Anda di halaman 1dari 23

MANFAAT SUMBER DAYA HUTAN

(Laporan Praktikum Pengantar Konservasi Sumberdaya Hutan)

oleh

Komang Intan Gayatri


2214151059
Kelompok 1

JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2023
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sumber daya alam dan lingkungan memiliki fungsi yang penting dalam
menjalankan keberlangsungan dan keberlanjutan hidup manusia. Hal ini menjadi
tulang punggung dalam penyedia pangan, air, energi, serta sistem penyangga
kehidupan. Kebijakan dan capaian pada bidang sumber daya alam dan lingkungan
menjadi sumber utama untuk meningkatkan dan juga membangun daya saing
ekonomi sekaligus memelihara kualitas lingkungan (Iswandi et al., 2020). Hutan
sendiri merupakan salah satu sumber daya alam hayati yang terdapat di Bumi.
Keanekaragaman hayati pada hutan yang dimiliki Indonesia termasuk yang paling
tinggi di dunia (Nugroho, 2017). Indonesia memiliki keanekaragaman hayati tertinggi
setelah Brazil, yaitu pada peringkat ke-2. Tetapi jika dilihat dan disatukan dengan
keanekaragaman lautnya, Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang paling
tinggi di dunia (Mangunjaya, 2005).
Hutan yang ada di Indonesia dikatakan cukup unik karena memiliki ciri-ciri
kombinasi hutan yang ada di dunia. Jenis kayu yang ditemukan sangat beragam,
antaranya jenis hutan tropika basah yang jenis-jenisnya komersial, hutan payau, hutan
rawa, dan hutan gunung, terkadang juga memiliki kesamaan jenis kayu pada kawasan
subtropis (Djajapertunda et al., 2013).
Bagi manusia, hutan adalah manfaat serbaguna. Secara alamiah, banyak
manfaat yang diperoleh manusia dari zaman dahulu hingga sekarang, antaranya
sebagai sumber makanan baik nabati maupun hewani, umbi-umbian, buah-buahan,
daun, batang, bunga. Hutan juga menghasilkan berbagai jenis tumbuhan obat-obatan
untuk berbagai penyakit maupun untuk menjaga kesehatan. Selain itu, hutan juga
berperan sebagai habitat hewan berbahaya. Seiring berjalannya waktu, manfaat hutan
semakin berkembang karena peradaban dan ilmu pengetahuannya. Manfaat hutan ada
yang dapat dirasakan langsung dan tidak langsung (Djajapertunda et al., 2013).
Hutan adalah bagian integral yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan
manusia. Hubungan interaksi manusia dengan hutan sudah berlangsung sejak
berabad-abad lamanya dari generasi ke generasi. Pengelolaan dan pemanfaatan
sumber daya hutan juga memiliki ciri khasnya masing-masing sesuai dengan
karakteristik adat mereka. Sumber daya hutan adalah sumber daya yang memiliki
nilai ekonomi, ekologi, religius, politik, sosial, dan budaya. Oleh karena itu,
keberlangsungan hidup masyarakat dan hutan sangat bergantung dari ketersediaan
sumber daya hutan yang ada (Damayatanti, 2011). Pada praktikum kali ini
dilakukannya pendeskripsian, analisa mengenai manfaat sumber daya hutan.

1.2. Tujuan Praktiku


Praktikum ditujukan pada mahasiswa agar mampu:
1. Mengetahui manfaat sumber daya hutan dalam kehidupan.
2. Menganalisa, mendeskripsikan dan memberikan contoh manfaat sumber daya
hutan.
3. Menyusun dan membuat matriks manfaat sumber daya hutan berdasarkan
kebutuhan manusia.
4. Melakukan interpretasi hasil studi literatur dan matriks ke dalam laporan ilmiah.
II. METODOLOGI PRAKTIKUM

2.1. Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada Selasa, 28 Februari 2023, pukul 07.00-09.50
WIB, di Ruang KHT 2, Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas
Lampung.

2.2. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum adalah ATK (alat tulis) dan laptop. Bahan
yang digunakan pada praktikum adalah referensi dari berbagai sumber.

2.3. Prosedur Kerja


Berikut merupakan langkah-langkah kerja pada praktikum.
1. Mengeksplorasi dan mengumpulkan referensi dari berbagai sumber.
2. Melakukan kajian dan analisa literatur tentang manfaat sumber daya hutan.
3. Mengumpulkan informasi, menyusun, dan membuat matriks manfaat sumber
daya hutan berdasarkan kebutuhan manusia.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1. Hasil
Berikut merupakan hasil dari praktikum.

Tabel 2.1.1. Manfaat Sumber Daya Hutan Bernilai Ekonomi.


No Jenis SDH Deskripsi
1 Satwa Liar Satwa liar dapat dimanfaatkan secara optimal untuk
mendorong perekonomian bisa lewat pengembangan
ekowisata, wahana perburuan, atau pertukaran satwa
antar kebun binatang di dunia, ini bisnis yang
menjanjikan. Satwa liar juga dapat dimanfaatkan untuk
pemenuhan protein hewani, sebagai bahan baku obat
dan simbol suatu bangsa. Misalnya garuda yang
menjadi simbol negara Indonesia (Yanto, 2015).
Kegiatan ekowisata telah menjadi salah satu sasaran
pembangunan untuk memanfaatkan sumberdaya hutan
yang berkelanjutan, yang dapat meningkatkan
pendapatan masyarakat di sekitar hutan, serta sekaligus
meningkatkan peranan masyarakat dalam melakukan
konservasi sumberdaya hutan. Kegiatan ekowisata ini
tidak hanya meningkatkan pendapatan masyarakat,
tetapi juga meningkatkan pendapatan pemerintah, baik
pemerintahdaerah maupun pemerintah pusat (Yoeti,
2000)
Disamping memiliki fungsi ekologis, yaitu menjaga
struktur dan komposisi hutan serta keutuhan habitat,
satwa liar memiliki nilai ekonomi yang signifikan
sehingga dapat berkontribusi dalam peningkatan
ekonomi komunitas lokal sekitar hutan (Leberatto,
2016).
2 Kayu Industri pengolahan kayu merupakan perpanjangan
mata rantai pemanfaatan kayu dari bahan mentah
menjadi barang setengah jadi dan barang jadi.
Pemanfaatan kayu untuk produk seperti peti kemas,
palet, mebel dan bahan bangunan merupakan usaha
diversifikasi produk olahan dan menciptakan nilai
tambah. Untuk mengetahui besarnya nilai tambah
produk kayu olahan pada industri perkayuan dua hal
yang perlu diketahui adalah besarnya volume dan harga
baik untuk input maupun output atau produknya
(Syahnoor, 1997).
Kayu sengon merupakan bahan baku utama untuk
pembuatan peti kemas. Kayu sengon yang berdiameter
besar seringkali digunakan pula sebagai bahan baku
mebel dan bahan bangunan. Jenis kayu keras atau kayu
kampung lainnya umumnya digunakan sebagai bahan
baku utama produk palet, sedangkan limbahnya
biasanya digunakan untuk produk peti kemas (Prahasto,
1994).
Kayu bakar merupakan salah satu sumber energi yang
hampir semua penduduk di pedesaan menggunakannya
untuk keperluan memasak sebagai sumber panas. Kayu
bakar diperoleh dari batang pohon, cabang atau ranting
pohon yang sudah kering atau dikeringkan. Hampir
semua jenis pohon dapat dijadikan menjadi kayu bakar,
tidak ada jenis pohon kusus yang digunakan untuk kayu
bakar. Pemanfaatan kayu bakar yang diambil dari hutan
bersifat ekstrakti (Bahruni, 1999).
3 Flora (Biofarmaka)
a. Getah Pinus Pohon Pinus (Pinus merkusii) dapat menghasilkan getah
yang dapat diolah lebih lanjut untuk menghasilkan
produk turunan yang memiliki nilai ekonomi tinggi
(Dafina, 2017).
b. Gaharu Gaharu dihasilkan oleh pohon-pohon yang mengalami
infeksi dari genus Aquilaria, Gyrinops dan Gonystilus
(famili Thymelaeaceae) yang tumbuh di hutan
tropis.Kebutuhan dan minat terhadap gaharu semakin
meningkat beberapa tahun belakangan ini, dan Biro
Pusat Statistik mencatat selama 1981-1996, Indonesia
merupakan negara pengekspor gaharu terbesar di dunia
(Santoso, 2007).
c. Minyak Kayu Minyak kayu putih merupakan salah satu produk hilir
Putih yang paling dikenal dan dimanfaatkan masyarakat
Indonesia, terutama untuk pengobatan. Minyak
kayuputih dapat digunakan sebagai pewangi pada
sabun, deterjen, dan parfum serta untuk mengatasi
gangguan kesehatan ringan seperti masuk angin, sakit
perut, dan gatal akibat gigitan serangga (Rimbanto,
2017).
4 Jasa Lingkungan Ecowisata forest therapy sebagai bagian dari jasa
lingkungan hutan yang masuk dalam kategori cultural
dapat dijadikan gagasan untuk menyokong
perekonomian Indonesia. Ekowisata ini bertujuan untuk
memulihkan kesehatan dan meningkatkan imun bagi
para pengunjung, baik secara fisik maupun psikologis.
Ini berpotensi besar untuk dikembangan pada era new
normal karena banyaknya masyarakat yang merasakan
tekanan khususnya pada aspek psikologis akibat
kebijakan Work From Home (WFH) atau karantina pada
masa pandemi Covid-19 (Brooks et al., 2020).
Selain dengan skema ekowisata, pengoptimalan jasa
lingkungan hutan tanpa sedikitpun menghilangkan
unsur ekosistemnya juga dapat dilakukan melalui
pengoptimalan jasa lingkungan regulating dengan
skema perdagangan karbon. Di dalam Peraturan
Presiden No. 46 tahun 2008 tentang Dewan Nasional
Perubahan Iklim, perdagangan karbon didefinisikan
sebagai kegiatan jual beli sertifikat pengurangan emisi
karbon dari kegiatan mitigasi perubahan iklim. Sistem
perdagangan karbon dibagi menjadi dua jenis, yaitu
cap-and-trade dan crediting (Purnomo, 2013).
5 HHBK
a. Getah Dapat diperdagangkan dan dibuat sebagai obat
tradsional, contohnya getah pohon nipah yang dapat
mengobati penyakit muntah ular (Kendek et al., 2013).
b. Madu Dapat dikonsumsi, diperdagangkan, dan dijadikaan
bahan obat tradisional. Menurut Suhesti dan Hadinoto
(2015), madu digunakan sebagai mata pencaharian
utama di Kecamatan Kampar Kiri Tengah
c. Buah Beberapa buah dapat dikonsumsi, diperdagangkan, dan
dijadikan herbarium. Ada beberapa buah yang
digunakan sebagai bahan obat, contohnya pohon
mengkudu sebagai obat penyakit dalam dan pegal-pegal
(Kendek et al., 2013).

Tabel 2.1.2. Manfaat Sumber Daya Hutan Bernilai Ekologi.


No. Jenis SDH Deskripsi
1 Satwa Liar
a. Kupu-kupu Mengingat Kupu-kupu memiliki peran ekologis yang
cukup penting dalam menjaga keseimbangan
eksosistem yaitu sebagai bagian dari rantai makanan
dan penyerbuk tumbuhan berbunga (Setiawan et al.,
2022).
b. Gajah Manfaat ekologi gajah ialah satunya adalah sebagai
penyebaran benih tanaman atau pepohonan dan
sebagai pengendali keseimbangan ekosistem di dalam
hutan (Alponita et al., 2020).
c. Harimau Menurut Adu (2019), bahwa harimau sebagai predator
utama adalah salah satu spesies kunci karena ikut
mengontrol jumlah populasi herbivora. Memusnahkan
sejumlah kecil saja predator, secara potensial akan
menimbulkan perubahan yang dramatis pada vegetasi
dan kehilangan besar kenanekaragaman hayati.
2 Strata Tajuk Menurut Sitompul (1995), bahwa peranan akar sama
pentingnya dengan fungsi tajuk yaitu untuk
menyediakan karbohidrat melalui proses fotosintesis.
3 Strata Perakaran Jenis perakaran serabut mampu mencegah terjadinya
erosi pada tanah. Karena perakarannya mampu
menahan tanah dari perpindahan yang disebabkan oleh
alam. Perakarannya juga dapat membentuk porositas di
dalam tanah. Jenis akar rerumputan akan menutup
permukaan tanah dan berperan dalam pengendalian
erosi, dengan akar yang sangat halus akan membentuk
bahan organik dan membantu penyerapan air ke dalam
tanah (Perliana, 2021). Selain itu, akar seperti rumput
atau yang berjenis serabut akan membentuk jaring-
jaring alami yang mampu memperkuat tanah sehingga
tidak mudah terbawa oleh aliran air (Hartanto et al.,
2007).
4 Serasah Mangrove merupakan penghasil serasah yaitu materi
organik yang telah mati yang terdapat di lantai hutan
yang tersusun atas tumbuhan mati. Serasah mangrove
yang jatuh di perairan mengalami dekomposisi oleh
mikroorganisme yang menghasilkan zat hara dan
sebagian lagi berupa partikel serasah yang
dimanfaatkan oleh ikan, udang dan kepiting sebagai
makanannya. Daun mangrove merupakan bagian
terbesar dari produksi primer serasah yang tersedia
untuk konsumen dan memiliki kontribusi yang
signifikan terhadap rantai makanan dan sumberdaya
perikanan di pesisir (Ramli, 2012).
Tabel 2.1.3. Manfaat Sumber Daya Hutan Bernilai Estetika.
No Jenis SDH Deskripsi
1 Satwa Liar
a. Burung Mambruk Mambruk Mahkota Biru (Gaura cristata) adalah
Mahkota Biru burung asli Papua (endemik) dan merupakan kerabat
merpati. Burung ini ditemukan di Papua bagian barat
dengan memakan jenis biji-bijian. Burung ini memiliki
nilai estetika dan seringkali diburu untuk dipelihara.
Karena berubahnya alih fungsi hutan, habitat alaminya
mengalami degradasi dan burung ini terancam
keberadaannya dan dimasukkan ke dalam katagori
rentan (Iyai et al., 2020).
b. Ornithoptera Ornithoptera priamus dan Troides oblongomaculatus
priamus dan Troides merupakan kupu-kupu yang habitatnya di hutan
oblongomaculatus sekunder dimana memiliki nilai estetika dan juga
ekonomis. Secara fisik, jenis kupu-kupu ini berasal
dari famili Papilionidae yang ukuran sayapnya besar
dan bercorak indah. Sehingga dapat meningkatkan
nilai estetika dan dapat mudah dikenali (Hermawanto
et al., 2015).
c. Macaca nigra Macaca nigra atau Monyet Hitam Sulawesi adalah
satwa endemik yang di Sulawesi Utara. Memiliki nilai
estetika karena tingkahnya yg atraktif sehingga sering
dijadikan insiprasi pada lukisan (Saroyo et al., 2010).
2 Strata Tajuk Pengadaan strata tajuk untuk melengkapi kebutuhan
tanaman lanskap dalam penataan. Misalnya, pohon
yang fungsinya sebagai peneduh yang baik tetapi juga
memiliki nilai estetika dapat dihasilkan dari kombinasi
dengan tanaman perdu/semak yang berbunga dan
berwarna-warni (Sabono, 2019).

Tabel 2.1.4. Manfaat Sumber Daya Hutan Bernilai Budaya (Religi)


No Jenis SDH Deskripsi
1 Pohon Berdiameter
Besar
a. Pohon Beringin Salah satu unsur alam khususnya pohon yang
fungsional dalam berbagai dimensi kehidupan
masyarakat Bali adalah beringin (Ficus benjamina).
Beringin yang dalam pustaka lontar Dasa Nama1
disebut dengan istilah waringin, wandira, grodha
agung, murcitabra, gugro, dan tandaka dijaga
kelangsungan hidupnya hampir di seluruh Desa
Pakraman di Bali. Pohon beringin tersebut secara
umum memang tumbuh di kawasan-kawasan yang
diyakini memiliki nilai kesucian oleh masyarakat Bali
seperti lingkungan pura dan kuburan. Karena tumbuh
di lingkungan seperti itu, pohon beringin juga identik
dengan pohon yang sakral. selain itu pohon beringin
juga sering digunakan untuk upacara khusus yang
ditujukan untuk memberi penghormatan sekaligus
pemuliaan terhadap alam khususnya tumbuhan disebut
dengan Tumpek Wariga atau Tumpek Panguduh (tim
penyusun, 2007).
b. Taru Menyan Desa Trunyan menjadi sebuah desa wisata yang
mempunyai tradisi unik di Bali. Tradisi tersebut ialah
pemakaman yang dilakukan dengan tidak mengubur
mayat. Sebagai gantinya, jenazah-jenazah tersebut
hanya diletakkan secara berjajar di bawah pohon ajaib,
pohon tersebut bernama Taru Menyan. Dengan inilah
pohon Taru Menyan disebut sebagai pohon ajaib.
Pohon ini dapat menghilangkan bau busuk yang
dikeluarkan dari mayat-mayat yang diletakkan di sana
(Mahardika, 2016.
c. Jati Sejarah berkembangnya agama Islam dalam
masyarakat Jawa ditandai dengan berdirinya Masjid
Agung Demak pada masa pemerintahan Raden Fatah.
Suwagiyo, pengurus Museum Masjid Agung Demak,
menuturkan pada awal pendirian Masjid Agung
Demak di tahun 1466, seluruh bahan baku yang
digunakan berupa kayu jati. Mulai dari atap, tiang,
dinding maupun lantainya terbuat dari kayu jati.
Menurut Suwagiyo, soko guru Masjid Agung Demak
baru direnovasi pada tahun 1987. Artinya soko guru
yang terbuat dari kayu jati tersebut telah bertahan
selama 600 tahun lebih. Dari keempat soko guru pada
masa renovasi tiga diantaranya dipotong tujuh meter
dan yang satunyahanya dipotong satu meter (Sumarni,
2010).
2 Fauna Kharismatik
a. Anjing Anjing (Canis lupus familiaris), anjing adalah hewan
peliharaan masyarakat dayak Sebaruk. Anjing
dipercayai oleh masyarakat dapat mengobati orang
keracunan, dengan cara meminum darah anjing yang
telah dipotong. Selain itu kepala anjing juga digunakan
untuk sesajen saat melakukan upacara adat
pembangunan rumah. Masyarakat di Desa Babane
percaya bahwa saat membangun tiang rumah pertama
harus diisi dengan kepala anjing hitam atau dalam
bahasa Dayak Kanayant disebut Asu Itam. Hal ini
dipercaya dapat menghindari sesuatu yang buruk
terjadi pada rumah mereka (Pilatus,2017).
b. Burung Enggang Suku Dayak memanfaatkan bagian kepala dan bulu
(sayap dan ekor) Burung Enggang (Aceros spp) untuk
hiasan topi pada upacara adat. Suku Dayak
mempercayai Burung Enggang sebagai burung
keramat. Oleh karena itu, penangkapan burung
enggang tidak diburu secara sembarangan
(Eprilurahman, 2012).
c. Penyu Masyarakat di Desa Serangan, Denpasar, Bali juga
masih memanfaatkan hewan penyu untuk keperluan
ekonomi lokal, adat serta upacara agama Hindu
(Sudiana, 2010).

3.2. Pembahasan
Dari hasil praktikum, diketahui bahawa hutan memiliki peran juga kontribusi
yang amat penting bagi keberlangsungan hidup manusia dari generasi ke generasi.
Oleh karena itu, hal ini menjadi pelajaran penting bagi masyarakat untuk paham
seberapa besar potensi yang terdapat dalam sumber daya hutan. Sehingga
pemanfaatan dan pengelolaan dapat dilakukan dengan baik dalam aspek ekonomi,
ekologi, estetika, dan juga budaya (religi) (Syamsu et al., 2009).
Hutan yang keberadaannya sangat erat terkait dengan hajat hidup orang banyak,
sebagai modal kehidupan, hutan harus memberi manfaat bagi kehidupan dan
kemakmuran, baik secara ekonomi, ekologi, estetika, maupun budaya (religi). Hutan
adalah salah satu modal yang harus disyukuri, dimanfaatkan, dan dikelola dengan
optimal agar hutan tetap terjaga dengan lestari sehingga pembangunan berkelanjutan
dapat ditingkatkan, baik untuk generasi sekarang dan juga generasi yang akan dating.
Oleh karena itu, hutan sebagai sistem penyangga kehidupan, keberadaan hutan harus
diperhatikan dan dijaga daya dukungnya secara lestari dengan akhlak mulia,
bermartabat, arif, adil, dan professional (Mansur et al., 2020).
Dilihat dari aspek ekonomi, manfaat sumber daya hutan dapat berupa jasa
lingkungan seperti ekowisata, kemudian kayunya yang dapat dimanfaatkan sebagai
kayu bakar, dan hasil penjualan kayu maupun non kayu seperti buah, getah, dan
madu. Dilihat dari aspek ekologi, manfaat sumber daya hutan yaitu menjaga
keseimbangan ekosistem, membantu penyebaran benih pohon, dan dapat mencegah
banjir, erosi. Dilihat dari aspek estetika, manfaat sumber daya hutan yaitu dengan
keindahan bentang alam maupun biodiversitasnya, seperti hewan burung, estetika
juga dapat dilihat dari strata tajukpohon sebagai peneduh yang dikombinasi dengan
tanaman perdu/semak berwarna warni. Dilihat dari aspek budaya (religi) bahwa
manfaat sumber daya hutan dapat terkait dengan simbolik, kesucian, dan
kekeramatan, hal ini merupakan suatu adat maupun kepercayaan masyarakat tersebut.
IV. KESIMPULAN

Dari hasil praktikum di atas, dapat disimpulkan, yakni


1. Manfaat sumber daya hutan dapat dapat berupa manfaat ekonomi, ekologi,
estetika, dan religi (budaya).
2. Manfaat sumber daya hutan pada bidang/aspek:
a. Ekonomi, sebagai sumber pendapatan yang dapat dihasilkan dari
pengembangan jasa lingkungan ekowisata, pengelolaan hasil kayu dan non
kayu.
b. Ekologi, sebagai sistem penyangga kehidupan, menjaga ekosistem,
membantu persebaran benih pohon yang dilakukan oleh hewan, mencegah
banjir dan juga erosi.
c. Estetika, dengan keindahan landskap nya yaitu ekowisata, keindahan
keanekaragaman hayati, dan keindahan strata tajuk yang dikombinasi.
d. Budaya (religi), sebagai simbolik, kepercayaan adat, kesucian hingga
kekeramatan masyarakat yang bersangkutan.
3. Sumber daya hutan berdasarkan kebutuhan manusia dapat berupa sumber
oksigen, sumber makanan, obat-obatan, bahan bangunan, rekreasi.
4. Hasil laporan ilmiah yang telah dibuat ini, bersumber dan dikutip dari
beberapa referensi jurnal dan juga buku. Sehingga diharapkan hasil laporan ini
sudah sesuai dan benar adanya. Dimana, hutan merupakan suatu yang penting
bagi umat manusia dalam keberlangsungan dan keberlanjutan hidupnya dari
memanfaatkan dan mengelola hutan.
DAFTAR PUSTAKA

Adu, S. J., Salampessy, M. L., Iskandar, S. 2019. Persepsi masyarakat terhadap


konservasi Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) di Taman Nasional
Kerinci Seblat (Studi kasus Desa Pungut Mudik dan Desa Pungut Hilir).
Jurnal Nusa Sylva. 19(1): 22-29.

Alponita, R. A., Triastuti., Damanik, S. E. 2020. Analisa vegetasi pakan gajah di Aek
Nauli Elephant Conser Vation Camp (ANECC). Jurnal Akar. 2(2): 103-

Bahruni. 1999. Penilaian Sumber Daya Hutan dan Lingkungan. Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal 1-26.

Brooks, S., Amlôt, R., Rubin, G. J., & Greenberg, N. 2020. Psychological resilience
and post-traumatic growth in disaster-exposed organisations: overview of the
literature. BMJ Mil Health. 166(1): 52-56.

Dafina Howara. 2017. Analisis pendapatan petani penyadap getah pinus di Desa
Tangkulowi Kecamatan Kulawi Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah. E-Jurnal
Agrotekbis. 5(1):127-133.

Damayatanti, P.T. 2011. Upaya pelestarian hutan melalui pengelolaan sumberdaya


hutan bersama masyarakat. International Journal of Indonesian Society and
Culture. 3(1):

Djajapertunda, S., Edje, D. 2013. Hutan dan Kehutanan Indonesia dari Masa ke
Masa. IPB. Press. Bogor. 98 hlm.
Eprilurahman, R.I., Kusmana, K., Yudha, S.D. 2012. Sekilas Etnozoologi Masyarakat
Dayak Di Kalimantan. Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Hartanto, D., D.T. Ariyanto, B. Aditya. 2007. Kontribusi Akar Tanaman Rumput
terhadap Kuat Geser Tanah pada Lereng. Prosiding Konferensi Nasional.
Surakarta.

Hermawanto, R., Panjaitan, R., Fatem, S. 2015. Kupu-kupu (Papilionoidea) di Pantai


Utara Manokwari, Papua Barat: Jenis, keanekaragaman dan pola distribusi.
Jurnal Biogenisis. 10(2): 48-58.

Intan Lampung. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan. Universitas Islam Negeri

Iswandi., Indang, D. 2020. Pengelolaan Sumber Daya Alam. Deepublish.


Yogyakarta. 270 hlm.

Iyai, D. A., Sada, Y., Koibur, J. F., Bauw, A., Worabay, M., Wajo, M. J., ... &
Wambrauw, H. 2020. Potensi dan pemanfaatan satwa liar di Kampung Pasir
Putih Kabupaten Fakfak Papua Barat. Jurnal Biologi Tropis. 20(2): 203-210.

Kendek C.N., Tasirin J.S., Kainde R.P., Kalangi J.I. 2013. Pemanfaatan Hasil Hutan
Bukan Kayu Oleh Masyarakat Sekitar Hutan Desa Minanga III Kabupaten
Minahasa Tenggara. COCOS. 3(5).

Leberatto, A. C. 2016. Understanding the illegal trade of live wildlife species in Peru.
Trends in Organized Crime. 19(1): 42–66.

Mahardika, I.W. 2016. Civic culture dalam nilai-nilai budaya dan kearifan lokal
masyarakat Bali Aga Desa Trunyan. Humanika. 20-31
Mangunjaya, F.M. 2005. Konservasi Alam Dalam Islam. Yayasan Obor Indonesia.
Jakarta. 142 hlm.
Mansur, T.M., Sulaiman., M.Adli, A., Hasbi, A. 2020. Ilmu Sosial dan Budaya
Dasar: Berbasis General Education. Syiah Kuala University Press. Aceh. 188
hlm.

Nugroho, A.W. 2017. Konservasi keanekaragaman hayati melalui tanaman obat


dalam hutan di Indonesia dengagn teknologi farmasi: potensi dan tantangan.
Jurnal Sains dan Kesehatan. 1(7): 377-383.

Perliana. 2015. Identifikasi Jenis Rumput di Kampus Universitas Islam Negeri Raden
Intan Lampung. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan. Universitas Islam
Negeri Raden Intan Lampung. Lampung.

Pilatus. 2017. Etnozologi Suku Dayak Kanayant Di Desa Babane Kabupaten


Bengkayang. Jurnal Hutan Lestari. 5(3): 858-867.

Prahasto, H . dan B. Purnama. 1994. Nilai Tambah Industri Pengolahan Kayu Sengon
Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Jurnal Penelitian Hasil Hutan Bogor.
12(1).
Purnomo, Agus. 2013. Mari Berdagang Karbon! Pengantar Pasar Karbon untuk
Pengendalian Perubahan Iklim. Jakarta: Dewan Nasional Perubahan Iklim.

Ramli, M. (2012). Kontribusi ekosistem mangrove sebagai pemasok makanan ikan


belanak (Liza subviridis) di perairan pantai utara Konawe Selatan Sulawesi
Tenggara. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rimbanto, Anto., Noor Khomsah Kartikasari dan Prastyono. 2017. Minyak Kayuputih
: Dari Tanaman Asli Indonesia Untuk Masyarakat Indonesia. Penerbit
Kaliwangi. Yogyakarta.

Sabono, F. 2019. Konsep pengembangan tata hijau pada jalan Babarsari-Seturan


Yogyakarta. In SENADA (Seminar Nasional Manajemen, Desain dan Aplikasi
Bisnis Teknologi). 2: 428-434.
Santosa, Y. 2015. Pemanfaatan Satwa Liar Mendorong Perekonomian Nasional.
Antara Megapolitan. Bogor.

Santoso, Erdy., Luciasih Agustini., Irnayuli R. Sitepu., dan Maman Turjaman. 2007.
Efektivitas pembentukan gaharu dan komposisi senyawa resin gaharu pada
Aquilaria spp. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 4(6):543-551.

Saroyo., Roni Koneri. 2010. Pemetaan distribusi dan densitas Monyet Hitam
Sulawesi (Macaca Nigra) di Sulawesi Utara. Biosfera 27 (3): 133-139.

Setiawan, D., Hanafiah, Z., Marisa, H., Patriono, E., Arwinsyah, A., & Hardestyariki,
D. 2022. Inventarisasi kupu-kupu (Lepidoptera: Rhopalocera) di Jalur 21
Kawasan Pusat Latihan Gajah Resor XV Suaka Margasatwa Padang Sugihan.
Sriwijaya Bioscientia. 3(3).

Sitompul, S. M. dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman.


Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Sudiana, I.G.N. 2010. Transformasi budaya masyarakat Desa Serangan di Denpasar


Selatan dalam pelestarian satwa Penyu. Jurnal Bumi lestari. 10 (2): 311-320.

Suhesti, E., & Hadinoto, H. 2015. Hasil Hutan Bukan Kayu Madu Sialang Di
Kabupaten Kampar (Studi Kasus: Kecamatan Kampar Kiri Tengah). Wahana
Forestra: Jurnal Kehutanan. 10(2): 16-26
Sumarni, Sri. 2010. Struktur Kayu. Yuma Pustaka. Surakarta.

Syahnoor, A. 1977. Nilai Tambah Industri Perkayuan. Thesis Pasca Sarjana Fakultas
Kehutanan IPB Bogor.

Syamsu, S., Muhammad, A.K.S. 2009. Buku Ajar Ekonomi Sumber Daya Hutan.
Fakultas Kehutanan, Universitas Hasanuddin. Makassar.
Tim Penyusun. 2007. Alih Aksara, Alih Bahasa, dan Kajian Lontar Sundarigama.
Pusat Dokumentasi Kebudayaan Bali. Denpasar.

Yoeti, O. A. 2000. Ekowisata Pariwisata Berwawasan Lingkungan. Jakarta: PT.


Pertja.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai