Oleh
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan hutan merupakan suatu cara untuk mengetahui kondisi kestabilan dan
Juknys (1998) Pertumbuhan dan produksi hutan dianggap sebagai indikator yang
sangat penting untuk mencerminkan kondisi umum dan kesehatan hutan. Hutan
ekosistem hutannya dari segala macam bentuk gangguan seperti hama penyakit,
serangga atau yang berasal dari pemanenan dan teknik silvikultur yang kurang
penting yang dialami dunia kehutanan saat ini. Berbagai kegiatan manusia dalam
gangguan ini berdampak terhadap kualitas kesehatan hutan yang dikelola oleh
merupakan titik kunci untuk kebijakan lingkungan dan untuk pengelolaan sumber
daya lingkungan karena merupakan kontrol tingkat kesehatan hutan agar hutan
dapat berjalan dengan tetap mempertahankan prinsip-prinsip kelestarian
kesehatan hutan di area kelola Tahura ini yaitu indikator ekologis dengan melihat
vitalitas yang diukur berdasarkan parameter kerusakan pohon dan kondisi tajuk,
B. Tujuan Praktikum
hutan.
berbagai indikator.
kesehatan hutan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kesehatan Hutan
Kimmins (1997) dalam Sumardi dan Widyastuti (2004) menekankan bahwa hutan
yang sehat terbentuk apabila faktor-faktor biotik dan abiotik dalam hutan tersebut
tidak menjadi faktor pembatas dalam pencapaian tujuan pengelolaan hutan saat ini
maupun masa akan datang. Kondisi hutan sehat ditandai oleh adanya pohon-
pohon yang tumbuh subur dan produktif, akumulasi biomasa dan siklus hara
Menurut Sumardi dan Widyastuti (2004), pendapat para ahli tentang kesehatan
dengan pola penutupan vegetasi dalam kisaran kondisi-kondisi ekologi yang luas,
sedangkan kesehatan hutan lebih menekankan pada kondisi suatu tegakan dalam
input, atau rasio antara hasil produk dengan total sumberdaya yang digunakan.
produktivitas merupakan nisbah atau rasio antara hasil kegiatan dan segala
yang digunakan pada seluruh kegiatan produksi. Salah satu kegiatan produksi ada
mengukur hasil hutan non kayu dan hasil hutan kayu. Pengukuran produktivitas
Salah satu indikator kelestarian hutan adalah hutan yang mampu menjalankan
seluruh fungsi-fungsinya dengan baik. Slaah satu fungsi hutan adalah fungsi
Bidang dasar dilihat melalui penampang melintang suatu batang pohon yang
diukur setinggi dada. Luas bidang dasar diukur berdasarkan diameter pohon.
Diameter batang pohon adalah dimensi pohon yang paling mudah diukur karena
terletak di bagian bawah pohon. Permasalahan yang timbul adalah bentuk batang
pohon yang tidak sepenuhnya silindris sempurna, akan tetapi semakin mengecil
diameter setinggi dada (dbh) yaitu setinggi 1,3 m atau dalam satuan
internasionalnya 4,3 feet (kaki) diatas pangkal batang (Safei dkk., 2016).
Pengambilan data LBDS dilakukan paada sleuruh tumbuhan pada fase pohon.
adalah fase semai yang dicirikan tingginya dibawah 1,5 m. fase selanjutnya adalah
fase pancang yaitu tumbuhan (pohon) dengan tinggi lebih dari 1,5 m dan diameter
kurang dari 10 cm. adapun tumbuhan dengan diameter 10- <20 cm dikategorikan
sebagai tiang. Sedangkan fase pohon adalah tumbuhan yang memiliki diameter
pohon atau tegakan (diameter, tinggi dan LBDS) dan hubungan kuantitatif antar
untuk mengetahui volume tegakan hutan (Safei dkk., 2016). Penaksiran volume
pohon yang masih berdiri merupakan langkah awal untuk menghitung hasil akhir
dalam inventarisasi hutan. Target yang lebih penting adalah menaksir volume
tegakan. Volume tegakan merupakan jumlah volume pohon yang terdapat di suatu
areal hutan. Konsep ini berlaku bila sampel yang diambil merupakan individu
pohon. Untuk kepentingan pengelolaan hutan yang perlu diketahui bukan hanya
volume tegakan yang ada sekarang saja, tetapi juga pertimbangan tegakan tersebut
di masa yang akan datang khususnya selama jangka waktu perencanaan (Safei
dkk., 2016).
C. Biodiversitas Hutan
Biodiversitas menurut Sutoyo, (2010) adalah suatu istilah yang mencakup semua
habitat; variasi antara spesies yang berbeda; dan variasi genetik dalam spesie
meliputi flora dan fauna. Beraneka ragam jenis memiliki perilaku, strategi hidup,
bentuk, rantai makanan, ruang dan juga ketergantungan antara jenis satu dengan
kestabilan lingkungan yang mantap. Salah satu komponen hayati yang ada
pada seluruh makhluk hidup yang ada di hutan, maka keanekaragaman pohon
adalah semua jenis-jenis yang ada didalam hutan. Hutan alam cenderung secara
Keanekaragaman jenis tanaman yang tinggi membantu hutan untuk tetap menjaga
keseimbangan ekologi (Safei dkk., 2016). Kajian kelestarian hutan tidak akan
komunitas pohon yang ada didalam hutan, berarti mempelajari tentang struktur
dan komposisinya. Struktur dan komposisi komunitas dapat menjelaskan
keanekaragaman spesies yang ada didalam hutan. Terdapat beberapa alasan dasar
ekologi dan heterogenitas spasial, temporal dan trofik (Safei dkk., 2016).
dan indeks dominansi (Odum, 1998). Soekotjo dan Sutisna, (2001) dalam
spesies.
D. Kerusakan Pohon
Pohon dikatakan sehat atau normal ketika pohon tersebut masih dapat
2010). Kerusakan pohon terjadi bila organ-organ dalam tubuh pohon tidak dapat
kerusakan fisik yang dapat dilihat secara langsung, misalnya pohon layu, daun
Pohon memiliki bagian-bagian yang mencirikan pohon tersebut, mulai dari ujung
bawah pohon hingga pucuk/ujung pohon. Pada setiap bagiannya memiliki fungsi
Tajuk pohon merupakan bagian dari suatu pohon mulai dari tinggi batang bebas
cabang hingga ujung pohon. tajuk pohon adalah bagian batang dari diameter
ujung minimal tertentu hingga ke pucuk. Menurut McMahon (2016) bahwa tajuk
pohon adalah bagian tanman yang berada diatas permukaan tanah, termasuk
setiap wilayah hutan mempunyai karakteristik ekosistem yang spesifik atau khas.
Secara umum PHL harus memperhatikan keadaan khusus biofisik hutan, keadaan
kesehatan ekosistem hutan. Selain itu juga penting dilakukan sebagai dasar
tentang kesehatan hutan. Pertama adalah kesehatan hutan dilihat dari sudut
pandang “penyakit” atau “kerusakan” lahan. Hutan dikatakan tidak sehat jika
dikatakan sehat apabila faktor-faktor biotik maupun abiotik yang ada dihutan
tidak mengancam pemenuhan kebutuhan manusia pada masa sekarang dan yang
akan dating. Hal ini menu njukan bahwa hutan dikatakan sehat jika hasil
Ketiga adalah hutan yang sehat dilihat dari perspektif “ekosistem”. Pada sudut
berlangsung baik).
Program kesehatan hutan dengan mendasarkan pada penaksiran resiko dan sistem
2011). Kendati saat ini telah diterapkan peraturan tentang kesehatan tumbuhan
global dan standar untuk lalu lintas tanaman dan hasil hutan, namun banyak
secara terintegrasi, perlu disusun suatu sistem kerangka kerja yang bersifat
hutan atau kerusakan oleh hama dan penyakit yang tidak diinginkan (Leech et al.,
2011).
untuk melindungi tegakan dari kerusakan. Hutan yang sehat akan menjamin
keamanan investasi, sehingga keamanan produksi dan fungsi hutan yang lain
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah tegakan vegetasi pohon di areal
kawasan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman. Sedangkan alat yang
plastik mika warna, tally sheet, alat tulis, pita meter, haga meter dan kamera.
B. Cara Kerja
Cara kerja yang dilakukan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Melakukan penentuan titik ikat plot berupa bentuk-bentuk fisik seperti pohon,
2. Membidik titik pusat plot 1 dari titik ikat dengan radius dan azimut tertentu
(bebas).
4. Membuat annular plot dengan cara menarik jari-jari sejauh 17,95 m dari titik
6. Membuat mikroplot dengan cara menarik tali rafia (meteran) sejauh 3,66 m
7. Membidik titik pusat Plot 2 dari titik pusat Plot 1dengan radius 36,6 m dan
azimut 36°.
9. Membuat annular plot dengan cara menarik jari-jari sejauh 17,95 m dari titik
10. Membuat sub plot dengan cara menarik jari-jari jauh 7,32 m dari titik pusat
11. Membuat mikroplot dengan cara menarik tali rafia (meteran) sejauh 3,66 m
12. Membidik titik pusat Plot 3 dari titik pusat Plot 1dengan radius 36,6 m dan
azimut 120°.
13. Mengambil koordinat titik pusat Plot 3 mennggunakan bantuan GPS dan
14. Membuat annular plot dengan cara menarik jari-jari sejauh 17,95 m dari titik
15. Membuat sub plot dengan cara menarik jari-jari jauh 7,32 m dari titik pusat
16. Membuat mikroplot dengan cara menarik tali rafia (meteran) sejauh 3,66 m
azimut 240°.
18. Mengambil koordinat titik pusat Plot 4 mennggunakan bantuan GPS dan
19. Membuat annular plot dengan cara menarik jari-jari sejauh 17,95 m dari titik
20. Membuat sub plot dengan cara menarik jari-jari jauh 7,32 m dari titik pusat
21. Membuat mikroplot dengan cara menarik tali rafia (meteran) sejauh 3,66 m
1. Dari pusat sub-plot 2 diambil jarak 9,2 m dengan azimut 180° tandai plot
2. Dari pusat sub-plot 3 diambil jarak 9,2 m dengan azimut 300° tandai plot
3. Dari pusat sub-plot 4 diambil jarak 9,2 m dengan azimut 60° tandai plot
1. Membuat Klaster Plot yang terdiri dari Annular Plot , Sub Plot dan mikroplot.
a. Membidik pohon terdekat dari titik pusat Plot 1/2/3/4 dimulai dari azimut
dari azimut 0° menuju azimut 360°.dengan jarak terdekat dari titik pusat
Plot 1/2/3/4.
Plot.
1. Membuat Klaster Plot yang terdiri dari Annular Plot , Sub Plot dan mikroplot.
kerusakan pohon dan dicatatkan pada tally sheet berdasarkan kode lokasi
kerusakan.
seperti yang terurai dalam tabel tipe kerusakan dan dicatatkan pada tally
kerusakan (IK).
pohon.
a. Rasio tajuk hidup (live crown ratio-LCR), yaitu nisbah panjang batang
matahari yang tertahan oleh tajuk yang tidak mencapai permukaan tanah.
ataucabang dan ranting yang baru saja mati dimana bagian yang mati
tanah.
at
Tabel 1. Kriteria kondisi tajuk (Anderson et al. 1992 dalam Putra 2004)
Klasifikasi
Parameter
Baik (nilai 3) Sedang (nilai 2) Jelek (nilai 1)
Nisbah Tajuk Hidup >40% 20‒35% 5‒15%
Kerapatan Tajuk >55% 25‒50% 5‒20%
Transparansi Tajuk 0‒45% 50‒70% >75%
Dieback 0‒5% 10‒25% >30%
Diameter Tajuk >10.1 m 2.5‒10 m <2.4
Plot.
4. Menghitung dan mencatat jumlah semai yang ada pada areal mikroplot
5. Mengukur diameter pohon pada area sub plot dan annular plot menggunakan
puta meter.
1. Mengambil sampel tanah pada 3 (tiga) buah tiitk berbentuk lingkaran yang
berdiameter 15cm.
A. Hasil
1 10 8 10 1
2 1 8 7 10
3 4 10 4 10
4 2 1 1 10
Tabel 10. Hasil Nilai Akhir Kondisi Kesehatan Hutan Berdasarkan Masing-
Masing Indikator.
4 Kerusakan
3.2 Tajuk 0.23
3 4.46 Sedang
4 6.95 Baik
B. Pembahasan
Praktikum ini dilaksanakan pada bulan Maret 2019 berlokasikan di Taman Hutan
Raya Wan Abdul Rachman tepatnya di Arboretum III. Lokasi praktikum berada
pada ketinggian 1700 mdpl. Dari pengamatan yang telah dilaksanakan diketahui
Argoforestri, dengan berbagai macam jenis vegetasi pohon diantaranya ada Karet,
Durian, Alpukat, kakao dan kopi dengan jarak penanaman sekitar 4-5 meter.
Penilaian kesehatan hutan pada wilayah ini diawali dengan pembuatan klaster plot
terlebih dahulu dengan model FHM, pembuatan klaster plot pada pelaksanaan
praktikum ini dilakukan sebanyak 1 klaster yang terdiri dari 4 plot berupa Annular
plot, subplot, dan microplot. Pada Annular plot kita mengamati dan mengambil
data sesuai dengan 4 indikator yang digunakan sebagai tolak ukur penilaian
Tajuk Pohon, serta kualitas tapak yang masing masing indikator nya memiliki
Pada Indikator Produktivitas, setiap individu pohon dalam plot diukur diameter,
tinggi, serta volumenya. Dimana diketahui volume terbesar terletak pada plot 1
keanekaragaman hayati berupa pohon yang berada dalam suatu plot dimana pada
plot yang telah dibuat , biodeversitas nya didominasi oleh pohon Karet (Hevea
brasiliensis). Selain Karet, didapati jenis vegetasi lain seperti pohon alpukat,
Jeruk, durian dan Kemiri. Dengan nilai H’ tertinggi atau yang memiliki
keanekaragaman hayati terletak pada plot 1 dengan nilai 0,36. Sedangkan pada
dapat diamati seperti kanker, pink disesae, luka terbuka, kematian pucuk, daun
Diketahui bahwa pada area kelola Tahura WAR di Arboretum III yang didominasi
kerusakan pohon dan kerusakan tajuk, didapati bahwa area tersebut memiliki nilai
kesehatan hutan yang buruk , hal ini dikarenakan banyak sekali pohon pohon
terserang penyakit hal tersebut disebabkan kurangnya pengawasan dalam
pengelolaan serta kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh para petani lahan
garapan hutan tersebut dalam mengelola lahan milik mereka. Dengan adanya data
ini diharapkan para pemilik lahan dapat melakukan hal-hal yang dapat
kualitas tapak.
3. Berdasarkan nilai skor, hasil nilai akhir, nilai ambang batas dan status
yang erat satu sama lain yang mampu menggambarkan kondisi kesehatan
hutan. Melalui indikator yang ada, diperoleh data dan informasi kondisi
Karsa. 2007. Inisiatif Lokal Dalam Mozaik Kehutanan Indonesia. SGP PTF
UNDP EC SEAMEO SEARCA. Yogyakarta.