Anda di halaman 1dari 14

Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 19 No.

2 November 2022: 71-84


p-ISSN 0216-0897
e-ISSN 2502-6267
Terakreditasi RISTEKDIKTI No. 164/E/KPT/2021

KEBIJAKAN PERLINDUNGAN EKOSISTEM GAMBUT


DI INDONESIA: PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN
DAN LAHAN PASCA 2015
(Peatland Ecosystem Protection Policy in Indonesia: Post-2015 Forest
and Land Fire Control)
Afni Z.1, Triono D. H.2 & Vita Amelia3
1
Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Lancang Kuning, Jl. Yos Sudarso No.KM. 8, Umban Sari, Kec.
Rumbai, Kota Pekanbaru, Riau 28266, Indonesia
e-mail: afni@unilak.ac.id
2
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Lancang Kuning, Jl. Yos Sudarso No.KM. 8, Umban Sari, Kec. Rumbai,
Kota Pekanbaru, Riau 28266, Indonesia
e-mail: trio@unilak.ac.id
3
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Lancang Kuning, Jl. Yos Sudarso No.KM. 8, Umban Sari, Kec. Rumbai,
Kota Pekanbaru, Riau 28266, Indonesia
e-mail: vitaamelia@unilak.ac.id

Diterima 21 Juli 2021, direvisi 26 Agustus 2021, disetujui 28 Oktober 2022

ABSTRACT
The peat protection policy has been in place for more than two decades, but fires are still recurring in peatlands.
This study examines the peat ecosystem protection policy in Indonesia, before and after 2015. The qualitative
research method relies on historical policy data and empirical data. The results show that before 2015 the use of
peat was oriented towards economic growth, and after 2015 the policy orientation was towards sustainable use of
peat. There has been a shift in the working paradigm of forest and land fire control from extinguishing to prevention.
In addition to corrective policy measures, corrective actions have also taken place to protect peat ecosystems in the
field (corrective action).

Keywords: Policy, protection of peat ecosystems, forest and land fires.

ABSTRAK
Kebijakan perlindungan gambut telah dilakukan lebih dari dua dekade, namun kebakaran masih berulang
di lahan gambut. Penelitian ini menelaah kebijakan perlindungan ekosistem gambut di Indonesia, sebelum dan
sesudah tahun 2015. Metode penelitian kualitatif mengandalkan data historis kebijakan dan data empiris. Hasilnya
menunjukkan sebelum tahun 2015 pemanfaatan gambut berorientasi mengejar pertumbuhan ekonomi, dan setelah
tahun 2015 orientasi kebijakan mengarah pada pemanfaatan gambut berkelanjutan. Terjadi perubahan paradigma
kerja pengendalian kebakaran hutan dan lahan dari pemadaman ke pencegahan. Selain langkah koreksi kebijakan
(corrective policy), juga terjadi koreksi aksi perlindungan ekosistem gambut di lapangan (corrective action).
Kata kunci: Kebijakan, perlindungan ekosistem gambut, kebakaran hutan dan lahan.

©2022 JAKK. Open access under CC BY-NC-SA license. doi: http://dx.doi.org/10.20886/jakk.2022.19.2.71-84 71


Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 19 No. 2 November 2022: 71-84

I. PENDAHULUAN lahan gambut dan non gambut. Ekosistem


Dari data Kementerian Lingkungan Hidup gambut yang berada di dalam kawasan hutan
dan Kehutanan (KLHK), sekitar 2,5 juta ha mencapai 67,4%, sedangkan yang berada di
luas area mengalami kebakaran pada tahun luar kawasan hutan/APL sebanyak 32,6%
2015. Sekitar 1,7 juta ha terjadi di kawasan (Soifo, 2018). Sekitar 55,5% lahan gambut
mineral, dan 869 ribu ha merupakan lahan masih berupa hutan alami dan hutan primer
gambut. Areal terbakar seluas 230 ribu ha (Ritung, S., et al, 2011). Adapun variasi
tersebar pada 108 Izin Usaha Pengelolaan ketebalan gambut mulai dari 1-10 m dan rata-
Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri rata sekitar 3 m (Wahyunto et al., 2014).
(IUPHHK-HTI). Lahan gambut terbakar Pemanfaatan lahan tidak sesuai dengan
menjadi yang paling sulit dipadamkan, dan peruntukannya telah menyebabkan banyak
memberi dampak yang lebih berat dibanding kerugian, terutama kerusakan ekosistem
tipe tanah lainnya dalam kurun waktu yang gambut (Yungan & Saharjo, 2014). Sanksi
sangat lama (Saharjo, 2017). hukum dan sanksi administrasi juga terbukti
Gambut kering bila terbakar menjadi salah tidak berhasil menekan terjadinya kebakaran
satu sumber emisi tertinggi yang berkontribusi di lahan gambut dalam areal konsesi
besar pada peningkatan emisi gas rumah kaca (Asteriniah & Sutina, 2018). Pemerintah
(Harrison et al., 2020). Rata-rata tingkat emisi melakukan berbagai koreksi kebijakan dalam
sektor kehutanan dan lahan gambut pada perlindungan ekosistem gambut, dengan
periode 2000-2016, sebesar 709.409 Gg CO2e. melihat bahwa penyelesaian persoalan hutan
Pasca kejadian kebakaran tahun 2015-2016, dan lingkungan kini harus dilihat sebagai
tingkat emisi kebakaran gambut menurun satu kesatuan penataan bentang alam atau
menjadi 90.267 Gg CO2e (KLHK, 2018b). landscape (Humas KLHK, 2020).
Karhutla tahun 2015 yang terjadi di Pengelolaan gambut secara bijaksana
tahun pertama transisi pemerintahan harus mempertimbangkan berbagai aspek
(Trinirmalaningrum et al., 2016), menjadi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat
titik awal pergeseran arah kebijakan lokal (Daryono, 2009). Salah satunya melalui
pengelolaan dan perlindungan ekosistem pemberdayaan masyarakat yang diyakini
gambut di Indonesia (Baskoro et al., menghasilkan pendekatan pembangunan
2018). Orientasi kebijakan mengarah pada kehutanan yang jauh lebih baik, karena lebih
pembasahan kembali (rewetting), revegetasi, realistis dan mencerminkan kepentingan
dan revitalisasi mata pencaharian masyarakat serta kebutuhan masyarakat di tingkat tapak
dengan kebijakan tanpa bakar (Martin & (Hendroyono, 2019). Terlebih lagi sekitar
Ulya, 2017). 35,17% dari total luas lahan gambut Indonesia
Selain berfungsi sebagai penyimpan atau sekitar 5.241.473 ha dikategorikan
karbon dan air, lahan gambut juga berfungsi sebagai gambut dangkal atau tipis, sehingga
sebagai penyimpan keanekaragaman hayati sangat potensial untuk penyediaan bahan
(Dariah & Maswar, 2016). Melindungi pangan, dan bisa dimanfaatkan untuk
ekosistem gambut memerlukan kerja lintas mendukung ketahanan pangan nasional.
sektor melibatkan peran pemerintah, swasta Gambut tipis ini tersebar di pulau Papua
ataupun masyarakat (Legionosuko et al., seluas 2.425.523 ha, Pulau Sumatera seluas
2019). Sebesar 63 persen atau sekitar 120,6 1.767.393 ha, dan Pulau Kalimantan seluas
juta ha dari luas daratan Indonesia ditetapkan 1.048.611 ha (Masganti et al., 2017).
sebagai kawasan hutan. Sedangkan 24,67 Penelitian ini bertujuan menelaah kebijakan
juta ha diantaranya merupakan ekosistem perlindungan ekosistem gambut di Indonesia,
gambut yang tersebar dalam bentuk Kesatuan dan melihat gap atau permasalahannya dalam
Hidrologis Gambut (KHG) dimana terdapat upaya pengendalian karhutla sebelum dan

72
Kebijakan Perlindungan Ekosistem Gambut di Indonesia: ..............(Afni Z., Triono D.H., &Vita Amelia)

sesudah kejadian tahun 2015. Hasil penelitian wawancara dengan narasumber kunci,
ini diharapkan mampu memberikan gambaran mengandalkan dokumen atau produk
perkembangan kebijakan perlindungan kebijakan. Sedangkan data sekunder
gambut di Indonesia beserta permasalahannya, didapat dari publikasi media massa, laporan
serta dapat memberikan rekomendasi kegiatan, dan dokumen relevan lainnya
yang diperlukan untuk tata kelola gambut guna memperkuat komparasi data. Adapun
berkelanjutan. obyek penelitian berfokus pada kebijakan
atau dokumen peraturan yang dikeluarkan
II. METODE PENELITIAN pemerintah (Suharsimi Arikunto, 2006).
Seluruh data inilah yang kemudian menjadi
Lokasi penelitian dilakukan di Provinsi
panduan memotret situasi sosial secara
Riau yang menjadi salah satu lokasi rawan
mendalam (Sugiyono, 2015). Untuk menguji
gambut terbakar. Metode pengumpulan
tingkat kredibilitas dan keabsahan data,
data dilakukan secara normatif kualitatif
digunakan teknik triangulasi. Gambar 1
mengandalkan data dari berbagai penelitian
menunjukkan alur penelitian.
terdahulu dengan pendekatan historis
(Creswell, 2017). Data primer didapat dari

Gambar 1. Alur Penelitian


Figure 1. Research Flow

73
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 19 No. 2 November 2022: 71-84

III. HASIL DAN PEMBAHASAN pelaksana kebijakan untuk melakukan


A. Hasil pembuktian pelaku pembakaran lahan
gambut khususnya dari korporasi, karena
I. Kebijakan Sebelum Karhutla Tahun
menganut prinsip liability based on fault
2015
(pertanggungjawab pidana berdasarkan
Kebijakan tata kelola gambut mengalami kesalahan). Kebijakan ini terbukti tidak
beberapa kali penyempurnaan kebijakan, efektif untuk membuat jera korporasi yang
seiring dengan berbagai kondisi aktual yang kawasan gambutnya terbakar (Amin, 2018).
terjadi pada masanya. Aspek ekonomi untuk Tahun 1999 kemudian lahir UU Nomor 41
pembukaan lahan pertanian, atau perluasan tentang Kehutanan. Meski mengatur tentang
konsesi perkebunan telah menekan fungsi pengelolaan gambut dalam kawasan hutan,
lindung gambut di era tahun 1990-an, namun secara keseluruhan kebijakan ini
hingga kemudian menjadi aspek yang paling dinilai masih berorientasi pada pertumbuhan
diperhitungkan pasca kebakaran hutan dan ekonomi semata tanpa memperhatikan aspek
lahan (karhutla) tahun 2015. lingkungan berkelanjutan (Sitorus & Maryam,
Kebijakan pengendalian karhutla dengan 2018). Hal ini diyakini akan memberi tekanan
melihat aspek perlindungan gambut, pertama bagi tata kelola gambut, terutama pada fungsi
kali tertuang dalam UU Nomor 5 Tahun lindung.
1990, yang mengatur tentang pengelolaan Upaya pencegahan, penanggulangan dan
gambut di wilayah konservasi, kemudian pemulihan kawasan yang berkaitan dengan
diperkuat aspek legalitas gambut melalui karhutla kemudian diatur melalui PP Nomor
Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 4 Tahun 2001. Namun kebijakan ini justru
tentang Kawasan Lindung (BPK RI, 1990). tumpang tindih dengan kebijakan lainnya,
Namun implementasi dari kebijakan ini dan tidak ada kejelasan mengenai institusi
justru menjadi sumber bencana baru bagi yang bertanggungjawab dalam pengawasan
lingkungan, karena menjadi dasar kebijakan karhutla (LIPI, 2014), terutama pada kawasan
untuk pembukaan lahan gambut sejuta hektar gambut yang rentan terbakar. Tahun 2004
melalui Keputusan Presiden Nomor 82 kemudian lahir UU Nomor 18 yang mengatur
Tahun 1995. Pembukaan lahan gambut yang perlindungan gambut untuk komoditi
dimaksudkan untuk pertanian, justru dinilai perkebunan, khususnya kelapa sawit. Namun
mengabaikan lingkungan. Meski proyek kebijakan ini tidak memuat sanksi hukum bagi
pertaniannya telah dihentikan tahun 1999, pelaku landclearing yang membakar lahan
namun dampak kebijakan gagal tersebut gambut (Parsaulian, 2020). Sehingga pada
masih dirasakan karena area terbuka gambut periode ini karhutla di kawasan perkebunan
menjadi rawan terbakar dan sulit dipadamkan masih sering terjadi.
(Daryono, 2009). UU 26 Tahun 2007 mengenai penataan
Pemanfaatan kawasan gambut kemudian ruang sebenarnya berimplikasi langsung pada
diatur dalam tata ruang, yang pertama kali kesatuan hidrologis gambut (Mutuinstitute,
kebijakannya tertuang dalam UU Nomor 24 2021), namun sayangnya kebijakan ini
Tahun 1992. Namun tekanan terhadap gambut menuntut banyak harmonisasi dengan
tetap saja datang dari munculnya revisi RTRW kebijakan lainnya baik secara vertikal maupun
Provinsi yang usulannya lebih didominasi horisontal, terutama bagi perlindungan
untuk eksploitasi lahan gambut dengan dalih ekosistem gambut (Mirza, 2018). Pemerintah
utama pembangunan daerah (Syahadat & kemudian berusaha memperbaiki kesalahan
Subarudi, 2012). pemanfaatan gambut untuk kawasan pertanian,
Keluarnya UU 23 Tahun 1997 tentang khusus di Kalimantan Tengah, melalui Inpres
penegakan hukum lingkungan, menyulitkan 2 tahun 2007. Namun sayangnya pelaksanaan

74
Kebijakan Perlindungan Ekosistem Gambut di Indonesia: ..............(Afni Z., Triono D.H., &Vita Amelia)

program yang menjadi amanat Inpres untuk kawasan sekitar yang memiliki fungsi lindung
merehabilitasi dan merevitalisasi kawasan (Sitorus & Maryam, 2018).
gambut, tidak terlaksana dengan baik bahkan Berbagai kebijakan di atas ternyata tidak
ada yang belum terlaksana (Radius, 2012). berimplikasi langsung pada pengurangan
Perlindungan dan pengelolaan ekosistem pemanfaatan gambut fungsi lindung, terutama
gambut untuk pertama kali tertuang dalam pada kawasan konsesi. Bahkan pelepasan
UU Nomor 32 Tahun 2009. Kebijakan ini kawasan hutan dan gambut bagi konsesi,
menjadi dasar penegakan hukum bagi pelaku masih terus terjadi dan mencapai puncaknya
karhutla. Lahirnya kebijakan ini menandai pada periode 2013-2014 yang mencapai
berubahnya arah kebijakan pemerintah 3,2 juta ha (Nugraha, 2019). Jumlahnya
Indonesia, terutama untuk melindungi diperkirakan lebih luas bila ditambah dengan
ekosistem gambut. Namun dalam tahun yang pemanfaatan lahan gambut oleh kelompok
sama, melalui Peraturan Menteri Pertanian masyarakat secara mandiri. Pembukaan lahan
Nomor 14, diatur pedoman pemanfaatan gambut kemudian menjadi pemicu terjadinya
lahan gambut untuk budidaya kelapa sawit. karhutla dalam skala besar di tahun 2015 yang
Lahirnya kebijakan ini dinilai kontradiksi mencapai 2,6 juta ha. Ini mengulang kejadian
dengan upaya perlindungan gambut, setelah di tahun-tahun sebelumnya, terutama pada
banyak kalangan minta kebijakan dievaluasi tahun 1997, dimana karhutla melahap hingga
dengan tetap menjaga fungsi lindung gambut 11 juta ha kawasan hutan, sehingga menjadi
(Daryono, 2009). penyebab bencana asap secara Nasional.
Pemerintah kemudian menunda pemberian
II. Kebijakan Setelah Karhutla Tahun
izin baru (moratorium) dan melakukan
2015
penyempurnaan tata kelola hutan alam primer
dan lahan gambut, melalui Inpres 10 Tahun Inpres 11 tahun 2015 menjadi titik
2011. Namun implementasinya, pemanfaatan balik koreksi kebijakan (corrective policy)
lahan gambut untuk industri masih saja pengendalian kebakaran hutan dan lahan
menekan keberadaan gambut (Pusaka, 2014). di Indonesia. Melalui kebijakan ini diatur
Sedangkan melalui PP Nomor 73 Tahun 2013, penanggungjawab pengendalian karhutla
pemerintah mulai mengatur tentang rawa yang dalam kerja kolektif lintas kementerian dan
kemudian menjadi dasar penyusunan rencana lembaga. Selanjutnya pemerintah semakin
strategis Badan Restorasi Gambut 2016-2020 memperkuat kebijakan yang berkaitan
(BRG, 2016). dengan tata kelola gambut dengan keluarnya
Perihal moratorium izin lahan gambut, PP Nomor 57 Tahun 2016, yang mengatur
pemerintah mengaturnya dalam beberapa tentang perubahan PP Nomor 71 Tahun 2014.
kebijakan berkala. Diantaranya Inpres 10/2011 Kebijakan ini menandai koreksi kebijakan
dan Inpres 6/2013, dimana perlindungan yang kemudian mengarah pada koreksi
pada gambut dilakukan secara total tanpa aksi lapangan (corrective policy) untuk
melihat faktor ketebalan. Kebijakan krusial melindungi ekosistem gambut di Indonesia.
pemerintah untuk melindungi gambut Fungsi lindung ekosistem gambut juga turut
kemudian tertuang melalui PP 71 Tahun dikuatkan melalui kebijakan ini, dengan
2014, mengatur tentang perlindungan dan menuangkan kewajiban dan sanksi hukum
tata kelola gambut melalui perencanaan, bagi korporasi yang melanggar (Sitorus &
pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, Maryam, 2018).
pengawasan, dan penegakan hukum melalui Guna mempercepat pemulihan fungsi
sanksi administratif. Serta eksplisit dalam hidrogologis gambut yang rusak, keluar
kebijakan ini juga menyebutkan tentang kebijakan dalam bentuk Perpres Nomor 1
kewajiban melindungi puncak gambut dan Tahun 2016 tentang pembentukan Badan

75
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 19 No. 2 November 2022: 71-84

Restorasi Gambut (BRG). Salah satu proyek lahan gambut karena faktor keterlanjuran
utama BRG adalah memetakan lahan gambut kebijakan di masa lalu, dimana faktor
terbakar, menindaklanjuti pemulihan, ekonomi begitu mempengaruhi. Pemerintah
meningkatkan kemanfatan untuk menghindari kemudian melakukan berbagai program
potensi kebakaran gambut berlanjut. Namun kerja pendampingan masyarakat, pemberian
sayangnya pada tahap pertama tahun 2016, insentif, dan upaya lainnya agar masyarakat
BRG gagal mencapai target restorasi 600.000 beralih pada pola membuka lahan tanpa bakar.
ha lahan gambut, dan mengklaim hanya Melalui Peraturan Presiden Nomor 120
berhasil merestorasi sekitar 43% dari target Tahun 2020, kelembagaan BRG RI diperkuat
2016 (Fadmastuti et al., 2018). menjadi Badan Restorasi Gambut dan
Pengendalian karhutla kemudian diperkuat Mangrove (BRGM). Namun beberapa kendala
melalui Peraturan Menteri Lingkungan masih dihadapi dalam merestorasi gambut,
Hidup dan Kehutanan (PermenLHK) Nomor seperti persoalan tenurial dan kemantapan
32 Tahun 2016. Sedangkan khusus pada kawasan. Pemerintah Daerah masih ditemukan
lahan gambut, dikeluarkan petunjuk teknis bertumpu pada sektor berbasis lahan untuk
kebijakan dalam bentuk Peraturan Menteri. menggerakkan ekonomi daerahnya, namun
Presiden kemudian menandatangani Inpres tidak disertai dengan keseimbangan menjaga
5 Tahun 2019 tentang Peta Indikatif Penundaan ekosistem lingkungan gambut (Sarah, 2021).
Izin Baru (PIPIB), yang mengatur moratorium Namun koordinasi antara BRGM dan KLHK
secara permanen di hutan alam dan gambut. semakin kuat, terutama dalam kegiatan
Kebijakan ini menyempurnakan kebijakan pemulihan ekosistem gambut dan mangrove
moratorium sebelumnya yang hanya berlaku melalui kegiatan bersama Pemulihan Ekonomi
selama 2 tahun. Sedangkan untuk perlibatan Nasional (PEN) di tahun 2020 dan 2021.
masyarakat dalam menjaga gambut, keluar Lahirnya UU Cipta Kerja nomor 11
kebijakan melalui Peraturan Menteri LHK tahun 2020, semakin memperkuat upaya
Nomor 37 Tahun 2019 yang mengatur tentang perlindungan gambut secara berkelanjutan.
perhutanan sosial pada ekosistem gambut, UU CK diklaim menjadi solusi untuk
dan PermenLHK Nomor 60 Tahun 2019 mengurangi konflik tenurial, keterlanjuran
tentang Tata Cara Penyusunan, Perubahan dalam kawasan hutan, dan tetap mengatur
dan Penetapan Rencana Perlindungan dan upaya penegakan hukum lingkungan
Pengelolaan Ekosistem Gambut atau RPPEG. khususnya untuk pengendalian karhutla
Kebijakan perlindungan gambut semakin permanen dengan mendahulukan sanksi
diperkuat melalui Surat Keputusan Menteri administrasi atau ultimum remedium (Jpnn,
LHK Nomor 246 tahun 2020 tentang RPPEG 2021).
Nasional, dan SK Menteri LHK Nomor 851 Tanggal 26 Agustus 2021 keluar SK
Tahun 2020, tentang Pemberian Izin Baru Menteri LHK Nomor 5446 tentang PIPPIB
(PIPPIB) Hutan Alam Primer dan Lahan Periode II, dimana kebijakan ini sudah
Gambut Periode I, dimana luas hutan alam menyesuaikan dengan nomenklatur UUCK
primer dan lahan gambut yang dijaga dan 11 Tahun 2020. Diantaranya dilakukan
tidak boleh dialihfungsikan menjadi seluas penyesuaian guna mengakomodasi substansi
66,3 juta ha (KLHK, 2020). Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan
Untuk semakin menguatkan pengendalian (PBPH) dalam PIPPIB, perhutanan sosial,
karhutla, terutama pada aspek pencegahan, dan perizinan berusaha pemanfaatan hutan
pemadaman, dan penanganan, keluar Instruksi untuk kegiatan pemulihan lingkungan,
Presiden Nomor 3 Tahun 2020. Namun pemungutan atau pemanfaatan hasil hutan
dalam pelaksanaannya, pemerintah daerah bukan kayu dengan kriteria tidak merubah
masih kesulitan melakukan pengawasan bentang alam, tidak merusak lingkungan dan

76
Kebijakan Perlindungan Ekosistem Gambut di Indonesia: ..............(Afni Z., Triono D.H., &Vita Amelia)

tidak mengurangi fungsi utamanya. Adapun 2018a). Hingga tahun 2020 pemerintah
luasan moratorium dalam PIPPIB tahun menargetkan pemulihan ekosistem gambut
2021 periode II mencapai ± 66.139.183 Ha. seluas 2.492.527 hektar, ini termasuk 684.638
Kebijakan menjaga hutan primer termasuk ha yang berada di Fungsi Lindung Ekosistem
di dalamnya ekosistem gambut ini sejalan Gambut (FLEG), dan 1.410.943 ha di Fungsi
dengan komitmen pemerintah Indonesia Budidaya Ekosistem Gambut (FBEG) yang
dalam penurunan emisi gas rumah kaca, diantaranya seluas 396.943 hektar berada di
terutama untuk menurunkan laju deforestasi areal budidaya masyarakat atau dalam FBEG
dan degradasi hutan. Ini juga memperkuat (KLHK, 2018a).
posisi Indonesia yang tengah mencanangkan Revisi PP 71 Tahun 2014, menjadi PP
Folu Net Sink tahun 2030. 57 Tahun 2016 dilakukan dengan melihat
perkembangan pemanfaatan ekosistem gambut
III. Implementasi Kebijakan
di lapangan yang dominan dikuasai korporasi,
Perlindungan Gambut Pasca 2015
terutama yang memanfaatkan lahan konsesi
Gap atau permasalahan perlindungan sebagai Hutan Tanaman Industri (HTI), Hak
ekosistem gambut sebelum kejadian Penguasaan Hutan (HPH), perkebunan sawit,
karhutla 2015 terjadi pada pengawasan dan dan tambang. Revisi kebijakan juga dilakukan
implementasi kebijakan. Contohnya sebelum karena PP 71/2014 tumpang tindih dengan
2015 tidak ada kewajiban restorasi bagi bagi Permentan Nomor 14 Tahun 2009 yang justru
korporasi yang beraktifitas di lahan gambut. lebih menekankan pada eksploitasi gambut
Korporasi juga bisa memanfaatkan lahan pada (Suastha, 2016).
kubah gambut atau fungsi lindung. Setelah Melalui revisi kebijakan ini maka
2015, terjadi perubahan dimana korporasi perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI)
wajib melakukan restorasi, tertuang dalam dan perusahaan perkebunan kelapa sawit
Rencana Restorasi Ekosistem Gambut, selain yang terlanjur membuka lahan gambut dalam,
itu wajib mengikuti penerapan kriteria baku diwajibkan untuk melakukan restorasi,
kerusakan gambut baik pada fungsi lindung diawali dengan menyusun Rencana Restorasi
maupun budidaya. Ekosistem Gambut (KLHK, 2018). Kebijakan
Persoalan sebelum 2015 juga terletak pada PP 71/2014 jo PP 57/2016 juga dikeluarkan
pengawasan yang tidak melibatkan perangkat untuk memenuhi kebutuhan penegakan hukum
Pemerintah Daerah. Setelah 2015, pengawasan lingkungan guna menjaga ekosistem gambut
tata kelola gambut menjadi bagian dari yang sangat rentan terhadap karhutla. Dalam
pencegahan karhutla, dilakukan oleh satuan PP 71/2014 jo PP 57/2016 dijelaskan bahwa
tugas yang melibatkan perangkat Pemerintah perlindungan dan pengelolaan ekosistem
Daerah, termasuk penegakan hukum lintas gambut adalah upaya sistematis dan terpadu
instansi. Rehabilitasi lahan gambut pasca yang dilakukan untuk melestarikan fungsi
kebakaran tahun 2015 juga melibatkan peran ekosistem gambut dan mencegah terjadinya
serta masyarakat dalam bentuk kegiatan kerusakan ekosistem gambut. Dalam PP
padat karya. Pelibatan masyarakat menjadi 71/2014 jo PP 57/2016 soal gambut, juga
efektif untuk mencegah terjadinya kebakaran memuat unsur nilai 6 P, yaitu Perencanaan,
berulang di lokasi yang sama. Pemanfaatan, Pengendalian, Pemeliharaan,
Pasca kejadian karhutla tahun 2015, dari Pengawasan, dan Penegakan hukum (Afni,
hasil inventarisasi diketahui bahwa hampir 2021).
semua atau sekitar 23,96 juta ha lahan gambut Kerusakan ekosistem gambut dapat
mengalami kerusakan dengan tingkat ringan, terjadi pada ekosistem gambut dengan fungsi
sedang, berat dan sangat berat, sehingga lindung, dan juga pada ekosistem gambut
memerlukan prioritas pemulihan (KLHK, dengan fungsi budidaya. Karena itu PP

77
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 19 No. 2 November 2022: 71-84

Tabel 1. Petunjuk Teknis Sebagai Turunan Kebijakan PP57 Tahun 2016


Table 1. Technical Guidelines as a Derivative of the 2016 PP57 Policy

Turunan Kebijakan PP 57/2016


Policy Derivative PP 57/2016
Jenis Regulasi Subject Regulasi
Type of Regulation Regulatory Subject
Peraturan Menteri Nomor 14 Tahun 2017 Tata cara inventarisasi dan penetapan fungsi ekosistem gambut
(Skala 1:50.000)
Peraturan Menteri Nomor 15 Tahun 2017 Tata cara pengukuran muka air tanah di titik penataan ekosistem
gambut
Peraturan Menteri Nomor 16 Tahun 2017 Pedoman teknis pemulihan fungsi ekosistem gambut
Peraturan Menteri Nomor 17 Tahun 2017 Pembangunan hutan tanaman industri
Perubahan Peraturan Menteri Nomor 12
Tahun 2015
Keputusan Menteri melalui Surat Penetapan peta kesatuan hidrologis gambut nasional
Keputusan Nomor 129 Tahun 2017
Keputusan Menteri melalui Surat Penetapan Peta Fungsi Ekosistem Gambut Nasional
Keputusan Nomor 130 Tahun 2017
Peraturan Menteri Nomor 10 Tahun 2019 Penentuan, Penetapan dan Pengelolaan Puncak Kubah Gambut
berbasis KHG.
Sumber (Source): Kementerian LHK RI, 2016

57/2016 memuat koreksi kebijakan signifikan Implikasi berbagai kebijakan ini pada
terutama pada cara pencegahan (Pasal 22 A), perlindungan ekosistem gambut terlihat pada
penerapan kriteria baku kerusakan (KBK) baik meningkatnya ketaatan pemegang izin konsesi
di fungsi lindung maupun fungsi budidaya yang memasukkan pemulihan ekosistem
(Pasal 23), Penerapan Perijinan (Pasal 24 dan gambut dalam dokumen Rencana Kerja
Pasal 25), dan Larangan (Pasal 26). Tabel Tahunan (RKT) mereka dan terbangunnya
1 menunjukkan kebijakan atau peraturan infrastruktur perlindungan ekosistem gambut
turunan untuk menguatkan PP 57/2016 yang (Afni, 2021). Tabel 2 memuat data pemulihan
dikeluarkan Menteri LHK RI Siti Nurbaya. ekosistem gambut di lahan konsesi sampai
Kebijakan krusial melalui PP 71/2014 jo PP Desember 2020.
57/2016 adalah pasal yang mengatur tentang Sedangkan pemulihan kerusakan ekosistem
pemulihan. Pada Pasal 31 B ditegaskan bahwa gambut di lahan masyarakat dilakukan
terhadap areal perizinan usaha dan/atau melalui pengembangan Program Kemandirian
kegiatan terdapat gambut yang terbakar, maka Masyarakat, salah satunya melalui program
pemerintah mengambil tindakan penyelamatan Desa Mandiri Peduli Gambut sebagai program
dan pengambilalihan sementara areal bekas terpadu dengan pelibatan masyarakat sebagai
kebakaran. Pengambilalihan sementara areal aktor utama. Dalam konteks pembangunan
bekas kebakaran dilakukan untuk dilakukan berkelanjutan, program ini memandang
verifikasi oleh Menteri. Kemudian dipertegas masyarakat tidak lagi semata menjadi objek
pada Pasal 44, bahwa bagi pemegang izin atau sasaran program, melainkan harus ikut
yang melakukan pemanfaatan ekosistem terlibat dalam implementasi kebijakan secara
gambut dan melanggar ketentuan, maka akan terpadu (Kartasasmita, 1996).
dikenai sanksi administratif berupa paksaan Pengelolaan lahan gambut berkelanjutan
pemerintah sebagaimana dimaksud dalam tidak hanya bertujuan untuk mengembalikan
Pasal 40 Ayat (3) PP 71/2014. air dan vegetasi, tapi juga meningkatkan

78
Kebijakan Perlindungan Ekosistem Gambut di Indonesia: ..............(Afni Z., Triono D.H., &Vita Amelia)

pendapatan masyarakat (Rewetting, restorasi ekosistem gambut di kawasan


Revegetation, and Improve local communities masyarakat melalui program Desa Mandiri
livelihood). Adapun konsep integrasi Peduli Gambut periode 2015-2020.
pemulihan tata kelola air dan revegetasi di Pemulihan lingkungan sekaligus pemulihan
ekosistem gambut, pada kedalaman 0-1 meter ekonomi melalui program desa mandiri
dapat dilakukan dengan paludikultur (KPI, gambut, telah difokuskan pada kawasan eks
2020); pada kedalaman gambut 1-3 meter, Proyek Lahan Gambut (PLG) sejuta hektar,
pengelolaan lahan dengan teknik konservasi air dengan pelibatan para akademisi. KLHK
atau tata kelola air (Napitupulu & Mudiantoro, bekerja sama dengan tujuh universitas
2015), dan pembuatan sekat bakar di lahan lokal yakni Universitas Syiah Kuala,
masyarakat (Akbar, 2017); sedangkan pada Universitas Sumatera Utara, Universitas
kedalaman gambut >3 meter dapat dilakukan Andalas, Universitas Riau, Universitas
dengan teknik agroforestry (Trubus, 2019), Jambi, Universitas Tanjungpura, Universitas
baik pada perkebunan masyarakat, tegalan Mulawarwan. Dengan melibatkan 121 orang
atau pertanian lahan kering, dan hutan. Tabel fasilitator dengan menjangkau 24 Kabupaten
3 menunjukkan implementasi kebijakan (F. Adji et al., 2020).

Tabel 2. Pemulihan Ekosistem Gambut di Lahan Konsesi per Desember 2020


Table 2. Peat Ecosystem Recovery in Concession Land as of December 2020

Hutan Tanaman Industri Perkebunan Kelapa Sawit Total


Industrial Forest Oil palm plantation
Jumlah perusahaan 70 224 294
Luas pemulihan 2.354.76661,3 ha 1.289.137,96 ha 3.643.799,26 ha
Titik penataan TMAT 5.688 unit 5.189 unit 10.857 unit
Stasiun curah hujan 265 unit 551 unit 816 unit
Sekat kanal 8.641 unit 22.320 unit 30.961 unit
terbangun
Rehabilitasi vegetasi 4.438,70 ha - 4.438,70 ha
Suksesi alami 306.112 ha - 306.112 ha
Sumber (Source): Kementerian LHK RI, 2020

Tabel 3. Restorasi Ekosistem Gambut Melalui Program Pemberdayaan Masyarakat ‘Desa Mandiri Peduli
Gambut’ Periode 2015-2020
Table 3. Peatland Ecosystem Restoration Through the Community Empowerment Program ‘Desa Mandiri Cares
for Peat’ for the 2015-2020 Period

Provinsi Luas Wilayah Terbasahkan (Ha)


Output
Province Wettted Area
Aceh 197 sekat kanal 2.951
Riau 83 sekat kanal 1.115
Sumatera Utara 111 sekat kanal 1.814
Sumatera Barat 26 sekat kanal 442
Jambi 49 sekat kanal 686
Kalimantan Barat 36 sekat kanal 496
Kalimantan Timur - 2.176
Kalimantan Tengah 663 sekat kanal 36.298,7
Sumber (Source): Kementerian LHK RI, 2020

79
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 19 No. 2 November 2022: 71-84

Pelibatan masyarakat untuk memulihkan dengan adanya peningkatan modal finansial,


ekosistem gambut, juga disinkronisasikan modal fisik, modal SDM, kelembagaan dan
dengan berbagai program kerja pemerintah pengelolaan SDA (Belinda & Puspitasari,
lainnya seperti Perhutanan Sosial. Pemberian 2021). Pemerintah melalui KLHK juga
akses kepada masyarakat melalui Perhutanan memberikan stimulus lainnya dalam
Sosial telah mengalami perubahan orientasi bentuk bantuan Pengembangan Perhutanan
dari, oleh, dan untuk rakyat (KLHK, 2018a). Sosial (Bang Pesona) yang bertujuan
Dari semula timber management menjadi untuk meningkatkan kemampuan berusaha
forest landscaspe management, atau dari penerima.
semula pembangunan kehutanan konvensional
yang berorientasi ekstraksi kayu, menjadi B. Pembahasan
era kehutanan pascakayu (Agung Nugraha, Amanat konstitusi telah menempatkan
2021). pengelolaan sumber daya alam harus dapat
Dengan lima skema yakni Hutan Desa, memberikan kemakmuran untuk rakyat,
Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman disamping fungsinya menjaga kelestarian
Rakyat, Hutan Adat, dan Kemitraan (Wanaaksara, 2014). Selama kurun waktu
Kehutanan, alokasi kepemilikan lahan tiga dekade, terjadi perubahan paradigma
untuk kelompok rakyat telah mencapai kebijakan pemanfaatan lahan gambut, dari
4,42 juta ha, dengan jumlah SK Izin/hak yang semula hanya memprioritaskan aspek
sebanyak 6.798 untuk lebih kurang 895.800 ekonomi kepada aspek keberlanjutan. Situasi
KK (Afni, 2021). Angka ini kira-kira ini tidak terlepas dari masuknya elite gerakan
telah menjadikan kepemilikan lahan hutan sipil dalam struktur pemerintahan, dan
untuk masyarakat naik menjadi 13-16%, semakin terbukanya kesempatan politik bagi
meningkat dibandingkan sebelum tahun 2015 kelompok masyarakat (Baskoro et al., 2018).
yang hanya 4% (Danu Damarjati, 2017). Implikasinya menjadikan perhatian publik
Angkanya diyakini akan terus naik seiring kini tertuju pada kebijakan yang berkaitan
dengan target perhutanan sosial 12,7 juta ha. dengan lingkungan hidup dan kehutanan,
Diperkirakan angka ‘keadilan’ memenuhi karena menjadi bagian yang tidak terpisahkan
amanat UUD 1945 akan menyentuh pada dari kualitas hidup manusia itu sendiri.
level 30-35% untuk kelompok rakyat kecil Kebijakan perlindungan ekosistem gambut
di akhir periode pemerintahan. Program ini sebelum dan sesudah tahun 2015, juga
menjadi simbolisasi kehadiran negara pada berimbas pada kebijakan penanggulangan
masyarakat sekitar hutan (Marroli, 2017), dan karhutla di Indonesia, karena mengubah
juga membawa dampak pada peningkatan paradigma kerja pemadaman ke pengendalian
pendapatan masyarakat (Susilo & Nairobi, dengan menekankan pada aspek pencegahan
2019), sehingga turut mempengaruhi kebakaran di lahan gambut. Artinya
pemanfaatan sumber daya alam secara pemerintah tidak hanya melakukan koreksi
berkeadilan termasuk pada pemanfaatan pada kebijakan (corrective policy), tapi
lahan gambut yang berkelanjutan. juga melakukan koreksi aksi kerja lapangan
Pelibatan masyarakat menjadikan (corrective action) perlindungan ekosistem
implementasi kebijakan menjadi lebih efektif gambut untuk pengendalian karhutla di
(Wayne Parsons, 2001), dalam hal ini maka Indonesia.
perlindungan gambut akan dilaksanakan Hal ini kemudian berdampak pada
secara kolektif berdasarkan koreksi kebijakan penurunan luas area terbakar pada tahun
yang telah dilakukan pemerintah. Selain itu 2018 dibanding tahun 2015 sebesar 94,58%
program Desa Peduli Gambut melakukan berdasarkan satelit terra Aqua. Luas area
pemberdayaan masyarakat secara terpadu terbakar per Juli 2020 baseline 2015 juga

80
Kebijakan Perlindungan Ekosistem Gambut di Indonesia: ..............(Afni Z., Triono D.H., &Vita Amelia)

turun sebesar 52,8%. Setelah berbagai koreksi semakin banyak menarik minat dan pelibatan
kebijakan, Indonesia juga berhasil mengatasi para pihak di tingkat tapak, bilamana faktor
asap lintas batas, dan menjadi rujukan dunia sosial ekonomi seperti norma dan budaya
internasional dalam tata kelola gambut. setempat, dukungan tenaga kerja, dan pasar
Indonesia juga mencatatkan data deforestasi bagi produk akhir komoditas tersedia (Martin
terendah sepanjang sejarah pada tahun 2020 & Winarno, 2010).
(Afni, 2021). Kebijakan perlindungan ekosistem gambut
Keterlibatan secara kolektif dan konsep merupakan bagian dari koreksi kebijakan
restorasi lahan gambut di wilayah masyarakat (corrective policy) bidang lingkungan hidup
kemudian juga menjadi bagian dari transformasi dan kehutanan di Indonesia. Sedangkan
sosial. Meski sudah memiliki lembaga Badan keterlibatan masyarakat menjadi model
Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), pemberdayaan yang digunakan pemerintah
perlindungan dan pengelolaan ekosistem sebagai bentuk koreksi aksi (corrective
gambut tidak hanya mengandalkan program action) di tingkat tapak. Implementasi
pemerintah, melainkan dikerjakan secara kebijakan perlindungan gambut telah berjalan
bersama-sama atau team work dalam bentuk secara berkelanjutan dengan pelibatan
kerja pemberdayaan dengan tujuan untuk kelompok masyarakat. Pemulihan ekosistem
perbaikan ekonomi, sosial, dan lingkungan. gambut di kawasan konsesi ataupun lahan
Tujuan lainnya untuk perubahan perilaku masyarakat sampai saat ini masih berjalan
masyarakat. Ini merupakan inti dari konsep dengan keterlibatan kelompok masyarakat
pemberdayaan untuk memperhatikan unsur sebagai poros utama. Termasuk dalam
eksistensi masyarakat dan kebudayaannya, kegiatan pemulihan lingkungan melalui
serta unsur dari perubahan yang terjadi di program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)
masyarakat itu sendiri (Sumanto, 2009). Mangrove yang berlangsung sejak tahun
Koreksi kebijakan tata kelola gambut untuk 2020 oleh KLHK, dan dilanjutkan tahun 2021
pengendalian karhutla, telah disinkronisasi bersama dengan BRGM.
dengan pemberdayaan masyarakat melalui Tantangan tentu saja masih ada,
program perhutanan sosial. Masyarakat terlebih lagi masih adanya kebijakan yang
diberdayakan dan mengubah pola pemanfaatan mengizinkan masyarakat lokal untuk
hutan, dari yang tadinya hanya berorientasi membakar lahan minimal seluas 2 ha,
pada kayu, menjadi pola pemanfaatan masih lemahnya pemahaman masyarakat
Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK). Hal tentang penegakan hukum lingkungan, dan
ini mendukung studi terdahulu, yakni pemanfaatan teknologi untuk mengolah lahan
terdapat pola kontribusi pendapatan yang gambut. Keterlibatan para pihak diharapkan
mengikuti pola ketebalan gambut, dimana dapat menjadikan koreksi kebijakan yang
masyarakat yang dapat memanfaatkan lahan ada menjadi bagian dari cara hidup dan
gambut dengan maksimal akan memperoleh cara pandang manusia terhadap pentingnya
pendapatan yang bahkan lebih tinggi dari menjaga keberlanjutan ekosistem mereka
Upah Minimum Provinsi atau UMP (Irawanti sendiri. Dengan demikian maka tujuan dan
et al., 2017). amanat Pasal 28 H dan Pasal 33 UUD 1945
Melalui penguatan mekanisme koordinasi dapat terlaksana dengan baik, terutama untuk
multi instansi dengan kebijakan yang ada, mengoptimalkan pemanfaatan lahan gambut
maka karhutla semakin dapat dicegah tanpa meninggalkan aspek lingkungan, dan
terutama pada daerah rawan yang memiliki membangun konfigurasi bisnis baru yang bisa
banyak lahan gambut (Budiningsih, 2017). menjamin kekuatan sektor hulu, hilir, dan
Terlebih lagi rehabilitasi lahan gambut akan pasar untuk kesejahteraan masyarakat.

81
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 19 No. 2 November 2022: 71-84

IV. KESIMPULAN DAN SARAN hutan dan lahan dapat dikendalikan secara
permanen melalui implementasi kebijakan.
A. Kesimpulan
Pendampingan berkelanjutan pada masyarakat
Paradigma kebijakan perlindungan tata juga diperlukan untuk menemukan inovasi
kelola gambut di Indonesia mengalami pemulihan lingkungan, yang sekaligus juga
perubahan krusial pasca kejadian kebakaran dapat menjadi alternatif pemulihan ekonomi
hutan dan lahan tahun 2015. Pemerintah terutama di masa sulit pandemi Covid-19.
tidak hanya melakukan berbagai langkah
koreksi kebijakan (corrective policy), tapi UCAPAN TERIMA KASIH
juga melakukan koreksi aksi kerja lapangan (ACKNOWLEDGEMENT)
(corrective action) perlindungan ekosistem
Penelitian ini tidak dapat terealisasi
gambut untuk upaya pengendalian karhutla
tanpa bantuan dari para pimpinan dan
dengan mengedepankan upaya pencegahan
jajaran Kementerian Lingkungan Hidup dan
dan penegakan hukum. Selain itu jika
Kehutanan Republik Indonesia (KLHK RI),
sebelum tahun 2015 pemanfaatan gambut
para peneliti terdahulu, praktisi kebijakan di
lebih dominan berorientasi pada pertumbuhan
tingkat tapak, dan tentu saja dukungan dari
ekonomi, maka setelahnya orientasi kebijakan
Universitas Lancang Kuning Pekanbaru.
lebih mengarah pada pemanfaatan gambut
Untuk itu kami mengucapkan rasa terimakasih
berkelanjutan. Jika sebelum tahun 2015
dan penghargaan yang setinggi-tingginya.
penanggulangan karhutla lebih dominan
berorientasi pada kerja pemadaman, maka
setelah tahun 2015 arah kebijakan pemerintah DAFTAR PUSTAKA
mengedepankan upaya pencegahan, terutama
menjaga agar lahan gambut tetap basah. Afni. (2021). Koreksi kebijakan pengendalian
kebakaran hutan dan lahan di Indonesia-Analisis
Selain juga perencanaan dan pengawasan
kepemimpinan transglobal Menteri LHK Siti
yang lebih ketat untuk ekosistem gambut. Nurbaya Bakar. In J. A. Hakim, D. Triono (Ed.),
Kebijakan pemerintah pasca 2015, juga Buku Literatur. Damana Hikhaya.
disertai dengan pelibatan masyarakat melalui Agung Nugraha. (2021). Lingkungan hidup dan
perhutanan sosial. Orientasi utamanya adalah kehutanan menyatu aktualisasi kehutanan
pascakayu. Sebijak-Institute. Fkt. https://sebijak.
keseimbangan antara menjaga stabilitas
fkt.ugm.ac.id/2021/07/05/lingkungan-hidup-
ekonomi sektor kehutanan, sekaligus menjaga dan-kehutanan-menyatu-aktualisasi-kehutanan-
kualitas lingkungan. pascakayu/.
Akbar, A. (2017). Cara baru pencegahan kebakaran
B. Saran hutan rawa gambut melalui pendekatan
Dengan area yang masih begitu luas silvikultur. 1055–1066.
untuk direhabilitasi sebagai dampak lain dari Amin, I. (2018). Pertanggungjawaban korporasi dalam
tindak pidana lingkungan hidup. Jurnal IUS
'keterlanjuran kebijakan' masa lalu, pemulihan
Kajian Hukum dan Keadilan, 6(2), 259. https://
ekosistem gambut memerlukan peran serta doi.org/10.29303/ius.v6i2.558.
aktif dan kontribusi multistakeholders sampai Asteriniah, F., & Sutina, S. (2018). Implementasi
ke tingkat tapak. Berbagai upaya pemulihan, kebijakan pengendalian kebakaran hutan dan
pemanfaatan, dan perlindungan lahan lahan gambut di Ogan Komering Ilir. Jurnal
Abdimas Mandiri, 1(2). https://doi.org/10.36982/
gambut harus dilihat sebagai satu kesatuan
jam.v1i2.338.
ekosistem utuh dalam satu landscape. Untuk Baskoro, B. C., Kusmana, C., & Kartodihardjo, H.
itu perlu meningkatkan sosialisasi kebijakan, (2018). Analisis kebijakan pengelolaan dan
keterkaitan antar kebijakan, dan pendampingan budidaya ekosistem gambut di Indonesia:
masyarakat terkait pemanfaatan lahan gambut, Penerapan pendekatan advocacy coalition
framework. Jurnal Sosial Humaniora, 11(2).
sehingga bencana musiman kebakaran

82
Kebijakan Perlindungan Ekosistem Gambut di Indonesia: ..............(Afni Z., Triono D.H., &Vita Amelia)

https://doi.org/10.12962/j24433527.v0i0.4555. depan. Tangerang: Wana Aksara.


Belinda, F., & Puspitasari, M. (2021). Hoaks and Humas KLHK. (2020). KLHK terapkan langkah
resistance to government motion case study menyeluruh penanganan bencana ekologis tahun
KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia). 2020. https://www.menlhk.go.id/site/single_
Journal of Sosial Science, 2(2). https://doi. post/2664.
org/10.46799/jsss.v2i2.108. Irawanti, S., Handoyo, Mulyadin, Charity, D., Surati,
BPK RI. (n.d.). Keputusan Presiden (KEPPRES) No. Ariawan, K., & Setiyadi, A. (2017). Pendapatan
32 Tahun 1990 Pengelolaan Kawasan Lindung. Masyarakat di Desa Gambut (Issue 3).
https://peraturan.bpk.go.id/ Jpnn. (2021). KLHK Jelaskan Dampak UU Ciptaker
BRG. (2016). Rencana Strategis Badan Restorasi terhadap lingkungan dan kehutanan. Www.Jpnn.
Gambut 2016-2020. Com. https://www.jpnn.com/news/klhk-jelaskan-
Budiningsih, K. (2017). Implementasi kebijakan dampak-uu-ciptaker-terhadap-lingkungan-dan-
pengendalian kebakaran. Jurnal Analisis kehutanan. Diakses pada tanggal 3 Februari 2022.
Kebijakan Kehutanan, 14(2), 165–186. Kartasasmita, G. (1996). Pembangunan untuk rakyat,
Creswell, J. (2017). Pendekatan metode kualitatif, memadukan pertumbuhan dan pemerataan.
kuantitatif dan campuran. Yogyakarta: Pustaka CIDES.
Pelajar. KLHK. (2018a). Status Hutan & Kehutanan Indonesia
Danu Damarjati. (2017). Siti Nurbaya ungkap rekor 2018 (E. Siti Nurbaya, San Afri Awang (ed.)).
pemberian izin usaha hutan per kabinet. Detik. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Com. https://news.detik.com/berita/d-3952140/ Republik Indonesia.
siti-nurbaya-ungkap-rekor-pemberian-izin- KLHK. (2018b). Status hutan dan kehutanan
usaha-hutan-per-kabinet. Diakses pada tanggal Indonesia. In Kementerian Lingkungan Hidup
28 Januari 2019. dan Kehutanan RI.
Dariah, A., & Maswar. (2016). Isu lingkungan gambut KLHK. (2020). Penambahan luasan area pada peta
tropika Indonesia. In Lahan gambut Indonesia: indikatif penghentian pemberian izin baru tahun
Pembentukan, karakteristik, dan potensi 2020 periode I sebesar 314,3 ribu ha dari revisi
mendukung ketahanan pangan. sebelumnya. Pantaugambut.Id. https://www.
Daryono, H. (2009). Potensi, permasalahan dan pantaugambut.id/pantau-komitmen/penundaan-
kebijakan yang diperlukan dalam pengelolaan pemberian-izin-baru-and-penyempurnaan-
hutan dan lahan rawa gambut secara lestari. tata-kelola-hutan-alam-primer-dan-lahan-
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan, 6(2), 71– gambut?progresstitle=penambahan-luasan-area-
101. pada-peta-indikatif-penghentian-pemberian-izin-
F. Adji, F., Sosilawaty, Darung, U., Nidya, Malina baru-tahun-2020-periode-i-sebesa. Diakses pada
Silva, K., Khairunnisa, & Fernandes. (2020). tanggal 6 Juni 2021.
Implementasi kebijakan pemulihan ekonomi KPI. (2020). Paludikultur. Http://Paludiculture.Org/.
nasional (PEN) melalui program bina desa http://paludiculture.org/paludikultur/.
mandiri peduli gambut di kawasan eks PLG sejuta Legionosuko, T., Madjid, M. A., Asmoro, N., &
hektar provinsi Kalimantan Tengah. Pengabdian Samudro, E. G. (2019). Posisi dan strategi
Kampus : Jurnal Informasi Kegiatan Pengabdian indonesia dalam menghadapi perubahan
Pada Masyarakat, 7(2). https://doi.org/10.52850/ iklim guna mendukung ketahanan nasional.
jpmupr.v7i2.2082. Jurnal Ketahanan Nasional, 25(3). https://doi.
Fadmastuti, M., Karuniasa, M., Firmansyah, R., & org/10.22146/jkn.50907.
Imelda, K. (2018). The sustainability of an LIPI. (2014). Evaluasi kritis peraturan pemerintah
environmental policy : A review of indonesia peat Nomor 4 Tahun 2001. Https://Pmb.Lipi.Go.Id/.
restoration program. 02003, 1–6. https://pmb.lipi.go.id/evaluasi-kritis-peraturan-
Harrison, M. E., Bramansa, J., Laura, O., Gallego, A., pemerintah-nomor-4-tahun-2001/. Diakses pada
Adib, S., Cheyne, S. M., Claire, A., Lydia, B., tanggal 2 Februari 2021.
Alue, C., Ermiasi, Y., Feldpausch, T., Höing, A., Marroli. (2017). Perhutanan Sosial, Kini Masyarakat
Husson, S. J., Kulu, I. P., Maimunah, S., Mang, Legal Mengelola Hutan. Kominfo.Go.Id. https://
S., Mercado, L., Morrogh, H. C., Page, S. E., www.kominfo.go.id/content/detail/10564/
… Harrison, M. E. (2020). Tropical forest and perhutanan-sosial-kini-masyarakat-legal-
peatland conservation in Indonesia: Challenges mengelola-hutan/0/artikel_gpr. Diakses pada
and directions. October 2019, 4–28. https://doi. tanggal 19 Mei 2022.
org/10.1002/pan3.10060. Martin, E., & Ulya, N. A. (2017). Struktur masyarakat,
Hendroyono, B. (2019). Kepemimpinan transglobal, akumulasi kapital, dan pencegahan kebakaran:
kunci sukses pembangunan kehutanan masa Agenda riset bagi restorasi gambut Sumatera

83
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 19 No. 2 November 2022: 71-84

Selatan. Pengembangan Ilmu dan Teknologi Education, Humaniora and Social Sciences
Pertanian Bersama Petani Lokal Untuk (JEHSS), 3(3). https://doi.org/10.34007/jehss.
Optimalisasi Lahan Suboptimal, October. v3i3.508.
Martin, E., & Winarno, B. (2010). Peran parapihak Sitorus, T., & Maryam, R. (2018). Politik hukum
dalam pemanfaatan lahan gambut; studi kasus pengelolaan lahan gambut di indonesia. Jurnal
di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Legislasi Indonesia, 15(3),197-209.
Selatan. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan, Suastha, R. D. (2016). Penanganan krisis lahan
7(2), 81–95. https://doi.org/10.20886/ gambut perlu libatkan masyarakat adat.
jakk.2010.7.2.81-95. cnnindonesia.com. https://www.cnnindonesia.
Masganti, Anwar, K., & Susanti, M. A. (2017). Potensi com/nasional/20160625181456-20-140888/
dan Pemanfaatan Lahan Gambut Dangkal untuk penanganan-krisis-lahan-gambut-perlu-libatkan-
Pertanian. Jurnal Sumberdaya Lahan, 11(1), masyarakat-adat.
43–52. Sumanto, S. E. (2009). Kebijakan pengembangan
Mirza, D. (2018). Kebijakan hukum penataan ruang perhutanan sosial dalam perspektif resolusi
kawasan hutan yang berkepastian hukum di konflik. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan,
provinsi Riau. Aktualita (Jurnal Hukum), 1(1). 6(1), 13–25.
https://doi.org/10.29313/aktualita.v1i1.3712. Susilo, Y. S., & Nairobi, N. (2019). Dampak perhutanan
mutuinstitute. (2021). Aturan hukum di Indonesia yang sosial terhadap pendapatan masyarakat. ISEI
mengatur pemanfaatan lahan gambut. Https:// Economic Review, 3(1), 16–27. http://jurnal.
Mutuinstitute.com/. https://mutuinstitute.com/ iseibandung.or.id/index.php/ier/article/view/77
post/aturan-hukum-pemanfaatan-lahan-gambut/. Syahadat, E., & Subarudi, S. (2012). Permasalahan
Diakses pada tanggal 10 Oktober 2021. penataan ruang kawasan hutan dalam rangka
Napitupulu, S., & Mudiantoro, B. (2015). Pengelolaan revisi rencana tata ruang wilayah provinsi. Jurnal
sumber daya air pada lahan gambut. Civil Analisis Kebijakan Kehutanan, 9(2), 131–143.
Enginereering, 2012, 978–979. https://doi.org/10.20886/jakk.2012.9.2.131-143
Nugraha, I. (2019). Kebijakan setop izin hutan dan Trinirmalaningrum, Dalidjo, N., R.Siahaan, F.,
gambut bakal permanen, ini catatan organisasi Widyanto, U., Achsan, I. A., Primandari, T., &
lingkungan. Mongabay.co.id. https://www. Wardana, K. W. (2016). Di balik tragedi asap
mongabay.co.id/2019/07/19/kebijakan-setop- catatan kebakaran hutan dan lahan 2015. The
izin-hutan-dan-gambut-bakal-permanen-ini- Asia Foundation. https://programsetapak.org/
catatan-organisasi-lingkungan/. wp-content/uploads/2016/11/Dibalik-Tragedi-
Parsaulian, B. (2020). Analisis kebijakan dalam upaya Asap.compressed.pdf.
penegakan hukum lingkungan hidup di Indonesia. Trubus. (2019). Sebar teknik agroforestry, petani ini
Jurnal Reformasi Administrasi, 7, 56–62. tuai panen di lahan gambut tanpa membakar.
Pusaka. (2014). Briefing paper: Evaluasi tiga tahun kumparan.com. https://kumparan.com/trubus-
kebijakan moratorium dan perlindungan id/sebar-teknik-agroforestry-petani-ini-tuai-
ekosistem gambut Indonesia. https://pusaka. panen-di-lahan-gambut-tanpa-membakar-
or.id/2014/05/briefing-paper-evaluasi-tiga- 1rhlVP5FdyL. Diakses pada tanggal 10
tahun-kebijakan-moratorium-dan-perlindungan- November 2020.
ekosistem-gambut-indonesia/. Wahyunto, Nugroho, K., & Fahmuddin, A. (2014).
Radius, D. B. (2012). Rehabilitasi lahan gambut di Perkembangan pemetaan dan distribusi lahan
Kalteng dimulai Juni. Kompas.com. https:// gambut di Indonesia. Lahan Gambut Indonesia
sains.kompas.com/read/2012/04/24/23312290/ (Pembentukan, Karakteristik, dan Potensi
rehabilitasi.lahan.gambut.di.kalteng.dimulai. Mendukung Ketahanan Pangan), 2011.
juni. Wanaaksara. (2014). Darurat hutan indonesia,
Ritung, S., Wahyunto, K. Nugroho, Sukarman, mewujudkan arsitektur baru kehutanan
Hikmatullah, Suparto, dan C. T. (2011). Peta Indonesia. Tangerang: Wana Aksara.
lahan gambut Indonesia skala 1:250.000. Balai Wayne Parsons. (2001). Public policy, pengantar teori
Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya dan praktik analisis kebijakan (Edisi 1 Ce).
Lahan Pertanian. Jakarta: Kencana.
Saharjo, B. H. (2017). Pemanfaatan lahan gambut dan Yungan, A., & Saharjo, B. H. (2014). Pengaruh
emisi gas rumah kaca. IPB Press. kebijakan dalam upaya pengendalian kebakaran
Sarah, Y. Y. (2021). Implementasi kebijakan hutan dan lahan terhadap penurunan emisi gas
penanggulangan kebakaran lahan gambut di rumah kaca. Jurnal Silvikultur Tropika, 5(2),
Indonesia: Konflik pelaksanaan restorasi lahan 124–130.
kawasan hutan tanaman industri. Journal of

84

Anda mungkin juga menyukai