Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM INVENTARISASI SUMBER DAYA HUTAN

ACARA VII
PENENTUAN KELAS HUTAN

Oleh :

Nama : Agus Pamungkas


NIM : 20/464035/SV/18354
Kelompok :7
Co. Ass : Shanila Putri Mafifahtul

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN PENGELOLAAN HUTAN


DEPARTEMEN TEKNOLOGI HAYATI DAN VETERINER
SEKOLAH VOKASI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2021
ACARA VII
PENENTUAN KELAS HUTAN

I. TUJUAN
1. Mahasiswa dapat menetapkan kelas hutan suatu petak/anak petak dan dapat
mengisikannya pada blangko Register Risalah Hutan (PK 2).
2. Mahasiswa dapat menghayati perbedaan kelas hutan satu dengan lainnya dengan
mengamati keadaan, ciri, dan ukuran pada masing-masing kelas hutan.

II. DASAR TEORI


Inventarisasi hutan merupakan suatu usaha atau kegiatan untuk
mengumpulkan informasi tentang kekayaan hutan, menguraikan kuantitas dan
kualitas pohon-pohon hutan serta berbagai karakteristik areal tanah tempat
tumbuhnya. Istilah lain dari inventarisasi hutan adalah perisalahan lahan, risalah
hutan, dan inventore hutan. Menurut Simon (1996) istilah inventore hutan dipakai
pengelola hutan jati di Jawa, khususnya pada waktu inventore hutan masih
menggunakan metode okuler. Dalam bahasa inggris, istilah yang sama dengan
inventarisasi hutan, tetapi memiliki ruang lingkup yang lebih terbatas adalah
timber cruising, cruising, timber estimation. Secara konseptual inventarisasi
hutan berarti menyajikan data secara menyeluruh mengenai hutan, meliputi
pertumbuhan pepohonan di dalamnya, berbagai arti ekonomi, lingkungan, fungsi,
serta nilai sumber dayanya. Sedangkan secara operasional, inventarisasi hutan
berarti mencari dan menyajikan data potensi produksi hutan, meliputi luasan,
volume kayu standing-stock, growing-stock, dan struktur tegakan yang ada di
dalamnya (Durbani, 1993).
Risalah hutan tanaman adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka
memantau proses perkembangan keadaan tegakan hutan tanaman dan perubahan –
perubahan atau kerusakan – kerusakan yang timbul akibat berbagai hal selama
pengelolaan. Kegiatan untuk dapat menyajikan description / keadaan hutan suatu unit
area atau yang sering dikenal dengan istilah perisalahan hutan. Tujuan dari perisalahan
hutan adalah untuk mengetahui susunan dan keadaan hutan pada suatu petak / anak
petak (unit area) dengan kata – kata / kalimat yang ringkas dan angka – angka, sehingga
selanjutnya dapat ditetapkan kelas hutannya. Objek dalam perisalahan hutan adalah
tegakan, tanah, lapangan, dan tumbuhan bawah serta perlakuan terhadap tegakan
dikemudian hari (Durbani, 2013).
Bonita (kelas kualitas lahan) merupakan kemampuan tempat tumbuh untuk
menghasilkan kayu dalam ukuran massa (volume) (Riyanto dan Pahlana, 2012).
Kualitas tegakan dapat dipengaruhi oleh tindakan-tindakan silvikultur, seperti
penjarangan, pemangkasan, dan lain-lain. Volume tegakan tergantung kepada faktor-
faktor umur, diameter rata-rata tegakan, tinggi rata-rata tegakan serta jenis pohon
(Haeruman, 1965 dalam Muhdin, 1990).
Peninggi merupakan istilah untuk tinggi rata-rata pohon dominan pada hutan
tanaman. Pada hutan tanaman Jati di Jawa, peninggi adalah tinggi rata- rata 100 pohon
tertinggi dalam satu hektar yang letaknya tersebar merata atau rata-rata pohon dominan
(Simon, 1993). Terdapat kekurangan peninggi sebagai parameter untuk mengukur
kualitas tempat tumbuh, antara lain penentuan kualitas tempat tumbuh untuk lahan hutan
yang kosong tidak dapat dilakukan. Efek kerapatan tegakan yang tidak diperhatikan
pada kondisi tertentu dapat menyebabkan hasil pengukuran yang tidak akurat. Dan
peninggi tidak bersifat konstan, melainkan akan berubah secara periodik karena
pengaruh lingkungan dan variasi perubahan iklim (Simon, 1993).

III. ALAT DAN BAHAN

1. Komputer atau laptop

2. Ms. Excel

3. Data PK 1 & PK 1,5

4. Blangko PK 2
IV. CARA KERJA

Memperhatikan Menyiapkan data PK 1 dan


penjelasan dosen dan PK 1,5 Menentukan anak
Co. Ass penentuan petak berdasarkan
kelas hutan persyaratan

Mengisi blangko
Mengisi nilai PK 2
Menentukan besar
peninggi, derajat luas (Ha)
kesempurnaan, dkn berdasarkan jumlah
dan dkd 2 dari rata - petak ukur yang
rata yang didapat digabungkan
pada PK 1,5
digabungkan
berdasarkan anak
petak yang
ditentukan Mengisi bentuk
Menentukan kelas hutan
lapangan, risalah
berdasarkan umur dan
tanah,
KBD
risalah tegakan dan
risalah tumbuhan
bawah sesuai dengan
PK 1

DESKRIPSI
Dalam acara ketujuh ini dimulai dengan menyimak dan memahami
penjelasan instruktur mengenai cara menentukan kelas hutan. Kelas hutan ini
ditentukan dari data PK 1 dan PK 1,5 yang didapatkan melalui perhitungan
pada acara keenam. Langkah pertama yaitu menetapkan anak petak
berdasarkan persyaratan. Ada 3 persyaratan yaitu luasan harus 4 Ha, bonita
harus ada selisih 1 angka, dan KBD harus diatas 0,3. Jika syarat tersebut
terpenuhi maka petak ukur dapat dipisah menjadi 1 anak petak. Kalau tidak
memenehui maka petak ukur (PU) digabung dengan petak ukur yang lainnya
untuk menjadi 1 anak petak. Setelah ditentukan anak petak maka selanjutnya
mengisi blanko PK 2. Untuk kolom luas didapatkan dari total luas petak ukur
yang menjadi anak petak. Untuk luasan petak ukur 0,02 atau 0,04 Ha itu
sudah mewakili luasan 4 Ha. Sehingga apabila didapatkan anak petak dari 2
petak ukur yang digabung maka nilai luas menjadi 8 Ha, begitupula
seterusnya tergantung dengan jumlah petak ukur yang digabungkan.
Selanjutnya data peninggi, derajat kesempurnaan, dkn dan dkd2 dari rata-rata
yang didapat pada PK 1,5 berdasarkan jumlah anak petak yang ditentukan.
Untuk derajat kesempurnaan didapatkan dari nilai KBD. Informasi lain
seperti bonita, umur dan tanggal risalah diisi sesuai dengan PK 1 dan PK 1,5.
Selanjutnya adalah penentuan kelas hutan. Kelas hutan ditentukan
berdasarkan umur dan KBD atau nilai derajat kesempurnaan pada blanko PK
2 yang merupakan rata-rata dari nilai KBD. Penetuan kelas hutan ini
menggunakan bantuan grafik 114. Selanjutnya data tahun tanam rata-rata,
jenis tegakan, tanaman sela, bentuk lapangan, risalah tanah, risalah tegakan
dan risalah tumbuhan bawah diisi sesuai dengan PK
V. HASIL DATA PENGAMATAN

Tabel 5.1 PK 2 (Register Risalah Hutan) Petak 144


PK 2
LUAS : 90,88
TAHUN TANAM : 2007
BKPH : PALIYAN PETAK Ha
ANAK TAHUN
: 2021
RPH : GIRING PETAK :A-C INVENTARISASI
JENIS : 1 s.d
No. PU
PETAK : 144 TANAMAN : JATI 8
Bentuk
Kelas Kelas Umur I -XII Risalah Tanah dkN dkd² Tumbuha
No Petak Dirisalah Lapangan
Luas Peninggi Umur Hutan n Bawah
/ Anak dalam Bonita KBD
(ha) (m) (tahun) c.q Kelas Tahun
Petak bulan Jenis Tanaman
umur Tanam
Permudaan Sela
Rata-rata
Jenis tanah Kolonjono
Landai,
mediteran, , Kerinyu,
derajat
kedalaman 1,798 Ketela
144a 4 ha 2021 26 14 6 1,9161 KU II 2007 Jati - kelerengan 1,0416
dangkal, 6 dengan
0, kerataan
bersarang, dan kerapatan
yang rata
berhumus nya jarang
Landai, Jenis tanah Kolonjono
derajat mediteran, , Kerinyu,
kelerengan kedalaman 2,368 Ketela
144b 4 ha 2021 21,5 14 4,5 2,5453 KU II 2007 Jati - 1,0497
0, dan dangkal, 1 dengan
kerataan bersarang, dan kerapatan
yang rata berhumus nya jarang
Landai, Jenis tanah Kolonjono
derajat mediteran, , Kerinyu,
kelerengan kedalaman 0,643 Ketela
144c 8 ha 2021 12,125 14 2 2,2721 KU II 2007 Jati - 3,4327
0, dan dangkal, 7 dengan
kerataan bersarang, dan kerapatan
yang rata berhumus nya jarang
Landai, Jenis tanah
1,433
144d 4 ha 2021 17,25 14 3,5 1,9358 KU II 2007 Jati - derajat mediteran, 1,3267 -
0
kelerengan kedalaman
0, dan dangkal,
kerataan bersarang, dan
yang rata berhumus
Landai, Jenis tanah
derajat mediteran,
kelerengan kedalaman 1,184
144e 4 ha 2021 20 14 4,5 2,0539 KU II 2007 Jati - 1,6925 -
0, dan dangkal, 0
kerataan bersarang, dan
yang rata berhumus
Kolonjono
, Kerinyu,
Ketela,
Landai, Jenis tanah Kacang,
derajat mediteran, Gliriside,
kelerengan kedalaman 1,690 Ri
144f 8 ha 2021 16,625 14 3,5 2,0550 KU II 2007 Jati - 1,2037
0, dan dangkal, 0 Rambung,
kerataan bersarang, dan Gode,
yang rata berhumus Secang
dengan
kerapatan
nya jarang
➢ Contoh Perhitungan PK 2 (PU 3 dan 4 digabungkan menjadi anak petak 144c)
1. Luas anak petak = Luas PU x jumlah PU dalam anak petak
=4x2
= 8 ha
2. Peninggi = Jumlah peninggi/ Jumlah petak ukur
= 12 + 12,25/ 2
= 12,125
3. Bonita = Modus bonita pada PU
=2
4. KBD = Jumlah KBD/ jumlah petak ukur
= 1,979 + 2,565/ 2
= 2,272
5. dkN = Jumlah dkN / jumlah petak ukur
= 0,614 + 0,673/ 2
= 0,6437
2
6. dkd = Jumlah dkd2 / jumlah petak ukur
= 3,144 + 3,721/ 2
= 3,4327

VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum Inventarisasi Hutan acara ke 7 ini membahas tentang
penentuan kelas hutan. Kelas hutan adalah penggolongan kawasan hutan ke dalam
kelas-kelas berdasarkan kondisi kawasan, kesesuaian lahan, keadaan lingkungan
(biofisik dan sosial ekonomi) serta keadaan vegetasi (Perum Perhutani, 1992). Kelas
hutan yang digunakan untuk mengetahui normalitas tegakan adalah kelas umur (KU)
sesuai dengan terminologi Perum Perhutani yaitu pembagian kelas hutan yang
didasarkan pada umur dan kerapatan bidang dasar (KBD) tegakan. KBD merupakan
perbandingan luas bidang dasar tegakan di lapangan dengan luas bidang dasar dalam
tabel hasil normal (dalam hal ini Tabel WvW). KU I adalah tegakan yang berumur 1-
10 tahun dengan KBD > 0,6; KU II adalah tegakan berumur 11-20 tahun dengan KBD
> 0,6; dan seterusnya (Departemen Pertanian, 1974). Kemudian dalam melakukan
penentuan kelas hutan, perlu dilakukan pembagian anak petak terlebih dahulu. Anak
petak tersebut ditentukan berdasarkan beberapa kriteria, seperti luasnya minimal 4
hektar, selisih Kerapatan Bidang Dasar (KBD) antar anak petak lebih besar dari 0,3,
serta nilai bonita antar anak petak berbeda 1 angka bulat atau lebih. Untuk
mempermudah penyusunan data, maka dibuatlah Blanko PK 2 yang merupakan
Register Risalah Hutan yang memuat informasi-informasi dari kedua PK sebelumnya,
yaitu PK 1 yang berupa Risalah Lapangan dan PK 1,5 yang berupa Derajat
Kesempurnaan Tegakan dan Kerapatan Bidang Dasar. Berdasarkan Surat Keputusan
Direktur Jenderal Kehutanan No. 143/Kpts/Dj/I/1974, skema kelas hutan di Perum
Perhutani dibagi berdasarkan tujuan pengusahaannya, yaitu menjadi kawasan hutan
produksi dan kawasan bukan untuk produksi. Dimana tujuan pemisahan ini adalah
untuk mempermudah pengaturan pelestarian hutan. Kelas perusahaan yang produktif
ada KU, MT, dan MR. Sedangkan kelas perusahaan yang tidak produktif terdapat
pembagian yaitu LTJL, TK, dan TJBK.

KU merupakan kepanjangan dari kelas umur. Tumbuhan yang masuk dalam


kelas ini adalah semua tanaman hutan jati yang KBD-nya lebih dari sama dengan 0,6
dan pada semua umur. Pada kelas hutan KU (kelas umur) terdapat 12 pembagian kelas
umur dimana pengelompokannya tiap 10 tahun sekali. Sehingga jika dijabarkan KU I
atau kelas umur 1 yang rentang umurnya yaitu 0-10 tahun. KU II atau kelas umur 2
rentang umurnya 11-20 tahun. KU III atau kelas umur 3 rentang umurnya 21-30 tahun.
Begitu seterusnya hingga pada KU XII atau kelas umur 12. Dari Kelas-kelas umur tadi,
dapat dikelompokkan lagi menjadi kelas umur muda, kelas umur tua, dan kelas umur
sedang. Yang masuk dalam kelas umur muda adalah KU I sampai KU II. Yang mausk
dalam kelas umur sedang adalah KU III sampai KU IV. Sedangkan yang masuk pada
kelas kayu tua adalah KU V ke atas atau hingga KU XII. Yang kedua adalah MT
(Masak Tebang). Tegakan yang masuk pada kelas ini adalah tegakan jati yang berumur
80 tahun lebih dan dalam keadaan baik dengan KBD lebih dari sama dengan 0,6. Yang
ketiga adalah MR (Miskin Riap). Yang masuk pada kelas ini adalah semua hutan jati
yang berdasarkan keadaan tidak memuaskan, yaitu tidak ada harapan mempunyai riap
yang cukup. Syarat umur nya adalah minimal 41 tahun dengan KBD 0,3-0,6.
Selanjutnya yang keempat adalah LTJL (Lapangan Tebang Habis Jangka Lampau).
Kondisi pada kelas ini biasanya adalah lapangan bekas tebangan atau baru ditanami
pada tahun berikutnya. Jika dalam tahun terakhir tersebut menjadi tahun pertama dari
jangka perusahaan yang baru. Kelima adalah TK (Tanah Kosong). Kondisi yang masuk
pada kelas ini adalah biasnaya lapangan gundul atau hampir gundul (padang rumput,
hutan belukar, dsb) namun memiliki kemampuan untuk dapat ditanami kembali
menjadi hutan produktif. Syarat KBD nya adalah kurang dari sama dengan 0,05. Dan
yang terakhir adalah kelas TJBK (Tanaman Jati Bertumbuh Kurang). Pada kelas ini
tanaman jati yang sebagian besar gagal akibat gangguan keamanan hutan dan memiliki
kondisi pertumbuhan yang jelek namun masih diharapkan untuk memberikan kondisi
tegakan yang baik apabila dilakukan penanaman kembali. Syarat kelas ini adalah untuk
semua umur dengan KBD 0,005 - 0,3 sedangkan untuk umur 0-40 tahun dengan KBD
0,3 - 0,6.

Pengamatan risalah hutan dan penetapan kelas hutan seperti pada PK 1 dan 1,5
dilakukan di bagian daerah KPH Yogyakarta, (BDH) Paliyan, resort pemangkuan hutan
(RPH) Giring, petak 144, luas petak 90,88 Ha, dan diinventarisasi pada bulan Maret
2021. Inventarisasi dilakukan di tiga anak petak, yaitu anak petak A dengan luas 10,88
Ha, anak petak B dengan luas 3,28 Ha, dan anak petak C dengan luas 76,72 Ha. Jenis
tanaman yang di tanam di BDH Paliyan, yaitu jati yang ditanam pada tahun 2007,
sehingga didapatkan umur pohon 14 tahun sampai dengan tahun 2021. Kondisi
tanaman pada setiap anak petak, baik anak petak A, B, dan C tidak terdapat tanaman
sela, rata, murni, dan pertumbuhan untuk anak petak A, B, dan C baik. Untuk risalah
lapangan terdiri dari bentuk lapangan, derajat lereng, dan kerataan. Lapangan anak
petak A, B, dan C berbentuk landai, derajat kelerengan 0, dan kerataannya rata. Risalah
tanah meliputi jenis tanah, kedalaman, kesarangan, dan humus. Jenis tanah di BDH
Paliyan, yaitu mediteran, kedalaman tanahnya dangkal, bersarang, dan berhumus. Pada
setiap anak petak memiliki ragam tumbuhan bawah yang berbeda. Anak petak A
memiliki tumbuhan bawah kerinyu, kolonjono, ketela. Anak petak B tidak memiliki
tumbuhan bawah dan anak petak C memiliki tumbuhan bawah kolonjono, ketela,
kerinyu, ri rambung, gliriside, gode, secang dan kacang. Kemudian untuk kerapatannya
pada anak petak A, B, dan C adalah jarang. Pada anak petak A digunakan sebagai mete
meteor atau kebun induk serta digunakan pula untuk swadaya. Pada anak petak B
merupakan tanah kosong, kemudian pada anak petak C menggunakan sistem
Silvikultur Intensif (SILIN).

Selanjutnya dalam blangko PK 2 ini merupakan pengelompokan pada tiap petak


ukur 1-8 yang sudah dicari pada blangko sebelumnya. Informasi yang harus diisi dalam
blangko PK 2 ini adalah nomor anak petak, luas petak, bulan pengerjaan risalah,
peninggi, umur, bonita, derajat kesempurnaan atau KBD, dk N, dkd2 kemudian dapat
menentukan kelas hutan berdasarkan umur dan KBD yang sudah didapatkan dari
blangko PK 2. Selain itu, juga dilengkapi dengan informasi risalah lain seperti tahun
tanam, jenis tegakan, bentuk lapangan, risalah tanah, dan risalah tegakan tumbuhan
bawah.

Pada petak 144 terdapat beberapa petak ukur yang dapat digabung. Petak ukur
yang dimaksud adalah petak ukur nomor 3 dan 4 serta petak ukur nomor 7 dan 8.
Penggabungan petak ukur tersebut terjadi dikarenakan antar-petak tidak memenuhi
syarat untuk suatu petak dapat dipisah atau berdiri sendiri. Syarat yang dimaksud
adalah luas PU minimal 4 Ha, selisih KBD antar PU > 0,3, dan selisih bonita antar PU
harus berbeda 1 angka bulat atau lebih. Ketiga syarat tersebut harus terpenuhi, jika ada
salah satu syarat yang tidak terpenuhi maka PU dipisah. Pada penentuan kelas hutan
petak nomor 144, dimana nomor PU 3 dan 4 digabung karena memiliki nilai bonita
yang sama yaitu 2 serta pada PU 7 dan 8 karena selisih selisih bonitanya bernilai 0,5.
Hal tersebut menjadi alasan kedua PU tadi tidak dipisah. Sedangkan pada nomor PU
1,2,5,6 dapat dipisah karena memenuhi persyaratan. Kemudian setiap anak petak diberi
penamaan yaitu 144a yang mencakup PU 1, 144b yang mencangkup PU 2, 144c yang
mencangkup PU 3 dan 4, 144d yang mencangkup PU 5, 144e yang mencangkup PU 6,
144f yang mencangkup PU 7 dan 8.

Selanjutnya anak petak tersebut dimasukkan kedalam blanko PK 2 sebagai


dasar perhitungan nilai dan pemasukkan keterangan tiap anak petak. yang terdapat dari
PK 1 dan PK 1 1/2, serta beberapa keterangan lainnya untuk melengkapi. Setelah
mengetahui pembagian anak petak, maka dihitung luasannya per anak petak. Karena
seluruh petak ukur memiliki luasan yang sama yaitu 4 ha, maka penentuan luas anak
petak cukup dilakukan dengan mengalikan luas petak ukur dengan jumlah petak ukur
yang tergabung pada satu anak petak. Setelah dihitung didapatkan hasil bahwa anak
petak 144a, 144b, 144d, 144e memiliki luas ha, serta anak petak 144c dan 144f
memiliki luas 8 ha. Selanjutnya dimasukkan informasi berupa waktu perisalahan.
Berdasarkan informasi yang terdapat pada PK 1, perisalahan dilakukan pada bulan
Maret 2021. Selanjutnya dimasukkan informasi peninggi (Oh). Informasi ini
didapatkan dari perhitungan rata- rata peninggi yang diperoleh pada setiap petak ukur
yang termasuk dalam satu anak petak. Berdasarkan nilai besaran peninggi yang
terdapat pada PK 1,5, peninggi anak petak 144c sebesar 12,125 m, dan peninggi anak
petak 145f sebesar 16,625 m. Setelah itu dimasukkan keterangan umur tanaman yang
dapat diperoleh dengan cara memperhitungkan jarak waktu dari penanaman hingga
waktu perisalahan, umur tanaman jati yang dirisalah pada keenam anak petak adalah
14 tahun. Pengisian nilai bonita berdasarkan data yang terdapat pada PK 1,5, namun
pada PU yang digabungkan pengisian nilai bonita ditentukan pada setiap anak petak
dengan cara mencari modus atau nilai bonita yang paling banyak ditemukan pada setiap
petak ukur dalam satu anak petak. Seperti pada bonita anak petak 144c adalah 2 dan
bonita anak petak 144f adalah 3,5. Selanjutnya pada pengisian derajat kesempurnaan,
dkn, dan dkd2 diisi berdasarkan PK 1,5 tetapi pada PU yang digabung ketiganya sama-
sama dapat dicari dengan merata-ratakan nilai derajat kesempurnaan, dkn, dan dkd2
masing-masing pada setiap petak ukur dalam satu anak petak. Berdasarkan nilai
ketiganya yang terdapat pada PK 1,5, anak petak 144c memiliki nilai derajat
kesempurnaan sebesar 2,2721, dkn sebesar 0,6437, dan dkd2 sebesar 3,4327. Untuk
anak petak 144f memiliki nilai derajat kesempurnaan sebesar 2,055, dkn sebesar 1,690,
dan dkd2 sebesar 1,2037. Kemudian pada informasi bentuk lapangan, keenam anak
petak memiliki bentuk lapangan yang landai, derajat kelerengan 0, kerataan yang rata.
Lalu pada risalah tanah keenam anak petak memiliki jenis tanah mediteran, kedalaman
dangkal, bersarang, dan berhumus. Dan yang terakhir pada tumbuhan bawah, anak
petak 144a, 144b, 144c memiliki tumbuhan bawah berupa Kolonjono, Kerinyu, Ketela
dengan kerapatannya jarang. Pada anak petak 144d dan 144e tidak memiliki tumbuhan
bawah serta pada anak petak 144f memiliki tumbuhan bawah kolonjono, Kerinyu,
Ketela, Kacang, Gliriside, Ri Rambung, Gode, Secang dengan kerapatannya jarang.

Kemudian pada pengisian informasi kelas umur tanaman. Kelas umur tanaman
di hutan tanaman dikelompokkan berdasarkan kelipatan umur 10 tahun. Karena usia
tanaman pada ketiga anak petak adalah 14 tahun maka ketiga anak petak termasuk kelas
umur 2 (11-20 tahun) atau KU II. Dengan demikian, didapatkan hasil bahwa petak 144
merupakan kawasan untuk kelas perusahaan yang produktif jika dilihat dari skema
pembagian kelas hutan menurut instruksi 143/1974.
Pertanyaan
1. Gambarkan skema pembagian kelas hutan pada perisalahan hutan
penghasil kayu perkakas jati sistem tebang habis permudaan buatan,
sesuai instruksi 143/1974!
2. Ciri/ukuran/kriteria apa saja yang dipakai untuk membedakan kelas
hutan?
3. Jelaskan ciri kelas hutan KU IV, KU VI, MR, MT, TJBK, LTJL,
TKL, TK, dan TKTBKP!
4. Pada suatu petak ternyata tanaman jati selalu gagal karena adanya
penanaman tanaman pertanian oleh masyarakat sekitar. Tindakan
apa yang perlu dilakukan terhadap petak tersebut.

Jawaban
1. Skema pengambilan kelas hutan

2. Pembagian kelas umur dapat dilakukan berdasarkan pada parameter


umur dan KBD. Dimana setiap kelas hutan tersebut memiliki syarat
ciri atau kriterianya masing-masing.Yang pertama ialah KU (Kelas
Umur). Tumbuhan yang masuk dalam kelas ini adalah semua
tanaman hutan jati yang derajat kesempurnaan atau KBD-nya lebih
dari sama dengan 0,6 dan pada semua umur. Yang kedua adalah MT
(Masak Tebang). Tegakan yang masuk pada kelas ini adalah tegakan
jati yang berumur 80 tahun lebih dan dalam keadaan baik dengan
KBD lebih dari sama dengan 0,6. ketiga adalah MR (Miskin Riap).
Yang masuk pada kelas ini adalah semua hutan jati yang berdasarkan
keadaan tidak memuaskan, yaitu tidak ada harapan mempunyai riap
yang cukup. Syarat umur nya adalah minimal 41 tahun dengan KBD
0,3-0,6. Selanjutnya yang keempat adalah LTJL (Lapangan Tebang
Habis Jangka Lampau). Kondisi pada kelas ini biasanya adalah
lapangan bekas tebangan atau baru ditanami pada tahun berikutnya.
Jika dalam tahun terakhir tersebut menjadi tahun pertama dari jangka
perusahaan yang baru. Kelima adalah TK (Tanah Kosong). Kondisi
yang masuk pada kelas ini adalah biasnaya lapangan gundul atau
hampir gundul (padang rumput, hutan belukar, dsb) namun memiliki
kemampuan untuk dapat ditanami kembali menjadi hutan produktif.
Syarat KBD nya adalah kurang dari sama dengan 0,05. Dan yang
terakhir adalah kelas TJBK (Tanaman Jati Bertumbuh Kurang). Pada
kelas ini tanaman jati yang sebagian besar gagal akibat gangguan
keamanan hutan dan memiliki kondisi pertumbuhan yang jelek
namun masih diharapkan untuk memberikan kondisi tegakan yang
baik apabila dilakukan penanaman kembali. Syarat kelas ini adalah
untuk semua umur dengan KBD 0,005 - 0,3 sedangkan untuk umur
0-40 tahun dengan KBD 0,3 - 0,6.
3. Ciri kelas hutan :
1) KU IV : Tanaman yang berada pada petak ini adalah yang
memiliki KBD lebih dari sama dengan 0,6 dan umurnya masuk
pada Kelas Umur (KU) IV. Kelas umur IV memiliki rentan umur
31-40 tahun. Kelas umur IV tergolong pada kelas umur sedang
2) KU VI : Tanaman yang berada pada petak ini adalah yang
memiliki KBD lebih dari sama dengan 0,6 dan umurnya masuk
pada Kelas Umur (KU) VI. Kelas umur VI memiliki rentan umur
51-60 tahun. Kelas umur VI tergolong ke dalam kelas umur tua.
3) MR : Kelas hutan miskin riap (MR) memiliki kriteria atau ciri
dimana kondisi hutan tidak mempunyai riap yang cukup namun
umur tanaman sudah memasuki umur panen. Kelas hutan miskin
memiliki syarat nilai KBD 0,3-0,6 dan umur minimal 41 tahun.
4) MT : Tegakan yang masuk pada kelas ini adalah tegakan jati
yang berumur 80 tahun lebih dan dalam keadaan baik dengan
KBD (derajat ksempurnaan) lebih dari sama dengan 0,6.
5) TJBK : Kelas hutan ini memiliki ciri dimana tanaman jati yang
sebagian besar gagal akibat gangguan keamanan hutan dan
memiliki kondisi pertumbuhan yang jelek namun masih
diharapkan untuk memberikan kondisi tegakan yang baik
apabila dilakukan penanaman kembali. Syarat kelas ini adalah
untuk semua umur dengan KBD 0,005 - 0,3 sedangkan untuk
umur 0-40 tahun dengan KBD 0,3 - 0,6.
6) LTJL : Kelas hutan lapangan tebang habis jangka lampau adalah
hutan dalam kondisi setelah dilakukan penebangan sehingga
kawasan menjadi gundul. Dan akan dilakukan penanaman
kembali pada tahun berikutnya atau waktu yang telah
ditetapkan. Dan apabila ada perusahaan baru menanam maka
menjadi tahun pertama penanaman. Setelah kawasan dilakukan
tebang habis maka kawasan menjadi tidak produktif
7) TKL : Kelas hutan ini memiliki ciri dimana tanaman kayu lain
dalam kondisi dimana hutan jati terdapat petak yang berisi
tanaman kayu lain.
8) TK : Kelas hutan ini memiliki kondisi dimana lapangan gundul
atau hampir gundul (padang rumput, hutan belukar, dsb) namun
memiliki kemampuan untuk dapat ditanami kembali menjadi
hutan produktif. Syarat KBD nya adalah kurang dari sama
dengan 0,05
9) TKTBKP : Kelas hutan tanah kosong tak baik untuk kelas
perusahaan memiliki kondisi tanaman jati yang gagal, hampir
mati dan sudah mati
4. Tanaman jati yang selalu gagal dalam suatu petak yang mungkin
terjadi karena adanya ketidakcocokan kondisi lingkungan sekitar
yang bersamaan dengan tanaman pertanian, sehingga perlu
dilakukan monitoring untuk mengetahui permasalahan yang terjadi.
Walaupun sebenarnya pohon atau tanaman jati dapat ditanam
berdampingan dengan tanaman pertanian, namun juga harus
disesuiakan dengan kecocokan tiap tanamannya. Setelah itu perlu
dilakukan sosialisai dan perundingan kepada masyarakat untuk
mencari solusi permasalahan tersebut. Untuk mengatasi masalah
tersebut dapat diasumsikan bahwa perlu melakukan sistem
penanaman agroforestry yang lebih matang lagi. Dengan hal yang
perlu diperhatikan adalah tanaman pertanian yang digunakan tidak
boleh merugikan tanaman pokok seperti misalnya menanggu
tanaman pokok dengan menghalangi sinar matahari dan bersaing
hara ataupun melilit batang pohon pokok.

VII. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan
bahwa:
1. Pada petak nomor 144 memiliki 6 anak petak dari 8 petak ukur yang ada yaitu anak
petak 144a, 144b, 144c yang merupakan gabungan petak ukur 3 dan 4, 144d, 144e,
dan 144f yang merupakan gabungan petak ukur 7 dan 8. Keseluruhan petak yang
terbentuk masuk dalam kelas hutan kelas umur II atau KU II dimana didapat dari
parameter berupa KBD lebih dari 0,6 dan umur yang memenuhi kriteria Kelas
Umur serta interval umur yang masuk kategori II (14 tahun). Informasi yang
terdapat pada blangko PK 2 yang berisikan nomor anak petak, luas, waktu
perisalahan, peninggi, umur, bonita, derajat kesempurnaan, dkn, dkd2, kelas umur,
serta kondisi tanaman, lapangan, tanah, tegakan dan tumbuhan bawah.
2. Berdasarkan skema kelas hutan di Perhutani, pada kawasan untuk kelas
perusahaan secara produktif dan tidak produktif ada 6 kelas. Yaitu KU, MT, MR,
LTJL, TK, dan TJBK. Dimana masing-masing kelas umur memiliki ciri dan
kriteria masing-masing dalam pengelompokannya. KU (Kelas Umur), dimana
tumbuhan yang masuk dalam kelas ini adalah semua tanaman hutan jati yang
derajat kesempurnaan atau KBD-nya lebih dari sama dengan 0,6 dan pada semua
umur. MT (Masak Tebang). Tegakan yang masuk pada kelas ini adalah tegakan
jati yang berumur 80 tahun lebih dan dalam keadaan baik dengan KBD lebih dari
sama dengan 0,6. MR (Miskin Riap) yang masuk pada kelas ini adalah semua
hutan jati yang berdasarkan keadaan tidak memuaskan, yaitu tidak ada harapan
mempunyai riap yang cukup. Syarat umur nya adalah minimal 41 tahun dengan
KBD 0,3-0,6. LTJL (Lapangan Tebang Habis Jangka Lampau), dimana kondisi
pada kelas ini adalah lapangan bekas tebangan atau baru ditanami pada tahun
berikutnya. Jika dalam tahun terakhir tersebut menjadi tahun pertama dari jangka
perusahaan yang baru. Kemudian TK (Tanah Kosong). Kondisi yang masuk pada
kelas ini adalah biasnaya lapangan gundul atau hampir gundul (padang rumput,
hutan belukar, dsb) namun memiliki kemampuan untuk dapat ditanami kembali
menjadi hutan produktif. Syarat KBD-nya adalah kurang dari sama dengan 0,05.
terakhir TJBK (Tanaman Jati Bertumbuh Kurang). Pada kelas ini tanaman jati
yang sebagian besar gagal akibat gangguan keamanan hutan dan memiliki kondisi
pertumbuhan yang jelek namun masih diharapkan untuk memberikan kondisi
tegakan yang baik apabila dilakukan penanaman kembali. Syarat kelas ini adalah
untuk semua umur dengan KBD 0,005 - 0,3 sedangkan untuk umur 0-40 tahun
dengan KBD 0,3 - 0,6.

VIII. DAFTAR PUSTAKA


Departemen Pertanian. 1974. Keputusan Direktur Jenderal Kehutanan No.
143/KPTS/DJ/1974, tentang Peraturan Inventarisasi Hutan Jati dan
Peraturan Penyusunan Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan Khusus
Kelas Perusahaan Tebang Habis Jati. Departemen Pertanian, Jakarta.

Durbani, M. 2013. Petunjuk Praktikum Inventarisasi Hutan. Fakultas Kehutanan


UGM. Yogyakarta.

Durbani, M. 1993. Bahan Asistensi Praktikum Inventarisasi Hutan. Yogyakarta:


Bagian Penerbitan Fakultas Kehutanan UGM.

Loetsch, F., K. E. Haller and F. Zohrer. 1973. Forest inventory. Munchen : BLV
Verlagsgesellschaft.
Perum Perhutani. (1992). SK Direksi Perum Perhutani No. 378/1992 tentang:
Pedoman Penyusunan Rencana Pengaturan Kelas Hutan.

Riyanto, D., dan Pahlana. 2012. Kajian Evaluasi Lahan Hutan Jati Sistem Bonita di
Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Cepu. Jurnal Hutan Tanaman.
9(1):43-50.

Simon, H. 1993. Metode Inventori Hutan. Yogyakarta: Penerbit Aditya Media.

Simon, H. 1996. Metode Inventore Hutan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Wulfing, Van. 1993. Opstand Stapels Voor Djati Plantasoenen. Perum Perhutani.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai