Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bumi mempunyai permukaan ketinggian yang tidak sama atau mempunyai
selisih tinggi. Untuk merancang maupun mengaplikasikan teknik konservasi yang
akan diterapkan pada suatu lahan, umumnya diperlukan pembuatan pembuatan
garis kontur lahan. Garis kontur yaitu garis atau lintasan yang menunjukan
ketinggian yang sama. Garis atau lintasan tersebut selanjutnya digunakan sebagai
batas bidang olah. Pembuatan kontur lahan umumnya terdiri dari tiga tahapan,
yaitu pematokan, releaning atau perbaikan garis kontur, dan pembuatan garis
kontur lahan.
Pengukuran ketinggian suatu tempat dapat dilakukan dengan beberapa cara
seperti dengan memanfaatkan alat yang sederhana atau konvensional. Seperti
dengan menggunakan Kaki A dan Selang Plastik sebagai alat ukur untung
menentukan ketinggian suatu wilayah sehingga didapatkan data untuk membuat
garis kontur lahan. Kaki A adalah alat seperti jangka atau kaki membentuk huruf
A dan dilengkapi unting-unting. Sedangkan selang plastik yang berisi air dan
dilengkapi dengan dua mistar ukur dapat digunakan untuk menentukan beda
tinggi antara dua titik atau titik-titik dengan ketinggian yang sama dengan prinsip
bidang datar.

1.2 Tujuan Praktikum


Adapun tujuan dari praktikum kali ini adalah:
1. Mahasiswa dapat melakukan pengukuran ketinggian tempat dengan
menggunakan alat sederhana berupa kaki A dan selang plastik.
2. Mahasiswa mengetahui dan memahami cara pembuatan garis kontur
pada suatu lahan sebagai salah satu penerapan teknik konservasi.
1.3 Peralatan yang Digunakan
Peralatan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah:
1. Alat tulis
2. Kaki A
3. Meteran
4. Patok
5. Selang Plastik
6. Tali dan unting-unting

1.4 Pelaksanaan Praktikum


1. Memasang patok pada tempat yang telah ditentukan sebagai titik awal
pengukuran.
2. Menarik garis lurus sepanjang 15 meter menggunakan tali sebagai batas
lahan.
3. Meletakan kaki A tepat pada pangkal patok. Menggeserkan kaki kanan
kaki A agar unting-unting tepat berada di tengah antara kedua kaki A.
Dalam keadaan tersebut berarti kedua kaki A berada pada ketinggian
yang sama.
4. Mengulangi langkah-langkah tersebut sampai batas lahan sehingga
diperoleh suatu barisan patok yang merupakan garis kontur.
5. Meletakkan salah satu ujung selang plastik pada mistar ukur dititik awal
pengukuran dan meletakkan ujung selang plastik lain pada mistar ukur
dititik kedua pengukuran. Menggeserkan mistar ukur pada titik kedua
pengukuran sehingga diperoleh tinggi air yang sama dengan mistar ukur
pada titik pertama pengukuran. Dalam keadaan ini berarti kedua titik
tersebut berada pada ketinggian yang sama.
6. Mengulangi langkah-langkah tersebut sampai batas kebun atau lahan
sehingga diperoleh suatu barisan patok yang merupakan garis kontur.
7. Menggambarkan garis-garis kontur sebagai dasar pembuatan teras pada
lahan yang telah diamati.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kemiringan Lahan


Arsyad (1989), menjelaskan kemiringan lahan merupakan faktor yang
sangat perlu untuk di perhatikan sejak dari penyiapan lahan pertanian, usaha
penanamanya, pengambilan produk-produk serta pengawetan lahan tersebut.
Karena lahan memiliki kemiringan lereng itu dapat dikatakan akan lebih mudah
terganggu atau rusak. Kebih-lebih kalau derajat kemiringaannya besar tanah yang
memiliki kemiringan rentan terhadap pengaruh hujan. Akibat pengaruh hujan-
hujan tersebut tanah mudah mengalami kelongsoran dan mengalirnya lapisan
tanah yang subur (humus). Arsyad (1989) dijelasakan mengenai tipe kemiringan
lereng yang dipengaruhi oleh kondisi iklim terutama hujan sebagai berikut:
1. Kemiringan Lahan 0-10%
Tanah pada kemiringan lereng ini memiliki memiliki kedangkalan tanah serta
gejala-gejala erosi dan lapisan top soilnya pernah mengalami pengikisan dan
hanyut, diperlukan tindakan-tindakan praktis berupa perlindungan terhadap
kelembaban tanah agar produktipitaas tanah itu dapat di pertahankan dalam
jangka waktu yang panjang. Tindakan-tindakanpraktis ini berupa perlindungan
kelembaban tanah, dan mengusahakan pada musim hujan tanah tidak
terhanyud oleh air, pengolahan tanah menurut kontur, menggunakan sisa-sisa
tanaman (pemberian mulsa) dan penambahan pupuk kandang.
2. Kemiringan Lahan 10-25%
Pada kemiringan lereng ini sudah dapat dikatakan curam lapisan top soil
sangan rentan terjadinya pengikisan akibat laju limpasan semakin besar,
perlunya di adakan tindakan-tindakan seperti membuat terassering,
membenamkan pupuk hijau, pupuk organis atau pun pupuk buatan ke dalam
tanah, membuat larikan dimana tanaman itu akan di tanam dan mengusahakan
agar drainasenya dapat berjalan sebaik mungkin.
3. Kemiringan Lahan 25-35%
Tanah pada kemiringan ini jika tidak terdapat vegetasi permukaaan tanah
mengalami erosi hebat, rendah kandungan kelembabanya serta di pengaruhi
oleh angin kencang, tetapi pada kemiringan lereng ini masih bisa ditanami
tanaman produksi pertanian dengan batasan-batasan tertentu misalnya,
tanaman yang tumbuhnya rapat, tanaman tahunan dan rumput-rumputan.
4. Kemiringan Lahan lebih dari 40%
Pada kemiringan seperti ini tidak dianjurkan sebagai lahan pertanian
melainkan sebagai wilayah hutan dngan di tanami pohon-pohon keras,
rumput-rumputan dan semak belukar semuanya tetap dibiarkan subur dengan
hal ini erosi dari atas dapat di perkecil.
Peta kelas lereng diperoleh melalui interpetasi pet rupa bumi Indonesia
(RBI) dengan metode pembuatan peta lereng yang dikemukakan oleh Wenthworth
dengan rumus sebagai berikut:
(𝑛 − 1)𝑥 𝑘𝑖
𝑆= 100%
𝑎 𝑥 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑒𝑏𝑢𝑡 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑝𝑒𝑡𝑎
Keterangan:
S = Besar sudut lereng
n = Jumlah kontur yang memotong tiap diagonal jaring
ki = kontur interval
a = panjang diagonal jarng dengan panjang rusuk 1 cm
Klasifikasi kemiringan lereng ini berpedoman pada penyusunan
rehabilitasi lahan dan konservasi tanah sebagai berkut :
Tabel 1. Kelas kemiringan lereng dan nilai skor kemiringan lereng
Kelas Kemiringan ( % ) Klasifikasi
I 0–8 Datar
II > 8 – 15 Landai
III >15 – 25 Agak Curam
IV > 25 – 45 Curam
V > 45 Sangat Curam
(Sumber: Syah, 2013)
Tabel 2. Pembagian kemiringan lereng berdasarkan klasifikasi USSSM dan USLE
Klasifikasi
Kemiringan Kemiringan Klasifikasi
Keterangan USLE*
lereng (°) lereng (%) USSSM* (%)
(%)
Datar – hampir
<1 0-2 0-2 1-2
datar
1-3 3-7 Sangat landai 2-6 2-7

3-6 8 - 13 Landai 6 - 13 7 - 12

6-9 14 - 20 Agak curam 13 - 25 12 - 18

9 - 25 21 - 55 Curam 25 - 55 18 - 24

25 - 26 56 - 140 Sangat curam > 55 > 24

> 65 > 140 Terjal


*USSSM = United Stated Soil System Management
USLE = Universal Soil Loss Equation

Kemiringan lereng merupakan ukuran kemiringan lahan relative terhadap


bidang datar yang secara umum dinyatakan dalam persen atau derajat. Kecuraman
lereng,panjang lereng dan bentuk lereng semuanaya akan mempengaruhi besarnya
erosi dan aliran permukaan. Menurut sitanala Arsyad (1989:225) mengkelaskan
lereng menjadi seperti berikut:

Tabel 3. Pembagian Kelas Lereng


KEMIRINGAN ( % ) KLASIFIKASI KELAS
0–3 Datar A
3–8 Landai Atau Berombak B
8 – 15 Agak Miring C
15 – 30 Miring D
30-45 Agak Curam E
45-65 Curam F
>65 Sangat Curam G
(Sumber : Syah, 2013)
2.2 Waterpas Selang Plastik

Gambar 1. Alat waterpas selang plastik


( Sumber:Agus et al., 1999)
Pembuatan garis kontur dengan waterpas selang plastik (WSP) pada
dasarnya sama dengan cara abney level. Alat ini terdiri atas dua bagian utama
yaitu: (1) dua lembar papan berskala yang berukuran panjangnya 150 cm dan
lebar 8 cm, dan (2) selang plastik tembus pandang berdiameter 1-2 cm dan
panjang 15-20 m.
Kedua ujung selang plastik ini, sepanjang 160 cm, dijepitkan pada papan
dengan posisi selurus mungkin (Gambar 1).
Tahapan pembuatan garis kontur dengan waterpas selang plastik:
1. Isi selang plastik dengan air sampai penuh.
2. Tentukan titik awal pembuatan garis kontur, misalnya titik A pada Gb 2.

Gambar 2. Pengukuran kontur dengan waterpas selang plastik.


(Sumber:Agus et al. 1999)
Dari titik A tentukan titik yang sama tinggi dengan cara meletakkan ujung
selang plastik yang satu pada titik A, sedangkan ujung selang lainnya pada
titik A1 yang sama tinggi dengan titik A yang ditandai dengan bacaan
permukaan air yang sama pada kedua papan berskala.
3. Dari titik A tentukan titik B pada lereng bawah sehingga selisih permukaan
air pada kedua papan berskala sesuai dengan IV yang diinginkan, misalnya 1
m.
4. Titik B1 ditentukan dari titik B dengan cara yang sama dengan penentuan
titik Al,A2, dan seterusnya.
5. Berilah tanda berupa patok kayu atau bambu pada masing-masing titik yang
telah diperoleh. (Ananda, 2014)

2.3 Ondol-ondol (Kaki A)

Gambar 3. Gawang segitiga (A-frame) digunakan untuk pembuatan kontur


(Sumber: Paryanti, 2014)

Ondol-ondol atau gawang segitiga (A-frame) terbuat dari kayu atau bambu,
terdiri atas dua buah kaki yang sama panjang, sebuah palang penyangga, benang,
dan pemberat. Panjang kedua kaki masing-masing 2 m dan panjang palang 1 m.
Persis pada bagian tengah palang diberi tanda untuk menentukan bahwa
kedua ujung kaki ondol-ondol terletak pada posisi yang sama tinggi. Ujung
benang dikaitkan pada puncak ondol-ondol, sedangkan pemberatnya dapat
bergerak bebas ke kiri dan ke kanan sejajar palang.
Tahapan pembuatan garis kontur dengan ondol-ondol:
1. Siapkan ondol-ondol yang sudah dilengkapi dengan bandul (pemberat).
2. Tentukan titik acuan yang akan dilintasi garis kontur tertinggi, misal titik A.

Gambar 4. Penentuan garis kontur dengan ondol-ondol


(Sumber:Agus et al., 1999)

3. Tentukan titik B pada bagian lereng yang lebih rendah sesuai dengan
interval vertikal (IV) yang diinginkan. Dengan menggunakan ondol-ondol,
IV hanya bisa diperkirakan tetapi tidak dapat ditentukan secara tepat.
4. Letakkan kaki ondol-ondol pada titik B sedangkan kaki lainnya digerakkan
ke atas atau ke bawah sedemikan rupa sehingga tali bandul persis pada titik
tengah palang yang sudah ditandai. Titik yang baru ini, misalnya titik B1,
adalah titik yang sama tinggi dengan titik B.
5. Dari titik B1 tentukan titik B2 dengan cara yang sama dengan tahap 4.
Tandai titik tersebut dengan patok kayu atau bambu pada masing-masing
titik yang telah diperoleh.

2.4 Garis Kontur


Salah satu unsur yang penting pada suatu peta topografi adalah informasi
tentang tinggi suatu tempat terhadap rujukan tertentu. Untuk menyajikan variasi
ketinggian suatu tempat pada peta topografi, umumnya digunakan garis kontur
(contour-line). Garis kontur adalah garis yang menghubungkan titik-titik dengan
ketinggian sama. Nama lain garis kontur adalah garis tranches, garis tinggi dan
garis lengkung horisontal (Ahadi, 2011).
Garis kontur + 25 m, artinya garis kontur ini menghubungkan titik-titik yang
mempunyai ketinggian sama + 25 m terhadap referensi tinggi tertentu. Garis
kontur dapat dibentuk dengan membuat proyeksi tegak garis-garis perpotongan
bidang mendatar dengan permukaan bumi ke bidang mendatar peta. Karena peta
umumnya dibuat dengan skala tertentu, maka bentuk garis kontur ini juga akan
mengalami pengecilan sesuai skala peta.

Gambar 5. Pembentukan Garis Kontur dengan membuat proyeksi tegak garis


perpotongan bidang mendatar dengan permukaan bumi
(Sumber:Agus et al., 1999)
Dengan memahami bentuk-bentuk tampilan garis kontur pada peta, maka
dapat diketahui bentuk ketinggian permukaan tanah, yang selanjutnya dengan
bantuan pengetahuan lainnya bisa diinterpretasikan pula informasi tentang bumi
lainnya.
BAB III
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil
Tabel 1. Hasil Pengukuran Titik Kontur dengan Kaki A
JALUR 1 (cm) JALUR 2 (cm) JALUR 3 (cm) JALUR 4 (cm)
NO
x y x y x y x y

1 105 56 110 52 125,5 23 110 40

2 219 95 229 79 245,5 45 239 60

3 338,2 113 342 151 338,5 122 347 126

4 435,2 90 457 196 450,6 158,7 447 154

5 598,2 223 564 227 563,6 182 566 166

6 711 264 669 293 671,8 241,5 679 206

7 829 320 776 318 781,6 253 801 255

8 917 380 911 362 900,8 295 896 313

9 1034,8 404 1027 395 1011,6 327,2 990 346

10 1152,8 424 1139 476 1107,6 410,6 1090 410

11 1296,8 473 1233 514 1214 443,8 1191 441

12 1386,1 540 1355 546 1336,6 465,8 1323 454

13 1465,1 569,4 1461 608 1455 521,8

Sisa 34,9 39 45 114

Tabel 2. Hasil Pengukuran Titik Kontur dengan Selang Plastik

JALUR 1 (cm) JALUR 2 (cm) JALUR 3 (cm) JALUR 4 (cm)


NO
x y x y x y X y

1 111,2 50 100 38 346 113 92 29


Lanjutan tabel 2. Hasil Pengukuran Titik Kontur dengan Selang Plastik

JALUR 1 (cm) JALUR 2 (cm) JALUR 3 (cm) JALUR 4 (cm)


NO
x y x y x y X y
2 226,9 95 199 63 684 221,2 186 46

3 339 120 301 95 1048 330 302 70

4 484,5 206 383 153 1428 471 374 122

5 647,4 249 483 192 481 154

6 774,9 323 587 223 571 170

7 880 385 668 302 679 182

8 991,8 406 773 309 765 215

9 1076,1 434 873 340 857 288

10 1165,4 483,2 969 360 919 310

11 1238,4 483,2 1060 386 1014 324

12 1243,2 523 1140 411 1092 350

13 1310 556 1240 490 1181 390

14 1462,8 6,3 1328 507 1266 428

15 1526 575 1366 438

Sisa 37,2 0 112,4 86


Suaiydah
240110140048

3.2 Pembahasan
Pada praktikum TPTA kali ini praktikan menganalisa bentuk kontur di atas
lahan kandang FPET dari titik-titik kontur hasil praktikum. Pada praktikum kali
ini analisa kontur lahan dilakukan dengan 2 metode, dengan menggunakan kaki
A dan selang plastik yang masing-masing jalur pengukrannya berjarak 15 meter
dimana setiap kelompoknya melakukan pengukuran pada jalurnya masing-
masing.
Kaki A atau gawang segitiga terbuat dari kayu, yang terdiri dari dua buah
kaki yang sama panjang. Terdapat pemberat di bagian tengah yang digantung.
Pada bagian tengah palang horizontal diberi tanda untuk
menentukan bahwa kedua ujung kaki A terletak pada posisi yang sama tinggi.
Dengan panjang lahan 15 meter kami mengukur titik kontur sebanyak 13 kali,
banyaknya jumlah pengukuran ini tergantung oleh kontur jalur lahan yang diukur.
Pada pengukuran dengan menggunakan kaki A, praktikan hanya perlu mengukur
panjang antara garis jalur dengan kaki A akhir yang digerakan atau dituliskan
dengan huruf y. Hal ini dikarenakan panjangnya jarak dari satu kaki ke satu kaki
lainnya 120 cm. Sedangkan pada pengukuran dengan menggunakan selang
plastik, praktikan juga perlu mengukur panjang jarak dari satu kayu ke kayu
lainnya (x) karena panjang jarak dapat disesuaikan dengan kegiatan pengukuran.
Pengukuran dengan menggunakan kaki A pada jalur 1, 2, 3 dan 4
mempunyai nilai–nilai y yang beragam dari mulai 40 cm sampai 500 cm. Pada
jalur satu jarak yang tersisa yaitu 34,9 m dai total panjang jalur 15 m, pada jalur
dua jarak yang tersisa yaitu 35 m, pada jalur tiga jarak yang tersisa 44 m dan pada
jalur keempat jarak tersisa mencapai 114 m. Pada jalur keempat ini pengukuran
bisa dikatakan kurang akurat yang dikarenakan jumlah pengukurannya hanya
dilakukan 12 kali. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin banyak data atau
jumlah pengukuran yang diambil semakin tinggi tinkat keakuratan pengukuran.
Penentuan titik kontur dengan menggunakan selang plastik hampir sama
prinsipnya dengan menggunakan kaki A namun pada selang plastik ini jarak yang
diukur secara vertikal dan secara horizontal. Dengan panjang lahan 15 meter
praktikan mengukur titik kontur sebanyak 14-15 kali tergantung kontur lahan dan
kekonsistenan praktikan. Penentuan titik kontur menggunakan selang plastik
menghasilkan nilai X dan Y nya berubah-ubah tergantung kondisi lahan, karena
tergantung dari posisi air dalam selang plastik U dimana posisi air harus pada
ketinggian yang sama pada kedua sisi selang. Tetapi, untuk keseragaman data
praktikan membatasi nilai X nya maksimal 100 m, hal ini bertujuan agar
pengukuran dilakukan sekitar 15 kali sehingga data yang diambil lebih akurat.
Pada jalur satu dengan pengukuran 14 kali jarak x yang tersisa adalah 37,2 cm,
pada jalur dua praktikan melakukan pengukuran dengan nilai x sejauh 1526 cm
sehingga melampui batas patok dan lebih 26 cm dari ketentuan 15 m, jalur ketiga
karena pengukuran belum sampaie selesai sehingga jarak tersisa mencapai 112,4
cm dan jalur keempat jarak tersisa 86 cm.
Pengukuran menggunakan selang air ini cukup memakan waktu karena
mengatur letak air di dalam selang cukup sulit untuk mendapatkan ketinggian air
yang seimbang dikedua mistar antar selang yang satu dengan ujung selang yang
lain. Selain itu, pengukuran menggunakan selang plastik juga pengukurannya
tidak tepat akurat, karena selang tersebut terkadang terlipat dan terdapat
gelembung-gelembung udara yang dapat menggangu pergerakan air didalam
selang yang mengakibatkan kesalahan dalam pengukuran. Saat menggunakan
selang plastik harus hati-hati karena bila terlalu tinggi atau rendah memegang
selangnya akan membuat air yang di dalamnnya keluar. Jika air dalam selang
keluar kita harus melakukan kalibrasi. Kalibrasi alat sangat diperlukan untuk
menentukan ketepatan suatu alat ukur karena jumlah air yang tersedia sudah di
tetapkan dalam proses pengukuran. Kalibrasi ini adalah kegiatan untuk
menentukan kebenaran konvensional penunjukkan alat ukur dan bahan ukur
dengan cara membandingkan terhadap standar ukurnya (standar nasional dan
internasional untuk satuan ukuran). Faktor lain yang menyebabkan pembacaan
ukuran air selang plastik menjadi lama adalah karena pada saat pengukuran di
lapangan, lahan masih tertutup oleh vegetasi, dalam hal ini semak-semak dan
beberapa ranting kecil serta tumpukan batu, sehingga begitu direntangkan selang
tidak bisa dalam keadaan benar-benar lurus dan datar.
Data hasil praktikum kali ini kurang akurat seperti sisa atau lebihnya jarak x
dari ketentuan jalur sepanjang 15 m dan ada kelompok yang belum selesai
melakukan pengukuran menggunakan selang plastik dikarenakan selang
plastiknya bocor sehingga bergantian dengan kelompok lain yang menyebabkan
kelompok tersebut ketinggalan. Hal ini dipengaruhi oleh fakor ketelitian,
kecepatan dan kekonsistenan praktikan melakukan pemindahan alat Kaki A
maupun selang plastik di lahan. Ketidaktepatan praktikan ini contohnya
pengukuran yang selalu menuju kebawah sehingga keluar dari jalur kelompoknya
masing-masing dan berbentrokan dengan kelompok lainnya. Cuaca juga sangat
mempengaruhi keberlanjutan praktikum ini, cuaca hujan dan lahan licin tidak
memungkinkan untuk dilanjutkannya pengukuran.
Dari hasil pengukuran dapat disimpulkan bahwa pengukuran menggunakan
kaki A lebih cepat dibandingkan dengan menggunakan selang plastik. Semua
titik-titik pengukuran yang mempunyai ketinggian yang sama menurut 2 metode
yang digunakan di gambar dalam bentuk garis-garis utuh yang kontinu. Garis-
garis tersebut menunjukan bahwa walaupun lahan kelihatan landai, tetap memiliki
titik-titik kontur yang berbeda. Dilihat dari hasil gambar titik kontur dengan
menggunakan kaki A dan selang plastik, penentuan titik kontur lebih jelas dengan
menggunakan kaki A. Kaki A dianggap teliti karena memiliki nilai x yang tidak
berubah, sedangkan pengukuran titik kontur menggunakan selang air kurang
akurat karena memiliki nilai x dan y pada setiap pengukuran yang berbeda.
Penentuan titik kontur yang pada akhirnya akan membentuk garis kontur ini
bertujuan untuk mengaplikasikan teknik konversi seperti pembuatan terasering.
Sangat penting mengetahui titik kontur, karena kita dapat mengetahui aliran air
jatuh yang dapat berpotensi mengakibatkan terjadinya erosi dan untuk
menentukan pola tanam pada suatu lahan. Pembuatan garis kontur juga diperlukan
saat akan membangun sebuah bangunan dilahan miring.
Candra Melati
240110140057

3.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini alat ukur yang digunakan merupakan alat ukur yang
sederhana yaitu kaki A dan selang plastik. Sesuai dengan namanya, Kaki A adalah
alat seperti jangka atau kaki membentuk huruf A dan dilengkapi unting-unting
yang memiliki fungsi untuk mengetahui kaki A tersebut dalam posisi datar.
Begitupun dengan selang plastik yang berisi air dan dilengkapi dengan dua mistar
ukur dapat digunakan untuk menentukan beda tinggi antara dua titik atau titik-titik
dengan ketinggian yang sama dengan prinsip bidang datar.
Dalam teknik konservasi tanah dan air, untuk merancang maupun
mengaplikasikan teknik konservasi yang akan diterapkan pada suatu lahan,
umumnya diperlukan pembuatan pembuatan garis kontur lahan. Garis kontur yaitu
garis yang menghubungkan titik-titik dengan ketinggian yang sama. Garis atau
lintasan tersebut selanjutnya digunakan sebagai batas bidang olah. Pembuatan
kontur lahan umumnya terdiri dari tiga tahapan, yaitu pematokan, releaning atau
perbaikan garis kontur, dan pembuatan garis kontur lahan.
Pengukuran yang dilaksanakan pada praktikum yaitu mengukur lahan
sepanjang 15 meter sebanyak 4 jalur dengan masing-masing ketinggian yang
berbeda. Pengukuran pertama adalah dengan menggunakan alat kaki A yang
memiliki lebar alat konstan yaitu sebesar 1,2 m. Pada saat pengukuran dengan
menggunakan kaki A, alat tersebut diputar dengan searah jarum jam. Dari
pengukuran tersebut didapatkan nilai x dan y. Nilai sumbu x yang diperoleh pada
pengukuran menggunakan kaki A kurang lebih 1,2 m yang diukur dari titik acuan
awal. Sedangkan nilai y yang diperoleh pada pengukuran menggunakan kaki A
memiliki hasil yang berbeda-beda. Dari hasil pengukuran menggunakan alat ukur
sederhana kaki A didapatkan tiga belas data hasil pengukuran berupa nilai x serta
y. Nilai x yang diperoleh secara berurutan sebesar 1,1 m; 2,29 m; 3,42 m; 4,57 m;
5,64 m; 6,69 m; 7,76 m; 9,11 m; 10,27 m; 11,39 m; 12,33 m; 13,55 m; 14,61 m.
Nilai y yang diperoleh secara berurutan sebesar 0,52 m; 0,79 m; 1,51 m; 1,96 m;
2,27 m; 2,93 m; 3,18 m; 3,62 m; 3,95 m; 4,76 m; 5,14 m; 5,46 m; 6,08 m. Dengan
sisa panjang lahan dari hasil pengukuran sebesar 0,39 m.
Pengukuran berikutnya adalah dengan menggunakan selang plastik. Dengan
penggunaan selang plastik didapatkan data hasil pengukuran sebanyak 15 data.
Sama halnya dengan kaki A, pengukuran dengan menggunakan selang plastik
adalah untuk menentukan nilai x dan nilai y. Namun lain halnya dengan
penggunaan kaki A untuk pengukuran konstannya sebesar 1,2 meter; untuk
penggunaan selang plastik terlebih dahulu lahan yang akan diukurnya ditentukan
dengan dalam jarak masing-masing 1 meter terlebih dahulu. Jarak sebesar satu
meter ini merupakan nilai dari x, dimana nilai x didapatkan dari jarak kaki selang
kanan ke kaki selang kiri dan dihitung dari titik awal yang sudah ditentukan.
Sedangkan nilai y didapatkan dari jarak salah satu kaki selang ke garis lahan yang
telah ditetapkan sebelumnya (garis jalur). Nilai x yang diperoleh secara berurutan
sebesar 1 m; 1,9 m; 3,01 m; 3,83 m; 4,83 m; 5,87 m; 6,68 m; 7,73 m; 8,73 m; 9,69
m; 10,60 m; 11,40 m; 12,40 m; 13,28 m; 15,26 m. Sedangkan untuk nilai y yang
diperoleh secara berurutan sebesar 0,38 m; 0,63 m; 0,95 m; 1,53 m; 1,92 m; 2,23
m; 3,02 m; 3,09 m; 3,40 m; 3,60 m; 3,86 m; 4,11 m; 4,90 m; 5,07 m; 5,75 m.
Dari gambar grafik dapat dilihat hasil kontur setiap lahan dengan
pengukuran menggunakan selang plastik maupun dengan kaki A tidak jauh
berbeda. Perbedaannya terletak pada kontur yang dihasilkan berdasarkan data
yang didapat dengan menggunakan selang plastik lebih terlihat detail karena jarak
konstannya hanya satu meter. Dalam penggunaan kedua alat tersebut terjadi
kendala seperti selang plastik yang digunakan yaitu dibagian selangnya seringkali
terlepas dari mistar ukur sehingga kerap kali harus ditarik dan dipegang di bagian
atasnya ketika dilaksanakan pengukuran. Namun jika dilihat dari keseluruhan
data, maka penggunaan selang plastik lebih akurat jika dibandingkan dengan kaki
A.
Irdan Herdiat
240110140067

3.2 Pembahasan
Praktikum kali ini melakukan pengukuran kemiringan atau kontur suatu
lahan dengan jarak sumbu x 15 meter, pengukuran ini dilakukan dengan
menggunakan alat sederhana yaitu kaki A dan selang plastik. Pengukuran
kemiringan ini sangat diperlukan untuk memperhitungkan erosi yang dapat terjadi
pada lahan tersebut sehingga dapat dicari langkah – langkah konservasi yang
dapat dilakukan demi menjaga prduktivitas lahan dan produktivitas dari tanaman.
Kaki A alat ukur yang menggunakan prisip mencari titik keseimbangan yang
ditunjukkan dengan unting – unting yang harus berada pada tengah – tengah kaki
A. hal ini menandakan bahwa fungsi dari kaki A adalah untuk mencari titik – titik
dengan jarak 1,2 m dimana memiliki ketinggian yang sama. Sedangkan selang
plastik memanfaatkan prisip fluida air yang selalu akan memiliki ketinggian yang
sama. Maka dapat dicari titik – titik dimana memiliki ketinggian yang sama,
perbedaan dari kedua alat ini adalah selang plastik dapa mengukur dari titik – titik
yang memiliki jarak lebih dari 2 meter sedangkan kaki A hanya mampu mengukur
1,2 meter diantara kedua titik.
Pengukuran dilakukan dengan memberikan batasan pengukuran yaitu
sumbu x sebesar 15 meter. Hasil pengukuran dengan menggunakan kaki A pada
jalur 1 menunjukkan hubungan yang linear artinya semakin besar jarak sumbu x
maka semakin besar jarak sumbu y yang terjadi. Namun pada pengukuran
keempat sempat terjadi penurunan besar jarak yaitu dari jarak sumbu y pada
pengukuran ketiga yaitu sebesar 1,13 m menjadi 0,9 m pada pengukura keempat.
Namun pada pengukuran kelima dan seterusnya menglami kenaikan sampai
dengan jarak 5,694 m. pada jalur 1 pengukuran dilakukan dengan 13 pengukuran
dengan sisa jarak yaitu 0,349 m. Pada jalur kedua dilakukan pengukuran dengan
13 pengukuran dengan sisa pengukuran 0,39 m dari total jarak sumbu x yaitu 15
meter. Pengukuran pada jalur 2 memiliki kelinearan yang baik yaitu semakin
besar sumbu x jarak sumbu y semakin besar. Besar sumbu y pada pengukuran ke-
13 yaitu 6,08 m. Nilai ini lebih besar jika dibandingkan dengan jalur 1 yang hanya
5,694 m. sehingga pada jalur 2 memiliki kemiringan yang lebih besar jika
dibandingkan dengan jalur 1, walaupun pada jalur dua sisa pengukurannya lebih
besar jika dibandingkan dengan jalur 1 yaitu 39 cm sedangkan pengukuran pada
jalur 1 sebesar 34,9 cm. Hasil pengukuran pada jalur 3 menunjukan kondisi yang
sama yaitu semakib besar sumbu x maka semakin besar sumbu y yang terjadi.
Namun pada jalur 3 menunjukan kemiringan yang tidak terlalu besar jika
dibandingkan dengan pengukuran lainnya hal ini dikarenakan pada jalur ke tiga
nilai sumbu y terbesar yaitu hanya 5,218 m berbeda jauh dengan jalur 2 dengan
jarak sumbu y terbesar 6,08 m. pengukuran pada jalur keempat menunjukkan
kondisi yang sama juga yaitu semakin besar nilai sumbu x semakin besar juga
sumbu y yang dihasilkan. Namun pada jalur keempat memiliki jumlah
pengukuran yang berbeda yaitu 12 kali pengukuran dengan sisa jarak sebesar 114
cm. maka pada jalur keempat kemiringannya cenderung lebih kecil jika
dibandingkan dengan jalur yang lain.
Pada pengukuran dengan menggunakan selang plastik dilakukan pada 4
jalur dengan jarak sumbu x yang sama yaitu 15 meter. Pada jalur 1 hasil
menunjukkan kelinearan yang kuat yaitu semakin besar jarak sumbu x maka
semakin besar jarak sumbu y. namun pada pengukuran ke 10 dan ke 11 memiliki
angka yang sama yaitu 483,2 cm hal ini menunjukkan bahwa tanah tersebut
memiliki ketinggian yang sama dan sejajar. Terdapat perbedaan jarak yang cukup
signifikan antara pengukuran menggunakan kaki A dengan menggunakan selang
plastik yaitu pada akhir pengukuran didapat jarak sumbu y yaitu 6,3 m berbeda
jauh dengan pengukuran pada kaki A yaitu 5,69 meter. Hal ini dapat disebabkan
karena kondisi alat yang memiliki kalibrasi dan kemampuan berbeda dan juga
kurangnya ketelitian praktikan dalam melakukan pengukuran. Pada jalur 2
dilakukan dengan 15 pengukuran tanpa menghasilkan sisa pengukuran,
kelinearanya kuat yaitu semakin besar jarak sumbu x maka semakin besar sumbu
y. Pada jalur 3 dilakukan dengan 4 kali pengukuran dengan sisa pengukuran 1,112
meter, sehingga dapat dipastikan pengukuran dilakukan dengan jarak tempuh per
2 meter sehingga jarak 15 meter hanya dengan melakukan pengukuran 4 kali, hal
ini menyebabkan kurang telitinya pengukuran dan akan membuat gambar kontur
kurang teliti disetiap titik. Pada jalur 4 dilakukan dengan 15 kali pengukuran
dengan tingkat kelinearan yang kuat yaitu semakin besar jarak sumbu x maka
semakin besar sumbu y yang terbentuk.
Berdasarkan hasil pengukuran yang dituangkan kedalam bentuk grafik
sehingga dapat diketahui garis kontur yang didapat. Hasil tersebut menunjukkan
kemiringan yang terjadi pada lahan tersebut yaitu sekitar 25 – 29%. Hal ini
menunjukkan bahwa lahan tersebut memiliki kemiringan yang curam sehingga
ketika hujan terjadi maka akan menyebabkan runoff yang sangat besar jika
dibandingkan dengan infiltrasi yang terjadi. Namun hal tersebut dapat diantisipasi
dengan menambahkan vegetasi penutup tanah sehingga partikel – partikel tanah
akan terjaga dari gerusan air hujan.
Penggunaan alat - alat pengukuran beda tinggi tersebut memiliki ketelitian
yang sangat rendah dan memiliki prosedur teknis yang sangat sulit untuk
dilakukan. Selain itu sering terjadi kesalahan pengukuran karena kesalahan dalam
meposisikan alat agar tetap seimbang. Alat ukur selang plastik memiliki kesulitan
pengukuran jika dibandingan dengan kaki A karena harus menyamakan angka di
kedua papa ukur.
Riska Frindona

240110140092

3.2 Pembahasan
Pengukuran titik kontur dilakukan untuk mengetahui lahan dengan titik-titik
yang memiliki ketinggian yang sama sehingga didapatkan relief dari suatu lahan.
Titik kontur suatu lahan dapat dihubungkan satu sama lain membentuk garis
kontur yang dapat dianalisis berdasarkan naik turunnya keadaan permukaan tanah.
Pada praktikum kali ini dilakukan pengamatan terhadap penentuan titik kontur
suatu lahan dengan menggunakan alat ukur sederhana yaitu kaki A dan selang
plastik. Pada praktikum ini melakukan pengukuran titik kontur pada satu jalur
(satu kelompok) untuk setiap alat yang digunakan.
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan selang plastik memanfaatkan
prinsip fluida pada pipa U. Pengukuran boleh dilakukan ketika ketinggian air pada
kedua sisi selang sudah sudah sama tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa alat
sudah berada pada lahan yang ketinggiannya sama (datar). Jarak antar selang
plastik dapat diubah dengan jarak kurang lebih 1m. Praktikum ini dilakukan
dengan jalur yang panjang nya 15m.
Pengukuran menggunakan selang ukur dilakukan sebanyak lima belas kali.
Dalam pengukuran ini menentukan nilai x dan nilai y. Nilai x pada selang plastik
ini kurang lebih 1m, dimana nilai x didapatkan dari jarak kaki selang kanan ke
kaki selang kiri dan dihitung dari titik awal yang sudah ditentukan. Sedangkan
nilai y didapatkan dari jarak salah satu kaki selang ke garis lahan yang telah
ditetapkan sebelumnya (garis jalur). Nilai x yang diperoleh secara berurutan
sebesar 1 m; 1,9 m; 3,01 m; 3,83 m; 4,83 m; 5,87 m; 6,68 m; 7,73 m; 8,73 m; 9,69
m; 10,60 m; 11,40 m; 12,40 m; 13,28 m; 15,26 m. Nilai y yang diperoleh secara
berurutan sebesar 0,38 m; 0,63 m; 0,95 m; 1,53 m; 1,92 m; 2,23 m; 3,02 m; 3,09
m; 3,40 m; 3,60 m; 3,86 m; 4,11 m; 4,90 m; 5,07 m; 5,75 m. Hasil pengamatan
yang dilakukan dengan menggunakan alat ukur sederhana selang plastik dapat
diketahui bahwa jarak (x) terbesar adalah 1,98 m dengan ketinggian (nilai y)
sebesar 5,75m.
Pengukuran kedua menggunakan alat ukur sederhana kaki A yang mana
memiliki lebar alat konstan yaitu sebesar 1,2 m. Penentuan titik kontur dengan
menggunakan kaki A baru dapat dilakukan jika posisi unting-unting sudah berada
di bagian tengah kaki A. Fungsi unting-unting ini untuk menunjukkan posisi kaki
A berada pada lahan dengan ketinggian yang sama (datar). Pada saat pengukuran,
memutar kaki A dengan searah jarum jam. Dari pengukuran tersebut didapatkan
nilai x dan y. Nilai sumbu x yang diperoleh pada pengukuran menggunakan kaki
A kurang lebih 1,2 m tetapi diukur dari titik acuan awal. Sedangkan nilai y yang
diperoleh pada pengukuran menggunakan kaki A memiliki hasil yang berbeda-
beda.
Pengukuran menggunakan alat ukur sederhana kaki A dilakukan sebanyak
tiga belas kali. Praktikum ini dilakukan dengan jalur yang panjang nya 15m. Nilai
x yang diperoleh secara berurutan sebesar 1,1 m; 2,29 m; 3,42 m; 4,57 m; 5,64 m;
6,69 m; 7,76 m; 9,11 m; 10,27 m; 11,39 m; 12,33 m; 13,55 m; 14,61 m. Nilai y
yang diperoleh secara berurutan sebesar 0,52 m; 0,79 m; 1,51 m; 1,96 m; 2,27 m;
2,93 m; 3,18 m; 3,62 m; 3,95 m; 4,76 m; 5,14 m; 5,46 m; 6,08 m. Pengukuran
dengan kaki A ini memiliki sisa pengukuran sebesar 39 cm.
Dari semua hasil tersebut membuat garis kontur. Dari gambar grafik dapat
dilihat hasil kontur setiap lahan pada jalur pertama, kedua, ketiga, dan keempat
dengan pengukuran menggunakan selang plastik tidak jauh berbeda dengan hasil
pengukuran dengan menggunakan kaki A. Garis kontur pada kaki A terlihat naik
sedangkan garis kontur dengan pengukuran menggunakan selang plastik terlihat
naik dan lebih jelas kontur nya karena pengukuran dilakukan dengan jarak kurang
lebih 1m sehingga lebih detail kontur yang dihasilkan nya. Pada jalur ketiga
pengukuran dengan selang plastik, hasil detail garis kontur nya tidak terlalu
terlihat dengan baik karena pada jalur ini hanya melakukan 4 kali pengukuran. Hal
ini di sebabkan karena waktu paktikum yang terbatas dan turun hujan saaat
praktikum.
Berdasarkan praktikum yang dilakukan, menggunakan selang plastik lebih
sulit dibandingkan dengan menggunakan kaki A, hal itu dikarenakan tingkat
keakuratan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kaki A sehingga memerlukan
waktu yang lebih lama untuk menyesuaikan satu sisi dengan sisi yang lainnya.
Kedua alat ukur sederhana ini memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Kaki
A memiliki keunggulan dibandingkan dengan penggunaan selang seperti lebih
mudah digunakan dan penggunaan bisa dilakukan dengan satu orang saja. Namun
kaki A ini tidak memiliki keakuratan setinggi selang hal ini dikarenakan
penggunaannya yang bisa dilakukan dengan hanya satu orang mengakibatkan
besarnya kemungkinan human error ketika menggunakannya, serta penyesuaian
yang hanya menggunakan unting-unting sebagai acuan sebenarnya baik akan
tetapi kemungkinan ketidakakuratan pada alat lebih besar. Pengukuran dengan
selang plastik memiliki kelebihan tingkat keakuratan lebih tinggi,
Berdasarkan hasil¸ alat ukur sederhana dalam penentuan titik kontur yang
lebih baik terdapat pada selang plastik. Ketepatan yang terjadi lebih tinggi karena
pada penentuan titik kontur lahan menggunakan selang plastik yang dilengkapi
mistar untuk memastikan ketinggian air benar-benar sama. Sedangkan jika
menggunakan kaki A penentuan titik kontur lahan hanya mengandalkan unting-
unting untuk memastikan posisi alat bantu berada di ketinggian yang sama. Hal
tersebut menyebabkan keakuratan lebih rendah karena tidak terdapat batasan
ukuran ketepatannya.
Penentuan titik kontur ini perlu dilakukan untuk menentukan ketinggian
sutu lahan tersebut, kondisi lahan, menganalisis kemungkinan terjadinya erosi
pada suatu lahan, serta perencanaan yang dapat dilakukan dengan kondisi
tersebut. Daerah dengan kontur yang rapat nunjukkan kondisi kemungkinan
terjadinya erosi yang lebih tinggi. Berdasarkan garis kontur yang sudah dibuat
dapat dikatakan lahan memiliki kemiringan lahan yang cukup besar atau curam
dengan kemiringan 25 - 29%. Hal ini akan menyebabkan run off akan semakin
cepat mengalir tanpa mengalami infiltrasi terlebih dahulu. Namun pada lahan
ditemui beberapa titik yang permukaan tanahnya tertutup oleh rumput sehingga
kemungkinan terjadinya erosi dapat diperkecil karena butir hujan tidak langsung
menumbuk tanah.
Suaiydah
240110140048

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan pada paktikum kali ini adalah sebagai berikut :
1. Tujuan dari dilakukannya pengukuran menggunakan kaki A dan slang platik
pada jalur sebanyak 4 buah dan panjang tiap jalur 15 meter adalah untuk
dapat melihat bentuk lahan atau kontur lahan yang diukur jika digambarkan
pada sebuah kertas.
2. Bila berdasarkan kedua alat yang dipakai, maka dapat disimpulkan bahwa
kaki A lebih akurat dibandingkan selang plastik.
3. Kalibrasi alat sangat diperlukan untuk menentukan ketepatan suatu alat ukur
karena jumlah air yang tersedia sudah di tetapkan dalam proses pengukuran.
4. Bentuk topografi lahan sangat mempengaruhi keakuratan dan waktu
pengukuran.
5. Penentuan titik kontur yang pada akhirnya akan membentuk garis kontur
ysng bertujuan untuk mengaplikasikan teknik konversi seperti pembuatan
terasering.
6. Pembuatan garis kontur diperlukan saat akan membangun sebuah bangunan
dilahan miring.

4.2 Saran
Saran yang dapat diberikan pada praktikum kali ini adalah :
1. Sebaiknya praktikan terlebih dahulu mempelajari konsep-konsep yang akan
dipraktikumkan agar pada saat melakukan praktikum tidak menemui
kendala.
2. Sebaiknya praktikan selalu teliti, cepat dan konsisten dalam jarak yang
diambilnya pada setiap pemindahan alat selang plastik agar lebih efektif.
3. Sebaiknya menggunakan alat ukur dalam keadaan baik agar hasil yang
diperoleh lebih akurat.
Candra Melati
240110140057

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum kali ini adalah:
1. Garis kontur yaitu garis yang menghubungkan titik-titik dengan ketinggian
yang sama
2. Pembuatan kontur lahan umumnya terdiri dari tiga tahapan, yaitu
pematokan, releaning atau perbaikan garis kontur, dan pembuatan garis
kontur lahan.
3. Kaki A adalah alat seperti jangka atau kaki membentuk huruf A dan
dilengkapi unting-unting yang memiliki fungsi untuk mengetahui kaki A
tersebut dalam posisi datar.
4. Kontur yang dihasilkan berdasarkan data yang didapat dengan
menggunakan selang plastik lebih terlihat detail.

4.2 Saran
Saran untuk praktikum kali ini adalah:
1. Praktikan memperhatikan materi yang disampaikan agar kegiatan praktikum
dapat berjalan lancar.
2. Praktikan harus lebih teliti dalam hal pengambilan data maupun pengolahan
data.
3. Praktikan tidak pelu tergesa-gesa dalam pengambilan data karena akan
mengurangi keakuratan dataalat ukur dalam keadaan baik agar hasil yang
diperoleh lebih akurat.
Irdan Herdiat
240110140067

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan pada paktikum kali ini adalah sebagai berikut :
1. Alat kaki A dan selang plastik merupakan alat praktis yang digunakan untuk
menentukan kesamaan tinggi suatu lahan sehingga dapat membuat suatu
garis kontur.
2. Kaki A menggunakan unting – unting sebagai patokan rata atau tidaknya
lahan sedangkan selang plastik menggunaka sifat fluida dari air.
3. Pengukuran dengan menggunakan kaki A pada jalur 2 memiliki jarak
sumbu y yang lebih besar. sedangkan jalur 4 memiliki jarak sumbu y yang
paling kecil
4. Pengukuran dengan menggunakan selang plastik pada jalur 1 memiliki jarak
sumbu y yang lebih besar. sedangkan jalur 4 memiliki jarak sumbu y yang
paling kecil
5. Lahan merupakan lahan yang curam karena memiliki kemiringan diatas 25
% sehingga runoff akan besar ketika terjadi hujan.
6. Vegetasi penutup tanah akan sangat mempengaruhi besarnya erosi pada
lahan tersebut walaupun dengan kemiringan yang sangat curam.
7. Alat kaki A lebih praktis dan mudah digunakan jika dibandingkan dengan
menggunaka selan plastik, karena dapat dilakukan oleh satu orang.

4.2 Saran
Saran yang dapat diberikan pada praktikum kali ini adalah :
1. Praktikan dapat memahami lebih dari pengukuran garis kontur dengan
menggunakan alat kaki A dan selang plastik dan juga dapat memahami cara
kerja dari kedua alat tersebut sehingga jika terjadi suatu kesalahan maka
dapat segera diantisipasi.
2. Alat harus dilakukan pengecekan terlebih dahulu sebelum digunakan karena
akan menghalangi jalannya praktikum
Riska Frindona

240110140092
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dalam praktikum mengukur titik kontur ini dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Penentuan titik kontur dilakukan untuk mengetahui lahan dengan titik-titik
yang memiliki ketinggian yang sama sehingga didapatkan relief dari suatu
lahan
2. Kaki A dan selang air merupakan alat sederhana pengukur ketinggian yang
sama (kontur).
3. Penentuan titik kontur yang lebih baik dilakukan dengan menggunakan
selang plastik hal ini disebabkan terdapat skala pada selang plastik untuk
memastikan ketinggian lahan sama.
4. Berdasarkan garis kontur yang sudah dibuat dapat dikatakan lahan memiliki
kemiringan lahan yang curam.
5. Berdasarkan grafik pengukuran dengan kaki A dan selang plastik, garis
kontur yang terbentuk cenderung naik.

4.2 Saran
Adapun saran dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Pastikan sebelum melakukan praktikum sudah mengerti mengenai fungsi,
nama bagian, dan cara penggunaan alat ukur.
2. Alat yang di gunakan seharusnya masih dalam kondisi baik.
3. Dibutuhkan kerjasama yang baik dalam satu kelompok agar mencapai hasil
yang baik.
4. Pengukuran dilakukan dengan lebih teliti.
DAFTAR PUSTAKA

Ahadi. 2011. Garis Kontur. Terdapat pada: http://www.ilmusipil.com. (Diakses


pada tanggal 5 Oktober 2016 pukul 16.15 WIB)

Agus, J.R. and Wirshing, R.H.1999. Teori dan Soal Pengantar Pemetaan –
Terjemahan, Introductory Surveying, Schaum Series, Penerbit Erlangga,
Jakarta, 1995, Bab 8.

Ananda. 2014. Pengukuran Beda Tinggi Menggunakan Alat Sederhana. Terdapat


pada : host.smkn1pml.sch.id (Diakses pada tanggal 5 Oktober 2016 pukul
16.25 WIB)

Arsyad, Sitanala. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Jurusan Tanah, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penerbit IPB, Bogor.

Paryanti. 2014. Pembuatan Kontur di Lahan Pertanian dengan Menggunakan


Kaki A. terdapat pada : http://repository.politanipyk.ac.id. (Diakses pada
tanggal 5 Oktober 2016 pukul 16.05 WIB)

Syah, Mega Wahyu. 2013. Klasifikasi Kemiringan Lereng. Terdapat pada :


http://digilib.its.ac.id. (Diakses pada tanggal 5 Oktober 2016 pukul 16.00 WIB)
LAMPIRAN

Gambar 1. Kaki A Gambar 2. Selang Plastik

Gambar 3. Patok dari Tali Rapia Gambar 4. Meteran


LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNIK KONSERVASI TANAH DAN AIR
(III. Penetuan Titik dengan Menggunakan Kaki A dan Selang Plastik)

Oleh:

Kelompok :2
Kelas/Hari/Tanggal : Shift B / Selasa / 4 Oktober 2016
Nama (NPM) : 1. Suaiydah (240110140048)
2. Candra Melati (240110140057)
3. Irdan Herdiat (240110140067)
4. Adinda Febrianda R (240110140077)
5. Riska Frindona (240110140092)
Asisten : 1. Anisah
2. Risqi Aditia Tungki Putra

LABORATORIUM KONSERVASI TANAH DAN AIR


DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2016

Anda mungkin juga menyukai