Anda di halaman 1dari 6

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Karakteristik Tanah


Kadar air tanah dinyatakan dalam persen volume yaitu persentase volume
air terhadap volume tanah. Cara ini mempunyai keuntungan karena dapat
memberikan gambaran tentang ketersediaan air bagi tanaman pada volume tanah
tertentu. Cara penetapan kadar air dapat dilakukan dengan sejumlah tanah basah
dikering ovenkan dalam oven pada suhu 1000 C 1100 C untuk waktu tertentu. Air
yang hilang karena pengeringan merupakan sejumlah air yang terkandung dalam
tanah tersebut. Air irigasi yang memasuki tanah mula-mula menggantikan udara
yang terdapat dalam pori makro dan kemudian pori mikro. Jumlah air yang
bergerak melalui tanah berkaitan dengan ukuran pori-pori pada tanah. Air
tambahan berikutnya akan bergerak ke bawah melalui proses penggerakan air
jenuh. Penggerakan air tidak hanya terjadi secara vertikal tetapi juga
horizontal. Gaya gravitasi tidak berpengaruh terhadap penggerakan horizontal
(Hakim, dkk, 1986).
Kemampuan tanah menahan air dipengaruhi antara lain oleh tekstur tanah.
Tanah-tanah bertekstur kasar mempunyai daya menahan air lebih kecil daripada
tanah bertekstur halus. Oleh karena itu, tanaman yang ditanam pada tanah pasir
umumnya lebih mudah kekeringan daripada tanah-tanah bertekstur lempung atau
liat. Kondisi kelebihan air ataupun kekurangan air dapat mengganggu
pertumbuhan tanaman. Ketersediaan air dalam tanah dipengaruhi: banyaknya
curah hujan atau air irigasi, kemampuan tanah menahan air, besarnya
evapotranspirasi (penguapan langsung melalui tanah dan melalui vegetasi),
tingginya muka air tanah, kadar bahan organik tanah, senyawa kimiawi atau
kandungan garam-garam, dan kedalaman solum tanah atau lapisan tanah (Madjid,
2010).
Air tersedia biasanya dinyatakan sebagai air yang terikat antara kapasitas
lapangan dan koefisien layu. Kadar air yang diperlukan untuk tanaman juga
bergantung pada pertumbuhan tanaman dan beberapa bagian profil tanah yang
dapat digunakan oleh akar tanaman. Tetapi untuk kebanyakan mendekati titik
layunya, absorpsi air oleh tanaman kurang begitu cepat, dapat mempertahankan

pertumbuhan tanaman. Penyesuaian untuk menjaga kehilangan air di atas titik


layunya telah ditunjukkan dengan baik (Buckman and Brady, 1982).
Menurut Hanafiah (2007) bahwa koefisien air tanah yang merupakan
koefisien yang menunjukkan potensi ketersediaan air tanah untuk mensuplai
kebutuhan tanaman, terdiri dari:
1. Jenuh atau retensi maksimum, yaitu kondisi di mana seluruh ruang pori tanah

terisi oleh air.


2. Kapasitas lapang adalah kondisi dimana tebal lapisan air dalam pori-pori

tanah mulai menipis,sehingga tegangan antarair-udara meningkat hingga


lebih besar dari gaya gravitasi.
3. Koefisien layu (titik layu permanen) adalah kondisi air tanah yang
ketersediaannya sudah lebih rendah ketimbang kebutuhan tanaman untuk
aktivitas,danmempertahankan turgornya.
4. Koefisien Higroskopis adalah kondisi di mana air tanah terikat sangat kuat
oleh gayamatrik tanah.
Kadar air dalam tanah Alfisol dapat dinyatakan dalam persen volume yaitu
persen volume air terhadap volume tanah. Cara ini mempunyai keuntungan karena
dapat memberikan gambaran tentang ketersediaan air pada pertumbuhan pada
volume tanah tertentu. Cara penetapan kadar air tanah dapat digolongkan dengan
beberapa cara penetapan kadar air tanah dengan gravimetrik, tegangan atau
hisapan, hambatan listrik dan pembauran neutron. Daya pengikat butir-butir tanah
Alfisol terhadap air adalah besar dan dapat menandingi kekuatan tanaman yang
tingkat tinggi dengan baik begitupun pada tanah Inceptisol dan Vertisol, karena itu
tidak semua air tanah dapat diamati dan ditanami oleh tumbuhan (Hardjowigeno,
S., 1993)
1.2 Permukaan Air Tanah (Water Table)
Ketika air merembes kebawah permukaan, gravitasi menariknya turun dua
zona tanah dan batuan. Zona bagian atas (upper zone) adalah rongga pori didalam
batuan yang hanya jenuh sebagian dan air berbentuk seperti lapisan tipis (thin
film) yang melekat (clinging) pada butiran karena tarikan permukaan (surface
tension). Pada zona ini rongga pori terisi sebagian oleh udara dan sebagian lain
oleh air disebut sebagai zona aerasi (zone of aeration). Pada batas tertentu, semua

bukaan akan terisi oleh air sehingga daerah ini disebut sebagai zona jenuh (zone
of saturation). Permukaan air tanah merupakan bagian paling atas dari zona jenuh
ini dan merupakan elemen penting pada sistem air tanah (gambar 1.) (Hamblin &

Christiansen, 1995).
Gambar 1. Permukaan air tanah adalah permukaan bagian atas dari zona jenuh air
(Hamblin & Christiansen, 1995).
Kajian permukaan air tanah walaupun tidak dapat diamati secara langsung,
tetapi dapat dipetakan berdasarkan data yang dikumpulkan dari sumur, mata air
dan permukaan pengairan. Pergerakannya dapat diteliti menggunakan isotop
radioaktif, pewarna (dyes) dan unsur penjejak lainnya.
Terdapat hubungan antara permukaan air tanah dan permukaan topografi.
Permukaan air tanah berkecenderungan mengikuti permukan topografinya. Bila
permukaan topografinya datar, maka permukaan air tanah juga akan datar. Bila
permukaan topografinya bergelombang, maka permukaan air tanah juga akan
bergelombang. Perched water table adalah air tanah (groundwater) yang
terperangkap diatas permukaan air tanah karena keberadaan lapisan impermeabel
seperti serpih pada zona aerasi
1.3 Bahan Material dan Bangunan Untuk Drainase Pipa
Bahan utama yang digunakan adalah tanah liat, beton dan plastik (Rahmdhan,
2013) :
1. Pipa tanah liat
Pipa tanah liat bisanya terbuat dengan panjang sekitar 30 cm, diameter
dalam bervariasi dari 5 15 cm. Pipa dapat dibuat lurus atau dengan suatu
collar. Air masuk ke dalam pipa melaui celah antar sambungan pipa

2. Pipa beton
Pipa beton biasanya digunakan untuk diameter yang lebih besar dari 15
atau 20 cm. Penggunaan pipa beton pada tanah asam dan bersulfat perlu
dipertimbangkan akan kemungkinan rusaknya beton karena asam sulfat,
sehingga perlu digunakan semen yang tahan sulfat. Seperti juga pada pipa
tanah liat, disini air masuk melalui celahcelah antar sambungan pipa.
3. Pipa plastik
Bahan plastik yang umumnya digunakan untuk pipa drainase adalah
polyvinyl chlorida (PVC) dan polyethylene (PE). Pipa plastik dapat
berbentuk pipa halus atau bergelombang (corrugated). Pipa halus bersifat
kaku dengan panjang tidak lebih dari 5 meter, sedangkan pipa
bergelombang bersifat fleksibel (lentur) dan dapat digulung. Panjang
gulungan pipa bergelombang biasanya sekitar 200 meter untuk diameter 5
cm dan 100 m untuk diameter 10 cm.
Dibandingkan dengan pipa halus, pipa bergelombang mempunyai
beberapa keuntungan antara lain memerlukan bahan plastik yang lebih sedikit per
unit panjang, lebih tahan terhadap tekanan luar, karena fleksibel maka hanya tipe
pipa ini yang dapat digunakan
pada drainase tanpa gali. Kerugian adalah koefisien kekasarannya lebih besar
sehingga diperlukan diameter lebih besar untuk mengalirkan sejumlah air yang
sama daripada pipa halus. Pada pipa plastik ini air masuk melalui lubang-lubang
kecil di permukaan pipa.
Bahan penutup (cover materials)
Bahan penutup diperlukan dengan dua tujuan: (a) memfasilitasi aliran air
ke pipa drainase (fungsi penghantar air); (b) mencegah masuknya partikel tanah
ke dalam pipa (fungsi penyaringan). Bahan penutup dapat digunakan dengan
berbagai cara: (a) dalam bentuk curah (bulk) disebar merata di atas pipa drainase
setelah pipa terpasang; (b) dalam bentuk lembaran (sheet) atau tikar (mats)
diletakkan dalam roll pada mesin drainase, (c) sebagai lapisan pembungkus atau
selubung pada pipa (pre-enveloped drain pipes).
Sebagai bahan penutup dalam bentuk curah biasanya tanah gambut,
kerikil, jerami, bahan sintetik misalnya polystyrene. Dalam bentuk roll adalah thin
glass fibre sheet. Pipa drainase yang berfilter (pre-envelope) digunakan untuk pipa

plastik baik yang halus maupun yang corrugated. Bahan yang digunakan sebagai
pembungkus adalah: (a) fibre glass, nylon tissue atau bahan sintetik lainnya; (b)
mats dengan tebal 1-2 cm dari jerami, tanah gambut, sabut kelapa dan lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
Foth, Henry D., 1988, Dasar-dasar Ilmu Tanah , Gajah Mada University Press,
Yogyakarta.
Hardjowigeno, S., 1992, Ilmu Tanah, Akademika, Jakarta.
Hakim, Nurhajati dkk, 1986, Dasar-dasar Ilmu Tanah, Universitas Negeri
Lampung, Lampung.
Kartasaputra,dkk, 1991, Teknologi konservasi tanah dan air, Rineka cipta,
Jakarta.
Sutanto, R., 2005, Dasar dasar Ilmu Tanah, Kanisius, Jakarta
Sutedjo, Mul Mulyani, A. G. Kartasapoetra, 2002, Pengantar Ilmu Tanah, Rineka
Cipta, Jakarta.
Purwowidodo, 1991, Ganesa tanah, Rajawali Press, Jakarta.
Utomo,dkk, 1995, Hubungan tanah, air dan tanaman, IKIP Semarang, Semarang.
Rahmadhan, Arif. 2013. Drainase Bawah Permukaan. Terdapat Pada
https://www.scribd.co m/doc/191225736/DRAINASE-BAWAHPERMUKAAN. Diakses pada tanggal 15 Juni 2016 Pukul 22.02 WIB.

Anda mungkin juga menyukai