Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM PERLINDUNGAN HUTAN

ACARA X
MONITORING KESEHATAN HUTAN
(AERIAL)

Disusun Oleh :

Nama : Yuliana Rizka Handayani


NIM : 20/464063/SV/18382
Kelompok :3
Co. Ass : Ajeng Gianini

DIPLOMA IV PROGRAM STUDI PENGELOLAAN HUTAN


DEPARTEMEN TEKNOLOGI HAYATI DAN VETERINER
SEKOLAH VOKASI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2021
ACARA X
MONITORING KESEHATAN HUTAN (AERIAL)

I. PENGANTAR
Perkembangan teknologi informasi dan komputer yang sangat cepat
mempengaruhi cara pandang orang terhadap teknologi perkebunan secara
keseluruhan. Beberapa hal yang dulunya dilakukan secara manual dan memakan
waktu lama didorong untuk lebih cepat dan dilakukan secara otomatis atau
digital (Stefano, 2019). Penggunaan citra satelit untuk pemantauan kesehatan
hutan dapat menjadi alternatif monitoring selain grouncheck. Keunggulannya
antara lain, i) dapat memonitor kesehatan hutan dalam area yang luas ii) dapat
menghemat waktu pemantauan dan iii) dapat dibandingkan secara series dari
waktu ke waktu.
NDVI merupakan tingkat kehijauan vegetasi yang menutupi permukaan
tanah. Perbedaan kemampuan menyerap berkas sinar matahari memberi
kesempatan bagi peneliti untuk mengobservasi kesehatan hutan. Pada praktikum
ini, fokus pembelajaran mengenai i) pemanfaatan citra untuk monitoring
Kesehatan hutan dan ii) pengerjaan olah data NDVI untuk klasifikasi kerusakan
hutan.

Sumber: Earth Observing System


Website https://eos.com/blog/ndvi-faq-all-you-need-to-know-about -ndvi/

Bibliography
Stefano, A. (2019). Pemanfaatan GIS (Geographic Information System)
untukMemonitor Kesehatan Tanaman Kelapa Sawit. Buletin LOUPE, 8-17.

II. TUJUAN
Mampu menguasai teknik monitoring kesehatan tegakan hutan dengan metode
aerial.

III. WAKTU DAN TEMPAT


Waktu : Rabu, 10 November 2021
Pukul : 13.00 WIB
Tempat : Rumah praktikan masing-masing

IV. ALAT DAN BAHAN


1. Citra Landsat 8
2. Aplikasi QGIS

V. CARA KERJA
1. Mempelajari secara mandiri link-link Youtube terkait dengan video
tahapan pengerjaan yang ada pada QGIS. Link tersebut meliputi :
https://youtu.be/a4GaQBnFGF8
https://www.youtube.com/watch?v=hZq6-9ssKmg
2. Memperhatikan dengan seksama penjelasan mengenai materi praktikum
acara kali ini.
3. Memilih lokasi yang akan digunakan untuk monitoring dengan
memperhatikan kasus kerusakan hutan yang pernah terjadi di Indonesia.
4. Mengerjakan monitoring kesehatan hutan berdasar NDVI dengan aplikasi
QGIS.
5. Melaksanakan layouting hasil pengerjaan monitoring Kesehatan hutan
dengan ketentuan yang sudah diberikan.
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Pengamatan

2. Pembahasan
Praktikum acara 10 yang berjudul “Monitoring Kesehatan Hutan
(Aerial)” membahas mengenai tata cara monitoring kesehatan hutan pada
suatu wilayah tertentu. Berbagai kegiatan manusia khususnya kegiatan
pengelolaan lahan dapat memberikan gangguan terhadap kondisi
kerusakan pohon. Gangguan-gangguan tersebut dapat berdampak terhadap
kondisi dan status kesehatan hutan yang ada sehingga kondisi kesehatan
hutan perlu dipantau secara periodik atau berkala (Safe’i dan Tsani, 2017).
Pemantauan kesehatan hutan dilakukan untuk mengetahui kondisi hutan
saat ini, perubahan yang terjadi kedepannya dan kecenderungan yang
mungkin dapat terjadi akibat kegiatan yang telah dilakukan pada hutan
tersebut. Informasi kondisi kesehatan ekosistem hutan di beberapa negara
sudah menjadi tujuan dalam manajemen pengelolaan hutan yang lestari.
Pengembangan indikator kesehatan hutan di berbagai tipe hutan ini
dimaksudkan untuk mengukur dan menilai tingkat kesehatan hutan pada
berbagai tipe hutan sehingga para pengelola hutan dapat mengetahui
kondisi kesehatan hutan dan keputusan apa yang harus dilakukan terhadap
kondisi tersebut secara cepat dan akurat; karena menurut Nuhamara et al
(2001), hutan dikatakan sehat apabila hutan tersebut masih dapat
memenuhi fungsinya sebagaimana fungsi utama yang telah ditetapkan
sebelumnya, misal hutan rakyat (produksi) yang sehat akan memiliki
produktivitas yang tinggi dan berkualitas. Perumusan indikator jaminan
kualitas (quality assurance) bertujuan untuk menjamin kualitas suatu
indikator kesehatan hutan untuk keberhasilan penilaian kesehatan hutan
pada berbagai tipe hutan. Perumusan indikator jaminan kualitas dilakukan
terhadap indikator ekologis kesehatan hutan yang dikemukakan oleh
Supriyanto et al (2001), yaitu: produktivitas, vitalitas, kualitas tapak, dan
biodiversitas. Hasil dari wawancara tersebut kemudian dianalisis untuk
mengetahui skala prioritas dengan menggunakan metode AHP (Analytic
Hierarchy Process) (Saaty 1996; 2003).
Pemantauan kesehatan hutan merupakan kegiatan yang dapat
melaporkan dan menilai tentang status kesehatan hutan saat ini dengan
menggunakan indikator-indikator ekologis yang terukur (Putra, 2004) yaitu
biodiversitas, produktifitas, vitalitas, dan kualitas tapak. Kondisi
komponen utama suatu hutan yaitu pohon sehingga untuk menggambarkan
daya hidup suatu hutan dapat dilakukan dengan mengetahui vitalitas hutan
tersebut (vitalitas hutan dapat menggambarkan daya hidup suatu hutan
(Safe’i et al, 2019). Vitalitas adalah indikator yang dapat menggambarkan
tingkat kesuburan suatu spesies dalam perkembangannya sebagai respon
terhadap lingkungan (Pranata, 2012). Vitalitas dapat dicirikan oleh kondisi
kerusakan pohon dan kondisi tajuk. Vitalitas pohon merupakan faktor yang
sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan pohon sehingga apabila terjadi
ketidak optimalan dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas kayu olahan
yang akan dihasilkan (Putra, 2010).
Pengukuran kesehatan hutan dilakukan terhadap indikator ekologis
yang dihasilkan dari perumusan indikator jaminan kualitas kesehatan hutan
untuk masing-masing tipe hutan. Pengukuran kesehatan hutan pada
berbagai tipe hutan berdasarkan metode FHM. Teknik pengukuran
indikator ekologis kesehatan hutan adalah sebagai berikut: a. Produktivitas.
Produktivitas dilakukan dengan melakukan pengukuran pertumbuhan
pohon. Pengukuran pertumbuhan pohon dilakukan terhadap pohon-pohon
yang berada di dalam subplot. Pertumbuhan pohon diukur dari penambahan
diameter pohon. Diameter pohon diukur pada ketinggian 1,3 m di atas
permukaan tanah. Pohon yang memiliki diameter ≥20 cm dikategorikan
sebagai pohon, pohon dengan diameter 10-19,9 cm dikategorikan sebagai
tiang dan pohon dengan diameter. (Safe’i, dkk. 2019).
Menurut Safe’i (2018) kesehatan hutan menjadi gambaran bagi
kondisi suatu ekosistem hutan yang dapat menjalankan fungsi utama
dengan baik. Safe’i (2013) menyatakan bahwa pemantauan kesehatan
hutan dapat dilakukan dengan indikator ekologis kesehatan hutan terdiri
dari vitalitas, produktivitas, biodiversitas dan kualitas tapak. Pemantauan
kesehatan hutan dilakukan dengan metode Forest Health Monitoring
(FHM) (Mangold, 1997; Safe’i et al, 2015). Pengamatan kerusakan pohon
dibatasi hanya tiga parameter yang dicatat yaitu: lokasi, tipe dan tingkat
kerusakan. Lokasi kerusakan pohon yang dicatat yaitu pada: akar, batang,
cabang, tajuk, daun, pucuk dan tunas (Safe’i et al, 2019). Indikator kualitas
tapak diukur dengan pengambilan contoh tanah sebagai parameter pH tanah
untuk menunjukkan keadaan asam basa dalam tanah (Putri et al, 2019).
Monitoring Kesehatan hutan kali ini dilakukan dengan aplikassi
penginderaan jauh. Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk
memperoleh infomasi tentang obyek, daerah, atau gejala dengan jalan
menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak
langsung terhadap obyek, daerah atau gejala yang dikaji. Aplikasi yang
digunakan dalam praktikum ini adalah QGIS. QGIS sendiri merupakan
aplikasi berbasis SIG yang didalamnya terdapat sebuah sisten untuk
memasukkan, menyimpan, memanggil kembali, mengolah
(memanipulasi), menganalisis, dan menghasilkan data bereferensi
geografis atau data geospasial, untuk mendukung pengambilan keputusan
dalam perencanaan dan pengelolaan suatu wilayah. Didalam SIG ini
didapalnya perlu melakukan input data, manajemen data, analisis data,
serta layouting.
Data spasial yang diperlukan adalah data grafis dan data atribut.
Data grafis adalah data yang menggambarkan kenampakan permukaan
bumi berupa titik, garis, aqrea, pixcel, dan grid yang memiliki koordinat.
Data atribut merupakan data yang memuat table yang menggambarkan
karakteristik, kualitas, atau hubungan kenampakan pada peta (data grafis).
Dalam hal ini citra perlu adanya interpretasi. Didalamnya terdapat deteksi,
kemudian dilakukan perumusan identitas objek dan elemen, selanjutnya
mencari arti melalui proses analisis dan desukasi, klasifikasi, dan yang
terakhir adalah teorisasi.
Dalam praktikum ini diperlukan citra yang mana termasuk dalam
citra landsat 8. Citra yang digunakan dalam praktikum ini adalah landsat 8
wilayah Provinsi Bengkulu yang mana tepatnya pada Kabupaten Rejang
Lebong. Pada analisis monitoring kesehatan ini yang diamati adalah tingkat
kerapatan vegetasi yang mana terdiri dari 5 tingkatan. Kelima tingkatan
tersebut terdiri dari sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi.
Tingkatan sangat rendah disimbolkan dengan warna merah yang mana
menunjukkan kerapatan vegetasi yang sangat jarang/rendah. Kemudian
untuk tingkat kerapatan vegetasi rendah disimbolkan dengan warna orange.
Selanjutnya untuk tingkat kerapatan vegetasi sedang memiliki warna
kuning. Tingkat kerapatan vegetasi tinggi disimbolkan dengan warna hijau.
Dan yang terakhir adalah tingkat kerapatan vegatasi sangat tinggi
ditunjukkan dengan warna biru.
Indeks vegetasi merupakan kombinasi matematis antara band merah
dan band NIR (Near-Infrared Radiation) yang telah lama digunakan
sebagai indikator keberadaan dan kondisi vegetasi. Indeks vegetasi atau
NDVI merupakan indeks yang menggambarkan tingkat kehijauan suatu
tanaman. Perhitungan NDVI didasarkan pada prinsip bahwa tanaman hijau
tumbuh secara sangat efektif dengan menyerap radiasi di daerah spektrum
cahaya tampak (PAR atau Photosynthetically Aktif Radiation), sementara
itu tanaman hijau sangat memantulkan radiasi dari daerah inframerah
dekat. Citra NDVI diperoleh melalui satelit atau pemetaan pesawat udara,
sehingga untuk mendapatkan peta NDVI tersebut memakan waktu yang
lama dan mahal. Dengan perkembangan teknologi drone dan kamera saat
ini, untuk memperoleh citra NDVI menjadi lebih cepat,mudah dan relative
murah.
Nilai dari NDVI akan selalu berada pada angka -1 atau +1. Daerah
hutan akan memiliki nilai NDVI yang besar akibat kepadatan tanaman yang
besar serta tutupan kanopi yang hijau. Semakin kecil nilai NDVI dari
vegetasi maka kemungkinan terjadi tekanan air pada tanaman, atau sakit
bahkan kematian pada vegetasi tersebut. Nilai vegetasi pada tanah dan
urban area biasanya mendekati nol sedangkan nilai NDVI dari badan air
seperti sungai, saluran air, danau, serta genangan air memiliki nilai NDVI
negatif mendekati -1. Tanaman/vegetasi yang sehat memantulkan lebih
banyak NIR dan gelombang cahaya hijau dibandingkan dengan gelombang
lainnya, dan paling banyak menyerap gelombang cahaya merah dan biru.
Inilah yang menyebabkan mata manusia melihat vegetasi sebagai warna
hijau.
Pengerjaan yang dilakukan dalam aplikasi QGIS ini adalah
memasukkan data landsat 8 yang sudah di download. Landsat 8 yang
didownload adalah dengan format B4 dan B5. Kedua landsat tersebut
dimasukkan kedalam layers yang ada di aplikasi QGIS. Kemudian
dilakukan proses NDVI dengan menggunakan tools raster calculator
kemudian memasukkan rumus NDVI = (BAND 5-BAND 4)/(BAND
5+BAND 4). Setelah dilakukan pembuatan NDVI maka memasukkan data
aadministrasi .shp yang telah didownload sebelumnya. Kemudian
mengganti warna pada data administrasi tersebt menjadi 5 warna.
Selanjutnya menambahkan google satelit yang di letakkan dibawah layers
yang sudah ada warnanya. Dan langkah terakhir adalah melakukan
layouting sesuai dengan ketentuan yang sudah ditentukan. Ketentuan
tersebut meliputi: judul peta, skala, arah mata angin, legenda, nama
penyusun, nama co. ass, deskripsi peta dan keterangan mengenai program
studi.

VII. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum acara 10 yang berjudul “Monitoring Kesehatan
Hutan (Aerial)” maka dapat disimpulkan bahwa teknik monitoring kesehatan
tegakan hutan dengan metode aerial dimana dilakukan dengan aplikasi QGIS. Hal
pertama yang dilakukan dalam aplikasi QGIS ini adalah dengan mendownload
landsat 8 pada USGS sesuai wilayah yang dikehendaki. Selanjutnya melakukan
proses NDVI pada landsat tersebut dengan menggunakan tolls raster calculator.
Setelah dilakukan pembuatan NDVI maka memasukkan data aadministrasi .shp
yang telah didownload sebelumnya. Kemudian mengganti warna pada data
administrasi tersebut menjadi 5 warna, warna merah menunjukkan tingkat
kerapatan vegetasi yang sangat rendah, orange menunjukkan rendah, kuning
menunjukkan sedang, hijau menunjukkan tinggi dan biru menunjukkan sangat
tinggi. Selanjutnya menambahkan google satelit yang di letakkan dibawah layers
yang sudah ada warnanya. Dan langkah terakhir adalah melakukan layouting
sesuai dengan ketentuan yang sudah ditentukan.

VIII. DAFTAR PUSTAKA


Mangold R. 1997. Forest Health Monitoring: Field Methods Guide. USDA Forest
Service, USA. 197p.
Nuhamara ST. dan Kasno. 2001. Present Status of Crown Indicators. Di dalam:
Forest Health Monitoring to Monitor The Sustainability of Indonesian
Tropical Rain Forest. Volume I. Japan: ITTO dan Bogor: SEAMEO-
BIOTROP. 124p.
Nuhamara ST. dan Kasno. 2001. Present Status of Forest Vitality. Di dalam:
Forest Health Monitoring to Monitor The Sustainability of Indonesian
Tropical Rain Forest. Volume II. Japan: ITTO dan Bogor : SEAMEO-
BIOTROP. 176p.
Nuhamara ST., Kasno, dan Irawan US. 2001. Assessment on Damage Indicators
in Forest Health Monitoring to Monitor the Sustainability of Indonesian
Tropical Rain Forest. Di dalam: Forest Health Monitoring to Monitor The
Sustainability of Indonesian Tropical Rain Forest. Volume II. Japan: ITTO
dan Bogor : SEAMEO-BIOTROP. 176p.
Putra, E. I. 2004. Pengembangan Metode Penilaian Kesehatan Hutan Alam
Produksi. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 63 hlm.
Putra, E.I., Supriyanto., dan Purnomo, H. 2010. Metode Penilaian Kesehatan
Hutan Alam Produksi Berbasis Indikator Ekologis. Prosiding seminar
nasional Kontribusi Litbang dalam Peningkatan Produktivitas dan
Kelestarian Hutan. Bogor: Pusat Litbang Peningkatan Produktivitas
Hutan. Badan Penelitian dan Pengembangan Hutan, Kementerian
Kehutanan. 89-94.
Putri, O. H., Sri, R.. U. dan Syahrul, K. 2019. Sifat kimia tanah pada berbagai
penggunaan lahan di ub forest. Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan. 6 (1):
1075-1081.
Safe’i, R., Christine, W., dan Hari, K. 2019. Penilaian kesehatan hutan pada
berbagai tipe hutan di Provinsi Lampung. Jurnal Sylva Lestari. 7 (1): 95-
109.
Safe’i, R., dan Tsani, K. M. 2017. Penyuluhan program kesehatan hutan rakyat di
desa tanjung kerta kecamatan kedondong kabupaten pesawaran. Jurnal
Pengabdian kepada Masyarakat. 1(1): 1-3.
Safe’i, R., Indra, G. F., dan Lina N. A. 2018. Pengaruh keberadaan gapoktan
terhadap pendapatan petani dan perubahan tutupan lahan di Hkm. Jurnal
Ilmu-ilmu Sosial dan Humaniora. 20 (2): 109-114.
Supriyanto, Stolte KW., Soekotjo, dan Gintings AN. 2001. Present Status of
Crown Indicators. Di dalam: Forest Health Monitoring to Monitor The
Sustainability of Indonesian Tropical Rain Forest. Volume I. Japan: ITTO
dan Bogor: SEAMEO-BIOTROP. 124p.
PETA MONITORING KESEHATAN
HUTAN PROV. BENGKULU KAB.
REJANG LEBONG

SKALA 1:500000

LEGENDA
TINGKAT KERAPATAN VEGETASI
SANGAT RENDAH
RENDAH
SEDANG
TINGGI
SANGAT TINGGI
Google Satellite
DISUSUN OLEH :
YULIANA RIZKA HANDAYANI
(20/464063/SV/18382)
CO. ASS :
AJENG GIANINI

DESKRIPSI PETA:
Peta ini merupakan peta yang menunjukkan Tingkat
Kerapatan Vegetasi Di Kabupaten Rejang Lebong
Provinsi Bengkulu pada tahun 2021. Indeks vegetasi
yang diperoleh melalui metode NDVI (Normalized
Difference Vegetation Indeks).

DIV PENGELOLAAN HUTAN


DEPARTEMEN TEKNOLOGI HAYATI DAN
VETERINER
SEKOLAH VOKASI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2021

Anda mungkin juga menyukai