Anda di halaman 1dari 8

PROPOSAL

EFEKTIVITAS BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH (BPBD)


SUMATERA SELATAN DALAM MENANGGULANGI KARHUTLA DI
KABUPATEN BANYUASIN.

Disusun Oleh :

Nama : Fatin Nada Aqilah

NPM : 2020610002

Mata Kuliah : Metodologi Ilmu Pemerintahan

Dosen Pengampu : Sanny Nofrima,S.IP,.M.IP

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU


PEMERINTAHAN DAN BUDAYA UNIVERSITAS INDO GLOBAL
MANDIRI TAHUN 2023/2024
Daftar Isi

Kata Pengantar
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebakaran hutan dan lahan (kahutla) di Indonesia merupakan masalah klasik yang
selama ini menjadi perhatian pemerintah, operator dan peneliti. Selama masa jabatan
Sekretaris Tenaga Kerja, keselamatan kebakaran adalah salah satu program prioritas di
bawah program prioritas Perawatan Kesehatan. Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi
selama dua dekade terakhir merupakan fenomena kebakaran yang sulit diatasi karena
kurangnya tindakan kepolisian terhadap pihak yang menyebabkan kebakaran hutan dan
sulitnya melacak pihak yang menyebabkan kebakaran hutan. Kebakaran hutan tidak hanya
disebabkan oleh ulah manusia tetapi juga oleh faktor alam, antara lain pengaruh El Niño
yang menyebabkan kekeringan berkepanjangan sehingga tanaman menjadi layu. Tumbuhan
kering berpotensi menjadi penyulut jika sengaja atau tidak sengaja terkena percikan api dari
luka bakar lainnya (Agustiar et al. 2019) dalam (Ramadhi et al., 2021).
Efektivitas merupakan pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah
yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan jumlah barang atas jasa
kegiatan yang dijalankannya (Ekonomi & Hasanuddin, 2012) efektivitas menunjukan
keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil kegiatan
semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi efektivitasnya. Menurut Abdurahmat,
efektivitas merupakan pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu
yang ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah pekerjaan tepat pada waktunya
(Luthfi, 2019).
BPBD ( Badan Penyalanggunaan Bencana Daerah ) berupaya untuk membantu
masyarakat dalam penanggulangan kebakaran (Megawaty et al., 2017). Saat ini BPBD
Kabupaten Banyuasin dan pemerintah kota telah aktif melakukan penanggulangan sesuai
dengan kewenangannya. Namun kendalanya adalah belum adanya sistem informasi yang
mengontrol akses informasi khususnya berupa informasi lokasi bencana, sehingga pada saat
BPBD Kabupaten Banyuasin atau pemerintah kota melakukan tindakan preventif atau
penyelamatan tidak memiliki akurasi informasi yang tinggi. dan akhirnya menimbulkan
kesan slow di mata penonton. Jika melihat fakta, tanah ambles dan kebakaran merupakan
bencana alam yang sering terjadi di Kabupaten Banyuasin. 
Berbagai tindakan sedang dilakukan untuk memerangi kebakaran hutan dan lahan:
pencegahan, pemadaman kebakaran dan pasca kebakaran. Partisipasi masyarakat didorong
untuk berpartisipasi dalam pemadaman kebakaran kota (Budiningsih et al., 2020) dapat
berfungsi sebagai sumber informasi untuk deteksi kebakaran dan operasi alarm kebakaran.
Baru-baru ini, kebakaran hutan telah menarik perhatian internasional sebagai masalah
lingkungan dan ekonomi, terutama setelah bencana El Niño (ENSO) 1997-98 yang
menghancurkan 25 juta hektar hutan di seluruh dunia (FAO 2001; Rowell dan Moore 2001)
dalam (Anggraini & Agustian, 2021). Kebakaran hutan menimbulkan dampak negative
seperti kerusakan ekologis, keanekaragama hayati, mikro dan perubahan iklim global,
pengurangan nilai ekonomi hutan dan produktivitas tanah, dan pengembangan asap
berbahaya (Ikhwan 2016; Maullana dan Darmawan 2014) dalam (Prasetia et al., 2020).
Adapun Kebakaran di rawa dan hutan gambut disebabkan oleh perpaduan tiga unsur
pembentuk api, yaitu bahan bakar, oksigen, dan panas. Musim kemarau yang kering dan
panas, kondisi alam dan perilaku manusia dalam penggunaan api menjadikan kebakaran
hutan sebagai masalah yang kritis. Lahan gambut tropis memiliki karakteristik fisik dan
kimia yang luas, baik secara spasial maupun vertikal  (Nugraheni & Pangaribuan, 2008).
Karakteristiknya sangat ditentukan oleh ketebalan, kematangan gambut, substrat atau tanah
mineral di bawah gambut dan apakah diperkaya oleh aliran sungai di sekitarnya.
Karakteristik lahan harus dijadikan acuan arah pemanfaatan gambut untuk mencapai
produktivitas yang tinggi dan berkelanjutan. Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990
menetapkan gambut dengan ketebalan >3 m sebagai kawasan lindung. Karena semakin tebal
lapisan gambut, semakin rapuh gambut tersebut. 
Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Musi Banyuasin Nomor 18 Tahun 2021 tentang
Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan bahwasanya hutan dan lahan
merupakan sumber daya alam yang sangat potensi untuk dimanfaatkan bagi pembangunan di
kabupaten dan juga sebagai penyangga ekosistem yang kondisinya terus menurun akibat
eksploitasi sehingga perlu dijaga kelestarian serta dikelola dengan baik guna menunjang
pembanguanan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Dalam peraturan ini diatur
mengenai Ketetuan Umum,Pencegahan kebakaran Hutan dan Lahan,Penanggulangan
Kebakaran dan Lahan,Penganan pasca kebakaran hutan dan lahan,peningkatan kesadaran
masyarakat,Pembinaan dan pengawasan,pelaporan ,pendanaan ,penyidik,ketentuan
pidana ,ketentuan penutup. Studi tentang Efektivitas Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) Sumatera Selatan Dalam Menanggulangi Karhutla Di Kabupaten Banyuasin juga
dikaji oleh para sarjana ( Denni Prasetia1 , Lailan Syaufina ) Berdasarkan studi tersebut
banyak yang melakukan menitik beratkan adanya Efektivitas Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Selatan Dalam Menanggulangi Karhutla Di Kabupaten
Banyuasin (Prasetia et al., 2020).

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah akan dipakai sebagai dasar untuk penentuan teori yang akan
digunakan; Selain itu juga sebagai arah dalam menentukan judul penelitian, sebagai arah
dalam menentukan metode penelitian dan sebagai arah dalam menentukan jenis penelitian
(Slameto, 2015). Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah pada penelitian
ini adalah sebagai berikut:

No VARIABLE INDIKATOR SUB INDIKATOR


1. 1. Sumber daya manusia 1. Siapa yang
2. Sarana dan prasarana menjadi SDM
3. Barang dan jasa pada

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan ungkapan sasaran yang akan dicapai dalam suatu
penelitian. Tujuan penelitian harus dinyata-kan dengan kongkrit, jelas dan ringkas dan
dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan. Isi dan rumusan tujuan penelitian harus
mengacu pada rumusan masalah penelitian (Nikmatur, 2017). Tujuan penelitian merupakan
rumusan kalimat yang menunjukkan adanya suatu hal yang diperoleh setelah penelitian
selesai. Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Mengetahui masalah dari latar belakang yang dibuat dalam karhutlah di banyuasin
dan peran ( BPBD ) dalam menanganai karhutlah tersebut.
1.4 Manfaat Penelitian
Semua orang yang terlibat harus mendapat manfaat dari penelitian ini referensi langsung
atau tidak langsung ke geografi langsung Terutama dalam penelitian tentang
karhutlah. Manfaat khusus yang diharapkan oleh penulis adalah: 
1. Manfaat Teoritis
a. Menambah literatur mengenai Efektivitas Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD) Sumatera Selatan Dalam Menanggulangi Karhutla Di Kabupaten
Banyuasin.
b. Memberikan sumbangan ilmiah yang bermanfaat untuk ilmu pengetahuan,
khususnya untuk di bidang bencana (BPBD) dalam menanggulangi karhutlah di
banyuasin.
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini diharapkan agar dapat menjadi bahan pertimbangan untuk (BPBD)
dalam menanggulangi bencana kebakaran hutan dan lahan di daerah banyuasin.
b. Menginformasikan masyarakat tentang kebakaran hutan Efek yang dapat
merugikan masyarakat sehingga masyarakat mengharapkannya kesadaran
lingkungan dan kelestarian hutan.
Masalah yang dibatasi, selanjutnya dirumuskan. Rumusan masalah
haruslah memperhatikan 3 (tiga) aspek yaitu :
1. Substansi : rumusan masalah dilihat dari segi bobot atau kegunaan, faktor
penyebab dan upaya mengatasinya serta hal yang orsinal.
2. Formulasi : rumusan masalah disajikan dalam bentuk pertanyaan, meskipun
tidak dilarang dalam bentuk pernyataan.
3. Teknis : rumusan masalah mempertimbangkan kemampuan dan kelayakan
peneliti terhadap masalah yang diteliti.

Baru-baru ini, kebakaran hutan telah menarik perhatian internasional sebagai masalah
lingkungan dan ekonomi, terutama setelah bencana El Niño (ENSO) 1997-98 yang
menghancurkan 25 juta hektar hutan di seluruh dunia.  (FAO 2001; Rowell dan Moore 2001)
dalam (Anggraini & Agustian, 2021).
Berdasarkan informasi Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup Republik
Indonesia, hingga akhir tahun 2019, sekitar 1.649.258 hektar hutan dan lahan di Indonesia
telah terbakar akibat bencana kebakaran hutan dan lahan ini. Provinsi Sumatera Selatan
menjadi provinsi  dengan Luas kebakaran hutan dan lahan terluas di Indonesia mencapai
336.798 ha, dimana sekitar 136.875 ha merupakan lahan gambut (RAMADHI, 2021).
(RAMADHI, 2021) Lahan gambut meliputi area seluas 400 juta hektar di seluruh dunia
dan menyimpan lebih dari 500 miliar ton karbon. Sepuluh persen lahan gambut dunia, yang
menyimpan 191 miliar ton karbon, berada di daerah tropis. Asia Tenggara mencakup 60 dan
memiliki luas sekitar 25 juta hektar. Dengan luas 21 juta hektar, Indonesia terbagi menjadi
Sumatera (7,2 juta hektar), Kalimantan (5,8 juta hektar) dan Papua (8,0 juta hektar),
setidaknya 3 juta hektar lahan gambut di Indonesia telah terdegradasi dan diubah antara
tahun 1987 dan 2000. Dalam sepuluh tahun terakhir lahan gambut telah dikeringkan dan
dikembangkan untuk perkebunan kelapa sawit dan hutan. Pada tahun 2000-2005, 89.251 ha
lahan rawa dibuka di Sumatera dan 9.861 ha di Kalimantan per tahun. Hilangnya hutan rawa
terjadi pada kedalaman 2-4 m dan 4-8 m pada rawa yang sangat dalam (IFCA, 2007) ini
menghasilkan emisi rumah kaca yang signifikan. 
. (Wibowo 1995) mengatakan bahwa kondisi iklim sulit untuk diubah, oleh karena itu
penekanan potensi bahan bakar dalam pemadaman kebakaran/fire suppression merupakan
salah satu prioritas upaya pengelolaan hutan. Tentunya mengingat pada musim kemarau
serasah lantai hutan yang layu dan mengering mudah terbakar, semua ini menjadi sarana
yang efektif untuk menyebarkan api dan merusak hutan yang bernilai ekonomis (Wardoyo et
al., 2017).

Anda mungkin juga menyukai