Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

“TUMBUHAN INVASIF DIHUTAN KAMPUS UNIVERSITAS


JAMBI”

Dosen Pengampu :

1. Nursanti, S.Hut.,M.Si

2. Cory Wulan, S.Hut.,M.Si

Disusun Oleh :

Desi Cutria L1A118002

PROGRAM STUDI KEHUTANAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS
JAMBI 2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia memiliki kekayaan flora dan fauna serta kehidupan liar
lain yang mengundang perhatian berbagai pihak baik di dalam maupun di luar
negeri. Tercatat lebih dari 38.000 jenis tumbuhan terdistribusi di Indonesia,
sehingga Indonesia dijuluki sebagai megabiodiversity country. Salah satu pulau
besar di Indonesia yang juga memiliki keanekaragaman hayati dan endemisitas
yang tinggi, yaitu pulau Sumatera. Kekayaan tersebut terdapat dalam
berbagai tipe ekosistem, dan habitat mulai dari dataran rendah sampai
pegunungan (Susanti, Suraida dan Febriana, 2013).
Invasi spesies merupakan salah satu permasalahan krusial dalam
pengelolaan ekosistem, karena menjadi komponen utama dalam perubahan
lingkungan global (Vitousek 1994; Hulme et al. 2009), Abywijaya, dkk.
Ancaman terhadap keanekaragaman hayati dan spesies lokal (Gordon 1998,
Jose et al. 2009), serta penyebab perubahan siklus nutrisi, siklus kebakaran,
siklus hidrologi, dan neraca energi (Mack et al. 2000). Invasi tumbuhan
merupakan ekspansi geografis spesies tumbuhan, baik spesies lokal
maupun spesies asing, ke area yang sebelumnya tidak ditempati olehnya
(Booth et al. 2003). Spesies tumbuhan asing invasif adalah organisme
tumbuhan yang berada di luar daerah sebaran alaminya yang menyebabkan
dampak negatif terhadap habitat, keanekaragaman hayati lokal, sosial-ekonomi
maupun kesehatan manusia (IUCN 2000, CBD 2002).
Menurut Tjitrosoedirdjo (2005), terdapat paling tidak 1936 spesies
tumbuhan asing di Indonesia, sebagian diantaranya telah berkembang
menjadi invasif dan menimbulkan dampak negatif pada beberapa ekosistem.
Beberapa kasus invasi yang menimbulkan dampak negatif pada kawasan-kawasan
konservasi di Indonesia adalah invasi Acacia decurrens yang menggantikan
keberadaan spesies tumbuhan asli pada lahan bekas terbakar di Taman
Nasional Gunung Merbabu (Purwaningsih 2010), invasi Casia tora,
Austroeupatorium inulifolium, dan Lantana camarapada padang
penggembalaan Sadengan di Taman Nasional Alas Purwo, serta invasi Acacia
niloticapada ekosistem savana di Taman Nasional Baluran yang
mengakibatkan perubahan struktur dan komposisi spesies tumbuhan padang
rumput, sehingga menekan populasi rumput sumber pakan Banteng, satwa
prioritas konservasi pada kedua kawasan konservasi tersebut (Djufri 2004,
Hakim et al. 2005).

1.2 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi jenis-jenis tumbuhan invasif
yang ada di Hutan Kampus Universitas Jambi.

1.3 Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan data dan informasi mengenai
jenis-jenis tumbuhan invasif di Hutan Kampus Universitas Jambi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hutan Kampus Universitas Jambi


Hutan Kampus Universitas Jambi merupakan kelompok Hutan Hujan Tropis
Dataran Rendah Sumatera yang mendukung untuk berkembang biaknya baik flora
maupun fauna. Hutan dataran rendah merupakan hutan yang terdapat pada
dataran rendah dan bukit-bukit dengan ketinggian 600 meter di atas permukaan
laut yang memiliki tipe vegetasi terkaya di daerah ekuatorial (Irwan, 2015).
Indriyanto (2008) menambahkan bahwa hutan dataran rendah merupakan bentuk
hutan klimaks utama dari hutan-hutan di dataran rendah yang mempunyai
stratifikasi tajuk pohon dari berbagai spesies pohon yang berbeda ketinggiannya.
Universitas Jambi adalah perguruan tinggi negri yang didalam kawasan
kampusnya terdapat hutan pendidikan yang diperutukan untuk jurusan kehutanan
sebagai tempat penelitian mahasiswa mengenai hutan.

II.2 Tumbuhan Invasif


International Union for Conservation of Nature (IUCN) mendefinisikan
tumbuhan asing invasif (invasive alien spesies)sebagai suatu populasi jenis biota
yang tumbuh dan berkembang biak di luarhabitat atau ekosistem alaminya.
Jenis invasif tersebut dapat berperan sebagai agen perubahan ekosistem
dan akhirnya mengancam keberadaan biota asli yang terdapat pada
suatu ekosistem. Spesies invasif menyebabkan hilangnya keanekaragaman
hayati termasuk kepunahan spesies, perubahan hidrologi dan ekosistem fungsi.
Spesies invasif awalnya merupakan spesies naturalisasi. Spesies
naturalisasi merupakan spesies yang secara konsisten dapat mereproduksi dan
mempertahankan populasi selama beberapa generasi tanpa intervensi langsung
oleh manusia. Setelah berhasil tumbuh dengan baik beberapa spesies
naturalisasi akan mengancam pertumbuhan spesies asli dan menghasilkan
keturunan di daerah yang jauh dari tempat asal mereka. Spesies
naturalisasi tersebut kemudian disebut invasif. Diperkirakan 50% dari
spesies invasif secara umum dapat dianggap berdampak ekologisberbahaya
(Srivastava, Dvivedi andShukla, 2014).
2.3 Penyebaran dan Perkembangan Tumbuhan Asing Invasif
Invasi tumbuhan adalah pergerakan satu atau lebih jenis tumbuhan
dari satu daerah ke daerah lainnya sehingga akhirnya jenis-jenis itu menetap
di daerah tersebut. Proses ini merupakan suatu rangkaian dari proses-proses
migrasi, eksistensi, dan kompetisi, yang seluruhnya terkait dengan aspek
waktu dan ruang. Proses invasi seringkali terjadi di daerah yang gundul, namun
dapat juga terjadi di kawasan dengan tumbuhan. Dalam dunia ekologi, invasi
merupakan bentuk permulaan suksesi yang pada akhirnya secara terus
menerus akan menghasilkan 5 tahapan suksesi hinggaterbentuk klimaks
(Wittenberg and Cock, 2001; Zedler andKercher, 2004).

2.4 Dampak Ekologi Dari Spesies Asing Invasif


Spesies invasif menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati melalui
kepunahan spesies dan dampaknya terhadap fungsi ekosistem. Perbedaan
antara spesies tumbuhan asli dan invasif dalam akuisisi sumber daya
dan konsumsi dapat menyebabkan perubahan dalam struktur tanah,
dekomposisi dan kandungan nutrisi dari tanah. Dengan demikian, spesies
invasif adalah penghalang serius bagi konservasi dengan dampak yang tidak
diinginkan (Srivastava et al., 2014).
Kemampuan adaptasi yang besar dari tumbuhan asing invasif menyebabkan
tumbuhan ini berkembang cepat dengan dominansi yang tinggi terhadap
tumbuhanlainnya(tanaman asli) pada suatu kawasan yang relatif cukup luas
dan kemudian berkembang menjadi spesies yang berbahaya pada kondisi
lingkungan yang rusak atau berubah. Dalam habitat barunya mungkin hanya
ada sedikit predator atau penyakit sehingga populasinya tumbuh tak
terkendali dan tanaman asli tidak dapat berkompetisi dengan baik terhadap
ruang dan makanan, sehingga terdesak bahkan dapat mengalami kepunahan
(Pusat Litbang Hutan TanamanDepartemen Kehutanan, 2014).
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu


Penelitian dilaksanakan di Hutan Kampus Universitas Jambi (HKUJ)
yang terletak di Kampus Universitas Jambi Mendalo, pada bulan November
2020. HKUJ Mendalo merupakan Hutan tropis dataran rendah kerapatan
tinggi. Secara administrasi HKUJ terletak di Desa Mendalo Indah Kecamatan
Jambi Luar Kota Kabupaten Muaro Jambi Provinsi Jambi. Secara geografis
pada posisi 01º 61’ 17”LS dan 103º 52’ 01” BT. Suhu rata-rata HKJU 31,70 ºC
dengan suhu minimum 29 ºCdan suhu maksimum 34 ºC. Kelembaban udara
mencapai 57,46 % dan rata intensias cahaya 761,1 Lux. pH tanah rata-rata
hanya 4,92 berarti reaksi tanah masam (Gani,2017).

3.2 Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku
identifikasi tumbuhan invasif, kamera Hp, dan Atk. Sedangkan objek dalam
penelitian yaitu jenis-jenis tumbuhan invasif.

3.3 Prosedur Kerja


1. Membaca materi tentang tumbuhan invasif
2. Menentukan lokasi pratikum
3. Melaksanakan pratikum
4. Mencari jenis tumbuhan invasif serta mengambil gambar
5. Mencatat nama jenis tumbuhan invasif

3.4 Metode Penelitian


Kegiatan identifikasi dilakukan dengan pengamatan dan pengenalan jenis
secara langsung di lapangan dan pengambilan contoh spesimen tumbuhan invasif
yang dilakukan dengan metode jelajah (Rugayah et al., 2004). Penjelajahan
dilakukan disekitar hutan kampus Unja Mendalo. Setiap jenis tumbuhan yang
dijumpai didokumentasikan.
Identifikasi jenis-jenis invasif ini dilakukan menggunakan bantuan tenaga
pengenal jenis, didukung dengan informasi dari buku acuan dari Guide Book to
Invasive Alien Plant Species in Indonesia (Setyawati et al., 2015).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian


Hutan Kampus Universitas Jambi Mendalo terletak sekitar 15 km ke arah
Barat dari Kota Jambi, tepatnya secara administrasi masuk ke Desa Mendalo
Darat Kecamatan Jambi Luar Kota Kabupaten Muaro Jambi. HKUJM dapat
digolongkan ke dalam kategori hutan kerapatan sedang dengan karakteristik
ekologi antara lain simpanan karbon atas permukaan mencapai 166 ton per
ha dengan jumlah pohon berdiameter > 50 cm minimal 25 pohon per ha
(Golden Agri et al, 2012. Hasil penelitian Nursanti dan Swari (2013),
simpanan karbon di HKUJM mencapai 204,3 ton karbon per ha. Hasil penelitian
di PUP HKUJM menunjukkan terdapat 26 pohon berdiameter > 50 cm
pada PUP berukuran 0,96 ha. Total jumlah pohon berdiameter > 10 cm
sebesar 254 pohon. Beberapa jenis pohon berdiameter besar antara lain pohon
Santiria griffthii (diameter 84, 3 cm) (Gambar 4), pohon merapuyan
(Rhodamnia cinerea) (diameter 75,4 cm) dan pohon Lindera sp. (diameter 66,1
cm).
Hal ini mengindikasikan bahwa Kawasan Hutan Kampus
Universitas Jambi Mendalo dapat digolongkan hutan sekunder menuju
hutan primer. IFCC (2013) menyatakan bahwa hutan primer merupakan
hutan yang secara alami melakukan regenerasi dari spesies asli dan
menunjukkan indikasi jelas bahwa di dalamnya tidak terdapat kegiatan
manusia yang secara nyata berpengaruh terhadap perubahan ekologi aslinya.
Inventarisasi pada PUP di Kawasan HKUJM menginformasikan tentang
kekayaan sumberdaya hayati tumbuhan yang tersimpan dan menyusun vegetasi
hutan di kawasan tersebut mulai dari tumbuhan bawah atau lantai dasar
hutan, pohon dan tumbuhan merambat atau liana. Kondisi fisik Kawasan
HKUJM dicerminkan oleh kelerengan berkisar 6-14%, pH tanah
masamberkisar 4,84 -4,93, intensitas cahaya 1.300 –96.300 Lux, suhu udara
25,2 –28,9°Celcius dengan kelembaban udara 72,5% -86,0% (Rahayu, 2019).
Iklim Jambi bertipe A (Schmit and Ferguson) dengan curah hujan rata-rata
1.900 –3.200 mm/tahun dan rata-rata curah hujan 116 –154 hari pertahun.
Suhu maksimum sebesar 31 derajat celcius (BMKG, 2013).

II.3 Jenis-Jenis Tumbuhan Invasif di Hutan Kampus Universitas Jambi


Survei eksplorasi pada beberapa kawasan terbuka di sekitaran Hutan
Kampus Universitas Jambi menemukan 18 jenis tumbuhan invasif yang tergolong
ke dalam 8 famili. Famili dengan jumlah jenis terbanyak adalah asteraceae (5
jenis) diikuti poaceae (4 jenis) dan verbenaceae 3 jenis. Untuk famili yang lain
berkisar 1-2 jenis (Table 1).
Table 1. Daftar jenis tumbuhan invasif di kawasan Hutan Kampus Unja
No Famili Jenis Nama lokal Asal Habitus
1. Asteraceae Chromolaena Pekaian bentol Amerika Selatan Herba
odorata

2. Asteraceae Mikania micrantha Mikania Amerika selatan herba


kunth meramb
at
3. Asteraceae Sphagneticola Seruni kuning Amerika Tropik Herba
trilobata
4. Asteraceae Ageratum Punguan Amerika Tropik Herba
conyzoides
5. Asteraceae Rolandra fruticosa Rumput jarum Amerika Tengah Semak
dan Amerika
Selatan
6. Poaceae Themeda villosa Glagah Asia Selatan Rumput
7. Poaceae Pennisetum Ekor kucing Afrika Tropik Rumput
polystachion
8. Poaceae Imperata Alang-alang Asia Tropik Rumput
cylindrica
9. Poaceae Ottochloa nodosa Bulu anjing Asia Tenggara Rumput
10. Verbenaceae Lantana camara punyengan Amerika Tropik Semak
11. Verbenaceae Stachytarpheta jarong Amerika Tropik Semak
jamaicensis
12. Verbenaceae Stachytarpheta Pecut kuda Asia Tropik Semak
urticifolia
13. Melastomatac Melastoma Senduduk Asia Semak
eae malabathricum
14. Melastomatac Clidemia hirta Senduduk bulu Amerika Selatan Herba
eae
15. Fabaceae Mimosa pudica Putri malu Amerika Tropik Semak
dan Amerika
Selatan
16. Gleicheniacea Gleichenia linearis Paku resam Amerika Tropik Paku
e meramb
at
17. Acanthaceae Asystasia Bayeman Afrika Herba
gangetica
18. Nephrolepida Nephrolepis Paku-pakuan Amerika Tropik Tumbuh
ceae biserrata an paku
Sumber : SEAMEO BIOTROP (2016); Yuliana & Krima (2018); Wahyuni
(2016); Tjitrosoedirdjo (2005); ISSG (2016); A Guide Book to
Invasive Plant Species in Indonesia (Setyawati et al., 2015).

Pada dasarnya tumbuhan invasif diketahui dapat muncul dalam bentuk


habitus atau forma yang sangat beragam mulai dari bentuk pohon, semak, liana,
tumbuhan pemanjat atau merambat, rerumputan, herba dan jenis-jenis tumbuhan
sukulen, termasuk tumbuhan yang memiliki umbi-umbian, rhizoma sampai
dengan tumbuhan air (Sindel,2000; Zhimdahl, 2007). Yuliana dan krisma (2018)
menambahkan setiap bentuk habitus tersebut akan dapat memberi akibat yang
sangat berbeda pada ekosistem alaminya serta spesies flora dan fauna yang ada di
dalamnya. Sebagai contohnya adalah tumbuhan invasif yang berhabitus semak,
semak tersebut dapat membentuk rumpun yang rapat dan padat saat berhasil
menginvasi dan menguasai suatu daerah. Semak-semak tersebut pada akhirnya
akan menghambat pertumbuhan bibit dan semai jenis- jenis tumbuhan asli di
daerah tersebut. Semetara itu tumbuhan invasif yang berbentuk liana adalah
tumbuhan pemanjat atau merambat, dapat tumbuh rapat dan menutupi tumbuhan
asli yang ada sehingga secara langsung mengurangi kemampuan tumbuhan
tersebut untuk memperoleh cahaya matahari. Dampak yang selanjutnya mungkin
terjadi adanya kematian jenis-jenis asli karena kalah berkompetisi akan
sumberdaya yang dibutuhkannya serta berkurangnya keindahan kawasan.
Suatu spesies dapat menjadi invasif jika mereka mampu menyingkirkan
spesies asli dari persaingan memperebutkan sumberdaya seperti nutrisi, cahaya,
ruang, air dan sebagainya (Ariyanto, 2017). Keberhasilan suatu tumbuhan invasif
menduduki suatu kawasan alami sekaligus mengalahkan jenis-jenis aslinya
terletak pada kemampuan melakukan penyebaran (Abiwijaya et al., 2014).

II.4 Deskripsi Jenis-Jenis Tumbuhan Invasif di Hutan Kampus


Universitas Jambi

4.3.1 Chromolaena odorata

Gambar 1 : Chromolaena odorata


Sumber : Cutria (2020)

Chromolaena odorata (L.) R.M King & H.Robinson atau kirinyuh, semak
merdeka, putihan, babanjaran, darismin (Tjitrosoedirdjo et al,. 2016). Nama lokal
C. odorata di Tahura Bukit Sari adalah pekaian bentol. C. odorata merupakan
tumbuhan herba. C. odorata masuk kedalam keluarga asteraceae. Menurut
Shackleton (2016) C. odorata dapat tumbuh tinggi hingga 2-3 meter tetapi bila
ada vegetasi sandarannya tinggi dengan mencapai 5-10 meter.
Jenis C. odorata di Indonesia telah lama terdeteksi kehadirannya di Papua,
dijumpai di Tahura Dr. Moh. Hatta, Padang, Sumatera Barat serta menginvasi
kawasan pengandaran dan TN Ujungkulon, Jawa Barat dan TN Alas Purwo Jawa
Timur (Solfiyeni, 2015). Dalam penelitian susilo (2018) C. odorata adalah salah
satu tumbuhan invasif yang dijumpai.
Suharjo (2011) menjelaskan bahwa C. odorata dapat tumbuh baik di
berbagai sistem penggunaan lahan seperti sawah, bantaran sungai, tepi jalan,
pekarangan dan khususnya lahan kosong. Tumbuhan invasif C. odorata tidak
tahan naungan sehingga tidak ditemukan di hutan-hutan yang tertutup, namun
walaupun demikian di Indonesia dan di berbagai negara lain seperti Asia, C.
odorata banyak ditemukan di perkebunan- perkebunan seperti karet, kelapa sawit,
kelapa, jambu mente dan sebagainya (susilo, 2018). Titik koordinat ditemukan -1̊
36' 56, 004” S 103̊ 31’ 18,258” E.

4.3.2 Mikania micrantha kunth

Gambar 2 : Mikania micrantha Kunth


Sumber : Cutria (2020)

Mikania micrantha kunth atau caputuheun, brojo lengo, brojo wengi,


clerem, trayon dan sambung rambat (Tjitrosoedirdjo et al, 2016). M. micrantha
termasuk kedalam keluarga Asteraceae. Habitus M. micrantha adalah herba
merambat memiliki kemampuan tumbuh dengan sangat cepat, dapat membunuh
tumbuhan asli dan tanaman pangan. M. micrantha sudah termasuk salah satu
tumbuhan invasif terburuk pada tanaman perkebunan di India, Indonesia, Sri
Lanka dan Malaysia.
Susilo (2012) menjelaskan bahwa di Asia Tenggara jenis tersebut sangat
mempengaruhi hasil cokelat, kelapa, kebun, karet, kelapa sawit, sayuran dan padi.
Papua nugini sekitar 45% dari responden memperkirakan bahwa M. micrantha
yang menyebabkan berkurangnya hasil panen hingga lebih dari 30%. Catatan
mengenai kehadiran M. micrantha di Papua telah diketahui sejak awal tahun
2000-an, dijumpai pula tumbuh di Tahura Dr. Moh Hatta, Padang, Sumatera
Barat, Tahura Sultan Thaha Saifuddin, Jambi, Taman Hutan Pendidikan dan
Penelitian Biologi (HPPB) Universitas Andalas (Nursanti, 2018; Sahira, M., 2016;
Solfyeni, 2015; Waterhouse, 2003). Titik koordinat ditemukan -1̊ 36' 55,218” S
103̊ 31’ 19,38” E.

4.3.3 Ageratum conyzoides

Gambar 3 : Ageratum conyzoides


Sumber : Cutria (2020)

Ageratum conyzoides L. atau babandotan. Masyarakat sekitar Tahura Bukit


Sari mengenal dengan nama punguan. A. conyzoides berasal dari Amerika Tropik
yang termasuk kedalam keluarga asteraceae. Habitus A. conyzoides adalah herba,
dikenal dengan herba tahunan.
Menurut penelitian Yuliana & Krisma (2018) beberapa bagian negara
tumbuhan invasif jenis A. conyzoides sangat sulit untuk dikontrol dan mempunyai
daya adaptasi yang tinggi sehingga dapat tumbuh dimana-mana. Sunaryo & Eka
(2010) menambahkan bahwa A. conyzoides sudah termasuk kedalam spesies
invasif yang dapat merusak lingkungan dan memberikan kerugian untuk para
petani.
A. conyzoides biasa dijumpai di area persawahan, ladang, tepi jalan,
perkarangan, hutan sekunder dan wilayah semak belukar. A. conyzoides termasuk
kedalam tumbuhan invasif yang tergolong ganas, karena memiliki kemampuan
bereproduksi tinggi. Meski tergolong invasif dengan reproduksi tinggi dijelaskan
dalam penelitian Susanti et al., (2013) A. conyzoides memiliki dominansi yang
tergolong rendah, INP hanya sebesar 5,32% atau menempati peringkat kelima. A.
conyzoides adalah tumbuhan yang sulit untuk tumbuh jika tidak mendapatkan
cahaya matahari dan akan teredusir apabila cahaya kurang optimal. Titik
koordinat ditemukan -1̊ 36' 55,338” S 103̊ 31’ 13,266” E.

4.3.4 Sphagneticola trilobata

Gambar 4 : Sphagneticola trilobata


Sumber : Cutria (2020)

Sphagneticola trilobata (L.) Pruski, atau seruni kuning. S. trilobata berasal


dari Amerika Tropik yang masuk kedalam keluarga asteraceae. S. trilobata
merupakan jenis tumbuhan herba yang tegak, memanjat, atau menutup permukaan
tanah (Andriani, 2019).
S. trilobata adalah salah satu tumbuhan invasif yang akan bersaing dengan
tumbuhan lain atau tumbuhan asli untuk mendapatkan nutrisi, cahaya, dan air.
Pertumbuhannya yang cepat akan menyebabkan S. trilobata membentuk lapisan
tebal dan berkerumun sehingga mencegah regenerasi jenis tumbuhan lain
(Andriani, 2019).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Syah et al., (2014) tumbuhan
invasif S. trilobata memiliki kegunaan, daunnya dapat dijadikan sebagai obat
tradisional untuk mengobati batuk serta pilek dan sakit kepala. Tjitrosoedirdjo
(2016) menambahkan bahwa tumbuhan invasif S. trilobata juga biasa dijadikan
tumbuhan hias. Titik koordinat ditemukan -1̊ 36' 46,824” S 103̊ 31’ 15,15” E.

4.3.5 Rolandra fruticosa

Gambar 5 : Rolandra fruticosa


Sumber : Cutria (2020)

Rolandra fruticosa (L.) Kuntze adalah tumbuhan semak, masuk dalam


keluarga asteraceae yang berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Dias
filho (1990) menjelaskan R. fruticosa tumbuhan gulma yang tumbuh dan
berkembang dengan cepat di padang rumput.
Penelitian Dias filho (2000) menganalisis R. fruticosa yang hidup di bawah
sinar matahari dan di bawah naungan, sehingga R. fruticosa mendapatkan nilai
tertinggi di bawah sinar matahari yaitu 24.0%. maka dinyatakan bahwa R.
fruticosa adalah tumbuhan liar khas yang tumbuh di daerah terbuka tampa adanya
naungan. Wahyuni (2016) menjelaskan bahwa R. fruticosa adalah salah satu
tumbuhan invasif yang ditemukan di Bukit Dua Belas, Jambi mendapatkan nilai
invasif 5,33%. Titik koordinat ditemukan -1̊ 36' 51,684” S 103̊ 30’ 55,884” E.

4.3.6 Themeda villosa


Gambar 6 : Themeda villosa
Sumber : Cutria (2020)

Themeda villosa (Poir.) A. Camus atau manjah, manjarahan (sund.), glagah


arjuna, sisren (jav.) dan ceceran (mad.). T. Villosa masuk kedalam keluarga
Poaceae yang berasal dari Asia Tenggara (Tjidrosoedirdjo et al., 2016).
Tjidrosoedirdjo et al., (2016) menjelaskan bahwa T. villosa berhabitus
rumput. T. villosa merupakan tumbuhan invasif yang tumbuh di daerah terbuka
dan terganggu, seperti di pinggir hutan, di tepi jalan, perkebunan, bekas kebakaran
dan di daerah terbuka lainnya. Titik koordinat ditemukan -1̊ 36' 55,008” S 103̊ 31’
10,944” E.

4.3.7 Pennisetum polystachion


Gambar 7 : Pennisetum polystachion
Sumber : Cutria (2020)

Pennisetum polystachion (L.) (Schult.) atau rumput gajah liar. P.


polystachion dikenal dengan nama rumput jurig (Sunda) rumput ekor kucing,
rumput berus kuning (Malaysia) dan yaa khachyon chop (Thailand)
(Tjitrosoedirjo, 1990). Nama P. polystachion di Tahura Bukit Sari adalah ekor
kucing.
P. polystachion berasal Afrika Tropis dengan keluarga poeceae. Tumbuhan
invasif P. polystachion merupakan rumput yang berumur panjang, mempunyai
malai bunga yang dapat berubah warna saat pergantian musim (Alwi, 2017).
P. polystachion adalah salah satu dari 89 spesies yang dianggap sebagai
tumbuhan invasif di Taman Nasional Kakadu di Teritorial Utara Australia. Hal ini
tersebut dianggap sebagai ancaman serius di dataran tinggi Taman Nasional
(Douglas et al., 2004 dalam Alwi 2017)).
P. polystachion pertama kali diamati oleh para ilmuwan dari Bogor Balai
Penelitian Tanaman Perkebunan di Subang, Purwakarta dan Pondok Gede, Bogor
pada tahun 1972 dan sekarang P. polystachion menyebar secara luas di seluruh
Indonesia. P. polystachion ditemukan pada daerah-daerah dengan ketinggian
sampai 900 meter di atas permukaan laut (Tjitrosoedirjo, 1990; Lee, 1988).
Tjitrosoedirdjo (2005) menjelaskan bahwa P. polystachion adalah salah satu
tumbuhan invasif yang telah paparkan dalam jurnal Inventory Of The Invasive
Alien Species In Indonesia. Titik koordinat ditemukan -1̊ 36' 55,398” S 103̊ 31’
13,332” E.

4.3.8 Imperata cylindrica

Gambar 8 : Imperata cylindrica


Sumber : Cutria (2020)

Imperata cylindrica (L.) Beauv. atau ilalang, alang-alang (ind), eurih (sund.)
alang-alang, kambengan (Jav.). I. cylidrica masuk kedalam keluarga poaceae yang
berasal dari Asia Tropis. I. cylindrica adalah jenis rumput yang berdaun tajam
(Tjitrosoedirjo, et al., 2016).
Penelitian Girmansyah & Sunaryo (2015) menjelaskan bahwa tumbuhan
invasif yang mendominasi di Taman Nasional Tanjung Puting ada dua jenis yaitu
Rhodomyrtus tomentosa dan Imperata cylindrica. I. cylindrica sangat
mendominasi karena penyebarannya sangat luas maka perlu diwaspadai
keberadaannya. Agustian (2013) menambahkan I. cylindrica salah satu spesies
tumbuhan invasif yang paling dominan diantara spesies yang lain, karena dapat
dijumpai disetiap blok penelitian.
I. cylindrica memiliki pengaruh penting dalam komunitasnya, yang tercatat
memiliki INP lebih dari 10% pada beberapa petak contoh. hal tersebut sesuai
dengan penyataan Schoonhoven et al., (1996) yang menyatakan bahwa spesies
eksotik mampu berkompetisi dengan spesies lokal, menggeser keberadaannya,
menyebabkan kerusakan ekosistem alami.
Bagi masyarakat di sekitar Tahura Bukit Sari I. cylindrica sangat merugikan
karena dapat menurunkan hasil akibat dari persaingan dengan tanaman budidaya
dalam menyerap nutrisi. I. cylindrica sangat sulit untuk dikendalikan karena
berkembang biaknya sangat cepat dan mudah. Titik koordinat ditemukan -1̊ 36'
55,446” S 103̊ 31’ 13,416” E.

4.3.9 Ottochloa nodosa

Gambar 9 : Ottochloa nodosa


Sumber : Cutria (2020)

Ottochloa nodosa kunth adalah rumput yang masuk dalam keluarga poaceae
berasal dari Asia Tenggara. Holm et al., (1979) mencatat bahwa O. nodosa
adalah gulma utama di Malaysia. Lam et al., (1993) menambahkan O. nodosa
merupakan gulma yang dominan pada karet dan kelapa sawit di Malaysia.
Penelitian Umiyati & Denny (2018) telah melakukan analisis bahwa gulma
O. nodosa merupakan gulma dominan yang ditemukan di kebun kelapa sawit.
Sembodo (2010) menambahkan O. nodosa mudah berkembang biak dan cepat
menyebar di daerah yang lembab.
Sormin & ahmad (2017) telah melakukan penelitian di Kebun Rambutan
Sumatera Utara, mencatat bahwa O. nodosa adalah gulma yang paling dominan
pada blok tahun tanam 2011 dengan nisbah jumlah dominansi (NJD) 10,73%.
Titik koordinat ditemukan -1̊ 36' 34,704” S 103̊ 31’ 8,706” E.

4.3.10 Lantana camara


Gambar 10 : Lantana camara
Sumber : Cutria (2020)

Lantana camara L. atau tahi ayam (ind.), saliara, tahi kotok (sund.),
tembelekan, kembang telek, telekan (Jav.). L. Camara masuk kedalam keluarga
verbenaceae yang berasal dari Amerika Tropis (Tjitrosoedirdjo, et al., 2016).
Nama lokal L. Camara di Tahura Bukit Sari adalah punyengan.
L. Camara adalah tumbuhan yang berhabitus semak (Wahyuni 2016). L.
camara adalah tumbuhan beracun pada keluarga verbenaceae yang telah tersebar
luas di 60 negara. L. camara memiliki tingkat pertumbuhan yang cepat sehingga
kemampuan untuk membentuk semak padat, dan berdampak serius pada sistem
pertanian dan alam. Melihat penjelasan di atas maka, tumbuhan invasif L.
camara termasuk kedalam salah satu tumbuhan invasif terganas di dunia (Lowe et
al., 2004, Peiris et al., 2017, Global Specific Species Database).
Penelitian susilo (2018) menjelaskan bahwa terdapat 58 jenis tumbuhan
invasif, dari 58 jenis tersebut terdapat 6 jenis tumbuhan invasif penting dan perlu
diwaspadai karena 6 jenis tersebut masuk kedalam 100 jenis tumbuhan terganas di
dunia. Dari salah satu 6 jenis tumbuhan invasif tersebut adalah L. Camara. Titik
koordinat ditemukan -1̊ 36' 55,422” S 103̊ 31’ 19,272” E.

4.3.11 Stachytarpheta jamaicensis


Gambar 11 : Stachytarpheta jamaicensis
Sumber : Cutria (2020)

Stachytarpheta jamaicensis (L.) Vahl atau pecut kuda, termasuk dalam


keluarga Verbenaceae yang berasal dari Amerika Tropis (Tjitrosoedirdjo et al.,
2016). S. jamaicensis adalah salah satu tumbuhan invasif yang berhabitus semak.
Penelitian Yuliana & Lekitoo (2018) menjelaskan bahwa S. jamaicensis
adalah salah satu jenis tumbuhan invasif yang ditemukan di Taman Wisata Alam
Gunung Meja Manokwari, Papua Barat menunjukkan bahwa S. jamaicensis sudah
tersebar yang terdaftar secara nasional dan global sebagai jenis tumbuhan invasif
yang sangat berpotensi merusak jenis-jenis asli dan keanekaragaman hayati.
Wahyuni (2016) menambahkan S. jamaicensis juga dijumpai di Bukit Dua Belas
sebagai salah satu tumbuhan invasif yang dijumpai. S. jamaicensis sudah terkenal
di beberapa negara sebagai tumbuhan invasif yang mengganggu pertumbuhan
tanaman lain. S. jamaicensis termasuk kedalam jenis tumbuhan invasif yang
ditemukan di Taman Nasional Meru Betiri (Susilo, 2018). Titik koordinat
ditemukan -1̊ 36' 35,562” S 103̊ 31’ 8,22” E.

4.3.12 Melastoma malabathricum


Gambar 12 : Melatoma malabathricum
Sumber : Cutria (2020)

Melastoma malabathricum L. atau harendong. M. malabathricum adalah


salah satu tumbuhan invasif yang dijumpai di Tahura Bukit Sari. M.
malabathricum masuk dalam keluarga melastomataceae yang berasal dari Asia
Tropis. M. malabathricum berhabitus semak (Setyawati et al., 2015) sudah
tersebar di seluruh Indonesia seperti di Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan,
Kalimantan Selatan dan daerah lainnya.
M. malabathricum juga ditemukan di Cagar Alam Durian Luncuk 1 dengan
INP 3,96 (Ariyanto, 2017). Berdasarkan hasil penelitian spesies M.
malabathricum di temukan di tepi tegakan atau perbatasan antara kawasan Tahura
Bukit Sari dengan perkebunan masyarakat. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Suprapto et al., (2016) bahwa spesies M. malabathricum dapat tumbuh di padang
rumput dan lokasi yang sudah terganggu. M. malabathricum adalah salah satu
tumbuhan invasif yang banyak ditemukan di Tahura Bukit Sari. Titik koordinat
ditemukan -1̊ 36' 55,482” S 103̊ 31’ 13,362” E.

4.3.13 Clidemia hirta


Gambar 13 : Clidemia hirta
Sumber : Cutria (2020)

Clidemia hirta (L.) D. Don atau akar kala (Ind.), harendong bulu (Sund)
atau senduduk bulu. C. hirta merupakan tumbuhan herba dari keluarga
melastomataceae yang berasal dari daerah Amerika Selatan dan Tengah,
menyebar dari Meksiko Selatan sampai Argentina Utara (Weber, 2003).
Penyebaran C. hirta sudah mencapai di berbagai kepulauan di Samudera Hindia,
seperti dibeberapa bagian Mikronesia, Simenanjung Malaysia dan Indonesia.
Dalam penelitian Ariyanto (2017) spesies C. hirta memiliki nilai INP
tertinggi dibandingkan dengan spesies tumbuhan invasif lainnya, dengan nilai INP
sebesar 89,79 %. Menurut Soerianegara dan Indrawan (2008) menyatakan
tumbuhan invasif seperti C. hirta merupakan vegetasi pionir yang tumbuh pada
proses suksesi sekunder di lahan yang terdegradasi oleh pembalakan liar,
kebakaran hutan, atau sistem ladang berpindah. Habitat spesies ini terdapat pada
hutan alam, padang rumput, zona terganggu, dan semak belukar (Setyawati et al.,
2015).
C. hirta sangat sering dijumpai dilokasi penelitian tepatnya di Kawasan
Tahura Bukit Sari, dijumpai di pinggir jalan, perbatasan lahan, di sekitar mes, dan
lahan yang agak tertutup sekalipun. Titik koordinat ditemukan -1̊ 36' 34,86” S 103̊
31’ 8,706” E.

4.3.14 Mimosa pudica


Gambar 14 : Mimosa pudica
Sumber : Cutria (2020)

Mimosa pudica L. atau sikejut, putri malu (Ind.), pis kucing (Jav.).
Tumbuhan invasif M. pudica masuk dalam keluarga fabaceae yang berasal dari
Amerika Tropis dan Amerika Selatan. M. pudica tumbuh di daerah yang terkena
sinaran matahari, di sepanjang jalan, di perkebunan, di perkarangan rumah yang
tidak terawat dan lahan yang terbuka. M. pudica tersebar di Indonesia di pulau
Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi (Tjitrosoedirdjo et al., 2016).
M. pudica dijuluki dengan tumbuhan semak yang sensitif atau tumbuhan
mengantuk bila terkena sentuhan. M. pudica merupakan spesies intoleran (Ajorlo
et al., 2014). Tumbuh mulai dari 1-1.300 mdpl dengan curah hujan sekitar 1000-
2000 mm pertahun (Tjitrosoedirdjo 2017).
Ariayanto (2017) menjelaskan bahwa M. pudica memiliki nilai INP sebesar
4.85% yang berarti masih sedikitnya populasi dari M. pudica yang ditemukan di
CA Durian Luncuk 1. Menurut Invasive Species Specialist Group (ISSG) (2017)
penyebab sedikitnya populasi M. pudica dikarenakan spesies ini termasuk
kedalam spesies intoleran, sehingga kurang berkembang dengan baik di bawah
naungan. Titik koordinat ditemukan -1̊ 36' 55,314” S 103̊ 31’ 13,356” E.

4.3.15 Gleichenia linearis


Gambar 15 : Gleichenia linearis
Sumber : Cutria (2020)

Gleichenia linearis (Burm. f.) C. B. dengan nama lain Dicrapnopteris


linearis (Rukmana, 2014). G. linearis adalah salah satu tumbuhan invasif yang
telah dinyatakan dalam Jurnal Inventory of the Invasive, Alien Plant Species in
Indonesia ditulis oleh Tjitrosoedirdjo (2005). G. Linearis termasuk dalam
gleicheniaceae berasal dari Amerika Tropik.
G. linearis atau paku resam adalah paku merambat (Wahyuni 2016). G.
linearis ada disetiap area penelitan, tumbuhan ini dapat mempersulit atau
mengganggu kehidupan manusia. G. linearis bersifat tetap karena adanya sifat
persaingan. Persaingan yang dilakukan oleh G. linearis terhadap tumbuhan lain
yang mampu mengambil unsur hara, cahaya, air dan ruang.
Wahyuni (2016) menjelaskan bahwa G. Linearis adalah salah satu
tumbuhan invasif yang dominan berada diposisi kedua setelah C. hirta
berdasarkan INP sebesar 28,84%. Titik koordinat ditemukan -1̊ 36' 55,596” S 103̊
31’ 14,52” E.

4.3.16 Asystasia gangetica


Gambar 16 : Asystasia gangetica
Sumber : Cutria (2020)

Asystasia gangetica (L.) T. Anderson subsp. Micrantha (Nees) Ensermu


masuk dalam keluarga acanthaceae yang berasal dari Afrika (Tjitrosoedirdjo,
2016). A. gangetica adalah tumbuhan herba menanjak atau menjulang.
A. gangetica ada di Tahura Bukit Sari disetiap area penelitian. A. gangetica
tumbuh di lahan yang terbuka yaitu, di sepanjang jalan setapak, di tepi jalan, di
batas kebun masyarakat, di sekitar mes dan di area penelitian yang lahannya
terbuka. A. gangetica tumbuh di daerah tropis dan subtropis, ditemukan di dataran
rendah atau habitat yang terganggu. A. gangetica pertama kali menyebar di
Indonesia di pulau Jawa, Kalimantan dan Sumaetra (Setyawati et al., 2015).
Solfiyeni et al., (2016) menjelaskan bahwa A. gangetica merupakan spesies
yang cukup dominan di Kawasan Cagar Alam Lembah Anai setelah jenis Arenga
obtusifolia dengan nilai INP 26.68%. salah satu kasus yang ditimbulkan spesies
ini gangguan besar terhadap ekosistem asli di kepulauan pasifik (BIOTROP,
2016). Titik koordinat ditemukan -1̊ 36' 44,274” S 103̊ 31’ 13,506” E.

4.3.17 Nephrolepis biserrata


Gambar 17 : Nephrolepis biserrata
Sumber : Cutria (2020)

Nephrolepis biserrata (Sw.) Schott adalah tumbuhan paku yang bersifat


invasif (Wahyuni, 2016). N. biserrata masuk dalam keluarga Nephrolepidaceae
yang berasal dari Amerika Tropis.
Sastrapradja et al., (1979) mengatakan bahwa tumbuhan paku pada umunya
menyukai tempat yang lembab dan mendapatkan sinar matahari yang cukup untuk
pertumbuhannya. Namun jauh beda dengan penelitian Ceri et al., (2014)
tumbuhan paku yang terdapat pada zona Rhizophora memiliki jumlah jenis yang
sedikit karena keadaan lingkungannya yang tidak cocok untuk pertumbuhan,
sedangkan zona Rhizophora merupakan zona yang tertutup oleh kanopi, selain itu
zona Rhizophora juga dekat dengan lautan yang dipengaruhi oleh gelombang air
laut sehingga hanya jenis-jenis tumbuhan paku tertentu yang mampu hidup pada
zona Rhizophora. Titik koordinat ditemukan -1̊ 36' 56,388” S 103̊ 31’ 18,876” E.
4.3.18 Stachytarpheta urticifolia

Gambar 18 : Stachytarpheta urticifolia


Sumber : Cutria (2020)

Stachytarpheta urticifolia (Salisb.) Sims atau pecut kuda (Ind.), jarong


lalaki (Sund.) adalah salah satu tumbuhan invasif dari keluarga verbenaceae yang
berasal dari Asia Tropis. Tjitrosoedirdjo et al., (2016) menjelaskan bahwa S.
urticifolia adalah salah satu tumbuhan invasif dari 75 tumbuhan invasif. S.
urticifolia adalah tumbuhan invasif yang berhabitus semak Tjitrosoedirdjo et al.,
(2016).
Sayfulloh et al., (2020) menjelaskan bahwa terdapat 121 jenis tumbuhan, 29
atau 35% diantaranya tergolong sebagai tumbuhan invasif yang ditemukan di
Resort Sukarajas Atas Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) salah satu
diantaranya yaitu S. urticifolia dengan INP 2,31. Wahyuni (2016) menambahkan
adanya penemuan tumbuhan invasif S. urticifolia di Bukit Dua Belas. Hermawan
et al., (2017) jenis tumbuhan invasif S. urticifolia dapat tumbuh baik di area yang
terbuka dengan intensitas cahaya matahari yang banyak seperti areal yang
vegetasinya terganggu minsalnya di tepi-tepi jalan. Titik koordinat ditemukan -1̊
36' 18,552” S 103̊ 31’ 9,708” E.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Survei eksplorasi pada beberapa kawasan terbuka di sekitaran Hutan
Kampus Universitas Jambi menemukan 18 jenis tumbuhan invasif yang tergolong
ke dalam 8 famili. Famili dengan jumlah jenis terbanyak adalah asteraceae (5
jenis) diikuti poaceae (4 jenis) dan verbenaceae 3 jenis. Untuk famili yang lain
berkisar 1-2 jenis. 18 jenis tumbuhan invasif dari 8 famili, yaitu Chromolaena
odorata, Mikania micrantha kunth, Ageratum conyzoides, Sphagneticola
trilobata, Rolandra fruticosa, Themeda villosa, Pennisetum polystachion,
Imperata cylindrica, Ottochloa nodosa, Lantana camara, Stachytarpheta
jamaicensis, Melastoma malabathricum, Clidemia hirta, Gleichenia linearis,
Asystasia gangetica, Nephrolepis biserrata, Stachytarpheta urticifolia.

5.2 Saran
Di Hutan Kampus Unja Mendalo sudah ditemukan jenis-jenis tumbuhan
invasif yang sangat berbahaya. Sehingga tumbuhan invasif tersebut perlu
diwaspadai perkembangannya karena jenis yang ditemukan di Hutan Kampus
Unja Mendalo telah terdaftar secara nasional dan global sebagai tumbuhan invasif
yang berpotensi merusak jenis asli dan keanekaragaman hayati.

Anda mungkin juga menyukai