Anda di halaman 1dari 22

MANAJEMEN HUTAN MANGROVE

(Laporan Praktikum Manajemen Hutan)

Oleh

Nama: Vinanda Arum Tri Kurnawan


Npm : 2014151001
Kelompok 4

JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2021
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Luas hutan mangrove di


Indonesia pada tahun 1982 sekitar 4.251.100 Ha sedangkan pada tahun 1996 luasnya
mengalami penurunan menjadi 3.533.600 Ha. Pada masa kini luasnya sulit diperdiksi
akibat tingginya sedimentasi hingga terbentuk dataran- dataran baru yang diinvasi
mangrove, serta banyaknya perubahan peruntukan area vegetasi mangrove lama.
Kawasan hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup
serta tumbuh berkembang pada lokasi-lokasi yang mempunyai hubungan
pengaruh pasang surut yang menggenangi pada aliran sungai yangterdapat di
sepanjang pesisir pantai. Sebagai sebuah hutan, hutan mangrove terdiri dari beragam
organisme yang juga saling berinteraksi satu sama lainnya (Setiawan,2019).

Hutan mangrove merupakan salah satu bentuk ekosistem hutan yang unik dan khas
terdapat didaerah pasang surut di wilayah pesisir, pantai dan pulau pulau kecil dan
merupakan potensi sumber daya alam yang sangat potensial. Fungsi hutan mangrove
secara ekologis yaitu sebagai tempat pencarian makan (feeding ground), tempat
memijah (spawning ground) , dan tempat berkembang biak (nursery ground),
berbagai jenis ikan, udang, kerang dan biota laut lainnya, tempat bersarang berbagai
jelas satwa liar terutama burung dan reptile. Sedangkan Fungsi fisik dari hutan
mangrove diantaranya sebagai pengendali naiknya batas antara permukaan air tanah
dengan permukaan air laut ke arah daratan (intrusi), sebagai kawasan penyangga,
memacu perluasan lahan dan melindungi garis pantai agar terhindar dari erosi atau
abrasi (Tarigan, 2008).
Hutan mangrove yang biasanya juga disebut hutan bakau mempunyai karakteristik
yang khas, mengingat hidupnya berada di daerah ekotene yaitu perairan dan daratan.
Karakteristik mangrove ini terutama mampu berada pada kondisi salin dan tawar,
tidak terpengaruh iklim. Hutan mangrove terdapat di daerah pasang surut pantai
berlumpur yang terlindungi dari gerakan gelombang dan dimana ada pasokan air
tawar dan partikel partikel sedimen yang halus melalui air permukaan,serta air
bersanilitas payau 2-22 permil hingga asin mencapai 38 permil. Ekosistem mangrove
didefinisikan sebagai ekosistem dari pantai berlumpur dan teluk, goba, dan estuari
yang didominasi oleh halophyta, yakni tumbuh- tumbuhan yang hidup di air asin,
beradaptasi tinggi, yang berkaitan dengan anak sungai, rawa, dan banjiran, besama-
sama dengan populasi tumbuh-tumbuhan dan hewan.( sukirman rahim, 2017).

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu:
1. Mengenali jenis dan sifat manajemen hutan mangrove
2. Mengidentifikasi POAC dalam pengelolaan hutan mangrove di Indonesia dan
Luar Negeri
3. Mengenali kebijakan sebagai dasar pengelolaan hutan mangrove di Indonesia
Mengident
II. METODOLOGI

2.1 Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin, 12 April 2021 pukul 15.00-17.50
WIB.Melalui via online.

2.2 Alat dan Bahan

Dalam praktikum ini alat dan bahan yang digunakan laptop, handphone, kuota
internet, jurnal, serta website resmi tentang informasi manajemen hutan.mangrove.

2.3 Prosedur Kerja

Prosedur kerja dalam praktium ini, sebagai berikut :


1. Peserta praktikum berbagi menjadi 6 kelompok praktikum
2. Setiap kelompok browsing manajemen hutan mangrove secara umum
3. Kelompok mengidentifikasi pengelolaan hutan mangrove di Indonesia
4. Dibrowsing kebijakan pengelolaan hutan mangrove di tingkat nasional di
website Kementrian Kehutanan, Lingkungan Hidup, Pertanian dan Kelautan dan
Perikanan
5. Diidentifikasi lembaga yang mengelolaan hutan magrove
6. Diidentifikasi keterkaitan antara kebijakan dengan bentuk kelembagaan yang
ada di lokasi contoh (hasil browsing)
7. Susunlah bahasan keterkaitannya dan juga kelemahan atau kekurangannya.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Hasil yang didapat dalam praktikum ini, sebagai berikut :

Tabel 1 Kebijakan Hutan Mangrove


N Tingkat Kebijakan
o
1. Nasional 1. UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, diubah
melalui UU No. 1 tahun 2014 Pencegahan
konversi magrove:
a. Melarang menggunakan cara dan metode
yang merusak ekosistem mangrove dalam
pemanfaatan wilayah pesisir
b. Melarang konversi ekosistem mangrove di
kawasan atau zona budidaya yang tidak
memperhitungkan keberlanjutan ekologis
masyarakat pesisir
2. UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
:Penetapan kawasan pantai berhutan bakau
(Rhizophora sp.) sebagai kawasan lindung
nasional
3. UU No. 31 Tahun 2004 tentang
Perikanan:Mendukung reboisasi hutan bakau
untuk meningkatkan sumberdaya nasional
4. Peraturan Pemerintah (PP) No. 26
Tahun 2008 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah NasionalPelarangan
pemanfaatan kayu bakau dan pelarangan
kegiatan yang dapat mengubah, mengurangi
luas dan/atau mencemari ekosistem bakau dalam
sistem zonasi mangrove
5. Perpres No. 73 Tahun 2012 tentang Strategi
Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove:
Melakukan konservasi dan rehabilitasi ekosistem
mangrove pada kawasan lindung dan kawasan
budidaya serta meningkatkan kesejahteraan
masyarakat
6. Perpres No.73 tahun 2015 tentang Pelaksanaan
Koordinasi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-pulau Kecil Tingkat Nasional :Koordinasi
satu pintu pengelolaan wilayah pesisir di bawah
KKP
7. Peraturan Menteri Koordinator Perekonomian
No. 4 tahun 2017 tentang Kebijakan, Strategi,
Program, dan Indikator Kinerja Pengelolaan
Ekosistem Mangrove NasionalKLHK, KKP,
Kemendagri harus menetapkan NPSK konversi
mangroveTarget pemulihan mangrove 3,49 juta
ha pada tahun 2045
2. Provinsi 1. Perda Provinsi No. 07/2009 tentang Pengelolaan
Sumberdaya Wilayah Pesisir, Laut dan Pulau-
pulau Kecil Sistem zonasi untuk zona
konservasi, zona pemanfaatan, zona tertentu, dan
alur dapat menekan angka konversi mangrove
2. Perda Provinsi No. 7/2014 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) Provinsi Kaltim tahun 2013-2018
3. Perda Provinsi Kaltim No. 15/2008 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
Provinsi Kaltim Tahun 2005-2025Prioritas
pengembangan jaringan tambak, sementara
konservasi mangrove tidak menjadi prioritas
tidak selaras dengan mitigasi perubahan iklim
4. Perda No. 1/2016 tentang RTRW Kaltim tahun
2016-2036 Penetapan konservasi mangrove
hanya di Delta Mahakam, Teluk Balikpapan,
Kepulauan Derawan, dan Kepulauan
Balabalagan, sedangkan pengembangan tambak
diizinkan di seluruh kabupaten pesisir kecuali
Balikpapan bertentangan dengan mitigasi
perubahan iklim
5. Pergub Kaltim No. 13/2016 tentang Rencana
Strategi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Provinsi Kaltim Tahun 2016-
2036Pengembangan daerah perlindungan laut
untuk konservasi mangrove selaras dengan
mitigasi perubahan iklim
6. Pergub No. 22/2011 tentang
Pedoman Pelaksanaan Kaltim Hijau
a. Berkontribusi dalam rencana pembangunan
nasional terkait penurunan emisi nasional
sebesar 26% sampai dengan 2020
b. Mengurangi terjadinya pencemaran dan
perusakan kualitas ekosistem darat, air, dan
udara di Kaltim Mendukung mitigasi perubahan
iklim namun tidak secara jelas memasukkan
konservasi mangrove dalam pelaksanaan Kaltim
Hijau
7. Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi (RKTP)
untuk jangka waktu 20 tahun (2011-2030)
Penyelamatan dan perluasan mangrove dan
hutan pantai berbasis partisipasi masyarakat
lokal terutama di Teluk Balikpapan, Bontang,
Kutai Kartanegara, Kutai Timur, dan Penajam
Paser Utara.Mendukung mitigasi perubahan
iklim, tetapi sayangnya Kabupaten Berau yang
memiliki luas mangrove kedua terbesar di
Kaltim dan Kabupaten Paser tidak menjadi
prioritas.
8. Strategi dan Rencana Aksi Provinsi (SRAP)
Implementasi REDD+ Kaltim (kebijakan dan
strategi pengurusan kawasan berdasarkan
kabupaten/kota di Kalimantan Timur selama
jangka waktu 20 tahun (2011-2030).
3. Regional 1. UU No. 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya
Air,menjelaskan bahwa pengelolaan kawasan
Mangrove termasuk dalam upaya konservasi
pada kawasan pantai.
2. PP 42 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sumber
Daya Air, dibahas lebih rinci mengenai
ketentuan-ketentuan pelaksanaan upaya
konservasi sumber daya air yang telah dijelaskan
sebelumnya, dimana kesemuanya berada di
bawah tanggung jawab Menteri yang terkait
dengan bidang sumber daya air dan/atau
pemerintah daerah.
3. UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil,
menjelaskan mengenai fungsi konservasi,
penetapan kawasan konservasi dan sempadan
pantai, serta tujuan kawasan konservasi.
4. Pemegang izin usaha pemanfaatan hutan, untuk
alam area kerjanya.
5. UU No. 41 tahun 1999 Tentang Kehutanan,
terkait pengelolaan kawasan mangrove
mencakup ketentuan tentang perlindungan dan
konservasi hutan, bahwa perlindungan hutan
dilakukan oleh pemerintah, untuk hutan Negara
pemegang hak, untuk hutan hak

Tabel 2 Fungsi Manajemenisasi Hutan Mangrove


No Hutan Mangrove Fungsi Manajemen

1. Hutan Mangrove Planning


Tarakan  Visi:
mewujudkan Tarakan sebagai kota perdagangan,
jasa,industry,perikanan,dan pariwisata, didukung
oleh sumber daya manusia serta infrastruktur yang
handal
 Misi:
1. Melaksanakan pengembangan pembangunan
Kawasan perdagangan, industry,perikanan dan
pariwisata
2. Meningkatkan dan mengembangkan kualitas
sumber daya manusia
3. Melaksanakan peningkatan,pembangunan, dan
pengembangan infrastruktur
4. Melaksanakan pengembangan dan
pembangunan lingkungan hidup

Organizing:
Kepala bidang

Kepala seksi sarana dan prasarana

koordinator lapangan kawasan konservasi mangrove dan


bekatan
Anggota Anggota Anggota Anggota

Kebersihan Tanaman LOKET Satwa

Actuating :
1. Perumusan kebijakan teknis dibidang
kebudayaan, pariwisata, pemuda dan olahraga
sesuai dengan rencana strategis yang telah
ditetapkan oleh pemerintah daerah
2. Perencanaan, pembinaan dan pengendalian
kebijakan teknis dibidang pengembangan
kebudayaan dan pariwisata
3. Perumusan, perencanaan dan pengendalian
kebijakan teknis dibidang pemasaran dan promosi
pariwisata
4. Perumusan, perencanaan, pembinaan dan
pengendalian teknis dibidang pemuda dan
olahraga
5. Penyelenggaraan urusan pelaksanaan teknis dinas
6. Pelaksanaan unit pelaksanaan teknis dinas
7. Pembinaan kelompok jabatan fungsional
8. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan
sesuai dengan bidang tugasnya

Controling:
1. Pengawasan Sarana dan Prasarana
2. Pengawasan Perilaku Pengunjung
3. Pengawasan Terhadap Lingkungan Hutan
Mangrove

2. Hutan Mangrove Planning


Pandansari  Visi : “Menuju kawasan ecowisata bakau yang
mensejahterakan masyarakat desa Kaliwilingi”.
 Misi :
1. Meningkatkan infrastruktur desa.
2. Mengembangkan potensi lokal desa, khususnya
kawasan hutan bakau.
3. Mengembangkan perekonomian desa
4. Mencanangkan Kaliwilingi sebagai desa ramah
bencana.
5. Meningkatkan kesadaran masyarakat dalam
pendidikan kebersihan dan kesehatan.

Organizing

PEMDA Brebes

BAPPEDA Kaliwangi

Anggota:

1. Badan Lingkungan Hidup (BLP)


2. Dinas Budaya dan Pariwisata (Disbupar)
3. Satgas Mangrove
4. Kelompok Sadar Wisata (POKDARWIS)
5. Kelompok Tani Hutan (KTH)
6. Masyarakat.

Actuating
1. Tidak adanya investor tunggal dan pasar modern di
sekitar hutan mangrove Pandansari.
2. Adanya program-program yang membantu
perekonomian masyarakat (pasar tradisional yang
menjual kerajinan tangan).
3. Diberikannya infrastruktur yang menunjang
program pengelolaan hutan mangrove.
4. Adanya pembangunan dan pengembangan objek
wisata.

Controling
1. Adanya monev (monitoring and evaluation)
selama 6 bulan sekali oleh PEMDA.
2. Adanya pengawasan oleh DISBUPAR selama 3
bulan 1. sekali.
3. Hutan Mangrove Planning
Sriminosari.  Visi:
Menjadi pusat infromasi pengelolaan ekosistem
mangrove berkelanjutan di Indonesia.
 Misi:
1. Pengembangan kepariwisataan yang terencana
atau tersusun agar potensi yang dimiliki bisa
dikembangkan secara optimal.
2. Mendorong aksi konservasi dan pemanfataan
lahan basah secara bijaksana (wise use)
melalui aksi nasional dan kerjasama
internasional untuk mewujudkan pembangunan
secara berkelanjutan
3. Mengingatkan dan menegaskan kembali peran
penting eksistensi lahan basah bagi
kepentingan manusia, yang antara lain
berfungsi sebagai pusat kekayaan hayati,
sumber makanan, perikanan, pendukung
pertanian, pengendali banjir dan bencana alam
lainnya, dan mitigasi perubahan iklim.
4. Melaksanakan pengembangan pembangunan
Kawasan perdagangan, industry,perikanan dan
pariwisata

Organizing:

Kepala DKP Lampung Timur

keterlibatan masyarakat dalam sub bidang


perlindungan ( system penyangga kehidupan )

pengawetan (keanekaragaman tumbuhan dan satwa


berseta ekosistemnya)

pemanfaatan (sumber daya alam dan ekosistemnya).

pengembangan pembangunan dan pariwisata.

Actuating
1. Memberi mata pencaharian alternative sebagai
sumber pendapatan ekowisata adalah kegiatan
yang dapat menghargai potensi sumber daya local
2. Melalukan kegiatan rehabilitasi mangrove
bekerjasama dengan stakeholder terkait. Kegiatan
rehabilitasi yang diprakarsai oleh masyarakat.
3. Upaya konservasi adalah kegiatan mengelola dan
memanfaatkan sumber daya alam secara bijak
untuk memastikan keberadaannya saat ini dan di
masa depan.

Controling:
1. Pengawasan ketat dan tindakan tegas terhadap
beberapa kelompok nelayan yang diketahui
menggunakan bahan peledak dan racun.
2. Pengawasan terhadap tempat berpijah atau tempat
bertelurnya biota laut yang dilaksanakan oleh
masyarakat setempat dapat menjadi ìkontrol
sosialî. Para petugas pengawas ini dapat juga
sekaligus dilatih sebagai pemandu wisata bahari.

4. Hutan Mangrove Planning


Pahawang Tingkat ini masyarakat telah cukup aktif berpartisipasi
dalam hal perencanaan. Hasil
kuesioner menunjukan adanya yang bukti sikap
masyarakat yang ikut membahas perencanaan
pengelolaan dengan presentase 67%, dan siap untuk
melestarikan hutan mangrove tersebut
sebanyak 78%. Pelibatan masyarakat dalam
perencanaan perlu diperhatikan, karena keterlibatan
masyarakat akan menciptakan rasa
tanggung jawab bersama sehingga diperoleh hasil
kerja yang terbaik.

Organizing:

Actuating:
Persentase responden yang sangat aktif dalam
pelaksanaan kegiatan pelestarian hutan mangrove
sebesar 20%. Responden ini merupakan anggota dari
badan pengelola daerah perlindungan mangrove.
Responden yang menyatakan aktif dalam pelaksanaan
sebanyak 57%. Sedangkan 23% responden
menyatakan tidak aktif dalam pengelolaan, ini
merupakan responden wanita/ibu-ibu. Beberapa bentuk
pelibatan masyarakat antara lain: pelatihan mangrove
seperti pelatihan pengelolaan dan pelatihan hasil hutan
non kayu, penanaman mangrove secara gotong royong
dengan sistem padat karya. Peningkatan pengetahuan
dan keterampilan dalam pengelolaan mangrove secara
berkala, akan berpengaruh terhadap masyarakat,
sehingga mereka tahu manfaat dan fungsi hutan
mangrove bagi kehidupan, juga mengenal berbagai
tanaman mangrove.

Controling:
Kegiatan pelaksanaan ini telah dilakukan di Pulau
Pahawang, seperti pensosialisasian apabila ada
masyarakat lain yang merusak hutan, hal ini juga
mendapatkan presentase yang sangat baik yaitu 100%
mendukung. Saat ini kegiatan pengawasan hutan
mangrove masih seperti pengawasan biasa. Aspek
pengawasan dapat berjalan dengan baik apabila
terdapatnya perlengkapan yang memadai dan
pengetahuan yang cukup. Kemudian dalam
peranannya masyarakat berperan dalam menjaga
kelestarian hutan tersebut, meski mereka juga kadang-
kadang saja mengikuti pelaksanaannya. Pengawasan
yang dapat dilakukan adalah patroli rutin baik dari sisi
dan masyarakat dari Dinas Kehutanan di sekitar hutan.

Tabel 3 Pokoko-pokok Kegiatan pada Hutan Mangrove


No Hutan Mangrove Pokok Kegiatan
.
1. Hutan Mangrove Ekonomi
Pandansari 1. Menjual kerajianan pantai (batok kelapa atau
kerang) di pasar tradisional.
2. Menjual tiket masuk untuk para pengunjung hutan
mangrove Pandansari.
3. Menjual tangkapan hasil laut di pasar tradisional.
4. Adanya pemasukan dari investor-investor non
tunggal (perusahaan).

Sosial
1. Adanya kegiatan bakti sosial untuk membersihkan
kawasan hutan mangrove.
2. Banyaknya kelompok sadar tani (KST) yang saling
membantu untuk mengelola hutan mangrove
Pandansari.
3. Kegiatan merangkai kerajinan pantai oleh wanita-
wanita di kawasan hutan mangrove Pandansari.
4. Pemanfaatan mangrove untuk digunakan sebagai
kayu bakar, kayu bangunan, arang dan tambak
tradisional.
Ekologi
1. Pengendalian banjir dan erosi pantai.
2. Stabilitas sedimen.
3. Perlindungan terhadap terumbu karang dari
pengaruh banjir dan daratan.
4. Suplai bahan organik dan hara.
5. Penyediaan nutrient.
6. Sebagai tempat hidup dan berlindung, bertelur,
tempat asuh.
7. Berkembangnya larva ikan dan udang yang
memiliki nilai ekonomi tinggi.
2. Hutan Mangrove Ekonomi
Sriminosari 1. Menjual tiket masuk untuk para pengunjung hutan
mangrove Pandansari.
2. Menjual tangkapan hasil laut di pasar tradisional.
3. Memberi mata pencaharian alternative sebagai
sumber pendapatan ekowisata
Sosial
1. Perubahan kepemilikian tanah, sosial dan budaya
masyarakat karena masyarakat bertindak sebagai
subjek dan penerima manfaat utama dan ekowisata
juga mendukung upaya pembangunan ekonomi
2. Kehidupan sosial budaya masyarakat yang ramah
tamah saling membantu melestarikan hutan
mangrove sriminosari.
3. Pemanfaatan mangrove untuk digunakan sebagai
kayu bakar, kayu bangunan, arang dan tambak
tradisional
Ekologi.
1. Melindungi pantai dari abrasi air laut
2. Habitat (tempat hidup) binatang laut untuk
berlindung, mencari makan, dan berkembang biak.
3. Mencegah intrusi air laut
4. Dapat menguraikan berbagai limbah organic juga
pengahalang saat angina kencang berhembus
disekitar pantai musim penghujan.
3. Hutan Mangrove Ekonomi
Tarakan 1. Menjual tiket masuk ekowisata mangrove dan
bekantan untuk para pengunjung
2. Menjual hasil tangkapan (kepiting bakau)
3. Etalase penjualan souvenir
4. Adanya pemasukan dari investor non tunggal
(perusahaan)
Sosial
1. Revitalisasi Sarana Prasarana (Sanpras) ekowisata
mangrove dan bekantan agar lebih produktif dan
menarik
2. Melakukan pelatihan soft skill kepada masyarakat
tentang pemanfaatan hutan mangrove
3. Melakukan promosi ekowisata mangrove dan
bekantan melalui media cetak maupun media
elektronik
4. Melakukan kerjasama dengan seluruh stakeholder
dalam mendukung pelestarian hutan mangrove
5. Mengembangkan industri produk kerajinan lokal
masyarakat seperti souvenir, makanan, dan obat-
obatan dari bahan baku mangrove .
Ekologi
1. Mencegah abrasi pantai.
2. Sebagai sumber makanan beberapa biota laut.
3. Tempat tinggal dan berkembang biak beberapa
biota laut.
4. Penyaringan karbondioksida.
5. Tempat singgah migrasi burung.
6. Mencegah intrusi air laut.
4. Hutan Mangrove Ekonomi
Pahawang Fungsi ekonomi yang ada di hutan mangrove yaitu
penghasil kebutuhan rumah tangga, penghasil
keperluan industri, dan penghasil bibit.
Sosial
Fungsi sosial yaitu sebagai peningkatan kondisi
ekonomi dan sosial masyarakat sekitar hutan yang me-
manfaatkan hasil hutan mangrove baik hasil hutan
kayu dan hasil hutan nonkayu.

Ekologi
1. Mencegah abrasi pantai.
2. Sebagai sumber makanan beberapa biota laut.
3. Tempat tinggal dan berkembang biak beberapa
biota laut.
4. Penyediaan nutrient.
5. Sebagai tempat hidup dan berlindung, bertelur,
tempat asuh.
6. Berkembangnya larva ikan dan udang yang
memiliki nilai ekonomi tinggi

3.2 Pembahasan

3.2.1 Pengertian dan Fungsi Hutan Mangrove

Secara umum hutan mangrove didefinisikan sebagai tipe hutan yang tumbuh pada
daerah pasang surut (terutama pantai yang terlindung, laguna, muara sungai) yang
tergenang pada saat pasang dan bebas genangan pada saat surut yang komunitas
tumbuhannya bertoleransi terhadap garam. Hutan mangrove merupakan eksosistem
utama pendukung kehidupan masyarakat pesisir. Fungsi Hutan Mangrove antara lain
menjaga agar garis pantai tetap stabil. Melindungi pantai dan sungai dari bahaya erosi
dan abrasi. Menahan badai/angin kencang dari laut. Menahan hasil proses
penimbunan lumpur, sehingga memungkinkan terbentuknya lahan baru. Menjadi
wilayah penyangga, serta berfungsi menyaring air laut menjadi air daratan yang
tawar. Mengolah limbah beracun, penghasil O2 dan penyerap CO2. Menghasilkan
bahan pelapukan yang menjadi sumber makanan penting bagi plankton, sehingga
penting pula bagi keberlanjutan rantai makanan. Tempat memijah dan berkembang
biaknya ikanikan, kerang, kepiting dan udang. Tempat berlindung, bersarang dan
berkembang biak dari burung dan satwa lain. Sumber plasma nutfah & sumber
genetik. Merupakan habitat alami bagiberbagai jenis biota. Penghasil kayu : bakar,
arang, bahan bangunan. Penghasil bahan baku industri : pulp, tanin, kertas, tekstil,
makanan, obat-obatan, kosmetik. Penghasil bibit ikan, nener, kerang, kepiting,
bandeng melalui pola tambak silvofishery. Tempat wisata, penelitian dan pendidikan
(Riwayati, 2014).

3.2.2 Jenis-Jenis Hutan Mangrove

Sejauh ini di Indonesia tercatat setidaknya 202 jenis tumbuhan mangrove, meliputi 89
jenis pohon, 5 jenis palma, 19 jenis pemanjat, 44 jenis herba tanah, 44 jenis epifit dan
1 jenis paku. Dari 202 jenis tersebut, 43 jenis (diantaranya 33 jenis pohon dan
beberapa jenis perdu) ditemukan sebagai mangrove sejati (true mangrove), sementara
jenis lain ditemukan disekitar mangrove dan dikenal sebagai jenis mangrove ikutan
(asociate asociate). Mangrove sejati adalah kelompok tumbuhan yang hanya dapat
hidup di lingkungan yang masih dipengaruhi pasang surut air laut (pantai dan muara
sungai) yang substrat dasarnya berupa lumpur endapan (aluvial). Mangrove sejati
biasanya memiliki adaptasi khusus yang dapat menunjang kehidupannya di
lingkungan mangrove. Adaptasi tersebut dapat berupa adapatasi morfologi seperti
modifikasi akar dan daun, serta adaptasi fisiologi. Mangrove ikutan adalah kelompok
tumbuhan yang berasosiasi dengan mangrove sejati. Mangrove ikutan tidak memiliki
bentuk adaptasi khusus karena bukan tumbuhan khas ekosistem mangrove namun
memiliki toleransi yang tinggi untuk dapat hidup pada kondisi lingkungan ekosistem
mangrove (Syakur, 2019).

3.2.3 Bagaimana Kohesi Kebijakan Hutan Mangrove yang Kalian Analisis

Hubungan anatara ketiga kebijakan tersebut adalah sama-sama memiliki kewenangan


untuk pengelolaan taman mangrove. Dimana berdasarkan Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 25
Tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, maka
kewenangan Pemerintah (pusat) dalam rehabilitasi hutan dan lahan (termasuk hutan
mangrove) hanya terbatas menetapkan pola umum rehabilitasi hutan dan lahan,
penyusunan rencana makro, penetapan kriteria, standar, norma dan pedoman,
bimbingan teknis dan kelembagaan, serta pengawasan dan pengendalian. Oleh karena
itu makan ketiga tingkat administrative sama-sama diperbolehkan untuk membuat
kebijakan asalkan pengelolaannya sesuai (Safitri, 2016).

3.2.4 Jelaskan Latar Belakang Munculnya Kebijakan Tersebut

Latar belakang terdapat kebijakan yang berbeda-beda adalah karena tingkat nasional
adalah kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat untuk seluruh daerah hutan
mangrove yang ada di Indonesia. Begitu pula dengan kebijakan di kecamatan dan
regional yang ditetapkan oleh Perda (Pemerintah Daerah). Pemerintah pusat
menyerahkan kebijakan pada daerah untuk mengelola wilayahnya atau bisa disebut
otonomi daerah dikarenakan tiap hutan mangrove memiliki kondisi wilayah yang
berbeda dengan daerah lainnya. Jadi tidak bisa hanya menggunkan kebijakan nasional
dari pemerintah yang bersifat untuk seluruh daerah. Karena hal itulah makan
diciptakannya kebijakan kecamatan dan daerah sebagai peraturan pendamping
kebijakan nasional yang tentu saja sudah sesuaikan dengan kondisi wilayah di setiap
taman mangrove (Safitri, 2016).

3.2.5 Mana POAC yang Terbaik

Pertama harus ada planning atau perencanaan yang jelas di mana ada visi dan misi di
dalamnya. Kedua adanya organisasi yang sudah tersusun dan jelas untuk proses
mengatur tim atau divisi, mengatur jadwal kerja, juga mengelompokkan tiap individu
sesuai kemampuannya, dimana organizing akan menuntut suatu bisnis untuk
memanfaatkan segala sumber daya yang dimiliki, khususnya sumber daya manusia,
dalam upaya mengubah rencana ke dalam bentuk aksi yang nyata. Ketiga terdapat
actuating atau pelaksanaan sebagai implementasi planning atau rencana ke dalam
bentuk aksi menjadi langkah penting untuk mencapai sukses dalam bisnis. Keempat
ada controlling untuk memastikan alur kerja bisnis berjalan sesuai rencana, bahkan
tiga poin di atas (planning, organizing, dan actuating) tidak akan berjalan sempurna
tanpa ada kontrol yang layak. Oleh karena itu dari kelima Taman Nasional di atas
yang memiliki POAC terbaik adalah Hutan Mangrove Tarakan karena memiliki
keempat aspek tersebut (Taniarza, 2018).

3.2.6 Apakah Pokok-Pokok Kegiatan pada HM Sudah Tepat? Jelaskan Apa Hal
yang Mendasari Kegiatan Tersebut

Pokok kegiatan yang ada di hutan mangrove sudah tepat. Dimana terdapat tuga pokok
kegiatan yaitu pokok kegiatan ekonomi, sosial dan ekologi. Pokok kegiatan ekonomi
didasarkan pada keinginan untuk memperbaiki taraf hidup masyarakat di sekitar
kawasan hutan mangrove, karena pokok kegiatan ekonomi berkaitan dengan segala
hal yang bernilai ekonomi (uang). Pokok kegiatan sosial didasarkan pada hubungan
manusia dengan alamnya untuk menciptakan interaksi antara manusia dan alamnya
untuk tujuan pengelolaan hutan mangrove yang lebih baik. Sedangkan untuk pokok
kegiatan ekologi didasarkan pada hutan mangrove yang memberikan jasa lingkungan
dengan fungsi konservasi, menjaga dan mengendalikan siklus ekologi, seperti
menjaga oksigen maupun karbondioksida (Julaikha, 2017).
IV. KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapat pada praktikum ini yaitu:


1. Hutan mangrove didefinisikan sebagai tipe hutan yang tumbuh pada daerah pasang
surut.
2. Kebijakan hutan mangrove terbagi atas tingkat nasional, tingkal kecamatan,
dantingkat regional. Hal ini dikarenakan kondisi di tiap wilayah berbeda.
3. Pokok kegiatan hutan mangrove terbagi atas pokok kegiatan ekonomi, sosial dan
ekologi.
DAFTAR PUSTAKA

Julaikha, Siti dan Lita Sumiyati. 2017. Nilai ekologis ekosistem hutan mangrove.
Jurnal Biologi Tropis. 17(1) : 26-28.

Riwayati. 2014. Manfaat dan fungsi hutan mangrove bagi kehidupan. Jurnal
Keluarga Sehat Sejahtera. 12(24) : 17.

Rusita, Elly L. Rustiati,Gunardi Djoko Winarno, Bainah Sari Dewi, Cahyaning


Windarni. 2016. Kajian potensi hutan mangrove di lampung mangrove center
untuk pengembangan ekowisata berbasis masyarakat. Jurnal Hutan Pulau-pulau
Kecil. 1(2). 84-91.

Syakur, Akhmad. 2019. Jenis-jenis tumbuhan mangrove di Kelurahan Takalala


Kecamatan Wara Selatan Kota Palopo. Jurnal Pendidikan Biologi. 4(1) : 7.

Sugiarti, Rita, Achyani, dan Muhfahroyin. 2020. Upaya Pelestarian Hutan Mangrove
Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur Untuk
Meningkatkan Fungsi Hutan Mangrove. Biolova 1(1). 27-32.

Safitri, Sani. 2016. Sejarah perkembangan otonomi daerah di Indonesia. Jurnal


Criksetra. 5(9) : 79-82.

Taniarza, Rentana.dkk. 2018. Pengelolaan informasi melalui website dinas tanaman


pangan dan hortikultura Provinsi Jawa Barat. Jurnal Ilmu Hubungan
Masyarakat. 3(1) : 81-89.

Anda mungkin juga menyukai