ABSTRACT
The peat protection policy has been in place for more than two decades, but fires are still recurring in peatlands.
This study examines the peat ecosystem protection policy in Indonesia, before and after 2015. The qualitative
research method relies on historical policy data and empirical data. The results show that before 2015 the use of
peat was oriented towards economic growth, and after 2015 the policy orientation was towards sustainable use of
peat. There has been a shift in the working paradigm of forest and land fire control from extinguishing to prevention.
In addition to corrective policy measures, corrective actions have also taken place to protect peat ecosystems in the
field (corrective action).
ABSTRAK
Kebijakan perlindungan gambut telah dilakukan lebih dari dua dekade, namun kebakaran masih berulang
di lahan gambut. Penelitian ini menelaah kebijakan perlindungan ekosistem gambut di Indonesia, sebelum dan
sesudah tahun 2015. Metode penelitian kualitatif mengandalkan data historis kebijakan dan data empiris. Hasilnya
menunjukkan sebelum tahun 2015 pemanfaatan gambut berorientasi mengejar pertumbuhan ekonomi, dan setelah
tahun 2015 orientasi kebijakan mengarah pada pemanfaatan gambut berkelanjutan. Terjadi perubahan paradigma
kerja pengendalian kebakaran hutan dan lahan dari pemadaman ke pencegahan. Selain langkah koreksi kebijakan
(corrective policy), juga terjadi koreksi aksi perlindungan ekosistem gambut di lapangan (corrective action).
Kata kunci: Kebijakan, perlindungan ekosistem gambut, kebakaran hutan dan lahan.
72
Kebijakan Perlindungan Ekosistem Gambut di Indonesia: ..............(Afni Z., Triono D.H., &Vita Amelia)
sesudah kejadian tahun 2015. Hasil penelitian wawancara dengan narasumber kunci,
ini diharapkan mampu memberikan gambaran mengandalkan dokumen atau produk
perkembangan kebijakan perlindungan kebijakan. Sedangkan data sekunder
gambut di Indonesia beserta permasalahannya, didapat dari publikasi media massa, laporan
serta dapat memberikan rekomendasi kegiatan, dan dokumen relevan lainnya
yang diperlukan untuk tata kelola gambut guna memperkuat komparasi data. Adapun
berkelanjutan. obyek penelitian berfokus pada kebijakan
atau dokumen peraturan yang dikeluarkan
II. METODE PENELITIAN pemerintah (Suharsimi Arikunto, 2006).
Seluruh data inilah yang kemudian menjadi
Lokasi penelitian dilakukan di Provinsi
panduan memotret situasi sosial secara
Riau yang menjadi salah satu lokasi rawan
mendalam (Sugiyono, 2015). Untuk menguji
gambut terbakar. Metode pengumpulan
tingkat kredibilitas dan keabsahan data,
data dilakukan secara normatif kualitatif
digunakan teknik triangulasi. Gambar 1
mengandalkan data dari berbagai penelitian
menunjukkan alur penelitian.
terdahulu dengan pendekatan historis
(Creswell, 2017). Data primer didapat dari
73
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 19 No. 2 November 2022: 71-84
74
Kebijakan Perlindungan Ekosistem Gambut di Indonesia: ..............(Afni Z., Triono D.H., &Vita Amelia)
program yang menjadi amanat Inpres untuk kawasan sekitar yang memiliki fungsi lindung
merehabilitasi dan merevitalisasi kawasan (Sitorus & Maryam, 2018).
gambut, tidak terlaksana dengan baik bahkan Berbagai kebijakan di atas ternyata tidak
ada yang belum terlaksana (Radius, 2012). berimplikasi langsung pada pengurangan
Perlindungan dan pengelolaan ekosistem pemanfaatan gambut fungsi lindung, terutama
gambut untuk pertama kali tertuang dalam pada kawasan konsesi. Bahkan pelepasan
UU Nomor 32 Tahun 2009. Kebijakan ini kawasan hutan dan gambut bagi konsesi,
menjadi dasar penegakan hukum bagi pelaku masih terus terjadi dan mencapai puncaknya
karhutla. Lahirnya kebijakan ini menandai pada periode 2013-2014 yang mencapai
berubahnya arah kebijakan pemerintah 3,2 juta ha (Nugraha, 2019). Jumlahnya
Indonesia, terutama untuk melindungi diperkirakan lebih luas bila ditambah dengan
ekosistem gambut. Namun dalam tahun yang pemanfaatan lahan gambut oleh kelompok
sama, melalui Peraturan Menteri Pertanian masyarakat secara mandiri. Pembukaan lahan
Nomor 14, diatur pedoman pemanfaatan gambut kemudian menjadi pemicu terjadinya
lahan gambut untuk budidaya kelapa sawit. karhutla dalam skala besar di tahun 2015 yang
Lahirnya kebijakan ini dinilai kontradiksi mencapai 2,6 juta ha. Ini mengulang kejadian
dengan upaya perlindungan gambut, setelah di tahun-tahun sebelumnya, terutama pada
banyak kalangan minta kebijakan dievaluasi tahun 1997, dimana karhutla melahap hingga
dengan tetap menjaga fungsi lindung gambut 11 juta ha kawasan hutan, sehingga menjadi
(Daryono, 2009). penyebab bencana asap secara Nasional.
Pemerintah kemudian menunda pemberian
II. Kebijakan Setelah Karhutla Tahun
izin baru (moratorium) dan melakukan
2015
penyempurnaan tata kelola hutan alam primer
dan lahan gambut, melalui Inpres 10 Tahun Inpres 11 tahun 2015 menjadi titik
2011. Namun implementasinya, pemanfaatan balik koreksi kebijakan (corrective policy)
lahan gambut untuk industri masih saja pengendalian kebakaran hutan dan lahan
menekan keberadaan gambut (Pusaka, 2014). di Indonesia. Melalui kebijakan ini diatur
Sedangkan melalui PP Nomor 73 Tahun 2013, penanggungjawab pengendalian karhutla
pemerintah mulai mengatur tentang rawa yang dalam kerja kolektif lintas kementerian dan
kemudian menjadi dasar penyusunan rencana lembaga. Selanjutnya pemerintah semakin
strategis Badan Restorasi Gambut 2016-2020 memperkuat kebijakan yang berkaitan
(BRG, 2016). dengan tata kelola gambut dengan keluarnya
Perihal moratorium izin lahan gambut, PP Nomor 57 Tahun 2016, yang mengatur
pemerintah mengaturnya dalam beberapa tentang perubahan PP Nomor 71 Tahun 2014.
kebijakan berkala. Diantaranya Inpres 10/2011 Kebijakan ini menandai koreksi kebijakan
dan Inpres 6/2013, dimana perlindungan yang kemudian mengarah pada koreksi
pada gambut dilakukan secara total tanpa aksi lapangan (corrective policy) untuk
melihat faktor ketebalan. Kebijakan krusial melindungi ekosistem gambut di Indonesia.
pemerintah untuk melindungi gambut Fungsi lindung ekosistem gambut juga turut
kemudian tertuang melalui PP 71 Tahun dikuatkan melalui kebijakan ini, dengan
2014, mengatur tentang perlindungan dan menuangkan kewajiban dan sanksi hukum
tata kelola gambut melalui perencanaan, bagi korporasi yang melanggar (Sitorus &
pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, Maryam, 2018).
pengawasan, dan penegakan hukum melalui Guna mempercepat pemulihan fungsi
sanksi administratif. Serta eksplisit dalam hidrogologis gambut yang rusak, keluar
kebijakan ini juga menyebutkan tentang kebijakan dalam bentuk Perpres Nomor 1
kewajiban melindungi puncak gambut dan Tahun 2016 tentang pembentukan Badan
75
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 19 No. 2 November 2022: 71-84
Restorasi Gambut (BRG). Salah satu proyek lahan gambut karena faktor keterlanjuran
utama BRG adalah memetakan lahan gambut kebijakan di masa lalu, dimana faktor
terbakar, menindaklanjuti pemulihan, ekonomi begitu mempengaruhi. Pemerintah
meningkatkan kemanfatan untuk menghindari kemudian melakukan berbagai program
potensi kebakaran gambut berlanjut. Namun kerja pendampingan masyarakat, pemberian
sayangnya pada tahap pertama tahun 2016, insentif, dan upaya lainnya agar masyarakat
BRG gagal mencapai target restorasi 600.000 beralih pada pola membuka lahan tanpa bakar.
ha lahan gambut, dan mengklaim hanya Melalui Peraturan Presiden Nomor 120
berhasil merestorasi sekitar 43% dari target Tahun 2020, kelembagaan BRG RI diperkuat
2016 (Fadmastuti et al., 2018). menjadi Badan Restorasi Gambut dan
Pengendalian karhutla kemudian diperkuat Mangrove (BRGM). Namun beberapa kendala
melalui Peraturan Menteri Lingkungan masih dihadapi dalam merestorasi gambut,
Hidup dan Kehutanan (PermenLHK) Nomor seperti persoalan tenurial dan kemantapan
32 Tahun 2016. Sedangkan khusus pada kawasan. Pemerintah Daerah masih ditemukan
lahan gambut, dikeluarkan petunjuk teknis bertumpu pada sektor berbasis lahan untuk
kebijakan dalam bentuk Peraturan Menteri. menggerakkan ekonomi daerahnya, namun
Presiden kemudian menandatangani Inpres tidak disertai dengan keseimbangan menjaga
5 Tahun 2019 tentang Peta Indikatif Penundaan ekosistem lingkungan gambut (Sarah, 2021).
Izin Baru (PIPIB), yang mengatur moratorium Namun koordinasi antara BRGM dan KLHK
secara permanen di hutan alam dan gambut. semakin kuat, terutama dalam kegiatan
Kebijakan ini menyempurnakan kebijakan pemulihan ekosistem gambut dan mangrove
moratorium sebelumnya yang hanya berlaku melalui kegiatan bersama Pemulihan Ekonomi
selama 2 tahun. Sedangkan untuk perlibatan Nasional (PEN) di tahun 2020 dan 2021.
masyarakat dalam menjaga gambut, keluar Lahirnya UU Cipta Kerja nomor 11
kebijakan melalui Peraturan Menteri LHK tahun 2020, semakin memperkuat upaya
Nomor 37 Tahun 2019 yang mengatur tentang perlindungan gambut secara berkelanjutan.
perhutanan sosial pada ekosistem gambut, UU CK diklaim menjadi solusi untuk
dan PermenLHK Nomor 60 Tahun 2019 mengurangi konflik tenurial, keterlanjuran
tentang Tata Cara Penyusunan, Perubahan dalam kawasan hutan, dan tetap mengatur
dan Penetapan Rencana Perlindungan dan upaya penegakan hukum lingkungan
Pengelolaan Ekosistem Gambut atau RPPEG. khususnya untuk pengendalian karhutla
Kebijakan perlindungan gambut semakin permanen dengan mendahulukan sanksi
diperkuat melalui Surat Keputusan Menteri administrasi atau ultimum remedium (Jpnn,
LHK Nomor 246 tahun 2020 tentang RPPEG 2021).
Nasional, dan SK Menteri LHK Nomor 851 Tanggal 26 Agustus 2021 keluar SK
Tahun 2020, tentang Pemberian Izin Baru Menteri LHK Nomor 5446 tentang PIPPIB
(PIPPIB) Hutan Alam Primer dan Lahan Periode II, dimana kebijakan ini sudah
Gambut Periode I, dimana luas hutan alam menyesuaikan dengan nomenklatur UUCK
primer dan lahan gambut yang dijaga dan 11 Tahun 2020. Diantaranya dilakukan
tidak boleh dialihfungsikan menjadi seluas penyesuaian guna mengakomodasi substansi
66,3 juta ha (KLHK, 2020). Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan
Untuk semakin menguatkan pengendalian (PBPH) dalam PIPPIB, perhutanan sosial,
karhutla, terutama pada aspek pencegahan, dan perizinan berusaha pemanfaatan hutan
pemadaman, dan penanganan, keluar Instruksi untuk kegiatan pemulihan lingkungan,
Presiden Nomor 3 Tahun 2020. Namun pemungutan atau pemanfaatan hasil hutan
dalam pelaksanaannya, pemerintah daerah bukan kayu dengan kriteria tidak merubah
masih kesulitan melakukan pengawasan bentang alam, tidak merusak lingkungan dan
76
Kebijakan Perlindungan Ekosistem Gambut di Indonesia: ..............(Afni Z., Triono D.H., &Vita Amelia)
tidak mengurangi fungsi utamanya. Adapun 2018a). Hingga tahun 2020 pemerintah
luasan moratorium dalam PIPPIB tahun menargetkan pemulihan ekosistem gambut
2021 periode II mencapai ± 66.139.183 Ha. seluas 2.492.527 hektar, ini termasuk 684.638
Kebijakan menjaga hutan primer termasuk ha yang berada di Fungsi Lindung Ekosistem
di dalamnya ekosistem gambut ini sejalan Gambut (FLEG), dan 1.410.943 ha di Fungsi
dengan komitmen pemerintah Indonesia Budidaya Ekosistem Gambut (FBEG) yang
dalam penurunan emisi gas rumah kaca, diantaranya seluas 396.943 hektar berada di
terutama untuk menurunkan laju deforestasi areal budidaya masyarakat atau dalam FBEG
dan degradasi hutan. Ini juga memperkuat (KLHK, 2018a).
posisi Indonesia yang tengah mencanangkan Revisi PP 71 Tahun 2014, menjadi PP
Folu Net Sink tahun 2030. 57 Tahun 2016 dilakukan dengan melihat
perkembangan pemanfaatan ekosistem gambut
III. Implementasi Kebijakan
di lapangan yang dominan dikuasai korporasi,
Perlindungan Gambut Pasca 2015
terutama yang memanfaatkan lahan konsesi
Gap atau permasalahan perlindungan sebagai Hutan Tanaman Industri (HTI), Hak
ekosistem gambut sebelum kejadian Penguasaan Hutan (HPH), perkebunan sawit,
karhutla 2015 terjadi pada pengawasan dan dan tambang. Revisi kebijakan juga dilakukan
implementasi kebijakan. Contohnya sebelum karena PP 71/2014 tumpang tindih dengan
2015 tidak ada kewajiban restorasi bagi bagi Permentan Nomor 14 Tahun 2009 yang justru
korporasi yang beraktifitas di lahan gambut. lebih menekankan pada eksploitasi gambut
Korporasi juga bisa memanfaatkan lahan pada (Suastha, 2016).
kubah gambut atau fungsi lindung. Setelah Melalui revisi kebijakan ini maka
2015, terjadi perubahan dimana korporasi perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI)
wajib melakukan restorasi, tertuang dalam dan perusahaan perkebunan kelapa sawit
Rencana Restorasi Ekosistem Gambut, selain yang terlanjur membuka lahan gambut dalam,
itu wajib mengikuti penerapan kriteria baku diwajibkan untuk melakukan restorasi,
kerusakan gambut baik pada fungsi lindung diawali dengan menyusun Rencana Restorasi
maupun budidaya. Ekosistem Gambut (KLHK, 2018). Kebijakan
Persoalan sebelum 2015 juga terletak pada PP 71/2014 jo PP 57/2016 juga dikeluarkan
pengawasan yang tidak melibatkan perangkat untuk memenuhi kebutuhan penegakan hukum
Pemerintah Daerah. Setelah 2015, pengawasan lingkungan guna menjaga ekosistem gambut
tata kelola gambut menjadi bagian dari yang sangat rentan terhadap karhutla. Dalam
pencegahan karhutla, dilakukan oleh satuan PP 71/2014 jo PP 57/2016 dijelaskan bahwa
tugas yang melibatkan perangkat Pemerintah perlindungan dan pengelolaan ekosistem
Daerah, termasuk penegakan hukum lintas gambut adalah upaya sistematis dan terpadu
instansi. Rehabilitasi lahan gambut pasca yang dilakukan untuk melestarikan fungsi
kebakaran tahun 2015 juga melibatkan peran ekosistem gambut dan mencegah terjadinya
serta masyarakat dalam bentuk kegiatan kerusakan ekosistem gambut. Dalam PP
padat karya. Pelibatan masyarakat menjadi 71/2014 jo PP 57/2016 soal gambut, juga
efektif untuk mencegah terjadinya kebakaran memuat unsur nilai 6 P, yaitu Perencanaan,
berulang di lokasi yang sama. Pemanfaatan, Pengendalian, Pemeliharaan,
Pasca kejadian karhutla tahun 2015, dari Pengawasan, dan Penegakan hukum (Afni,
hasil inventarisasi diketahui bahwa hampir 2021).
semua atau sekitar 23,96 juta ha lahan gambut Kerusakan ekosistem gambut dapat
mengalami kerusakan dengan tingkat ringan, terjadi pada ekosistem gambut dengan fungsi
sedang, berat dan sangat berat, sehingga lindung, dan juga pada ekosistem gambut
memerlukan prioritas pemulihan (KLHK, dengan fungsi budidaya. Karena itu PP
77
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 19 No. 2 November 2022: 71-84
57/2016 memuat koreksi kebijakan signifikan Implikasi berbagai kebijakan ini pada
terutama pada cara pencegahan (Pasal 22 A), perlindungan ekosistem gambut terlihat pada
penerapan kriteria baku kerusakan (KBK) baik meningkatnya ketaatan pemegang izin konsesi
di fungsi lindung maupun fungsi budidaya yang memasukkan pemulihan ekosistem
(Pasal 23), Penerapan Perijinan (Pasal 24 dan gambut dalam dokumen Rencana Kerja
Pasal 25), dan Larangan (Pasal 26). Tabel Tahunan (RKT) mereka dan terbangunnya
1 menunjukkan kebijakan atau peraturan infrastruktur perlindungan ekosistem gambut
turunan untuk menguatkan PP 57/2016 yang (Afni, 2021). Tabel 2 memuat data pemulihan
dikeluarkan Menteri LHK RI Siti Nurbaya. ekosistem gambut di lahan konsesi sampai
Kebijakan krusial melalui PP 71/2014 jo PP Desember 2020.
57/2016 adalah pasal yang mengatur tentang Sedangkan pemulihan kerusakan ekosistem
pemulihan. Pada Pasal 31 B ditegaskan bahwa gambut di lahan masyarakat dilakukan
terhadap areal perizinan usaha dan/atau melalui pengembangan Program Kemandirian
kegiatan terdapat gambut yang terbakar, maka Masyarakat, salah satunya melalui program
pemerintah mengambil tindakan penyelamatan Desa Mandiri Peduli Gambut sebagai program
dan pengambilalihan sementara areal bekas terpadu dengan pelibatan masyarakat sebagai
kebakaran. Pengambilalihan sementara areal aktor utama. Dalam konteks pembangunan
bekas kebakaran dilakukan untuk dilakukan berkelanjutan, program ini memandang
verifikasi oleh Menteri. Kemudian dipertegas masyarakat tidak lagi semata menjadi objek
pada Pasal 44, bahwa bagi pemegang izin atau sasaran program, melainkan harus ikut
yang melakukan pemanfaatan ekosistem terlibat dalam implementasi kebijakan secara
gambut dan melanggar ketentuan, maka akan terpadu (Kartasasmita, 1996).
dikenai sanksi administratif berupa paksaan Pengelolaan lahan gambut berkelanjutan
pemerintah sebagaimana dimaksud dalam tidak hanya bertujuan untuk mengembalikan
Pasal 40 Ayat (3) PP 71/2014. air dan vegetasi, tapi juga meningkatkan
78
Kebijakan Perlindungan Ekosistem Gambut di Indonesia: ..............(Afni Z., Triono D.H., &Vita Amelia)
Tabel 3. Restorasi Ekosistem Gambut Melalui Program Pemberdayaan Masyarakat ‘Desa Mandiri Peduli
Gambut’ Periode 2015-2020
Table 3. Peatland Ecosystem Restoration Through the Community Empowerment Program ‘Desa Mandiri Cares
for Peat’ for the 2015-2020 Period
79
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 19 No. 2 November 2022: 71-84
80
Kebijakan Perlindungan Ekosistem Gambut di Indonesia: ..............(Afni Z., Triono D.H., &Vita Amelia)
turun sebesar 52,8%. Setelah berbagai koreksi semakin banyak menarik minat dan pelibatan
kebijakan, Indonesia juga berhasil mengatasi para pihak di tingkat tapak, bilamana faktor
asap lintas batas, dan menjadi rujukan dunia sosial ekonomi seperti norma dan budaya
internasional dalam tata kelola gambut. setempat, dukungan tenaga kerja, dan pasar
Indonesia juga mencatatkan data deforestasi bagi produk akhir komoditas tersedia (Martin
terendah sepanjang sejarah pada tahun 2020 & Winarno, 2010).
(Afni, 2021). Kebijakan perlindungan ekosistem gambut
Keterlibatan secara kolektif dan konsep merupakan bagian dari koreksi kebijakan
restorasi lahan gambut di wilayah masyarakat (corrective policy) bidang lingkungan hidup
kemudian juga menjadi bagian dari transformasi dan kehutanan di Indonesia. Sedangkan
sosial. Meski sudah memiliki lembaga Badan keterlibatan masyarakat menjadi model
Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), pemberdayaan yang digunakan pemerintah
perlindungan dan pengelolaan ekosistem sebagai bentuk koreksi aksi (corrective
gambut tidak hanya mengandalkan program action) di tingkat tapak. Implementasi
pemerintah, melainkan dikerjakan secara kebijakan perlindungan gambut telah berjalan
bersama-sama atau team work dalam bentuk secara berkelanjutan dengan pelibatan
kerja pemberdayaan dengan tujuan untuk kelompok masyarakat. Pemulihan ekosistem
perbaikan ekonomi, sosial, dan lingkungan. gambut di kawasan konsesi ataupun lahan
Tujuan lainnya untuk perubahan perilaku masyarakat sampai saat ini masih berjalan
masyarakat. Ini merupakan inti dari konsep dengan keterlibatan kelompok masyarakat
pemberdayaan untuk memperhatikan unsur sebagai poros utama. Termasuk dalam
eksistensi masyarakat dan kebudayaannya, kegiatan pemulihan lingkungan melalui
serta unsur dari perubahan yang terjadi di program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)
masyarakat itu sendiri (Sumanto, 2009). Mangrove yang berlangsung sejak tahun
Koreksi kebijakan tata kelola gambut untuk 2020 oleh KLHK, dan dilanjutkan tahun 2021
pengendalian karhutla, telah disinkronisasi bersama dengan BRGM.
dengan pemberdayaan masyarakat melalui Tantangan tentu saja masih ada,
program perhutanan sosial. Masyarakat terlebih lagi masih adanya kebijakan yang
diberdayakan dan mengubah pola pemanfaatan mengizinkan masyarakat lokal untuk
hutan, dari yang tadinya hanya berorientasi membakar lahan minimal seluas 2 ha,
pada kayu, menjadi pola pemanfaatan masih lemahnya pemahaman masyarakat
Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK). Hal tentang penegakan hukum lingkungan, dan
ini mendukung studi terdahulu, yakni pemanfaatan teknologi untuk mengolah lahan
terdapat pola kontribusi pendapatan yang gambut. Keterlibatan para pihak diharapkan
mengikuti pola ketebalan gambut, dimana dapat menjadikan koreksi kebijakan yang
masyarakat yang dapat memanfaatkan lahan ada menjadi bagian dari cara hidup dan
gambut dengan maksimal akan memperoleh cara pandang manusia terhadap pentingnya
pendapatan yang bahkan lebih tinggi dari menjaga keberlanjutan ekosistem mereka
Upah Minimum Provinsi atau UMP (Irawanti sendiri. Dengan demikian maka tujuan dan
et al., 2017). amanat Pasal 28 H dan Pasal 33 UUD 1945
Melalui penguatan mekanisme koordinasi dapat terlaksana dengan baik, terutama untuk
multi instansi dengan kebijakan yang ada, mengoptimalkan pemanfaatan lahan gambut
maka karhutla semakin dapat dicegah tanpa meninggalkan aspek lingkungan, dan
terutama pada daerah rawan yang memiliki membangun konfigurasi bisnis baru yang bisa
banyak lahan gambut (Budiningsih, 2017). menjamin kekuatan sektor hulu, hilir, dan
Terlebih lagi rehabilitasi lahan gambut akan pasar untuk kesejahteraan masyarakat.
81
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 19 No. 2 November 2022: 71-84
IV. KESIMPULAN DAN SARAN hutan dan lahan dapat dikendalikan secara
permanen melalui implementasi kebijakan.
A. Kesimpulan
Pendampingan berkelanjutan pada masyarakat
Paradigma kebijakan perlindungan tata juga diperlukan untuk menemukan inovasi
kelola gambut di Indonesia mengalami pemulihan lingkungan, yang sekaligus juga
perubahan krusial pasca kejadian kebakaran dapat menjadi alternatif pemulihan ekonomi
hutan dan lahan tahun 2015. Pemerintah terutama di masa sulit pandemi Covid-19.
tidak hanya melakukan berbagai langkah
koreksi kebijakan (corrective policy), tapi UCAPAN TERIMA KASIH
juga melakukan koreksi aksi kerja lapangan (ACKNOWLEDGEMENT)
(corrective action) perlindungan ekosistem
Penelitian ini tidak dapat terealisasi
gambut untuk upaya pengendalian karhutla
tanpa bantuan dari para pimpinan dan
dengan mengedepankan upaya pencegahan
jajaran Kementerian Lingkungan Hidup dan
dan penegakan hukum. Selain itu jika
Kehutanan Republik Indonesia (KLHK RI),
sebelum tahun 2015 pemanfaatan gambut
para peneliti terdahulu, praktisi kebijakan di
lebih dominan berorientasi pada pertumbuhan
tingkat tapak, dan tentu saja dukungan dari
ekonomi, maka setelahnya orientasi kebijakan
Universitas Lancang Kuning Pekanbaru.
lebih mengarah pada pemanfaatan gambut
Untuk itu kami mengucapkan rasa terimakasih
berkelanjutan. Jika sebelum tahun 2015
dan penghargaan yang setinggi-tingginya.
penanggulangan karhutla lebih dominan
berorientasi pada kerja pemadaman, maka
setelah tahun 2015 arah kebijakan pemerintah DAFTAR PUSTAKA
mengedepankan upaya pencegahan, terutama
menjaga agar lahan gambut tetap basah. Afni. (2021). Koreksi kebijakan pengendalian
kebakaran hutan dan lahan di Indonesia-Analisis
Selain juga perencanaan dan pengawasan
kepemimpinan transglobal Menteri LHK Siti
yang lebih ketat untuk ekosistem gambut. Nurbaya Bakar. In J. A. Hakim, D. Triono (Ed.),
Kebijakan pemerintah pasca 2015, juga Buku Literatur. Damana Hikhaya.
disertai dengan pelibatan masyarakat melalui Agung Nugraha. (2021). Lingkungan hidup dan
perhutanan sosial. Orientasi utamanya adalah kehutanan menyatu aktualisasi kehutanan
pascakayu. Sebijak-Institute. Fkt. https://sebijak.
keseimbangan antara menjaga stabilitas
fkt.ugm.ac.id/2021/07/05/lingkungan-hidup-
ekonomi sektor kehutanan, sekaligus menjaga dan-kehutanan-menyatu-aktualisasi-kehutanan-
kualitas lingkungan. pascakayu/.
Akbar, A. (2017). Cara baru pencegahan kebakaran
B. Saran hutan rawa gambut melalui pendekatan
Dengan area yang masih begitu luas silvikultur. 1055–1066.
untuk direhabilitasi sebagai dampak lain dari Amin, I. (2018). Pertanggungjawaban korporasi dalam
tindak pidana lingkungan hidup. Jurnal IUS
'keterlanjuran kebijakan' masa lalu, pemulihan
Kajian Hukum dan Keadilan, 6(2), 259. https://
ekosistem gambut memerlukan peran serta doi.org/10.29303/ius.v6i2.558.
aktif dan kontribusi multistakeholders sampai Asteriniah, F., & Sutina, S. (2018). Implementasi
ke tingkat tapak. Berbagai upaya pemulihan, kebijakan pengendalian kebakaran hutan dan
pemanfaatan, dan perlindungan lahan lahan gambut di Ogan Komering Ilir. Jurnal
Abdimas Mandiri, 1(2). https://doi.org/10.36982/
gambut harus dilihat sebagai satu kesatuan
jam.v1i2.338.
ekosistem utuh dalam satu landscape. Untuk Baskoro, B. C., Kusmana, C., & Kartodihardjo, H.
itu perlu meningkatkan sosialisasi kebijakan, (2018). Analisis kebijakan pengelolaan dan
keterkaitan antar kebijakan, dan pendampingan budidaya ekosistem gambut di Indonesia:
masyarakat terkait pemanfaatan lahan gambut, Penerapan pendekatan advocacy coalition
framework. Jurnal Sosial Humaniora, 11(2).
sehingga bencana musiman kebakaran
82
Kebijakan Perlindungan Ekosistem Gambut di Indonesia: ..............(Afni Z., Triono D.H., &Vita Amelia)
83
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol. 19 No. 2 November 2022: 71-84
Selatan. Pengembangan Ilmu dan Teknologi Education, Humaniora and Social Sciences
Pertanian Bersama Petani Lokal Untuk (JEHSS), 3(3). https://doi.org/10.34007/jehss.
Optimalisasi Lahan Suboptimal, October. v3i3.508.
Martin, E., & Winarno, B. (2010). Peran parapihak Sitorus, T., & Maryam, R. (2018). Politik hukum
dalam pemanfaatan lahan gambut; studi kasus pengelolaan lahan gambut di indonesia. Jurnal
di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Legislasi Indonesia, 15(3),197-209.
Selatan. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan, Suastha, R. D. (2016). Penanganan krisis lahan
7(2), 81–95. https://doi.org/10.20886/ gambut perlu libatkan masyarakat adat.
jakk.2010.7.2.81-95. cnnindonesia.com. https://www.cnnindonesia.
Masganti, Anwar, K., & Susanti, M. A. (2017). Potensi com/nasional/20160625181456-20-140888/
dan Pemanfaatan Lahan Gambut Dangkal untuk penanganan-krisis-lahan-gambut-perlu-libatkan-
Pertanian. Jurnal Sumberdaya Lahan, 11(1), masyarakat-adat.
43–52. Sumanto, S. E. (2009). Kebijakan pengembangan
Mirza, D. (2018). Kebijakan hukum penataan ruang perhutanan sosial dalam perspektif resolusi
kawasan hutan yang berkepastian hukum di konflik. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan,
provinsi Riau. Aktualita (Jurnal Hukum), 1(1). 6(1), 13–25.
https://doi.org/10.29313/aktualita.v1i1.3712. Susilo, Y. S., & Nairobi, N. (2019). Dampak perhutanan
mutuinstitute. (2021). Aturan hukum di Indonesia yang sosial terhadap pendapatan masyarakat. ISEI
mengatur pemanfaatan lahan gambut. Https:// Economic Review, 3(1), 16–27. http://jurnal.
Mutuinstitute.com/. https://mutuinstitute.com/ iseibandung.or.id/index.php/ier/article/view/77
post/aturan-hukum-pemanfaatan-lahan-gambut/. Syahadat, E., & Subarudi, S. (2012). Permasalahan
Diakses pada tanggal 10 Oktober 2021. penataan ruang kawasan hutan dalam rangka
Napitupulu, S., & Mudiantoro, B. (2015). Pengelolaan revisi rencana tata ruang wilayah provinsi. Jurnal
sumber daya air pada lahan gambut. Civil Analisis Kebijakan Kehutanan, 9(2), 131–143.
Enginereering, 2012, 978–979. https://doi.org/10.20886/jakk.2012.9.2.131-143
Nugraha, I. (2019). Kebijakan setop izin hutan dan Trinirmalaningrum, Dalidjo, N., R.Siahaan, F.,
gambut bakal permanen, ini catatan organisasi Widyanto, U., Achsan, I. A., Primandari, T., &
lingkungan. Mongabay.co.id. https://www. Wardana, K. W. (2016). Di balik tragedi asap
mongabay.co.id/2019/07/19/kebijakan-setop- catatan kebakaran hutan dan lahan 2015. The
izin-hutan-dan-gambut-bakal-permanen-ini- Asia Foundation. https://programsetapak.org/
catatan-organisasi-lingkungan/. wp-content/uploads/2016/11/Dibalik-Tragedi-
Parsaulian, B. (2020). Analisis kebijakan dalam upaya Asap.compressed.pdf.
penegakan hukum lingkungan hidup di Indonesia. Trubus. (2019). Sebar teknik agroforestry, petani ini
Jurnal Reformasi Administrasi, 7, 56–62. tuai panen di lahan gambut tanpa membakar.
Pusaka. (2014). Briefing paper: Evaluasi tiga tahun kumparan.com. https://kumparan.com/trubus-
kebijakan moratorium dan perlindungan id/sebar-teknik-agroforestry-petani-ini-tuai-
ekosistem gambut Indonesia. https://pusaka. panen-di-lahan-gambut-tanpa-membakar-
or.id/2014/05/briefing-paper-evaluasi-tiga- 1rhlVP5FdyL. Diakses pada tanggal 10
tahun-kebijakan-moratorium-dan-perlindungan- November 2020.
ekosistem-gambut-indonesia/. Wahyunto, Nugroho, K., & Fahmuddin, A. (2014).
Radius, D. B. (2012). Rehabilitasi lahan gambut di Perkembangan pemetaan dan distribusi lahan
Kalteng dimulai Juni. Kompas.com. https:// gambut di Indonesia. Lahan Gambut Indonesia
sains.kompas.com/read/2012/04/24/23312290/ (Pembentukan, Karakteristik, dan Potensi
rehabilitasi.lahan.gambut.di.kalteng.dimulai. Mendukung Ketahanan Pangan), 2011.
juni. Wanaaksara. (2014). Darurat hutan indonesia,
Ritung, S., Wahyunto, K. Nugroho, Sukarman, mewujudkan arsitektur baru kehutanan
Hikmatullah, Suparto, dan C. T. (2011). Peta Indonesia. Tangerang: Wana Aksara.
lahan gambut Indonesia skala 1:250.000. Balai Wayne Parsons. (2001). Public policy, pengantar teori
Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya dan praktik analisis kebijakan (Edisi 1 Ce).
Lahan Pertanian. Jakarta: Kencana.
Saharjo, B. H. (2017). Pemanfaatan lahan gambut dan Yungan, A., & Saharjo, B. H. (2014). Pengaruh
emisi gas rumah kaca. IPB Press. kebijakan dalam upaya pengendalian kebakaran
Sarah, Y. Y. (2021). Implementasi kebijakan hutan dan lahan terhadap penurunan emisi gas
penanggulangan kebakaran lahan gambut di rumah kaca. Jurnal Silvikultur Tropika, 5(2),
Indonesia: Konflik pelaksanaan restorasi lahan 124–130.
kawasan hutan tanaman industri. Journal of
84