Anda di halaman 1dari 31

PENILAIAN KESEHATAN HUTAN DI WILAYAH TAMAN HUTAN

RAYA WAN ABDUL RACHMAN

(Laporan Praktikum Kesehatan Hutan)

Oleh

Agung Yoga Pangestu


1614151044

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan hutan merupakan suatu cara untuk mengetahui kondisi kestabilan dan

kemampuan ekosistem hutan dalam menjalankan fungsinya. Fungsi -fungsi dari

ekosistem hutan tersebut berkaitan dengan fungsi lindung, konservasi dan

produksi tergantung dengan fungsi kawasan yang telah ditetapkan. Menurut

Juknys (1998) Pertumbuhan dan produksi hutan dianggap sebagai indikator yang

sangat penting untuk mencerminkan kondisi umum dan kesehatan hutan. Hutan

yang sehat akan mampu mengemban fungsinya dengan tetap mempertahankan

ekosistem hutannya dari segala macam bentuk gangguan seperti hama penyakit,

serangga atau yang berasal dari pemanenan dan teknik silvikultur yang kurang

baik (Safei, 2014)

Menurut Safe’i (2018) Kualitas kesehatan hutan dirasakan sebagai masalah

penting yang dialami dunia kehutanan saat ini. Berbagai kegiatan manusia dalam

melakukan pengelolaan hutan memberikan gangguan terhadap hutan. Gangguan-

gangguan ini berdampak terhadap kualitas kesehatan hutan yang dikelola oleh

manusia. Menurut Ferreti (1996), Penilaian dan pemantauan kesehatan hutan

merupakan titik kunci untuk kebijakan lingkungan dan untuk pengelolaan sumber

daya lingkungan karena merupakan kontrol tingkat kesehatan hutan agar hutan
dapat berjalan dengan tetap mempertahankan prinsip-prinsip kelestarian

pengelolaan hutan (Safei, 2018). Forest Health Monitroring (FHM) merupakan

sebuah metode pemantauan kesehatan hutan menggunakan indikator-indikator

ekologis (Ambrose, 2007). Indikator yang digunakan dalam praktikum penilaian

kesehatan hutan di area kelola Tahura ini yaitu indikator ekologis dengan melihat

vitalitas yang diukur berdasarkan parameter kerusakan pohon dan kondisi tajuk,

biodiversitas serta produktivitas. Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui

berbagai indikator-indikator yang digunakan dalam penilaian kesehatan hutan

B. Tujuan Praktikum

Tujuan dari dilaksanakannya praktikum ini adalah untuk mengetahui

1. Mahasiswa dapat mengetahui berbagai indikator dalam penilaian kesehatan

hutan.

2. Mahasiswa dapat mempraktikan dan menghitung penilaian kesehatan melalui

berbagai indikator.

3. Mahasiswa mampu menganalisis hubungan berbagai indikator dengan

kesehatan hutan.
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kesehatan Hutan

Kimmins (1997) dalam Sumardi dan Widyastuti (2004) menekankan bahwa hutan

yang sehat terbentuk apabila faktor-faktor biotik dan abiotik dalam hutan tersebut

tidak menjadi faktor pembatas dalam pencapaian tujuan pengelolaan hutan saat ini

maupun masa akan datang. Kondisi hutan sehat ditandai oleh adanya pohon-

pohon yang tumbuh subur dan produktif, akumulasi biomasa dan siklus hara

cepat, tidak terjadi kerusakan signifikan oleh organisme pengganggu tumbuhan,

serta membentuk ekosistem yang khas.

Menurut Sumardi dan Widyastuti (2004), pendapat para ahli tentang kesehatan

hutan dan kesehatan ekosistem tersebut menunjukkan bahwa keduanya

merupakan tingkatan-tingkatan integrasi biologis. Konsekuensinya ialah antara

keduanya mempunyai karakteristik yang sama, namun demikian terdapat

perbedaan yang fundamental. Aspek kesehatan ekosistem lebih berhubungan

dengan pola penutupan vegetasi dalam kisaran kondisi-kondisi ekologi yang luas,

sedangkan kesehatan hutan lebih menekankan pada kondisi suatu tegakan dalam

hubungannya dengan manfaat yang diperoleh.


B. Produktifitas Hutan

Ervianto, (2005) mengungkapkan bahwa produktivitas adalah rasio output dan

input, atau rasio antara hasil produk dengan total sumberdaya yang digunakan.

Sejalan dengan hal tersebut, Kussriyanto, (1984) menguraikan bahwa

produktivitas merupakan nisbah atau rasio antara hasil kegiatan dan segala

pengorbanan untuk mewujudkan hasil tersebut. Produktivitas merupakan kata

yang digunakan pada seluruh kegiatan produksi. Salah satu kegiatan produksi ada

pada bidang kehutanan. Pada bidang kehutanan produktivitas digunakan untuk

mengukur hasil hutan non kayu dan hasil hutan kayu. Pengukuran produktivitas

hasil hutan kayu memperlihatkan kemampuan suatu pohon untuk menghasilkan

produk dari hasil proses fisiologisnya. Produktivitas juga diartikan sebagai

produksi persatuan lahan (Suwandi, 2005).

Salah satu indikator kelestarian hutan adalah hutan yang mampu menjalankan

seluruh fungsi-fungsinya dengan baik. Slaah satu fungsi hutan adalah fungsi

produktivitas. Produktivitas hutan dapat dilihat melalui pertumbuhan pohonnya.

untuk menggambarkan pertumbuhan pohon adalah dengan cara melihat LBDS

dan volume pohon (Safei dkk., 2016).

Bidang dasar dilihat melalui penampang melintang suatu batang pohon yang

diukur setinggi dada. Luas bidang dasar diukur berdasarkan diameter pohon.

Diameter batang pohon adalah dimensi pohon yang paling mudah diukur karena

terletak di bagian bawah pohon. Permasalahan yang timbul adalah bentuk batang

pohon yang tidak sepenuhnya silindris sempurna, akan tetapi semakin mengecil

ke ujung atas sehingga mengakibatkan sulit untuk menghitung LBDSnya. Untuk


mengatasi hal tersebut, dalam pengukuran diameter pohon yang diukur adalah

diameter setinggi dada (dbh) yaitu setinggi 1,3 m atau dalam satuan

internasionalnya 4,3 feet (kaki) diatas pangkal batang (Safei dkk., 2016).

Pengambilan data LBDS dilakukan paada sleuruh tumbuhan pada fase pohon.

Tumbuhan (pohon) dalam pertumbuhannya melewati empat fase. Fase awal

adalah fase semai yang dicirikan tingginya dibawah 1,5 m. fase selanjutnya adalah

fase pancang yaitu tumbuhan (pohon) dengan tinggi lebih dari 1,5 m dan diameter

kurang dari 10 cm. adapun tumbuhan dengan diameter 10- <20 cm dikategorikan

sebagai tiang. Sedangkan fase pohon adalah tumbuhan yang memiliki diameter

≥20 cm atau lebih (Safei dkk., 2016).

Penaksiran volume pohon didasarkan pada pengukuran parameter pertumbuhan

pohon atau tegakan (diameter, tinggi dan LBDS) dan hubungan kuantitatif antar

parameter yang diukur. Penaksiran volume pohon digunakan sebagai pendekatan

untuk mengetahui volume tegakan hutan (Safei dkk., 2016). Penaksiran volume

pohon yang masih berdiri merupakan langkah awal untuk menghitung hasil akhir

dalam inventarisasi hutan. Target yang lebih penting adalah menaksir volume

tegakan. Volume tegakan merupakan jumlah volume pohon yang terdapat di suatu

areal hutan. Konsep ini berlaku bila sampel yang diambil merupakan individu

pohon. Untuk kepentingan pengelolaan hutan yang perlu diketahui bukan hanya

volume tegakan yang ada sekarang saja, tetapi juga pertimbangan tegakan tersebut

di masa yang akan datang khususnya selama jangka waktu perencanaan (Safei

dkk., 2016).
C. Biodiversitas Hutan

Biodiversitas menurut Sutoyo, (2010) adalah suatu istilah yang mencakup semua

bentukkehidupan yang menckaup gen, spesies tumbuhan, hewan dan

mikroorganisme serta ekosistem dan proses-proses ekologi. Adapun pendapat lain

dikemukakan oleh Konferensi Keankeragaman Hayati (KKH) mendefinisikan

biodiversitas atau keanekaragaman hayati sebagai variasi antara ekosistem dan

habitat; variasi antara spesies yang berbeda; dan variasi genetik dalam spesie

individu. Keanekaragaman hayati dapat dijelaskan dalam hal keragaman

ekosistem, spesies dan gen (Chidumayo, 2010).

Indrawan dkk. (2007) menyatakan bahwa biodiversitas mencakup tiga tingkatan,

yaitu kenakeragaman spesies, genetic dan ekosistem. Keanekaragaman spesies

meliputi flora dan fauna. Beraneka ragam jenis memiliki perilaku, strategi hidup,

bentuk, rantai makanan, ruang dan juga ketergantungan antara jenis satu dengan

yang lainnya. Adamnya keanekaragaman yang tinggi akan menghasilkan

kestabilan lingkungan yang mantap. Salah satu komponen hayati yang ada

didalam hutan adalah tumbuhan/pohon. jika keanekaragaman hayati mengacu

pada seluruh makhluk hidup yang ada di hutan, maka keanekaragaman pohon

adalah semua jenis-jenis yang ada didalam hutan. Hutan alam cenderung secara

alami memiliki berbagai macam jenis tanaman.

Keanekaragaman jenis tanaman yang tinggi membantu hutan untuk tetap menjaga

keseimbangan ekologi (Safei dkk., 2016). Kajian kelestarian hutan tidak akan

lepas dari keberadaan komunitas tumbuhan/pohon. Dalam mempelajari

komunitas pohon yang ada didalam hutan, berarti mempelajari tentang struktur
dan komposisinya. Struktur dan komposisi komunitas dapat menjelaskan

keanekaragaman spesies yang ada didalam hutan. Terdapat beberapa alasan dasar

mengapa keanekaragaman digunakan sebagai indikator kesehatan hutan. Adapun

beberapa alasannya antara lain sensitive terhadap perubahan, indikator sistem

ekologi dan heterogenitas spasial, temporal dan trofik (Safei dkk., 2016).

Dalam penilaian kesehatan hutan, parameter yang dapat digunakan untuk

indikator biodiversitas adalah indeks keanekaragaman jenis, indeks keseragaman

dan indeks dominansi (Odum, 1998). Soekotjo dan Sutisna, (2001) dalam

penelitiannya menggunakan empat parameter untuk melakukan penilaian

kesehatan hutan dengan menggunakan indikator biodiversitas. Keempat

parameter tersebut adalah kekayaan, kesamaan, keanekaragaman dan kemerataan

spesies.

D. Kerusakan Pohon

Pohon dikatakan sehat atau normal ketika pohon tersebut masih dapat

menjalankan fungsi fisiologisnya. Sebaliknya, dikatakan tidak sehat apabila

pohon yang secara struktural mengalami kerusakan baik secara keseluruhan

ataupun sebagian pohon. Penyebab utama penyakit tersebut dapat berupa

organisme hidup patogenik ataupun faktor lingkungan fisik (Surjokusumo dkk.,

2010). Kerusakan pohon terjadi bila organ-organ dalam tubuh pohon tidak dapat

berfungsi dengan baik dan tercermin pada penampakan fisiknya. Kondisi

kerusakan fisik yang dapat dilihat secara langsung, misalnya pohon layu, daun

menguning, batang patah, berbagai macam luka-luka pada tubuh pohon.


Kerusakan yang terjadi pada pohon bukan disebabkan pohon itu sendiri, akan

tetapi merupakan dampak dari berbagai interaksi pohon dengan lingkungan

ataupun makhluk hidup lain (Safei dkk., 2016).

E. Kondisi Tajuk Pohon

Pohon memiliki bagian-bagian yang mencirikan pohon tersebut, mulai dari ujung

bawah pohon hingga pucuk/ujung pohon. Pada setiap bagiannya memiliki fungsi

masing-masing yang menentukan tingkat kehidupan dan kesehatan suatu pohon.

Tajuk pohon merupakan bagian dari suatu pohon mulai dari tinggi batang bebas

cabang hingga ujung pohon. tajuk pohon adalah bagian batang dari diameter

ujung minimal tertentu hingga ke pucuk. Menurut McMahon (2016) bahwa tajuk

pohon adalah bagian tanman yang berada diatas permukaan tanah, termasuk

batang, daun dan struktur reproduktif.

F. Metode Penilaian Kesehatan Hutan

Berdasarkan, kriteria dan indikator keberhasilan PHL, kondisi ekosistem setempat

dan sistem silvikultur yang diterapkan mempengaruhi keberhasilan PHL, karena

setiap wilayah hutan mempunyai karakteristik ekosistem yang spesifik atau khas.

Secara umum PHL harus memperhatikan keadaan khusus biofisik hutan, keadaan

ekonomi dan sosial budaya masyarakat (Suhendang, 2002).

Metode Pemantau Kesehatan Hutan atau Forest Health Monitoring (FHM)

merupakan salah satu metode penilaian kesehatanan tegakan dengan


mengelompokkan jenis dan tingkat kerusakan per individu tanaman. Metode ini

bertujuan untuk membuat pernyataan tentang status dan kecenderungan

kesehatan ekosistem hutan. Selain itu juga penting dilakukan sebagai dasar

pembuatan program rencana strategis untuk menguraikan taksiran

perubahan kondisi kesehatan hutan. Program pemantauan kesehatan hutan

memperkirakan status kesehatan saat ini, perubahan dan kecenderungan kondisi

dalam hutan, memonitor spesies yang mengindikasikan keadaan hutan dan

mengidentifikasi hubungan alamiah antara penyebab manusia, penyebab alami,

patogen dan kondisi ekologi (Widyastuti et al. 2007).

Gambar 1. Desain klaster plot FHM (FHM Cluster plot design)

G. Ciri Hutan Sehat

Terdapat beberapa perspektif yang memberikan pandangan tentang hutan yang

sehat. Kolb dkk. (1995) menyebutkan tiga perspektif pembentuk pemahaman

tentang kesehatan hutan. Pertama adalah kesehatan hutan dilihat dari sudut
pandang “penyakit” atau “kerusakan” lahan. Hutan dikatakan tidak sehat jika

mengalami penurunan tutupan vegetasi dan menyebabkan erosi tanah yang

disebabkan oleh penyalahgunaan lahan. Kedua adalah dari perspektif

“pemanfaatan hutan”. Dalam perspektif ini penilaian kondisi hutan dapat

dikatakan sehat apabila faktor-faktor biotik maupun abiotik yang ada dihutan

tidak mengancam pemenuhan kebutuhan manusia pada masa sekarang dan yang

akan dating. Hal ini menu njukan bahwa hutan dikatakan sehat jika hasil

manajemen terpuaskan, begitupula sebaliknya.

Ketiga adalah hutan yang sehat dilihat dari perspektif “ekosistem”. Pada sudut

pandang ini kesehatan hutan diartikan apabila seluruh komunitas dalam

hutan (tanaman, hewan dan lingkungan) mampu berfungsi dengan baik.

Terjadi keseimbangan ekosistem, jika hutan mengalami kerusakan, maka hutan

mampu mengembalikan lagi dirinya kepada kondisi vegetasi klimaks (suksesi

berlangsung baik).

H. Pemantauan Kesehatan Hutan

Program kesehatan hutan dengan mendasarkan pada penaksiran resiko dan sistem

penilaian terkait kerusakan hutan perlu diterapkan untuk memastikan apakah

program tersebut mampu menanggapi masalah secara cepat (Sturrock et al.,

2011). Kendati saat ini telah diterapkan peraturan tentang kesehatan tumbuhan

global dan standar untuk lalu lintas tanaman dan hasil hutan, namun banyak

tenaga profesional yang merasakan kelemahan dan celah dalam menegakkan

peraturan tersebut sehingga masih tetap menimbulkan masalah biosekuriti yang


besar (Brasier, 2008). Oleh karena itu, dalam rangka pengelolaan kesehatan hutan

secara terintegrasi, perlu disusun suatu sistem kerangka kerja yang bersifat

fleksibel dengan menggunakan ilmu pengetahuan yang tepat serta alat-alat

prediksi terbaik yang dapat mempertimbangkan resiko kesehatan hutan dan

ketidakpastian iklim, dalam rangka mengevaluasi dan meminimalisir gangguan

hutan atau kerusakan oleh hama dan penyakit yang tidak diinginkan (Leech et al.,

2011).

Keberhasilan pembangunan hutan memerlukan usaha perencanaan yang baik

untuk melindungi tegakan dari kerusakan. Hutan yang sehat akan menjamin

keamanan investasi, sehingga keamanan produksi dan fungsi hutan yang lain

dapat terwujud. Menurut Nyland (1996) fungsi utama merencanakan dan

melaksanakan tindakan silvikultur ada empat kegiatan, yaitu : mengendalikan

(controlling), memfasilitasi (facilitating), melindungi (protecting) dan

menyelamatkan (salvaging). Pada masa lalu, program pengelolaan kesehatan

hutan berasumsi bahwa masalah dianggap ada ketika kerusakan menimbulkan

kerugian ekonomi yang nyata.


III. METODE PRAKTIKUM

A. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah tegakan vegetasi pohon di areal

kawasan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman. Sedangkan alat yang

digunakan adalah kompas, klinometer, meteran, paralon, GPS, paku payung,

plastik mika warna, tally sheet, alat tulis, pita meter, haga meter dan kamera.

B. Cara Kerja

Cara kerja yang dilakukan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:

Pembuatan Klaster Plot

1. Melakukan penentuan titik ikat plot berupa bentuk-bentuk fisik seperti pohon,

bangunan, tiang, dan lain-lain.

2. Membidik titik pusat plot 1 dari titik ikat dengan radius dan azimut tertentu

(bebas).

3. Mengambil koordinat titik pusat Plot 1 mennggunakan bantuan GPS dan

mencatatkan dalam tally sheet.

4. Membuat annular plot dengan cara menarik jari-jari sejauh 17,95 m dari titik

pusat Plot 1 menggunakan tali rafia (meteran).


5. Membuat sub plot dengan cara menarik jari-jari jauh 7,32 m dari titik pusat

Plot 1 menggunakan tali rafia (meteran).

6. Membuat mikroplot dengan cara menarik tali rafia (meteran) sejauh 3,66 m

dari titik Plot 1 yang digunakan sebagai titik pusat mikroplot.

7. Membidik titik pusat Plot 2 dari titik pusat Plot 1dengan radius 36,6 m dan

azimut 36°.

8. Mengambil koordinat titik pusat Plot 1 mennggunakan bantuan GPS dan

mencatatkan dalam tally sheet.

9. Membuat annular plot dengan cara menarik jari-jari sejauh 17,95 m dari titik

pusat Plot 2 menggunakan tali rafia (meteran).

10. Membuat sub plot dengan cara menarik jari-jari jauh 7,32 m dari titik pusat

Plot 2 menggunakan tali rafia (meteran).

11. Membuat mikroplot dengan cara menarik tali rafia (meteran) sejauh 3,66 m

dari titik Plot 2 yang digunakan sebagai titik pusat mikroplot.

12. Membidik titik pusat Plot 3 dari titik pusat Plot 1dengan radius 36,6 m dan

azimut 120°.

13. Mengambil koordinat titik pusat Plot 3 mennggunakan bantuan GPS dan

mencatatkan dalam tally sheet.

14. Membuat annular plot dengan cara menarik jari-jari sejauh 17,95 m dari titik

pusat Plot 3 menggunakan tali rafia (meteran).

15. Membuat sub plot dengan cara menarik jari-jari jauh 7,32 m dari titik pusat

Plot 3 menggunakan tali rafia (meteran).

16. Membuat mikroplot dengan cara menarik tali rafia (meteran) sejauh 3,66 m

dari titik Plot 3 yang digunakan sebagai titik pusat mikroplot.


17. Membidik titik pusat Plot 4 dari titik pusat Plot 1dengan radius 36,6 m dan

azimut 240°.

18. Mengambil koordinat titik pusat Plot 4 mennggunakan bantuan GPS dan

mencatatkan dalam tally sheet.

19. Membuat annular plot dengan cara menarik jari-jari sejauh 17,95 m dari titik

pusat Plot 4 menggunakan tali rafia (meteran).

20. Membuat sub plot dengan cara menarik jari-jari jauh 7,32 m dari titik pusat

Plot 4 menggunakan tali rafia (meteran).

21. Membuat mikroplot dengan cara menarik tali rafia (meteran) sejauh 3,66 m

dari titik Plot 4 yang digunakan sebagai titik pusat mikroplot.

Pembuatan Plot sampel tanah :

1. Dari pusat sub-plot 2 diambil jarak 9,2 m dengan azimut 180° tandai plot

sampel tanah dengan benderka

2. Dari pusat sub-plot 3 diambil jarak 9,2 m dengan azimut 300° tandai plot

sampel tanah dengan bendera

3. Dari pusat sub-plot 4 diambil jarak 9,2 m dengan azimut 60° tandai plot

sampel tanah dengan bendera

Penilaian Indikator Biodiversitas

1. Membuat Klaster Plot yang terdiri dari Annular Plot , Sub Plot dan mikroplot.

2. Mencatat semua pohon dalam Plot 1, 2, 3, dan 4.

3. Menentukan azimut dan jarak pohon dengan cara:

a. Membidik pohon terdekat dari titik pusat Plot 1/2/3/4 dimulai dari azimut

0° menuju azimut 360°.


b. Mengukur jarak pohon dari titik pusat plot 1/2/3/4.

c. Menempelkan tanda nomor pohon sesuai dengan urutan azimut dimulai

dari azimut 0° menuju azimut 360°.dengan jarak terdekat dari titik pusat

Plot 1/2/3/4.

4. Mengelompokkan dan menjumlahkan jenis-jenis pohon yang sama pada setiap

Plot.

5. Menghitung nilai indeks keanekaragaman berdasarkan indeks Shannons.

6. Menghitung nilai indeks kemerataan berdasarkan indeks Pielou (J).

7. Menganalisis indeks keanekaragaman dan indeks kemerataan.

Penilaian Indikator Vitalitas : Kerusakan Pohon

1. Membuat Klaster Plot yang terdiri dari Annular Plot , Sub Plot dan mikroplot.

2. Mencatat semua pohon dalam Plot 1, 2, 3, dan 4.

3. Mendeskripsikan kerusakan pohon yang dijumpai berdasarkan panduan

kerusakan pohon dengan cara

a. Menganalisis tiga kerusakan pohon yang utama.

b. Melihat posisi/lokasi kerusakan berdasarkan gambar dan tabel lokasi

kerusakan pohon dan dicatatkan pada tally sheet berdasarkan kode lokasi

kerusakan.

c. Mengurai tipe kerusakan pohon sesuai dengan ciri-ciri bentuk kerusakan

seperti yang terurai dalam tabel tipe kerusakan dan dicatatkan pada tally

sheet berdasarkan kode tipe kerusakan.

d. Memberikan skor nilai tingkat keparahan/kerusakan pohon pada setiap

kerusakan yang dilihat.


4. Menghitung kondisi kerusakan pohon yang dirumuskan dalam sebuah indeks

kerusakan (IK).

5. Menghitung nilai indeks kerusakan tingkat pohon pada masing-masing klaster

plot dengan rumus TLI=[IK1]+ [IK2]+ [IK3].

6. Menghitung nilai indeks kerusakan tingkat Plot pada masing-masing klaster

plot dengan rumus PLI= €TLI dalam plot/€pohon dalam plot.

7. Menghitung nilai indeks kerusakan tingkat Plot pada masing-masing klaster

plot dengan rumus PLI= €PLI/€Plot.

8. Melakuakan analisis nilai indeks kerusakan tingkat klaster-plot

Penilaian Indikator Vitalitas : Kondisi Tajuk

1. Mencatat ID setiap pohon yang ada dalam plot ukur.

2. Mencatat jenis-jenis setiap pohon yang ada dalam plot ukur.

3. Mengamati pohon-pohon yang ada di dalam plot 1,2,3,dan 4.

4. Mendeskripsikan tajuk pohon yang diamati berdasarkan kriteria kondisi tajuk

pohon.

a. Rasio tajuk hidup (live crown ratio-LCR), yaitu nisbah panjang batang

pohon yang tertutup daun terhadap tinggi total pohon.

b. Kerapatan tajuk (crown density-CDen), yaitu berapa persentase cahaya

matahari yang tertahan oleh tajuk yang tidak mencapai permukaan tanah.

c. Crown dieback (CDB), yaitu kematian pada pucuk tajuk pohon

ataucabang dan ranting yang baru saja mati dimana bagian yang mati

dimulai dari bagian ujung yang merambat ke bagian pangkal.


d. Transparansi tajuk (foliage transparancy-FT), yaitu jumlah persentase

cahaya matahari yang melawati tajuk dan dapat mencapai permukaan

tanah.

e. Diameter tajuk-Cd (crown diameter width- CdWd dan crown diameter

at

5. Menentukan nilai VCR berdasarkan 3 kriteria kondisi tajuk pohon.

Tabel 1. Kriteria kondisi tajuk (Anderson et al. 1992 dalam Putra 2004)

Klasifikasi

Parameter
Baik (nilai 3) Sedang (nilai 2) Jelek (nilai 1)
Nisbah Tajuk Hidup >40% 20‒35% 5‒15%
Kerapatan Tajuk >55% 25‒50% 5‒20%
Transparansi Tajuk 0‒45% 50‒70% >75%
Dieback 0‒5% 10‒25% >30%
Diameter Tajuk >10.1 m 2.5‒10 m <2.4

Tabel 2. Nilai peringkat Visual Crown Rating (VCR) individu pohon


(Anderson etal. 1992 dalam Putra 2004)

Nilai VCR Kriteria


4 (Tinggi) Seluruh parameter kondisi tajuk bernilai 3, atau hanya 1
parameter yang memiliki nilai 2, tidak ada parameter
yang bernilai 1
3 (Sedang) Lebih banyak kombinasi antara 3 dan 2 pada parameter
tajuk, atau semua bernilai 2, tetapi tidak ada parameter
yang bernilai 1
2 (Rendah) Setidaknya 1 parameter bernilai 1, tetapi tidak semua
Parameter
1 (Sangat Rendah) Semua parameter kondisi tajuk bernilai 1
Penilaian Indikator Produktivitas

1. Mencatat ID setiap pohon yang ada dalam plot ukur.

2. Mencatat jenis-jenis setiap pohon yang ada dalam plot ukur.


3. Mengamati pohon-pohon yang ada di dalam mikroplot, subplot, dan Annular

Plot.

4. Menghitung dan mencatat jumlah semai yang ada pada areal mikroplot

5. Mengukur diameter pohon pada area sub plot dan annular plot menggunakan

puta meter.

6. Menggunakan tinggi total pohon menggunakan CH meter.

7. Menghitung luas bidang dasar(LBDS) dengan rumus LBDS=1/4π(dbh)2.

8. Menghitung volume pohon dengan rumus Vpohon=LBDSxTxFk

Penilaian Kualitas Tapak

1. Mengambil sampel tanah pada 3 (tiga) buah tiitk berbentuk lingkaran yang

terletak diantara 2 (dua) sub plot dengan masing-masing lingkaran

berdiameter 15cm.

2. Mengamati kondisi penutupan tanah.

Mengukur ketebalan lapisan tanah(horizon).


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Hasil dari praktikum penilaian indikator produktivitas adalah.

Tabel 1. Nilai Produktivitas Pohon di Areal Tahura

Plot No Nama Pohon Nama Latin Volume (V)


1 1 kemiri 1 Aleurites moluccanus 18.06
2 durian 1 Durio zibethinus 3.34
3 alpukat 1 Persea americana 0.50
4 alpukat 2 Persea americana 0.62
5 alpukat 3 Persea americana 0.92
6 durian 2 Durio zibethinus 0.46
7 durian 3 Durio zibethinus 0.59
8 durian 4 Durio zibethinus 8.97
2 9 alpukat 4 Persea americana 1.28
10 alpukat 5 Persea americana 0.73
11 alpukat 6 Persea americana 1.12
12 alpukat 7 Persea americana 0.86
13 karet 1 Hevea brasiliensis 0.72
14 karet 2 Hevea brasiliensis 0.57
15 karet 3 Hevea brasiliensis 0.52
16 karet 4 Hevea brasiliensis 0.52
17 durian 5 Durio zibethinus 1.85
3 18 durian 6 Durio zibethinus 0.60
19 alpukat 8 Persea americana 0.62
20 kemiri 2 Aleurites moluccanus 3.27
21 durian 7 Durio zibethinus 2.14
22 durian 8 Durio zibethinus 2.55
23 durian 9 Durio zibethinus 1.38
24 randu 1 Ceiba pentandra 2.99
25 kemiri 3 Aleurites moluccanus 3.62
4 26 karet 5 Hevea brasiliensis 0.92
27 karet 6 Hevea brasiliensis 1.54
28 karet 7 Hevea brasiliensis 0.92
29 karet 8 Hevea brasiliensis 1.286144
30 karet 9 Hevea brasiliensis 0.7359375
31 karet 10 Hevea brasiliensis 0.4396
32 karet 11 Hevea brasiliensis 0.747477
33 karet 12 Hevea brasiliensis 0.902122
34 karet 13 Hevea brasiliensis 0.607904
35 jeruk 1 Citrus aurantifolia 0.5396875
36 karet 14 Hevea brasiliensis 0.531916
37 karet 15 Hevea brasiliensis 0.645898
38 karet 16 Hevea brasiliensis 0.67824
39 karet 17 Hevea brasiliensis 0.484659
40 karet 18 Hevea brasiliensis 0.71140625
41 karet 19 Hevea brasiliensis 0.785
42 karet 20 Hevea brasiliensis 0.3808035
27 karet 6 Hevea brasiliensis 1.54
28 karet 7 Hevea brasiliensis 0.92

Tabel 2. Nilai Keanekaragaman Jenis Pohon di Areal Tahura


Plot No Nama Pohon Nama Latin H'
1 1 Kemiri Aleurites moluccanus 0.260
2 Durian Durio zibethinus 0.347
3 Alpukat Persea americana 0.368
2 4 alpukat Persea americana 0.360
5 karet Hevea brasiliensis 0.360
6 durian Durio zibethinus 0.244
3 7 durian Durio zibethinus 0.347
8 alpukat Persea americana 0.260
9 kemiri Aleurites moluccanus 0.3466
10 randu Ceiba pentandra 0.260
4 12 karet Hevea brasiliensis 0.057
13 jeruk Citrus aurantifolia 0.167

Tabel 3. Nilai Kerusakan Pohon di Areal Tahura

Plot No Nama Pohon Nama Latin PLI


1 1 Buni Antidesma bunius 4.41
2 Picung Hutan Pangium edule
3 Bayur Pterospermum javanicum
4 Bayur Pterospermum javanicum
5 Kemiri Aleurites moluccanus
6 Bayur Pterospermum javanicum
7 Bayur Pterospermum javanicum
2 8 Jengkol Archidendron pauciflorum 3.454286
9 Kemiri Aleurites moluccanus
10 Kemiri Aleurites moluccanus
11 Bayur Pterospermum javanicum
12 Bayur Pterospermum javanicum
13 Bayur Pterospermum javanicum
14 Kemiri Aleurites moluccanus
3 15 Bayur Pterospermum javanicum 1.494286
16 Bayur Pterospermum javanicum
17 Bayur Pterospermum javanicum
18 Bayur Pterospermum javanicum
19 Kemiri Aleurites moluccanus
20 Bayur Pterospermum javanicum
21 Bayur Pterospermum javanicum
4 22 Jabon Neolamarckia cadamba 3.715
23 Bayur Pterospermum javanicum
24 Bungur Lagerstroemia speciosa
25 Dadap Erythrina variegata

Tabel 4. Nilai Kerusakan Tajuk di Tahura

Plot No Nama Pohon Nama Latin PLI


1 1 kemiri 1 Aleurites moluccanus 7.58
2 durian 1 Durio zibethinus
3 alpukat 1 Persea americana
4 alpukat 2 Persea americana
5 alpukat 3 Persea americana
6 durian 2 Durio zibethinus
7 durian 3 Durio zibethinus
8 durian 4 Durio zibethinus
2 9 alpukat 4 Persea americana 5.58
10 alpukat 5 Persea americana
11 alpukat 6 Persea americana
12 alpukat 7 Persea americana
13 karet 1 Hevea brasiliensis
14 karet 2 Hevea brasiliensis
15 karet 3 Hevea brasiliensis
16 karet 4 Hevea brasiliensis
17 durian 5 Durio zibethinus
3 18 durian 6 Durio zibethinus 4.13
19 alpukat 8 Persea americana
20 kemiri 2 Aleurites moluccanus
21 durian 7 Durio zibethinus
22 durian 8 Durio zibethinus
23 durian 9 Durio zibethinus
24 randu 1 Ceiba pentandra
25 kemiri 3 Aleurites moluccanus
4 26 karet 5 Hevea brasiliensis 2.47
27 karet 6 Hevea brasiliensis
28 karet 7 Hevea brasiliensis
29 karet 8 Hevea brasiliensis
30 karet 9 Hevea brasiliensis
31 karet 10 Hevea brasiliensis
32 karet 11 Hevea brasiliensis
33 karet 12 Hevea brasiliensis
34 karet 13 Hevea brasiliensis
35 jeruk 1 Citrus aurantifolia
36 karet 14 Hevea brasiliensis
37 karet 15 Hevea brasiliensis
38 karet 16 Hevea brasiliensis
39 karet 17 Hevea brasiliensis
40 karet 18 Hevea brasiliensis
41 karet 19 Hevea brasiliensis
42 karet 20 Hevea brasiliensis

Tabel 5. Nilai Kelas Skor Biodiversitas

Skor Kelas Nilai


nilai skor kelas nilai
1 1.000 0.22 - 0.318
2 2.000 0.319 - 0.417
3 3.000 0.418 -0.516
4 4.000 0.517 -0.615
5 5.000 0.616 -0.714
6 6.000 0.715 - 0.813
7 7.000 0.814 - 0.912
8 8.000 0.913 - 1.011
9 9.000 1.012 - 1.110
10 10 1.111 - 1.21
Tabel 6. Nilai Kelas Skor Produktifitas Pohon

Skor Kelas Nilai


1 1.00 8.17 - 10.69
2 2.00 10.7 -13.22
3 3.00 13.23 - 15.75
4 4.00 15.76 - 18.28
5 5.00 18.29 - 20.81
6 6.00 20.82 -23.34
7 7.00 23.35 -25.87
8 8.00 25.88 - 28.40
9 9.00 28.41 -30.93
10 10.00 30.94 - 33.45

Tabel 7. Nilai Kelas Skor Kerusakan Pohon

Skor Kelas Nilai


niai skor kelas
1 2.47 2.97
2 2.98 3.48
3 3.49 3.99
4 4.00 4.50
5 4.51 5.01
6 5.02 5.52
7 5.53 6.03
8 6.04 6.54
9 6.55 7.05
10 7.06 7.56

Tabel 8. Nilai Kelas Skor Kerusakan Tajuk Hidup

Skor Kelas Nilai


Nilai Skor Rentang Nilai
1 3.40 3.45
2 3.46 3.51
3 3.52 3.57
4 3.58 3.63
5 3.64 3.69
6 3.70 3.75
7 3.76 3.81
8 3.82 3.87
9 3.88 3.93
10 3.94 4.00

Tabel 9. Nilai Skor Masing-Masing Indikator Kesehatan Hutan


Plot Skor Skor Skor Kerusakan Skor Kerusakan
Produktivitas Biodiversitas Pohon Tajuk Hidup

1 10 8 10 1

2 1 8 7 10

3 4 10 4 10

4 2 1 1 10

Tabel 10. Hasil Nilai Akhir Kondisi Kesehatan Hutan Berdasarkan Masing-
Masing Indikator.

Plot Nilai Akhir Kondisi NT Skor Kerusakan Tajuk


Kesehatan Pohon Hidup

1 6.53 Produktvitas 0.24

2 5.63 Biodiversitas 0.15

3 5.84 KerusakanPohon 0.27

4 Kerusakan
3.2 Tajuk 0.23

Tabel 11. Nilai Ambang Batas Status Kesehatan Hutan

Status Kesehatan Huta


Keterangan Nilai Rentang Nilai NKH
Buruk 1 23 91 3
Sedang 2 92 160 1
Baik 3 161 230 1

Keterangan Nilai Rentang Nilai NKH


Buruk 1 27 107 1
Sedang 2 108 188 3
Baik 3 189 270 3

Tabel 12. Status Kesehatan Hutan Masing-Masing Plot


Plot NK Status Persentase Plot

1 6.23 Baik Baik 50

2 5.57 Sedang Sedang 50

3 4.46 Sedang

4 6.95 Baik

B. Pembahasan

Praktikum ini dilaksanakan pada bulan Maret 2019 berlokasikan di Taman Hutan

Raya Wan Abdul Rachman tepatnya di Arboretum III. Lokasi praktikum berada

pada ketinggian 1700 mdpl. Dari pengamatan yang telah dilaksanakan diketahui

lahan yang digunakan sebagai objek praktikum menggunakan pola tanam

Argoforestri, dengan berbagai macam jenis vegetasi pohon diantaranya ada Karet,

Durian, Alpukat, kakao dan kopi dengan jarak penanaman sekitar 4-5 meter.

Penilaian kesehatan hutan pada wilayah ini diawali dengan pembuatan klaster plot

terlebih dahulu dengan model FHM, pembuatan klaster plot pada pelaksanaan
praktikum ini dilakukan sebanyak 1 klaster yang terdiri dari 4 plot berupa Annular

plot, subplot, dan microplot. Pada Annular plot kita mengamati dan mengambil

data sesuai dengan 4 indikator yang digunakan sebagai tolak ukur penilaian

kesehatan hutan, diantaranya Produktivitas, Biodiversitas, Kerusakan pohon dan

Tajuk Pohon, serta kualitas tapak yang masing masing indikator nya memiliki

cara pengukuran masing masing.

Pada Indikator Produktivitas, setiap individu pohon dalam plot diukur diameter,

tinggi, serta volumenya. Dimana diketahui volume terbesar terletak pada plot 1

yaitu kemiri. Sedangkan pada indikator biodivesitas kita harus mengetahui

keanekaragaman hayati berupa pohon yang berada dalam suatu plot dimana pada

plot yang telah dibuat , biodeversitas nya didominasi oleh pohon Karet (Hevea

brasiliensis). Selain Karet, didapati jenis vegetasi lain seperti pohon alpukat,

Jeruk, durian dan Kemiri. Dengan nilai H’ tertinggi atau yang memiliki

keanekaragaman hayati terletak pada plot 1 dengan nilai 0,36. Sedangkan pada

indikator kerusakan diketahui bahwa kerusakan pohon didalam pengamatannya

dapat diamati seperti kanker, pink disesae, luka terbuka, kematian pucuk, daun

menguning batang pecah, resinosis, liana, tumor dengan memperhatikan lokasi,

tipe serta nilai ambang batas kerusakannya.

Diketahui bahwa pada area kelola Tahura WAR di Arboretum III yang didominasi

oleh vegetasi pohonnya adalah karet, setelah dilakukan pengukuran kesehatan

hutan dengan menggunakan 4 indikator berupa produktivitas, biodiversitas,

kerusakan pohon dan kerusakan tajuk, didapati bahwa area tersebut memiliki nilai

kesehatan hutan yang buruk , hal ini dikarenakan banyak sekali pohon pohon
terserang penyakit hal tersebut disebabkan kurangnya pengawasan dalam

pengelolaan serta kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh para petani lahan

garapan hutan tersebut dalam mengelola lahan milik mereka. Dengan adanya data

ini diharapkan para pemilik lahan dapat melakukan hal-hal yang dapat

meningkatkan keeshatan hutan.


V. KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapakan pada praktikum ini ialah sebagai berikut :

1. Penilaian kesehatan hutan dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai

indikator diantaranya penilaian produktifitas pohon, penilaian biodiversitas

pohon, penilaian kerusakan pohon, penilaian kondisi tajuk dan penilaian

kualitas tapak.

3. Berdasarkan nilai skor, hasil nilai akhir, nilai ambang batas dan status

kesehatan hutan yang telah diperoleh, diketahui bahwa presentase status

kesehatan hutan di Tahura WAR arboretum III, pada keempat plotnya

memiliki kondisi kesehatan yang 50% baik atau 50% buruk.

4. Pada dasarnya, kelima indikator penilaian kesehatan hutan memiliki hubungan

yang erat satu sama lain yang mampu menggambarkan kondisi kesehatan

hutan. Melalui indikator yang ada, diperoleh data dan informasi kondisi

kesehatan hutan sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan dalam

pengambilan keputusan manajemen pengelolaan hutan.


DAFTAR PUSTAKA

Ervianto. 2005. Manajemen Proyek Kontruksi. Yogyakarta (ID) : Andi Offset.

Ferreti, M. 1996. Forest health assessment and monitoring – issues for


consideration. Journal Environmental Monitoring and Assessment. 48 : 45–
72.

Juknys, Romualdas., Algirdas A. 1998. Indicators of crown and their application


in forest health monitoring. Journal Indicators Of Crown And Their
Application. 4 (2) – 51 -58.

Karsa. 2007. Inisiatif Lokal Dalam Mozaik Kehutanan Indonesia. SGP PTF
UNDP EC SEAMEO SEARCA. Yogyakarta.

Kimmins, J.P. 1997. Balancing Act : Environmental Issue in Forestry.


Vancouver Canada. University of British Columbia Press.

Kussriyanto, Bambang. 1984. Meningkatkan Produktivitas Karyawan. Jakarta


(ID) : PT Gramedia.

Mark J. Ambrose Barbara L. Conkling. 2007. Forest Health Monitoring 2005


National Technical Report. United States Department of Agriculture Forest
Service.

Odum. 1998. Dasar Dasar Ekologi. T.Samingan, Terjemahan. Yogyakarta (ID)


: Gadjah Mada University Press.

Safe’i R, Hardjanto, Supriyanto, Leti S. 2014. Value of Vitality Status in


Monoculture and Agroforestry Planting Systems of the Community Forests.
International Journal of Sciences: Basic and Applied Research (IJSBAR). 18
(2) : 340-353.

Safe’i R, Hasbiyan E, Christine W, Hari K. 2018. Analisis keanekaragaman jenis


pohon sebagai salah satu indikator kesehatan hutan konservasi. Jurnal
Perennial. 14 (2) : 32-36.
Sitinjak, E.V., Duryat dan Santoso,T. 2016. Status Kesehatan Pohon Pada Jalur
Hijau dan Halaman Parkir Universitas Lampung. Jurnal Sylva Lestari. 4 (2)
: 101–108.

Sumardi, S.M. Widyastuti. 2007. Dasar Dasar Perlindungan Hutan. Gadjah


Mada University Press. Yogyakarta.

Sutoyo. 2010. Keanekaragaman Hayati Indonesia, Suatu Tinjauan : Masalah


dan Pemecahannya. Buana Sains. Vol 10 No 2 : 101-106.

Suwandi. 2005. Keberlanjutan Usaha Tani pada Padi Sawah-Sapi Potong


Terpadu di Kabupaten Sragen. Pendekatan RAP-CLS. Bogor (ID) : Institut
Pertanian Bogor

Anda mungkin juga menyukai