Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOMETRIKA DAN INVENTARISASI SUMBERDAYA HUTAN

ACARA VIII

MENAKSIR POTENSI PROSUKSI DAN ANALISIS STRUKTUR TEGAKAN HUTAN


ALAM TROPIKA BASAH

Disusun oleh:

Nama : Baldovino Babela Fakes

NIM : 22/505452/KT/10004

Co-ass : Anggoro Wibisono

Kel : Ulin

Shift : Selasa, 15.30 WIB

LABORATORIUM KOMPUTASI DAN BIOMETRIKA HUTAN

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2023
ACARA VIII

MENAKSIR POTENSI PROSUKSI DAN ANALISIS STRUKTUR TEGAKAN HUTAN


ALAM TROPIKA BASAH

I. TUJUAN
Praktikum ini bertujuan untuk:
1. Memahami pelasanaan timber cruishing mulai dari pengambilan data di
lapangan/pengisian tallysheet, pengolahan data, pembuatan laporan hasil
cruising (LHC), dan dapat menaksir potensi produksi.
2. Membandingkan pelaksanaan timber cruishing hutan alam tropis dengan
perisalahan hutan jati di Jawa.

II. DASAR TEORI


Hutan merupakan pemberian alam yang memiliki potensi dan fungsi untuk
menjaga keseimbangan lingkungan. Potensi dan fungsi tersebut bermanfaat bagi
populasi manusia bila dikelola secara benar dan bijaksana. Manfaat yang timbul
karena potensi dan fungsi didalamnya dapat diwujudkan selama keberadaannya
dapat dipertahankan dalam bentuk yang ideal. Pengaruh ini melalui tiga faktor
lingkungan yang saling berhubungan, yaitu iklim, tanah, dan pengadaan air bagi
berbagai wilayah, misalnya wilayah pertanian (Utomo, 2019)
Inventarisasi hutan adalah kegiatan dalam sistem pengelolaan hutan untuk
megetahui kekayaan yang terkandung di dalam suatu hutan pada saat tertentu.
Istilah inventarisasi hutan ini biasa disebut juga perisalahan hutan (timber
cruising). Menurut Aipansyah dkk, (2021) Inventarisasi dapat diartikan sebagai
kumpulan atau akumulasi informasi statis yang didapat dari sumberdaya hutan
pada waktu tertentu (dan perubahan informasi tersebut diantara waktu berturutan);
dan informasi yang dikumpulkan berdasarkan tujuan yang terkait. Inventarisasi
hutan dilaksanakan untuk mengetahui dan memperoleh data dan informasi tentang
sumber daya, potensi kekayaan alam hutan, serta lingkungannya secara lengkap.
Inventarisai hutan dilakukan dengan melakukan survey mengenai status dan
keadaan fisik hutan, flora dan fauna, sumber daya manusia, serta kondisi sosial
masyarakat didalam dan di sekitar hutan (Ginting, 2022).
Potensi hutan diketahui melalui kegiatan inventarisasi hutan. Inventarisasi
hutan adalah kegiatan untuk mengetahui keadaan potensial hutan berupa flora,
fauna,sumberdaya manusia dan sosial ekonomi serta potensi budaya masyarakat
yang berada di dalam dan di luar kawasan hutan. Invetarisasi hutan merupakan
satu dari lima elemen utama perencanaan hutan dimana, yang lainnya, yaitu
pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan kawasan hutan, pembentukan wilayah
pengelolaan hutan, dan penyusunan rencana kehutanan. Inventarisasi hutan terdiri
dari inventarisasi hutan nasional, hutan tingkat wilayah, hutan tinkat daerah aliran
sungai, dan hutan tingkat unit pengelolaan. Hasil inventarisasi hutanakan
digunakan sebagai dasar pengukuhan kawasan hutan , penyusunan neraca
sumberdaya hutan, penyusunan rencana kehutanan, dan sistem informasi
kehutanan (Umar, 2016).
Timber cruising dilakukan dengan pengukuran, pengamatan dan pencatatan
terhadap pohon (yang direncanakan akan ditebang), pohon inti, pohon yang
dilindungi, permudaan, data lapangan lainnya, untuk mengetahui jenis, jumlah,
diameter, tinggi pohon serta informasi tentang keadaan lapangan/lingkungan yang
dilaksanakan dengan intensitas tertentu sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan. Laporan Hasil Cruising (LHC) adalah hasil pengolahan data pohon dari
pelaksanaan kegiatan timber cruising pada petak kerja tebangan yang memuat
nomor pohon, jenis, diameter, tinggi pohon bebas cabang dan taksiran volume
kayu (Simon, 2007).
Dalam inventore hutan (timber cruising), dapat dilakukan dengan 2 teknik
sistematik sampling, yaitu Continous Strip Sampling dan Line Plot Sampling,
Continous Strip Sampling (CSS) adalah metode unit contoh berupa jalur ukur yang
tidak terputus. Sedangkan Line Plot Sampling adalah metode dimana plot contoh
pertama dipilih atau ditentukan secara acak (random), sedangkan peletakan plot
contoh berikutnya dilakukan secara beraturan dengan selang/jarak tertentu yang
disesuaikan dengan IS (Addelinetina dkk, 2019). IS adalah intensitas sampling.
Intensitas sampling adalah suatu bilangan yang menggambarkan perbandingan
antara jumlah contoh dengan jumlah populasi seluruhnya tergantung dari besar
kecilnya intensitas sampling tergantung pada tingkat kecermatan yang di inginkan
dan heterogenitas dari populasi yang di hadapi (Madyana, 1989).

III. ALAT DAN BAHAN


Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu:
1. Peta kawasan hutan suatu IUPHHK-HA
2. Peta rancangan teknik sampling untuk timber cruising suatu IUPHHK-HA
3. Data LHC suatu IUPHHK-HA
IV. CARA KERJA
Hasil diperoleh dengan cara:

Peta kawasan hutan dan rancangan teknik samplingnya diinventarisasi

Data yang akan digunakan, dicermati pada tallysheet sehingga data yang
akan diambil dapat diketahui

Taksiran volume kayu per hekttar dihitung dan dinyatakan dalam bentuk log
tegakan berdiri pada tiap jalur
Diperhatikan variasi jenis volume kayu per hektar pada masing-masing jalur
dan volumenya sebagai gambaran heterogenesisi

Digambarkan rekapitulasi potensi permudaan dengan perbandingan jumlah


pohon per hektar untuk masing-masing jenis dan totalnya

Peta kawasan hutan yang akan diinventarisasi serta rancangan teknik sampling
dipelajaridan dicermati. Meliputi letak sungai, perkampungan, adanya sarana
jalan, titik ikat, dan lain-lain. Tallysheet LHC yang digunakan dipelajari dan
dicermati. Data yang harus disiapkan dalam timber cruising diperhatikan. Setelah
petak ukur pada setiap jalur dibuat, nomor pohon terkecil – terbesar dimasukan
dalam tabel sebaran pohon beserta dengan keterangannya (nomor pohon,
diameter, volume, dan kelas diameter). Pohon yang digunakan sebagai data adalah
seluruh pohon bernomor kecuali pohon inti, pohon dilindungi, pohon ditebang,
pohon induk dan pengganti pohon inti. Terdapat 2 tabel sebaran pohon, yaitu tabel
sebaran pohon CSS dan tabel sebaran pohon LPS. Data yang digunakan dalam
tabel sebaran pohon CSS mencakup seluruh petak ukur pada semua jalur. Data
yang digunakan dalam tabel sebaran pohon LPS hanya petak ukur bernomor
ganjil saja pada semua jalur. Setelah didapatkan data yang diperlukan, dilakukan
perhitungan untuk mendapatkan nilai kecermatan pada masin-masing teknik
sampling. Data berupa nomor pohon, jenis, diameter, dan tinggi dimasukkan ke
dalam tabel, kemudian volume dan sub-total dihitung menggunakan rumus. Kelas
diameter diisi berdasarkan kelas penggolongan diameter. Setelah didapatkan nilai
kecermatan (P) pada Teknik sampling CSS dan LPS dapat diambil kesimpulan
berdasarkan besar kecilnya nilai kecermatan. Semakin kecil nilai kecermatan
makan teknik sampling yang digunakan semakin baik. Laporan Peta hutan yang
akan diinventarisasi dan tallysheet yang akan digunakan diamati Taksiran volume
kayu per hektar dihitung Rekapitulasi volume dan nilai kecermatan direkap dan
dihitung Laporan hasil cruising (LHC) dibuatHasil Cruising (LHC) dibuat sesuai
dengan penggolongan jenis, penggolongan diameter serta jumlah dan volume
pohon yang telah didapatkan. Pengelompokan pohon sesuai dengan penggolongan
jenis dan penggolongan diameter

V. DATA DAN HASIL PERHITUNGAN


*Data terlampir pada Google Drive
Contoh perhitungan:
 CSS
2
(Ʃ ( ƩXi ) )
Ʃ ( Ʃ Xi 2 )−
- S2 = n = 5745440,11
n−1
- Sd = √ S 2 = 2396,96
Ʃ Luas PU
- IS = = 1%
Ʃ Luas Areal
Ʃ ( ƩXi )
- X= = 76,21
n
Sd
- P= x 100 % = 31,45
x
 LPS
2
(Ʃ ( ƩXi ) )
Ʃ ( Ʃ Xi 2 )−
- S2 = n = 10689,82
n−1
- Sd = √ S 2 = 103,39
Ʃ Luas PU
- IS = = 1%
Ʃ Luas Areal
Ʃ ( ƩXi )
- X= = 75,55
n
Sd
- P= x 100 % = 1,37
x

VI. PEMBAHASAN
Inventarisasi hutan adalah kegiatan dalam sistem pengelolaan hutan untuk
megetahui kekayaan yang terkandung di dalam suatu hutan pada saat tertentu.
Istilah inventarisasi hutan ini biasa disebut juga perisalahan hutan (timber
cruising). Menurut Aipansyah dkk, (2021) Inventarisasi dapat diartikan sebagai
kumpulan atau akumulasi informasi statis yang didapat dari sumberdaya hutan
pada waktu tertentu (dan perubahan informasi tersebut diantara waktu berturutan);
dan informasi yang dikumpulkan berdasarkan tujuan yang terkait. Inventarisasi
hutan dilaksanakan untuk mengetahui dan memperoleh data dan informasi tentang
sumber daya, potensi kekayaan alam hutan, serta lingkungannya secara lengkap.
Inventarisai hutan dilakukan dengan melakukan survey mengenai status dan
keadaan fisik hutan, flora dan fauna, sumber daya manusia, serta kondisi sosial
masyarakat didalam dan di sekitar hutan (Ginting, 2022). Timber cruising
dilakukan dengan pengukuran, pengamatan dan pencatatan terhadap pohon (yang
direncanakan akan ditebang), pohon inti, pohon yang dilindungi, permudaan, data
lapangan lainnya, untuk mengetahui jenis, jumlah, diameter, tinggi pohon serta
informasi tentang keadaan lapangan/lingkungan yang dilaksanakan dengan
intensitas tertentu sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Laporan Hasil
Cruising (LHC) adalah hasil pengolahan data pohon dari pelaksanaan kegiatan
timber cruising pada petak kerja tebangan yang memuat nomor pohon, jenis,
diameter, tinggi pohon bebas cabang dan taksiran volume kayu (Simon, 2007).
Inventarisasi di hutan alam dengan hutan tanaman memiliki perbedaan.
Inventarisasi pada hutan alam dikenal dengan timber cruising sedangkan pada
hutan tanaman dikenal dengan inventarisasi hutan. Hutan alam memiliki
karakteristik yang heterogenitas, tidak terdapat tanaman yang teratur dan memiliki
variasi yang tinggi. Hutan alam memiliki beberapa lapisan tajuk dan setiap
pohonnya dikelompokkan berdasarkan jenis dan kelas diameter. Pada hutan alam
terbentuk secara alami, maka dari itu tidak terdapat jarak tanam antar satu pohon
dengan yang lainnya sehingga dibutuhkan metode pengambilan sampling berupa
timber cruising, CSS (Continous strip sampling), dan LPS (Line plot sampling).
Metode continuous strip sampling atau sampling berupa jalur digunakan karena
kondisi hutan alam yang cenderung rapat tanpa adanya jarak tanam dan keragaman
jenis yang tinggi sehingga lebih efektif. Pada hutan alam digunakan CSS karena
tujuan dari continous strip sampling adalah mendapatkan sampel yang
representatif dari heterogenitas populasi dan faktor-faktor yang
mempengarahuinya. Begitu juga dengan LPS, asumsi dari line plot sampling
bahwa didalam hutan alam atau hutan yang homogen, tidak akan mengurangi
kecermatan sampling dikarenakan populasi tersebut sudah dianggap terwakilkan
oleh sampel yang diambil, meskipun sampel yang diambil tidak sama seperti
continous strip sampling Hutan tanaman memiliki karakteristik yang cenderung
heterogen, terdapat jarak tanam yang teratur, dan variasi cenderung rendah. Pada
hutan tanaman terdapat jarak tanam antar satu pohon dengan pohon lainnya dan
hutan ini hanya terdapat satu lapisan tajuk. Pada hutan tanaman, dilakukan
pengambilan sampling menggunakan systematic sampling, simple random
sampling, atau USS (Uniform systematic sampling) karena tegakan yang ada
memiliki sifat yang sama sehingga cukup sebagian kecil sampel saja yang perlu
diinventarisasi. Pada hutan tanaman menggunakan metode USS karena jarak antar
panjang dan lebar antar petak ukur sama, sehingga petak ukur satu dengan petak
ukur lainnya berbentuk persegi
Intensitas sampling (IS) merupakan perbandingan antara jumlah unit petak
ukur terhadap jumlah unit populasi. Intensitas sampling yang akan digunakan
dalam inventarisasi hutan nilainya tergantung pada tujuan penggunaan data hasil
inventarisasi. Nilai intensitas sampling juga bergantung pada kecermatan yang
diinginkan dan variasi jenis dari populasi yang menjadi objek inventarisasi.
Semakin tinggi tingkat kecermatan dan variasi jenis, nilai intensitas sampling yang
digunakan juga semakin tinggi. Jika populasi yang mau diambil sampelnya adalah
heterogen, seperti hutan yang memiliki banyak jenis pohon, maka sampel yang
harus diambil lebih banyak atau intensitas sampling lebih besar dibandingkan jika
populasi tersebut adalah homogen, seperti hutan yang memiliki satu jenis pohon
memiliki Intensitas sampling yang lebih kecil. Pada hutan alam yang populasinya
beragam dibutuhkan intensitas sampling yang lebih besar karena populasi yang
diwakili
memiliki keragaman yang tinggi sementara itu pada hutan tanaman yang
cenderung
seragam dibutuhkan IS yang kecil karena sedikit saja sampel yang diambil sudah
mampu mewakili seluruh populasi yang ada pada hutan tanaman tersebut. Nilai
intensitas sampling yang digunakan dalam Rencana Karya Perusahaan Hutan
(RKPH) selama jangka 20 tahun sebesar 1%. Nilai intensitas sampling yang
digunakan dalam Rencana Karya Lima Tahun (RKL) adalah sebesar 5%. Nilai
intensitas sampling yang digunakan dalam Rencana Karya Tahunan (RKT)
mencapai 100%. Karena intensitas sampling merupakan nilai yang
menggambarkan perbandingan jumlah petak ukur (jumlah sampel) yang diambil
dengan jumlah populasinya, maka dapat dikatakan bahwa semakin besar sampel
yang diambil, makin besar pada intensitas samplingnya.
Metode continuous strip sampling (CSS) adalah metode sampling sistematik
yang berbentuk jalur (strip) petak ukur yang sejajar dengan jalur yang lain dan
memiliki jarak antar jalur yang sama. Jalur tersebut tidak terputus hingga batas
kawasan hutan yang diinventarisasi atau pada hingga panjang jalur tertentu.
Sedangkan, pada metode line plot sampling (LPS) merupakan metode sampling
sistematik yang berbentuk sebuah petak ukur yang memiliki panjang dan lebar
jarak antar petak ukur yang sama, tetapi dalam 1 (satu) jalur dibuat terputus-putus
oleh petak ukur dan jarak antar panjang dan lebar antar petak ukur tidak sama.
Petak ukur tersebut terputus-putus hingga batas kawasan hutan yang
diinventarisasi atau hingga panjang petak ukur tertentu. Metode continous strip
sampling biasanya digunakan dalam inventarisasi pada hutan alam, sementara
metode line plot sampling biasa digunakan dalam inventarisasi pada hutan
tanaman. Penggunaan continous strip sampling digunakan didasarkan pada
faktorfaktor topografi, aktivitas manusia, dan geologi. Tujuan dari continous strip
sampling adalah mendapatkan sampel yang representatif dari heterogenitas
populasi dan faktorfaktor yang mempengarahuinya. Sedangkan, asumsi dari line
plot sampling bahwa didalam hutan alam atau hutan yang homogen, tidak akan
mengurangi kecermatan sampling dikarenakan populasi tersebut sudah dianggap
terwakilkan oleh sampel yang diambil, meskipun sampel yang diambil tidak sama
seperti continous strip sampling. Selain itu terdapat terbedaan CSS dan LPS yaitu
pada LPS pengukurannya tidak dilakukan pada seluruh pohon di sepanjang jalur.
Metode LPS hanya mengukur pada tempat tertentu yang letaknya teratur di seluruh
jalur dengan bentuk petak ukur persegi panjang, bujur sangkar, atau lingkaran.
Nilai kecermatan (P) merupakan nilai yang menunjukkan ketepatan atau
kecermatan sebuah metode/teknik untuk digunakan. Nilai kecermatan merupakan
perbandingan antara standar deviasi dengan rata-rata data yang ada. Nilai
kecermatan sendiri menunjukkan ketepatan hasil pengukuran dan pengolahan data.
Semakin kecil nilai P maka tingkat kecermatan semakin tinggi karena nilai bias
yang dihasilkan semakin kecil. Metode CSS memiliki nilai kecermatan sebesar
31,45% , untuk metode LPS sebesar 1,37%. Kedua metode ini memiliki
kecermatan yang berebda. Berdasarkan hasil diketahui nilai kecermatan pada
metode LPS lebih kecil dibandingkan metode CSS. Hal ini menunjukkan bahwa
tingkat kecermatan pada metode LPS lebih baik jika dibandingkan dengan metode
CSS. Nilai kecermatan berhubungan dengan efektivitas dan keakuratan hasil. Dari
melihat nilai kecermatan ini, dapat diketahui metode apa yang paling baik untuk
inventarisasi hutan alam. Kecermatan akan menetukan seberapa penelitian dapat
dikatakan berhasil atau tidak sehingga dengan acuan tersebut hal yang perlu
dilakukan adalah menentukan metode yang baik agar nilai kecermatan sesuai
dengan yang diharapkan.
Berdasarkan data yang diperoleh, didapatkan tabel Laporan Hasil Crusing
(LHC). Tabel LHC ini yang kemudian digunakan untuk proses penaksiran potensi
prodksi suatu lahan hutan. Dari hasil pengamatan dan perhitungan didapatkan
taksiran potensi volume kayu. Pada praktikum ini, taksiran volume hanya
dilakukan pada teknik CSS dengan volume total sebesar 15678,38 m3. Taskiran
volume pada teknik CSS dan LPS dapat memiliki perbedaan nilai. Perbedaan
jumlah taksiran volume ini disebabkan oleh pengambilan sampel dengan cara yang
berbeda. Pada CSS diambil merupakan seluruh sampel yang ada dalam jalur
sedangkan pada LPS sampel yang digunakan banyak petak ukur yang ganjil.
Taksiran volume ini nantinya untuk mencari nilai kecermatan (P) teknik sampling.
Jenis kayu pada kegiatan inventarisasi yang dilakukan pada praktikum ini
digolongkan menjadi kayu dilindungi dan kayu tebang. Jenis kayu dilindungi
terdapat beberapa hal yaitu Kalapia, Pala-pala dan Pelawan. Sedangkan jenis kayu
tebang dibagi menjadi kelompok meranti, kelompok rimba campuran dan
kelompok kayu indah. Kelompok kayu meranti yaitu, Agathis, Asam-asam,
Bangkirai, Hopea, Jelutung, Jongkong, Kenari, Keruing, Manggis-manggis,
Meranti Kuning, Meranti merah, Meranti Putih, Mersawa, Nyatoh, Perupuk, Pulai,
Resak dan Tengkawang. Kayu rimba campuran meliputi Banitan, Bayur, Bawang –
bawang, Bintangur, Dara-dara, Gerunggang /Derum, Impas, Jabon, Jambu-jambu,
Kembang, Semangkok, Keranji, Medang, nangka-nangka, Palung, Petai, Putat,
Rengas, Sanit-sanit, Satan, Serenai , Simpur, Suren dan Terap. Sedangkan
kelompok kayu indah meliputi Arang-arang, Bengeris, Pasang dan Ulin.
Dari data acara praktikum ini teradapat total pohon sejumlah 4388 pohon. Pada
jenis kayu dilindungi, kayu meranti, kayu rimba campuran dan kayu indah masing-
masing secara berurutan memiliki volume 322,339 m3, 12.203,24 m3, 2.610,55
m3 dan 542,24 m3. Volume kayu terbesar adalah pada jenis kayu meranti
sedangkan volume kayu terkecil pada jenis kayu dilindungi. Hal ini berarti kayu
meranti memiliki potensi besar untuk dilakukan penebangan sedangkan kayu
dilindungi dengan total volume yang ada sedikit sehingga perlu dilakukan
penjagan, perlindungan lebih atau dilakukan pelestarian lebih lanjut.
Setelah mengetahui hasil dari kecermatan yang diperoleh maka dapat diketahui
metode yang efektif atau efiien dilakukan dalam berbagai kondisi di lapangan.
Berdasarkan hasil yang diperoleh, kedua teknik sampling yaitu CSS dan LPS
umumnya digunakan di hutan alam karena wilayahnya yang luas. Dari kedua
teknik tersebut, dapat dilihat bahwa teknik LPS lebih akurat dibandingkan teknik
CSS karena nilai kecermatan LPS yang diperoleh lebih kecil. Dengan hal ini, maka
tindakan yang perlu dilakukan selanjutnya adalah dalam inventarisasi hutan alam
perlu menimbang efisiensi biaya dan juga waktu supaya dapat mencapai
keseimbangan antara keduanya serta memperoleh hasil inventarisasi sesuai tujuan
dan upaya berkelanjutan di sektor kehutanan. Apabila dilihat dari nilai
kecermatannya, supaya hasil lebih akurat dapat dilakukan inventarisasi atau timber
cruising dengan teknik Line Plot Sampling (LPS).

VII. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Timber cruising merupakan kegiatan inventarisasi dihutan alam. Pelaksanaan
timber cruising dilakukan dengan pengambilan data dilapangan dengan metode
sampling (dalam praktikum ini CSS dan LPS). Dilanjut dengan pengolahan
data dalam tallysheet dan menentukan taksiran volume perpohon, menentukan
nilai kecermatan. Kemudian dilanjut dengan pembuatan laporan hasil cruising
(LHC) berdasarkan hasil olah data.
2. Pelaksanaan timber cruising hutan alam tropis dengan perisalahan hutan Jati di
Jawa berbeda. Hutan alam tropis memiliki karakteristik yang heterogen
sedangkan hutan jati diJawa merupakan hutan tanaman yang cenderung
homogen. Perbedaan pelaksanaan inventarisasi dikedua hutan ini dapat terletak
pada metode yang digunakan dan intensitas sampling yang akan digunakan.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Aipansyah, Suyatno, & Indriyantie, E. R. (2021). Inventarisasi Tanam Tumbuh dan
Pola Rruang pada Tapak Tower Saluran UDARA Tegangan Tinggi 150
KVAuntai-Tamiang Layang (Plants Inventory and Spatial Pattern on the
TowerSite of a 150 KV High Voltage Air Duct (VAD) Amuntai-Tamiang
Layang). Jurnal Sylva Scienteae,04(02), 218–226.
Ginting, M. I. A. (2022). Pengembangan Wilayah Permukiman Pada Taman
Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat Ditinjau dari Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Locus Journal of Academic
Literature Review, 428-440.
Madyana, T. (1989). Macam-macam Bentuk Petak Ukur. Jakarta: Penerbit
Djambatan.
Simon, H. 2007. Metode Inventore Hutan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Umar, Syukur. 2016. Manajemen Hutan Sistem REDD+. Yogyakarta: Absolute
Media
Utomo, A. S., Syam'ani, & Kanti, R. (2019). Perbandingan Metode Interpolasi
Geostatistik Untuk Hutan Alam. Jurnal Sylva Scienteae, Vol. 2(3): 548-557

Anda mungkin juga menyukai