ACARA I
PENGENALAN ALAT-ALAT TEBANGAN DAN REDUCED
IMPACT LOGGING (RIL)
Oleh :
Nama : Agus Pamungkas
NIM : 20/464035/SV/18354
Kelompok :3
Co. Ass : Siti Aminah
I. TUJUAN
1. Memperkenalkan alat-alat tebangan yang banyak digunakan.
2. Mengetahui bagian-bagian alat dan fungsi masing-masing.
3. Dapat mengoperasikan alat dan melaksanakan pekerjaan.
DESKRIPSI
Cara kerja praktikum acara pertama ini dimulai dari memperhatikan
penjelasan dosen dan Co. Ass mengenai materi pengenalan alat alat tebangan
dan Reduced impact logging. Data yang digunakan yaitu gambar alat-alat
tebangan berdasarkan klasifikasi besar komponen tenaga manusia dan mesin
seperti alat tebangan manual (kapak dan gergaji tangan), semi mekanis
(gergaji mesin/chain saw), dan mekanis (feller buncher, forwarder,
harvester, skidder, dan knuckleboom loader). Selanjutnya menyebutkan
bagian-bagian alat tebangan beserta fungsinya, kemudian mendeskripsikan
cara pengoperasian masing-masing alat tebangan, baik manual, semi mekanis
maupun mekanis. Setelah itu membuat resume jurnal mengenai reduced
impact logging.
V. DATA DAN HASIL PENGAMATAN
Manual
1. Kapak
Klasifikasi Kapak ;
- Berdasarkan sisi tajam :
a. Kapak mata satu
Sumber : indonesia.alibaba.com
b. Kapak mata dua
Sumber : hargaapar.com
- Berdasarkan penggunaan :
a. Kapak potong
Sumber : Indonesian.alibaba.com
b. Kapak belah
Sumber : producnation.com
- Berdasarkan bentuk tangkai :
a. Kapak lurus
Sumber : Lazada.co.id
b. Kapak lengkung
Sumber : shopee.co.id
2. Gergaji tangan
Klasifikasi gergaji ;
- Berdasarkan penggunaan :
a. Gergaji belah
Sumber : id.quora.com
b. Gergaji potong
Sumber : id.quora.com
- Berdasarkan jumlah orang :
a. Gergaji 1 tangan
Sumber : my-best.id
b. Gergaji 2 tangan
Sumber : megaperkakas.com
Semi Mekanis
Sumber : Indonesian.alibaba.com
Sumber : Indonesian.alibaba.com
3.
Gergaji mesin baterai
Sumber : Tokopedia.com
Mekanis
1. Feller buncher
Sumber : Tigercat.com
2. Knuckleboom loader
Sumber : 3dhorse.com
3. Forwarder
Sumber : Tigercat.com
4. Harvester
Sumber : Tigercat.com
5. Skidder
Sumber : Timbertracker.net
Sumber : Tandaseru.com
VI. PEMBAHASAN
Praktikum Pemanenan Hasil Hutan acara satu membahas mengenai
beberapa jenis alat yang biasa digunakan dalam proses pemanenan hasil hutan
dan metode RIL (Reduced Impact Logging) untuk mengurangi dampak yang
ditimbulkan dari proses pemanenan di hutan. Pemanenan sendiri memiliki arti
sebagai sebuah kegiatan yang dilakukan untuk mengeluarkan hasil hutan dari
dalam hutan ke luar hutan. Pemanenan hasil hutan merupakan serangkaian
kegiatan untuk memindahkan produk hasil hutan, baik kayu maupun non-kayu
ke lokasi lain, sehingga dapat dikonversi menjadi barang yang bermanfaat bagi
manusia. Pengertian lain dari pemanenan hasil hutan adalah usaha pemanfaatan
kayu dengan mengubah tegakan pohon berdiri menjadi sortimen kayu bulat dan
mengeluarkannya dari hutan untuk dimanfaatkan sesuai peruntukkannya.
Pemanenan hasil hutan memiliki beberapa tujuan, seperti meningkatkan nilai
tambah hutan, mendapatkan produk hutan yang dibutuhkan oleh masyarakat,
membuka kesempatan kerja bagi masyarakat di sekitar hutan, pemenuhan
bahan baku industri, berkontribusi kepada devisa negara, dan lain-lain.
Kegiatan pemanenan terdiri atas lima proses, yaitu penebangan (felling),
penyaradan (yarding), pembagian batang (cutting), pengangkutan (hauling),
dan penimbunan kayu (unloading) (Hendrayana dkk., 2020).
Kegiatan pemanenan hasil hutan tentunya membutuhkan bantuan alat
untuk mempermudah pekerjaan manusia karena tidaklah mungkin memanen
hasil hutan hanya mengandalkan tenaga manual. Alat-alat pemanenan
merupakan alat yang digunakan untuk menebang dan memungut output dari
pemanenan hasil hutan. Sistem pemanenan hasil hutan berdasarkan komposisi
tenaga manusia dan tenaga mesin terdiri dari manual, semi mekanis, mekanis,
dan otomatis. Sistem pemanenan manual memiliki komposisi tenaga manusia
sebesar 90% dan mesin sebesar 10%, sistem pemanenan semi mekanis
memiliki komposisi tenaga manusia sebesar 70% dan mesin sebesar 30%,
sistem pemanenan mekanis memiliki komposisi kebalikan dari sistem semi
mekanis, yaitu tenaga manusia sebesar 30% dan mesin sebesar 70%, dan sistem
pemanenan otomatis memiliki komposisi tenaga manusia sebesar 10% dan
mesin sebesar 90%.
Contoh penggunaan sistem pemanenan secara manual, seperti kapak
dan gergaji tangan. Kapak merupakan alat pemanenan hasil hutan yang masih
tradisional dan masih mengandalkan keterampilan tangan manusia. Kapak
biasanya digunakan untuk membuat takik, membersihkan cabang, menebang
pohon, dan membelah kayu. Umumnya, kapak terdiri dari dua bagian pokok,
yaitu kepala kapak yang terbuat dari bahan logam dan tangkai kapak yang
terbuat dari bahan kayu. Bagian kepala kapak masih terbagi lagi menjadi
beberapa bagian, seperti rumah tangkai, pipi kapak, tumit, dan lengkung tajam.
Kapak dapat diklasifikasikan berdasarkan tiga hal, yaitu sisi tajam, bentuk
tangkai, dan berdasarkan penggunaannya. Berdasarkan sisi tajamnya, kapak
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu kapak bermata satu (single bitter axe) dan
kapak bermata dua (double bitter axe). Kapak mata satu digunakan untuk
memotong dan membelah kayu, sehingga outputnya adalah kayu belah dan
kayu bulat. Kapak bermata dua digunakan untuk memotong pohon dan juga
digunakan untuk mencongkel, memotong, dan menggali. Output yang
dihasilkan adalah potongan kayu. Berdasarkan bentuk tangkainya, kapak
digolongkan menjadi dua, yaitu kapak bertangkai lurus dan kapak bertangkai
lengkung. Berdasarkan penggunaannya, kapak diklasifikasikan menjadi dua,
yaitu kapak belah dan kapak potong. Kapak belah merupakan kapak yang
digunakan untuk membelah kayu searah serat, sedangkan kapak potong
berfungsi sebagai kapak untuk memotong kayu tegak lurus dengan sumbu
pohon. Cara penggunaan kapak dengan memukulkan sisi tajam kapak pada
objek dengan kuat, sehingga objek yang berupa kayu atau pohon
terbelah/terpotong. Bentuk kapak yang umum digunakan di Indonesia, yaitu
mempunyai satu sisi lengkung tajam, sedangkan dua sisi lengkung tajam
banyak digunakan di Amerika. Kelebihan dari penggunaan kapak adalah
pengoperasian alatnya cenderung mudah, perawatannya mudah, harganya
lebih terjangkau, dan ramah lingkungan, sedangkan kelemahannya adalah saat
pengerjaan membutuhkan tenaga yang besar, membutuhkan banyak waktu, dan
prestasi kerja alat yang rendah.
Pemanenan hasil hutan juga harus dilakukan secara lestari agar
keberadaan sumber daya alam tetap terjaga dan dapat dimanfaatkan secara
berkelanjutan. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka terbentuklah teknologi
Reduced Impact Logging (RIL). RIL ini akan menjadi pedoman yang baik
dalam kegiatan pemanenan kayu yang berwawasan lingkungan. Reduced
Impact Logging adalah teknik pemanenan ramah lingkungan yang bertujuan
untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Teknik pemanenan
RIL merupakan penyempurnaan dari teknik pemanenan kayu yang ditekankan
pada pembuatan jalan, penebangan, dan penyaradan, dimana terdapat aturan-
aturan tertentu pada kegiatan tersebut yang perlu diperhatikan dan dipatuhi.
Aturan-aturan tersebut berfungsi sebagai batasan yang dapat membantu
menunjang dan menjaga kondisi lingkungan yang akan terkena dampak dari
kegiatan pemanenan (Helmi dkk., 2020).
VII. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil data pengamatan dan pembahasan yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa …..
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Daniel, C. J., et al. 2017. Incorporating Uncertainty into Forest Management
Planning: Timber Harvest, Wildfire, and Climate Change in The Boreal
Forest. Forest Ecology and Management, 400: 542-554.
Elias, Applegate, G., Kartawinata, K., Machfudh, dan Klassen, A. 2001. Pedoman
Reduced Impact Logging Indonesia. Jakarta: SMK Grafika Desa Putera.
Hakamada, R. E., Moreira, G. G., Gragnolati, P., Diniz, S., & Martins, S. (2022).
Legacy of harvesting methods on coppice-rotation Eucalyptus at
experimental and operational scales. Trees, Forests and People, 9(April),
100293. https://doi.org/10.1016/j.tfp.2022.100293
Helmi, M., Rianawati, F., dan Sandiana, A. P. 2020. Analisa Biaya Pemanenan
Kayu Menggunakan Teknik RIL (Reduced Impact Logging) di IUPHHK-
HA PT Wijaya Sentosa, Papua Barat. Jurnal Hutan Tropis, 8(3): 260-264.
Kurniawan, I. E., dan Purwono. 2018. Tebang, Muat, dan Angkut di Wilayah PG
Madukismo, Yogyakarta. Buletin Agrohorti, 6(3): 354-361.
Mujetahid, Andi. 2009. Produktivitas Penebangan pada Hutan Jati (Tectona
grandis) Rakyat di Kabupaten Gone. Jurnal Perennial, 5(1): 53-58.
Santa Fermana, J., Sadjati, E., & Ikhwan, M. (2019). ANALISIS BIAYA
PEMANENAN DAN PRODUKTIVITAS PRODUKSI KAYU
EKALIPTUS (STUDI KASUS: HPHTI PT. PSPI DISTRIK
PETAPAHAN). Wahana Forestra: Jurnal Kehutanan, 14(2), 38-55.
Sari, D. R., & Ruslim, Y. (2021). Produktivitas dan Analisis Biaya Penebangan
Eucalyptus pellita dengan Chainsaw STIHL MS 381 Di PT Surya Hutani
Jaya.
Suhartana, S., dan Yuniawati. 2016. Produktivitas dan Biaya Pemanenan Kayu di
Hutan. Jurnal Hutan Tropis, 4(3): 273-281.
Suhartana, S., dan Yuniawati. 2017. Penggunaan Jumlah Peralatan Pemanenan
Kayu yang Efisien Guna Pencapaian Rencana Produksi Kayu di Satu
Perusahaan Hutan Produksi Alam, Kalimantan Utara. Jurnal Hutan Tropis
Volume, 5(1): 78-86.
LAMPIRAN
Salah satu jurnal yang meneliti mengenai reduced impact logging yaitu
Reduced impact logging in the dried land natural production forests in Indonesia
yang ditulis oleh Dulsalam, Soenarno, S Suhartana, Sukadaryati, Yuniawati, M
Herniningrum, and S Andini pada tahun 2021 serta dimuat dalam Earth and
Environmental Science. Luas hutan alam produksi yang dimanfaatkan untuk
produksi kayu sekitar 56 juta ha, terdiri dari hutan produksi terbatas sekitar 27
juta ha dan hutan produksi tetap sekitar 29 juta ha. Dari sekitar 59 juta ha yang
dikelola dalam bentuk Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu, 259 unit
meliputi area seluas 18.809.357,23 ha dengan produksi kayu 5.407.235,58 m3.
Direkomendasikan kegiatan pemanenan hutan dalam Sistem Tebang Pilih
Tanam Indonesia menggunakan teknik Reduced Impact Logging (RIL). RIL
adalah pendekatan sistematis untuk perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan
evaluasi pemanenan kayu. Banyak manfaat yang diperoleh pemegang IUPHHK-
HA dengan menerapkan RIL, yaitu (1) mengurangi kerusakan kayu tebangan
sehingga pada gilirannya produksi kayu meningkat (sebesar 20%), (2)
mengurangi kerusakan tanah pada lantai hutan (15%) sehingga areal produktif
tetap terjaga dan erosi berkurang, (3) mengurangi kerusakan tegakan tegakan
(10%) sehingga meningkatkan potensi tegakan yang akan datang (termasuk
tegakan yang akan dipanen pada rotasi berikutnya), (4) mengurangi kerusakan
air dan kualitas udara, (5) mengurangi biaya pemanenan, (6) mengurangi emisi
Gas Rumah Kaca (GRK) yang dihasilkan dari kegiatan penebangan dan
sekaligus berkontribusi terhadap pengendalian perubahan iklim. Perencanaan
pemanenan dimulai dengan inventarisasi hutan dan diakhiri dengan penyusunan
rencana kerja pemanenan kayu. Inventarisasi hutan merupakan prasyarat penting
sebelum penebangan kayu dilakukan. Informasi inventarisasi yang lengkap dan
akurat dapat digunakan untuk merencanakan pemanenan kayu yang baik.
Inventarisasi hutan dapat dilakukan dalam berbagai intensitas sampling sesuai
dengan tingkat pemanfaatannya. Pemegang IUPHHK-HA wajib melakukan
pemetaan vegetasi dan kontur, dilanjutkan dengan inventarisasi hutan untuk
mengumpulkan berbagai data lapangan. Inventarisasi hutan meliputi antara lain:
(1) jenis, potensi dan sebaran tumbuhan; (2) jenis, potensi, dan habitat fauna; (3)
masyarakat sosial ekonomi dan budaya; (4) status, penggunaan dan tutupan
lahan; (5) jenis tanah dan kemiringan lahan; (6) kondisi iklim dan hidrologi, dan
bentang alam; dan (7) sumber daya manusia. Kegiatan pemanenan hutan yang
terdiri dari penebangan dan penyaradan dilakukan tanpa menimbulkan gangguan
yang berarti terhadap kayu bulat yang dihasilkan dan lingkungan. Hal yang perlu
dilakukan adalah: perencanaan panen (pemetaan dan persebaran pohon,
alinyemen jalan sarad, desain TPA), persiapan panen (pembukaan jalan sarad,
pembukaan tempat pendaratan), pemanenan (penentuan arah tebang,
penebangan, penyaradan), dan penutupan pemanenan (penutupan jalan sarad,
penutupan pendaratan) dilakukan dengan benar. Menurut data penelitian
penerapan RIL dapat meningkatkan efisiensi pemanenan kayu dan dapat
mengurangi biaya dan kerusakan sisa tegakan. Efisiensi pemanenan hutan
menggunakan RIL dan CL masing-masing bervariasi antara 60,42-84,20% dan
75,30-91,41%. Biaya penebangan hutan dengan RIL dan CL berturut-turut
adalah Rp 313.803-510.000 dan Rp 296.000. Kerusakan tegakan sisa akibat
penebangan hutan di RIL dan CL bervariasi antara 21,96-40,71% dan 19,08-
29,37%. RIL berpotensi menurunkan emisi dibandingkan CL.