang disimpan di Herbarium
Bogoriense serta beberapa buku identifikasi lapangan (Beccari, 1911; Dransfield, 1979; Dransfield,
1984). Sebanyak 2 duplikat herbarium palem dibuat dan disimpan di Herbarium Bogoriense (BO). Jalur-
jalur penjelajahan di kawasan Pusat Pendidikan dan Konservasi Alam Bodogol.
Kunci identifikasi palem di hutan bodogol 1 a Palem tegak/pohon, buah tidak bersisik 2 b Palem
merambat atau tidak/meroset, buah bersisik 8 2 a Memiliki crownshaft, buah lonjong, tanpa ijuk 3 b
Tanpa crownshaft, buah bulat, berijuk 5 3 a Keliling batang 14 cm, internodus 5 cm, panjang pelepah
daun 35 cm, buah tersusun spiral pada rakila Nenga pumila(Blume) H.Wendl. b Keliling batang >14 cm,
internodus 18-22 cm, panjang pelepah daun 70-100 cm, buah tersusun sejajar pada kedua sisi rakila 4 4
a Berumpun, keliling batang 16 cm, panjang pelepah daun 73 cm, permukaan pelepah daun licin,
panjang daun 270 cm, rakila berwarna merah muda Pinanga coronata (Blume ex Mart.) Blume b Soliter,
keliling batang 22 cm, panjang pelepah daun >100 cm, permukaan P. javana Blume I. M. Alandana et al.
pelepah daun kasar, panjang daun 400 cm, rakila berwarna merah terang 5 a Daun menyirip tunggal 6 b
Daun menyirip ganda 7 6 a Berumpun, tinggi 6-8 m, keliling batang 53 cm, berijuk tipis Arenga obtusifolia
Mart. b Soliter, tinggi 10-15 m, keliling batang 220 cm, berijuk tebal A. pinnata (Wurmb.) Merr. 7 a
Berumpun, tinggi 10-12 m, keliling batang 36 cm, panjang pelepah daun 40 cm, panjang anak daun 10-17
cm, buah bulat ukuran 1 cm Caryota mitis Lour. b Soliter, tinggi 20-30 m, keliling batang 58 cm, panjang
pelepah daun 78 cm, panjang anak daun 25 cm, buah bulat ukuran 2-3 cm C. maxima Blume ex. Martt. 8
a Tumbuh meroset seperti semak, diameter batang >20 cm, tidak memiliki alat panjat, perbungaan tidak
bercabang, tidak memiliki tangkai buah 9 b Tumbuh tegak atau merambat hingga 50 m, diameter batang
<20 cm, memiliki alat panjat, perbungaan bercabang, buah memiliki tangkai 10 9 a Tinggi batang 25 cm,
panjang daun antara 3 m, anak daun tersusun rapat, duri tersusun rapat, panjang duri 10 cm Salacca
zalacca (Gaertn.) Voss. b Tinggi batang 15 cm, panjang daun 1-1,5 m, anak daun tersusun tidak rapat,
duri jarang, panjang duri 5 cm Salacca sp. 10 a Daun seperti berlian, ujung daun terkoyak, batang
bercabang, batang

Identitas jurnal :
Judul : Inventarisasi hutan mangrove sebagai bagian dari upaya pengelolaan wilayah pesisir
Deli Serdang, Sumatera Utara
Judul Jurnal : Bonorowo Wetlands
Penulis : Sri Susanti Ningsih, Retno Widhiastuti, Budi Utomo, Guslim
Volume : Vol. 1 No. 2
Halaman : 58-69
Tahun : 2016

Ekosistem mangrove menduduki lahan pantai zona pasang surut, di laguna, estuaria dan endapan
lumpur yang datar. Ekosistem ini bersifat kompleks dan dinamis, namun labil. Kompleks, karena di dalam
hutan mangrove dan perairan/tanah di bawahnya habitat berbagai satwa dan biota perairan. Dinamis,
karena hutan mangrove dapat terus berkembang serta mengalami suksesi sesuai dengan perubahan
tempat tumbuh. Labil, karena mudah sekali rusak dan sulit untuk pulih kembali (Nugroho et al. 1991).
Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam lingkungan hidup.
Adanya pengaruh laut dan daratan, di kawasan mangrove terjadi interaksi kompleks antara sifat fisika
dan sifat biologi. Sifat fisik mangrove mampu berperan sebagai penahan ombak serta penahan intrusi
dan abrasi air laut. Proses dekomposisi serasah mangrove yang terjadi mampu menunjang kehidupan
makhluk hidup di dalamnya (Arief 2003). Hutan mangrove mempunyai ciri khas yakni bentukbentuk
perakaran yang menjangkar dan bersifat pneumatophore. Adanya perakaran ini menjadikan proses
penangkapan partikel debu di tegakan Rhizophora sp. berjalan secara sempurna. Pembentukan sedimen
sangat dipengaruhi oleh adanya pasang surut yang membawa partikel-partikel yang diendapkan pada
saat surut (Poedjirahajoe 1996). Permasalahan utama pada habitat mangrove bersumber dari berbagai
tekanan yang menyebabkan luas hutan mangrove semakin berkurang antara lain oleh kegiatan
pemukiman, tambak, ataupun berbagai kegiatan pengusahaan hutan yang tidak bertanggungjawab
(Bengen 2000). Pertambahan penduduk terutama di daerah pantai, mengakibatkan adanya perubahan
tataguna lahan dan pemanfaatan sumberdaya alam secara berlebihan, sehingga hutan mangrove
dengan cepat menipis dan rusak di seluruh daerah tropis. Kebutuhan yang seimbang harus dicapai
antara memenuhi kebutuhan sekarang untuk pembangunan ekonomi di satu pihak dan konservasi sistem
pendukung lingkungan yang diberikan oleh hutan mangrove dilain pihak. Menipisnya hutan mangrove
menjadi perhatian serius negara berkembang, termasuk Indonesia, dalam masalah lingkungan dan
ekonomi (Yayasan Mangrove 1993).

Ekosistem pesisir yang ditemukan di Kabupaten Deli Serdang berupa vegetasi pantai antara lain jenis
mangrove. Di beberapa daerah misalnya Pantai Labu, vegetasi mangrove dijumpai dengan ketebalan
cukup tipis (< 25 m), di daerah Percut vegetasi mangrove ditemukan dengan ketebalan sedang (25-100
m) hingga lebat (>100 m) (Bappeda-SU dan PKSPL-IPB 2002). NINGSIH et al. - Inventarisasi hutan
mangrove Deli Serdang 59 Pengawasan dan pelestarian hutan mangrove di pesisir Kabupaten Deli
Serdang, memerlukan pendataan terutama pada wilayah-wilayah yang rentan terhadap tekanan secara
berkelanjutan serta perlu sosialisasi dan penegakan hukum berkaitan dengan pelestariannya. Oleh
karena itu perlu dilakukan penelitian pada wilayah-wilayah yang mewakili untuk menggambarkan kondisi
saat ini. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dan membandingkan kondisi hutan mangrove di wilayah
pesisir Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara serta menginformasikan strategi pengelolaan hutan
mangrove tersebut.

Bahan dan metode Waktu dan tempat panelitian Lokasi penelitian adalah sembilan desa yang memiliki
hutan mangrove di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara . Pelaksanaan dimulai pada
bulan Juni-November 2007. Teknik pengumpulan data Penelitian dilakukan dengan menggunakan
metode kombinasi antara metode jalur dengan metode garis berpetak (jalur berpetak) (Kusmana 1997).
Kawasan hutan mangrove yang diteliti dibuat satu jalur dengan lebar 10 m dan panjang 60 m sebagai
sampel, jalur dibuat dengan arah tegak lurus tepi laut dengan dibuat sub-petak ukur dengan ukuran 2 m x
2 m untuk semai, 5 m x 5 m untuk tingkat pancang (tinggi > 1,5m-diameter batang < 10 cm), untuk tingkat
pohon (diameter ≥ 10 cm) ukuran petak 10 m x 10 m. Penelitian dilakukan di sembilan desa di wilayah
pesisir Kabupaten Deli Serdang yang memiliki hutan mangrove. Setiap desa penelitian dibuat jalur
dengan lebar 10 m x 60 m dengan arah tegak lurus tepi laut. Jalur seluas 600 m2 tersebut dibagi 6 petak
dan pada setiap petak dibuat sub petak dengan ukuran 2m x 2m untuk tingkat semai, 5m x 5m untuk
tingkat pancang, 10m x 10m untuk tingkat pohon. Selanjutnya dilakukan identifikasi jenis vegetasi dengan
menggunakan buku kunci determinasi tumbuhan, dengan menggunakan jasa teknisi dari dinas
kehutanan tingkat II kabupaten Deli Serdang dan dari jasa ketua kelompok tani hutan mangrove terutama
dalam penamaan nama lokal dari jenis yang ditemukan. Identifikasi dilakukan pada tumbuhan yang
ditemui yaitu: (i) tingkat semai, adalah permudaan dari mulai kecambah hingga tinggi 1,5 m. (ii) tingkat
pancang, adalah permudaan dengan tinggi >1,5 m dan diameter batang <10 cm. (iii) tingkat pohon,
adalah tumbuhan berkayu yang memiliki diameter batang ≥10 cm. Tingkat semai dicatat nama daerah
dan nama ilmiah dengan menggunakan buku acuan Kitamura et al. (1997), Kusmana et al. (2003) lalu
dihitung jumlah individu.

Untuk tingkat pancang dan pohon dicatat nama ilmiah dan nama daerah, dihitung jumlah individu, diukur
tinggi dan diameter batang dari setiap individu. Data yang diperoleh dianalisis untuk memperoleh
gambaran kondisi vegetasi hutan mangrove pada petak-petak penelitian. Pengukuran salinitas dilakukan
pada sampel tanah yang berada 500 m di belakang sampel hutan mangrove yang dianalisis, pada
kedalaman 30 cm di tiga titik. Jarak dari titik yang satu ke titik yang lain 100 m. Kemudian tanah dari
ketiga titik tadi dicampur menjadi satu (komposit) lalu dianalisis untuk mengetahui kadar Na dalam tanah
di laboratorium ilmu tanah Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Analisis data Analisis vegetasi dilakukan untuk mempelajari komposisi jenis dan struktur vegetasi dalam
ekosistem (Kusmana 1997). Beberapa data diperoleh dari lapangan dikumpulkan dan dihitung untuk
menyatakan beberapa variabel antara lain: Dominansi, Indeks Nilai Penting (INP) digunakan untuk
menentukan dominansi dari suatu jenis vegetasi. Indeks Nilai Penting didapat dari perhitungan sebagai
berikut: Untuk tingkat semai dan pancang, INP = KR + FR Untuk tingkat pohon, INP = KR + FR + DR
Keterangan: KR = kerapatan relatif FR = frekuensi relatif DR = dominasi relatif Kerapatan relatif, frekuensi
relatif dan dominasi relatif dapat dihitung sebagai berikut: Kerapatan suatu jenis (K), Kerapatan Relatif
(KR) suatu jenis, Frekuensi (F) suatu jenis, Frekuensi Relatif (FR) suatu jenis, Dominasi (D) suatu jenis,
Dominasi Relatif (DR) suatu jenis, Bonorowo Wetlands 1 (2): 60 58-69, December 2011

Indeks keanekaragaman (H'), dihitung dengan menggunakan Indeks Shannon Wienner: H' = Indeks
Shannon Wienner pi = Kelimpahan relatif dari spesies ke-i = (ni/N) ni = jumlah individu suatu jenis ke-i N
= jumlah total untuk semua individu Menurut Barbour et al. (1987) menyatakan bahwa nilai H1 dengan
kriteria 0-2 tergolong rendah, 2-3 tergolong sedang dan >3 tergolong tinggi. Diagram profil yaitu profil
secara vertikal dan horizontal, dari sampel yang berukuran 10 m x 60 m yang selanjutnya digambarkan
pada kertas milimeter. Kemudian dihitung luas penutupan tajuk masing-masing sampel dengan
menggunakan software komputer (autocad). Ketebalan mangrove, diukur mulai dari surut terendah
sampai pasang tertinggi dari bibir pantai. Salinitas, Pengukuran salinitas diambil dari sampel tanah yang
berada pada 500 m di belakang sampel hutan mangrove yang dianalisis untuk mengetahui pengaruh
hutan mangrove

Identitas jurnal :
Judul : Inventarisasi Pohon Penghasil Buah Pada Hutan Tembawang Ilik Desa Sepan Lebang
Judul Jurnal : PIPER
Penulis : Kamaludin
Volume : Vol. 28 No. 2
Halaman : 84-94
Tahun : 2019

Pohon pnghasil buah memilkiki peranan penting dari aspek ekologis, ekonomis dan sosial bagi
masyarakat. Penelitian ini dilakukan terhadap pohon penghasil buah yang lansung dapat dikonsumsi dan
pohon poenghasil buah yang memiliki nilai ekonomis. Pengamatan menggunakan metode petak tunggal,
dimana penentuan petak dilakukan secara purposive sampling, dengan ukuran petak 100 x 60 m. Hasil
analisa vegetasi ditemukan 25 jenis vegetasi tingkat semai, 25 jenis vegetasi tingkat Pancang, 25 jenis
vegetasi tingkat Tiang, dan 25 jenis vegetasi tingkat Pohon. Indeks Nilai Penting (INP) yang ada pada
petak pengamatan diketahui bahwa jenis Tengkawang memiliki nilai yang tinggi dari semua jenis pohon
penghasil buah yang ada diareal Hutan Tembawang Ilik Desa Sepan Lebang dengan INP pada tingkat
semai =15,2216, tingkat Pancang (INP = 19,8315), Tingkat Tiang (INP = 16,9391), dan Tingkat Pohon
(INP = 17,8468). Untuk nilai Indeks Dominasi (ID) yang terdapat pada stadium pertumbuhan tingkat
semai (ID= 0,0617) ,tingkat Pancang sebesar (ID = 0,0562) ,Tiang (ID = 0,0749), dan tingkat Pohon
sebesar (ID = 0,0444). Indeks keanekaragaman jenis (H) tingkat semai pada petak pengamatan sebesar
0,3055, tingkat Pancang sebesar 1,3901, tingkat Tiang sebesar 1,3769, dan tingkat Pohon sebesar
1,3372.

Kecamatan Kelam Permai dikenal sebagai salah satu daerah yang memiliki kawasan hutan yang cukup
luas. Ekosistem hutan dataran tingi termasuk salah satu yang menempati areal yang cukup luas jika
dibandingkan dengan beberapa tipe hutan lainnya. Kawasan hutan tersebut sampai sejauh ini banyak
yang telah dialih fungsikan untuk berbagai keperluan. Oleh karena itu ekosistem hutan dataran tinggi
pada saat sekarang telah mengalami kerusakan dan hal ini tentunya dapat memusnahkan banyak jenis
tumbuhan hutan. Perusakan hutan dapat menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang memicu adanya
kebakaran hutan dan terbentuknya areal hutan sekunder. Namun demikian kawasan hutan yang berada
di Kecamatan Kelam Permai ini masih tetap berpotensi antara lain terdapatnya pepohonan penghasil
buah terutama pada areal hutan yang disebut dengan tembawang oleh penduduk setempat. Desa Sepan
Lebang yang terletak di Kecamatan Kelam Permai tersebut termasuk salah satu wilayah di Kabupaten
Sintang yang mempunyai komoditas besar dan beraneka ragam kelompok jenis buah-buahan.
Masyarakat pedesaan di desa Sepan Lebang dapat dikatakan sebagai penilai yang baik terhadap
kualitas buah terutama buah Durian.

Mereka mengenal berbagai manfaat buah-buahan non budidaya yang berasal dari hutan baik yang masih
muda maupun yang telah matang serta baik untuk kesehatan sebagai sumber pangan. Hal ini sesuai
dengan pendapat beberapa ahli yang menyebutkan bahwa pohon buah-buahan menjadi lebih penting
sebagai sumber pangan (Cannel, 1989, dalam Purwaningsih, dkk. 2000). Meskipun mereka telah
mengenal dengan baik kelompok buah-buahan yang berasal dari hutan tembawang namun belum
banyak yang dimanfaatkan, oleh karena itu identifikasi tumbuhan penghasil buah dari hutan tembawang
tersebut perlu dilakukan untuk mengetahui keanekaragaman jenisnya. Selain itu diharapkan tumbuhan
penghasil buah yang masih tumbuh liar di hutan dan berpotensi untuk dikembangkan . Penelitian ini
mempunyai tujuan Untuk mengetahui potensi pohon penghasil buah serta mengetahui jenis-jenis pohon
apa saja yang berpotensi sebagai pohon penghasil buah yang ada di hutan Tembawang Ilik

Metode yang digunakan yaitu menggunakan metode Petak Tunggal dengan sistem purposive sampling
yaitu dengan inventarisasi jenis pohon penghasil buah yang ada di hutan Tembawang. Bahan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah semua jenis pohon penghasil buah, yang terdapat pada petak
pengamatan di Ilik Desa Sepan Lebang hutan Tembawang Ilik di Desa Sepan Lebang. sedangkan alat
yang digunakan dalam penelitian ini meliputi. Kompas, Tally sheet, Alat tulis menulis, Parang, Kamera,
referensi tentang tumbuhan penghasil buah-buahan Petak tunggal dibuat dengan ukuran 100 m x 60 m.
Menurut Wyatt-Smith, (1995) dalam Soerianegara dan Indrawan (2005 : 31), pada hutan hujan tropika
petak tunggal seluas 0,6 ha sudah cukup mewakili tegakan. Pada petak tunggal yang luasnya 100 m x 60
m dibuat plot-plot pengamatan berukuran 20 m x 20 m untuk tingkat pohon (trees) sebanyak 15 buah,
ukuran 10 m x 10 m untuk tingkat tiang (poles) sebanyak 15 buah, 5 m x 5 m untuk tingkat pancang
(saplings ) sebanyak 15 buah, dan 2 m x 2 m untuk tingkat semai (seedlings) sebanyak 15 buah (Simon ,
1996 : 31).

Tehnik Analisis Data a. Parameter Vegetasi Yang Dianalisis Data - data hasil pengukuran selanjutnya
dianalisis sesuai dengan parameter penelitian. Data-data tersebut dianalisis menurut persamaan
Kusmana dan Indrawan (1995 : 96-97) sebagai berikut : 1.Kerapatan suatu jenis (K) Kerapatan (K) =
Jumlah Individu suatu Jenis Luas Contoh 2. Kerapatan Relatif suatu jenis (KR) Kerapatan relatif (KR) =
Kerapatan Suatu Jenis X 100 % Kerapatan Seluruh Jenis 3. Frekuensi suatu jenis (F) Frekuensi (F) =
Jumlah Petak Ditemukan Suatu Jenis Jumlah Seluruh Petak 86 PIPER No.28 Volume 15 April 2019
Inventarisasi Pohon Penghasil Buah Pada Hutan Tembawang Ilik Desa Sepan Lebang 4. Frekuensi
relative suatu jenis (FR) Frekuensi Relatif (FR) = Frekuensi Suatu Jenis X 100 % Frekuensi Seluruh Jenis
5. Doninasi Suatu Jenis (D) Dominasi (D) = Luas Bidang Dasar Suatu Jenis Luas Petak Contoh 6.
Dominasi Relative suatu jenis (DR) Dominasi Relatif (DR) = Dominasi Suatu Jenis X 100 % Dominasi
Seluruh Jenis 7. Indeks Nilai Penting (INP) Untuk tingkat pohon, Tiang dan Pancang INP = KR + FR +
DR Untuk tingkat semai INP = KR + FR b. Indeks Dominasi (ID) Menurut Indriyanto (2006 : 145), untuk
menentukan suatu dominasi dalam suatu komunitas digunakan rumus sebagai berikut ID (ni /N) 2
Keterangan : ID = Indeks Dominasi ni = Nilai Penting tiap spesies ke-i N = Total Nilai Penting c. Indeks
Keanekaragaman Jenis (H) Menurut Indriyanto (2004 : 146), untuk memperkirakan keanekaragaman
spesies ada beberapa indeks keanekaragaman yang dapat dipilih untuk dipakai dalam analisis
komunitas, satu diantaranya Indeks Shannon (Shannon index general diversity) sebagai berikut : H = -
(ni /N) log(ni /N) Keterangan : H = Indeks Keanekaragaman Jenis Shannon ni = Nilai penting dari setiap
spesies PIPER No.28 Volume 15 April 2019 87 Inventarisasi Pohon Penghasil Buah Pada Hutan
Tembawang Ilik Desa Sepan Lebang N = Total nilai penting Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini
dilaksanakan pada kawasan hutan Tembawang Ilik Desa Sepan Lebang Kecamatan Kelam Permai
Kabupaten Sintang selama kurang lebih 1 (satu) bulan efektif di lapangan, mulai dari Pebruari 2019
sampai dengan bulan Maret 2019

Hasil Penelitian Diperoleh data vegetasi pada petak pengamatan ditemukan 25 jenis vegetasi tingkat
semai, 25 jenis vegetasi tingkat pancang, 25 jenis vegetasi tingkat tiang, dan 25 jenis vegetasi tingkat
pohon. 1.Jenis dan Nilai Indeks Nilai Penting Vegetasi Tingkat Semai Berdasarkan hasil analisis data
vegetasi tingkat semai pada petak pengamatan di areal Tembawang Ilik Desa Sepan Lebang Kecamatan
Kelam Permai, sebagaimana disajikan pada lampiran 1, maka diketahui bahwa jenis-jenis yang dominan
secara berurutan adalah Tengkawang (INP = 15,2216), Durian (INP = 9,5431), Langsat (INP = 7,3054),
Terap/Pedalai (INP = 6,9637), Cempedak (INP = 4,7624). 2.Jenis dan Nilai Indeks Nilai Penting Vegetasi
Tingkat Pancang Berdasarkan hasil analisa data vegetasi tingkat pancang pada petak pengamatan di
areal hutan Tembawang Ilik Desa Sepan Lebang Kecamatan Kelam Permai sebagaimana yang disajikan
pada lampiran 2, maka diketahui jenis-jenis yang mendominasi secara berurutan adalah Tengkawang
(INP = 19,8315), Rukok (INP = 12,3273), Durian (INP = 11,4268), Langsat (INP = 10,8402), Petai (INP =
10,5749). 3.Jenis dan Nilai Indeks Nilai Penting Vegetasi Tingkat Tiang Berdasarkan hasil analisa data
vegetasi tingkat tiang pada petak pengamatan di areal hutan Tembawang Ilik Desa Sepan Lebang
Kecamatan Kelam Permai sebagaimana yang disajikan pada lampiran 3, maka diketahui jenis-jenis yang
mendominasi secara 88 PIPER No.28 Volume 15 April 2019 Inventarisasi Pohon Penghasil Buah Pada
Hutan Tembawang Ilik Desa Sepan Lebang berurutan adalah Tengkawang (INP = 16,9391), Durian (INP
= 12,6497), Jengkol (INP = 11,4584), Rukok (INP = 11,0170), Entawak (INP = 8,5894). 4.Jenis dan Nilai
Indeks Nilai Penting Vegetasi Tingkat pohon. Berdasarkan hasil analisa data vegetasi tingkat pohon pada
petak pengamatan di areal hutan Tembawang Ilik Desa Sepan Lebang Kecamatan Kelam Permai
sebagaimana yang disajikan pada lampiran 4, maka diketahui jenis-jenis yang mendominasi secara
berurutan adalah Tengkawang (INP = 17,8668), Durian (INP = 14,7211), Langsat (INP = 9,5085),
Kemantan (INP = 8,3914), Rambai (INP = 8,3293). 5. Indeks Dominasi (ID), Indeks Keanekaragaman
Jenis (IH) Indeks Dominasi (ID) digunakan untuk mengetahui pemusatan dan penyebaran jenis-jenis
yang dominan.

Identitas jurnal :
Judul : Inventarisasi Hasil Hutan Bukan Kayu Dari Tanaman Mpts Di Hutan Desa Sukaraja Kph
Rajabasa
Judul Jurnal : Journal Of Forestry Research
Penulis : Ani Fitriyani, Melya Riniarti, Duryat
Volume : Vol. 3 No. 1
Halaman : 1-10
Tahun : 2020

Hutan Desa Sukaraja merupakan hutan lindung yang dimanfaatkan oleh masyarakat melalui pengelolaan
dengan sistem agroforestri dan pemungutan hasil hutan bukan kayu untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data mengenai jenis dan jumlah HHBK dari
tanaman MPTs serta menduga potensi HHBK dari tanaman MPTs pada masa yang akan datang
berdasarkan ketersediaannya di masa kini. Data dikumpulkan melalui analisis vegetasi pada 29 plot
contoh yang diambil berdasarkan metode SRS (Simple Random Sampling). Untuk memprediksi
penambahan jumlah MPTs 1 sampai 4 tahun yang akan datang dilakukan pengamatan pohon pada fase
tiang dan pancang. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 11 jenis tanaman MPTs yang dimanfaatkan
hasil hutan bukan kayunya oleh masyarakat Desa Sukaraja yaitu durian, cengkeh, pala, petai, alpukat,
kemiri, mangga, nangka, jengkol, melinjo dan duku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hingga
beberapa tahun yang akan datang pohon cengkeh dan durian masih menjadi MPTs yang paling banyak
dimanfaatkan dan ditanam oleh masyarakat. Sedangkan mangga dan kemiri merupakan HHBK yang
produksinya akan stagnan atau bahkan mengalami penurunan dalam kurun waktu 1-4 tahun yang akan
datang.

Hutan desa menurut Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No. P. 89/Menhut-II/2004 adalah
hutan negara yang belum dibebani izin/hak, yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk
kesejahteraan desa. Berdasarkan peraturan tersebut, UPTD KPH XIII Gunung Rajabasa Way Pisang -
Batu Serampok membentuk hutan desa yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
sekitar hutan serta untuk mengurangi perambahan. Kini tercatat sebanyak 1.147 masyarakat yang
tersebar di 22 desa pada empat kecamatan di Kabupaten Lampung Selatan telah memanfaatkan hutan
desa tersebut yang dikelola dengan sistem agroforestri (KPHL, 2013). Potensi kayu di KPH Rajabasa
mencapai 139,32 m3 per hektar dan tergolong cukup tinggi (KPHL, 2013), akan tetapi karena KPH
Rajabasa termasuk dalam wilayah hutan lindung maka pemungutan kayu tidak diperbolehkan (SK
Menhut No. 367, 2011). Masyarakat yang memiliki ketergantungan terhadap hutan (Mulyana, dkk. 2017)
tetap diperbolehkan mengelola hutan secara agroforestri melalui hutan desa. Masyarakat diperbolehkan
menanam tanaman MPTs dan pemungutan HHBK. UU No. 41 tahun 1999, menyatakan bahwa
pemungutan HHBK yang dapat diambil dari hutan lindung antara lain berupa, rotan, madu, getah, buah
dan jamur. Sumber lain menyebutkan bahwa HHBK adalah segala sesuatu yang bersifat material (bukan
kayu) yang diambil dari hutan untuk dimanfaatkan dalam kegiatan ekonomi dan sebagai peningkatkan
kesejahteraan masyarakat. HHBK umumnya merupakan hasil sampingan dari sebuah pohon, misalnya
getah, daun, kulit, buah atau berupa tumbuhan-tumbuhan yang memiliki sifat khusus seperti rotan,
bambu dan lain-lain (Departemen Manajemen Hutan, 2016). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
jenis dan jumlah tanaman MPTs yang terdapat pada salah satu hutan desa di KPH Rajabasa.
Berdasarkan penelitian Violita dkk. (2015) tanaman dominan di KPH Rajabasa antara lain melinjo, durian,
jengkol, kemiri, teureup dan mindi. Penelitian Mulyana dkk. (2017) menemukan tanaman utama yaitu,
kopi, kakao, pisang, yang dikombinasikan dengan tanaman lainnya yaitu alpukat, gintung, kahiyang, aren,
jengkol, damar, pinang, lada, pala, bambu, randu, dadap, nangka, sonokeling, kemiri dan kaliandra.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data mengenai HHBK serta menduga potensi HHBK dari
tanaman MPTs yang terdapat di Hutan Desa Sukaraja, KPH Rajabasa pada masa yang akan datang
berdasarkan pada ketersediaannya pada masa kini. Pentingnya mengetahui jenis HHBK dari Tanaman
MPTs adalah dapat digunakan oleh pihak pengelola, masyarakat atau KPH sebagai dasar dalam
pengambilan kebijakan mengenai keberadaan HHBK dari tanaman MPTs di Hutan Desa Sukaraja, KPH
Rajabasa, seperti dalam menganalisis kemungkinan membuka usaha pengolahan salah satu jenis HHBK
yang ada.

Alat dan Objek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2019 di Hutan Desa Sukaraja,
KPH Rajabasa, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan. Alat yang digunakan adalah GPS
(Global Position System), roll meter, tali rafia, patok dan lembar pengamatan. Objek dari penelitian ini
adalah tegakan yang terdapat di Hutan Desa Sukaraja. Penelitian dilakukan dengan metode analisis
vegetasi untuk mengetahui jenis dan jumlah penyusun vegetasi Hutan Desa Sukaraja. Plot pengamatan
ditentukan secara acak, plot berbentuk petak dengan ukuran 20m x 20m dan tanaman MPTs yang telah
berproduksi sebagai objek penelitian. Penentuan sampel didasarkan pada populasi yang ada yaitu,
berdasarkan Arikuntoro (2006) jika populasi lebih dari 100 orang maka sampel pengamatan yang dapat
digunakan sebanyak 10-25%. Pada penelitian ini sampel yang digunakan yaitu 20% dari total petani
penggarap Hutan Desa Sukaraja (145 orang) maka diperoleh plot pengamatan sebanyak 29 plot yang
diletakkan secara acak (Simple Random Sampling) dengan alasan bahwa masyarakat mengelola dengan
sistem pengelolaan lahan yang sama yaitu agroforestri kompleks. Jenis Data Jenis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer meliputi jenis dan jumlah
tanaman MPTs yang terdapat di lokasi penelitian yang diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan
serta produktivitas HHBK.

Data sekunder adalah data yang berasal dari literatur atau sumber lain yang dapat menunjang penelitian,
meliputi data nama tanaman. HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Jenis Vegetasi Penyusun Hutan
Desa Sukaraja Berdasarkan SK No. 1656/Menlhk-PSKL/PKPS/PSL./3/2017 sebanyak 75% dari
penduduk Desa Sukaraja berprofesi sebagai petani penggarap Hutan Desa Sukaraja. Dengan luas hutan
kurang lebih 127 hektar, lahan tersebut dikelola atau digarap oleh 145 orang anggota LHPD. Lembaga
Pengelola Hutan Desa (LPHD) Sukaraja membentuk 4 Kelompok Tani Hutan (KTH) yaitu KTH Tajur Hijau
Lestari yang terdiri dari 50 anggota, KTH Tajur Lestari 39 anggota, KTH Tayas Makmur Jaya 26 anggota
dan 30 anggota di KTH Tayas Lestari (SK Kepala Desa, 2015). Masing-masing anggota mengelola lahan
dengan luas antara 0,5 hektar hingga 2 hektar. Pemberian izin pengelolaan lahan ini bertujuan untuk
meningkatkan pendapatan petani, mengurangi perambahan serta diharapkan dapat meningkatkan
kesadaran masyarakat terhadap kelestarian hutan (Simon, 2006). Peraturan Kepala Desa Sukaraja
(2015) menyebutkan masyarakat boleh menggarap lahan dengan cara mendaftar menjadi anggota LPHD
kemudian anggota yang terdaftar diberi kartu anggota, lahan yang dikelola tidak dapat diwariskan atau
dipindahtangankan. Sistem penanaman yang boleh dilakukan di Hutan Desa Sukaraja adalah dengan
agroforestri. Indriyanto (2008) mengatakan bahwa agroforestri adalah menanam tanaman perkebunan
bersama atau di bawah tegakan pohon pada waktu yang sama. Penanaman pohon wajib dilakukan agar
tetap menjaga fungsi hutan sebagai kawasan lindung (Ginoga dkk., 2005).

Penanaman pohon yang disarankan adalah pohon jenis MPTs. Pohon-pohon tersebut selain untuk
menjaga fungsi hutan, juga agar masyarakat dapat memperoleh manfaat ekonomi dengan memanen
produk yang dihasilkan selain kayu. Budidaya tanaman pangan di hutan seharusnya juga dapat
diusahakan untuk tujuan komersial karena budi daya tanaman pangan di hutan tidak mengubah fungsi
hutan sebagai penghasil jasa lingkungan (Puspitojati, 2011; Puspitojati, 2013) serta agar hutan dapat
dimanfaatkan sebagai penghasil pangan (Nurrochmat dkk. 2012). Hutan Desa Sukaraja dikelola dengan
sistem agroforestri. Masyarakat menanam tanaman perkebunan bersama dengan tanaman MPTs.
Sistem agroforestri diterapkan karena Hutan Desa Sukaraja termasuk dalam kawasan hutan lindung yang
dilarang memanen hasil hutan kayu. Maka dari itu masyarakat menanam tanaman perkebunan dan
tanaman MPTs yang dapat dipanen produk hutan selain kayunya.

Identitas jurnal :
Judul : Inventarisasi Jenis Tumbuhan Berbunga Epifit Yang Berpotensi Sebagai Tanaman Hias
di Kawasan Taman Wisata Alam Sicike-Cike Dairi Sumatera Utara
Judul Jurnal : Jurnal Ilmiah Biologi UMA (JIBIOMA)
Penulis : Tresya Br Tarigan, Emmy Harso Kardhinata, dan Jamilah Nasution
Volume : Vol. 2 No. 2
Halaman : 67-77
Tahun : 2020

Penelitian bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis tumbuhan berbunga epifit yang berada di Taman
Wisata Alam (TWA) Sicike-cike dan potensinya sebagai tanaman hias. Pengambilan sampel dilapangan
dilakukan secara sengaja (purposive sampling) menggunakan line transect yaitu membuat plot (20 x 20
m) sebanyak 5 plot dan jarak setiap plot 50 m. Data jenis-jenis tumbuhan berbunga epifit yang
diperdagangkan diperoleh dengan melakukan wawancara dengan para pedagang hias di Berastagi. Hasil
penelitian yang dilakukan ditemukan 25 jenis tumbuhan epifit yang terdapat di kawasan hutan Sicike-cike,
yang terdiri dari 6 famili, 14 Genus. Famili Orchidaceae merupakan famili yang paling banyak jenisnya
dijumpai yaitu 18 spesies, yang tergolong ke dalam 8 genus. Famili Araceae merupakan famili kedua
terbayak yaitu 2 spesies, yang tergolong ke dalam 2 genus. Famili Rubiaceae yaitu 2 spesies. Famili
Melastomataceae, famili Urticaceae dan famili Gesneriaceae ditemukan masing-masing yaitu 1 spesies.
Data hasil wawancara yang dilakukan dengan pedagang tanaman hias ditemukan 3 famili tumbuhan
epifit, yaitu Orchidaceae, Bromeliaceae, dan Asclepiadaceae. Dari hasil yag ditemukan di TWA Sicike-
cike dan pedagang tanaman hias hanya ada satu jenis tumbuhan epifit yang diperjualbelikan yaitu
Ceologyne speciosa, sedangkan di pedagang online ditemukan Trichotosia ferox dan Bulbophyllum
laxiflorum yang diperjualbelikan sebagai tanaman hias

Tumbuhan epifit merupakan tumbuhan yang menempel pada batang dan cabang pohon (Polunin, 1990).
Epifit tumbuh menempel untuk mendapatkan sinar matahari, air, serta mengambil unsur hara dari kulit
batang yang sudah membusuk. Epifit banyak dijumpai di daerah yang lembab, sekitar mata air, sungai
dan air terjun (Steenis, 1972). Hutan memiliki keanekaragaman tumbuhan epifit yang cukup besar.
Berbagai jenis tumbuhan berspora dan tumbuhan berbunga tergolong epifit (Polunin, 1990). Aththorick
dkk (2004) melaporkan 17 jenis tumbuhan epifit berbunga yang termasuk dalam 9 famili dan tumbuhan
berspora yang termasuk dalam 11 famili dan terdiri dari 30 jenis di hutan wisata Tangkahan, Taman
Nasional Gunung Leuser, Kabupaten Langkat, tumbuhan epifit berbunga paling banyak ditemukan
jenisnya adalah Famili Orchidaceae. Aththorick dkk (2007) melaporkan di Hutan Telaga, Taman Nasional
Gunung Leuser (TNGL), Kabupaten Langkat, terdapat 11 jenis tumbuhan epifit berbunga yang termasuk
dalam 3 famili dan 6 famili dari tumbuhan berspora yang terdiri dari 15 jenis. Suwila (2015) melaporkan di
Hutan Perhutani SUB BKPH Kedunggalar, Sonde dan Natah terdapat 3 jenis tumbuhan epifit berbunga
yang merupakan famili dari Orchidaceae dan 2 jenis tumbuhan berspora. Tanaman hias merupakan
tanaman yang sering ditanam manusia untuk menambah keindahan lingkungan. Pengembangan
tanaman hias Indonesia memiliki masa depan yang cerah mengingat permintaan pasar yang dari tahun
ke tahun selalu meningkat (Utama dkk, 2017).
Tanaman hias memiliki manfaat dalam pengembangan ekonomi, seni dan lingkungan (Dinas Pertanian
Tanaman Pangan, 2014). Jenis tanaman hias dapat dibedakan menjadi tanaman hias bunga dan
tanaman hias daun. Tanaman hias bunga memiliki karateristik bunga yang unik dan menarik, baik dari
bentuk, segi warna, aroma dan sifat-sifat unik lainnya. Tanaman hias daun diminati masyarakat karena
tanaman ini memiliki bentuk dan warna yang menarik (Prihmantoro, 1997; Huda dkk, 2020). Potensi
tanaman hias memiliki peluang besar bagi pengembangan melalui pemuliaan, selaras dengan
bertambahnya penduduk maka permintaan tanaman hias akan terus meningkat. Taman Wisata Alam
(TWA) Sicike-cike di Dusun Pancur Nauli Desa Lae Hole, Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi
Provinsi Sumatera Utara. Taman Wisata Alam Sicike-cike merupakan hutan hujan tropis dataran rendah,
umumnya hutan dataran rendah banyak dijumpai tumbuhan epifit. Berdasarkan hal tersebut perlu
dilakukan penelitian Inventarisasi Jenis Tumbuhan berbunga epifit yang berpotensi sebagai tanaman hias
di kawasan TWA Sicike-cike, agar dapat dijadikan sebagai salah satu potensi kawasan yang dapat
dikembangkan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah adalah metode deskriptif. Dalam peletakan plot
pengambilan sampel dilakukan secara sengaja (purposive sampling) dengan membuat jalur line transek
di kawasan TWA Sicike-cike. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara menarik lurus garis line
transek sepanjang 1200 m dengan purposive sampling dan menggunakan tali plastik serta meteran.
Pada garis line transek dibuat plot dengan ukuran 20 m dan jarak antara setiap plot sejauh 50 m,
sehingga total plot sebanyak 5. Selanjutnya membuat dokumentasi dan mengidentikasi dengan
menggunakan buku identifikasi. Pengambilan sampel di pedagang tanaman hias menggunakan teknik
wawancara. Tujuan wawacara adalah untuk memperoleh data jenis, harga, daerah penghasil dan dijual
kemana saja. HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis-jenis tumbuhan epifit di hutan Sicike-cike Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan, diperoleh 25 jenis tumbuhan epifit yang terdapat di kawasan hutan
Sicike-cike, yang terdiri dari 6 famili, 14 Genus. Famili Orchidaceae merupakan famili yang paling banyak
jenisnya dijumpai yaitu 18 spesies, yang tergolong ke dalam 8 genus. Famili Araceae dan famili
Rubiaceaea merupakan famili kedua terbanyak yaitu 2 spesies, yang tergolong ke dalam 2 genus. Famili
melastomataceae, famili Urticaceae dan famili Gesneriaceae ditemukan masing-masing yaitu 1 spesies.
Tabel 1. Jenis-jenis tumbuhan epifit yang dijumpai di hutan Sicike-cike No Famili Spesies Plot penelitian 1
2 3 4 5 1 Araceae Amydrium sp*** √ √ √ 2 Scindapsus sp*** √ √ 3 Gesneriaceae Sp 1*** √ 4
Melastomataceae Miconia sp* √ √ 5 Orchidaceae Bulbophyllum laxiflorum* √ 6 Bulbophyllum sp1** √ √ 7
Bulbophyllum sp2** 8 Bulbophyllum sp3** √ √ √ 9 Bulbophyllum sp4** √ √ 10 Bulbophyllum sp5** √
Tarigan, B.T., Kardhinata, E.H., & Nasution, J. Inventarisasi Jenis Tumbuhan Berbunga Epifit Yang
Berpotensi Sebagai Tanaman Hias di Kawasan Taman Wisata Alam Sicike-Cike Dairi Sumatera Utara 72
11 Bulbophyllum sp6** √ 12 Ceratostylis subulata** √ 13 Coelogyne speciosa* √ √ 14 Dendrobium
concinnum* √ 15 Dendrobium sp1** √ √ 16 Eria pachystachya* √ 17 Eria sp1** √ 18 Eria sp2** √ 19 Eria
sp3** √ 20 Malaxis sp* √ 21 Thrixspermum raciborskii** √ 22 Trichotosia ferox** √ 23 Rubiaceae Sp 2* √
24 Sp 3* √ 25 Urticaceae Sp 4* √ Keterangan : * sedang berbunga ** tidak sedang berbunga *** hanya
daun saja Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa Famili Orchidaceae adalah famili dengan jenis yang paling
banyak ditemukan di kawasan hutan Sicike-cike yaitu 18 spesies, banyaknya jenis dari famili
Orchidaceae karena lingkungan yang sesuai unttuk pertumbuhannya.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan jenis anggrek yang paling banyak terdapat merupakan jenis
Bulbophyllum (7 spesies), Eria ( 4 spesies) dan Dendrobium (2 spesies). Hasil penelitian tersebut sesuai
dengan pernyataan Comber (1990) yang mengatakan jenis anggrek yang paling banyak ditemukan di
kawasan Malesiana merupakan jenis Bulbophyllum dan Dendrobium. Dari jenis tumbuhan berbunga epifit
yang ditemukan hanya beberapa dari famili Orchidaceae yang sedang berbunga, hal ini karena di hutan
tersebut tidak sedang musim berbunga. Tumbuhan berbunga epifit yang hanya daun saja juga tidak
banyak ditemukan, hanya ada 2 jenis dari famili Araceae dan 1 jenis dari famili Gesneriaceae.

Identitas jurnal :
Judul : Inventarisasi Jenis Tumbuhan Berkhasiat Obat Dizona Rehabilitasi Blok Pasir Batang
Taman Nasional Gunung Ciremai
Judul Jurnal : Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers
Penulis : Nina Herlina
Volume : Vol. 1 No. 1
Halaman : 85-92
Tahun : 2019

Potensi keanekaragaman tumbuhan di hutan yang berkhasiat obat masih banyak diabaikan dan belum
dimanfaatkan dan dikembangkan. Salah satunya adalah potensi yang belum diidentifikasi mengenai
keberadaan tumbuhan berkhasiat obat yang berada di zona rehabilitasi Blok Pasir Batang. Tujuan
penelitian untuk mengidentifikasi potensi jenis tumbuhan berkhasiat obat dan khasiatnya pada zona
rehabilitasi blok Pasir Batang. Informasi yang dihasilkan merupakan hasil dokumentasi ilmiah yang
dikumpulkan sebagai data base awal di zona rehabilitasi. Jumlah spesies tumbuhan yang ditemukan
pada zona rehabilitasi sebanyak 43 jenis, tergolong ke dalam 24 familia. Spesies yang paling banyak
dijumpai berasal dari familia Moraceae sebanyak 6 spesies. Sedangkan Vegetasi tumbuhan obat yang
ditemukan sebanyak 27 spesies, tergolong ke dalam 16 familia. Kata kunci: Inventarisasi, Tumbuhan
Obat, Zona Rehabilitasi, Pasir Batang,Taman Nasional Gunung Ciremai ABSTRACT The potential of
plant diversity in medicinal forests is still largely ignored and has not yet been utilized and developed. One
of them is the potential that has not been identified regarding the existence of medicinal plants in the
rehabilitation zone of Blok Pasir Batang. The research objective was to identify the potential of medicinal
plant species and their efficacy in the rehabilitation zone of Blok Pasir Batang. The information generated
is the result of scientific documentation collected as the initial data base in the rehabilitation zone. The
number of plant species found in the rehabilitation zone is 43 species, belonging to 24 families. The
species most often found came from the Moraceae family of 6 species. While the vegetation of medicinal
plants found as many as 27 species, classified into 16 families. Key words: Inventory, Medicinal Plants,
Rehabilitation Zone of Pasir Batang, Gunung Ciremai National Park PENDAHULUAN Tumbuhan obat
adalah tumbuhan yang mengandung komponen senyawa kimia (Wardiah dkk, 2015). Jumlah jenis
tumbuhan berkhasiat obat yang ada di Indonesia sampai saat ini belum Prosiding Seminar Nasional dan
Call for Papers "Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan IX" 19-20
November 2019 Purwokerto 86 diketahui secara pasti, sehingga diperlukan pendokumentasian secara
menyeluruh terhadap penggunaan tumbuhan sebagai bahan baku pengobatan (Hidayat dan
Hardiansyah, 2012). Potensi keanekaragaman tumbuhan di hutan yang berkhasiat obat masih banyak
diabaikan dan belum dimanfaatkan dan dikembangkan. Sebagai salah satu langkah awal adalah
menginventarisasi melalui kegiatan analisis vegetasi terhadap penyusunan komunitas tumbuhan yang
ada di zona rehabilitasi blok Pasir Batang dengan harapan bisa melihat potensi yang ada di zona
tersebut. Tujuan penelitian untuk mengidentifikasi potensi jenis tumbuhan berkhasiat obat dan khasiatnya
pada zona rehabilitasi blok Pasir Batang.

Data pengambilan potensi biotik adalah struktur tumbuhan melalui analisis vegetasi. Metode analisis
vegetasi yang digunakan adalah metode jalur. Jalur-jalur contoh dibuat memotong garis kontur (garis
tinggi/garis topografi) dan sejajar satu dengan lainnya. Intensitas samping yang digunakan sebesar 10%,
dengan luasan areal penelitian sebesar 30 Ha maka diperoleh jumlah plot contoh sebanyak 75 plot. Data
yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis secara deskriptif dengan unit analisis yang didasarkan pada
data primer dan data sekunder. Identifikasi jenis-jenis tumbuhan obat menggunakan buku-buku: 1)
Heyne. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid 1-4. Yayasan Saran Wana Jaya, Jakarta. 2). Van
Steenis, C.G.G.J., 2006. Flora Pegunungan Jawa. Pusat Penelitian LIPI. 3) Ginanjar, M. 2010. Informasi
Keanekaragaman Hayati Taman Nasional Gunung Ciremai. Balai Taman Nasional Gunung Ciremai.
Kuningan. 4) Dalimarta, dan Setiawan, 2000. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jilid 1-5. Agriwijaya,
Jakarta. Penelitian dilakukan di zona rehabilitasi Blok Karangsari Taman Nasional Gunung Ciremai.
Bahan yang digunakan antara lain vegetasi dan peta lokasi penelitian. Peralatan yang digunakan antara
lain adalah kamera, GPS, pita ukur, altimeter, clinometer, termometer udara, dan alat tulis.

Potensi Spesies Tumbuhan Berkhasiat Obat Jumlah spesies tumbuhan yang ditemukan pada zona
rehabilitasi sebanyak 43 jenis, tergolong ke dalam 24 familia. Spesies yang paling banyak dijumpai
berasal dari familia Moraceae sebanyak 6 spesies. Sedangkan Vegetasi tumbuhan obat yang ditemukan
sebanyak 27 spesies, tergolong ke dalam 16 familia. Tabel 1. Spesies Vegetasi Tumbuhan Obat No
Nama Lokal Nama Ilmiah Famili 1 Bandotan Ageratum conyzoide\ Pegagan Centella asiatica
Umbelliferae 4 Jukut Rambet Cynodon dactylon Poaceae 5 Kedoya Dysoxylum gaudichaudianum
Meliaceae 6 Kiampelas Ficus ampelas Moraceae 7 Beringin Ficus fistulosa Moraceae 8 Awar-awar Ficus
septica Moraceae 9 Ara Ficus variegate Moraceae 10 Rimpang Imperata cylindrica Poaceae 11 Pulus
Laportea stimulans Urticaceae 12 Harendong Melastoma polyanthum Melastomataceae 13 Areuy Kidang
Melochia umbrellata Malvaceae 14 Putri Malu Mimosa pudica Mimosaceae 15 Kumis Kucing Orthosiphon
aristatus Lamiaceae 16 Calingcing Oxalis corniculata Oxalidiaceae 17 Alpuket Persea americana
Lauraceae 18 Pohpohan Pilea melastomoide Urticaceae 19 Seuseureuhan Piper aduncum Piperaceae
20 Beberetean Rubus fraxinifolius Rosaceae 21 Puspa Schima wallichii Podocarpaceae 22 Johar Senna
seamea Fabaceae 23 Sidaguri Sida rhombifolia Malvaceae 24 Hantap Sterculia oblongata Malvaceae 25
Mahoni Swietenia mahagoni Meliaceae 26 Suren Toona sureni Meliaceae 27 Anggrung Trema orientalis
Ulmaceae Khasiat Tumbuhan Obat Khasiat tumbuhan obat yang ditemukan di plot pengamatan pada
semua tingkatan (tumbuhan bawah, semai, tiang, pancang, dan pohon) diuraikan dibawah ini: 1.
Ageratum conyzoides Khasiat daunnya sebagai obat luka baru, penurun panas, disentri, dan obat wasir,
disamping itu juga daunnya mengandung minyak atsiri. 2. Arthocarpus heterophyllus Khasiat nangka bisa
digunakan untuk mencegah penyakit jantung, kanker, anemia, menyehatkan mata, melancarkan system
pencernaan, menyehatkan kulit, menjaga metabolism tubuh, dan menurunkan tekanan darah. 3. Centella
asiatica Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers "Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan
Kearifan Lokal Berkelanjutan IX" 19-20 November 2019 Purwokerto 88 Khasiat pegagan dapat
mengobati hepatitis, campak, demam, amandel, sakit tenggorokan, bronchitis, infeksi dan batu saluran
kencing, mata merah, wasir, keracunan, muntah darah, batuk darah, mimisan, cacingan, lepra. (Yuniarti,
2008). 4. Cynodon dactylon Khasiat jukut rambet dapat digunakan sebagai pertolongan pertama untuk
luka ringan dengan cara melumatkan daun kemudian ditutupkan pada luka ringan tersebut. Khasiat
lainnya bisa digunakan untuk pengobatan infeksi saluran kemih, prostatitis, sifilis, dan disentri. 5.
Dysoxylum gaudichaudianum Khasiat kedoya dapat mengurangi kejang-kejang, daunnya dapat dijadikan
jus untuk membantu proses melahirkan, dan dapat digunakan sebagai obat TBC. 6. Ficus ampelas
Khasiat kiampelas berasal dari cairannya yang dapat diminum untuk pengobatan bagi yang kesulitan
mengeluarkan air kencing dan sebagai obat mencret. 7. Ficus fistulosa Daun pucuk muda nya dapat
dimakan mentah. 8. Ficus septica Bagian tanaman yang digunakan sebagai obat adalah bagian akar,
daun, getah, dan buah. Khasiatnya bisa mengobati penyakit kulit seperti bisul, usus buntu, mengobati
akibat gigitan ular berbisa, dan obat sesak nafas. 9. Ficus variegate Kulitnya jika dikunyah atau direbus
bisa menghentikan buang air besar berdarah, kulitnya juga bisa dimakan untuk menggantikan pinang
muda. Daun dan buahnya dapat dimakan mentah, rebusan buahnya jika dicampur dengan sedikit garam
bisa menyembuhkan disentri. 10. Imperata cylindrical

Khasiat rimpang dan akar alang-alang dapat meluruhkan kencing, dan mengobati demam. 11. Laportea
stimulans daun Pulus juga memiliki khasiat sebagai obat batuk dan pencuci rambut. 12. Melastoma
polyanthum Khasiat daun Melastoma polyanthum sebagai obat mencret, obat keputihan, obat radang
usus, mengatasi mimisan, membantu menyembuhkan luka pada kulit, dan sebagai obat sariawan. Akar
dan getahnya untuk mengobati kejang dan ayan. 13. Melochia umbellate Khasiat tumbuhan ini
dimanfaatkan untuk mengatasi penyakit hepatitis, liver, tekana darah tinggi, dan kolesterol. 14. Mimosa
Khasiat putri malu dapat dijadikan obat untuk bantuk berdahak, rematik, insomnia, dan mencegah
datangnya penyakit hepatitis dan bronchitis. Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers
"Pengembangan Sumber Daya Perdesaan dan Kearifan Lokal Berkelanjutan IX" 19-20 November 2019
Purwokerto 90 15. Orthosiphon aristatus Khasiat kumis kucing bisa mengobati penyakit infeksi ginjal,
infeksi kandung kemih, kencing batu, encok, dan menghilangkan panas. 16. Oxalis curniculata Khasiat
calingcing bisa menyembuhkan penyakit hepatitis, diare, infeksi saluran kencing, hipertensi, menetralisir
racun, antibiotic, dan menurunkan tekanan darah. 17. Persea Americana Khasiat buah alpuket
diantaranya untuk menjaga kesehatan jantung, menurunkan kolesterol, mengendalikan tekanan darah,
anti inflammatory,

Anda mungkin juga menyukai